2 Tahun 2012
1 2
M.Thesa Ghozali *, Puguh Novi Arsito
1,2
Department of Pharmacy, Faculty of Medicine and Health Science,
Universitas Muhammadiyah Yogyakarta
*e-mail: mt_ghozali@ymail.com
ABSTRAK ABSTRACT
besar hepatitis dapat menjadi kronis yang 20-30 g (diperoleh dari Laboratorium
akan berlanjut menjadi sirosis dan kanker Farmakologi dan Toksikologi Prodi Farmasi
hati, serta berakhir dengan kematian akibat Fakultas Kedokteran & Ilmu Kesehatan
kegagalan fungsi hati (Anonim, 2004). Universitas Muhammadiyah Yogyakarta).
Salah satu obat tradisional yang Bahan dan alat yang digunakan pada
diduga memiliki sifat sebagai penelitian ini adalah kombucha tea
hepatoprotektor adalah kombucha tea atau berstandar, sebagai obyek uji, yang
lebih dikenal dengan nama jamur teh atau diperoleh dari hasil pembiakan sendiri,
jamur dipo (Anonim, 2006). Kombucha tea parasetamol yang dibeli di Brataco, kit SGOT
sudah banyak dilaporkan khasiatnya dalam & SGPT merek Dyasis (Jerman), dan pakan
hal medis seperti sebagai anti diabetes, anti tikus yang menggunakan BR-2.
hipertensi, dan anti inflamasi (Frank, 1995). Alat-alat yang digunakan adalah
Kombucha tea merupakan cairan peralatan bedah (gunting, pinset), alat-alat
teh hasil fermentasi dibawah kondisi aerobik gelas yang lazim digunakan (gelas beker,
bakteri acetobacter xylinum dan ragi gelas ukur, labu takar, dan gelas arloji),
saccharomyces sereviceae dalam masa cawan porselen, pipet, mortir dan stamper,
zoogela serupa nata yang disebut “nata de jarum suntik oral volume 3 ml (terumo
tea” atau biasa dikenal sebagai kombucha syiringe), ependroff, sentrifus mikrolab 300
colony (Frank, 1995). Kultur kombucha (Merk, Germany), tabung reaksi, timbangan
tumbuh di dalam medium teh manis yang elektrik, dan timbangan tikus.
kemudian akan menghasilkan berbagai Dosis Parasetamol dan kombucha
macam metabolit yang sangat berguna bagi tea ditetapkan berdasarkan hasil orientasi
kesehatan, seperti asam malat, asam (percobaan pendahuluan) 750 mg/kgBB.
oksalat, beberapa macam asam amino, dan Pengambilan darah dilakukan dari sinus
terutama asam glukoronat (Frank, 1995). orbitalis mata. Serum tikus digunakan dalam
Asam glukoronat sendiri merupakan mengukur aktivitas SGOT & SGPT secara
senyawa endogen yang bekerja pada spektrofotometri menggunakan metode
metabolisme fase dua yang berkonjugasi kinetik GPT-alat. Analisis histopatologi
dengan senyawa-senyawa toksik (Katzung, dilakukan menggunakan hati tikus yang
1998). Berdasarkan kandungan asam disimpan dalam larutan formalin 10% untuk
glukoronat tersebut, maka penelitian ini pembuatan preparat histopatologi sel hati.
kemudian dilakukan untuk mengetahui efek Tikus secara acak dibagi menjadi 5
hepatoprotektif Kombucha tea secara in vivo kelompok. Kelompok I untuk kontrol positif
terinduksi Parasetamol dengan parameter diberikan parasetamol dengan dosis 750
kadar SGOT & SGPT. mg/kg BB. Kelompok ll untuk kontrol negatif
tidak diberi perlakuan apapun. Kelompok lll -
V untuk uji aktivitas hepatoprotektif diberi
METODE PENELITIAN
parasetamol dengan dosis 750 mg/kg BB
Subyek uji yang digunakan adalah yang sebelumnya sudah diberi teh
tikus putih (Rattus norvegicus L.) jantan kombucha dengan variasi dosis sebesar 1,5
umur 40-60 hari, dengan berat badan sekitar ml, 1 ml, dan 0,5 ml secara oral dua kali
sehari selama enam hari berturut-turut dan Kemudian di centrifuge dengan kecepatan
kemudian diberi. Serum dibuat dengan cara 3500 rpm selama 10 menit. Supernatan yang
menampung darah tikus dalam ependroff terbentuk merupakan serum darah.
yang telah diberi heparin secukupnya.
Penelitian ini menggunakan teh hijau pembentukan asam glukoronat yang diduga
sebagai sumber kombucha. Teh hijau berkhasiat sebagai hepatoprotektor. Dari
seberat 20 g diseduh terlebih dahulu dengan hasil optimasi diketahui waktu kultur optimal
menggunakan air mineral 1 liter. adalah 7 hari. Pada hari ke-7 ini diketahui
Penggunaan teh hijau memiliki beberapa rata-rata pH larutan kombucha adalah 3.
keuntungan apabila dibandingkan dengan Larutan kombucha dipersiapkan berbeda
teh hitam. Teh hijau memiliki kapasitas kultur tiap harinya, sehingga kualitas larutan
antioksidan yang lebih tinggi dibanding teh yang diberikan ke hewan uji bersifat
hitam. Hal ini dikarenakan kandungan seragam tiap harinya. Apabila digunakan
Epigalo catechin gallat (EGCG) yang lebih kultur yang sama pada kurun waktu tertentu,
tinggi pada teh hijau. Apabila menggunakan maka pH larutan turun terlalu rendah,
teh hitam maka kandungan EGCG akan sehingga kualitasnya tidak sama.
rendah (Frank, 1995). Penggunaan air Hewan uji yang digunakan pada
mineral dikarenakan dalam pertumbuhan penelitian ini adalah tikus putih galur wistar
jamur kombucha juga diperlukan mineral. dengan berat badan rata-rata 200 g.
Apabila digunakan aquadest maka suplai Pemeriksaan sederhana dan rutin yang
mineral tidak dapat terpenuhi (Frank, 1995). dilakukan untuk pemeriksaan fungsi hepar
Sumber karbohidrat yang digunakan pada adalah pemeriksaan SGPT dan SGOT.
kultur berasal dari sukrosa sebanyak 20 g. Enzim SGPT terikat dalam sitoplasma sel
Sukrosa ini merupakan precursor dari hepar sedangkan enzim SGOT terikat dalam
organel sel hepar. Apabila sel hepar periode pertama kadar SGPT hewan uji
mengalami nekrosis maka akan terjadi normal. Pada periode 2 (setelah pemberian
kenaikan kadar kedua enzim ini dalam hepatotoksin) diketahui sudah diketahui
serum. Walaupun SGPT dan SGOT sering perbedaan kadar SGPT. Untuk kadar SGPT
dianggap sebagai enzim hepar karena kontrol negatif terlihat mencapai kadar
tingginya konsentrasi keduanya dalam 116,15 U/l. Apabila kadar SGPT mencapai
hepatosit, namun hanya SGPT yang spesifik kadar ini diketahui bahwa sudah terjadi
terhadap hepar jika dibandingkan dengan kondisi hepatotoksik. Sedangkan pada
SGOT mengingat SGOT juga terdapat pada kelompok perlakuan lain, diketahui kadar
otot jantung, otot tubuh, ginjal dan pankreas SGPT nya masih normal. Kadar SGPT
(Joyce, 2007). Sebelum dilakukan tersebut diketahui berbeda signifikan dengan
percobaan, tikus dikondisikan terlebih dahulu kontrol negatif (p<0,05). Kadar SGPT
selama 1 minggu. Selama 1 minggu ini tikus terendah dicapai oleh kelompok dosis 0,5 ml,
hanya diberikan pakan saja. Setelah kondisi yaitu 48,96 U/l. Selain itu dari hasil
tikus stabil, maka dilanjutkan dengan interpretasi data kadar SGPT antar
pemberian larutan kombucha selama 1 kelompok perlakuan kombucha (0,5 ml, 1 ml,
minggu. Setelah 1 minggu pemberian larutan 1,5 ml) diketahui dengan semakin
kombucha, dilakukan pengambilan sampel meningkatnya pemberian dosis kombucha
darah periode pertama. Pada periode tidak berkorelasi dengan semakin turunnya
pertama ini belum dilakukan pemberian kadar SGPT sehingga diketahui penurunan
hepatotoksin. Setelah pengukuran kadar SGPT tersebut tidak bergantung pada
SGPT/SGOT periode 1 dilakukan, maka dosis (non dose dependent). Pada dosis k
langkah selanjutnya adalah pemberian (0) diketahui juga terjadi penurunan kadar
hepatotoksin bersama dengan larutan SGPT.
kombucha selama 1 minggu. Setelah 1 Pada periode 1 (sebelum
minggu kadar SGPT/SGOT kembali diukur. pemberian hepatotoksin) diketahui kadar
Berikut adalah data kadar SGOT dan SGPT SGOT antar kelompok tidak berbeda secara
tikus pada periode pertama dan kedua. statistik (p < 0,05) sehingga secara
Pada periode atau minggu 1 keseluruhan disimpulkan bahwa pada
(sebelum pemberian hepatotoksin) diketahui periode pertama kadar SGOT hewan uji
kadar SGPT antar kelompok adalah sama. normal. Pada periode 2 (setelah pemberian
Perbedaan hanya terjadi pada kadar SGPT hepatotoksin) diketahui sudah diketahui
kelompok kontrol negatif. Meskipun perbedaan kadar baik SGOT. Untuk kadar
perbedaan tersebut bermakna secara SGOT kontrol negatif terlihat mencapai
statistik (p < 0,05), namun diketahui kadar kadar 111,80 U/l. Apabila kadar SGOT
SGPT tersebut masih normal (75,95 U/l). mencapai kadar ini diketahui bahwa sudah
Kadar SGPT dikatakan tinggi apabila telah terjadi kondisi hepatotoksik. Sedangkan
mencapai 2x40 U/l. Variasi tersebut terjadi pada kelompok perlakuan lain, diketahui
kemungkinan karena fluktuasi kondisi kadar SGOT nya masih normal. Kadar
fisiologis hewan uji saja sehingga secara SGOT tersebut diketahui berbeda signifikan
keseluruhan disimpulkan bahwa pada dengan kontrol negatif (p<0,05). Kadar
SGOT terendah dicapai oleh kelompok dosis kgBB). Hal ini mengindikasikan telah
1 ml, yaitu 36,26 U/l. Selain itu, dari hasil terjadinya tanda-tanda hepatotoksisitas pada
interpretasi data kadar SGOT antar hepar. Perbedaan tersebut berbeda secara
kelompok perlakuan kombucha (0,5 ml, 1 ml, statistik dengan semua kelompok perlakuan
1,5 ml) diketahui dengan semakin (p<0,05). Pada saat pembedahan juga
meningkatnya pemberian dosis kombucha terlihat adanya steatosis pada hepar.
tidak berkorelasi dengan semakin turunnya Steatosis merupakan penimbunan atau
kadar SGOT sehingga diketahui penurunan akumulasi lemak dalam sel-sel yang
kadar SGOT tersebut tidak bergantung pada biasanya memetabolisme lemak. Hal ini
dosis (non dose dependent). diakibatkan karena kerja hati yang berat
Pada percobaan ini diketahui akibat gangguan hepatotoksin. Transfer lipid
bahwa teh hijau kombucha mampu keluar dari hepar menjadi terhambat dan
menurunkan kadar SGOT/SGPT pada tikus terakumulasi dalam hati. Degenerasi ini bisa
yang teinduksi paracetamol dosis terjadi secara mikrovasikuler maupun
hepatotoksik. Salah satu toksisitas makrovasikuler. Sel-sel yang mengalami
parasetamol adalah karena obat ini degenerasi ini perubahannya bersifat
dimetabolisme oleh enzim CYP450 menjadi reversibel. Apabila dibiarkan lebih lanjut
produk antara yang sangat reaktif yaitu kondisi ini bisa berkembang kearah sirosis
NAPQI (N-Acetyl-P-Benzoquinone Imine) atau nekrosis. Apabila dilakukan
(Katzung, 1998). Secara alamiah tubuh perbandingan % bobot hepar kelompok
mampu membuang senyawa ini dengan perlakuan kombucha (0,5, 1, dan 1,5 ml)
jalan mengkonjugasikannya membentuk dengan k(0) diketahui tidak terjadi
metabolit merkapturat dengan bantuan perbedaan yang signifikan secara statistik
enzim GSH (Glutathion). NAPQI sebenarnya (p<0,05) sehingga diketahui kondisi
hanya diproduksi dalam jumlah kecil, namun hepatotoksik tidak terjadi pada kelompok ini.
tipe ikatannya dengan sel hepatosit bersifat Selain itu dari hasil interpretasi data % bobot
kovalen. Ikatan kovalen diketahui bersifat hepar antar kelompok perlakuan kombucha
kuat sehingga dapat memicu kerusakan sel (0,5 ml, 1 ml, 1,5 ml) diketahui dengan
hepatosit. Apabila kondisi hepatotoksik semakin meningkatnya pemberian dosis
berlangsung lama, maka akan mengarah ke kombucha tidak berkorelasi dengan semakin
nekrosis (kematian) sel hepatosit. turunnya % bobot hepar. Sehingga diketahui
Salah satu manifestasi kerusakan penurunan % bobot hepar tersebut tidak
hepar adalah terjadinya kondisi bergantung pada dosis (non dose
pembengkakan dan perlemakan hepar dependent).
(Frances, 1992). Kondisi ini dapat diamati Hasil penelitian ini secara
dengan mengukur perbedaan bobot hepar keseluruhan diketahui bahwa teh hijau
pasca uji periode 2 sehingga pada penelitian kombucha memiliki efek hepatoprotektif
ini juga dibandingkan bobot hepar pasca uji pada tikus yang terinduksi parasetamol dosis
periode 2. Dari data tersebut diketahui hepatotoksik. Mekanisme hepatoprotektor
bahwa terjadi peningkatan bobot hepar yang secara umum dapat terjadi melalui beberapa
tinggi pada kelompok kontrol negatif (4,51% cara yaitu: