Pengolahan Perak Dari Limbah Cair Rontge
Pengolahan Perak Dari Limbah Cair Rontge
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Rumah sakit adalah salah satu bentuk aktivitas dari manusia yang merupakan sarana pelayanan kesehatan
dengan fungsi sebagai tempat untuk perawatan penderita, pendidikan dan penelitian yang aktivitas sehari-harinya selalu
menghasilkan dan menimbulkan limbah.
Menurut Departemen Kesehatan Republik Indonesia, pengertian rumah sakit adalah suatu institusi pelayanan
kesehatan terhadap individu pasien, keluarganya, dan masyarakat dengan inti pelayanan medis, baik dari segi preventif,
kuratif, rehabilitatif maupun promotif yang di proses secara terpadu agar mempunyai pelayanan kesehatan paripurna.
Berdasarkan Undang-undang No.23 tahun 1992 tentang kesehatan bahwa pembangunan kesehatan pada
dasarnya adalah salah satu upaya pembangunan nasional yang diarahkan guna tercapainya kesadaran, kemauan dan
kemampuan untuk hidup sehat bagi setiap penduduk agar dapat mewujudkan derajat kesehatan yang optimal. Salah
satu upaya pembangunan dibidang kesehatan adalah pelayanan rumah sakit yang merupakan bagian dari sistem.
Sanitasi rumah sakit adalah upaya pengawasan berbagai faktor lingkungan baik fisik, kimia maupun biologi di
rumah sakit yang dapat menimbulkan dampak negatif terhadap kesehatan petugas, penderita, pengunjung, dan
masyarakat di sekitar rumah sakit.
Kegiatan sanitasi rumah sakit terdiri dari berbagai aspek, diantaranya adalah pengawasan terhadap limbah
cair rumah sakit sebelum dibuang ke lingkungan. Limbah cair rumah sakit meliputi limbah cair laboratorium, ruang
perawatan, dapur, kamar operasi, laundry dan lain-lain, sehingga limbah cair rumah sakit kaya akan bahan-bahan
organik, mengandung bahan mikroorganisme baik patogen maupun yang bukan patogen dan bahan-bahan beracun
serta kadang-kadang juga terkandung bahan radioaktif.
Foto rontgen adalah suatu teknik yang digunakan untuk mencitrakan bagian dalam organ atau suatu jaringan
sel (tissue) pada tubuh, tanpa membuat sayatan atau luka ( non-invasive). Foto rontgen merupakan salah satu fasilitas
kesehatan yang disediakan oleh rumah sakit (medical imaging).
Teknologi MI (medical imaging) atau foto rontgen dimulai dari penemuan sinar-x. Dasar yang digunakan untuk
membuat citra dengan sinar-x adalah adanya atenuansi intensitas sinar-x saat melewati jaringan sel ( tissue), organ atau
tulang, kemudian atenuansi intensitas tersebut dideteksi oleh suatu negatif film yang kemudian diproses dalam suatu
larutan dengan penambahan zat kimia lainnya.
Larutan bekas pencuci film foto rontgen banyak mengandung bahan-bahan kimia, salah satu diantaranya
adalah perak (Ag). Berdasarkan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No.85 tahun 1999 tentang baku mutu TCLP
(Toxicity Characteristic Leaching Prosedure) pencemar dalam limbah untuk penentuan karakteristik sifat racun,
kandungan perak (Ag) yang diperbolehkan sebesar 5,0 mg/l. Sedangkan dari hasil uji Laboratorium Balai Besar Teknik
Kesehatan Lingkungan dan Pemberantasan Penyakit Menular (BBTKL PPM) Yogyakarta pada bulan Maret – April 2008
ternyata kandungan perak limbah cair film foto rontgen RSUP DR. Sardjito sebesar 2532,1 mg/l sehingga melebihi
ambang batas yang disyaratkan. Limbah cair ini dikategorikan dalam B3 (Bahan Beracun dan Berbahaya) yaitu
kandungan logam berat perak dan karakteristik limbah yang beracun, sehingga perlu dilakukan pengolahan yang dapat
menghilangkan atau mengurangi sifat bahaya, tidak membahayakan kesehatan manusia dan mencegah terjadinya
pencemaran lingkungan.
Untuk mencegah terjadinya pencemaran terhadap lingkungan yang disebabkan oleh perak (Ag) maka perlu
dilakukan suatu pengolahan yang dapat mengurangi kadar logam berat yang membahayakan dari limbah cair tersebut.
Berbagai macam pengolahan dapat dilakukan untuk menurunkan kandungan logam berat pada limbah cair roentgen.
Salah satunya yaitu dengan pengendapan. Untuk proses pengendapannya yaitu dengan menggunakan ferriklorida
sebagai koagulan. Proses pengendapan menggunakan ferriklorida mempunyai mempunyai kelebihan yaitu prosesnya
mudah dikerjakan, tidak menggunakan alat dan teknologi yang canggih, waktu proses tidak lama, harganya murah dan
mudah di dapat.
3. Mengetahui besarnya hubungan antara variasi dosis ferriklorida terhadap penurunan kadar perak Ag dalam
limbah cair pencucian film fotorontgen.
2. Sebagai salah satu alternatif metode pengolahan limbah untuk menurunkan kandungan logam berat perak
(Ag).
3. Memperoleh hasil pengolahan sesuai dengan baku mutu sehingga tidak mencemari lingkungan.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Air Buangan
Menurut Undang-undang Republik Indonesia No. 23 tahun 1997 tentang pengelolaan lingkungan hidup, yang
dimaksud air limbah adalah air sisa suatu usaha dan atau kegiatan. Menurut Tjokrokusumo (1998) air buangan atau air
limbah adalah sebagai kejadian masuk atau dimasukkannya benda padat, cair dan gas ke dalam air dengan sifatnya
berupa endapan atau padat, padat tersuspensi, terlarut, sebagai koloid, emulsi yang menyebabkan air dimaksud harus
dipisahkan atau dibuang dengan sebutan air buangan.
Air limbah kemudian disebut sebagai air tercemar secara fisik, imia, biologis bahkan radioaktif, jika didalam air
buangan tersebut terkandung komponen pencemar seperti di atas sehingga perlu dilakukan pengelolaan dan
pengolahan lebih lanjut sebelum dibuang agar tidak membahayakan lingkungan. Air limbah merupakan kotoran dari
masyarakat dan rumah tangga, juga berasal dari kegiatan industri, air tanah, air permukaan serta buangan lainnya. Air
buangan tersebut berasal dari buangan berbagai kegiatan industri, pertambangan, pertanian serta kegiatan lain yang
membuang limbah domestik seperti: rumah tangga, sekolah, hotel, pertokoan, perkantoran, pasar dan lainnya. Air
buangan domestik biasanya bersifat organis, yang memungkinkan tumbuhnya bakteri patogenik. Sedangkan air
buangan dari proses kegiatan industri dan pertambangan membuang limbahnya dengan berbagai macam pencemar
kimia yang bersifat gas, buangan padat, buangan cair dengan kriteria sebagai bahan beracun dan berbahaya (B3)
dengan cirinya yaitu toksik (Sugiharto, 1987).
Logam berat merupakan unsur-unsur logam seperti besi, nikel, seng, kobalt, merkuri, kadmium, arsen dan
timbal yang mempunyai berat atom yang besar. Logam berat termasuk golongan logam dengan kriteria-kriteria yang
sama dengan logam-logam lainnya. Perbedaannya terletak pada pengaruh yang dihasilkan bila logam ini berkaitan
dengan dan atau masuk ke dalam tubuh suatu organisme, dan tetap tinggal dalam jangka waktu lama sebagai racun
yang terakumulasi.
Berdasarkan sifat racun pada logam berat dikelompokkan menjadi:
a. Tidak beracun, yaitu tidak menimbulkan gangguan kesehatan, contohnya: aluminium, natrium dan kalsium.
b. Kurang beracun, yaitu dalam jumlah konsentrasi tinggi dapat mengakibatkan gangguan kesehatan, contohnya:
magnesium, seng, kobalt.
c. Moderat, yaitu dapat menyebabkan gangguan kesehatan yang dapat pulih maupun tidak pulih dalam waktu
yang lama, contoh: barium dam mangan.
d. Sangat beracun, yaitu dapat menyebabkan gangguan kesehatan yang tidak pulih pada waktu yang singkat
bahkan dapat menyebabkan kematian, contohnya: merkuri, perak dan timbal
(Fujii, 1973).
2.2. Pencemaran Logam Berat
Secara alamiah unsur atau senyawa logam berat terdapat dalam air, sedimen, dan organisme laut, namun
kadarnya relatif rendah. Pada kondisi tersebut unsur atau senyawa logam berat tidak bersifat racun. Sifat racun logam
berat akan timbul apabila kadarnya meningkat. Peningkatan Kadar logam berat berkaitan erat dengan masuknya limbah
yang mengandung logam berat. Pada umumnya limbah tersebut berasal dari aktivitas berbagai industri di darat.
Logam berat yang bersifat racun terdapat di air dalam bentuk ion. Logam tertimbun dalam jaringan hewan air
terutama hati dan ginjal, serta logam berkaitan dengan protein, sehingga disebut Metallotionein. Metallotionein bersifat
permanen dan memiliki waktu paruh yang cukup lama. Logam diserap hewan air melalui insang dan saluran
pencernaan, kulit, dan lapisan mukosa.
Logam berat dalam jumlah berlebihan dapat bersifat racun. Hal ini disebabkan terbentuknya senyawa antara
logam berat dengan gugus – SH yang terdapat dalam enzim, sehingga aktivitas enzim tidak berlangsung. Toksisitas
logam berat terhadap organisme perairan tergantung pada jenis, kadar, efek sinergis-antagonis dan bentuk fisika kimia.
Pencemaran logam berat terhadap lingkungan merupakan suatu proses yang erat hubungannya dengan
penggunaan logam tersebut oleh manusia. Pencemaran yang dihasilkan dari logam berat sampai tingkat tertentu dapat
mengganggu kesehatan manusia. Masalah yang dihasilkan dari logam berat ini cukup rumit, karena logam berat
mempunyai sifat-sifat antara lain sebagai berikut:
a. Beracun
c. Dapat terakumulasi dalam tubuh organisme termasuk manusia, baik secara langsung maupun tidak langsung.
(Palar, 1994).
2.3. Karakteristik Limbah Cair
2.3.1. Karakteristik Fisika
Padatan
Padatan terdiri dari bahan padat organik dan anorganik yang larut, mengendap maupun suspensi. Bahan ini akan
mengendap pada dasar air yang lama kelamaan menimbulkan pendangkalan pada dasar badan penerima. Banyaknya
padatan menunjukkan banyaknya lumpur yang terkandung dalam air.
Bau
Bau pada limbah umumnya timbul karena adanya kegiatan mikroorganisme yang menguraikan zat organik
menghasilkan gas tertentu. Disamping itu bau timbul karena terjadinya reaksi kimia yang menimbulkan gas. Kuat
tidaknya bau yang dihasilkan limbah tergantung pada jenis dan banyaknya gas yang ditimbulkan.
Temperatur
Temperatur pada air limbah mempengaruhi badan penerima bila terdapat perbedaan suhu yang cukup besar.
Temperatur air limbah juga akan mempengarui kecepatan reaksi kimia serta tata kehidupan dalam air. Perubahan suhu
memperlihatkan aktivitas kimiawi biologis pada benda padat dan gas dalam air. Pembusukan dapat terjadi pada suhu
yang tinggi dan tingkatan oksidasi zat organik jauh lebih besar pada suhu yang tinggi.
Warna
Warna timbul akibat suatu bahan terlarut atau tersuspensi dalam air, disamping adanya bahan pewarna tertentu yang
kemungkinan mengandung logam berat.
2.3.2. Karakteristik Kimia
Keasaman air di ukur dengan pH meter, keasaman ditetapkan berdasarkan tinggi rendahnya konsentrasi ion hidrogen
dalam air. Air buangan yang mempunyai pH tinggi atau rendah menjadikan air steril dan sebagai akibatnya membunuh
mikroorganisme air yang diperlukan. Demikian juga makhluk lain, misalnya ikan tidak dapat hidup. Air yang mempunyai
pH rendah membuat air menjadi korosif terhadap bahan konstruksi seperti besi.
Buangan yang bersifat alkalis (basa) bersumber dari buangan mengandung bahan anorganik seperti senyawa karbonat,
bikarbonat dan hidroksida. Buangan asam berasal dari bahan kimia yang bersifat asam, misalnya buangan mengandung
asam khlorida, asam sulfat dan lain-lain.
an Beracun
Logam berat pada umumnya seperti cuprum (tembaga), perak, seng, cadmium, air raksa, timah, chromium, besi dan
nikel. Metal lain yang termasuk metal berat adalah arsen, selenium, cobalt, mangan dan aluminium. Logam ini dalam
konsentrasi tertentu membahayakan bagi manusia.
Tinggi rendahnya alkalinitas air ditentukan senyawa karbonat, bikarbonat, garam hidroksida, kalium, magnesium dan
natrium dalam air. Semakin tinggi kesadahan suatu air semakin sulit air membuih. Penggunaan air untuk ketel selalu
diupayakan air yang mempunyai kesadahan rendah karena air tersebut dalam konsentrasi tinggi menimbulkan terjadinya
kerak pada dinding dalam ketel maupun pipa pendingin.
Oleh sebab itu untuk menurunkan kesadahan air dilakukan pelunakan air. Pengukuran alkalinitas air adalah pengukuran
kandungan ion CaCO3, ion Ca, ion Mg, bikarbonat, karbonat dan lain-lain.
2.3.3. Karakteristik Biologi
Karakteristik biologis air buangan dapat ditunjukkan dengan adanya kandungan bakteri, jamur serta ganggang. Bakteri
yang ada dalam air buangan kadang-kadang dapat menjadi sesuatu yang penting karena bakteri tersebut dapat
membantu proses pembusukan bahan-bahan organik yang terdapat dalam air buangan tersebut ( Sasongko, 1993).
2.4. Dampak Limbah Cair
Sesuai dengan batasan dari air limbah yang merupakan benda sisa, maka sudah barang tentu air limbah
merupakan barang yang sudah tidak digunakan lagi. Akan tetapi tidak berarti air limbah tersebut tidak perlu dilakukan
pengelolaan, karena apabila limbah ini tidak dikelola secara baik akan menimbulkan gangguan, baik terhadap
lingkungan maupun terhadap kehidupan yang ada seperti :
a. Gangguan terhadap kesehatan
Air limbah sangat berbahaya terhadap kesehatan manusia mengingat banyak penyakit yang dapat ditularkan melalui air
limbah. Selain sebagai pembawa penyakit di dalam air limbah itu sendiri banyak terdapat bakteri patogen penyebab
penyakit seperi virus, vibrio colera, salmonella spp.
b. Gangguan terhadap kehidupan biotik
Banyaknya zat pencemar pada air limbah akan menyebabkan menurunnya kadar oksigen terlarut di dalam air. Hal ini
dapat menyebabkan kematian pada kehidupan organisme dalam air, dan akan mengganggu keseimbangan pada
ekosistem perairan.
c. Gangguan terhadap keindahan
Semakin banyaknya limbah cair yang dihasilkan dalam setiap kegiatan maka waktu pengolahannya juga akan semakin
lama. Selama waktu tersebut air limbah akan mengalami pembusukan dari zat organik yang ada di dalamnya, sehingga
akan menimbulkan bau yang tidak sedap. Selain bau warna air limbah akan menimbulkan gangguan pemandangan
yang tidak kalah besarnya.
d. Gangguan terhadap kerusakan benda
Air limbah yang mempunyai pH rendah atau bersifat asam akan mengakibatkan karat pada benda yang terbuat dari
logam.
1. Sifat Kimia
Bila larutan ditambah HCl akakn terbentuk endapan putih.
2. Sifat Fisika
Secara lengkap, sifat fisika logam perak dapat disajikan sebagai berikut :
a. Nomor Atom : 47
b. Berat jenis : 10,5
c. Bobot atom : 107,880
d. Kekerasan : 2,5 – 2,7
e. Titik lebur : 960o C
f. Titik didih : 1950o C
g. Susunan Isotop : 107 (52%), 190 (48,1%)
h. Panas jenis : 0,0544
i. Warna : Putih mengkilap
Dengan demikian perak mempunyai sifat lunak, liat, dapat ditempa, sebagai pengantar listrik dan panas yang
baik, sifat kimianya tidak aktif. Pada suhu biasa bereaksi dengan belerang membentuk sulfida. Dalam perdagangan
dikenal jenis-jenis perak yang dapat diklasifikasikan seperti tabel berikut :
Dua sumber utama limbah perak yang dapat larut adalah industri electroplating dan fotografi. Silver cyanide
plating bath berisi 13.000 sampai 45.000 mg/l perak. Cyanide plating bath adalah yang paling banyak digunakan dalam
industri silver plating. Campuran perak sudah banyak digunakan dalam industri fotografi. Kurang lebih 70% perak yang
digunakan dalam industri ini adalah untuk larutan fixing. Metode dasar untuk menghilangkan atau mengurangi perak dari
limbah cair dibagi dalam empat kategori yaitu presipitasi, ion exchange, reduksi, dan electrolytic recovery (James W.
Patterson, 1991).
Chemical Chemical
presipitant Presipitant
aids
Pe
ngaduk
Paddle
Inlet
Outlet
Sludge
Bak Pengendap
Flokulator
2.9. Flokulasi
Flokulasi adalah proses untuk memperbesar ukuran partikel tak terlarut sehingga menjadi lebih berat dan
mudah mengendap ke dasar. Dengan demikian pemisahan padatan yang tidak terlarut menjadi lebih mudah melalui
proses pengendapan.
Pembentukan partikel-partikel yang lebih besar disebut jonjot-jonjot ( flock) dilakukan dengan penambahan
bahan-bahan kimia seperti Alum, ferrosulfat, dan sebagainya dalam suatu tangki berpengaduk. Dengan pengadukan
tersebut, terjadi kontak yang lebih luas diantara partikel-partikel, sedangkan pengadukannya sendiri dilakukan secara
perlahan-lahan. Sebaliknya apabila pengadukannya terlalu cepat, penggumpalan yang terbentuk akan terpecah kembali
menjadi lebih kecil. Untuk mendapatkan gumpalan yang baik, maka kecepatan pengaduk diatur antara 0,6 – 0,9 m/dt.
2.10. Sedimentasi
Sedimentasi adalah pemisahan partikel-partikel tersuspensi yang lebih berat dari air dengan membiarkan
cairan tidak bergerak, sehingga kotoran-kotoran mengendap dengan gaya beratnya sendiri (gaya gravitasi).
Tujuan dari sedimentasi selain untuk menghasilkan effluent yang jernih, juga untuk menghasilkan lumpur
dengan konsentrasi yang pekat supaya mudah diangkut dan diolah kembali.
Bak-bak pengendapan dapat berbentuk persegi panjang, silinder, bulat seperti tabung, dan sebagainya.
Merencanakan bak-bak pengendapan terlebih dahulu harus dilihat jenis massa yang akan diendapkan, waktu
pengendapan, dan konsentrasi bahan yang diendapkan.
2.12. Hipotesis
Dari latar belakang, perumusan masalah, tujuan penelitian dan landasan teori diatas, dapat diambil hipotesis
bahwa :
1. Pengolahan limbah cair rontgen dengan ferriklorida yang meliputi variasi dosis yaitu 5 ml, 10 ml, 15 ml, 20 ml,
25 ml dan 30 ml mampu menurunkan kadar perak dalam limbah cair foto rontgen.
2. Effisiensi pengolahan perak dengan ferriklorida dengan dosis yang ditentukan mampu menurunkan kandungan perak (Ag)
dalam limbah cair roentgen hingga 97 %.
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1. Lokasi
1. Pengambilan sampel di RSUP DR. Sardjito
2. Analisa sampel setelah pengolahan di Laboratorium BBTKL PPM Departemen Kesehatan Yogyakarta.
Variabel bebas yaitu variabel yang berpengaruh atau menyebabkan berubahnya variabel terikat, yaitu dosis FeCl 3 yaitu
0 ml, 5 ml, 10 ml, 15 ml, 20 ml, 25 ml, dan 30 ml.
2. Variabel Terikat
2. Data Sekunder
Data sekunder adalah data yang diperoleh dari studi pustaka seperti rumus reaksi kimia dan karakteristik air buangan
sebagai penunjang yang berkaitan dengan penelitian.
Dimana :
E = Effisiensi
C1 = Kadar Ag sebelum pengolahan
C2 = Kadar Ag setelah pengolahan
3.10. Kerangka Penelitian
Berdasarkan tabel diatas dapat diketahui bahwa pemakaian ferriklorida berpengaruh terhadap penurunan kandungan
perak (Ag) pada limbah cair pencucian film fotorontgen, hal ini ditunjukkan dari hasil penelitian sebelum pengolahan rata-
rata kandungan perak sebesar 2532,1 mg/l dan setelah perlakuan dengan ferriklorida dengan tiga kali perlakuan maka
penurunan kandungan perak sebesar 76 mg/l. Hasil ini menunjukkan bahwa semakin besar dosis ferriklorida maka
kandungan perak semakin kecil.
Gambar 4.1. Grafik hubungan antara variasi dosis ferriklorida dengan penurunan kandungan Ag
Pada gambar 4.1 tersebut diatas terlihat bahwa hasil penelitiannya berupa titik-titk. Dari titik satu ke titik yang
dihubungkan, sehingga membentuk grafik. Dari grafik ini dapat dilihat kecenderungannya. Dalam hal ini
kecenderungan tersebut bahwa bila larutan FeCl 3 diperbesar debitnya, maka kadar Ag hasil olahan akan semakin
mengecil. Bisa dikatakan juga bahwa bila X membesar maka diikuti Y mengecil.
4.2. Pembahasan
Limbah cair yang dihasilkan dari bagian rontgen di RSUP DR. Sardjito bila langsung dibuang ke badan air sangat
berbahaya bagi lingkungan. Komponen pencemar limbah cair foto rontgen adalah perak (Ag). Dari hasil analisa
laboratorium, ternyata kadar perak dalam limbah sebesar 2532,1 mg/l, sedangkan ambang batasnya sebesar 5,0 mg/l.
Untuk itu diperlukan pengolahan terlebih dahulu.
Bahan yang dipakai untuk mengurangi kadar perak (Ag) adalah ferriklorida (FeCI 3). Pemakaian bahan FeCl3 ini
dengan alasan mengikuti reaksi yang terjadi adalah:
3Ag+ + FeCl3 + 3H2O → 3 AgCl + Fe(OH)3 + 6H+
Hasil reaksi di sebelah kanan berupa endapan AgCl dan Fe(OH) 3. Molekul Fe(OH)3 ini sebenarnya dapat
menyerap ion Ag+. Hal ini sangat mungkin terjadi karena sifat Fe(OH) 3 bisa sebagai flokulan. Dengan demikian proses
yang terjadi adalah proses secara kimia yaitu reaksi pembentukan endapan AgCl dan proses fisika yaitu terserapnya
Ag+ ke Fe(OH)3.Sifat molekul Fe(OH)3 adalah berwujud padat, berpori-pori atau poreus, sulit larut. Dengan demikian
proses yang terjadi adalah proses kimia-fisika. Reaksi akan selalu bergeser ke kanan bila endapan AgCl dan
Fe(OH)3 berlangsung dengan baik.
Dari hasil analisa regresi untuk perak setelah pengolahan diperoleh hubungan antara variasi dosis (x) dan
penurunan kadar Ag (y) yaitu semakin banyak dosis ferriklorida, maka semakin kecil kandungan perak di dalam limbah
cair pencucian film fotorontgen. Pada gambar 4.1 tersebut diatas terlihat bahwa hasil penelitiannya berupa titik-titk. Dari
titik satu ke titik yang dihubungkan, sehingga membentuk grafik. Dari grafik ini dapat dilihat kecenderungannya. Dalam
hal ini kecenderungan tersebut bahwa bila larutan FeCl 3 diperbesar debitnya, maka kadar Ag hasil olahan akan semakin
mengecil. Bisa dikatakan juga bahwa bila X membesar maka diikuti Y mengecil.
Hubungan antara X dan Y tersebut dapat dibuat persamaan regresi non linier yaitu bentuk exponensial:
Y = 1992,261e-76,11X
Pengolahan dengan proses koagulasi dan flokulasi merupakan salah satu bagian dari rangkaian pengolahan
limbah cair dalam menurunkan kandungan logam berat. Karena kandungan limbah Ag sangat tinggi maka sebaiknya
dilakukan recovery (proses pungut ulang) dan perlu dilakukan beberapa rangkaian pengolahan.
b. G koagulasi = 30 – 80 det -1
2,45 cm
2,45 cm
Skala 1 : 100
Gambar 5.1. Gambar Bak Koagulasi Flokulasi
B. Bak Pengendap
V1 = P x L x T
= 2,45 m x 2,45 m x 5 m
= 30 m3
Fd = 20 % . 30 m3
= 6 m3
Sudut kemiringan
H2 = sin 60 x H1/2
= 0,86 x 5/2
= 0,86 x 2,5
= 2,15 m
V limas = Luas alas x 1/3 tinggi
= 6 m2 x 1/3 . (2,15 m)
= 6 m2 x 0,72 m
= 4,3 m3
H1
5 cm
2,45 cm
2,45 cm
H2
Skala 1 : 100 2,15 cm
Bak Koagulan
5 cm
Bak Koagulasi
Flokulasi
5 cm
2,15 cm
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1. Kesimpulan
1. Variasi dosis ferriklorida didalam proses koagulasi dan flokulasi dapat menurunkan kadar perak, semakin
besar dosis koagulan maka tingkat penurunan perak semakin besar.
3. Hasil dari pengolahan belum maksimal karena baru mencapai 76 mg/l, sedangkan baku mutu yang
disyaratkan adalah sebesar 5,0 mg/l.
5.2. Saran
Perlu dilakukan percobaan kembali oleh siapapun, mengingat kadar Ag + hasil pengolahannya baru mencapai 76 mg/l,
sedangkan ambang batasnya 5,0 mg/l.