Pengertian Tuberculosis Survailens
Pengertian Tuberculosis Survailens
Menurut Depkes RI (2006), TB Paru (tuberculosis) adalah penyakit menular yang langsung disebabkan
oleh kuman TB (Mycobaterium tuberculosa). Sebagian besar kuman TBC ini menyerang paru, tetapi dapat juga
mengenai organ tubuh lainnya.
Tuberkulosis adalah penyakit menular yang sebagian besar disebabkan oleh kuman Myocobacterium
tuberculosis. Bakteri ini berbentuk batang dan bersifat tahan asam sehingga dikenal juga sebagai Batang
Tahan Asam (BTA). Kuman tersebut biasanya masuk ke dalam tubuhmanusia melaui udara pernapasan
kedalam paru. Kemudian kuman tersebut menyebar dari paru kebagian tubuh lainnya, melalu sistem peredaran
darah, sistem saluran limfe, melalui saluran napas (bronchus) atau menyebar langsung ke bagian tubuh lainnya.
TB dapat terjadi pada semua kelompok umur, baik di paru maupun di luar paru.
Menurut WHO, surveilans adalah proses pengumpulan,pengolahan, analisis, dan interpretasi data secara
sistematik dan terus menerusserta penyebaran informasi kepada unit yang membutuhkan untuk
dapatmengambil tindakan. Oleh karena itu perlu di kembangkan suatu definisi surveilans epidemiologi yang
lebih mengedepankan analisis atau kajianepidemiologi serta pemanfaatan informasi epidemiologi, tanpa
melupakan pentingnya kegiatan pengumpulan dan pengolahan data.
Surveilans Epidemiologi dapat didefinisikan sebagai rangkaian kegiatan yang sistematis
dan berkesinambungan dalam pengumpulan, analisis, interpretasi data dan penyampaianinformasi dalam upaya
menguraikan dan memantau suatu penyakit/peristiwa kesehatan.Kaitannya dengan penyakit menular, kegiatan
surveilans epidemiologi bertujuan untuk mengidentifikasi kelompok risiko tinggi dalam masyarakat, memahami
cara penularan penyakit serta berusaha memutuskan rantai penularan. Dalam hal ini setiap penyakit
harusdilaporkan secara lengkap dan tepat, yang meliputi keterangan mengenai orang (person),tempat (place)
dan waktu (time) (Budioro dalam Sikumbang, 2012).
IMPLEMENTASI
Indikator dalam Survailens Epidemiologi TBC
Indikator dalam survei TBC (survey tuberkulin, studi tentang kematian, pengkajian pelaksanaan DOTS di RS), antara lain:
1. Komitmen pemerintah untuk mempertahankan control terhadap TB;
2. Deteksi kasus TB di antara orang-orang yang memiliki gejala-gejala melalui pemeriksaan dahak;
3. Enam hingga delapan bulan pengobatan teratur yang diawasi (termasuk pengamatan langsung untuk pengkonsumsian
obat setidaknya selama dua bulan pertama);
4. Persediaan obat TB yang rutin dan tidak terputus;
5. Sistem laporan untuk monitoring dan evaluasi perkembangan pengobatan dan program.
6. Memasukkan strategi DOTS (Directly Observed Treatment, Short-course) sebagai penilaian akreditasi rumah sakit;
7. Menggunakan 18 alat Gene Xpert sebagai Rapid Diagnostic TB untuk TB MDR dan TB HIV;
8. Memperluas pelayanan TB MDR keseluruh Indonesia;
9. Melibatkan lintas sector Pemerintah dan asosiasi profesi untuk menjangkau seluruh kelompok masyarakat;
10.Mengembangkan Sistem Informasi Terpadu Tuberkulosis;
11.Memberdayakan masyarakat dengan pembentukan Jaringan Peduli TB Indonesia dan paguyuban masyarakat peduli TB;
12.Menyusun exit strategy agar tidak tergantung pada bantuan luar negeri; Menyepakati dengan PT ASKES dan Jamsostek
dalam penerapan standar pengobatan TB dan pembiayaan berbasis asuransi bagi seluruh pasien TB.
b) permasalahan yang berkaitan dengan structural dan pendanaan , seperti:
1. Selama ini pelaksanaan surveilans masih bersifat vertikal, dan terpisah antar satu program dengan program lainnya.
Pemerintah pusat telah mengeluarkan Kepmenkes No.1116/SK/VIII/2003 yang mengatur penyelenggaraan sistem
surveilans. Kepmenkes ini menyebutkan agar dibentuk unit surveilans dan unit pelaksana teknis surveilans serta
dibentuk jejaring surveilans antara unitunit tersebut. Pengamatan menunjukkan bahwa pelaksanaan Kepmenkes belum
berjalan secara maksimal di daerah. Belum ada Perda atau Peraturan Gubernur/Bupati/Walikota yang merujuk ke
Kepmenkes. Surveilans saat ini banyak didanai pemerintah pusat. Dana masuk dalam anggaran pusat yang bersifat
program vertikal. Tidak ada dana untuk pengembangan surveilans di daerah. Akibatnya jarang sekali dilakukan
pencegahan sekunderprimer oleh pemerintah daerah. Respons oleh pemerintah pusat dari kegiatan surveilans lebih
banyak ke pencegahan tersier yang mempunyai risiko keterlambatan
2. Perlu penguatan sistem surveilans di daerah dengan cara penguatan kedudukan unit surveilans dalam tatanan struktural
dinkes dan optimalisasi anggaran, terutama dari APBD. Ada kemungkinan pemerintah daerah merasa bahwa urusan
surveilans adalah urusan pemerintah pusat, sehingga pemerintah daerah tidak memprioritaskan program surveilans dan
menganggap surveilans tidak terlalu penting. Persepsi pemerintah daerah seperti ini yang menjadikan alokasi anggaran
untuk pelaksanaan kegiatan surveilans sangat rendah.
c. Permaslahan yang menjadi kekurangan dalam surveilens dilihat dari prosesnya meliputi:
1. Input, meliputi kurangnya sumber daya manusia, kurangnya peranan kelompok jabfung, minimnya dukungan anggaran,
dan tidak adanya dukungan dari Perda
2. Segi proses, dinyatakan bahwa jejaring surveilans selama ini tidak ada, belum ada konfirmasi kasus, belum terjadi
koordinasi lintas program apalagi lintas sektoral, respon selama ini hanya bersifat by case
3. Output, kelengkapan dan ketepatan data masih rendah, diseminasi buletin epidemiologi dan umpan balik pun belum ada
di semua daerah, hanya saja di beberapa daerah umpan balik dilakukan dengan pertemuan bulanan dokter, atau ada pula
yang memberi umpan balik dengan menyebarkan edaran ke Puskesmas - Puskesmas.