Anda di halaman 1dari 22

thophick blog

agronomi_06 UH.
Respon dan Mekanisme Ketahanan Tanaman terhadap Cekaman
Kekeringan
Juni 06, 2013

Kondisi pada tubuh tanaman terdapat hubungan yang erat antara absorbsi dengan
perkembangan akar. Untuk tanaman yang akarnya berkembang kuat terjadi peningkatan
absorbsi air dan relatif lebih toleran terhadap kekeringan. Banyak sifat-sifat tanaman
baik morfologi maupun fisiologi yang dapat digunakan sebagai dasar penilaian sifat
ketahanan terhadap kekeringan seperti pola kedalaman perakaran, jumlah stomata,
lebar stomata, penyesuaian osmosis, peningkatan elastisitas dinding sel (Sammons et.
al., 1980; Kramer, 1980). 

Umumnya pengaruh fisiologi stres air pada tanaman yang paling menonjol dalam
jaringan yang sedang tumbuh dengan cepat, yakni pada fase perkecambahan dan
pertumbuhan awal vegetatif. Kemampuan benih berkecambah pada kandungan air
tanah yang rendah tergantung kepada spesies. Setiap spesies memerlukan penyerapan
air yang minimum untuk bisa berkecambah dan tampaknya mempunyai batas tegangan
tersendiri. Nilai batas tersebut -1,25 MPa untuk jagung, -0,79 Mpa, untuk padi -0,66 MPa
untuk kedelai -0,35 MPa untuk bit gula.
Tanaman jagung mengalami kekeringan

(Sumber : http://www.swatt-online.com/kekeringan-berkepanjangan-bank-dunia-ingatkan-bahaya-kelaparan/)

Kondisi cekaman air, tanaman akan memperlihatkan berbagai respon sebagai


mekanisme tanaman dalam usaha mengurangi cekaman yaitu:

 Respon morfologi 

1. Mengurangi luas permukaan daun sehingga transpirasi menurun.


2. Mempercepat perkembangan perakaran terutama kearah bawah menyebabkan
nisbah akar/pucuk meningkat sehingga tanaman lebih mampu mengabsorbsi air
dari lapisan tanah yang lebih dalam sementara transpirasi dari bagian atas
tanaman menurun (Herawati, 2000). 
3. Mengubah sudut daun pada posisi hampir sejajar dengan datangnya cahaya,
agar suhu daun tidak segera meningkat sehingga transpirasi dapat ditekan. 
4. Pembentukan lapisan kutikula pada permukaan daun dapat mengurangi
penguapan. Selain itu lapisan lilin dapat meningkatkan pantulan cahaya,
sehingga mengurangi suhu permukaan daun. Beberapa tanaman yang diketahui
toleran terhadap kekeringan mampu membuat lapisan kutikula pada permukaan
daunnya bila mendapat cekaman kekeringan. 
5. Membuka dan menutup stomata. Perilaku stomata, berhubungan dengan
potensial air daun yang tergantung pada faktor umur, kondisi tumbuh. Menurut
Ackerson dan Krieg (1977) bahwa tanaman jagung pada fase pertumbuhan
vegetatif dan potensial air rendah akan menyebabkan penutupan stomata di
bawah cahaya matahari. Jumlah dan ukuran stomata dipengaruhi oleh genotype
dan lingkungan. Oleh kerena itu sel penjaga kekurangan air dapat mengurangi
pembukaan stomata. 
6. Mengurangi luas daun, yang berkaitan dengan laju transpirasi. Hasil penelitian
yang dilakukan oleh Bayer (Cristiansen and Lewis, 1982) menyatakan bahwa
perpanjangan daun jagung maksimal pada potensial air -0,15 MPa sampai -0,25
MPa dan menurun 25% jika potensial air turun sampai -0,4 Mpa.
7. Pengulungan atau pelipatan daun. Tanaman kedelai berdaun lebar
kecendurungan untuk mengulung daun keatas sehingga bulu-bulu (rambut)
diatas permukaan bawah daun yang terbuka dapat merefleksikan lebih banyak
cahaya. 

 Respon fisiologi

Respon fisiologi di dalam tanaman untuk beradaptasi pada kondisi kekeringan telah
lama diketahui. Suatu hal yang cukup penting diantaranya adalah kemampuan tanaman
mempertahankan tekanan turgor dengan menurunkan potensial osmotiknya (Jones
et.al., 1981). Menurut Hale dan Orchutt (1987), beberapa faktor yang dapat membantu
mempertahankan turgor adalah :

1. Penurunan potensial osmotik


2. Kemampuan mengakumulasi zat-zat terlarut
3. Elastisitas sel atau jaringan yang tinggi dan
4. Ukuran sel yang kecil. 

Respon tanaman untuk mengatasi cekaman kekeringan adalah dengan pengaturan


osmotik sel. Pada mekanisme ini terjadi sintesis dan akumulasi senyawa organik yang
dapat menurunkan potensial osmotik sehingga menurunkan potensial air dalam sel
tanpa membatasi fungsi enzim serta menjaga turgor sel. Beberapa senyawa yang
berperan dalam penyesuaian osmotikal sel antara lain gula osmotik (Wang et al., 1995;
Yakhushiji et al., 1998), prolin dan betain (Maestri et al., 1995), protein dehidrin (Close,
1997) dan asam absisik (ABA) yang berperan dalam memacu akumulasi senyawa
tersebut (Dingkhun et al., 1991). Menurut Ober dan Sharp (1994) bahwa akumulasi
hormon asam absisik (ABA) diperlukan untuk peningkatan proline pada kondisi potensial
air rendah. 

Hasil penelitian Sharp dan Davies (1979); Westgate dan Boyer (1985) menyatakan
bahwa senyawa prolin berkontribusi lebih dari 50% terhadap osmotic adjustment pada
akar jagung. Pembentukan senyawa osmoregulasi ini sebagai penanda biokimia untuk
indikasi toleransi cekaman kekeringan. Banyak peneliti menyatakan bahwa prolin bebas
banyak diakumulasi sebagai respon terhadap stress air yang dapat diamati pada daun-
daun yang masih melekat maupun yang telah gugur pada banyak tanaman budidaya
pada kondisi laboratorium (Barnett dan Nailor, 1966, Routley, 1966 dan Singh, Aspinal
dan Paleg, 1972). 

Akumulasi asam absisik (ABA) berkaitan juga dengan respon tantaman yang toleran
cekaman kekeringan. Akar yang mengalami cekaman kekeringan, menurut Salisbury
dan Ross (1992) akan membentuk asam absisik lebih banyak dan diangkut melalui
xylem menuju daun untuk menutup stomata. Menurut Zeevaart dan Creelman (1988)
bahwa ABA yang diproduksi dalam akar tanaman mengalami cekaman kekeringan
berperan sebagai sinyal kimia pada tajuk sehingga mendorong penutupan stomata
sebelum perubahan status air dalam daun terjadi, sehingga tanaman dapat
mengoptimalkan penggunaan air dengan cara mengurangi kehilangan air melalui
transpirasi. Selain itu kadar ABA endogen yang tinggi juga dapat diketahui dapat
menginduksi peningkatan rasio pertumbuhan akar/tajuk (Biddington dan Dearman,
1982). Kenyataan ini menunjukkan respon yang berbeda dari akar dan tajuk terhadap
ABA (Creelman et.al.,1990). Pada tajuk, ABA menginduksi penghambatan sedangkan
pada akar ABA mendorong pertumbuhan (Dallaire, et.al., 1994).

Berdasarkan kemampuan genetik tanaman, terdapat empat mekanisme adapatasi pada


kondisi cekaman kekeringan yaitu drought escape, dehydration avoidance, dehydration
Tolerance dan drought Recovery (Fukai dan Cooper , 1995 dalam Sopandie, 2006).
Namun demikian tanaman seringkali menggunakan lebih dari satu mekanisme untuk
beradaptasi pada kondisi cekaman kekeringan (Mitra, 2001 dalam Sopandie, 2006),
mekanisme tersebut adalah: 
1. Melepaskan diri dari cekaman kekeringan (draught escape), yaitu kemampuan
tanaman menyelesaikan siklus hidupnya sebelum mengalami defisit air yang
parah. Mekanisme ini ditunjukkan dengan perkembangan sistem pembungaan
yang cepat dan perkembangan plastisitas jaringannya. Akan tetapi mekanisme
adaptasi tersebut memiliki kelemahan. Genotipe genjah dengan umur pendek
umumnya berdaya hasil rendah dibandingkan dengan yang berumur panjang. 
2. Toleransi dengan potensial air jaringan yang tinggi (dehydration avoidance), yaitu
kemampuan tanaman yang tetap menjaga potensial jaringan dengan
meningkatkan penyerapan air atau menekan kehilangan air. Pada mekanisme ini
biasanya tanaman mempunyai kemampuan untuk meningkatkan sistem
perakaran dan konduktivitas hidrolitik atau kemampuan untuk menurunkan
hantaran epidermis dengan regulasi stomata, pengurangan absorbsi radiasi
dengan pembentukan lapisan lilin, bulu yang tebal dan penurunan permukaan
evapotranspirasi melalui penyempitan daun serta pengguguran daun tua. 
3. Toleransi dengan potensial air jaringan yang rendah (Dehydration Tolerance),
yaitu kemampuan tanaman untuk menjaga tekanan turgor sel dengan
menurunkan potensial airnya melalui akumulasi solut seperti gula, asam amino
dan sebagainya atau dengan meningkatkan elastisitas sel. Akumulasi prolin.
Prolin bebas yang terkumpul pada tanaman berasal dari karbohidrat melalui
pembentukan alfa-ketoglutarate dan glutamate. Oksidasi proline, setelah
keadaan normal terjadi dengan cepat untuk menjaga kandungan proline yang
rendah dalam tanaman. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa tanaman yang
toleran terhadap cekaman air memperlihatkan kemampuan mengakumulasi
prolin. 
4. Mekanisme penyembuhan (drought Recovery), dimana proses metabolisme
berjalan normal kembali setelah mengalami stres kekeringan. Mekanisme ini
penting manakala stres kekeringan terjadi pada awal perkembangan tanaman. 

Mekanisme yang menyebabkan ketahanan terhadap kekeringan melalui pengurangan


kehilangan air (misalnya dengan cara menutupnya stomata dan mengurangi luas daun)
umumnya berimplikasi pada menurunnya fiksasi karbondioksida (CO2). Osmotic
adjusment (OA) meningkatkan ketahanan terhadap kekeringan dengan pemeliharaan
turgor tanaman, tetapi peningkatan konsentrasi solut dalam sel tanaman membutuhkan
energi yang cukup banyak dikeluarkan tanaman. Konsekuensinya, adaptasi tanaman
harus menunjukkan keseimbangan antara escape, avoidance dan toleran dengan
menjaga produktivitas yang memadai.***
Pustaka :

Creellman, R.A., H.S. Mason, R.J. Bensen, J.S. Boyer and J.E. Mullet.1990. Water
deficit and absisic acid causes differential inhibition of shoot versus root growth in
soybean seedling; analysisi of growth, sugar accumulation and gene expression. Plant
Cell 92:205-214. 

Dallaire, S., M. Houde, Y. Gagne, H.S. Saini. S. Boileau, N. Chevrier and f. Sarhan.
1994. ABA and Low Temperature Induce Freezing Tolerance via Distinct Regulatory
Patways in Wheat. Plant Cell Physiol. 35 (1) : 1-9. 

Hale, M.G. and D.M. Orchutt., 1987. The Physiolory of Plant Under Stress. John and
Sons, Inc. New York. 206p.

Herawati T dan Setiamihardja R., 2000. Pemuliaan Tanaman. Departemen Pertanian RI


dengan Fakultas Pertanian Universitas Padjajaran, Jatinangor, Bandung.

Jones, MM., N.C. Tumer and C.B. Osmond. 1981. Mechanism of Drought Resistance
PP 15-53 in Paleg LG, and Aspinall (eds). The Physiology and Biochemistry of Drought
Resistance in Plants. Academic Press. New York. 

Kramer, J.P. 1980. Draught Stess and The Origin of Adaptation. In Turner, Kramer (eds)
Adaptation of Plants to Water and High Temperature Stress. John Willey and Sons.
Canada. 

Salisbury, F.B. dan Ross, C.W. 1992. Fisiologi Tumbuhan II. Ed. 4. Terjemahan: D.R.
Lukman dan Sumaryono. Penerbit ITB. Bandung. 173 hal. 
Sammons DJ, Peters DB and Hymowitz T. 1980. Screening Soybeans for Tolerance to
Moisture Stress : a Field Crops Res 3:321-335. 

Soepandi, D. 2006. Perspektif Fisiologi Dalam Pengembangan Tanaman Pangan di


Lahan Marjinal. Orasi Ilmiah Guru Besar Tetap Fisiologi Tanaman. Fakutas Pertanian,
Institut Pertanian Bogor. 16 September 2006. 

Zeevart, J.A.D and R.A. Crellman. 1988. Metabolism and Physiology of Absisic Acid.
Annu Rev Plant Physiology 39: 43-50.

***diambil dari laporan kultur jaringan.

Komentar
Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini


REPLIKASI, TRANSKRIPSI DAN TRANSLASI (SINTESIS PROTEIN)
Juni 11, 2012

Pengertian DNA 
DNA, Deoxyribose Nucleic Acid adalah asam nukleotida, biasanya dalam bentuk heliks
ganda yang mengandung instruksi genetik yang menentukan perkembangan biologis
dari seluruh bentuk kehidupan sel. DNA berbentuk polimer panjang nukleotida,
mengkode barisan residu asam amino dalam protein dengan menggunakan kode
genetik, sebuah kode nukleotida triplet.  
DNA seringkali dirujuk sebagai molekul hereditas karena ia bertanggung jawab untuk
penurunan sifat genetika dari kebanyakan ciri yang diwariskan. Pada manusia, ciri-ciri ini
misalnya dari warna rambut hingga kerentanan terhadap penyakit. Selama pembelahan
sel, DNA direplikasi dan dapat diteruskan ke keturunan selama reproduksi.  
DNA bukanlah suatu molekul tunggal, nampaknya ia adalah sepasang molekul yang
digandeng oleh ikatan hidrogen: DNA tersusun sebagai untai komplementer dengan
ikatan hidrogen di antara mereka. Masing-masing untai DNA adalah rantai kimia ?batu
bata penyusun, yakni nukleotida, yang terdiri dari empat ti…
BACA SELENGKAPNYA

Variasi Jumlah Kromosom


September 28, 2012

Variasi jumlah kromosom dapat terjadi karena adanya penambahan atau pengurangan
set kromosom (genom) baik secara lengkap maupun sebagian. Variasi jumlah
kromosom dapat dibedakan menjadi dua yaitu euploidi dan aneuploidi. Euploidi terbagi
dua yaitu monoploid dan poliploid. Poliploid terbagi dua lagi yaitu autoploid dan alloploid.
Ada beberapa variasi kemungkian dalam aneuploidi yaitu monosomi, nulisomi dan
trisomi.  
A. Euploidi  
Euploidi adalah keadaan dimana jumlah kromosom yang dimiliki oleh suatu individu
merupakan kelipatan dari kromosom dasarnya (kromosom haploidnya). Satu set
kromosom haploid disebut genom. Individu euploidi ditandai dengan dimilikinya set
kromosom (genom) yang lengkap. Individu monoploid memiliki satu genom (n), diploid
memiliki dua genom (2n), triploid memiliki tiga genom (3n) dan seterusnya. Individu yang
memiliki lebih dari dua genom biasanya disebut poliploid.  
Euploidi secara alami terjadi karena pemisahan yang tidak teratur selama mitosis
sehingga menghasilka…
BACA SELENGKAPNYA

METODE PEMULIAAN TANAMAN JAGUNG (MENYERBUK SILANG)


Oktober 26, 2013

A. Pendahuluan

Di Indonesia, jagung dibudidayakan pada lingkungan yang beragam. Luas areal panen
jagung sekitar 3,3 juta ha/tahun. Sekitar 80% dari areal pertanaman jagung di Indonesia
ditanami varietas unggul yang terdiri atas jagung bersari bebas (komposit) dan hibrida
masing-masing 56% dan 24%, sedang sisanya 20% varietas lokal (Pingali, 2001).
Berdasarkan data Nugraha et al. (2002), jagung varietas unggul yang ditanam petani di
Indonesia telah mencapai 75% (48% besari bebas dan 27% hibrida). Dari data tersebut,
nampak bahwa sebagian besar petani jagung masih menggunakan benih jagung bersari
bebas. Hal ini dilakukan oleh petani dengan luas lahan terbatas dan pada daerah
marjinal (kurang subur) karena harga benih jagung bersari bebas yang lebih murah
daripada harga benih hibrida, atau karena benih hibrida sukar diperoleh terutama pada
daerah-daerah terpencil.

Varietas unggul yang dihasilkan dari kegiatan perbaikan populasi akan berdampak pada
peningkatan produksi dan nilai ta…
BACA SELENGKAPNYA
 Diberdayakan oleh Blogger

Gambar tema oleh Veronica Olson

UNKNOWN

KUNJUNGI PROFIL

Blog Archive
Label
Laporkan Penyalahgunaan
thophick blog

eptaQ
 Home Profil Biologi Pendidikan Tautan Serba-serbi ▼
Kamis, 30 Juli 2009

Cekaman pada Tumbuhan

CEKAMAN PADA TUMBUHAN

Pada prinsipnya, setiap tumbuhan memiliki kisaran tertentu terhadap factor


lingkungannya. Prinsip tersebut dinyatakan sebagai Hukum Toleransi Shelford, yang
berbunyi “Setiap organism mempunyai suatu minimum dan maksimum ekologis, yang
merupakan batas bawah dan batas atas dari kisaran toleransi organism itu terhadap kondisi
factor lingkungannya” (Dharmawan, 2005). Pada gambar 1, terlihat bahwa setiap makhluk
hidup memiliki range of optimum atau kisaran optimum terhadap factor lingkungan untuk
pertumbuhannya. Kondisi di atas ataupun di bawah batas kisaran toleransi itu, makhluk hidup
akan mengalami stress fisiologis. Pada kondisi stress fisiologis ini, populasi akan menurun.
Apabila kondisi stress ini terus berlangsung dalam waktu yang lama dan telah mencapai batas
toleransi kelulushidupan, maka organism tersebut akan mati.

Gambar 1. Diagram kisaran toleransi organism terhadap kondisi factor lingkungannya

Stres (cekaman) biasanya didefinisikan sebagai faktor luar yang tidak menguntungkan
yang berpengaruh buruk terhadap tanaman(Fallah, 2006). Campbell (2003), mendefinisikan
cekaman sebagai kondisi lingkungan yang dapat memberi pengaruh buruk pada
pertumbuhan, reproduksi, dan kelangsungan hidup tumbuhan. Menurut Hidayat (2002), pada
umumnya cekaman lingkungan pada tumbuhan dikelompokkan menjadi dua, yaitu: (1)
cekaman biotik, terdiri dari: (a) kompetisi intra spesies dan antar spesies, (b) infeksi oleh
hama dan penyakit, dan (2) cekaman abiotik berupa: (a) suhu (tinggi dan rendah), (b) air
(kelebihan dan kekurangan), (c) radiasi (ultraviolet, infra merah, dan radiasi mengionisasi),
(d) kimiawi (garam, gas, dan pestisida), (e) angin, dan (f) suara. Menurut Sipayung (2006),
kerusakan yang timbul akibat stres dapat dikelompokkan dalam 3 jenis kerusakan sebagai
berikut.

a. Kerusakan stres langsung primer

b. Kerusakan stres tak langsung primer

c. Kerusakan stres sekunder (dapat terjadi juga stres tersier)

A. Respon Terhadap Cekaman Air

Faktor air dalam fisiologi tanaman merupakan faktor utama yang sangat penting.
Tanaman tidak akan dapat hidup tanpa air, karena air adalah matrik dari kehidupan, bahkan
makhluk lain akan punah tanpa air. Kramer menjelaskan tentang betapa pentingnya air bagi
tumbuh-tumbuhan; yakni air merupakan bagian dari protoplasma (85-90% dari berat
keseluruhan bahagian hijau tumbuh-tumbuhan (jaringan yang sedang tumbuh) adalah air.
Selanjutnya dikatakan bahwa air merupakan reagen yang penting dalam proses-proses
fotosintesa dan dalam proses-proses hidrolik. Disamping itu juga merupakan pelarut dari
garam-garam, gas-gas dan material-material yang bergerak kedalam tumbuh tumbuhan,
melalui dinding sel dan jaringan esensial untuk menjamin adanya turgiditas, pertumbuhan sel,
stabilitas bentuk daun, proses membuka dan menutupnya stomata, kelangsungan gerak
struktur tumbuh-tumbuhan.

Peran air yang sangat penting tersebut menimbulkan konsekuensi bahwa langsung atau tidak
langsung kekurangan air pada tanaman akan mempengaruhi semua proses metaboliknya
sehingga dapat menurunkan pertumbuhan tanaman (Sinaga, 2008). Efek kelebihan air atau
banjir yang umum adalah kekurangan oksigen, sedangkan kekurangan air atau kekeringan
akan mengakibatkan dehidrasi pada tanaman yang berpengaruh terhadap zona sel turgor yang
selanjutnya dapat menghambat pertumbuhan tanaman (Fallah, 2006).Kebutuhan air bagi
tanaman dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain jenis tanaman dalam hubungannya
dengan tipe dan perkembangannya, kadar air tanah dan kondisi cuaca.

1. Respon Terhadap Cekaman Kelebihan Air

Dampak genangan air adalah menurunkan pertukaran gas antara tanah dan udara yang
mengakibatkan menurunnya ketersediaan O2 bagi akar, menghambat pasokan O2 bagi akar
dan mikroorganisme (mendorong udara keluar dari pori tanah maupun menghambat laju
difusi). Genangan berpengaruh terhadap proses fisiologis dan biokimiawi antara lain
respirasi, permeabilitas akar, penyerapan air dan hara, penyematan N. Genangan
menyebabkan kematian akar di kedalaman tertentu dan hal ini akan memacu pembentukan
akar adventif pada bagian di dekat permukaan tanah pada tanaman yang tahan genangan.
Kematian akar menjadi penyebab kekahatan N dan cekaman kekeringan fisiologis (Staff Lab
Ilmu Tanaman, 2008).

2. Respon Terhadap Cekaman Kekeringan


Cekaman kekeringan pada tanaman disebabkan oleh kekurangan suplai air di daerah
perakaran dan permintaan air yang berlebihan oleh daun dalam kondisi laju evapotranspirasi
melebihi laju absorbsi air oleh akar tanaman. Serapan air oleh akar tanaman dipengaruhi oleh
laju transpirasi, sistem perakaran, dan ketersediaan air tanah (Lakitan, 1996). Secara umum
tanaman akan menunjukkan respon tertentu bila mengalami cekaman kekeringan. Staff Lab
Ilmu Tanaman (2008) mengemukakan bahwacekaman kekeringan dapat dibagi ke dalam tiga
kelompok yaitu:

a. Cekaman ringan :jika potensial air daun menurun 0.1 Mpa atau kandungan air nisbi
menurun 8 – 10 %

b. Cekaman sedang: jika potensial air daun menurun 1.2 s/d 1.5 Mpa atau kandungan air
nisbi menurun 10 – 20 %

c. Cekaman berat: jika potensial air daun menurun >1.5 Mpa atau kandungan air nisbi
menurun > 20%

Lebih lanjut Staff Lab Ilmu Tanaman mengemukakan bahwa apabila tanaman kehilangan
lebih dari separoh air jaringannya dapat dikatakan bahwa tanaman mengalami kekeringan.

Kekurangan air akan mengganggu aktifitas fisiologis maupun morfologis, sehingga


mengakibatkan terhentinya pertumbuhan. Defisiensi air yang terus menerus akan
menyebabkan perubahan irreversibel (tidak dapat balik) dan pada gilirannya tanaman akan
mati (Haryati, 2008). Respon tanaman terhadap stres air sangat ditentukan oleh tingkat stres
yang dialami dan fase pertumbuhan tanaman saat mengalami cekaman. Respon tanaman yang
mengalami cekaman kekeringan mencakup perubahan ditingkat seluler dan molekuler seperti
perubahan pada pertumbuhan tanaman, volume sel menjadi lebih kecil, penurunan luas daun,
daun menjadi tebal, adanya rambut pada daun, peningakatan ratio akar-tajuk, sensitivitas
stomata, penurunan laju fotosintesis, perubahan metabolisme karbon dan nitrogen, perubahan
produksi aktivitas enzim dan hormon, serta perubahan ekspresi (Sinaga, 2008).
Tumbuhan merespon kekurangan air dengan mengurangi laju transpirasi untuk
penghematan air. Terjadinya kekurangan air pada daun akan menyebabkan sel-sel penjaga
kehilangan turgornya. Suatu mekanisme control tunggal yang memperlambat transpirasi
dengan cara menutup stomata. Kekurangan air juga merangsang peningkatan sintesis dan
pembebasan asam absisat dari sel-sel mesofil daun. Hormon ini membantu mempertahankan
stomata tetap tertutup dengan cara bekerja pada membrane sel penjaga. Daun juga berespon
terhadap kekurangan air dengan cara lain. Karena pembesaran sel adalah suatu proses yang
tergantung pada turgor, maka kekurangan air akan menghambat pertumbuhan daun muda.
Respon ini meminimumkan kehilangan air melalui transpirasi dengan cara memperlambat
peningkatan luas permukaan daun. Ketika daun dari kebanyakan rumput dan kebanyakan
tumbuhan lain layu akibat kekurangan air, mereka akan menggulung menjadi suatu bentuk
yang dapat mengurangi transpirasi dengan cara memaparkan sedikit saja permukaan daun ke
matahari (Campbell, 2003).

Kedalaman perakaran sangat berpengaruh terhadap jumlah air yang diserap. Pada
umumnya tanaman dengan pengairan yang baik mempunyai sistem perakaran yang lebih
panjang daripada tanaman yang tumbuh pada tempat yang kering. Rendahnya kadar air tanah
akan menurunkan perpanjangan akar, kedalaman penetrasi dan diameter akar (Haryati, 2006).
Hasil penelitian Nour dan Weibel tahun 1978 menunjukkan bahwa kultivarkultivar sorghum
yang lebih tahan terhadap kekeringan, mempunyai perkaran yang lebih banyak, volume akar
lebih besar dan nisbah akar tajuk lebih tinggi daripada lini-lini yang rentan kekeringan
(Goldsworthy dan Fisher, dalam Haryati, 2006).

Senyawa biokimia yang dihasilkan tanaman sebagai respon terhadap kekeringan dan
berperan dalam penyesuaian osmotik bervariasi, antara lain gula-gula, asam amino, dan
senyawa terlarut yang kompatibel. Senyawa osmotik yang banyak dipelajari pada toleransi
tanaman terhadap kekeringan antara lain prolin, asam absisik, protein dehidrin, total gula,
pati, sorbitol, vitamin C, asam organik, aspargin, glisin-betain, serta superoksida dismutase
dan K+ yang bertujuan untuk menurunkan potensial osmotik sel tanpa membatasi fungsi
enzim (Sinaga, 2008).
B. Respon Terhadap Cekaman Salinitas

Stres garam terjadi dengan terdapatnya salinitas atau konsentrasi garam-garam terlarut
yang berlebihan dalam tanaman. Stres garam ini umumnya terjadi dalam tanaman pada tanah
salin. Stres garam meningkat dengan meningkatnya konsentrasi garam hingga tingkat
konsentrasi tertentu yang dapat mengakibatkan kematian tanaman. Garam-garam yang
menimbulkan stres tanaman antara lain ialah NaCl, NaSO4, CaCl2, MgSO4, MgCl2 yang
terlarut dalam air (Sipayung, 2006). Stres akibat kelebihan Na+ dapat mempengaruhi
beberapa proses fisiologi dari mulai perkecambahan sampai pertumbuhan tanaman (Fallah,
2006).

Menurut Petani Wahid (2006), kemasaman tanah merupakan kendala paling inherence
dalam pengembangan pertanian di lahan sulfat masam. Tanaman tumbuh normal (sehat)
umumnya pada ph 5,5 untuk tanah gambut dan pH 6,5 untuk tanah mineral karena pada pH
<> 50 cm dari permukaan tanah. Pada kebanyakan spesies, pengaruh jenis-jenis garam
umumnya tidak khas terhadap tumbuhan tanaman tetapi lebih tergantung pada konsentrasi
total garam.

Salinitas tidak ditentukan oleh garam Na Cl saja tetapi oleh berbagai jenis garam yang
berpengaruh dan menimbulkan stres pada tanaman. Dalam konteks ini tanaman mengalami
stres garam bila konsentrasi garam yang berlebih cukup tinggi sehingga menurunkan
potensial air sebesar 0,05 – 0,1 Mpa. Stres garam ini berbeda dengan stres ion yang tidak
begitu menekan potensial air (Lewit, dalam Sipayung, 2006).

Toleransi terhadap salinitas adalah beragam dengan spektrum yang luas diantara
spesies tanaman mulai dari yang peka hingga yang cukup toleran. Follet et al, (1981 dalam
Sipayung, 2006) mengajukan lima tingkat pengaruh salinitas tanah terhadap tanaman, mulai
dari tingkat non-salin hingga tingkat salinitas yang sangat tinggi, seperti diberikan pada Tabel
1.

Tabel 1. Pengaruh Tingkat Salinitas terhadap Tanaman


Tingkat Konduktivitas Pengaruh Terhadap Tanaman
Salinitas (mmhos)
Non Salin 0–2 Dapat diabaikan
Rendah 2–4 Tanaman yang peka terganggu
Sedang 4–8 Kebanyakan tanaman terganggu
Tinggi 8 – 16 Tanaman yang toleran belum terganggu
Sangat Tinggi > 16 Hanya beberapa jenis tanaman toleran
yang

dapat tumbuh

Kelebihan NaCl atau garam lain dapat mengancam tumbuhan karena dua alasan.
Pertama, dengan cara menurunkan potensial air larutan tanah, garam dapat menyebabkan
kekurangan air pada tumbuhan meskipun tanah tersebut mengandung banyak sekali air. Hal
ini karena potensial air lingkungan yang lebih negatif dibandingkan dengan potensial air
jaringan akar, sehingga air akan kehilangan air, bukan menyerapnya. Kedua, pada tanah
bergaram, natrium dan ion-ion tertentu lainnya dapat menjadi racun bagi tumbuhan jika
konsentrasinya relative tinggi. Membran sel akar yang selektif permeabel akan menghambat
pengambilan sebagian besar ion yang berbahaya, akan tetapi hal ini akan memperburuk
permasalahan pengambilan air dari tanah yang kaya akan zat terlarut (Campbell, 2003).

Salinitas menekan proses pertumbuhan tanaman dengan efek yang menghambat


pembesaran dan pembelahan sel, produksi protein serta penambahan biomass tanaman.
Tanaman yang mengalami stres garam umumnya tidak menunjukkan respon dalam bentuk
kerusakan langsung tetapi pertumbuhan yang tertekan dan perubahan secara perlahan. Gejala
pertumbuhan tanaman pada tanah dengan tingkat salinitas yang cukup tinggi adalah
pertumbuhan yang tidak normal seperti daun mengering di bagian ujung dan gejala khlorosis.
Gejala ini timbul karena konsentrasi garam terlarut yang tinggi menyebabkan menurunnya
potensial larutan tanah sehingga tanaman kekurangan air. Sifat fisik tanah juga terpengaruh
antara lain bentuk struktur, daya pegang air dan permeabilitas tanah.
Pertumbuhan sel tanaman pada tanah salin memperlihatkan struktur yang tidak
normal. Penyimpangan yang terjadi meliputi kehilangan integritas membran, kerusakan
lamella, kekacauan organel sel, dan akumulasi Kalsium Oksalat dalam sitoplasma, vakuola,
dinding sel dan ruang antar sel. Kerusakan struktur ini akan mengganggu transportasi air dan
mineral hara dalam jaringan tanaman (Maas dan Nieman, dalam Sipayung, 2006). Banyak
tumbuhan dapat berespon terhadap salinitas tanah yang memadai dengan cara menghasilkan
zat terlarut kompatibel, yaitu senyawa organic yang menjaga potensial air larutan tanah, tanpa
menerima garam dalam jumlah yang dapat menjadi racun. Namun demikian, sebagian besar
tanaman tidak dapat bertahan hidup menghadapi cekaman garam dalam jangka waktu yang
lama kecuali pada tanaman halofit, yaitu tumbuhan yang toleran terhadap garam dengan
adaptasi khusus seperti kelenjar garam, yang memompa garam keluar dari tubuh melewati
epidermis daun (Campbell, 2003).

Ketika terjadi cekaman lingkungan seperti kekeringan, logam berat atau salinitas, tanaman
bereaksi dalam beragam cara untuk menghadapi perubahan yang berpotensi merusak. Salah
satu hasil dari tekanan tersebut adalah adanya akumulasi reactive oxygen species (ROS)
dalam tanaman, dimana hal tersebut dapat menghancurkan tanaman dan berakibat pada
berkurangnya produktivitas tanaman. ROS berdampak pada fungsi seluler, seperti kerusakan
pada asam nukleat atau oksidasi protein tanaman yang penting.

C. Respon Terhadap Cekaman Suhu

Suhu sebagai faktor lingkungan dapat mempengaruhi produksi tanaman secara fisik
maupun fisiologis. Secara fisik, suhu merupakan bagian yang dipengaruhi oleh radiasi sinar
matahari dan dapat diestimasikan berdasarkan keseimbangan panas. Secara fisiologis, suhu
dapat mempengaruhi pertumbuhan tanaman, fotosintesis, pembukaan stomata, dan respirasi.
Selain itu, suhu merupakan salah satu penghambat dalam proses fisiologi untuk sistem
produksi tanaman ketika suhu tanaman berada diluar suhu optimal terendah maupun tertinggi.

1. Cekaman Panas
Panas berlebihan dapat mengganggu dan akhirnya membunuh suatu tumbuhan dengan
cara mendenaturasi enzim-enzimnya dan merusak metabolismenya dalam berbagai cara.
Salah satu fungsi transpirasi adalah pendinginan melalui penguapan. Pada hari yang panas,
misalnya temperature daun berkisar 3°C sampai 10°C di bawah suhu sekitar. Tentunya, cuaca
panas dan kering juga enderung menyebabkan kekurangan air pada banyak tumbuhan;
penutupan stomata sebagai respon terhadap cekaman ini akan menghemat air, namun
mengorbankan pendinginan melalui penguapan tersebut. Sebagian besar tumbuhan memiliki
respon cadangan yang memungkinkan mereka untuk bertahan hidup dalam cekaman panas Di
atas suatu temperature tertentu- sekitar 40°C pada sebagian besar tumbuhan yang menempati
daerah empat musim, sel-sel tumbuhan mulai mensintesis suatu protein khusus dalam jumlah
yang cukup banyak yang disebut protein kejut panas (heat-shock protein). Protein kejut panas
ini kemungkinan mengapit enzim serta protein lain dan membantu mencegah denaturasi
(Campbell, 2003).

2. Cekaman Dingin

Satu permasalahan yang dihadapi tumbuhan ketika temperature lingkungan turun adalah
perubahan ketidakstabilan membrane selnya. Ketika sel itu didinginkan di bawah suatu titik
kritis, membrane akan kehilangan kecairannya karena lipid menjadi terkunci dalam struktur
Kristal. Keadaan ini mengubah transport zat terlarut melewati membrane, juga
mempengaruhi fungsi protein membrane. Tumbuhan merespon terhadap cekaman dingin
dengan cara mengubah komposisi lipid membrannya. Contohnya adalah meningkatnya
proporsi asam lemak tak jenuh, yang memiliki struktur yang mampu menjaga membrane
tetap cair pada suhu lebih rendah dengan cara menghambat pembentukan Kristal. Modifikasi
molekuler seperti itu pada membrane membutuhkan waktu beberapa jam hingga beberapa
hari. Pada suhu di bawah pembekuan, Kristal es mulai terbentuk pada sebagian besar
tumbuhan. Jika es terbatas hanya pada dinding sel dan ruang antar sel, tumbuhan
kemungkinan akan bertahan hidup. Namun demikian, jika es mulai terbentuk di dalam
protoplas, Kristal es yang tajam itu akan merobek membrane dan organel yang dapat
membunuh sel tersebut. Beberapa tumbuhan asli di daerah yang memiliki musim dingin
sangat dingin (seperti maple, mawar, rhodendron) memiliki adaptasi khusus yang
memungkinkan mereka mampu menghadapi cekaman pembekuan tersebut. Sebagai contoh,
perubahan dalam komposisi zat terlarut sel-sel hidup memungkinkan sitosol mendingin di
bawah 0°C tanpa pembentukan es, meskipun Kristal es terbentuk dalam dinding sel
(Campbell, 2003).

D. Respon Terhadap Kekurangan Oksigen

Tumbuhan yang disiram terlalu banyak air bisa mengalami kekurangan oksigen karena tanah
kehabisan ruangan udara yang menyediakan oksigen untk respirasi seluler akar (Campbell,
2003). Keadaan lingkungan kekurangan O2 disebut hipoksia, dan keadaan lingkungan tanpa
O2 disebut anoksia (mengalami cekaman aerasi) (Staff Lab Ilmu Tanaman, 2008). Beberapa
tumbuhan secara structural diadaptasikan ke habitat yang sangat basah. Sebagai contoh, akar
pohon bakau yang terendam air, yang hidup di rawa pesisir pantai, adalah sinambungan
dengan akar udara yang menyediakan akses ke oksigen (Campbell, 2003).

E. Respon Terhadap Cekaman Cahaya

Cahaya merupakan salah satu kunci penentu dalam proses metabolisme dan
fotosintesis tanaman. Cahaya dibutuhkan oleh tanaman mulai dari proses perkecambahan biji
sampai tanaman dewasa. Respon tanaman terhadap cahaya berbeda-beda antara jenis satu
dengan jenis lainnya. Ada tanaman yang tahan ( mampu tumbuh ) dalam kondisi cahaya yang
terbatas atau sering disebut tanaman toleran dan ada tanaman yang tidak mampu tumbuh
dalam kondisi cahaya terbatas atau tanaman intoleran.

Kedua kondisi cahaya tersebut memberikan respon yang berbeda-beda terhadap


tanaman, baik secara anatomis maupun secara morfologis. Tanaman yang tahan dalam
kondisi cahaya terbatas secara umum mempunyai ciri morfologis yaitu daun lebar dan tipis,
sedangkan pada tanaman yang intoleran akan mempunyai ciri morfologis daun kecil dan
tebal. Kedua kondisi tersebut akan dapat menjadi faktor penghambat pertumbuhan tanaman
apabila pemilihan jenis tidak sesuai dengan kondisi lahan, artinya tanaman yang toleran
ketika ditanam diareal yang cukup cahaya justru akan mengalami pertumbuhan yang kurang
baik, begitu juga dengan tanaman intolean apabila di tanam pada areal yang kondisi cahaya
terbatas pertumbuhan akan mengalami ketidak normalan. Dengan demikian pemilihan jenis
berdasarkan pada sifat dasar tanaman akan menjadi kunci penentu dalam keberhasilan
pembuatan tanaman.

Berikut ini adalah perbedaan Tanaman Toleran ( Shade leaf) Vs Intoleran ( Sun Leaf)
menurut Silvika (2009).

1. Tumbuhan cocok ternaung menunjukkan laju fotosintesis yang sangat rendah pada
intensitas cahaya tinggi dibanding tumbuhan cocok terbuka.

2. Laju fotosintesis tumbuhan cocok ternaung mencapai titik jenuh pada intensitas cahaya
yang lebih rendah dibanding tumbuhan cocok terbuka.

3. Laju fotosintesis tumbuhan cocok ternaung lebih tinggi dibanding tumbuhan cocok terbuka
pada intensitas cahaya yang sangat rendah.

4. Titik kompensasi cahaya untuk tumbuhan cocok ternaung lebih rendah dibanding
tumbuhan cocok terbuka.

F. Respon Terhadap Herbivora

Herbivora adalah suatu cekaman yang diahadapi tumbuhan dalam setiap ekosistem.
Tumbuhan menghadapi herbivore yang begitu banyak baik dengan pertahanan fisik, seperti
duri, maupun pertahanan kimia, seperti produksi senyawa yang tidak enak atau bersifat
toksik. Sebagai contoh beberapa tumbuhan menghasilkan suatu asam amino yang tidak
umum yang disebut kanavanin yang dinamai berdasarkan salah satu sumbernya, jackbean
(Cannavalia ensiformis). Kanavanin mirip arginin. Jika suatu serangga memakan tumbuhan
yang mengandung kanavanin, molekul itu bergabung dengan protein serangga di tempat yang
biasanya ditempati oleh arginin, yang dapat menyebabkan matinya serangga tersebut
(Campbell, 2003).
DAFTAR PUSTAKA

Campbell, at al. 2003. Biologi Jilid 2. Jakarta: Erlangga.

Dharmawan, Agus. 2005. Ekologi Hewan. Malang: UM Press.

Fallah, Affan Fajar. 2006. Perspektif Pertanian dalam Lingkungan yang


Terkontrol. http://io.ppi jepang.org. Diakses pada tanggal 5 Juli 2009.

Haryati. 2008. Pengaruh Cekaman Air Terhadap Pertumbuhan Dan Hasil


Tanamanhttp://library.usu.ac.id/download/fp/hslpertanian-haryati2.pdf. Diakses pada
tanggal 5 Juli 2009.

Hidayat. 2002. Cekaman Pada Tumbuhan.http://www.scribd.com/document_downloads/


13096496?extension=pdf&secret_password=. Diakses pada tanggal 5 Juli 2009.

Lakitan, Benyamin. 1996. Dasar-dasar Fisiologi Tumbuhan. Jakarta: PT. Raja Grafindo


Persada.

Petani Wahid. 2006. Cekaman Lingkungan Abiotik pada Lahan-Lahan


Marginal. http://petani wahid.blogspot.com/2008/08/tanah-tantangan-bertani-di-
indonesia.html. Diakses pada tanggal 5 Juli 2009.

Silvika. 2009. Cekaman Cahaya.http://silvika.atspace.com/acara3.htm. Diakses pada tanggal


5 Juli 2009.

Sinaga. 2008. Peran Air Bagi Tanaman.http://puslit.mercubuana.ac.id/file/8Artikel


%20Sinaga.pdf. Diakses pada tanggal 5 Juli 2009.

Sipayung, Rosita. 2006. Cekaman Garam.http://library.usu.ac.id/download/fp/bdp-


rosita2.pdf. Diakses pada tanggal 5 Juli 2009.

eptaQ di 7:00:00 PM
Berbagi

Tidak ada komentar:


Posting Komentar


Beranda

Lihat versi web


about me

eptaQ
Saya adalah Orang yang selalu berpikir "tembaklah bulan! Kalau pun meleset, paling tidak,
kamu dapat bintang, kan???" dan pada akhirnya, bintangku pun menjadi bulan.... dan.....
selalu berusaha menerapkan prinsip "Perlakukan orang lain sepert kamu ingin
diperlakukan....
Lihat profil lengkapku
Diberdayakan oleh Blogger.

Anda mungkin juga menyukai