Anda di halaman 1dari 6

Nama : Kevin Lesmana

NIM : C11116340
Kelas/kelompok : A/2

MODUL GLOMERULONEFRITIS
Seorang perempuan berusia 50 tahun datang ke IRD rumah sakit dengan keluhan perut membesar
dan bengkak pada kaki yang dialami sejak 7 hari sebelum masuk rumah sakit.
Tugas
1. Pendekatan klinis (anamnesis, pemeriksaan fisis, penunjang) apalagi yang dibutuhkan pada
pasien ini
a. Anamnesis
 Berapa kali kencing dalam satu hari?
 Apakah ada darah pada urine
 Apakah ada penurunan jumlah kencing yang dikeluarkan?

 Apakah ada bengkak pada kaki


 Riwayat gejala akibat penyakit sistemik

 Riwayat dalam kelurga (penyakit autoimun, gagal ginjal, dan glomerulonefriris)

 Riwayat penggunaan obat-obatan


 Riwayat kebiasaan atau gaya hidup

b. Pemeriksaan fisis
 Hipertensi
 Edema pada palpebra, perut , dan tungkai karena retensi Natrium & cairan
 Tanda bendungan sirkulasi karena hypervolemia

- Peningkatan tekanan vena jugularis


- Kardiomegali
- Edema paru akut
- Hepatomegali

 Pemeriksaan funduskopi jika ensefalopati hipertensi


 Tanda adanya penyakit sistemik

- Ruam kulit, Artritis, Ulcus rongga mulut


- Limfadenopati, hepatosplenomegali
c. Penunjang
 Urinalisis: hematuria (glomerular), proteinuria, torak eritrosit
 Darah rutin: anemia normositik normokrom.
 Bukti infeksi streptokokkus: ASTO meningkat
 Bukti aktivasi komplemen : C3 menurun
 Ureum dan kreatinin meningkat jika ada gangguan fungsi ginjal
 Pada foto paru ditemukan kongesti paru, efusi pleura, kardiomegali (dulu disebut
nephritic lungs), dan edema paru jika berat.
 Pemeriksaan biiopsi ginjal atas indikasi

2. Tentukan diagnosis pada kasus diatas


Diagnosis : glomerulonephritis

3. Sebutkan klasifikasi kelompok penyakit diatas berdasarkan manifestasi klinis


a. Asymptomatic proteinuria
b. Asymptomatic hematuria
c. Nephrotic syndrome
d. Nephritic syndrome
e. Rapidly progressive glomerulonephritis
f. Chronic glomerulonephritis

4. Sebutkan Secara garis besar dua mekanisme terjadinya kelompok penyakit diatas
a. Adanya deposisi dari sirkulasi Antigen-Antibody kompleks didalam glomerulus
b. Antibody (Ab) bereaksi secara In Situ didalam glomerulus

5. Tentukan tata laksana pada kelompok kasus diatas


a. Tata laksana simtomatik dan suportif .
 Tirah baring pada fase akut
 Furosemida untuk mengatasi edema dengan dosis 2-5 mg/kg BB/hari sampai
diuresis normal.
 Furosemida, nifedipine, kaptopril untuk mengatasi hipertensi sedang – berat
 Batasi asupan cairan untuk mengatasi hipertensi, gangguan ginjal akut
 Diet rendah garam dan rendah protein, kalium kalium dan fosfat jika AKI
 Dialisis jika terapi konservatif gagal
b. Antibiotik jika ada bukti Infeksi aktif
c. Edukasi pasien dan keluarga tentang perjalanan penyakit dan prognosis .

6. Bagaimana pencegahan kasus diatas


a. Mengurangi asupan garam
b. Mengurangi asupan kalium tinggi
c. Mengontrol tekanan darah agar mencegah kerusakan ginjal karena hipertensi
d. Kontrol gula darah untuk mencegah nefropati diabetic
MODUL SINDROM NEFROTIK
Seorang laki-laki berusia 20 tahun datang ke IRD rumah sakit dengan keluhan bengkak pada
seluruh badan yang dialami sejak 2 minggu sebelum masuk rumah sakit.
Tugas
1. Pendekatan klinis (anamnesis, pemeriksaan fisis, penunjang) apalagi yang dibutuhkan pada
pasien ini
a. Anamnesis
 Onset (hilang timbul/menetap, tiba-tiba/perlahan-lahan)
 Keluhan yang sama sebelumnya
 Aktivitas saat timbulnya keluhan
 Perkembangan keluhan (membaik/memburuk)
 Keluhan tambahan
 Riwayat demam
 Riwayat penyakit lainnya
 Riwayat alergi dan manifestasi kliniknya
 Riwayat keluarga
 Riwayat penggunaan obat-obatan

b. Pemeriksaan fisis
 Tanda tanda vital : Tekanan darah, nadi, pernapasan dan suhu
 Pengukuran Berat badan dan tinggi badan
 fisis jantung paru untuk menyingkirkan kemungkinan gagal jantung
 Pemeriksaan fisis abdomen berupa inspeksi untuk melihat apakah ada tanda radang di
bagian costovertebra, massa, ataupun asites, palpasi untuk menilai ada tidaknya nyeri
tekan area costovertebra ataupun suprapubik, dan perkusi untuk melihat ada atau
tidaknya nyeri ketok costovertebra. Pemeriksaan ini berguna untuk menyingkirkan
kemungkinan infeksi saluran kemih maupun pielonefritis

c. Penunjang
 Pemeriksaan urin : Eksresi protein, rasio protein-creatinin, rasio albumin-creatinin,
dan creatinin clearens. Selain itu pemeriksaan sedimen urine seperti leukosit, eritrosit,
cast, bakteri ataupun kristal.
 Pemeriksaan darah rutin dan kimia darah seperti elektrolit, ureum, serum creatinin,
glukosa, serum albumin, dan fraksi lipid
 Pemeriksaan mikrobiologi seperti kultur darah, ASTO, hepatitis A serology, hepatitis
B serology, dan HIV. Pemeriksaan ini untuk menyingkirkan kemungkinan infeksi
yang berakibat pada glomerulonefritis
 Tes serologi seperti ANA, Anti-ds DNA, ANCA, AntiGBM antibodies, serum dan
urine elektrophoresis serta cryoglobulin

2. Tentukan diagnosis pada kasus diatas


Diagnosis : sindrome nefrotik

3. Bagaimana patofisisiologi penyakit tersebut


Patogenesis sindroma nefrotik didasarkan pada mekanisme imunologik yang
menyebabkan salah satu dari dua jalur patogenesis yaitu, teori elektrokemik yang
menyebabkan minimal change disease dan teori soluble antigen-antibody complex yang
menyebabkan non sindroma nefrotik minimal change disease. Teori elektrokemik
menjelaskan bahwa membran basalis glomerulus kehilangan ion negatifnya akibat
mekanisme imunologik sehingga terjadi proteinuria yang berat tanpa adanya kerusakan
signifikan pada sawar filtrasi secara histopatologik sehingga tidak ditemukan hematuria
dan pada pemeriksaan komplemen tidak ditemukan C3 serum yang rendah. Untuk teori
yang kedua menjelaskan tentang adanya kompleks antigen dan antibodi yang terdeposit
dalam membran basalis glomerulus sehingga terjadi perubahan signifikan pada hasil
histopatologi ginjal serta dikaitkan dengan sindroma nefrotik yang disertai dengan
hematuria dan C3 serum yang rendah. Patofisiologi terkait dengan edema melibatkan dua
teori yaitu :
a. Underfilling theory yang menjelaskan bahwa edema terjadi karena proteinuria
yang berat sehingga terjadi hipoalbuminemia. Hal ini menyebabkan turunnya
tekanan onkotik plasma dan ekstravasasi cairan ke interstisial. Kondisi ini
memicu terjadinya hipovolemia sehingga konsentrasi air dan natrium yang
melewati sel makula densa juga ikut menurun, akibatnya terjadi sekresi renin oleh
sel juxtaglomerular diikuti dengan aktifnya sistem renin angiotensin dan
aldosteron serta peningkatan hormon ADH. Seluruh mekanism tersebut pada
akhirya akan menghasilkan retensi air yang memperparah edema pada pasien
sindroma nefrotik. Keadaan retensi air juga dipicu oleh rendahnya atrial
natriuretic peptide (ANP) dan penurunan sensitivitas ginjal terhadap ANP.
b. Overfilling theory menjelaskan penyebab edema adalah defek tubuler yang primer
atau idiopatik. Kondisi ini mengakibatkan retensi air dan natrium. Walaupun
RAAS tidak aktif pada jalur ini dan sekresi ANP juga meningkat, namun sama
sekali tidak memberikan efek remisi terhadap retensi tersebut disebabkan terjadi
defek yang berujung pada penurunan sensitivitas ginjal untuk merespon ANP.
Patofisiologi hiperlipidemia sendiri dapat dijelaskan sebagai upaya hati untuk
menyeimbangkan protein yang kurang sehingga hati menjalankan proses sintesis
lipoprotein VLDL yang secara tidak langsung pula mengakibatkan peningkatan IDL
dan LDL. Pada sindroma nefrotik juga didapatkan penurunan aktivitas lipoprotein
lipase (LPL) dan lesitin kolesterol asil transferase (LCAT) yang memperparah
keadaan hiperlipidemia. Sebagian kasus sindroma nefrotik menunjukkan suatu
hiperkoagulabilitas yang dapat dijelaskan dengan mekanisme sintetik hati yang
meningkat dan sangat beresiko terhadap terbentuknya thromboembolisme. Acute
kidney injury dapat terjadi pada penderita sindroma nefrotik disebabkan deplesi
volume, acute tubular necrosis, acute allergic nephritis akibat dosis tinggi diuretik,
ataupun edema anasarka yang juga berkaitan dengn intrarenal edema.

4. Tentukan tata laksana pada kelompok kasus diatas


Managemen ini dimulai dengan pemberian prednison 1 mg/kgBB/hari selama 6 minggu
lalu direduksi 1,6 mg/kgBB/48jam selama 1 bulan. Setelah itu dikurangi sekitar 0,2-0,4
mg/kgBB/48 jam. Jika pasien kontraindikasi dengan prednisone dapat diberikan
cyclophospamide 2 mg/KgBB/hari selama 8-12 minggu. Untuk managemen edema dapat
diberikan :
a. Furosemide oral 40 mg 2 kali sehari
b. Jika tidak ada respon, tingkatkan dosis furosemide dimana maksimum dosis 250
mg/hari. Jika setelah peningkatan dosis ada respon, maka kurangi dosis
c. Jika tidak ada respon setelah peningkatan dosis, maka dilakukan penambahan obat
diuretik golongan tiazid (hidroklorotiazid) 25-50 mg/hari. Jika setelah tindakan ini
ada respon, maka kurangi dosis
d. Jika tetap tidak ada respon, maka dilakukan penggantian dari oral menjadi furosemide
IV bolus maksimal 80 mg atau furosemide infus maksimal 500 mg.
e. Jika tetap tidak ada respon, maka dilakukan pemberian 20% albumin intravena 50-
100 Ml diikuti dengan IV Bolus diuretik.
f. Apabila tetap tidak ada respon, maka pilihan terakhir adalah mechanical
ultrafiltration. Dalam proses pemberian diuretik dosis tinggi, dilakukan monitor kalium
serum. Jika terjadi hipokalemia maka dapat diberikan suplemen kalium ataupun
spironoloctone 50-200 mg/hari. Untuk managemen hiperlipidemia dapat dilakukan
dengan retriksi konsumsi makanan yang mengandung tinggi kolesterol dan SFA serta
dapat diindikasikan pemberian obat golongan statin (HMG-CoA reductase inhibitor)

5. Bagaimana pencegahan kasus diatas


Pencegahan primer tidak dapat dilakukan karena etiologi sindroma nefrotik yang
cenderung tidak diketahui namun diagnosis yang benar melalui manifestasi klinis pasien
dapat sangat membantu untuk pencegahan komplikasi seperti acute kidney injury.

Anda mungkin juga menyukai