Anda di halaman 1dari 21

Bahan Ajar

Enzim dan Metabolisme

Kompetensi Dasar
3.2 Menjelaskan proses metabolisme sebagai reaksi enzimatis dalam makhluk
hidup

Indikator Pencapaian Kompetensi


3.2.1 Mendeskripsikan metabolisme
3.2.2 Menjelaskan struktur, fungsi, klasifikasi, dan faktor-faktor yang
memengaruhi kerja enzim dalam metabolisme
3.2.3 Menjelaskan dua macam katabolisme, dan faktor-faktor yang memengaruhi
katabolisme dalam tubuh makhluk hidup
3.2.4 Menjelaskan dua macam anabolisme, dan faktor-faktor yang memengaruhi
anabolisme dalam tubuh makhluk hidup
A. Metabolisme
Metabolisme (bahasa Yunani, metabole = berubah) adalah seluruh rangkaian reaksi
kimia yang terjadi di dalam sel-sel tubuh makhluk hidup. Metabolisme dapat digambarkan
sebagai peta yang rumit dari ribuan reaksi kimia yang terjadi di dalam sel, tersusun sebagai
jalur-jalur metabolik yang berpotongan di sana-sini. Metabolisme secara keseluruhan
mengelola sumber daya materi dan energi bagi sel.
Proses metabolisme dibedakan menjadi dua macam, yaitu katabolisme dan anabolisme.
 Katabolisme
Katabolisme merupakan reaksi penguraian senyawa-senyawa kompleks menjadi
senyawa-senyawa yang lebih sederhana dan menghasilkan energi. Salah satu jalur utama
katabolisme adalah respirasi sel, ketika glukosa dan bahan organik lain diuraikan menjadi
CO2 dan H2O serta membebaskan energi. Energi yang tersimpan dalam molekul organik
kemudian tersedia bagi sel untuk melakukan kerja.
 Anabolisme
Anabolisme merupakan reaksi penyusunan dari senyawa-senyawa sederhana menjadi
senyawa yang lebih kompleks dan membutuhkan energi. Salah satu contoh anabolisme
adalah fotosintesis, sintesis protein, dan sintesis lemak.
Jalur katabolisme merupakan jalan “menuruni bukit” dalam peta metabolisme. Energi
yang dihasilkan dari reaksi katabolisme dapat disimpan dan kemudian digunakan untuk
menggerakkan reaksi “mendaki bukit” pada jalur anabolik melalui reaksi anabolisme.

B. Struktur, Fungsi, Klasifikasi, dan Faktor-Faktor yang Memengaruhi Kerja Enzim

1. Struktur dan Fungsi Enzim


Enzim (bahasa Yunani, en = dalam, zyme = ragi) merupakan senyawa protein yang
diproduksi oleh sel-sel makhluk hidup dan berfungsi sebagai biokatalisator. Enzim
meningkatkan laju reaksi metabolisme tetapi tidak ikut bereaksi. Zat yang dipengaruhi oleh
enzim disebut substrat, sedangkan hasil reaksinya disebut produk. Nama enzim pada
umumnya sesuai dengan nama substratnya dan diberi akhiran –ase. Contohnya Lipidase
(mengubah lipid), Proteinase (mengubah protein), Karbohidratase (mengubah karbohidrat),
Selulase (menguraikan selulosa), dan Heksokinase (mengubah heksosa).
Enzim yang lengkap terdiri dari senyawa protein dan nonprotein. Komponen protein
disebut apoenzim yang bersifat labil (mudah berubah) dan dipengaruhi oleh suhu dan pH.
Bagian nonprotein disebut gugus prostetik. Gugus prostetik dapat berupa ion anorganik
maupun senyawa organik kompleks. Gugus prostetik dari ion anorganik disebut kofaktor,
misalnya Kalsium (Ca2+), Klor (Cl-), dan Natrium (Na+). Atom logam juga dapat dijadikan
sebagai kofaktor, misalnya Seng (Zn), Besi (Fe), dan Magnesium (Mg). Kofaktor berfungsi
sebagai katalis yang dapat meningkatkan fungsi enzim. Enzim yang terikat dengan kofaktor
disebut holoenzim.
Gugus prostetik dari senyawa organik kompleks disebut koenzim, contohnya vitamin B
(Tiamin), B2 (Riboflavin), B3 (Niasin), B5 (Asam Pantotenat), B6 (Piridoksin), B11 (Asam
Folat), B12 (Kobalamin), vitamin H (Biotin), koenzim A, NAD + (Nicotinamide Adenine
Dinucleotide), FMN (Flavin Mononucleotide) dan FAD+ (Flavin Adenin Dinucleotide).
Koenzim berfungsi memindahkan gugus kimia, atom, atau elektron dari satu enzim ke enzim
lainnya.
Struktur enzim

Apoenzim Gugus prostetik


(protein) (nonprotein)

Kofaktor Koenzim (senyawa


(ion anorganik) organik kompleks)

Enzim memiliki sifat-sifat sebagai berikut.


a. Enzim seperti protein lainnya akan menggumpal jika dipanaskan. Suhu yang panas akan
mengubah struktur dan bentuk sisi aktif enzim.
b. Enzim bekerja secara spesifik sehingga hanya bekerja pada substrat tertentu. Contohnya
enzim ptialin di dalam mulut hanya akan memengaruhi karbohidrat, meskipun di dalam
mulut terdapat protein dan lemak (lipid).
c. Enzim berfungsi sebagai katalis yang mempercepat terjadinya reaksi dengan cara
menurunkan energi aktivasi (EA). Energi aktivasi adalah energi minimum yang
dibutuhkan agar reaksi kimia tertentu dapat terjadi. Energi aktivasi yang sangat besar
merupakan rintangan terjadinya reaksi sehingga energi aktivasi tersebut perlu diturunkan.
Suhu yang tinggi akan merusak atau mematikan sel. Namun, pada beberapa reaksi
metabolisme, diperlukan energi aktivasi yang terlalu besar sehingga diperlukan suhu yang
tinggi. Dengan adanya enzim, reaksi dapat berlangsung tanpa merusak atau mematikan
sel.

Gambar 2.1 Perbandingan energi aktivasi (EA) pada reaksi tanpa enzim dan jika ada enzim

d. Enzim dapat digunakan berulang kali, karena enzim tidak ikut bereaksi. Namun, enzim
dapat rusak sehingga harus diganti.
e. Enzim diperlukan dalam jumlah sedikit.
f. Enzim hanya dapat menguraikan suatu senyawa atau hanya dapat menyusun senyawa.
Contohnya maltase yang mengubah maltosa menjadi glukosa.
Enzim memiliki sisi aktif yang berfungsi sebagai katalis. Enzim berbentuk tiga dimensi
dengan sisi aktif yang sangat spesifik, sehingga hanya molekul substrat tertentu yang dapat
diikat oleh enzim. Mula-mula enzim akan berikatan dengan substrat. Setelah terbentuk
produk, enzim akan terlepas kembali. Ada dua teori yang dapat menerangkan kerja enzim
terhadap substrat, yaitu teori gembok dengan anak kunci (lock and key theory) dan teori
kecocokan induksi (induced fit theory).

a. Teori Gembok dengan Anak Kunci (Lock and Key Theory). Menurut teori ini, bagian
sisi aktif enzim digambarkan mempunyai bentuk spesifik dan tidak fleksibel, sehingga
enzim hanya mengikat sisi substrat tertentu saja.
b. Teori Kecocokan Induksi (Induced Fit Theory). Menurut teori ini, digambarkan bagian
sisi aktif enzim bersifat fleksibel, sehingga dapat menyesuaikan dengan sisi substrat yang
ada.

Gambar 2.2 Cara kerja enzim

2. Klasifikasi Enzim
Berdasarkan tempat kerjanya, enzim dibedakan menjadi dua macam, yaitu sebagai
berikut.
a. Enzim intraseluler adalah enzim yang bekerja di dalam sel, contohnya katalase dan
enzim glikogen sintase. Enzim katalase mampu menguraikan senyawa hidrogen
peroksida (H2O2) yang merupakan racun bagi sel-sel tubuh menjadi senyawa H2O dan
O2 yang dapat dimanfaatkan kembali oleh tubuh. Enzim glikogen sintase berfungsi
membentuk glikogen dari glukosa di dalam sel otot atau sel hati.
b. Enzim ekstraseluler adalah enzim yang bekerja di luar sel, contohnya enzim pepsin.
Enzim pepsin menguraikan bahan makanan di dalam rongga organ pencernaan

Berdasarkan tipe reaksi yang dikatalisis, enzim dibagi menjadi enam kelompok,
yaitu sebagai berikut.
a. Oksidoreduktase, mengatalisis reaksi oksidasi atau reduksi dari satu unsur.
Contohnya enzim dehidrogenase dan oksidase.
b. Transferase, membantu memindahkan molekul/gugus/ion dari suatu senyawa ke
senyawa yang lain. Contohnya enzim transaminase dan kinase.
c. Hidrolase, berfungsi membantu pembentukan produk dengan menggunakan air
(hidrolisis). Contohnya enzim lipase, amilase, dan peptidase.
d. Liase, memindahkan atau menambahkan ikatan karbon (C – C), ikatan oksigen
(C – O), ikatan nitrogen (C – N), atau ikatan lainnya dari substrat tanpa melalui
peristiwa hidrolisis. Contohnya enzim piruvat dekarboksilase dan enzim oksalat
dekarboksilase. (contoh enzim untuk ikatan nitrogen).
e. Isomerase, mengatalisis perubahan geometrik (rumus bangun) atau struktural (rumus
molekul) dalam satu molekul. Contohnya enzim fosfoglukoisomerase dan enzim
fosfogliseromutase.
f. Ligase/polimerase, mengatalisis penyatuan dua atau lebih molekul yang dikaitkan
dengan hidrolisis ATP. Contohnya enzim glutamin sintetase.

3. Faktor-Faktor yang Memengaruhi Kerja Enzim


Faktor-faktor yang memengaruhi kerja enzim adalah sebagai berikut.
a. Faktor Luar
1) Suhu
Setiap enzim mempunyai suhu optimum sehingga dapat melangsungkan reaksi
secara maksimal. Umumnya, enzim pada manusia memiliki suhu optimum sekitar
35oC-40oC. Pada suhu di bawah 0oC, enzim tidak dapat bekerja tetapi tidak rusak,
sehingga jika suhu kembali normal, maka enzim dapat bekerja lagi. Pada suhu
tinggi di atas 55oC, enzim akan mengalami denaturasi. Denaturasi adalah
perubahan struktur kimiawi enzim yang mengakibatkan enzim tersebut rusak dan
tidak dapat melakukan fungsinya.

2) Derajat Keasaman (pH)


Pada umumnya, enzim bekerja dengan baik pada pH sekitar 6-8. Namun, enzim
pepsin dalam lambung bekerja paling baik pada lingkungan asam, yaitu pH 2.
Tripsin dalam usus bekerja pada lingkungan basa dengan pH optimal 8.

b. Faktor Dalam
1) Inhibitor (Zat Penghambat)
Inhibitor merupakan senyawa kimia yang bersifat menghambat kerja enzim. Ada
dua jenis inhibitor, yaitu inhibitor kompetitif dan inhibitor nonkompetitif.
 Inhibitor kompetitif merupakan senyawa kimia yang menyerupai substrat yang
dapat bereaksi dengan sisi aktif enzim. Jika sisi aktif enzim sudah terisi oleh
inhibitor kompetitif, maka substrat tidak dapat berikatan dengan enzim.
 Inhibitor nonkompetitif merupakan senyawa kimia yang menghambat kerja
enzim dengan cara melekat pada bagian selain sisi aktif, yang disebut sisi
alosterik. Akibatnya, bagian sisi aktif enzim sulit berikatan dengan substrat dan
enzim tidak dapat mengubah substrat menjadi produk.

2) Konsentrasi Substrat
Jumlah substrat yang berlebihan dapat mengakibatkan penurunan kerja enzim.
Untuk mengatasi hal demikian, biasanya sel akan menambah jumlah enzim dengan
cara menyintesis enzim.
C. Katabolisme dan Faktor-Faktor yang Memengaruhi Katabolisme dalam Tubuh
Makhluk Hidup

Jalur metabolik yang melepaskan simpanan energi dengan cara menguraikan molekul
kompleks disebut jalur katabolik. Jalur katabolik menghasilkan energi dengan cara
mengoksidasi bahan organik. Bahan organik di antaranya adalah karbohidrat, lemak (lipid),
dan protein. Proses katabolisme yang menghasilkan energi ini terjadi di dalam sel sehingga
disebut respirasi seluler.
Salah satu proses katabolisme, yaitu fermentasi, merupakan reaksi penguraian gula yang
terjadi tanpa menggunakan oksigen (respirasi anaerob). Akan tetapi, proses katabolisme
yang lebih dominan dan efisien adalah respirasi aerob yang menggunakan oksigen sebagai
reaktan bersama dengan bahan organik.

1. Respirasi Aerob
Reaksi pada respirasi aerob melibatkan penggunaan oksigen. Secara sederhana dapat
dituliskan sebagai berikut.

Senyawa organik + Oksigen (O2) → Karbon dioksida (CO2) + Air + Energi

Contoh: C16H12O6 (Glukosa) + 6O2 → 6H2O + 6CO2 + Energi (ATP dan panas)

Reaksi kimia pada respirasi aerob dapat dibagi menjadi empat tahap, yaitu glikolisis,
dekarboksilasi oksidatif (reaksi transisi), siklus Krebs (siklus asam sitrat), dan reaksi
transpor elektron. Pembahasan selanjutnya akan dijabarkan tahap respirasi aerob pada
karbohidrat (glukosa)

a. Glikolisis
Glikolisis adalah reaksi pengubahan bahan organik (glukosa/gula berkarbon -6) menjadi
dua molekul asam piruvat (asam berkarbon -3). Reaksi glikolisis terjadi di sitosol (di luar
mitokondria).
Gambar 2.3 Reaksi glikolisis

Glikolisis terdiri dari 10 tahapan sebagai berikut.


1) Fosforilasi glukosa, terjadi pemindahan gugus fosfat dari ATP ke glukosa pada atom C
nomor 6 sehingga membentuk glukosa-6-fosfat. Senyawa ini akan memperoleh energi
bebas dari penguraian ATP menjadi ADP dengan bantuan enzim heksokinase.
2) Glukosa-6-fosfat dikatalisis oleh enzim fosfoglukoisomerase sehingga terbentuk isomer
fruktosa-6-fosfat.
3) Fruktosa-6-fosfat mengikat fosfat yang dilepaskan ATP menjadi fruktosa-1,6-bifosfat.
Senyawa ini mendapat energi bebas dari penguraian ATP menjadi ADP untuk kedua
kalinya.
4) Enzim aldolase menguraikan fruktosa-1,6-bifosfat menjadi dua senyawa beratom 3 C,
yaitu dihidroksi aseton fosfat dan gliseraldehida fosfat (PGAL).
5) Enzim mengatalisis perubahan bolak-balik (reversible) antara kedua gula beratom 3 C
tersebut, yaitu dihidroksi aseton fosfat dan gliseraldehida fosfat (PGAL).
6) PGAL dioksidasi oleh transfer elektron sehingga H+ ditambahkan ke NAD+ yang
membentuk NADH. Reaksi berlangsung secara eksergonik. Energi yang dilepaskan
kemudian digunakan untuk mengikat gugus fosfat yang selalu ada dalam sitosol sehingga
terbentuk 1,3-bifosfogliserat.
7) Gugus fosfat ditransfer ke ADP sehingga menghasilkan ATP. Sementara itu, gula
berubah menjadi 3-fosfogliserat.
8) Enzim fosfogliseromutase merelokasi/memindahkan gugus fosfat sehingga terbentuk
2-fosfogliserat.
9) Enzim enolase membentuk ikatan ganda dalam substrat dengan cara mengesktraksi
molekul air membentuk fosfoenolpiruvat (PEP).
10) Reaksi terakhir glikolisis ini menghasilkan ATP dengan mentransfer gugus fosfat dari
PEP ke ADP sehingga fosfoenolpiruvat (PEP) berubah menjadi asam piruvat (beratom 3
C).

Pada glikolisis, setiap 1 molekul glukosa menghasilkan 2 molekul asam piruvat, 2


molekul NADH (nikotinamide adenine dinucleotide H), 2 molekul ATP, dan 2 molekul
H2O. Sebenarnya, setiap satu molekul glukosa menghasilkan 4 ATP, tetapi 2 molekul ATP
diperlukan kembali dalam reaksi. NADH merupakan NAD+ yang tereduksi dengan
penambahan 1 atom hidrogen. Terjadinya glikolisis tidak dipengaruhi oleh ketersediaan O 2.
Akan tetapi, jika O2 memang ada, maka energi kimia yang tersimpan dalam asam piruvat dan
NADH dapat diekstraksi oleh siklus asam sitrat dan fosforilasi oksidatif.

b. Dekarboksilasi Oksidatif (Reaksi Transisi)


Dekarboksilasi oksidatif merupakan reaksi di antara glikolisis dan siklus Krebs, yaitu
reaksi pengubahan molekul asam piruvat (beratom 3 C) menjadi asetil ko-A (beratom 2 C).
Reaksi ini terjadi di dalam matriks mitokondria. Asam piruvat bereaksi dengan NAD+ dan
ko-A (koenzim A) membentuk senyawa asetil ko-A. Reaksi tersebut akan menghasilkan 2
asetil ko-A dan 2 NADH serta melepaskan 2 CO2.

Gambar 2.4 Dekarboksilasi oksidatif (reaksi transisi)


c. Siklus Krebs (Siklus Asam Sitrat)
Reaksi pada siklus Krebs terjadi di dalam matriks mitokondria.

Gambar 2.5 Siklus Krebs

Siklus Krebs terdiri dari 8 tahapan reaksi sebagai berikut.


1) Asetil ko-A masuk ke siklus Krebs dengan melepaskan ko-A. Dua atom karbonnya
berikatan dengan asam oksaloasetat (4 C) membentuk asam sitrat (6 C).
2) Satu molekul air (H2O) dikeluarkan dan satu molekul air yang lainnya ditambahkan
kembali sehingga asam sitrat (6 C) membentuk isomernya menjadi asam isositrat (6 C).
3) Asam isositrat melepaskan gugus karboksil (COO-) dalam bentuk CO2 dan memberikan
atom hidrogen beserta elektronnya kepada NAD+ untuk membentuk NADH. Sementara
itu, asam isositrat (6 C) berubah menjadi asam α ketoglutarat (5 C).
4) Asam α ketoglutarat (5 C) berikatan dengan ko-A membentuk senyawa antara suksinil
ko-A (4 C) dengan melepaskan CO2 dan memberikan atom hidrogen beserta elektronnya
kepada NAD+ untuk membentuk NADH kembali.
5) Fosforilasi tingkat substrat dimulai dengan dilepaskannya kembali ko-A sehingga
membantu pengikatan fosfat (P) oleh GDP (guanosin difosfat) menjadi GTP (guanosin
trifosfat). GTP ini serupa dengan ATP apabila menyumbangkan satu gugus fosfat ke
ADP. Senyawa antara suksinil ko-A berubah menjadi asam suksinat (4 C).
6) Asam suksinat memindahkan 2 atom hidrogen dan elektronnya kepada FAD+ (flavin
adenine dinucleotide) untuk membentuk FADH2. Asam suksinat berubah menjadi asam
fumarat (4 C).
7) Asam fumarat berikatan dengan H2O membentuk asam malat (4 C).
8) Asam malat mentransfer kembali atom H dan elektronnya ke NAD + sehingga terbentuk
NADH dan asam malat berubah menjadi asal oksaloasetat (4 C) yang akan digunakan
dalam siklus Krebs selanjutnya.

Hasil akhir pada siklus Krebs adalah 6 NADH, 2 FADH2, 2 ATP, dan 4 CO2.

d. Rantai Transpor Elektron


Rantai transpor elektron terjadi di bagian krista (membran dalam mitokondria). Pada
rantai transpor elektron, NADH dan FADH2 yang dihasilkan dalam glikolisis, dekarboksilasi
oksidatif, dan siklus Krebs akan membebaskan energi tinggi pada saat melepaskan elektron
dan H+.

Gambar 2.6 Rantai transpor elektron

Dalam pembentukan ATP diperlukan enzim ATP sintase yang bekerja seperti pompa
ion. Sumber daya ATP sintase berasal dari perbedaan konsentrasi H+ pada sisi yang
berlawanan dari membran dalam mitokondria. Satu molekul NADH menghasilkan energi
sebesar 3 ATP, sedangkan FADH2 menghasilkan energi 1/3 lebih kecil atau sebesar 2 ATP,
karena FADH2 menambahkan elektronnya ke rantai transpor elektron pada tingkat yang lebih
rendah dari NADH.
Gambar 2.7 Gambaran umum respirasi seluler secara aerob

Perhitungan jumlah total ATP yang dihasilkan pada respirasi aerob dapat dijelaskan dalam
tabel, yaitu 38 ATP. Penguraian ATP menjadi ADP akan menghasilkan energi sebanyak 7,3
kkal. Oksidasi sempurna satu molekul gula dapat menghasilkan energi sebanyak 686 kkal.
73 x 8
Jadi, efisiensi respirasi aerob diperkirakan sebesar atau 40%. Energi sisanya hilang
686
sebagai panas untuk mempertahankan suhu tubuh (37oC).

Tabel 2.1 Jumlah ATP yang dihasilkan pada respirasi aerob.


Jumlah ATP yang dihasilkan
No. Tahapan Reaksi Secara tidak langsung (melalui
Secara langsung
rantai transpor elektron)
1. Glikolisis 2 ATP 2 NADH = 2 x 3 = 6 ATP
2. Dekarboksilasi oksidatif - 2 NADH = 2 x 3 = 6 ATP
3. Siklus Krebs 2 ATP 6 NADH = 6 x 3 = 18 ATP
2 FADH2 = 2 x 2 = 4 ATP
Jumlah 4 ATP 34 ATP

Jadi, jumlah total ATP pada respirasi aerob = 4 + 34 = 38 ATP.

Selain karbohidrat, bahan katabolisme untuk menghasilkan ATP dapat berupa lemak
(lipid) dan protein. Jumlah ATP yang dihasilkan dalam katabolisme setiap satu molekul
protein sama dengan karbohidrat yaitu 38 ATP. Sementara itu, setiap satu molekul lemak
(lipid) dapat menghasilkan jumlah ATP yang lebih besar dibandingkan karbohidrat dan
protein dengan jumlah karbon yang sama. Lemak (lipid) dapat berasal dari makanan maupun
dari jaringan lemak (lipid) yang tersimpan di bawah kulit. Lemak (lipid) dikatabolisme
menjadi gliserol dan asam lemak. Gliserol diubah menjadi PGAL (gliseraldehida fosfat),
kemudian masuk ke jalur respirasi glikolisis. Asam lemak diubah menjadi molekul-molekul
Asetil ko-A, kemudian masuk ke siklus Krebs.
Protein dihidrolisis menjadi asam amino yang dimanfaatkan sebagai bahan bakar
setelah mengalami deaminasi (pelepasan nitrogen). Bahan yang tersisa kemudian masuk ke
jalur respirasi. Asam amino gliserin, serin, alanin dan sistein, masuk ke jalur reaksi transisi
setelah diubah menjadi asam piruvat. Asam amino fenilalanin, isoleusin, leusin, treonin, lisin,
triptofan, dan tirosin masuk ke siklus Krebs setelah diubah menjadi asetil ko-A. Asparagin
dan asam aspartat masuk ke siklus Krebs setelah diubah menjadi asam oksaloasetat.
Sementara itu, glutamin, glutamate, arginine, histidin, dan prolin masuk ke siklus Krebs
setelah diubah menjadi asam α-ketoglutarat.

2. Respirasi Anaerob (Fermentasi)


Respirasi anaerob adalah suatu proses pembebasan energi yang tersimpan dalam bahan
organik (misalnya karbohidrat) melalui serangkaian reaksi tanpa menggunakan oksigen.
Reaksi pada respirasi anaerob tidak melibatkan oksigen sehingga digunakan senyawa tertentu
seperti asam piruvat (3 C) atau asetaldehida (2 C) sebagai akseptor (penerima) elektron akhir
dan mengikat H+. Respirasi anaerob disebut juga fermentasi. Fermentasi dapat terjadi pada
jamur bersel satu, bakteri yang hidup di rawa/lumpur yang miskin oksigen, sel hewan,
maupun sel manusia. Beberapa bakteri hidup secara aerob pada lingkungan yang cukup
oksigen, tetapi pada saat lingkungan miskin oksigen respirasinya terjadi secara anaerob.
Respirasi anaerob terdiri dari dua tahapan reaksi, yaitu glikolisis dan transfer elektron.
Proses glikolisis respirasi anaerob sama dengan respirasi aerob, yaitu setiap satu molekul
glukosa diubah menjadi 2 asam piruvat, 2 NADH, dan 2 ATP. Sementara itu, transfer electron
terjadi dari NADH ke asam piruvat atau turunan asam piruvat sehingga dihasilkan NAD +.
Kemudian NAD+ akan masuk kembali ke glikolisis.
Berdasarkan produknya, jenis fermentasi yang umum adalah fermentasi yang
menghasilkan alkohol fermentasi yang menghasilkan asam laktat.

a. Fermentasi yang Menghasilkan Alkohol


Fermentasi yang menghasilkan alkohol dilakukan oleh bakteri anaerob dan ragi (yeast).
Fermentasi ini dapat terjadi pada proses pembuatan minuman anggur (bir) dan tapai. Jamur
yang melakukan fermentasi, contohnya Saccharomyces cerevisiae yang digunakan dalam
pembuatan tapai. Dalam pembuatan tapai, wadah harus ditutup rapat agar tidak ada oksigen
sehingga jamur dapat melakukan respirasi anaerob secara sempurna. Jika wadah terbuka,
proses fermentasi akan terganggu dan memungkinkan tumbuhnya mikroorganisme lain
sehinnga rasa tapai asam dan tidak manis.
Mekanisme reaksi fermentasi yang menghasilkan alkohol adalah sebagai berikut.
1) Bahan baku glukosa (6 C) diubah menjadi asam piruvat (3 C) melalui rentetan reaksi
glikolisis
2) Asam piruvat (3 C) melepaskan CO2 menjadi asetaldehida (2 C).
3) Asetaldehida direduksi oleh NADH menghasilkan etanol dan melepaskan NAD+.
4) NAD+ masuk kembali ke dalam reaksi glikolisis. Sementara itu, asetaldehida berperan
sebagai akseptor elektron.
Reaksi pembentukan etanol:

Gambar 2.8. Fermentasi alkohol


Hasil fermentasi yang menghasilkan alkohol setiap 1 molekul glukosa, yaitu 2 etanol, 2
CO2, dan 2 ATP.

b. Fermentasi yang Menghasilkan Asam Laktat


Fermentasi yang menghasilkan asam laktat terjadi pada sel otot hewan dan manusia
ketika kekurangan oksigen. Hal ini terjadi jika katabolisme gula untuk membentuk ATP
melebihi dari pasokan oksigen dalam darah. Fermentasi asam laktat juga dilakukan oleh jamur
atau bakteri yang sering digunakan dalam pembuatan keju dan yoghurt, misalnya
Streptococcus sp.
Mekanisme reaksi fermentasi yang menghasilkan asam laktat adalah sebagai berikut.
1) Glikolisis mengubah glukosa (6 C) menjadi asam piruvat (3 C).
2) Asam piruvat langsung direduksi oleh NADH sehingga membentuk asam laktat (3 C) dan
melepaskan NAD+.
3) NAD+ masuk kembali ke glikolisis. Asam piruvat berperan sebagai akseptor elektron.

Gambar 2.9 Reaksi fermentasi asam laktat

Hasil fermentasi yang menghasilkan asam laktat yaitu 2 asam laktat dan 2 ATP.
Reaksi sederhana fermentasinya adalah sebagai berikut.

C6H12O6 (glukosa) → 2 C3H6O6 (asam laktat) + 2 ATP (energi)

Penimbunan asam laktat pada sel otot mengakibatkan berkurangnya elastisitas otot
sehingga menimbulkan kelelahan dan nyeri. Namun, secara berangsur-angsur asam laktat
akan diangkut oleh darah menuju ke hati untuk diubah kembali menjadi asam piruvat.

3. Faktor-Faktor yang Memengaruhi Katabolisme dalam Tubuh Makhluk Hidup


Pada reaksi katabolisme terdapat beberapa faktor yang memengaruhi prosesnya, yaitu:
a. Faktor Luar
1) Cahaya, mempercepat reaksi (pada batas optimal)
2) Suhu, mempercepat reaksi pada rentang 0oC – 45oC
3) Karbon dioksida (CO2) dan H2O, menurunkan laju respirasi
4) Oksigen (O2), mempercepat laju respirasi
5) Unsur/senyawa kimia. Dalam jumlah sedikit meningkatkan, dan dalam jumlah banyak
menurunkan, karena menghambat reaksi enzim. Contoh aseton, eter, dan sianida.
b. Faktor Dalam
1) Substrat respirasi, mempercepat laju katabolisme
2) Laju katabolisme dipengaruhi juga oleh kuantitas dan kualitas protoplasma

D. Anabolisme dan Faktor-Faktor yang Memengaruhi Anabolisme dalam tubuh


Makhluk Hidup

Anabolisme adalah suatu peristiwa penyusunan senyawa kompleks organik dari


senyawa-senyawa sederhana membutuhkan sejumlah energi yang berasal dari cahaya atau
dari reaksi kimia. Anabolisme memerlukan energi, misalnya energi cahaya untuk fotosintesis,
energi kimia untuk kemosintesis. Berikut akan dibahas mengenai 2 macam dari anabolisme.

1. Fotosintesis
Fotosintesis (foton = cahaya, sintesis = penyusunan) adalah reaksi penyusunan senyawa-
senyawa sederhana menjadi senyawa kompleks organik dengan menggunakan energi dari
cahaya. Senyawa sederhana yang dibutuhkan berupa zat anorganik, yaitu karbon dioksida
(CO2), air (H2O), dan garam-garam mineral yang terlarut. Sementara itu, senyawa yang
dihasilkan berupa glukosa, oksigen (O2), dan air (H2O). Energi cahaya dapat berasal dari sinar
matahari atau cahaya lain yang memiliki intensitas setingkat dengan sinar matahari.
Fotosintesis dilakukan oleh organisme fotoautotrof, misalnya tumbuhan-tumbuhan hijau,
bakteri berklorofil, dan bakteri ungu. Reaksi fotosintesis secara sederhana dituliskan sebagai
berikut :

6CO2 + 6H2O Cahaya C6H 12O6 + 6 O2


klorofil

a. Tempat Berlangsungnya Fotosintesis


Fotosintesis pada umumnya terjadi di organ tumbuhan yaitu daun. Hal ini dikarenakan
pada daun terdapat pigmen klorofil yang merupakan suatu komponen penting dalam
fotosintesis. Klorofil terletak di jaringan palisade. Namun pada tumbuhan tertentu yang tidak
berdaun seperti bangsa Kaktus, kelengkapan alat fotosintesisnya terdapat pada sel-sel lapisan
luar dari batangnya.

1) Kloroplas (tempat fotosintesis pada tumbuhan)


Pada daun, kloroplas banyak ditemukan di jaringan tiang (jaringan palisade). Warna
daun berasal dari klorofil, pigmen hijau yang terletak di dalam kloroplas. Energi cahaya yang
diabsorpsi (diserap) oleh klorofil menggerakkan sintesis molekul organik dalam kloroplas.
kloroplas terutama ditemukan dalam sel mesofil, jaringan di interior daun dapat dilihat pada
gambar 2.11. Karbondioksida memasuki daun, dan oksigen keluar melalui pori-pori
mikroskopik yang disebut stomata.
Gambar 2.10 Organel tempat berlangsungnya fotosintesis

Kloroplas tersusun dari tiga bagian, meliputi:


a) Tilakoid : terdiri dari kantong-kantong bermembran yang saling terhubung dan
memisahkan stroma dari kompartemen lain, yaitu ruang tilakoid. Klorofil
berada didalam membran tilakoid.
b) Grana : tumpukan dari beberapa tilakoid.
c) Stroma : cairan kental di dalam kloroplas.

Pada bagian grana, terdapat seluruh perangkat alat penangkap energi matahari.
Perangkat alat itu adalah ibarat antena penerima. Alat penerima tersebut berupa kumpulan
bermacam-macam zat pigmen. Pigmen adalah suatu zat yang berfungsi menangkap atau
memantulkan jenis sinar atau warna cahaya tertentu. Pigmen daun paling banyak adalah
klorofil. Sekelompok pigmen yang merupakan satu kesatuan alat penerima energi cahaya ini
disebut fotosistem. Ada dua fotosistem yang dibutuhkan untuk mendukung satu proses
fotosintesis, yaitu fotosistem I dan II. Komponen utama fotosistem adalah klorofil, khususnya
klorofil-a.

2) Fotosistem
Fotosistem tersusun atas suatu kompleks protein yang disebut kompleks pusat reaksi
yang dikelilingi oleh beberapa kompleks permanen cahaya. Kompleks pusat reaksi mencakup
pasangan khusus molekul klorofil a. Setiap kompleks permanen cahaya terdiri dari berbagai
molekul pigmen (mencakup klorofil a, klorofil b, dan karotenoid) yang terikat protein.
Kompleks permanen cahaya ini bertindak sebagai antena bagi kompleks pusat-reaksi. Klorofil
a dapat menyerap cahaya merah dan biru-ungu. Klorofil b dapat menyerap cahaya bru dan
jingga. Sementara itu, karotenoid menyerap cahaya biru-hijau.
Gambar 2. 11 Mekanisme pemanfaatan energi cahaya pada fotosistem

Klorofil a berperan langsung dalam reaksi terang fotosintesis (reaksi yang menggunakan
cahaya), kedudukannya di dalam fotosistem sebagai pusat reaksi, di mana terjadi reaksi
kimiawi pertama fotosintesis yang menggunakan cahaya. Dalam reaksi reduksi-oksidasi,
klorofil a yang menyerap cahaya akan mentransfer satu elektronnya ke akseptor elektron
primer. Selanjutnya, melalui siklus elektron, klorofil yang kehilangan satu elektron tersebut
akan menangkap elektron kembali sehingga klorofil menjadi normal. Fotosistem dapat
dibedakan menjadi dua jenis yaitu fotosistem I dan fotosistem II. Klorofil a dalam fotosistem I
disebut P700 karena dapat menyerap energi cahaya dengan panjang gelombang 700 nm.
Klorofil a dalam fotosistem II disebut P680 karena dapat menyerap energi cahaya dengan
panjang gelombang 680 nm. Kedua fotosistem tersebut bekerja bersama-sama dalam reaksi
terang dengan menggunakan cahaya untuk menghasilkan ATP dan NADH.

b. Tahapan Reaksi Fotosintesis


Proses fotosintesis merupakan serangkaian reaksi yang diawali dari penyerapan cahaya
hingga dihasilkannya senyawa organik glukosa. Fotosintesis terdiri dari dua tahapan , yaitu
tahap I adalah proses penangkapan energi surya atau proses-proses yang bergantung langsung
pada keberadaan cahaya. Seluruh proses pada tahap ini disebut reaksi terang (cahaya).
Tahap II adalah proses-proses yang tidak bergantung langsung pada keberadaan cahaya.
Proses-proses atau reaksi-reaksi pada tahap ini disebut reaksi gelap (siklus Calvin).

1) Reaksi Terang (Cahaya)


Reaksi terang adalah reaksi yang mengubah energi surya menjadi energi kimia berupa
ATP dan reduksi NADPH (nicotinamide adenine dinucleotide phosfat hydrogen). Reaksi
terang terjadi di grana (tumpukan tilakoid) dalam kloroplas. Pada reaksi terang, diperlukan
H2O, ADP, dan cahaya matahari. Hasil akhir reaksi terang, yaitu NADPH, ATP, dan
dibebaskan O2. O2 yang dibebaskan berasal dari pemecahan air (fotolisis). Dalam reaksi
terang, terdapat dua macam aliran elektron, yaitu siklik dan nonsiklik. Disebut aliran elektron
siklik karena elektron berenergi kembali mengalir ke pusat reaksi asalnya dan disebut aliran
elektron nonsiklik karena elektron berenergi ditransfer ke NADP+, bukan ke pusat reaksi.
Pada aliran elektron siklik hanya membentuk ATP, sedangkan aliran non siklik membentuk
ATP dan NADPH. Pembentukan ATP pada kedua peristiwa tersebut melalui peristiwa
fotofosforilasi. Fotofosforilasi adalah proses perubahan energi dari elektron yang tereksitasi
menjadi ikatan pirofosfat dari suatu molekul ADP.

a) Aliran Elektron Nonsiklik


Aliran elektron nonsiklik memiliki rantai transpor elektron yang lebih panjang dan
menggunakan fotosistem I maupun fotosistem II. Mekanisme aliran elektron nonsiklik adalah
sebagai berikut.
(1) Klorofil a (P680) pada fotosistem II menyerap cahaya.
(2) Elektron berenergi tinggi dari klorofil a terlepas (terekstasi) dan ditangkap oleh
akseptor elektron primer fotosistem II
(3) Klorofil a (P680) menjadi klorofil a+ karena kehilangan elektronnya (teroksidasi).
(4) Air (H2O) yang terkena cahaya matahari melepaskan elektronnya (e-), terurai menjadi
2 ion hidrogen (H+) dan 1 atom oksigen. Satu atom oksigen akan bergabung dengan
atom oksigen lainnya membentuk oksigen (O2).
(5) Elektron yang dilepaskan air akan ditangkap oleh klorofil a+ sehingga klorofil a
menjadi normal kembali.
(6) Elektron yang ditangkap akseptor primer fotosistem II dialirkan ke plastokinon (Pq),
kemudian ke kompleks sitokrom, dan ke plastosianin (Pc). Plastokinon, kompleks
sitokrom, dan plastosianin merupakan rantai transpor elektron pada kloroplas.
(7) Bersamaan dengan peristiwa tersebut, cahaya juga diserap oleh klorofil a (P700) pada
fotosistem I sehingga klorofil a (P700) menjadi klorofil a+ (teroksidasi).
(8) Elektron dari plastosianin ditangkap oleh klorofil a+ fotosistem I sehingga klorofil a
fotosistem I tersebut menjadi normal kembali.
(9) Setiap perpindahan elektron menghasilkan energi (eksergenik), energi tersebut
digunakan oleh membran tilakoid untuk menyusun ATP dari ADP. Reaksi
penyusunan ATP tersebut disebut fotofosforilasi karena dikendalikan oleh cahaya.
Fotofosforilasi pada aliran elektron nonsiklik disebut fotofosforilasi nonsiklik.
(10) Elektron yang dilepaskan oleh klorofil a fotosistem I pada saat terkena cahaya,
diterima oleh akseptor elektron primer fotosistem I.
(11) Elektron dari akseptor primer fotosistem I dialirkan ke rantai transpor elektron yang
terdiri dari feredoksin (Fd). Feredoksin merupakan protein yang memiliki besi (Fe).
(12) Elektron dari feredoksin dialirkan oleh enzim NADP+ reduktase ke NADP+.
(13) NADP+ menangkap elektron dan ion H+ menjadi NADPH. NADPH merupakan
sumber energi untuk menyintesis gula.
Gambar 2.12 Skema aliran elektron nonsiklik

b) Aliran elektron siklik


Aliran elektron siklik hanya menggunakan fotosistem I. Aliran elektron ini memiliki
rantai transpor elektron lebih pendek dan bertujuan untuk menambah pasokan ATP, tetapi
tidak memproduksi NADPH. Tambahan pasokan ATP ini sangat membantu pada tahap reaksi
fotosintesis selanjutnya, yaitu siklus Calvin (reaksi gelap).Siklus Calvin lebih banyak
membutuhkan ATP daripada NADPH dengan jumlah yang sama. Jadi aliran elektron siklik
terjadi jika kloroplas kekurangan ATP untuk siklus Calvin.
Mekanisme aliran elektron siklik adalah sebagai berikut.
i) Klorofil a (P700) pada fotosistem I menyerap cahaya dan melepaskan elektronnya
sehingga menjadi klorofil a+ (teroksidasi)
ii) Elektron berenergi tinggi dari klorofil a dilepaskan, kemudian ditangkap oleh akseptor
primer fotosistem I
iii) Elektron pada akseptor primer fotosistem I dialirkan ke feredoksin (Fd).
iv) Elektron dari feredoksin (Fd) dikembalikan ke klorofil a+ fotosistem I melalui kompleks
sitokrom, kemudian ke plastosianin (pC) sehingga klorofil a menjadi normal kembali.

Gambar 2.13 Skema aliran elektron siklik


Dapat disimpulkan bahwa pada reaksi terang terjadi:
 Fotolisis, yaitu reaksi pemecahan air oleh cahaya yang menghasilkan 2 ion hidrogen dan
1 atom oksigen. Satu atom oksigen akan bergabung dengan atom oksigen lainnya
membentuk O2 (oksigen). Reaksi fotolisis dapat dituliskan sebagai berikut.
Cahaya matahari
H2O 2 H + ½O2 – 2 C-

 Fotofosforilasi, yaitu pembentukan ATP dari ADP yang dikendalikan oleh cahaya.
Pembentukan ATP memerlukan energi yang berasal dari perpindahan elektron dari suatu
akseptor elektron ke akseptor lainnya. Reaksi fotofosforilasi dapat dituliskan sebagai
berikut.
ADP + Pi ATP

 Pembentukan NADPH hanya terjadi pada aliran elektron nonsiklik. Reaksi


pembentukan NADPH dapat dituliskan sebagai berikut:
NADP+ + 2H+ + 2 e- NADPH + H+
2) Reaksi Gelap (Siklus Calvin)
Reaksi gelap dikemukakan pertama kali pada tahun 1961 oleh Dr. Melvin Calvin dan
Andrew Benson sehingga disebut pula siklus Calvin. Dinamakan reaksi gelap karena tidak
memerlukan cahaya matahari. Rekasi gelap terjadi di stroma. Zat yang diperlukan dalam
reaksi gelap, yaitu CO2, ATP, dan NADPH. Hasil akhir rekasi gelap adalah gliseraldehida 3-
fosfat (PGAL/gula berkarbon 3) atau glukosa (jika menggunakan 2 molekul berkarbon 3),
ADP, dan NADP+.

Gambar 2.14 Siklus Calvin

Mekanisme siklus Calvin, terdiri dari 3 fase sebagai berikut.


(1) Fiksasi karbon, terjadi pengikatan CO2 oleh molekul organik bifosfat atau RuBP (gula
berkarbon 5) dengan katalisator enzim rubisko (RuBP karboksilase) yang banyak
ditemukan dalam kloroplas. Fiksasi CO2 oleh RuBP menghasilkan zat intermediet
berkarbon 6 yang segera terurai menjadi molekul 3-fosfogliserat (PGA).
(2) Reduksi, setiap molekul 3-fosfogliserat menerima satu gugus fosfat tambahan dari ATP
menjadi 1,3-bifosfogliserat. NADPH yang berasal dari reaksi terang mereduksi
1,3-bifosfogliserat yang juga kehilangan satu gugus fosfat, menjadi gliseraldehida 3-
fosfat (G3P). G3P merupakan gula berkarbon tiga yang sama yang terbentuk dalam
glikolisis melalui pemecahan glukosa. Setiap tiga molekul CO 2 yang memasuki siklus,
terbentuk enam molekul G3P. Jadi, dari 6 molekul karbondioksida yang difiksasi
dihasilkan 12 PGAL (fosfogliseraldehid) sebanyak 2 PGAL digunakan untuk membuat
satu molekul glukosa.
(3) Regenerasi RuBP, sisa 10 molekul gliseraldehida 3-fosfat akan mengikat fosfat dari
penguraian ATP untuk menyusun kembali 6 RuBP. RuBP berfungsi sebagai akseptor
CO2.

c. Faktor-faktor yang Memengaruhi Fotosintesis


Fotosintesis dipengaruhi oleh banyak faktor, baik faktor dari dalam maupun faktor dari
luar. Faktor dalam antara lain adalah:
1) umur daun,
2) keadaan stomata, jika stomata menutup, maka laju fotosintesis berkurang.
3) jenis tumbuhan.

Faktor luar yang memengaruhi fotosintesis, yaitu sebagai berikut:


1) Intensitas Cahaya
Intensitas cahaya yang tinggi akan meningkatkan laju fotosintesis, tetapi intensitas
cahaya yang terlalu tinggi akan merusak klorofil dan mengakibatkan sel daun dehidrasi
(kehilangan cairan). Pada iklim yang panas dan terik, daun akan cepat menguning.

2) Panjang Gelombang Cahaya


Cahaya matahari terdiri dari beberapa spektrum cahaya yang memiliki panjang
gelombang berbeda-beda, baik cahaya tidak tampak maupun cahaya tampak. Infra merah dan
ultra ungu adalah cahaya tidak tampak. Sementara itu, merah, jingga, kuning, hijau, biru, dan
nila ungu adalah cahaya lainnya tampak. Cahaya yang berguna untuk fotosintesis adalah
cahaya tampak. Cahaya tampak yang memiliki panjang gelombang terpendek adalah cahaya
ungu sedangkan yang terpanjang adalah cahaya merah. Proses fotosintesis akan berlangsung
lebih cepat pada cahaya tampak biru-ungu (𝜆=±450 nm) dan cahaya merah (𝜆 = ±680 nm).

3) Konsentrasi CO2
Fotosintesis memerlukan jumlah CO2 yang cukup. Peningkatan kadar CO2 untuk
fotosintesis tumbuhan tidak berarti, jika pada lingkungannya sudah cukup kadar CO2. Kadar
CO2 yang terlalu tinggi akan mengganggu respirasi tumbuhan.

4) Suhu
Fotosintesis akan berlangsung dengan baik pada suhu optimum, yaitu 25 oC-39oC. Di
daerah yang memiliki empat musim, pada musim dingin air membeku menjadi salju sehingga
akar tumbuhan tidak mendapatkan air dan proses fotosintesis akan terhenti. Daun akan
berubah menjadi merah, kemudian cokelat, dan akhirnya gugur. Sementara itu, suhu
lingkungan yang terlalu panas mengakibatkan enzim tidak dapat bekerja sehingga akan
menghambat proses fotosintesis.

5) Ion Anorganik
Beberapa ion anorganik diperlukan oleh tumbuhan dalam pembentukan klorofil, antara
lain N, Cl,Fe, B, Mn, Zn, S, Cu, Mo, dan Mg. kekurangan unsur tersebut dapat
mengakibatkan klorosis pada daun.
6) Zat Inhibitor
Zat inhibitor adalah penghambat fotosintesis, antara lain SO2, hujan asam, dan zat
pembasmi tumbuhan liar (herbisida).

2. Kemosintesis
Tidak semua organisme autotrof dapat melakukan asimilasi C (karbon) menggunakan
cahaya sebagai sumber energi. Beberapa macam bakteri yang tidak mempunyai klorofil dapat
mengadakan asimilasi C dengan menggunakan energi yang berasal dari reaksi-reaksi kimia,
misalnya bakteri sulfur, bakteri nitrat, bakteri nitrit, bakteri besi dan lain-lain.Bakteri-bakteri
tersebut memperoleh energi dari hasil oksidasi senyawa-senyawa tertentu.

Gambar 2.15 Tahapan reaksi kemosintesis

Organisme autotrof yang melakukan kemosintesis disebut kemoautotrof.


Kemampuan melakukan kemosintesis hanya dimiliki oleh beberapa jenis mikroorganisme,
misalnya bakteri belerang nonfotosintetik (Thiobacillus) dan bakteri nitrogen
(Nitrosomonas dan Nitrosococcus). Banyak mikroorganisme di daerah laut dalam
menggunakan kemosintesis untuk memproduksi biomassa dari satu molekul karbon. Dua
kategori dapat dibedakan. Pertama, di tempat yang jarang tersedia molekul hidrogen, energi
yang tersedia dari reaksi antara CO2 dan H2 (yang mengawali produksi metana, CH4) dapat
menjadi cukup besar untuk menjalankan produksi biomassa. Kemungkinan lain, dalam
banyak lingkungan laut, energi untuk kemosintesis didapat dari reaksi antara O 2 dan
substansi seperti hidrogen sulfida atau amonia. Pada kasus kedua, mikroorganisme
kemosintetik bergantung pada fotosintesis yang berlangsung di tempat lain dan
memproduksi O2 yang mereka butuhkan.
Bakteri besi memperoleh energi kimia dengan cara oksidasi Fe2+ (ferro) menjadi
Fe3+ (ferri). Bakteri Nitrosomonas dan Nitrosococcus memperoleh energi dengan cara
mengoksidasi NH3, tepatnya Amonium Karbonat menjadi asam nitrit dengan reaksi:
Nitrosomonas
(NH4)2CO3 + 3O2 2HNO2 + CO2 + 3H2O + Energi
Nitrosococ

Anda mungkin juga menyukai