Anda di halaman 1dari 5

TUGAS EKOLOGI LAHAN KERING

NAMA : ANISA KURNIATI

NIM : 1806050008

HARI / TANGGAL : 03, SEPTEMBER 2020

“ MEKANISME ADAPTASI TANAMAN TERHADAP STERSS (CEKAMAN)


KEKERINGAN”

Pada prinsipnya, setiap tumbuhan memiliki kisaran tertentu terhadap factor


lingkungannya. Prinsip tersebut dinyatakan sebagai Hukum Toleransi Shelford, yang
berbunyi “Setiap organism mempunyai suatu minimum dan maksimum ekologis, yang
merupakan batas bawah dan batas atas dari kisaran toleransi organism itu terhadap kondisi
factor lingkungannya” (Dharmawan, 2005). Pada gambar, terlihat bahwa setiap makhluk
hidup memiliki range of optimum atau kisaran optimum terhadap factor lingkungan untuk
pertumbuhannya. Kondisi di atas ataupun di bawah batas kisaran toleransi itu, makhluk hidup
akan mengalami stress fisiologis. Pada kondisi stress fisiologis ini, populasi akan menurun.
Apabila kondisi stress ini terus berlangsung dalam waktu yang lama dan telah mencapai batas
toleransi kelulushidupan, maka organism tersebut akan mati.

Gambar : Diagram kisaran toleransi organism terhadap kondisi factor lingkungannya

Stres (cekaman) biasanya didefinisikan sebagai faktor luar yang tidak menguntungkan
yang berpengaruh buruk terhadap tanaman(Fallah, 2006). Campbell (2003), mendefinisikan
cekaman sebagai kondisi lingkungan yang dapat memberi pengaruh buruk pada
pertumbuhan, reproduksi, dan kelangsungan hidup tumbuhan. Menurut Hidayat (2002), pada
umumnya cekaman lingkungan pada tumbuhan dikelompokkan menjadi dua, yaitu:

1. cekaman biotik, terdiri dari:


 kompetisi intra spesies dan antar spesies,
 infeksi oleh hama dan penyakit,

2. cekaman abiotik berupa: (a) suhu (tinggi dan rendah), (b) air (kelebihan dan
kekurangan), (c) radiasi (ultraviolet, infra merah, dan radiasi mengionisasi), (d) kimiawi
(garam, gas, dan pestisida), (e) angin, dan (f) suara. Menurut Sipayung (2006), kerusakan
yang timbul akibat stres dapat dikelompokkan dalam 3 jenis kerusakan sebagai berikut.

a. Kerusakan stres langsung primer

b. Kerusakan stres tak langsung primer

c. Kerusakan stres sekunder (dapat terjadi juga stres tersier)

Kondisi pada tubuh tanaman terdapat hubungan yang erat antara absorbsi dengan
perkembangan akar. Untuk tanaman yang akarnya berkembang kuat terjadi peningkatan
absorbsi air dan relatif lebih toleran terhadap kekeringan. Banyak sifat-sifat tanaman baik
morfologi maupun fisiologi yang dapat digunakan sebagai dasar penilaian sifat ketahanan
terhadap kekeringan seperti pola kedalaman perakaran, jumlah stomata, lebar stomata,
penyesuaian osmosis, peningkatan elastisitas dinding sel (Sammons et. al., 1980; Kramer,
1980). 

Umumnya pengaruh fisiologi stres air pada tanaman yang paling menonjol dalam
jaringan yang sedang tumbuh dengan cepat, yakni pada fase perkecambahan dan
pertumbuhan awal vegetatif. Kemampuan benih berkecambah pada kandungan air tanah yang
rendah tergantung kepada spesies. Setiap spesies memerlukan penyerapan air yang minimum
untuk bisa berkecambah dan tampaknya mempunyai batas tegangan tersendiri. Nilai batas
tersebut -1,25 MPa untuk jagung, -0,79 Mpa, untuk padi -0,66 MPa untuk kedelai -0,35 MPa
untuk bit gula. Kondisi cekaman air, tanaman akan memperlihatkan berbagai respon sebagai
mekanisme tanaman dalam usaha mengurangi cekaman yaitu:

 Respon morfologi 
1. Mengurangi luas permukaan daun sehingga transpirasi menurun.
2. Mempercepat perkembangan perakaran terutama kearah bawah menyebabkan nisbah
akar/pucuk meningkat sehingga tanaman lebih mampu mengabsorbsi air dari lapisan
tanah yang lebih dalam sementara transpirasi dari bagian atas tanaman menurun
(Herawati, 2000). 
3. Mengubah sudut daun pada posisi hampir sejajar dengan datangnya cahaya, agar suhu
daun tidak segera meningkat sehingga transpirasi dapat ditekan. 
4. Pembentukan lapisan kutikula pada permukaan daun dapat mengurangi penguapan.
Selain itu lapisan lilin dapat meningkatkan pantulan cahaya, sehingga mengurangi
suhu permukaan daun. Beberapa tanaman yang diketahui toleran terhadap kekeringan
mampu membuat lapisan kutikula pada permukaan daunnya bila mendapat cekaman
kekeringan. 
5. Membuka dan menutup stomata. Perilaku stomata, berhubungan dengan potensial air
daun yang tergantung pada faktor umur, kondisi tumbuh. Menurut Ackerson dan
Krieg (1977) bahwa tanaman jagung pada fase pertumbuhan vegetatif dan potensial
air rendah akan menyebabkan penutupan stomata di bawah cahaya matahari. Jumlah
dan ukuran stomata dipengaruhi oleh genotype dan lingkungan. Oleh kerena itu sel
penjaga kekurangan air dapat mengurangi pembukaan stomata. 
6. Mengurangi luas daun, yang berkaitan dengan laju transpirasi. Hasil penelitian yang
dilakukan oleh Bayer (Cristiansen and Lewis, 1982) menyatakan bahwa perpanjangan
daun jagung maksimal pada potensial air -0,15 MPa sampai -0,25 MPa dan menurun
25% jika potensial air turun sampai -0,4 Mpa.
7. Pengulungan atau pelipatan daun. Tanaman kedelai berdaun lebar kecendurungan
untuk mengulung daun keatas sehingga bulu-bulu (rambut) diatas permukaan bawah
daun yang terbuka dapat merefleksikan lebih banyak cahaya. 

 Respon fisiologi

Respon fisiologi di dalam tanaman untuk beradaptasi pada kondisi kekeringan telah lama
diketahui. Suatu hal yang cukup penting diantaranya adalah kemampuan tanaman
mempertahankan tekanan turgor dengan menurunkan potensial osmotiknya (Jones et.al.,
1981). Menurut Hale dan Orchutt (1987), beberapa faktor yang dapat membantu
mempertahankan turgor adalah :

a. Penurunan potensial osmotik


b. Kemampuan mengakumulasi zat-zat terlarut
c. Elastisitas sel atau jaringan yang tinggi dan
d. Ukuran sel yang kecil. 

Respon tanaman untuk mengatasi cekaman kekeringan adalah dengan pengaturan


osmotik sel. Pada mekanisme ini terjadi sintesis dan akumulasi senyawa organik yang dapat
menurunkan potensial osmotik sehingga menurunkan potensial air dalam sel tanpa membatasi
fungsi enzim serta menjaga turgor sel. Beberapa senyawa yang berperan dalam penyesuaian
osmotikal sel antara lain gula osmotik (Wang et al., 1995; Yakhushiji et al., 1998), prolin dan
betain (Maestri et al., 1995), protein dehidrin (Close, 1997) dan asam absisik (ABA) yang
berperan dalam memacu akumulasi senyawa tersebut (Dingkhun et al., 1991). Menurut Ober
dan Sharp (1994) bahwa akumulasi hormon asam absisik (ABA) diperlukan untuk
peningkatan proline pada kondisi potensial air rendah. 

Hasil penelitian Sharp dan Davies (1979); Westgate dan Boyer (1985) menyatakan
bahwa senyawa prolin berkontribusi lebih dari 50% terhadap osmotic adjustment pada akar
jagung. Pembentukan senyawa osmoregulasi ini sebagai penanda biokimia untuk indikasi
toleransi cekaman kekeringan. Banyak peneliti menyatakan bahwa prolin bebas banyak
diakumulasi sebagai respon terhadap stress air yang dapat diamati pada daun-daun yang
masih melekat maupun yang telah gugur pada banyak tanaman budidaya pada kondisi
laboratorium (Barnett dan Nailor, 1966, Routley, 1966 dan Singh, Aspinal dan Paleg, 1972). 

Akumulasi asam absisik (ABA) berkaitan juga dengan respon tantaman yang toleran
cekaman kekeringan. Akar yang mengalami cekaman kekeringan, menurut Salisbury dan
Ross (1992) akan membentuk asam absisik lebih banyak dan diangkut melalui xylem menuju
daun untuk menutup stomata. Menurut Zeevaart dan Creelman (1988) bahwa ABA yang
diproduksi dalam akar tanaman mengalami cekaman kekeringan berperan sebagai sinyal
kimia pada tajuk sehingga mendorong penutupan stomata sebelum perubahan status air dalam
daun terjadi, sehingga tanaman dapat mengoptimalkan penggunaan air dengan cara
mengurangi kehilangan air melalui transpirasi. Selain itu kadar ABA endogen yang tinggi
juga dapat diketahui dapat menginduksi peningkatan rasio pertumbuhan akar/tajuk
(Biddington dan Dearman, 1982). Kenyataan ini menunjukkan respon yang berbeda dari akar
dan tajuk terhadap ABA (Creelman et.al.,1990). Pada tajuk, ABA menginduksi
penghambatan sedangkan pada akar ABA mendorong pertumbuhan (Dallaire, et.al., 1994).

Berdasarkan kemampuan genetik tanaman, terdapat empat mekanisme adapatasi pada


kondisi cekaman kekeringan yaitu drought escape, dehydration avoidance, dehydration
Tolerance dan drought Recovery (Fukai dan Cooper , 1995 dalam Sopandie, 2006). Namun
demikian tanaman seringkali menggunakan lebih dari satu mekanisme untuk beradaptasi pada
kondisi cekaman kekeringan (Mitra, 2001 dalam Sopandie, 2006), mekanisme tersebut
adalah: 

 Melepaskan diri dari cekaman kekeringan (draught escape), yaitu kemampuan


tanaman menyelesaikan siklus hidupnya sebelum mengalami defisit air yang parah.
Mekanisme ini ditunjukkan dengan perkembangan sistem pembungaan yang cepat
dan perkembangan plastisitas jaringannya. Akan tetapi mekanisme adaptasi tersebut
memiliki kelemahan. Genotipe genjah dengan umur pendek umumnya berdaya hasil
rendah dibandingkan dengan yang berumur panjang. 

 Toleransi dengan potensial air jaringan yang tinggi (dehydration avoidance), yaitu
kemampuan tanaman yang tetap menjaga potensial jaringan dengan meningkatkan
penyerapan air atau menekan kehilangan air. Pada mekanisme ini biasanya tanaman
mempunyai kemampuan untuk meningkatkan sistem perakaran dan konduktivitas
hidrolitik atau kemampuan untuk menurunkan hantaran epidermis dengan regulasi
stomata, pengurangan absorbsi radiasi dengan pembentukan lapisan lilin, bulu yang
tebal dan penurunan permukaan evapotranspirasi melalui penyempitan daun serta
pengguguran daun tua. 

 Toleransi dengan potensial air jaringan yang rendah (Dehydration Tolerance), yaitu
kemampuan tanaman untuk menjaga tekanan turgor sel dengan menurunkan potensial
airnya melalui akumulasi solut seperti gula, asam amino dan sebagainya atau dengan
meningkatkan elastisitas sel. Akumulasi prolin. Prolin bebas yang terkumpul pada
tanaman berasal dari karbohidrat melalui pembentukan alfa-ketoglutarate dan
glutamate. Oksidasi proline, setelah keadaan normal terjadi dengan cepat untuk
menjaga kandungan proline yang rendah dalam tanaman. Beberapa penelitian
menunjukkan bahwa tanaman yang toleran terhadap cekaman air memperlihatkan
kemampuan mengakumulasi prolin. 

 Mekanisme penyembuhan (drought Recovery), dimana proses metabolisme berjalan


normal kembali setelah mengalami stres kekeringan. Mekanisme ini penting manakala
stres kekeringan terjadi pada awal perkembangan tanaman. 
 Mekanisme yang menyebabkan ketahanan terhadap kekeringan melalui pengurangan
kehilangan air (misalnya dengan cara menutupnya stomata dan mengurangi luas daun)
umumnya berimplikasi pada menurunnya fiksasi karbondioksida (CO2). Osmotic
adjusment (OA) meningkatkan ketahanan terhadap kekeringan dengan pemeliharaan
turgor tanaman, tetapi peningkatan konsentrasi solut dalam sel tanaman membutuhkan
energi yang cukup banyak dikeluarkan tanaman. Konsekuensinya, adaptasi tanaman
harus menunjukkan keseimbangan antara escape, avoidance dan toleran dengan
menjaga produktivitas yang memadai.

Anda mungkin juga menyukai