Anda di halaman 1dari 19

BAB V

PEMBAHASAN

A. Pembelajaran Sejarah Di SMKN 11 Malang


Pembelajaran adalah proses interaksi antara guru dan siswa melalui
sumber belajar. Proses pembelajaran adalah proses interaksi antara siswa dan
lingkungannya, yang akan mengubah kearah yang lebih baik dengan dipengaruhi
banyak faktor internal individu maupun eksternal lingkungan (Mulyasa,
2005:110). Hasil dari proses belajar dapat ditunjukan melalui berbagai perubahan
dalam hal pengetahuan, pemahaman, tingkah laku, keterampilan, kecakapan,
kemampuan reaksi dan penerimaan serta aspek lain yang ada disetiap individu
(Sudjana, 2008:28). Sama halnya arti pembelajaran diatas, kegiatan pembelajaran
di SMKN 10 Malang juga bertujuan untuk membuat peserta didik mendapatkan
penguasaan atau kemahiran ilmu. Siswa tidak hanya diajarkan satu bidang materi
akan tetapi juga ada beberapa mata pelajaran yang mendukung adanya proses
perubahan cara berpikir siswa salah satunya pembelajaran sejarah.
Pembelajaran sejarah merupakan proses untuk belajar sejarah, sejarah
berisi mengenai kehidupan manusia pada masa lalu. Dalam pembelajaran sejarah
memiliki tujuan-tujuan tertentu yang ingin dicapai. Tujuan pembelajaran sejarah
secara umum dapat dibedakan atas aspek pengetahuan, sikap dan keterampilan
(Widja, 1989: 23-27). Sedangkan menurut Hariyono (1995:145) pembelajaran
sejarah yang ideal merupakan pembelajaran yang tidak hana menjejali siswa
dengan berbagai macam kisah atau fakta sejarah didalam kelas, melainkan juga
dirangsang untuk mengenali dan mengkaji peristiwa sejarah secara utuh dengan
melakukan rekontruksisasi pengetahuan dan kesadaran sejarah yang dimiliki.
Siswa diharapkan akan mampu mempelajari hal-hal yang baru, oleh karena itu
pembuatan keputusan mengenai materi yang akan diajarkan perlu dilakukan
dengan bijak serta hati-hati. Peranan guru sejarah yang belum mampu
mengembangkan berpikritis pada siswa dikelas merupakan salah satu faktor
permasalahan yang menyebabkan kurang diminatinya mata pelajaran sejarah di
sekolah (Birsyada,2015:201).
Pembelajaran sejarah merupakan cara yang efektif untuk
memperkenalakan kepada siswa tentang bangsanya atau perjalanan suatu tokoh di
masa lalu. Pembelajaran sejarah sangat terkait dengan menumbuhkan kesadaran
nasionalisme seperti kata Bung Karno bangsa yang besar adalah bangsa yang
menghargai sejarahnya.
Pembelajaran sejarah di SMKN 11 Malang hanya dilaksanakan dikelas X
dan XII semua jurusan, walaupun sudah menggunakan kurikulum 2013 revisi
2017 di SMKN 11 Malang untuk kelas XII tetap dilaksanakan pembelajaran
sejarah alasannya jika cuma dilaksanakan dikelas X materi yang diajarkan tidak
mencukupi oleh karena itu dilanjutkan di kelas XII. Jadi semua materi yang
seharusya ada bagian masing-masing tingkatan kelas, sekarang dibagi menjadi
dua. Kelas X materi konsep dasar sejarah berpikir kronologis, diakronik,
sinkronik, ruang dan waktu serta perubahan dan keberlanjutan sampai dengan
materi, proses masuk dan perkembangan penjajahan bangsa Eropa (Portugis,
Spanyol, Belanda, Inggris) ke Indonesia. Sedangkan untuk kelas XII dimulai dari
materi peristiwa proklamasi kemerdekaan Indonesia dan pembentukan
pemerintahan pertama Republik Indonesia sampai dengan materi peran bangsa
Indonesia dalam perdamaian dunia antara lain KAA, Misi Garuda, Deklarasi
Djuanda, Gerakan Non Blok, dan ASEAN, OKI, dan Jakarta Informal Meeting.
Pembelajaran sejarah di SMKN 11 Malang pada dasarnya sudah sesuai dengan KI
dan KD yang ada pada silabus Sekolah Menengah Kejuruan.
Aspek pembelajaran sejarah yang harus diperhatikan guru adalah
mengembangkan berpikir kesejarahan. Dari belajar sejarah siswa mendapatkan
gambaran masa lalu tentang latar belakang kehidupan yang ada dimasa sekarang
sehingga memberikan pemahaman bahwa apa yang terjadi dimasa lalu saling
keterkaitan dengan masa kini. Dalam penyelenggaran proses pembelajaran
Permendikbud No. 22 Tahun 2016 terdapat peraturan tentang tuntutan mengenai
perencanaan, pelaksaan, dan evaluasi pembelajaran. Hal itu sudah diterapkan di
SMKN 11 Malang berikut penjabarannya.
1. Perencanaan pembelajaran
Dalam tahapan ini perencanaan pembelajaran di SMKN 11 Malang
diawali dengan Pembuatan silabus dan pembuatan RPP. Berdasarkan paparan data
RPP yang dimiliki oleh guru subyek sudah sesuai dengan apa yang disarankan
dalam Permendikbud No.22 Tahun 2016 dan kegitan dari perencanaan
pembelajaran sudah sesuai dengan Kurikulum 2013 edisi revisi 2017. Produk
perencanaan pembelajaran berupa RPP. Menurut Mulyasa (2007:216) rencana
pelaksanaan pembelajaran merupakan rencana yang menggambarkan prosedur
dan pengorganisasian pembelajaran untuk mencapai satu kompentensi dasar yang
ditetapkan dalam standar isi dalam penjabaran silabus. Kegiatan tersebut sudah
nampak dilakukan dalam pembelajaran sejarah di SMKN 11 Malang yang
tertuang dalam bentuk RPP yang dibuat oleh guru subyek.
Untuk pembelajaran terkait materi peristiwa G30S/PKI model
pembelajaran yang dipilih guru subyek adalah Problem Based Learning dan
menggunakan strategi pengelompokan Jigsaw. Dengan menggunakan model
pembelajaran tersebut diharapkan mampu mendorong siswa untuk berperan lebih
aktif dalam proses pembelajaran sejarah. Dari permasalahan yang ada pada materi
peristiwa G30S/PKI siswa diharapkan mampu menganalisis berbagai pendapat
tentang versi yang ada dalam peristiwa tersebut. Siswa dituntut berperan aktif
dalam menanggapinya dan dapat menganalisisnya dengan cara mencari informasi
dan berdiskusi. Berdasarkan hasil wawancara dengan guru subyek pembuatan
RPP dapat mempermudah proses pembelajaran agar dapat menyesuaikan strategi
apa yang akan digunakan. Menurut Permendikbud No.22 Tahun 2016
“Setiap pendidik pada satuan pendidikan berkewajiban menyusun
RPP secara lengkap dan sistematis agar pembelajaran berlangsung
secara interaktif, inspiratif, menyenangkan, menantang, efisien,
memotivasi peserta didik untuk berpartisipasi aktif, serta memberikan
ruang yang cukup bagi prakarsa, kreativitas, dan kemandirian sesuai
dengan bakat, minat, dan perkembangan fisik serta psikologis peserta
didik. RPP disusun berdasarkan KD atau subtema yang dilaksanakan
kali pertemuan atau lebih.”

Pada dasarnya rencana pembelajaran untuk mengarahkan pembelajaran


dalam upaya mencapai kompetensi dasar. Berdasarkan teori diatas RPP yang
dibuat oleh guru subyek sepenuhnya sudah memenuhi apa yang ada dalam arahan
Permendikbud. Akan tetapi, ketika mengajar di kelas X KPR 3 pada saat
observasi dilakukan peneliti pembelajaran sejarah yang dilakukan oleh guru
subyek jika dilihat secara keseluruhan sudah sesuai dengan prosedur hanya saja
guru subyek tidak memakai pedoman RPP pada pelaksanaan proses pembelajaran
sejarah untuk materi ini. Akan tetapi guru masih nampak dalam penggunaan
pendekatan saintifik yang dilakukan pada proses pembelajaran. Guru
menggunakan metode ceramah dan memberikan tugas kepada siswa untuk
membuat peta konsep tentang materi penjajahan Belanda ke Indonesia ketika
masa VOC ketika sedang mengajar dikelas X KPR 3 pada saat observasi. Model
pembelajaran itu dilakukan agar siswa terlibat aktif dalam mencari dan membuat
peta konsep yang nantinya mudah untuk dipahami serta membuat siswa lebih
kreatif. Padahal rencana pelaksanaan pembelajaran merupakan suatu rencana yang
menggambarkan prosedur pembelajaran dimana untuk memiliki tujuan dalam
mencapai kompetensi dasar (Mulyasa, 2007:183).
2. Pelaksanaan pembelajaran
Pelaksanaan pembelajaran merupakan suatu rencana yang
menggambarkan prosedur pembelajaran dimana untuk memiliki tujuan dalam
mencapai kompetensi dasar (Mulyasa, 2007:183). Pelaksanaan pembelajaran
sejarah di SMKN 11 Malang seperti yang dijelaskan di paparan data bab IV ada
tiga tahapan hal ini berdasarkan Permendikbud No.22 Tahun 2016 antara lain;
a. Pendahuluan
1. Menyiapkan peserta didik secara psikis dan fisik untuk mengikuti
proses pembelajaran
2. Memberi motivasi belajar peserta didik secara kontekstual sesuai
manfaat dan aplikasi materi ajar dalam kehidupan sehari-hari,
dengan memberikan contoh dan perbandingan lokal, nasional dan
internasional, serta disesuaikan dengan karakteristik dan jenjang
peserta didik
3. Mengajukan pertanyaan-pertanyaan yang mengaitkan
pengetahuan sebelumnya dengan materi yang akan dipelajari
4. Menjelaskan tujuan pembelajaran atau kompetensi dasar yang
akan dicapai
5. Menyampaikan cakupan materi dan penjelasan uraian kegiatan
sesuai silabus.

Berdasarkan paparan data yang ada di bab IV, dapat diketahui bahwa jika
mengacu pada Permendikbud No.22 Tahun 2016 Guru subyek secara keseluruhan
sudah dilaksanakan sesuai prosedur yang ada, semua komponen sudah
dilaksanakan.
b. Kegiatan inti
Kegiatan inti merupakan tahapan yang menentukan seatu proses
pembelajaran. Menurut Permendikbud No. 22 Tahun 2016,
Kegiatan inti menggunakan model pembelajaran, metode
pembelajaran, media pembelajaran, dan sumber belajar yang
disesuaikan dengan karakteristik siswa dan mata pelajaran. Pemilihan
pendekatan tematik dan atau tematik terpadu dan atau saintifik dan
atau inkuri dan penyikapan (discovery) dan atau pembelajaran yang
menghasilkan karya berbasis pemecahan masalah (project based
learning) disesuaikan dengan karakteristik kompetensi dan jenjang
pendidikan.

Berdasarkan paparan data yang ada di bab IV, dapat diketahui bahwa jika
mengacu pada Permendikbud No.22 Tahun 2016 Guru subyek secara keseluruhan
dalam penggunaan model, metode, media dan sumber belajar sudah nampak
dalam pembelajaran sejarah di SMKN 11 Malang. Akan tetapi, dalam penggunaan
sumber belajar dan media dapat dikatakan belum maksimal. Menurut hasil dari
wawancara siswa guru subyek jarang menggunakan atau memanfaatkan media
dalam pertemuan-pertemuan pembelajaran sejarah. Selama ini guru lebih hanya
memanfaatkan media yang berupa papan tulis. Hal ini mungkin dikarenakan pada
setiap kelas yang belum tersedia seperti LCD projector. Padahal, media yang
dapat dimanfaatkan tidak hanya itu masih banyak lagi media berupa cetak/benda
atau mungkin bisa menggunakan handphone sebagai pengganti LCD projector.
Seperti yang kita tahu dalam penggunaan media pembelajaran memiliki tujuan
dalam proses belajar mengajr dapat membangkitkan minat dan keinginan yang
baru, memberikan motivasi bagi siswa dan merangsang kegiatan belajar, serta
membawa pengaruh psikologis terhadap siswa (Falahudin, 2014:104).
Untuk penggunaan sumber belajar seharusnya tidak hanya memakai buku
paket dan internet. Siswa bisa diberi referensi buku lain atau e-book yang bisa
menunjang dalam pembelajaran. Tidak hanya itu siswa juga dapat menggunakan
film atau video sebagai sumber belajar. Padahal menurut Association of
Educational communication Technology (AECT) dalam Sudjarwo (1989:141)
sumber belajar merupakan berbagai sumber yang berupa data, orang dan wujud
tertentu yang nantinya dapat digunakan siswa dalam belajar terpisah atau
terkombinasi, sehingga mempermudah siswa dalam pencapaian tujuan belajarnya.
Pembelajaran dengan pendekatan saintifik seperti yang diberlakukan
dalam Kurikulum 2013 revisi 2017 sudah nampak dalam pembelajaran sejarah di
SMKN 11 Malang. Siswa diarahkan untuk mecari pengetahuan baru, mencari
informasi sendiri dari metode (Problem Based Learning) yang dapat mengasah
berfikir kritis dari siswa untuk memecahkan masalah dengan menggunakan materi
peristiwa G 30 S/PKI yang sifatnya kontroversi. Sedangkan dalam pembelajaran
di kelas X dengan mengunakan metode pembuatan peta konsep dapat membuat
siswa terlibat aktif dalam membuat peta konsep yang nantinya mudah dipahami.
c. Kegiatan penutup
Kegiatan penutup merupakan rangkaian akhir dari pelaksanaan
pembelajaran di kelas. Menutur Permendikbud No.22 Tahun 2016 dalam kegiatan
penutup, guru bersama siswa secara individual maupun kelompok melakukan
refleksi untuk mengevaluasi ;
1. Seluruh rangkaian aktivitas pembelajaran dan hasil-hasil yang
diperoleh untuk selanjutnya secara bersama menemukan manfaat
langsung maupun tidak langsung dari hasil pembelajaran yang
telah berlangsung
2. Memberikan umpan balik terhadap proses dan hasil pembelajaran
3. Melakukan kegiatan tindak lanjut dalam bentuk pemberian tugas,
baik tugas individual maupun kelompok; dan
4. Menginformasikan rencana kegiatan pembelajaran untuk
pertemuan berikutnya

Berdasarkan paparan data dalam bab IV menunjukkan bahwa guru subyek


sepenuhnya sudah melakukan apa yang diarahkan oleh Permendikbud. Akan
tetapi, ada satu poin yang belum dilaksanakan pada proses pembelajaran untuk
kegiatan penutup yaitu tahapan keempat. Guru subyek melakukan kegiatan
penutup berupa umpan balik dengan memberikan penjelasan terakhir sebagai
penguatan atas apa yang sudah dikerjakan oleh siswa. Memberikan kesimpulan
atas apa yang sudah dipelajari pada saat itu. Menyuruh siswa untuk
mengungkapkan nilai apa yang dapat diambil pada pembelajaran kali ini.
Pemberian tugas yang diberikan oleh siswa adalah mengerjakan soal yang ada
didalam buku paket.
3. Evaluasi/penilaian pembelajaran
Evaluasi merupakan tahap terakhir dari proses pembelajaran.
Permendikbud No.22 Tahun 2016 menyatakan bahwa
“Evaluasi proses pembelajaran dilakukan saat proses pembelajaran
dengan menggunakan alat: lembar pengamatan, angket sebaya,
rekaman, catatan anekdot, dan refleksi. Evaluasi hasil pembelajaran
dilakukan saat proses pembelajaran dan di akhir satuan pelajaran
dengan menggunakan metode dan alat: tes lisan/perbuatan, dan tes
tulis. Hasil evaluasi akhir diperoleh dari gabungan evaluasi proses dan
evaluasi hasil pembelajaran.”

Berdasarkan paparan data dalam bab IV menunjukan bahwa dalam


kegiatan evaluasi pembelajaran sejarah di SMKN 11 Malang menggunakan
berbagai cara. Evaluasi untuk penilaian hasil belajar ada beberapa aspek yaitu
pengetahuan dan keterampilan. Guru dalam menggunakan penilaian kegiatan
diskusi untuk menilai tingkat pengetahuan siswa dan menilai keterampilan siswa.
Guru dalam proses pembelajaran juga melakukan penilaian terhadap siswa.
Penilaian juga dilakukan menggunakan lembar hasil kerja dari siswa dari tugas-
tugas yang diberikan oleh siswa selama pertemuan dikelas. Untuk ulangan harian
guru subyek mengambil dari tugas yang dilaksanakan pada setiap materi
pembelajaran telah selesai. Untuk penilaian sikap di SMKN 11 Malang diisi oleh
guru mata pelajaran Pendidikan Agama Islam dan Pendidikan Kewarganegaraan.
Untuk menentukan nilai akhir guru subyek menggabungkan nilai yang diperoleh
dari berbagai komponen tersebut. Panduan penilaian yang digunakan dalam
proses pembelajaran sejarah oleh guru subyek terlampir dalam RPP. Panduan
tersebut benar-benar digunakan oleh guru subyek selama proses pembelajaran
sejarah. Oleh karena itu dapat ditarik kesimpulan bahwa, evalusi pembelajaran
yang dilakukan di SMKN 11 Malang sudah mengikuti arahan dari Permendikbud
No. 22 Tahun 2016.
Sedangkan berdasarkan hasil wawancara yang terdapat dalam paparan data
bab IV menunjukkan bahwa secara keseluruhan pembelajaran sejarah cukup
menarik menurut siswa. Akan tetapi, tergantung lagi bagaimana guru dalam
mengemas pembelajaran sejarah. Media/sumber yang digunakan oleh guru subyek
adalah menggunakan buku paket pegangan siswa dan internet, untuk medianya
sendiri guru lebih sering menggunakan papan tulis.
Terkait bagaimana guru menciptakan suasana menarik/menyenangkan
dalam pembelajaran sejarah dapat disimpulkan berdasarkan paparan data bab IV
kegiatan pembelajaran sejarah di SMKN 11 Malang belum sepenuhnya guru
subyek mengemas pembelajaran yang menarik atau menyenangkan. Akan tetapi,
guru subyek sudah melakukan upaya yaitu dengan memberikan tugas kepada
siswa sehingga pembelajaran itu menarik.

B. Persepsi Siswa Terhadap Materi Peristiwa G 30 S/PKI Dalam


Pembelajaran Sejarah di Kelas XII SMKN 11 Malang
Penelitian ini menggunakan komponen oleh Walgito (2010:45-48) ada tiga
indikator persepsi yaitu : Mengetahui, Menginterpretas, dan penilaian. Untuk
melihat persepsi siswa terhadapperistiwa G30S/PKI. Melalui indikator dari tiga
komponen itu, kemampuan persepsi siswa dapat diungkap secara lebih luas.
Penjelasan mengenai persepsi siswa terhadap peristiwa G 30 S/PKI kelas XII di
SMKN 11 Malang akan dipaparkan sebagai berikut.
1. Mengetahui
Pada proses mengetahui ini, individu melalui obyek atau rangsangan yang
diterima panca indera, baik penglihatan, pendengaran, pencium, dan pengecap
secara individu atau kelompok. Dari hasil penerimaan oleh alat indera akan
menghasilkan gambaran, tanggapan, atau kesan didalam otak. Didalam otak
terkumpul gambaran-gambaran atau kesan-kesan, baik yang lama atau yang baru
saja terbentuk Walgito (2010:45). Pada paparan data di bab IV menjelaskan
bahwa proses mengetahui siswa terhadap peristiwa G 30S/PKI . siswa secara
keseluruhan dapat menjelas terkait peristiwa G 30 S/PKI sesuai dengan
merupakan peristiwa penculikan dan pembunuhan Jendral yang dilakukan oleh
sekelompok anggota Partai Komunis di Jakarta. Pada tahapan “mengetahui”
siswa dalam mengetahui peristiwa G 30 S/PKI sudah dapat dikatakan benar
mengetahui peristiwa tersebut. Hal ini karena siswa dapat menjelaskan apa
peristiwa G 30 S/PKI itu.
2. Menginterpretasikan
Proses kedua setelah terjadi gambaran atau kesan didalam otak adalah
diorganisasikan, diklarifikasi, di bandingkan, di interpretasi sehingga terbentuk
pengertian atau pemahaman. Pengertian yang terbentuk tergantung juga pada
gambaran-gambaran lama yang dimiliki individu (apersepsi) Walgito (2010:46-
47). Paparan data pada bab IV menunjukkan bahwa siswa belum bisa menjelaskan
terkait versi-versi dari dalang dibalik peristiwa G 30 S/PKI. Akan tetapi, beberapa
siswa dapat menjelakan terkait versi dari PKI, Soeharto, Seokarno, dan Teori
chaos. Hal ini dapat ditarik kesimpulan, bahwa dalam tahap menginterpretasikan
siswa kelas XII di SMKN 11 Malang adalah siswa secara keseluruhan masih
belum bisa menjelaskan terkait versi-versi dari dalang dibalik peristiwa G 30
S/PKI. Akan tetapi, beberapa siswa dapat menjelaskan terkait versi dari PKI,
Soeharto, Seokarno, dan Teori chaos. Versi yang belum diketahui siswa adalah
CIA, dan masalah intern TNI/AD. Hal ini, karena kebanyakan versi yang
diketahui siswa tersebut berdasarkan apa yang telah mereka pelajari sebelumnya.
3. Penilaian
Tahapan terakhir setelah terbentuk interpretasi kemudian terbentuk
pengertian atau pemahaman terjadilah penilaian atau evaluasi dari individu. Hasil
dari persepsi antara individu yang satu dan yang lainnya terkadang tidak sama.
Keaadaan itu memberikan gambaan bahwa persepsi itu bersifat individul atau
tergantung oleh setiap individu Walgito (2010:48). Data-data di bab IV
menjelaskan bahwa indikator yang terakhir yaitu penilaian. Siswa sudah mampu
menilai peristiwa G 30 S/PKI sesuai dengan pengetahuan masing-masing. Akan
tetapi, karena pada tahapan menginterpretasi siswa kurang mampu menjelaskan
akibatnya siswa secara keseluruhan hanya bisa menialai apa yang mereka tahu
tentang peristiwa G 30 S/PKI. Padahal versi tersebut juga sudah dijelaskan dalam
buku peket sejarah untuk SMA/SMK sederajat.
Berdasarkan paparan data bab IV dapat ditarik kesimpulan secara
keseluruhan dalam tahap menginterpretasikan siswa hanya dapat menginterpretasi
apa yang mereka ketahui. Dari ketiga tahapan “ mengetahui, menginterpretasi dan
menilai” untuk mencari bagaimana persepsi siswa terhadap peristiwa G 30 S/PKI
dapat disimpulkan bahwa persepsi siswa kelas XII SMKN 11 Malang terhadap
dari peristiwa G 30 S/PKI dapat dibilang sudah baik, tapi masih perlu diberikan
pemahaman lagi. Ada beberapa siswa yang belum bisa menjelaskan terkait versi
dalam materi peristiwa G 30 S/PKI secara keseluruhan. Akan tetapi, siswa
mampu menjelaskan pendapatnya mengenai peristiwa G30S/PKI sesuai apa yang
mereka ketahui. Tidak hanya dilihat dari hasil dari wawancara, berdasarkan nilai
ulangan harian dari siswa yang sudah baik dapat mendukung bahwa persepsi
siswa sudah baik.
Peristiwa G30S/PKI seperti yang kita ketahui merupakan peristiwa yang
cukup terkenal diseluruh Indonesia sebab hampir diseluruh wilayah Indonesia
terkena dampaknya, termasuk wilayah Malang. Maka tidak heran lagi jika siswa
sudah paham mengenai peristiwa G 30S/PKI. Terkait pemahaman siswa mengenai
materi sejarah peristiwa G 30S/PKI muncul berbagai tanggapan yang beragam,
sesuai dengan persepsinya masing-masing. Terdapat beberapa siswa memiliki
persepsi yang sama, dan ada juga yang memiliki persepsi yang berbeda.
Pemahaman siswa mengenai peristiwa G30S/PKI lebih cenderung sesuai dengan
versi Orde Baru, yang menyatakan bahwa peristiwa G30S/PKI ini merupakan
peristiwa yang didalangi oleh PKI dengan tujuan untuk menggantikan ideologi
Pancasila dengan ideologi Komunis. Dari delapan siswa yang sudah diwawancarai
ada enam siswa yang setuju dengan versi ini.Peristiwa G30S/PKI merupakan
peristiwa diawali dengan penculikan dan pembunuhan para jendral TNI Angkatan
Darat yang kemudian dimasukkan ke Lubang buaya.Tanggapan ini didukung
oleh jika melihat dari versi pemerintah bahwa Gerakan 30 September merupakan
puncak dari pelaksanaan sebagai bentuk strategi pengkhianatan PKI dalam
merebut kekuasaan (Sekretariat Negara Republik Indonesia, 1996:169). Serta
serta sesuai dengan pendapat dari pemeritah melalui buku buku yang dikeluarkan
oleh pemeritah. Menurut Ahmad ( 2016:167) ada tensi yang meninggi akibat
tindakan yang dilakukan PKI memuncak pasca peristiwa G 30S 1965. Disebabkan
adanya tuduhan bahwa PKI penggagas peristiwa ini sebagai gerakan penculikan
pimpinan militer yang dipimpin Letkol Untung dukungan itu tampak pada surat
kabar Harian Rakyat, media resmi dari PKI. Hal ini juga didukug pendapat dari
Djamhari,dkk. (2010:483) menyatakan ditetapkan gerakan akan dimulai pada hari
Kamis malam tanggal 30 September 1965. Sesuai dengan keputusan rapat terakhir
tanggal 29 September 1965 di rumah Sjam, gerakan itu diberi nama Gerakan 30
September , yang di kenal dengan sebutan G-30-S/PKI atau Gestapu/PKI.
Persepsi lain dalam paparan data bab IV menunjukkan bahwa peristiwa G
30 S/PKI merupakan peristiwa yang sampai sekarang masih kontroversi. hal ini
didukung oleh pendapat ahli sejarah (Purwanto) dalam (Ahmad, 2016:166)
menyatakan tragedi tahun 1965-1966 masih tercatat merupakan peristiwa sejarah
yang sangat masih kontroversial di Indonesia. Begitu halnya gerakan 30
September merupakan sebuah misteri pembunuhan dalam pemecahannyaakan
membawa dampak sangat bagi sejarah Indonesia. Hal yang dipertaruhkan
kontroversi tentang dalang sangguh besar (Roosa, 2008:8). Dalam peristiwa
G30S/PKI disebutkan sebagai sejarah kelam dalam sejarah Indonesia. Hampir
berbagai wilayah terkena dampaknya. Peristiwa ini telah banyak memakan banyak
korban nyawa dan materi masyarakat Indonesia. Hingga samapi saat ini dampak
dari peristiwa itu masih terlihat. Banyaknya korban dari peristiwa itu membuat
masyarakat Indonesia mengharapkan agar peristiwa ini jangan sampai terjadi
kembali. Ahmad (2016:167) berpendapat pembunuhan dan penculikan pimpinan
Angkatan Darat pada 1 Oktober 195 sampai sekarang masih kontroversi. Terdapat
banyak rentetan dampak dari peristiwa itu yang menyisakan kisah traumatik
sampai sekarang. Peristiwa sejarah itu terpilih sebgai rancangan utama bagi
pendalaman teror sejarah sejalan dengan tumbuhnya keberanian kolektif bangsa
ini untuk sebuahpengakuan dosa setelah sekian lama bergelimang dalam babakan
sejarah serba darah (Soetrisno,2006:52).
Berbagai macam versi muncul terkait dalang dari peristiwa G 30S/PKI
sejak runtuhnya orde baru. Pada awal reformasi, kebebasan mengeluarkan
pendapat mulai dimanfaatkan untuk mengkritik versi resmi pemerintah atas
peristiwa G30S/ PKI. Dampaknya mulai terlihat dengan penghentian pemutaran
film penghianatan PKI dan juga dirubahnya kurikulum dengan menyertaan versi-
versi lain diluar versi negara. Menurut Adam (2007:119-120) setelah Orde Baru
berakhir kini dengan leluasa orang Indonesia dapat mendiskusikan berbagai versi
lainnya seperti yang ditulis oleh pengamat sing. Sejarah yang dulu seragam kini
beragam. Dalam buku lain Adam berpendapat (2009:141) Banyak buku-buku
sejarah yang terbit di masa Orde Baru muncul. Buku sejarah terkait berbagai versi
mengenai peristiwa G 30 S. Bahkan sempat dalam buku pelajaran sejarah untuk
SMP dan SMA pada kurikulum 2004 penyebutan peristiwa tahun 1965 tersebut
hanya G30S tanpa diikuti PKI dibelakangnya. Namun hal tersebut tidak
berlangsung lama karena buku-buku yang berkaitan langsung ditarik dan tidak
diijinkan untuk digunakan dalam kegiatan belajar mengajar. Istilah itu berubah
lagi pada kurikulum 2006 (KTSP) yang menyebutkan G30S/PKI.
Kurikulum 2013 revisi 2017 juga masih menggunakan istilah G30S/PKI.
Di dalam kurikulum ini yang menyebutkan peristiwa ini sesuai dengan versi Orde
Baru, akan tetapi terdapat materi juga disebutkan macam-macam versi dalang
dibalik peristiwa G 30S/PKI. Terdapat enam versi dalang dibalik peristiwa
gerakan 30 September pada buku paket sekolah yaitu a. Persoalan internal
Angkatan Darat (AD) b. Dinas Intelegen Amerika Serikat (CIA) c. Pertemuan
antara kepentingan Inggris-AS d. Seokarno e. Teori chaos (tidak ada dalang
tunggal dan tidak ada skenrio besar dalam G30S f. PKI. Versi tersebut
berdasarkan kementerian pendidikan dan kebudayaan (2015:16-17).
Pada penelitian ini, dalam menggali persepsi siswa terhadap peristiwa
G30S/PKI kelas XII menggunakan enam versi dalang. Hal ini didasarkan, hal
yang umum terdengar dimasyarakat. Enam versi tersebut yaitu PKI, Soekarno,
Soeharto, CIA, Teori Chaos dalang gerakan 30 september 1965 bukan pelaku
tunggal dikenal teori chaos, dan Perwira Progesif atau masalah intern Angkatan
Darat. Sama halnya yang dinyatakan oleh Beise (2004:21) ada berbagai macam
versi yaitu PKI, Soekarno, Soeharto, CIA, Teori Chaos dst.
Walaupun banyak persepsi siswa yang sesuai dengan veri pada masa Orde
Baru yang menunjukkan PKI sebagai dalang dibalik peristiwa G30S/PKI, namun
ada juga siswa memiiki persepsi yang berbeda. Munculnya pendapat-pendapat
baru mendorong peristiwa G30S ini menjadi perdebatan yang sifatnya
kontroversi. Karena sejarah sendiri bersifat subyektif semakin hari semakin
banyak buktu-bukti baru yang temukan oleh para ahli sejarah sehingga
memunculkan versi-versi baru atas dalang dari peristiwa ini. Berbagai macam
versi-versi yang muncul menjadikan agar pihak-pihak untuk tidak menyalahkan
PKI sebagi palaku tunggal dibalik peristiwa ini. hal ini didukung oleh Soetrisno
(2006:22) pemakaian tanda baca garis miring menunjukkan pemaksaan logika
bahwa G 30 S sebagai peristiwa berhungan dengan PKI sebagai pelaku. “saya
lebih memilih tanda penghubung sehingga menjadi G30S-PKI kaerana kini
terasakan bahwa diantara G 30 S dengan PKI yang korelatif, masih terasakan
adanya celah yang dapat diisi rekontruksi yang akan melengkapi pemahan
sejarahdengan lebih valid. Hal ini juga di dukung Ricklefs (2011:427) peristiwa G
30 S/PKI masih menjadi perdebatan yang rumit tentang siapa yang menjadi
dalang kejadian tersebut dan muslihat yang ada dibelakangnya. Suatu hal yang
mustahil bahwa hanya ada satu versi terkait dalang yang ada dalam peristiwa
tersebut harus dipertimbangkan dengan matang.
Adapun versi lain selain PKI yang dianggap sebagai dalang dalam
peristiwa G30S/PKI ini yaitu bapak Soeharto. Nama tersebut muncul juga sebagai
dalang dibalik peristiwa tersebut. Seperti yang diketahui pasca peristiwa ini
Soeharto menjadi yang yang dapat dikatakan memiliki keuntungan besar, yang
menyebabkan banyak para ahli sejarah dan masyarakat pada umumnya yang
mengkaitkan bahwa Soeharto termasuk dalang dalam peristiwa tersebut. Salah
satunya menurut Wertheim (dalam Suwirta, 2000:63) menyatakan Jenderal
Soeharto sebagai dalang dibalik peristiwa G30S/PKI yang dapat dibuktikan
karena pelaku utama dari gerakan itu adalah Letkol Untung, Syam dan Letkol
Latief yang merupakan bekas anak buah dari Soeharto ketika zaman revolusi
Indonesia.
Persepsi siswa terhadap peristiwa G30S/PKI di SMKN 11 Malang terkait
Soeharto sebagai dalang dibalik peristiwa ini beragam. Ada beberapa siswa yang
setuju bahwa bapak Soeharto merupakan dalang dibalik peristiwa ini dan
mempunyai pendapat sendiri. Akan tetapi ada juga yang belum tahu soal Soeharto
sebagai dalang dalam peristiwa ini.Berdasarkan hasil wawancara yang di dapat
sebagian besar siswa bukan tidak setuju dengan versi ini, akan tetapi ada juga
yang belum mengetahui terkait versi bahwa bapak Soeharto sebagai dalang
dibalik peristiwa G 30S PKI. Dari 8 siswa yang diwawancarai terdapat 2 siswa
yang berpendapat bahwa Soeharto merupakan dalang dibalik peristiwa G
30S/PKI. adanya anggapan bahwa Soeharto dikaitkan dengan peristiwa ini karena
dugaan kesan yang mengarah pada Pak Soharto. Karena seperti yang di ketahui
nama pelaku yang terlibat dalam gerakan itu termasuk temen dekat dari Soeharto
di Kodam IV/Diponegoro yaitu Letkol Untung, Syam. Hal ini didukung pendapat
Soetrisno (2006:22-23) terdapat beberapa fakta dan opini dai balik peristiwa
G30S-PKI yang mengubah total peran dan posisi Jenderal Soeharto terhadap
G30S-PKI dari pemberantas yang cekatan dan jitu menjadi terlibat atau tersangka.
Fakta yang pertama pengakuan Kolonel Latief (gembong G 30 S-PKI) dua kali ia
memberitahu Soeharto penindakan terhadap sejumlah jenderal. Akan tetapi
Soeharto sebagai Panglima Kostrad tidak melapor dan diam saja. Fakta kedua,
sebagai perwira tinggi dengan fungsi komando dibawah Pangab Jendral A Yani,
Soeharto tidak termasuk dalam saran G 30S-PKI. Ketiga, hubungan emosional
yang cukup dan amat dekat Seoharto dengan para pelaku G30S-PKI. Keempat,
menurut penuturn Mursjid, 30 September malam menjelang 1 Oktober 1965
pasukan Yon 530/Brawijaya dikerahkan disekitar Monas; padahal tugas panggilan
oleh Pangkostrad Mayjen Soeharto adalah untuk defile 5 Oktober. Dan sisi timur
yang berhadapan dengan markas Kostrad tidak ada pasukan. Kelima. Mayjen
(Purn) Suharjo, mantan Pangdam Mulawarma yang sama-sama dalam tahanan
dengan Mayor (Purn) Soekarbi, eks Wadan Yon 530/Brawijaya bercerita surat
perintah Pangkostrad kepada pimpinan Yon 530 itu, ternyata dibeli oleh Soeharto
seharga Rp.20 juta. Menurut (Simpati, 8/10/98) dalam Soetrisno (2006:23) dalam
sebuah wawancara Soebadio berkata “tetapi ada yang aneh dari pernyataan
Soeharto bahwa ia tidak kenal Muso... Padahal ini tidak benar, Soeharto akrab
dengan Muso”.
Selanjutnya versi dalang peristiwa G 30 S/PKI adalah Soekarno. Muncul
alasan-alasan yang beranggapan bahwa Soekarno sebagai dalang dibalik peristiwa
ini sudah umum dibicarakan pasca peristiwa ini terjadi. Hal tersebut karena,
adanya persepsi bahwa Bapak Soekarno cenderung ke kiri sebab, ide dari beliau
terkait NASAKOM. Hal ini didukung Soerojo (1999) dalam (Beise, 2004:35-36)
berpendapat bahwa Soekarno adalah seorang marxis yang ingin membangun
komunisme di Indonesia. Selain itu juga teori keterlibatan Seokarno didasarkaan
sejumlah petunjuk mengenai kegiatan dan perilaku Seokarno pada saat menjelang
kudeta, selama kudeta, dan sesudah kudeta. Menjelang kudeta Soekarno semakin
memihak kepada PKI dan dalam politiknya yang semakin bertentangan dengan
oposisi, terutama AD. Ada kegiatan Soekarno yang dapat dicurigai sebagi
perencanaan kudeta dengan tujuan mengakhiri oposisi. Keberadaan Soekarno di
Halim yang pada saat itu digunakan sebagai markas besar kelompok Untung
selama kudeta berjalan, sikapnya di Halim dianggap sebagi petunjuk atas
keterlibatannya (Beise, 2004:36). Persepsi siswa terhadap peristiwa G30S/PKI di
SMKN 11 Malang terkait Bapak soekarno sebagai dalang dibalik peristiwa G 30
S/PKI hampir tidak muncul, hanya terdapat satu siswa yang memberikan
tanggapan bahwa Bapak Soekarno dalang dibalik peristiwa G30S/PKI.
Selanjutnya versi dalang peristiwa G 30 S/PKI adalah CIA. Dikalangan
masyarakat versi ini juga masih menjadi perdebatan. Akan tetapi, di kalangan
siswa berdasarkan hasil wawancara dari seluruh siswa kurang mengetahui terkait
versi tersebut. Bahkan ada yang belum dengar, padahal didalam buku paket siswa
juga sudah ada terkait penjelasan tersebut.
Keterlibatan CIA sebagai dalang dibalik peristiwa G 30S/PKI terdapat
sebuah bukti terkait adanya bantuan-bantuan pendanaan, yaitu dana KAP-Gestapu
dan berdasarkan hasil visum dari beberapa jenderal yang dimasukkan kedalam
Lubang Buaya ada keterlibatan CIA.AS sangat prihatin mempertahankan dunia
bebas terhadap dunia jahat. Sesuai dengan teori domino mereka khawatir bahwa
Indonesia, yang mempunyai posisi strategis dengan Soekarno sebagai pemimpin
akan jatuh kedalam tangan komunis: dunia bebas termasuk modal AS di
Indonesia, sangat terancam. Sehingga Sokarno dan PKI harus dijatuhkan.
Keterlibatan CIA versi ini cukup sulit untuk dibuktikan karena suatu komplotan
yang diadakan oleh sebuah dinas rahasia. Namun, terdapat sejumlah petunjuk
dalam bentuk telegram, surat, wawancara dan perjanjian kerjasama, misalnya
penggulingan pemerintahan sosialis (Beise, 2004:31-32).
Selanjutnya versi dalang peristiwa G 30 S/PKI adalah Perwira Progresif
atau masalah intern Angkatan Darat. Didalam kalangan masyarakat versi ini juga
masih menjadi perdebatan, banyak persepsi muncul dari para ahli sejarah atapun
masyarakat. Berdasarkan hasil wawancara dari seluruh siswa mereka menyatakan
kurang mengetahui terkait versi tersebut. Sebenarnya versi ini sudah ada dalam
buku paket siswa kelas XII. Di dalam buku ini sudah ada beberapa bervi termasuk
versi ini. Banyak dari siswa yang kurang setuju dengan versi ini karena mereka
mengaggap bahwa TNI AD merupakan korban dari peristiwa ini.
Keterlibatan Perwira Progresif atau masalah intern Angkatan Darat
sebagai salah satu dalang dibalik peristiwa G 30 S/PKI didasarkan pada Puncak
kekecewaan dari berbagai perwira menengah Jawa atas kepemimpinan di AD.
Para perwira “progresif” itu menilai bahwa para jendral AD “telah disilaukan oleh
kehidupan Jakarta yang gemerlap” sehingga perlu “diingatkan”. Sekolompok
perwira ‘progresif’ yang bersal dari divisi Diponegoro merasa tidak puas dengan
cara kehidupan mewah pimpinan AD di Jakarta dianggap tidak sesuai dengan
semangat revolusi serta merugikan kesejahteraan anak buahnya. Pimpinan AD itu
ingin dibersihkan supaya politik Soekarno dapat dilanjutkan. Serta mencegah
kudeta oleh pihak Dewan Jenderal. Petunjuk lain adalah bahwa para pelakssana
kudeta semuanya tentara, sedangkan PKI hampir tidak muncul dan pengumuman
untung menjelaskan bahwa untuk melakukan kudeta adalah tingkah laku para
jenderal yang dekaden (Beise, 2004:25-27)
Versi terakhir dalang peristiwa G 30 S/PKI adalah teori chaos atau dikenal
dalang gerakan 30 september 1965 bukan pelaku tunggal. Versi ini juga masih
menjadi perdebatan dikalangan masyarakat. Ada beberapa siswa yang setuju dan
memberikan tanggapan terkait peristiwa ini. ada juga yang belum tau mengenai
versi ini. Munculnya teori chaos karena terdapat beberapa tanggapan yang muncul
dari berbagai kalangan. Jika dipikirkan sebuah peristiwa yang sangat besar hanya
ada satu pelaku saja itu merupakan hal yang mustahil. Ada yang berpendapat
bahwa dalang dari Gerakan 30 S tidak hanya satu pelaku akan tetapi ada pelaku
lain yang berkerja sama. Beberapa penulis juga menyebutkan, walaupun
cenderung akan satu versi, meragukan apakah memang terdapat satu versi
tunggal. Soekarno sendiri menyebutkan tiga unsur yang menyebabkan terjadinya
kudeta : unsur-unsur Nekolim, pimpinan PKI yang keblinger serta oknum yang
tidak benar (Beise, 2004:31-32). Scott dalam Beise (2004:33-34) mengatakan
tidak satu pihakpun yang mampu sepenuhnya mengendalikan peristiwa-peristiwa
dalam periode yang rumit itu. Disamping itu situasi politik pada saat itu yang
begitu sangat rumit.
Peristiwa G 30 S/PKI peristiwa sejarah kelam bagi masyarakat khususnya
Indonesia yang sampai sekarang masih tetap dibicarakan dimasyarakat . Peristiwa
ini, sampai saat ini masih memunculkan kontroversial berbagai pertanyaan terkait
dalang dibaliknya. Adanya peristiwa G 30 S/PKI mengakibatkan banyak korban
berjatuhan, konflik-konflik yang muncul diberbagai daerah. Meskipun
memunculkan banyak versi terkait peristiwa G30S/PKI, beberapa masyarakat
masih banyak yang menganggap bahwa PKI merupakan satu-satunya yang
disalahkan dalam peristiwa ini.

Tabel 5.1 Daftar Persepsi siswa terhadap peristiwa G 30 S/PKI

No Nama Siswa Versi dalang dibalik Peristiwa G 30 S/PKI


PKI Soeharto Internal CIA Teori Soekarno
AD Chaos
1 Tania Billah F √ √
2 Ways Shabil √ √
3 Nurvi Badiatul √
4 M. Amirul √ √ √ √
5 Rika Ajeng √
6 Risa Efendi √
7 Esteria W √
8 Beta Yudianda √ √

Sesuai dengan tabel tersebut setelah melakukan penelitian di SMKN 11


Malang didapatkan hasil dari wawancara dengan siswa kelas XII sebagian besar
siswa setuju dengan versi bahwa PKI merupakan tokoh dibalik peristiwa G
30S/PKI.Sesuai dengan versi pemerintah yang selama ini, pada pemerintahan
Orde Baru menyatakan secara tegas bahwa PKI merupakan satu-satunya yang
bersalah atas peristiwa ini. Hal tersebut dikarenakan pemerintahan Orde Baru
bersifat otoriter. Imbasnya, materi G30S/ PKI hanya ada satu versi yaitu versi
resmi dari negara yang menyatakan bahwa yang bersalah dalam peristiwa tahun
1965 adalah PKI.
Kurikulum 2013 revisi 2017 sudah ada penjabaran mengenai beberapa
versi dalang dibalik peristiwa G30S/PKI walaupun tidak semua versi, setidaknya
ada enam versi yang dijelaskan di buku paket sejarah. Akan tetapi dapat dibilang
bahwa penjelasan beberapa teori terkait dalang dibalik peristiwa mungkin belum
terlalu detail atau terperinci. Hal ini jika tidak dibantu dijelaskan oleh guru
dikhawatirkan siswa akan salah persepsi.
Peristiwa G 30S/PKI menjadi sebuah peristiwa kontroversial dalam sejaah
Indonesia. Diawali dengan penculikan tujuh Jenderal Angkatan Darat kemuadian
membunuhnya dan dimasukkan ke dalam sumur yang dikenal dengan Lubang
Buaya. Peristiwa ini membawa dampak yang begitu besar khususya bagi
masyarakat Indonesia dalam sejarah. PKI dituduh sebagai dlang utama ats
peristiwa tersebut. Akan tetapi, seiring berjalannya waktu karena
ketidakjelasannya peristiwa ini memunculkan banyak persepsi.bermacam-macam
versi muncul didukung dengan bukti yang dapat mendukung. Tidak menutup
kemungkinan dalang peristiwa ini hanya satu. Banyak pihak yang mungkin
terlibat. Dalam membahas peristiwa ini, harus lebih bijak, dapat berpikiran secara
luas. Masyarakat Indonesia harus dapat mendamaikan masa lalu untuk mencapai
masa depan yang baik dan diharapkan jangan mudah terprovokasi dengan isu-isu
yang bermuculan terkait komunisme yang hal itu belum tentu kebenarannya.
Peristiwa Kontroversial masuk dalam pembelajaran sejarah, sebagai
bangsa yang besar karena sejarah, Indonesia memiliki masalah ketika
memapakarkan tentang sejarah konteporernya (Soetrisno, 2006:19). Peristiwa
kontroversi akan menimbulkan perbedan persepsi pada setiap individu. Maka, dari
itu persepsi siswa mengenai peristiwa itu sangat diperlukan. Menurut Widiadi
(2013:9) menyatakan bahwa kontroversi sering munculketika membahas
mengenai peristiwa G30S/PKI karena setelah Orde Baru banyak muncul
pandangan mengenai dalang dibalik peristiwa ini, siswa seringkali menanyakan
tentang hal ini. Karena mereka sudah membaca bayak buku sejarah yang
didalamnya memiliki banyak tafsiran yag berbeda serta mengakses dari dunia
maya. Kompetensi dasar ini dapat melecut emosi siswa ketika terapat anggota
kerabatnya yang terlibat dalam peristia ini. Terlebih lagi ketika kerabat siswa
berada pada posisi sebgai yang diperalahkan berdasarkan penafsiran salah satu
versi.
Pembelajaran sejarah materi peritiwa G 30 S/PKI memiliki potensi bagi
siswa dalam mengembangkan kemampuan dalam memecahkan masalah dan
berfikir kritis. Permasalahan tetang peristiwa sejarah yang sifatnya kontroversi
berdampak pada pemahaman siswa akan peristiwa itu.Siswa memiliki pandangan
yang positif terkait peristiwa G30S/PKI bahwa kontroversi daari peristiwa itu
merupakan hal yang wajar kerena adanya perbedaan pandangan oleh para
sejarawan maupun masyarakat. Materi peristiwa G30S/PKI menjadikan siswa
untuk memiliki rasa keingintahuan yang tinggi. Ketika diberikan suatu hal yang
berbeda terhapadap suatu hal yang baru mereka cenderung tertarik. Akan tetapi,
tergantung guru sejarah sendiri dalam mengemas pembelajaran sejarah. Dari hal
itu, siswa dapat diajak untuk berpikir kritis. Pandangan yang positif dari siswa
atas pengemasan pembelajaran sejarah oleh guru berpengaruh terhadap motivasi
belajar siswa, akan tetapi apabila memiliki persepsi yang buruk hal itu juga
berdampak buruk terhadap motivasi belajar oleh siswa. Hal ini dapat
membuktikan bahwa persepsi siswa terhadap pembelajaran sejarah berpengaruh
dalam tercapainya tujuan pembelajaran itu. Siswa memiliki persepsi yang positif
terkait pembelajaran sejarah peristiwa G30S/PKI. Guru juga mengakui bahwa
ketika pembelajaran sejarah peristiwa G30S/PKI siswa lebih memiliki
ketertarikan tersendiri. Hal ini, yang mendorong siswa untuk dapat berpikir kritis
karena sifat yang kontroversi itu. Siswa juga dapat menganalisis pentingnya ilai
nasionalisme berdasarkan peristiwa G 30S/PKI.
Tidak hanya itu peneliti juga peneliti tentang persepsi guru terhadap
peristiwa G30S/PKI dan bagaimana proses penyampaiaan materi peristiwa
G30S/PKI kepada siswa.Pemahaman guru sejarah di SMKN 11 Malang mengenai
peristiwa G 30S/PKI dapat dibilang sudahbagus. Guru mampu menjelaskan terkait
peristiwa G 30S/PKI. Pemahaman akan peristiwa itu juga dapat dibilang sudah
baik. Penyampaian tentang materi peristiwa G30S/PKI oleh guru sejarah di
SMKN 11 Malang berdasarkan paparan data bab IV dalam menjelaskan guru
lebih menggunakan buku paket yang cenderung ke PKI sebagai pelaku utama
dalam peristiwa itu. Karena menurut guru siswa sulit diajak untuk menganalisa
sebuah permasalahan mereka hanya lebih banyak menerima materi saja.
Metode pembelajaran yang digunakan dalam pembelajaran materi
peristiwa G 30S/PKI berdasarkan hasil wawancara guru menggunakan problem
based learning dengan model Jigsaw group investigation. Hal ini cukup sesuai
dengan materi yang sifatnya controversial diharapkansiswa mampu menganalis
dari permasalahan tersebut dan mampu menjawabnya. Dalam penyampaian materi
peristiwa G 30S/PKI menghimbau kepada siswa agar lebih bijasana dalam
menyikapi isu-isu yang beredar mengenai komunisme. Menekankan akan
pentingnya nilai nasionalisme dari peristiwa ini. Menekankan bahwa pancasila
merupakan ideologi bangsa Indonesia yang harus tetap dijaga demi keutuhan
NKRI. Menekankan cinta akan bangsa dan negaranya.

Anda mungkin juga menyukai