Anda di halaman 1dari 5

Nama: Muhammad Afrizal

NIM : 181010700213
Program Studi : Sastra Indonesia
Mata Kuliah : Filsafat Ilmu
V.517

SOAl
1. Ada dua cakupan mendasar dalam kajian filsafat bahasa yaitu:
a. Bahasa sebagai media berfilsafat.
b. Bahasa sebagai objek filsafat.
Jelaskan maksud tersebut?
2. Bagaimana pandangan saudara mengenai munculnya berbagai
kata/istilah baru yang terjadi belakangan ini. Seperti kata/istilah
santuy, kuy, dll. Bagaimana pandangan filsafat terhadap fenomena ini?
3. Apa hubungan antara filsafat dan hakikat bahasa dalam ranah
kajian filsafat bahasa?
4. Apa sajakah fungsi/ manfaat filsafat Bahasa dalam kajian Bahasa?
5. Jelaskan apa saja metode yang dapat digunakan dalam filsafat
Bahasa?

Jawab :
1. a. Bahasa sebagai media berfilsafat hubunganya sangat erat bahkan tidak dapat
dipisahkan terutama dalam pengertian pokok bahwa tugas utama filsafat adalah analisis
konsep-konsep dan oleh karena konsep-konsep tersebut terungkapkan melalui bahasa
maka analisis tersebut tentunya berkaitan dengan makna bahasa yang digunakan dalam
mengungkapkan konsep-konsep tersebut.
b. filsafat bahasa itu adalah pengetahuan dan penyelidikan dengan akal budi mengenai
hakikat bahasa, sebab, asal dan hukumnya. Jadi pengetahuan dan penyelidikan itu
terfokus kepada hakekat bahasa juga sudah termasuk perkembangannya.
Pada dasarnya perkembangan filsafat analatika bahasa meliputi tiga aliran yang pokok
yaitu atomisme logis, positivisme logis, dan filsafat bahasa biasa.

2. Pada Aliran filsafat bahasa biasa inilah yang memiliki bentuk yang paling kuat
bilamana dibandingkan dengan aliran yang lain, dan memiliki pengaruh yang sangat
luas, baik di Inggris, Jerman dan Perancis maupun di Amerika. Aliran ini dipelopori oleh
Wittgenstein. Aliran filsafat bahasa biasa juga mempunyai kelemahan-kelemahan antara
lain,
-Kekaburan makna
-Bergantung pada konteks
-Penuh dengan emosi
-Menyesatkan
Untuk mengatasi kelemahan dan demi kejelasan kebenaran konsep-konsep filosofis
maka perlu dilakukan suatu pembaharuan bahasa, yaitu perlu diwujudkan suatu bahasa
yang sarat dengan logika sehingga ungkapan-ungkapan bahasa dalam filsafat
kebenarannya dapat dipertanggungjawabkan.
Bagi saya pribadi hal ini sah-sah saja, apalagi di era-globalisasi yang memungkinkan
bahasa dapat di cerna dari mana saja. Akan tetapi kita sebagai 'subjek' pengguna
bahasa akan lebih bisa mengembangkan lagi suatu bahasa yang masih 'mentah' agar
lebih dapat diterima oleh logika dan orang banyak, setidak-tidaknya kita harus memilah
bahasa untuk di pergunakan di dalam masyarakat.

3. Bahasa tidak saja sebagai alat komunikasi untuk mengantarkan proses hubungan
antarmanusia, tetapi jangan lupa, bahasa pun mampu mengubah seluruh kehidupan
manusia. Artinya, bahwa bahasa merupakan aspek terpenting dari kehidupan manusia.
Sekelompok manusia atau bangsa yang hidup dalam kurun waktu tertentu tidak akan
bias bertahan jika dalam bangsa teresbut tidak ada bahasa. Kearifan Melayu
mengatakan : “Bahasa adalah cermin budaya bangsa, hilang budaya maka hilang
bangsa”. Jadi bahasa dalah sine qua non, suatu yang mesti ada bagi kebudayaan dan
masyarakat manusia.
Karena itu, siapa pun orang akan senantiasa melakukan relasi yang erat dengan bahasa.
Seorang filosofi, misalnya, ia akan senantiasa bergantung kepada bahasa. Fakta telah
menunjukkan bahwa ungkapan pikiran dan hasil-hasil perenungan filosofis seseorang
tidak dapat dilakukan tanpa bahasa. Bagaimanapun alat paling utama dari filsafat
adalah bahasa. Tanpa bahasa, seorang filosof (ahli filsafat) tidak mungkin bias
mengungkapkan perenungan kefilsafatannya kepada orang lain. Tanpa bantuan bahasa,
seseorang tidak akan mengerti tentang buak pikiran kefilsafatan.

4. Berfilsafat adalah berusaha menemukan kebenaran (realitas yang sesungguhnya)


tentang segala sesuatu dengan berpikir serius. Kecakapan berpikir serius sangat
diperlukan oleh setiap orang. Banyak persoalan yang tidak dapat di selesaikan sampai
saat ini. Hal ini dikarenakan karena persoalan tidak ditangani secara serius, hanya
diwacanakan saja. Mempelajari filsafat (termasuk filsafat bahasa) adalah berlatih
secara serius untuk mampu menyelesaikan suatu persoalan yang sedang dihadapi
dengan cara menghadapi persoalan dengan tuntas dan logis. Seseorang tidak akan
memiliki kemampuan seperti ini jika ia tidak melatihnya.

5. 1. Metode historis, adalah suatu metode pengkajian filsafat yang didasarkan pada
prinsip-prinsip metode historigrafi yang meliputi empat tahapan: heuristic, kritik,
interpretasi, dan historigrafi.
2. Metode sistematis, ialah metode pembahasan filsafat bahasa yang didasarkan
pada pendekatan material (isi pemikiran).
3. Metode kritis, digunakan oleh mereka yang mempelajari filsafat tingkat intensif.
Bagi yang menggunakan metode ini haruslah sudah memiliki pengetahuan filsafat.
4. Metode analisa abstrak, yaitu dengan cara melakukan kegiatan urai setiap
fenomena kebahasaan dengan cara memilah-milah.
5. Metode intuitif, yaitu dengan melakukan introspeksi intuitif dan dengan
menggunakan symbol-simbol.

Anda mungkin juga menyukai