Anda di halaman 1dari 2

Pencitraan Boleh, Tapi Bodoh Jangan

Beberapa waktu lalu saya dibuat tersenyum dan agak tertawa oleh ulah seseorang yang mungkin bisa
disebut sebagai seorang teman. Di laman media sosialnya dia memposting sebuah foto yang agak lawas
bersama istrinya. Tak hanya foto, di captionnya dia membubuhkan kalimat happy wedding anniversary
untuk pasangannya tersebut. Lho bukannya itu sebuah hal yang normal dan sangat baik?

Yup, sampai sini memang apa yang dilakukan teman tersebut adalah sebuah hal yang baik, bahkan perlu
ditiru oleh suami-suami lainnya. Sebuah hal kecil yang menjadi contoh dan bukti penghargaan teman itu
kepada istrinya. Meskipun di sisi lain mungkin bagi orang yang julid apa yang dilakukan teman tersebut
bisa dibilang pencitraan untuk membuat istrinya terkesan, tapi itu jelas sebuah pencitraan yang baik. Terus
apa yang membuat itu jadi lucu, konyol atau bodoh?

Jadi begini, foto yang dipasang teman saya tersebut adalah foto lawas saat istrinya belum berhijab. Padahal
sejak beberapa tahun lalu, istri teman tersebut sudah berhijab. Semua orang di bumi tahu bahwa berhijab
adalah sebuah keputusan besar dan sangat mulia yang diambil oleh seorang perempuan yang sangat patut
untuk didukung dan mendapat sebuah apresiasi tinggi. Tak hanya itu, bahkan anak-anak TPA pun mengerti,
sesuatu yang sudah ditutupi adalah aurat yang harus ditutupi dan jangan dibuka lagi. Apalagi di tempat
umum seperti media sosial. Inilah yang membuat saya bertanya dan tertawa, apakah untuk membuat
pasangan kita terkesan harus dengan cara begitu?

Saya teringat sebuah video yang sempat viral beberapa waktu lalu dimana salah seorang pemain sepak bola
wanita di Eropa yang hijabnya terlepas, dibantu oleh rekan dan lawannya dengan membuat sebuah
lingkaran untuk menutupi dan memberi kesempatan pemain tersebut untuk memperbaiki hijabnya. Wow,
sebuah aplikasi toleransi dan saling menghargai yang sangat hebat, kan?

Pencitraan itu...
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, pencitraan diartikan sebagai gambaran yang dimiliki orang banyak
mengenai pribadi, perusahaan, organisasi, atau produk. Lebih lanjut lagi, pencitraan adalah gambaran diri
yg ingin diciptakan oleh seorang tokoh masyarakat.

Kata pencitraan adalah salah satu yang begitu banyak dikenal orang. Apalagi di dunia politik, kata
pencitraan sudah cukup lama digunakan di kancah perpolitikan tak hanya di dalam negeri, justru gaungnya
sudah lebih dulu dari negeri lain. Sebut saja apa yang terjadi saat proses pemilihan presiden di Amerika.
Bagaimana media di negeri tersebut begitu sering mempublikasikan keseharian dan seluruh aktivitas dari
salahsatu kandidat dengan harapan tentu agar konstituen mendapatkan kesana yang baik, terkesan dan
akhirnya menjadi pendukungnya. Lalu apakah pencitraan itu adalah aktivitas yang salah atau buruk?
Jawabannya belum tentu!

Dalam kacamata psikologi sosial dikenal bahwa setiap orang memiliki dua jenis kesadaran diri, yaitu
kesadaran diri privat dan kesadaran diri publik. Kesadaran diri yang bersifat privat mengacu pada
kecenderungan seseorang untuk mengevaluasi pikiran dan perasaannya (atribusi internal) sedangkan
kesadaran diri publik berarti seseorang sadar bahwa ia sedang diamati oleh orang-orang sekitarnya. Arti
kata pencitraan (seperti dalam konteks politik) dapat dihubungkan dengan kesadaran diri publik ini dimana
seseorang menyadari bahwa tindakannya disorot publik sehingga ia dapat mengatur tindakannya demi
membentuk image yang diinginkan dari orang-orang yang mengamatinya. Agar orang lain yang
mengamatinya mendapatkan kesan yang sesuai dengan apa yang ingin ditampilkan oleh orang tersebut.

Selain itu, dalam teori komunikasi publik, pencitraan adalah sebuah proses personal branding dimana
seseorang perlu bahkan penting untuk melakukannya agar orang lain dapat dengan mudah mengenalinya,
menjadi ciri khas dan membedakannya dari orang lain, berikut kelebihan yang dimilikinya. Jadi, tidak
selamanya pencitraan itu buruk kan?

Petaka Pencitraan
Dalam sebuah sesi kelas, seorang dosen tamu yang juga pakar komunikasi sosial dan mantan sekretaris
pribadi Presiden Abdurrahman Wahid menyampaikan, pencitraan atau personal branding sebenarnya adalah
sebuah aktivitas positif karena terkait dengan proses self-esteem (penghargaan diri) dan self-building
(membangun diri). Namun dalam prosesnya, seorang yang ingin melakukan pencitraan atau personal
branding harus memiliki cukup modal antara lain, Pengetahuan, Kompetensi, Kreativitas, Konektivitas dan
terakhir dan yang paling penting adalah kebaikan dan kontribusi positif apa yang ingin dimunculkan?

Pencitraan atau personal branding tidak bisa dilakukan seenaknya. Karena jika dilakukan sekehendak hati,
upaya yang dibangun bisa gagal bahkan jadi blunder di kemudian hari. Beberapa hal harus menjadi
perhatian dan renungan bagi siapapun yang ingin dan berusaha membangun citra diri. Antara lain,
1. Bukan kebohongan atau pembodohan publik. Pencitraan haruslah sebuah kebenaran yang dibangun
berdasarkan realitas yang patut untuk dipublikasikan agar menjadi contoh teladan, habbit kebaikan dan
menjadi kontribusi positif bagi orang lain.
2. Tidak menabrak nilai-nilai dan norma-norma yang berlaku di masyarakat. Pencitraan sejatinya adalah
membangun sebuah opini positif. Karena itu prosesnya harus searah dan sejalan dengan nilai dan norma.
Jangan sampai tujuan dan harapan dari aktivitas personal branding tidak tersampaikan bahkan berkonotasi
sebaliknya menjadi negatif bagi orang lain.
3. Tidak melanggar hukum. Pencitraan tidak hanya diartikan sebagai aktivitas membangun opini publik
terhadap individu, melainkan sebuah upaya besar untuk membuat iklim kebaikan. Jadi tidak semestinya
niat baik tersebut melanggar hukum, baik hukum agama maupun hukum yang berlaku di negeri ini.
4. Gerakan semu. Personal branding adalah cara membangun imej diri. Karena itu upaya tersebut adalah
sebuah upaya kontinyu dalam rangka self improvement, bukan upaya semu, bukan pula imajinasi dan
bukan pula aktivitas temporer yang tidak akan dilakukan lagi saat tidak ada lagi kepentingan.

Well guys, mungkin ini yang bisa di sharing untuk sekarang, semoga kita bisa terus berusaha meng-
improve diri kita untuk lebih baik dan lebih kompeten. Tuhan memberikan keunikan diri kita masing-
masing, karena itu temukan dan jadikan itu sebagai ciri khas/brand. Tapi lakukan proses branding dengan
baik dan bijak, agar tidak salah, gagal dan tidak mendapatkan konotasi dan respon negatif dari orang lain.
Apalagi sampai dibilang bodoh.[]

Anda mungkin juga menyukai