Anda di halaman 1dari 65

BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar belakang
Sehat menurut WHO sebagai a state of completely physical, mental,
and social well being and not merly the absent of disease or infirmity (Suatu
keadaan yang sempurna baik fisik, mental dan sosial tidak hanya bebas dari
penyakit atau kelemahan).
Paradigma sehat adalah cara pandang, pola pikir, atau model
pembanguan kesehatan yang memandang masalah kesehatan saling terkait
dan mempengaruhi banyak faktor yang bersifat lintas sektoral dengan upaya
yang lebih diarahkan pada peningkatan, pemeliharaan, serta perlindungan
kesehatan, tidak hanya pada upaya penyembuhan penyakit atau pemulihan
kesehatan.
Tujuan pembangunan kesehatan menuju Indonesia sehat 2015 adalah
meningkatkan kesadaran, kemauan dan kemampuan hidup sehat bagi setiap
orang agar terwujud derajat kesahatan masyarakat yang optimal melalui
terciptanya masyarakat, bangsa dan Negara Indonesia yang ditandai oleh
penduduknya hidup dalam lingkungan dan dengan prilaku yang sehat,
memiliki kemampuan untuk menjangkau pelayanan kesehatan yang bermutu
secara adil dan merata, serta memiliki derajat kesehatan yang optimal
diseluruh wilayah Republik Indonesia.
Kesehatan merupakan kebutuhan dasar manusia untuk dapat hidup
layak dan produktif, untuk itu diperlukan penyeleggaraan pelayanan
kesehatan yang terkendali baik dari segi biaya dan mutu. Undang-undang
Dasar 1945 pasal 28 H dan Undang-undang Nomor 23 Tahun 1992 tentang
Kesehatan, menetapkan bahwa setiap orang berhak mendapatkan pelayanan
kesehatan. Karena itu, setiap individu, keluarga dan masyarakat berhak
memperoleh perlindungan terhadap kesehatannya, dan negara
bertanggungjawab mengatur agar terpenuhinya hak hidup sehat bagi
penduduknya.

1
Terkait dengan hal tersebut di atas, maka dibentuklah suatu mata kuliah
dalam Program Studi Kesehatan Masyarakat yang dikenal dengan nama
Pengalaman Belajar Lapangan (PBL). Mata kuliah Pengalaman Belajar
Lapangan (PBL) termasuk dalam kelompok Mata Kuliah Keahlian Berkarya
disingkat MKB yang bertujuan untuk menghasilkan tenaga ahli dengan
kekaryaan dan berdasarkan dasar ilmu dan keterampilan kesehatan
masyarakat yang dimiliki. Mata kuliah PBL ini diharapkan dapat memperkuat
penguasaan dan memperluas wawasan kompetensi keahlian dalam berkarya
dimasyarakat sesuai dengan keunggulan kompetitif serta komparatif
penyelenggaraan program studi kesehatan masyarakat.
Upaya yang dilakukan untuk merealisasikan hal ini ditempuh melalui
pembinaan profesional dalam bidang promotif dan preventif yang mengarah
pada pemahaman permasalahan-permasalahan kesehatan masyarakat, untuk
selanjutnya dapat dilakukan pengembangan program/intervensi menuju
perubahan pola pikir dan perilaku masyarakat yang diinginkan. Salah satu
bentuk kongkrit upaya tersebut dengan melakukan Pengalaman Belajar
Lapangan (PBL).
Kegiatan PBL Program Studi Ilmu Kesehatan Masyarakat Universitas
Tadulako terbagi atas PBL I, II, dan III, maka proses tahapan pemecahan
masalah (problem solving) didistribusikan pada ketiga PBL tersebut.
Terkhusus pada kegiatan PBL II dilakukan pelaksaan program intervensi
analisis dari faktor-faktor penyebab prioritas masalah yang ditemukan pada
PBL I. Diperlukan pengkajian teori-teori dan hasil-hasil penelitian yang
relevan untuk menganalisis faktor-faktor penyebab dari prioritas masalah
tersebut. Inti dari pelaksanaan PBL II adalah pemberdayaan masyarakat, guna
menggugah partisipasi serta kemandirian masyarakat untuk bersama
menentukan alternatif-alternatif pemecahan masalah dan program intervensi
dengan mempertimbangkan sumber daya berupa waktu, tenaga, dan pikiran
yang dimiliki. Mahasiswa berperan sebagai motivator serta penggerak
masyarakat guna menuju perubahan ke arah yang lebih baik, dalam
meningkatkan derajat kesehatannya.

2
Desa Lembasada adalah salah satu desa di Kecamatan Banawa Selatan
Kabupaten Donggala, Sulawesi Tengah menjadi tempat dilaksanakannya
kegiatan PBL II mahasiswa Ilmu Kesehatan Masyarakat Fakultas Kedokteran
dan Ilmu Kesehatan Universitas Tadulako angkatan 2012.
1.2 Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah dalam laporan ini yaitu:
1. Bagaimana hasil intervensi fisik pada PBL II Desa Lembasada,
Kecamatan Banawa Selatan, Kabupaten Donggala?
2. Bagaimana hasil intervensi non fisik pada PBL II Desa Lembasada,
Kecamatan Banawa Selatan, Kabupaten Donggala?
1.3 Tujuan PBL II
Adapun tujuan dalam laporan ini yaitu:
1. Untuk mengetahui hasil dari intervensi fisik pada PBL II Desa
Lembasada, Kecamatan Banawa Selatan, Kabupaten Donggala.
2. Untuk mengetahui hasil dari intervensi fisik pada PBL II Desa
Lembasada, Kecamatan Banawa Selatan, Kabupaten Donggala.
1.4 Manfaat
Adapun manfaat dari PBL II yaitu:
1. Manfaat Ilmiah
Kegiatan PBL II ini diharapkan dapat menambah wawasan dan
memperkaya khasanah ilmu pengetahuan di bidang Ilmu Kesehatan
Masyarakat dan menjadi referensi kepustakaan.
2. Manfaat Praktisi
Kegiatan PBL II ini diharapkan dapat menjadi bahan informasi bagi
Dinas Kesehatan Kabupaten Donggala pada khususnya dan bagi Dinas
Kesehatan Sulawesi Tengah pada umumnya dalam merencanakan
pembangunan kesehatan guna meningkatkan derajat kesehatan terkhusus
di Desa Lembasada Kecamatan Banawa Selatan Kabupaten Donggala.

3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pengalaman Belajar Lapangan II
Praktek belajar lapangan merupakan bagian dari proses pendidikan
yang peningkatan kemampuan mahasiswa dalam mencermati permasalahan-
permasalahan kesehatan dimasyarakat. Praktek belajar lapangan adalah mata
kuliah yang bertujuan untuk menyiapkan lulusan yang memiliki sifat
responsif, mengembangan kemampuan mengidentifikasi masalah untuk
kemudian mencari alternatif pemecahan masalah-masalah kesehatan
dimasyarakat. Oleh karena itu PBL merupakan bagian integral dari kurikulum
pendidikan tinggi dan merupakan persyaratan bagi setiap mahasiswa Program
Studi Ilmu Kesehatan Masyarakat Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan
Universitas Tadulako.
Praktek Belajar Lapangan II adalah suatu tindak lanjut dari Praktek
Belajar Lapangan I yaitu mahasiswa dapat menentukan alternatif-alternatif
pemecahan masalah yang telah di tetapkan pada PBL I sebelumnya. Masalah-
masalah kesehatan di masyarakat yang ditemukan di PBL I begitu banyak,
untuk itu penentuan prioritas masalah dilakukan untuk menentukan masalah
yang dianggap masyarakat paling bermasalah untuk dapat diintervensi pada
PBL II ini.
Dalam melakukan intervensi dibutuhkan kerjasama yang baik antara
mahasiswa, masyarakat dan pemerintah desa. Oleh karena itu pendekatan
yang baik sangat diperlukan pada PBL II ini. Intervensi yang dilakukan pada
PBL II ini dapat berupa intervensi fisik maupun non fisik, maksud dari
intervensi fisik adalah tindakan yang dilakukan mahasiswa yang bentuknya
dapat dilihat secara langsung (misalnya pembuatan 1 kandang ternak
percontohan) dan intervensi non fisik adalah tindakan yang dilakukan yang
bentuknya tidak nyata (misalnya penyuluhan PHBS).
Dalam melakukan interversi ini, khususnya pada intervensi fisik banyak
diharapkan partisipasi masyarakat baik partisipasi material, swasembada
maupun tenaga. Karena, mahasiswa hanya berperan sebagai fasilitator dan

4
sebagai penyumbang ide untuk mengatasi masalah yang dihadapi. Untuk itu,
skill mahasiswa disini sangat dibutuhkan agar masyarakat dapat ikut
berpartisipasi dalam intervensi yang dilakukan.
Analisis situasi merupakan langkah awal dalam Problem Solving Cycle
(Siklus Pemecahan Masalah). Dalam proses pemecahan masalah selalu
dimulai dari analisis situasi. Proses pemecahan masalah diharapkan benar-
benar diharapkan memecahkan masalah kesehatan yang ada dimasyarakat.
Semua itu memerlukan dukungan informasi yang tepat dari proses analisis
situasi.
Prinsip yang fundamental dalam kegiatan Praktek Belajar Lapangan II
(PBL II) ini ialah terfokus pada pengorganisasian masyarakat serta koordinasi
dengan pemerintah desa atau pun pihak-pihak terkait lainnya.
Pengorganisasian masyarakat dalam rangka pencapaian tujuan-tujuan
kesehatan masyarakat pada hakekatnya adalah menghimpun potensi
masyarakat atau sumber daya masyarakat itu sendiri. Pengorganisasian itu
dapat dilakukan dalam bentuk pemberdayaan, penghimpunan, pengembangan
potensi serta sumber-sumber daya masyarakat yang pada hakekatnya
menumbuhkan, membina dan mengembangkan partisipasi tersebut dapat
berupa swadaya atau swasembada dalam bantuan material, dana, dan moril di
berbagai sektor kesehatan.
2.2 Sampah
2.2.3 Pengertian Sampah
Sampah menurut Standar Nasional Indonesia No.19-3964-1994
adalah limbah yang bersifat padat terdiri dari bahan organik dan bahan
anorganik yang dianggap tidak berguna lagi dan harus dikelola agar
tidak membahayakan lingkungan dan melindungi investasi
pembangunan (Wedana, 2013).
Pengertian ini juga didukung oleh adanya Undang-Undang no 18
tahun 2008 yang menyebutkan sampah adalah sisa kegiatan sehari-hari
manusia dan/proses alam yang berbentuk padat (Wedana, 2013).

5
2.2.2 Pembagian Sampah
A. Sampah Organik
Sampah organik atau sering disebut sampah basah adalah
jenis sampah yang berasal dari jasad hidup sehingga mudah
membusuk dan dapat hancur secara alami. Contohnya adalah
sayuran, daging, ikan, nasi, dan potongan rumput/ daun/ ranting
dari kebun. Kehidupan manusia tidak dapat lepas dari sampah
organik setiap harinya. Pembusukan sampah organik terjadi karena
proses biokimia akibat penguraian materi organik sampah itu
sendiri oleh mikroorganime (makhluk hidup yang sangat kecil)
dengan dukungan faktor lain yang terdapat di lingkungan. Metoda
pengolahan sampah organik yang paling tepat tentunya adalah
melalui pembusukan yang dikendalikan, yang dikenal dengan
pengomposan atau composting (Mulyati, 2014).
B. Sampah Non-Organik
Sampah non-organik atau sampah kering atau sampah yang
tidak mudah busuk adalah sampah yang tersusun dari senyawa non-
organik yang berasal dari sumber daya alam tidak terbaharui seperti
mineral dan minyak bumi, atau dari proses industri. Contohnya
adalah botol gelas, plastik, tas plastik, kaleng, dan logam. Sebagian
sampah non-organik tidak dapat diuraikan oleh alam sama sekali,
dan sebagian lain dapat diuraikan dalam waktu yang sangat lama.
Mengolah sampah non-organik erat hubungannya dengan
penghematan sumber daya alam yang digunakan untuk membuat
bahan-bahan tersebut dan pengurangan polusi akibat proses
produksinya di dalam pabrik (Mulyati, 2014).
2.2.3 Pengelolaan Sampah
Sampah-sampah yang tidak berguna, apabila diolah dengan baik
akan bermanfaat. Dalam pemanfaatan dan pengolahannya dibutuhkan
keterampilan dan ilmu pengetahuan serta teknologi. Ada beberapa
prinsip yang dapat kita terapkan dalam pengolahan sampah. Prinsip 3R

6
(Reduce, Reuse, Recycle) adalah prinsip utama mengelola sampah
mulai dari sumbernya, melalui berbagai langkah yang mampu
mengurangi jumlah sampah yang dibuang ke TPA (Tempat
Pembuangan Akhir) (Mulyati, 2014).
Reduce artinya mengurangi. Mengurangi jumlah sampah dan
hemat dalam pemakaian barang. Misalnya dengan membawa tas belanja
saat ke pasar sehingga dapat mengurangi sampah plastik dan mencegah
pemakaian Styrofoam (Mulyati, 2014).
Reuse artinya pakai ulang. Barang yang masih dapat digunakan
jangan langsung dibuang, tetapi sebisa mungkin gunakanlah kembali
berulang-ulang. Misalnya menulis pada kedua sisi kertas dan
menggunakan botol isi ulang (Mulyati, 2014).
Recycle artinya daur ulang. Sampah kertas dapat dibuat hasta
karya, demikian pula dengan sampah kemasan plastik mie instan, sabun
dan minyak Sampah organik dapat dibuat kompos dan digunakan
sebagai penyubur tanaman maupun penghijauan (Mulyati, 2014).
Umumnya di pedesaan, orang orang membuat lubang-lubang di
atas tanah untuk menimbun sampah-sampah yang berasal dari rumah
tangga. Sebaiknya lubang-lubang itu dibuat sedemikian rupa agar
terbebas dari lalat, kecoak dan binatang-binantan lainnya agar tidak
menularkan penyakit kepada masyarakat luas. Sebuah lubang sampah
dinyatakan aman bila
1. Terletak di luar daerah pemukiman dan paling sedikit berjarak 20
meter dari rumah terdekat
2. Letaknya di dataran rendah, bukan di dataran tinggi (bukit)
3. Paling sedikit berjarak 100 meter dari sungai, sumur atau mata air
4. Terdapat pagar di sekelilingnya
5. Sampah-sampah itu benar-benar dibuang atau dikumpulkan dalam
sebuah lubang dan tidak dibiarkan berserakan
6. Sampah-sampah itu bila penuh nakan ditutup dengan tanah setinggi
2-3 sentimeter

7
7. Air permukaan tidak dapat merembes kedalamnya
Bila lubang sampah di atas tanah itu tidak digunakan sebagai
mestinnya, maka bicarakanlah hal ini dengan kepala masyarakat atau
para pemuka masyarakat. Segera setelah semua dipersiapkan dan dibuat
oleh penduduk sendiri, lalu lakukanlah kunjungan yang teratur ke
tempat-tempat pembuangan sampah secara teratur sekedar untuk
mengawasi apa-apa yang telah dilakukan mereka (Adi Heru Adi,1993).
Di ruang publik baik di terminal, pasar, perkantoran, pusat
perbelanjaan bahkan di lembaga-lembaga pendidikan seperti sekolah
dan universitas kerap kita temukan rambu atau tertulis "buanglah
sampah pada tempatnya" sebagai bentuk ajakan sekaligus perintah agar
tidak membuang sampah sembarangan. Meski tulisan tersebut
terpampang dalam jumlah cukup banyak dan cukup besar tapi masih
sering disaksikan ajakan itu tidak dipedulikan banyak warga
masyarakat. Sayangnya, di sekolah (pendidikan formal) walau para
guru selalu mengingatkan murid-murid agar selalu membuang sampah
pada tempatnya, namun perilaku ini belum menjadi kebiasaan banyak
murid. Sehingga kerap disaksikan anak sekolah/pelajar termasuk
mahasiswa dan anggota masyarakat terdidik lainnya yang membuang
sampah sembarangan.
Alhasil, manakala ditingkat sekolah dasar perilaku sederhana ini
saja belum melekat pada diri murid (siswa) secara merata dan masif,
maka sudah bisa dibayangkan kelakuan siswa dalam menyikapi
sampah-sampah yang ada termasuk sampah yang dihasilkannya sendiri.
Perilaku hidup Bersih dan Sehat di Tatanan Sekolah Sangat diperlukan.
2.2 Perilaku Hidup Bersih Sehat (PHBS) di Tatanan Sekolah
2.2.1 Pengertian
Perilaku adalah suatu kegiatan atau aktivitas mahluk hidup yang
dapat diamati secara langsung maupun tidak langsung yang dapat
diamati oleh pihak luar. Perilaku kesehatan adalah suatu respon
seseorang terhadap stimulus yang berhubungan dengan sakit, penyakit,

8
sistem pelayanan kesehatan, makanan, minuman, serta lingkungan
(Notoatmodjo, 2007).
Menurut Notoatmojdjo (2007), PHBS di institusi pendidikan
adalah upaya pemberdayaan dan peningkatan kemampuan untuk
berperilaku hidup bersih dan sehat di tatanan institusi pendidikan.
Indikator PHBS di institusi pendidikan/sekolah meliputi:
a. Mencuci tangan dengan air yang mengalir dan menggunakan sabun
b. Mengkonsumsi jajanan sehat di kantin sekolah
c. Menggunakan jamban yang bersih dan sehat;
d. Olah raga yang teratur dan terukur
e. Memberantas jentik nyamuk
f. Tidak merokok di sekolah
g. Menimbang berat badan dan mengukur tinggi badan
h. Membuang sampah pada tempatnya.
2.2.2 Tujuan PHBS
PHBS adalah upaya memberikan pengalaman belajar bagi
perorangan, keluarga, kelompok, dan masyarakat dengan membuka
jalur komunikasi, memberikan informasi dan edukasi guna
meningkatkan pengetahuan, sikap dan perilaku melalui pendekatan
advokasi, bina suasana (social support), dan gerakan masyarakat
(empowerment) sehingga dapat menerapkan cara-cara hidup sehat
dalam rangka menjaga, memelihara, dan meningkatkan kesehatan
masyarakat. Aplikasi paradigma hidup sehat dapat dilihat dalam
program Perilaku Hidup Bersih Sehat (Depkes RI, 2006).
Menurut Depkes RI (2006), kebijakan pembangunan kesehatan
ditekankan pada upaya promotif dan preventif agar orang yang sehat
menjadi lebih sehat dan produktif. Pola hidup sehat merupakan
perwujudan paradigma sehat yang berkaitan dengan perilaku
perorangan, keluarga, kelompok, dan masyarakat yang berorientasi
sehat dapat meningkatkan, memelihara, dan melindungi kualitas

9
kesehatan baik fisik, mental, spiritual maupun sosial. Perilaku hidup
sehat meliputi perilaku proaktif untuk:
a. Memelihara dan meningkatkan kesehatan dengan cara olah raga
teratur dan hidup sehat;
b. Menghilangkan kebudayaan yang berisiko menimbulkan penyakit;
c. Usaha untuk melindungi diri dari ancaman yang menimbulkan
penyakit;
d. Berpartisipasi aktif daalam gerakan kesehatan masyarakat.
2.2.3 Sasaran PHBS
Sasaran PHBS menurut Depkes RI (2008) dikembangkan dalam
lima tatanan yaitu di rumah atau tempat tinggal, di tempat kerja, di
tempat-tempat umum, institusi pendidikan, dan di sarana kesehatan.
Sedangkan sasaran PHBS di institusi pendidikan adalah seluruh warga
institusi pendidikan yang terbagi dalam:
a. Sasaran primer
Yaitu sasaran utama dalam institusi pendidikan yang akan dirubah
perilakunya atau murid dan guru yang bermasalah
(individu/kelompok dalam institusi pendidikan yang bermasalah).
b. Sasaran sekunder
Yaitu sasaran yang mempengaruhi individu dalam institusi
pendidikan yang bermasalah misalnya, kepala sekolah, guru, orang
tua murid, kader kesehatan sekolah, tokoh masyarakat, petugas
kesehatan dan lintas sektor terkait.
c. Sasaran tersier
Merupakan sasaran yang diharapkan menjadi pembantu dalam
mendukung pendanaan, kebijakan, dan kegiatan untuk tercapainya
pelaksanaan PHBS di institusi pendidikan seperti, kepala desa, lurah,
camat, kepala Puskesmas, Diknas, guru, tokoh masyarakat, dan
orang tua murid.
2.2.4 Strategi PHBS

10
Menurut Manda (2006) kebijakan Nasional Promosi kesehatan
menetapkan tiga strategi dasar promosi kesehatan dan PHBS yaitu :
a. Gerakan Pemberdayaan (Empowerment)
Merupakan proses pemberian informasi secara terus menerus dan
berkesinambungan agar sasaran berubah dari aspek knowledge,
attitude, dan practice. Sasaran utama dari pemberdayaan adalah
individu dan keluarga, serta kelompok masyarakat.
b. Bina Suasana (Social Support)
Adalah upaya menciptakan lingkungan sosial yang mendorong
individu anggota masyarakat untuk mau melakukan perilaku yang
diperkenalkan. Terdapat tiga pendekatan dalam bina suasana antara
lain:
1. Pendekatan individu
2. Pendekatan kelompok
3. Pendekatan masyarakat umum
c. Advokasi (Advocacy)
Adalah upaya yang terencana untuk mendapatkan dukungan dari
pihak-pihak terkait (stakeholders). Pihak-pihak terkait ini dapat
berupa tokoh masyarakat formal yang berperan sebagai penentu
kebijakan pemerintahan dan penyandang dana pemerintah. Selain
itu, tokoh masyarakat informal seperti tokoh agama, tokoh
pengusaha, dan lain sebagainya dapat berperan sebagai penentu
kebijakan tidak tertulis dibidangnya atau sebagai penyandang dana
non pemerintah. Sasaran advokasi terdapat tahapan-tahapan yaitu:
1. Mengetahui adanya masalah
2. Tertarik untuk ikut menyelesaikan masalah
3. Peduli terhadap pemecahan masalah dengan mempertimbangkan
alternatif pemecahan masalah
4. Sepakat untuk memecahkan masalah dengan memilih salah satu
alternatif pemecahan masalah
5. Memutuskan tindak lanjut kesepakatan

11
2.2.5 Manfaat PHBS
Manfaat PHBS di lingkungan sekolah yaitu agar terwujudnya
sekolah yang bersih dan sehat sehingga siswa, guru dan masyarakat
lingkungan sekolah terlindungi dari berbagai ancaman penyakit,
meningkatkan semangat proses belajar mengajar yang berdampak pada
prestasi belajar siswa, citra sekolah sebagai institusi pendidikan
semakin meningkat sehingga mampu menarik minat orang tua dan
dapat mengangkat citra dan kinerja pemerintah dibidang pendidikan,
serta menjadi percontohan sekolah sehat bagi daerah lain (Depkes RI,
2008).
2.2.6 Indikator PHBS di Sekolah
Menurut Dinkes RI (2010), beberapa indikator PHBS di
lingkungan sekolah antara lain:
a. Mencuci tangan dengan air yang mengalir dan menggunakan sabun
b. Mengkonsumsi jajanan sehat di kantin sekolah
c. Menggunakan jamban yang bersih dan sehat
d. Olah raga yang teratur dan terukur
e. Memberantas jentik nyamuk
f. Tidak merokok di sekolah
g. Menimbang berat badan dan mengukur tinggi badan
h. Membuang sampah pada tempatnya
2.3 Kesehatan Ibu dan Anak
2.3.1 1000 Hari Pertama Kehidupan (HPK)
A. Definisi 1000 Hari Pertama Kehidupan (HPK)
Periode emas kehidupan anak adalah masa pertumbuhan anak
dimulai dari kehidupan janin selama 9 bulan di kandungan hingga
seorang anak berusia 2 tahun yang dikenal dengan istilah 1000 Hari
Pertama Kehidupan (HKP). Pada periode emas ini terjadi fase
tumbuh kembang otak yang paling cepat dan kritis sehingga
menjadi periode paling penting dalam hidup seorang anak (Uauy
Ricardo, 2008).

12
Gizi yang baik selama periode 1000 hari pertama, yaitu
periode antara ibu mulai hamil sampai dengan kelahiran bayinya,
merupakan fase kritis bagi kesehatan, kebaikan dan kesuksesan
anak di masa yang akan datang. Gizi yang tepat selama periode ini
dapat berdampak pada kemampuan anak untuk tumbuh, belajar dan
keluar dari kemiskinan. Hal tersebut juga bermanfaat untuk
masyarakat, anak yang tercukupi kebutuhan gizinya memiliki
produktivitas kerja yang baik dan nantinya diharapkan mampu
memberi perbaikan prospek ekonomi bagi keluarga (Nirwana Santi,
2012).
Pertumbuhan anak sangatlah penting bagi setiap orangtua.
Buah hati yang hadir ditengah-tengah keluarga membuat
kebahagiaan yang tak ternilai. Setiap orangtua pasti akan
memperhatikan kebutuhan buah hatinya, mulai dari pertumbuhan
fisik, pemenuhan kebutuhan gizi dan lain-lain (Nirwana Santi,
2012).
Pemenuhan gizi yang optimal selama masa 1000 hari
pertumbuhan memiliki peranan penting. Periode 1000 hari pertama
sering disebut window of opportunities atau sering juga disebut
periode emas (golden period) didasarkan pada kenyataan bahwa
pada masa janin sampai anak usia dua tahun terjadi proses tumbuh
kembang yang sangat cepat dan tidak terjadi pada kelompok usia
lain. Periode awal kehidupan juga sering disebut periode sensitif.
Perkembangan sel-sel otak manusia pada masa tersebut sangat
menentukan, sehingga bila terjadi gangguan pada periode tersebut
akan berdampak permanen, tidak bisa diperbaiki. Gagal tumbuh
pada periode 1000 hari pertama kehidupan, selain akan
mengakibatkan gangguan pertumbuhan fisik, juga akan
menyebabkan gangguan metabolik, khususnya gangguan
metabolism lemak, protein dan karbohidrat yang pada akhirnya
dapat memicu munculnya penyakit tidak menular seperti obesitas,

13
diabetes dan penyakit jantung koroner pada usia dewasa (Uauy
Ricardo, 2008).
Untuk itu kini saatnya kaum ibu, dan juga bapak untuk
meningkatkan kesadaran dan wawasan bahwa kelahiran anak
bukan awal perhatian yang harus di berikan. Namun jauh sebelum
itu, yaitu ketika sepasang suami-istri mulai menyiapkan diri untuk
kehadiran buah hati dan pada awal kehamilan. Awal kehamilan
merupakan titik awal dimana perhatian terhadapa buah hati
diberikan, terutama dalam menjaga asupan gizi yang baik secara
optimal, paling tidak hingga 1000 hari berikutnya (Nirwana Santi,
2012).
Menurut Nirwana Santi (2012), terdapat beberapa hal yang
harus diperhatikan dan dilakukan oleh orangtua dalam memenuhi
gizi bayi selama 1000 hari kehidupan bayinya yaitu :
a. Periode dalam kandungan (280 hari)
1. Pastikan bahwa ibu yang mengandung memiliki status gizi
yang baik, tidak mengalami KEK (Kurang Energi Kronis)
dan Anemia
2. Selama ibu hamil wajib mengkonsumsi makanan yang
bergizi sesuai dengan kebutuhan, makanan dengan porsi
kecil namun sering dapat dianjurkan dengan
memperbanyak konsumsi sayuran dan buah-buahan
3. Suplement tambah besi (Fe), asam folat dan vitamin C
dibutuhkan untuk mencegah terjadinya anemia.
4. Ibu harus memeriksakan kehamilannya secara rutin
5. Memasuki usia kehamilan trimester 3 ibu dan suami
mempersiapkan informasi mengenai menyusui, agar saat
melahirkan nantinya akan memberikan IMD dan ASI
Eksklusif untuk bayinya kelak.
b. Periode 0 – 6 bulan (180 hari)

14
1. Semua anak yang lahir harus mendapatkan Inisiasi
Menyusu Dini (IMD)
2. Mendapatkan ASI Eksklusif
3. Penanggulangan masalah-masalah yang berhubungan
dengan pemberian ASI Eksklusif
4. Pemberian dukungan kepada Ibu untuk memberikan ASI
Eksklusif
5. Memantau pertumbuhan bayi secara teratur
c. Periode 6- 24 bulan (540 hari)
1. Ibu mengetahui jenis dan bentuk makanan serta frekuensi
pemberian makanan yang tepat untuk bayi.
2. Ibu mengetahui tentang masa transisi pemberian makanan
pada bayi. Makanan lumat atau cair pada usia 6-8 bulan,
lembek lunak/semi pada pada usia 8-12 bulan, dan
makanan padat pada usia 12-24 bulan
3. Memberikan dorongan dan dukungan pada ibu untuk tetap
memberikan ASI
4. Mengajarkan dan memberikan informasi kepada ibu
mengenai pemilihan bahan makanan yang bergizi dan
murah untuk makanan tambahan bagi bayi.
5. Memantau pertumbuhan bayi secara teratur.
6. Program 1000 hari pertama kehidupan dapat memutus
rantai kemiskinan
B. Manfaat 1000 Hari Pertama Kehidupan (HPK)
Pertumbuhan gizi yang optimal selama masa 1000 hari
pertumbuhan, selian memberi kesempatan bagi anak untuk hidup
lebih lama, lebih sehat, lebih produktif, dan beresiko lebih rendah
dari menderita penyakit degeneratif di usia dewasa, juga berperan
aktif dalam memutus rantai kemiskinan. Hal ini dimungkinkan
dengan dilakukannnya upaya intervensi perbaikan gizi ibu hamil,

15
bayi dan balita, sehingga melahirkan anak yang sehat (Shrimpton,
2001).
Anak yang sehat hanya mungkin dilakukan dari seorang ibu
yang sehat. Ibu hamil yang menjaga kehamilannya dengan asupan
gizi yang cukup (gizi mikro dan protein). Ibu hamil yang
mengalami kekurangan gizi kronik sejak awal masa kehamilan
misalnya, tentu akan beresiko melahirkan anak yang kurang sehat
atau berat badan bayi baru lahir rendah, yakni kurang dari 2,5 kg.
Berat badan bayi baru lahir normalnya yaitu minimal 2.500 gram
(Shrimpton, 2001).
Jika asupan gizi bayi yang dibutuhkan tidak terpenuhi, karena
kondisi ekonomi, sangat dimungkinkan anak akan menderita gizi
buruk. Jika kondisi ini memungkinkan anak dapat bertahan hidup,
pertumbuhannya akan mengalami hambatan termasuk
perkembangan otaknya. Ditambah lagi, karena daya tahan tubuh
lemah, anak akan sering sakit-sakitan. Kondisi ini tidak
memungkinkan menjandi anak yang sehat dan produktif.
Kompetitif dan siap bersaing, bahkan hingga dewasa (Shrimpton,
2001).
Bila kondisi ini terulang kembali pada si anak ketika dewasa,
maka akan muncul keluarga baru miskin generasi kedua dari
keluarga tidak mampu dan kurang gizi. Keluarga tersebut akan
mengalami kesulitan yang lebih kurang sama untuk menjadikan
anak-anak sehat dan produktif. Kondisi ini jelas menghilangkan
kesempatan untuk memperbaiki generasi  (lost generation) dan hal
ini membuat seolah kemiskinan diwariskan ke generasi berikutnya
(Shrimpton, 2001).
Sementara fakta-fakta ilmiah sudah sangat jelas menyatakan
bahwa kelalaian atau kelengahan memperbaiki gizi pada awal
kehidupan, yakni pemenuhan asupan gizi (makro dan mikro) secara
seimbang, yang di peroleh dari menyusui (ASI) ekslusif dan

16
makanan pendamping ASI (MP-ASI). Akan menentukan masa
depan anak di kemudian hari. Pertumbuhan yang sehat akan
menjadikan anak yang sehat dan produktif. Hal ini kan tersu
berkembang menjadi orang dewasa yang mampu membangun
keluarga yang juga sehat dan produktif. Jika hal ini terjadi, rantai
kemiskinan berhasil diputus dan berharap keluarga yang sehat akan
tumbuh (Shrimpton, 2001).
C. Program 1000 Hari Pertama Kehidupan (HPK)
Sepertiga anak Indonesia usia dibawah lima tahun
mempunyai status gizi stunting atau pendek, lebih dari seperlima
anak sudah mengalami stunting pada usia 0-5 bulan, mencapai
puncaknya pada usia antara 2-3 tahun, yaitu lebih dari 40%.
Prevalensi stunting pada balita dari kelompok masyarakat termiskin
lebih tinggi dibandingkan kelompok masyarakat terkaya, tetapi
prevalensi pada kelompok terkaya juga sangat tinggi yaitu 30%.
Hal ini mengindikasikan bahwa sebagian besar masyarakat
Indonesia pernah mengalami kekurangan gizi khronis dan berulang,
dan mulai pada usia sangat dini (Scaling Up Nutrition, 2012).
Pada tahun 2010, telah diluncurkan kerangka kerja Scaling
Up Nutrition yang didukung oleh Sekjen PBB, dengan
dikeluarkannya Road Map Scaling Up Nutrition yang pertama,
pada bulan September, di Gedung PBB New York. Inisiatif ini
kemudian berkembang menjadi gerakan global, yang disebut
Scaling Up Nutrition Movement atau SUN Movement. SUN
movement merupakan dorongan global untuk memperbaiki gizi
bagi semua, terutama untuk perempuan dan anak-anak, yang
dilatarbelakangi oleh keprihatinan terhadap situasi gizi di dunia
yang masih diwarnai oleh tingginya angka kurang gizi pada anak-
anak, serta implikasinya terhadap kualitas sumber daya manusia
karena stunting merupakan indikasi dari kejadian yang lebih serius,
yaitu kemampuan kognitif dan resiko terjadinya penyakit tidak

17
menular. Kurang gizi merupakan salah satu masalah paling serius
di dunia, tetapi paling sedikit mendapatkan perhatian padahal biaya
kemanusiaan dan ekonomi dari kurang gizi luar biasa besarnya.
Karena kurang gizi, terutama menimpa kelompok masyarakat
termiskin seperti perempuan dan anak-anak (Cesar Victoria Gomes,
2010).
Sebagian besar dari 13 intervensi yang sudah terbukti paling
cost effective sudah dilaksanakan di Indonesia tetapi tidak efektif.
Hal ini terutama karena masalah gizi sementara ini dianggap
sebagai tanggung jawab sektor kesehatan semata. Sementara hanya
30% masalah gizi yang bisa diselesaikan oleh sektor kesehatan
sedangkan 70% lainnya oleh sektor lainnya. Karena bersifat sangat
multi-faktorial dan multi-sektoral, maka diperlukan apa yang
disebut "Three Ones", atau TIGA-SATU, yang disepakati bersama:
Satu Kerangka Kerja sebagai dasar untuk koordinasi kerja semua
mitra, Satu Otoritas Koordinasi tingkat Nasional, Satu Sistem
Monitoring dan Evaluasi tingkat Nasional (Unicef, 2012).
Perlu adanya gerakan yang kuat dengan arah yang sama dari
semua pihak, agar hasil yang dicapai dapat optimal. Melalui
Peraturan Pemerintah No. 42 Tahun 2013 tentang Gerakan
Nasional Percepatan Perbaikan Gizi, dan pada tanggal 30 Oktober
2013 telah diluncurkan "Gerakan Nasional Percepatan
Perbaikan Gizi dalam Rangka Seribu Hari Pertama
Kehidupan" (Gerakan seribu hari pertama kehidupan) oleh
Bapak Presiden Republik Indonesia di Padang. Pemerintah juga
telah mengeluarkan buku Kerangka kebijakan dan Pedoman
Perencanaan Program untuk gerakan seribu hari pertama kehidupan
(Unief, 2012).

18
2.3.2 Inisiasi Menyusu Dini (IMD)
A. Pengertian IMD
Arti inisiasi menyusu dini (Early initiation) adalah permulaan
kegiatan menyusu dalam satu jam pertama setelah bayi lahir.
Inisiasi dini juga bisa diartikan sebagai cara bayi menyusu satu jam
pertama setelah lahir dengan usaha sendiri dengan kata lain
menyusu bukan disusui. Cara bayi melakukan inisiasi menyusu dini
ini dinamakan The Breast Crawl atau merangkak mencari payudara
(Roesli Utami, 2008).
Inisiasi menyusu dini yaitu bayi yang baru lahir, setelah tali
pusat dipotong, di bersihkan agar tidak terlalu basah dengan cairan
dan segera diletakkan diatas perut atau dada ibu, biarkan minimal
30 menit sampai 1 jam, bayi akan merangkak sendiri mencari
puting ibu untuk menyusu (Rulina, 2007:1).
B. Manfaat IMD
Adapun manfaat IMD menurut Roesli Utami (2008), yaitu :
1. Mencegah hipotermia karena dada ibu menghangatkan bayi
dengan tepat selama bayi merangkak mencari payudara.
2. Bayi dan ibu menjadi lebih tenang, tidak stres, pernapasan dan
detak jantung lebih stabil, dikarenakan oleh kontak antara kulit
ibu dan bayi.
3. Imunisasi Dini. Mengecap dan menjilati permukaan kulit ibu
sebelum mulai mengisap puting adalah cara alami bayi
mengumpulkan bakteri-bakteri baik yang ia perlukan untuk
membangun sistem kekebalan tubuhnya.
4. Mempererat hubungan ikatan ibu dan anak (Bonding
Atthacment) karena 1 - 2 jam pertama, bayi dalam keadaan
siaga. Setelah itu, biasanya bayi tidur dalam waktu yang lama.
5. Bayi yang diberi kesempatan menyusu dini lebih berhasil
menyusui ekslusif dan akan lebih lama disusui.

19
6. Hentakan kepala bayi ke dada ibu, sentuhan tangan bayi
diputing susu dan sekitarnya, emutan dan jilatan bayi pada
puting ibu merangsang pengeluaran hormon oksitosin.
7. Bayi mendapatkan ASI kolostrum, yaitu ASI yang pertama
kali keluar. Cairan emas ini kadang juga dinamakan the gift of
life. Bayi yang diberi kesempatan inisiasi menyusu dini lebih
dulu mendapatkan kolostrum daripada yang tidak diberi
kesempatan. Kolostrum, ASI istimewa yang kaya akan daya
tahan tubuh, penting untuk ketahanan terhadap infeksi, penting
untuk pertumbuhan usus, bahkan kelangsungan hidup bayi.
Kolostrum akan membuat lapisan yang melindungi dinding
usus bayi yang masih belum matang sekaligus mematangkan
dinding usus ini.
8. Ibu dan ayah akan sangat bahagia bertemu dengan bayinya
untuk pertama kali dalam kondisi seperti ini. Bahkan, ayah
mendapat kesempatan mengazankan anaknya di dada ibunya.
Suatu pengalaman batin bagi ketiganya yang amat indah.
9. Meningkatkan angka keselamatan hidup bayi di usia 28 hari
pertama kehidupannya
10. Perkembangan psikomotorik lebih cepat.
11. Menunjang perkembangan koknitif
12. Mencegah perdarahan pada ibu
13. Mengurangi risiko terkena kanker payudara dan ovarium.
C. Tahapan IMD
Adapun tahapan IMD menurut Roesli Utami (2008), yaitu :
1. Tahap pertama disebut istirahat siaga (rest/quite alert stage).
Dalam waktu 30 menit, biasanya bayi hanya terdiam. Tapi
jangan menganggap proses menyusu dini gagal bila setelah 30
menit sang bayi tetap diam. Bayi jangan diambil, paling tidak 1
jam melekat.

20
2. Tahap kedua, bayi mulai mengeluarkan suara kecapan dan
gerakan menghisap pada mulutnya. Pada menit ke 30 sampai
40 ini bayi memasukkan tangannya ke mulut.
3. Tahap ketiga, bayi mengeluarkan air liur. Namun air liur yang
menetes dari mulut bayi itu jangan dibersihkan. Bau ini yang
dicium bayi. Bayi juga mencium bau air ketuban di tangannya
yang baunya sama dengan bau puting susu ibunya. Jadi bayi
mencari baunya.
4. Tahap keempat, bayi sudah mulai menggerakkan kakinya.
Kaki mungilnya menghentak guna membantu tubuhnya
bermanuver mencari puting susu. Khusus tahap keempat, ibu
juga merasakan manfaatnya. Hentakan bayi di perut bagian
rahim membantu proses persalinan selesai, hentakan itu
membantu ibu mengeluarkan ari-ari.
5. Pada tahap kelima, bayi akan menjilati kulit ibunya. Bakteri
yang masuk lewat mulut akan menjadi bakteri baik di
pencernaan bayi. Jadi biarkan si bayi melakukan kegiatan itu.
6. Tahap terakhir adalah saat bayi menemukan puting susu
ibunya. Bayi akan menyusu untuk pertama kalinya. "Proses
sampai bisa menyusu bervariasi. Ada yang sampai 1 jam.
D. Penghambat IMD
Adapun penghambat IMD menurut Roesli Utami (2008), yaitu :
1. Bayi kedinginan-tidak benar
Berdasarkan hasil penelitian dr. Niels Bergman (2005),
ditemukan bahwa suhu dada ibu yang melahirkan menjadi 1°C
lebih panas daripada suhu dada ibu yang tidak melahirkan. Jika
bayi yang diletakkan di dada ibu ini kepanasan, suhu dada ibu
akan turun 1°C. Jika bayi kedinginan, suhu dada ibu akan
meningkat 2°C untuk menghangatkan bayi. Jadi, dada ibu yang
melahirkan merupakan tempat terbaik bagi bayi yang baru
lahir dibandingkan tempat tidur yang canggih dan mahal.

21
2. Setelah melahirkan, ibu terlalu lelah untuk segera menyusui
bayinya-tidak benar.
Seorang ibu jarang terlalu lelah untuk memeluk bayinya
segera setelah lahir. Keluarnya oksitosin saat kontak kulit ke
kulit sesaat bayi menyusu dini membantu menenangkan ibu.
3. Tenaga kesehatan kurang tersedia-tidak masalah
Saat bayi di dada ibu, penolong persalinan dapat
melanjutkan tugasnya. Bayi dapat menemukan sendiri
payudara ibu. Libatkan ayah atau keluarga terdekat untuk
manjaga bayi sambil memberi dukungan pada ibu.
4. Kamar bersalin atau kamar operasi sibuk-tidak masalah
Dengan bayi di dada ibu, ibu dapat dipindahkan ke ruang
pulih atau kamar perawatan. Beri kesempatan pada bayi untuk
meneruskan usahanya mencapai payudara dan menyusu dini.
5. Ibu harus dijahit-tidak masalah
Kegiatan merangkak mencari payudara terjadi di area
payudara. Yang dijahit adalah bagian bawah tubuh ibu.
6. Suntikan vitamin K dan tetes mata untuk mencegah penyakit
gonore harus segera diberikan setelah lahir-tidak benar.
Menurut American College of Obstetrics and
Gynecology dan Academy Breastfeeding Medicine (2007),
tindakan pencegahan ini dapat ditunda setidaknya selama satu
jam sampai bayi menyusu sendiri tanpa membahayakan bayi.
7. Bayi harus segera dibersihkan, dimandikan, ditimbang, dan
diukur-tidak benar.
Menunda memandikan pada bayi berarti menghindarkan
hilangnya panas badan bayi. Selain itu, kesempatan vernix
meresap, melunakkan, dan melindungi kulit bayi lebih besar.
Bayi dapat dikeringkan segera setelah lahir. Penimbangan dan
pengukuran dapat ditunda sampai menyusu awal selesai.
8. Bayi kurang siaga-tidak benar

22
Justru pada 1-2 jam pertama kelahirannya, bayi sangat
siaga (alert). Setelah itu, bayi tidur dalam waktu yang lama.
Jika bayi mengantuk akibat obat yang diasup ibu, kontak kulit
akan lebih penting lagi karena bayi memerlukan bantuan lebih
untuk Bonding.
9. Kolostrum tidak keluar atau jumlah kolostrum tidak memadai
sehingga diperlukan cairan lain (cairan prelaktal) tidak benar.
Kolostrum cukup dijadikan makanan pertama bayi baru
lahir. Bayi dilahirkan dengan membawa bekal air dan gula
yang dapat dipakai pada saat itu.
10. Kolostrum tidak baik, bahkan berbahaya untuk bayi-tidak
benar
Kolostrum sangat diperlukan untuk tumbuh-kembang
bayi. Selain sebagai imunisasi pertama dan mengurangi kuning
pada bayi baru lahir, kolostrum melindungi dan mematangkan
dinding usus yang masih muda.
2.3.3 ASI Eksklusif
A. Pengertian ASI
ASI Eksklusif merupakan pemberian ASI saja tanpa
tambahan makanan lain pada bayi berumur nol sampai 6 bulan
(DEPKES RI, 2004). Yang dimaksud ASI Eksklusif atau
pemberian ASI secara eksklusif adalah bayi hanya diberi ASI saja,
tanpa tambahan cairan lain seperti susu formula, jeruk, madu, air
the, air putih, dan tanpa tambahan makanan padat seperti pisang,
papaya, bubur susu, biskuit, bubur nasi, dan tim (Roesli Utami,
2008).
Pemberian ASI secara eksklusif ini dianjurkan untuk jangka
waktu setidaknya selama 4 bulan, tetapi bila mungkin sampai 6
bulan. Setelah bayi berumur 6 bulan, ia harus mulai diperkenalkan
dengan makanan padat, sedangkan ASI dapat diberikan sampai
bayi berusia 2 tahun (Roesli Utami, 2008).

23
B. Tujuan Pemberian ASI Ekslusif
Menurut Rulina (2007), ada beberapa hal yang menjadi
tujuan dan juga manfaat ASI eksklusif yang bisa didapatkan baik
itu untuk ibu menyusui maupun bagi sang bayi yaitu antara lain
adalah sebagai berikut :
1. Untuk Bayi antara lain mendapatkan faedah manfaat asi antara
lain adalah sang bayi dapat membantu memulai kehidupannya
dengan baik, mengandung antibodi, asi mengandung komposisi
yang tepat, mengurangi kejadian karies dentis, memberikan rasa
aman dan nyaman pada bayi dan adanya ikatan antara ibu dan
bayi, terhindar dari alergi, asi meningkatkan kecerdasan bayi,
membantu perkembangan rahang dan merangsang pertumbuhan
gigi karena gerakan mengisap mulut bayi pada payudara sang
ibu.
2. Untuk sang ibu menyusui akan mendapatkan manfaat dan
faedahnya antara lain adalah bisa sebagai kontrasepsi,
meningkatkan aspek kesehatan ibu, membantu dalam hal
penurunan berat badan, aspek psikologi yang akan memberikan
dampak positif kepada para ibu yang menyusui air susu ibu itu
sendiri.
C. Manfaat ASI Eksklusif
Menurut Rulina (2007), ASI eksklusif memiliki banyak
manfaat yaitu:
a. Untuk Bayi
1. ASI adalah makanan terbaik bagi bayi yang
mudah dicerna dan diserap, selalu bersih, segar dan aman.
2. ASI menyempurnakan pertumbuhan bayi
sehingga menjadikan bayi sehat dan cerdas.
3. ASI memberikan perlindungan terhadap
berbagai penyakit terutama infeksi.

24
4. Memperindah kulit dan gigi serta bentuk
rahang.
5. ASI selalu tersedia dengan suhu yang tepat
sehingga tidak akan mengecewakan bayi karena harus
menunggu atau suhu tidak tepat.
6. Bayi yang menyusu jarang mengalami diare,
tidak akan mengalami sembelit dan jarang terkena alergi. 
7. Komposisi dan volume ASI cukup untuk
pertumbuhan dan perkembangan bayi sampai dengan 6
bulan.
8. Sistem pencernaan bayi sampai dengan 6
bulan belum sempurna untuk mencerna makanan selain
ASI. ASI sendiri mudah dicerna karena mengandung
enzim-enzim.
9. Tidak memberatkan fungsi ginjal bayi.
Sistem ekskresi bayi baru lahir sampai dengan usia 6 bulan
belum sempurna, sehingga bila diberi makanan dengan
osmolaritas yang tinggi (seperti susu formula atau buah-
buahan) akan memberatkan fungsi ginjal.
10. Pemberian makanan atau minuman selain
ASI sebelum 4-6 bulan secara tidak langsung akan
mengurangi produksi ASI oleh karena frekuensi bayi untuk
menyusu berkurang karena sudah kenyang.
b. Untuk Ibu
1. Mengurangi perdarahan setelah melahirkan
dan mempercepat involusi uterus (pengecilan rahim seperti
semula). Hal ini disebabkan karena pada saat bayi lahir dan
segera disusukan ke ibunya, maka rangsangan hisapan bayi
pada payudara akan diteruskan ke hipofisis pars posterior
yang akan mengeluarkan hormon progesterone.

25
2. Membantu mengembalikan tubuh seperti
keadaan sebelum hamil. Dengan menyusui, timbunan lemak
pada tubuh ibu akan dipergunakan untuk pembentukan ASI
sehingga berat badan ibu akan lebih cepat kembali keberat
sebelum hamil.
3. Menjadikan hubungan ibu dan bayi semakin
dekat.
4. Menunda kehamilan. Dengan menyusui
secara eksklusif dapat menunda haid dan kehamilan,
sehingga dapat digunakan sebagi alat kontrasepsi alamiah
yang secara umum dikenal sebagai Metode Amenorea
Laktasi (MAL).
5. Mengurangi resiko kanker payudara dan
ovarium. Cukup banyak penelitian yang membuktikan
bahwa ada korelasi antara infertilitas dan tidak menyusui
dengan peningkatan risiko terkena kanker, baik itu kanker
payudara ataupun kanker ovarium.
6. Pemulihan kesehatan ibu lebih cepat.
D. Jenis-jenis ASI
Adapun jenis-jenis ASI menurut Roesli Utami (2008), yaitu :
1. Kolostrum
Cairan kental berwarna kekuning-kuningan yang
dihasilkan pada hari pertama sampai hari ke-3. Kolustrum bisa
dikatakan sebagai "imunisasi" pertama yang diterima bayi
karena banyak mengandung protein untuk daya tubuh yang
berfungsi sebagai pembunuh kuman dalam jumlah tinggi.
Kadarnya 17 kali dibandingkan dengan ASI matur.
2. Susu Transisi
Susu yang di produksi setelah kolostrum antara hari ke-4
sampai dengan hari ke-10. Dalam susu transisi ini terdapat
Immunoglobulin, protein dan laktosa dengan konsentrasi yang

26
lebih rendah dari kolostrum tetapi konsentrasi lemak dan
jumlah kalori lebih tinggi, vitamin larut lemak berkurang,
vitamin larut air meningkat. Bentuk atau warna susu lebih putih
dari kolostrum.
3. Susu Matur
Susu matur adalah susu yang keluar setelah hari ke-10.
Berwarna putih kental. Komposisi ASI yang keluar pada
isapan-isapan pertama (foremilk) mengandung lemak dan
karbohidratnya lebih banyak dibandingkan hindmilk (ASI yang
keluar pada isapan-isapan terakhir), maka jangan terlalu cepat
memindahkan bayi untuk menyusu pada payudara yang lain,
bila ASI pada payudara yang sedang diisapnya belum habis.

27
BAB III
GAMBARAN UMUM LOKASI
3.1 Sejarah Desa
Desa Lembasada adalah salah satu desa di Kecamatan Banawa Selatan,
menurut sejarah pada umumnya nama disuatu desa mempunyai latarbelakang
sejarah tersendiri sebagai simbol nama yang melekat pada jiwa masyarakat
untuk mengenang keberadaan sejarah terjadinya desa yang dimaksud.
Desa lembasada sekitar abad 19 sudah mulai dikenal karena selain
hanya dihuni oleh sekolompok orang, juga letaknya sangat strategi, berada
dipesisir pantai menghadap selat makassar. Hal inilah yang menjadi daya
tarik para pelaut, ditambah lagi dengan pemandangan danau yang terletak
ditimur kampung tersebut.
Namun demikian ada penduduk asli yaitu suku kaili, semakin lancarnya
arus lalu lintas laut, berdatanganlah para pelaut dari berbagai suku, terutama
dari sulawesi selatan. Seiring berjalannya waktu suku kaili menyebut
kawasan pemukiman ini dengan nama “Lemba”, berarti pikulan, sedangkan
“Sada” adalah padi, jadi lambasada adalah “Memikul Padi”.
Sebelum resmi menjadi desa otonom, desa ini secara administratif
masih di padukan dengan nama kampung Tolongano,meliputi : desa Lera,
Lembasada dan Lumbutarombo.
Pada tahun 1960-an Tolongano telah menjadi sebuah pemerintahan
dengan sebutan kepala kampung, yang menjabat pada saat itu Taha Manahau
masa pemerintahannya sekitar 30 tahun. Pada tahun 1980 kepala kampung
berubah menjadi sebutan kepala desa yaitu desa Tolongano yang menjabat
pada saat itu:
1. Rusli. L. Mahasanu. Se masa pemerintahannya 1980 – 1987.
2. Aidil. R. Manahau, masa pemerintahannya 1987 – 1989.
3. H. Taha. Sunusi, masa pemerintahannya 1989 – 1991.
4. Pjs. Umar usman, masa pemerintahannya 1991 – 1995.
5. Muhtar. Md, masa pemeritahannya 2006 – 2008.
6. Drs. Khairil. Anwar, masa pemerintahannya 2009 – 2013.

28
Dan pada minggu 16 Desember 2012 desa Tolongano melahirkan desa
lembasada yang menjadi kepala desa pertama adalah ketua forum pemekaran
desa lembasada yaitu pak Muslimin yang masa jabatannya sejak tahun 1967,
lembasada telah berdiri perwakilan camat yang mana perwakilannya:
1. Ms. Sosoran, masa pemerintahannya pada tahun 1967 – 1969.
2. Nami Lataha . S . mhk. masa perintahannya tahun 1969 – 1972.
3. Drs. Dj Mahmud. masa pemerintahannya tahun 1972 – 1975.
4. Mahyudin. M. Latu masa pemerintahannya tahun 1975 – 1977.
5. Abdu. Lasamaili, masa pemerintahannya tahun 1977 – 1978.
6. Rusli. L. Mahasanu. Masa pemerintahannya tahun 1978 – 1980.
Pertengahan tahun 1980 perwakilan camat dikembalikan ke donggala
sebagai kecamatan Banawa. Pada saat itu kepala kecamatan adalah Aidil
Noor. SH sejak tahun 2007 kecamatan Banawa melahirkan Banawa Selatan
yang mana kepala-kepala kecamatannya:
1. Suhyar, S. Sos.
2. Muhammad. S. Tpdn.
3. Raikhul. S.
4. Pjs. Nawir Mansur. S. Sos.
5. Abas. Mansur. S. Sos sampai sekarang.
3.2 Keadaan Geografis
Adapun Keadaan Geografis Desa Lembasada, Kecamatan Banawa
Selatan, Kabupaten Donggala yaitu sebagai berikut:
1. Jarak
a. Jarak ibu kota kecamatan 9 KM.
b. Jarak ibu kota kabupaten 24 KM.
c. Jarak ibu kota propinsi 65 KM.
2. Letak Geografis
a. Sebelah utara berbatasan dengan laut (Selat Makassar).
b. Sebelah timur berbatasan dengan desa Tolongano (Danau).
c. Sebelah selatan berbatasan dengan desa Tanahmea dan desa
Lumbutarombo.

29
d. Sebelah barat berbatasan dengan desa Tanahmea.
3. Kondisi Geografis
Desa Lembasada merupakan desa dengan topografi menurut
persentasenya adalah sebagai berikut :
a. Daratan : 75 %
b. Pegunungan : 25 %
c. Ketinggian dari permukaan laut : 5 meter
3.3 Struktur Pemerintahan Desa Lembasada
Kepala desa : Muslimin
Sekretaris Desa : Santi Hamsi
Kaur perrintahan : Rusdih
Kaur pembangunan : Ibrahim
Kaur keuangan : Irsam
Kaur kesra : Masmi
Kaur umum :Sarifudin
LPM : Asli. Malik
- Anggota : Malik dan Ihsan
Ketua BPD : LA Tuo
- Sekretaris : Irham
- Anggota : Nasrudin, Safrudin, dan Bakri
Ketua PKK : Jawia
- Sekretaris : Rezki
- Bendahara : Hj. Faujia

30
3.4 Keadaan Demografi
Tabel 1
Keadaan Demografi Desa Lembasada
Kecamatan Banawa Selatan Kabupaten Donggala
tahun 2013
Kode Desa Lembasada : 7203182016
Luas Wilayah : 472 Ha
Jumlah KK : 325 KK
Jumlah Penduduk : 1.198 orang
Sumber: Data Sekunder, tahun 2013
Tabel 2
Distribusi Jenis Kelamin Kepala Keluarga Menurut Dusun
Desa Lembasada Kecamaan Banawa Selatan Kabupaten Donggala
tahun 2013

Jenis Dusun Desa Lembasada


Jumlah
Dusun I Dusun II Dusun III
Kelamin N % N % N % N %
Laki-laki 208 49 233 53 167 49 608 51
Perempuan 217 51 203 47 170 51 590 49
Jumlah 425 100 436 100 337 100 1198 100
Sumber: Data Sekunder, tahun 2013

3.5 Keadaan Sosial Ekonomi


Status sosial ekonomi merupakan faktor yang sangat mempengaruhi
derajat kesehatan masyarakat. Masyarakat Desa Lembasada mayoritas
berprofesi sebagai Petani dan Nelayan.

Tabel 3
Distribusi Pekerjaan Kepala Keluarga Menurut Dusun
Desa Lembasada Kecamatan Banawa Selatan Kabupaten Donggala

31
tahun 2013

Jumlah Petani : 89 orang

Jumlah Nelayan : 25 orang

Sumber: Data Sekunder, tahun 2013


3.6 Fasilitas Umum Yang Tersedia
Fasilitas umum yang tersedia di Desa Lembasada terdiri dari sarana
ibadah yaitu Masjid yang berjumlah 3 unit, karena hampir seluruh masyarakat
desa Lembasada beragama Islam. Di desa Lembasada juga terdapat pasar
yang beroperasi setiap seminggu sekali yaitu pada hari minggu. Untuk sarana
pendidikan, di desa Lembasadatelah tersedia 2 unit (TK) Taman Kanak-
kanak,Sekolah Dasar (SD) dan SMP (Sekolah Menengah Pertama). Sarana
pelayanan kesehatan yang ada di Desa Lembasada terdiri dari Polindes,
Puskesmas dan bidan desa.
Sarana transportasi di Desa ini cukup memadai, medan jalan untuk
sampai di desa cukup baik karena merupakan jalan Trans Sulawesi. Hanya
saja jalan yang dilalui untuk mencapai Dusun III aspal jalannya banyak yang
berlubang dan cukup jauh yaitu ± 1.000 m dari pusat desa.

32
3.7 Pola Penyakit
Terdapat beberapa penyakit yang menjadi masalah pokok agar pihak
puskesmas lebih memperhatikannya dan dapat menanggulanginya. Dari
banyaknya masalah penyakit hanya 10 penyakit terbesar yang dapat diambil
melihat dari jumlah peningkatannya dari tahun ke tahun. 10 jenis penyakit
terbesar yang ada di puskesmas Lembasada Donggala dapat dilihat pada table
di bawah ini :
Tabel 4
Pola 10 Penyakit Rawat Jalan Terbanyak untuk Semua Golongan
Umur di UPTD Urusan Puskesmas Lembasada
Bulan Januari s/d Juni 2014
No. Nama Penyakit Jumlah Kasus
1. Malgia 35
2. ISPA 9
3. Gastritis 6
4. Hipotensi 6
5. Hipertensi 4
6. Chefalgia 4
7. Diare 2
8. Dermatitis 2
9. Malaria -
10. Pneumonia -
Jumlah 68
Sumber: Data Sekunder, tahun 2014

33
BAB IV
METODE PELAKSANAAN
4.1 Intervensi Fisik
Dalam PBL II ini terdapat beberapa intervensi fisik yang telah
dilakukan sebagai tindak lanjut dari PBL I. Adapun intervensi fisik yang
dilakukan adalah sebagai berikut:
1. Pembuatan tempat sampah percontohan,
yang dilaksanakan pada:
Hari/Tanggal : Sabtu / 17 januari 2015
Tempat : Rumah warga dusun I Lembasada
Pukul : 10.00 Wita- Selesai
Alat dan bahan : Dandang bekas, cat.
2. Pembuatan lubang sampah percontohan yang dilaksanakan pada:
Hari/Tanggal : Minggu/ 18 Januari 2015
Tempat : Dusun III Lembasada
Pukul : 15.00 Wita-Selesai
Alat dan bahan : Cangkul, linggis, skop.
4.2 Intervensi Non Fisik
Dalam PBL II ini terdapat beberapa intervensi non fisik yang telah
dilakukan sebagai tindak lanjut dari PBL I. Adapun intervensi non fisik yang
dilakukan adalah sebagai berikut:
1. Penyuluhan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) Sekolah, yang
dilaksanakan pada:
Hari/Tanggal : Rabu, 14 Januari 2015
Tempat : SDN 1 Lembasada
Pukul : 10.00 Wita- Selesai
Sasaran : Siswa/Siswi Kelas 3 dan 4
Alat dan Bahan : Laptop, infocus, Sound system, Papan Tulis,
Spidol, Kuesioner (Pre and Post Test), Leaflead,
Snack, Hadiah.

34
2. Penyuluhan KIA yang dilaksanakan pada:
Tanggal : 15-22 Januari 2015
Tempat : Dusun 1, 2 dan 3 Desa Lembasada
Pukul : 15.00 WITA s/d selesai
Sasaran : Ibu-ibu Dusun 1,2 dan 3 Desa Lembasada
Alat dan Bahan : Kuesioner Pre dan Post Test, Pulpen, dan Leaflet
3. Penyuluhan Sampah yang dilaksanakan pada:
Tanggal : 15-22 Januari 2015
Tempat : Dusun 1, 2 dan 3 Desa Lembasada
Pukul : 15.00 WITA s/d selesai
Sasaran : Masyarakat Desa Lembasada
Alat dan Bahan : Kuesioner Pre dan Post Test, Pulpen, dan Leaflet
4.3 Jenis dan Metode
Jenis dan metode yang dilakukan dalam PBL II adalah pelaksanaan
intervensi fisik dan nonfisik sebagai alternatif-alternatif pemecahan masalah
kesehatan sebagaimana prioritas masalah yang diperoleh berdasarkan
indentifikasi masalah pada PBL I di Desa Lembasada, Kecamatan Banawa
Selatan, Kabupaten Donggala. Pelaksanaan intervensi non fisik dilaksanakan
dengan menggunakan metode door to door ke rumah masyarakat Desa
Lembasada dan menggunakan metode Forum Grup Diskusi (FGD) pada
pengajian ibu-ibu di Desa Lembasada.
4.4 Instrumen
Alat bantu yang digunakan dalam PBL II ini adalah alat elektronik
berupa laptop.
4.5 Pengumpulan Data
4.5.1 Data Primer
Data primer diperoleh dari hasil intervensi program yang telah
dilakukan di Desa Lembasada, Kecamatan Banawa Selatan, Kabupaten
Donggala.

35
4.5.2 Data Sekunder
Data sekunder berupa data demografi dan letak geografis Desa
Lembasada, Kecamatan Banawa Selatan, Kabupaten Donggala yang
diperoleh dari Kantor Kepala Desa Lembasada dan data dari Puskesmas
Desa Lembasada, Kecamatan Banawa Selatan, Kabupaten Donggala.
4.6 Analisa Data
Hasil dari program intervensi ini dianalisis dengan menggunakan
analisis univariat berdasarkan data primer yang diperoleh dari kuesioner
dengan program komputerisasi.
4.7 Penyajian Data
Penyajian data dalam laporan ini disajikan dalam bentuk tabel disertai
dengan narasi.
4.8 Sosialisasi Kegiatan
Sosialisasi ini dilakukan dalam bentuk seminar, door to door, dan
forum grup diskusi untuk mempresentasikan kegiatan yang akan dilakukan
selama 14 hari dan sekaligus meminta dukungan dan sharing yang
melibatkan pemerintah desa, tokoh masyarakat dan sthake holder lainnya di
Desa Lembasada, Kecamatan Banawa Selatan, Kabupaten Donggala.

36
BAB V
HASIL DAN PEMBAHASAN
5.1 Hasil Intervensi PBL II
Intervensi yang dilakukan sesuai dengan prioritas masalah kesehatan
yang ditemukan pada PBL I akan tetapi diperlukan pengkajian kembali
mengenai prioritas masalah yang ada, karena mengingat rentang waktu antara
pelaksanaan PBL I dan PBL II yang cukup lama. Masalah kesehatan yang
menjadi kebutuhan dan prioritas pada PBL I, mungkin saja dapat berubah
pada PBL II. Adapun prioritas masalah yang ditemukan pada saat PBL I
dapat dilihat pada table berikut:
Tabel 5
Prioritas Masalah Kesehatan Desa Lembasada Kecamatan Banawa
Selatan Kabupaten Donggala
Tahun 2014
No. Prioritas Masalah Persentase (%)
1. Ketersediaan Jamban 25%
2. Penanganan Sampah 25%
3. Pengetahuan Rumah Sehat 16,67%
4. Pengetahuan Gizi Seimbang 16,67%
Pengetahuan Pemberian ASI
5. 16,67%
Eksklusif
Total 100%
Sumber: Data Primer, tahun 2014
Lima masalah sebagaimana terdapat pada tabel di atas merupakan
masalah kesehatan yang berhasil diidentifikasi setelah pendataan. Namun,
setelah seminar hasil atau seminar akhir penentuan prioritas masalah bersama
masyarakat desa Lembasada diperoleh 2 prioritas masalah yang dianggap
sangat bermasalah untuk segera di atasi yakni ketersediaan jamban dan
penanganan sampah. Dalam penentuan prioritas masalah ini masyarakat
sepakat menggunakan mekanisme mufakat atau musyawarah. Adapun jumlah
peserta yang hadir yakni sebanyak 28 orang. Kemudian di gunakan kriteria
penilaian dengan metode skoring antara lain angka 1 adalah skor “tidak

37
bermasalah”, angka 2 adalah skor “bermasalah”, dan angka 3 adalah skor
“sangat bermasalah”.
Namun pada saat PBL I yang paling bermasalah berdasarkan kebutuhan
masyarakat Lembasada yaitu tentang penanganan sampah sehingga intervensi
yang dilakukan yaitu pembuatan lubang sampah dan tempat sampah
percontohan.
Pada saat PBL II, terlebih dahulu diadakan seminar awal dengan
masyarakat Desa Lembasada untuk kembali mengkaji masalah yang benar-
benar perlu di intervensi, mengingat kebutuhan masyarakat yang mungkin
saja dapat berubah. Setelah dilakukannya seminar awal pada tanggal 13
Januari 2015 di Balai Desa Lembasada, prioritas masalah sebagaimana yang
telah ditetapkan pada PBL I tidak terjadi perubahan.
Dalam pelaksanaan Praktek Belajar Lapangan II, ditetapkan dan
dilakukan kegiatan intervensi baik fisik maupun nonfisik sebagai alternatif
pemecahan masalah kesehatan yang terjadi di Desa Lembasada. Adapun
intervensi yang dimaksud adalah sebagai berikut:
5.1.1 Intervensi Fisik
a. Pembuatan tempat sampah percontohan.
b. Pembuatan lubang sampah percontohan.
5.1.2 Intervensi Non Fisik
a. Penyuluhan PHBS Sekolah
Tabel 6
Distribusi Jumlah Siswa/Siswi SDN 1 Tolongano Menurut
Kelas Desa Lembasada Kec. Banawa Selatan Kab. Donggala Tahun
2015
Kelas Frekuensi (n) Presentase (%)
III 26 47
IV 29 53
Jumlah 55 100
Sumber : Data Primer, 2015
Dari tabel di atas menunjukkan bahwa jumlah siswa/siswi SDN 1
Tolongano kelas III dan IV adalah sebanyak 55 orang yang terdiri dari

38
siswa/siswi kelas III (Tiga) sebanyak 26 orang (47%) dan siswa/siswi
kelas IV (Empat) sebanyak 29 orang (53%).
Tabel 7
Distribusi Jumlah Siswa/Siswi SDN 1 Tolongano Menurut Tingkat
Pengetahuan Desa Lembasada Kec. Banawa Selatan Kab. Donggala
Tahun 2015
Tingkat
Frekuensi (n) Presentase (%)
Pengetahuan
Tinggi
36 65
(75 - 100)
Rendah
19 35
(0 - 74)
Jumlah 55 100
Sumber : Data Primer, 2015
Berdasarkan tabel di atas menunjukkan bahwa dari 55 orang
siswa/siswi di SDN 1 Tolongano, yang tingkat pengetahuannya tinggi
atau nilai scoring yang diperoleh berdasarkan hasil pre test sebelum
penyuluhan yang indikator penilaiannya mulai dari nilai 75 sampai
dengan 100 adalah sebanyak 36 orang (65%), dan yang tingkat
pengetahuannya rendah atau nilai scoring yang diperoleh berdasarkan
hasil pre test sebelum penyuluhan yang indikator penilaiannya mulai dari
nilai 74 sampai dengan 0 adalah sebanyak 19 orang (35%).
Tabel 8
Distribusi Tingkat Pengetahuan Menurut Kelas SDN 1 Tolongano
Desa Lembasada Kec. Banawa Selatan Kab. Donggala Tahun 2015
Kelas Jumlah
Tingkat %
III IV
(orang)
Pengetahuan
n % N %
Tinggi
14 15 22 40 36 65
(75 - 100)
Rendah
12 21 7 14 19 35
(0 - 74)
Jumlah 55 100
Sumber : Data Primer, 2015

39
Berdasarkan tabel di atas menunjukkan bahwa dari 55 orang
siswa/siswi di SDN 1 Tolongano, yang tingkat pengetahuannya tinggi
atau nilai scoring yang diperoleh berdasarkan hasil pre test sebelum
penyuluhan yang indikator penilaiannya mulai dari nilai 75 sampai
dengan 100 adalah sebanyak 36 orang (65%), yang terdistribusi di kelas
III sebanyak 14 orang (15%) dan sebanyak 22 orang (40%) di kelas IV.
Sedangkan, yang tingkat pengetahuannya rendah atau nilai scoring yang
diperoleh berdasarkan hasil pre test sebelum penyuluhan yang indikator
penilaiannya mulai dari nilai 74 sampai dengan 0 adalah sebanyak 19
orang (35%), yang terdistribusi di kelas III sebanyak 12 orang (21%) dan
dikelas IV sebanyak 7 orang (14%).
Tabel 9
Distribusi Tingkat Pengetahuan Menurut Kelas SDN 1 Tolongano
Sesudah Diberikan Penyuluhan PHBS Sekolah Desa Lembasada
Kec. Banawa Selatan Kab. Donggala Tahun 2015
Frekuensi (n) (kelas) Jumlah
Tingkat %
III IV
(orang)
Pengetahuan
n % n %
Meningkat 20 36 27 49 47 85
Tetap 2 3 2 3 4 6
Menurun 4 9 0 0 4 9
Jumlah 55 100
Sumber : Data Primer, 2015
Pada tabel di atas menunjukkan bahwa dari 55 orang siswa/siswi
SDN 1 Tolongano yang mendapatkan penyuluhan PHBS Sekolah, yang
meningkat tingkat pengetahuannya sesudah penyuluhan sebanyak 47
orang (85%), yang tingkat pengetahuannya tidak mengalami perubahan
sebelum dan sesudah penyuluhan sebanyak 4 orang (6%), sedangkan
yang tingkat pengetahuannya menurun hanya berasal dari siswa/siswi
kelas III yaitu sebanyak 4 orang (9%).
b. Penyuluhan KIA
Tabel 10

40
Distribusi Jumlah Ibu-ibu Desa Lembasada Menurut Tingkat
Pengetahuan Sesudah Diberikan Penyuluhan KIA
Desa Lembasada Kecamatan Banawa Selatan Kabupaten Donggala
tahun 2015
Tingkat
Frekuensi (n) Persentase (%)
Pengetahuan
Menurun 1 2,7
Tetap 4 10,8
Meningkat 32 86,5
Jumlah 37 100
Sumber: Data Primer, tahun 2015
Dari tabel di atas menunjukkan bahwa dari 37 ibu-ibu di Desa
Lembasada, lebih banyak yang tingkat pengetahuannya meningkat
setelah diberikan penyuluhan KIA yaitu sebanyak 32 orang (86,5%),
sedangkan yang tingkat pengetahuannya menurun setelah diberikan
penyuluhan KIA yaitu hanya seorang sebesar 2,7%.

41
c. Penyuluhan Sampah
Tabel 11
Distribusi Jumlah Masyarakat Mendapatkan Penyuluhan
Sampah Desa Lembasada Kec. Banawa Selatan Kab. Donggala
tahun 2015
Jenis Kelamin Frekuensi (n) Persentase(%)
Laki-laki 6 15
Perempuan 32 84
Jumlah 38 100
Sumber: Data Primer, tahun 2015
Berdasarkan pada tabel ini maka dapat dikatakan bahwa jumlah
masyarakat lembasada yang mendapatkan penyuluhan sampah
sebanyak 38 orang. Jumlah masyarakat desa Lembasada yang
mendapatkan penyuluhan berdasarkan jenis kelamin, yaitu jumlah laki-
laki yang mendapatkan penyuluhan sebesar 6 orang (15%) dan jumlah
perempuan yang mendapatkan penyuluhan sebesar 32 orang (84%).
Tabel 12
Distribusi Jumlah Masyarakat Menurut Tingkat Pengetahuan
Penyuluhan Sampah Desa Lembasada Kec. Banawa Selatan
Kab. Donggala
tahun 2015
Tingkat Pengetahuan Frekuensi (n) Persentase (%)
Meningkat 26 68
Menurun 5 `13
Menetap 7 18
Jumlah 38 100
Sumber :Data Primer, tahun 2015
Berdasarkan tabel di atas menunjukkan bahwa dari 38 jumlah
masyarakat mendapatkan penyuluhan sampah, bahwa masyarakat yang
meningkat pengetahuaannya sesudah penyuluhan sebanyak 26 orang
(68%), jumlah masyarakat yang tidak mengalami peningkatan sesudah
penyuluhan sebanyak 5 orang (13%) sedangkan yang pengetahuaanya
tidak mengalami perubahan sebelum dan sesudah penyuluhan sebanyak
7 orang (18%).

42
43
5.2 Pembahasan
5.2.1 Intervensi Fisik
a. Pembuatan Tempat Sampah Percontohan
Pembuatan tempat sampah percontohan dilaksanakan di
dusun I pada hari sabtu tanggal 17 Januari 2015. Proses pengerjaan
tempat sampah percontohan sendiri dilakukan oleh mahasiswa
PBL II dan masyarakat secara mandiri setelah di sepakati pada
seminar awal PBL II. Tempat-tempat sampah percontohan di
manfaatkan dari barang-barang bekas yang di cat seperti dandang,
drum, kayu-kayu bekas yang didapatkan dari swadaya masyarakat
Desa Lembasada sendiri.
Pembuatan tempat sampah percontohan merupakan
kesepakatan dari masyarakat pada seminar awal PBL II, yang
diprioritaskan sebelumnya pada PBL 1 yaitu pembuatan TPS
sementara tetapi karena dana yang tidak mencukupi, lokasi
pembuatan TPS tidak setujui oleh sebagian masyarakat sehingga
akhirnya dibatalkan. Alasan lokasi pembuatan TPS tidak disetujui
tersebut adalah tanah lokasi dekat dengan pasar Lembasada
dikelola oleh PEMDA Donggala, jadi tidak ada wewenang
pemerintah Desa Lembasada untuk membangun TPS sementara di
sekitar pasar.
Meskipun TPS sementara batal, tempat sampah
percontohan merupakan kesepakatan yang di tetapkan sebagai
intervensi fisik dengan memanfaatakan barang-barang bekas
sebagai tempat sampah. Tujuan tempat sampah percontohan ini
adalah untuk sebagai wadah penampungan sampah di masing-
masing rumah warga agar memotivasi warga-warga lain
memanfaatkan barang-barang bekas sebagai tempat sampah.
Ada beberapa syarat untuk tempat sampah percontohan,
yaitu wadahnya menampung sampah dengan bahan yang kedap air
agar dapat bertahan lama, mempunyai penutup sampah, dan dicuci

44
secara teratur agar mencegah bau dari sampah. Nilai manfaat dari
tempat sampah percontohan yaitu tidak rumit, semua sampah jadi
satu wadah baik sampah organik dan sampah anorganik, biaya
investasi rendah dibandingkan TPS sementara, dan perawatan
mudah. Nilai kerugian dari tempat sampah ini sampah organik dan
organik tercampur, menurunkan nilai ekonomis sampah, lebih
rumit dan mahal pada pilihan sistem berikutnya, karena perlu untuk
memilah sampah.
Menurut Adi Heru (1993) tempat sampah percontohan
sebaiknya pewadahan pada pola pengumpulan individual
(langsung/tidak langsung), kapasitas wadah minimal dapat
menampung sampah untuk 3 hari (+ 40 - 60 liter), hal ini berkaitan
dengan waktu pembusukan dan perkembangan lalat, masih cukup
ringan untuk diangkat oleh orang dewasa sendirian (dirumah atau
petugas kebersihan) serta efisiensi pengumputan (pengumpulan
dilakukan 2-3 hari sekali secara reguler). Bila tempat sampah
menggunakan kantong plastik bekas, ukuran dapat bervariasi,
kecuali dibuat standar. Pada pemakaian bak sampah permanen dari
pasangan bata atau lainnya (tidak dilanjutkan), sampah diharuskan
dimasukkan dalam kantong plastik sehingga memudahkan sarta
mempercepat proses pengumpulan.
b. Pembuatan Lubang Sampah Percontohan
Pembuatan lubang sampah dilaksanakan di dusun III pada hari
minggu tanggal 18 Januari 2015. Proses pengerjaan lubang sampah
percontohan dilakukan oleh mahasiswa PBL II Posko Lembasada
dengan partisipasi masyarakat untuk penampungan sampah di
dusun III. Pembuatan lubang sampah ini menggunakan alat-alat
perkakas seperti cangkul, skop, linggis dalam membantu
penggalian lubang sampah di dusun III. Kondisi lokasi penggalian
lubang sampah pada saat pengerjaan mempunyai struktur tanah
cukup lembab sehingga memudahkan proses penggalian lubang

45
sampah. Didusun III ini dibuat 3 lubang sampah secara bersamaan
dengan ukuran yang sama. Ukuran yang di tetapkan untuk lubang
sampah sekitar panjang 1 meter, lebar 1 meter dan kedalaman 0,50
meter.
Pembuatan lubang sampah percontohan yang dibangun di
sekitar rumah warga dimana pembuatannya tidak menggunakan
anggaran. Lubang Sampah percontohan ini menjadi bahan acuan
untuk dipraktekkan dan diterapkan pada masing-masing warga
dirumah tempat tinggalnya kedepan.
Pemanfaatan lubang sampah percontohan ini bisa menampung
sampah dari 3-5 KK setiap harinya, jika sampah tersebut pada saat
dibuang langsung di bakar. Penggunaan lubang sampah ini, hanya
untuk jenis sampah organik. Perawatan lubang sampah dibersihkan
dan dikosongkan secara teratur untuk mencegah bau dan lalat,
sampah kawasan di sekitar warga tertampung dalam satu tempat.
Biaya pembuatan dari lubang sampah ini tidak ada, hanya
menggunakan modal tenaga, dan tidak ada biaya operasional.
Manfaat Pembuatan Lubang Sampah :
a. Sampah tidak berserakan kemana-mana, sehingga tidak
menimbulkan lingkungan yang kotor dan merusak pandangan
b. Menghilangkan sarang nyamuk, mencegah berkembang-
biaknya lalat, nyamuk dan serangga.
c. Menghindari tersebarnya cacing pita pada permukaan tanah.
d. Tidak menimbulkan bau yang mengganggu
Hambatan yang terjadi pada saat (intervensi fisik) pembuatan
lubang sampah di dusun III yaitu salah satunya faktor cuaca
(musim hujan) sehingga warga dusun III tidak berpartisipasi dalam
pembuatan lubang sampah, dan lubang sampah yang terbentuk
hanya 3 lubang saja. Selain itu ada juga program pemerintah desa
mengenai penggalian pipa air untuk mengalirkan air bersih bagi

46
warga Lembasada yang menghambat partisipasi dalam pembuatan
lubang sampah.
Menurut Adi Heru (1993), Sebaiknya lubang-lubang itu dibuat
sedemikian rupa agar terbebas dari lalat, kecoak dan binatang-
binatang lainnya agar tidak menularkan penyakit kepada
masyarakat luas. Sebuah lubang sampah dinyatakan aman bila :
 Terletak di luar daerah pemukiman dan paling sedikit berjarak
20 meter dari rumah terdekat
 Letaknya di dataran rendah, bukan di dataran tinggi (bukit)
 Paling sedikit berjarak 100 meter dari sungai, sumur atau mata
air
 Terdapat pagar di sekelilingnya
 Sampah-sampah itu benar-benar dibuang atau dikumpulkan
dalam sebuah lubang dan tidak dibiarkan berserakan
 Sampah-sampah itu bila penuh nakan ditutup dengan tanah
setinggi 2-3 sentimeter
 Air permukaan tidak dapat merembes kedalamnya.
5.2.2 Intervensi Non Fisik
a. Penyuluhan PHBS Sekolah
Dalam rangka menuju Indonesia Sehat 2015 yang
dicanangkan oleh pemerintah, seluruh penduduk Indonesia akan
memiliki status kesehatan yang menciptakan kehidupan yang
berkualitas secara sosial dan produktif secara ekonomi (socially
and economically productive life). Status kesehatan berkualitas
tersebut dapat diakses secara merata baik dari sisi pelayanan dasar
maupun pembiayaan. Pelayanan dasar mencakup penanganan
masalah kesehatan dan penyakit, promosi tentang nutrisi
berkualitas, sanitasi yang layak dan modern, pencegahan dan
penanggulangan wabah penyakit, penyediaan obat-obatan secara
luas terutama bagi ibu, anak dan lansia. Untuk dapat mencapai visi
tersebut maka ditetapkan Misi Pembangunan Kesehatan yang

47
rumusannya adalah sebagai berikut; menggerakan pembangunan
nasional berwawasan kesehatan, mendorong kemandirian
masyarakat, memelihara dan meningkatkan pelayanan kesehatan
yang bermutu, merata dan terjangkau serta memelihara dan
meningkatkan kesehatan indvidu, keluarga dan masyarakat
termasuk lingkungan (Depkes RI, 2010).
Lingkungan merupakan faktor yang dominan mempengaruhi
kesehatan masyarakat, karena lingkunganlah manusia mengadakan
interaksi dan interelasi dalam proses kehidupannya, baik
lingkungan fisik, psikologis, sosual budaya, ekonomi. Kondisi
tersebut dipengaruhi oleh prilakau individu, keluarga, kelompok,
maupun masyarakat yang erat kaitannya dengan kebiasaan, norma,
adat istiadat yang berlaku di masyarakat. Kemudian, fasilitas
kesehatan yang terjangkau oleh masayarakat, dan yang terakhir
faktor keturunan yang dibawa dari sejak lahir yang erat kaitannya
dengan gen yang diturunkan orang tua (Randy, 2011). Menurut
paragdima Bloom tentang kesehatan, lingkungan mempunyai
pengaruh dominan. Faktor lingkungan yang mempengaruhi status
kesehatan seseorang itu dapat berasal dari lingkungan pemukiman,
lingkungan sosial, linkungan rekreasi, lingkungan kerja (Nasrulloh,
2011).
Anak sekolah menjadi salah satu kelompok paling rentan
terhadap terjadiya masalah kesehatan karena faktor lingkungan dan
pola hidup yang kurang baik. Data nasional menyebutkan 16%
kejadian angka keracunan nasional terjadi di lingkungan sekolah,
diare menempati urutan pertama dari angka kejadian infeksi saluran
pencernaan pada tahun 2006. Sedangkan 5.000 anak meninggal
dunia setiap hari akibat serangan diare, prevalensi anemia 11,1
(50,9%) di tiap sekolah (Republika, 2007). Menurut Suryana
(2008), data tersebut menunjukkan perlunya suatu dukungan yang

48
kuat dari lingkungan dalam pembentukan Perilaku Hidup Bersih
dan Sehat (PHBS) di kalangan anak sekolah.
Dari hasil observasi sebelum dilakukannya penyuluhan di
SDN 1 Tolongano yang terletak di Desa Lembasada Kecamatan
Banawa Selatan Kabupaten Donggola, peneliti mengamati dan
mewawancarai beberapa siswa/siswi tentang kegiatan mereka di
sekolah antara lain, menurut beberapa siswa/siswi tersebut, mereka
lebih memilih jajan di warung/kantin sekolah karena lebih terjamin
kebersihannya akan tetapi jajanan yang berada di warung/kantin
berdasarkan observasi dilapangan banyak yang tidak memenuhi
syarat sehat seperti minuman buatan yang warnanya mencolok,
siomai yang belum terjamin kesehatannya, snack yang beragam
jenis dan bentuknya serta masih banyak lainnya, siswa/siswi di
SDN 1 Tolongano sudah menggunakan jamban di sekolah serta
menjaga kebersihan jamban, mengikuti kegiatan olah raga dan
aktifitas fisik serta memberantas jentik nyamuk di sekolah secara
rutin melalui kegiatan sabtu bersih berdasarkan hasil wawancara
dengan Guru di SDN 1 Tolongano, dan masalah sampah yang
masih berserakan disekitar lingkungan sekolah akibat dari
kurangnya kesadaran untuk membuang sampah pada tempatnya.
Sedangkan, indikator PBHS lainnya tidak dapat amati secara
langsung karena keterbatasan waktu untuk melakukan observasi
oleh peneliti dilapangan akibat keadaan cuaca yang kurang
bersahabat (angin kencang) karena letak geografis Desa Lembasada
yang terletak di daerah pesisir.
Dengan menerapkan perilaku hidup sehat dan bersih di
sekolah oleh siswa/siswi, guru dan masyarakat di lingkungan
sekolah, maka akan membentuk mereka untuk memiliki
kemampuan dan kemandirian dalam mencegah penyakit,
meningkatkan kesehatannya, serta berperan aktif dalam
mewujudkan lingkungan sekolah sehat. Perilaku hidup sehat dan

49
bersih di sekolah menjadi dasar terciptanya kesehatan lingkungan
secara keseluruhan. Kondisi sehat dapat dicapai dengan mengubah
perilaku dari tidak sehat dan menciptakan lingkungan sehat di
sekolah. Penerapan perilaku hidup bersih dan sehat pada kawasan
sekolah isntitusi pendidikan adalah upaya untuk memberdayakan
anggota lingkungan sekolah agar sadar, mau dan mampu
melaksanakan PHBS untuk memelihara dan meningkatkan
kesehatannya, mencegah resiko terjadinya penyakit serta berperan
aktif dalam menggerakan penerapan PHBS sekolah.
Masalah kesehatan yang terjadi pada anak usia sekolah
semakin memperjelas bahwa nilai-nilai PHBS di sekolah masih
minim dan belum mencapai tingkat yang diharapkan serta
mengingat pentingnya menerapkan PHBS sejak dini dan menurut
peneliti lebih mudah mengubah perilaku anak usia sekolah dasar di
Desa Lembasada dikarenakan masih banyak masalah kesehatan
yang tidak dapat diselesaikan secara maksimal dalam PBL (Praktek
Belajar Lapangan) dikarenakan waktu yang sangat terbatas bagi
peneliti. Oleh Karena itu diperlukan suatu kegiatan intervensi yang
dapat meningkatkan pengetahuan tentang PHBS pada anak sekolah.
Maka dilakukan Penyuluhan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat
(PHBS) Sekolah, pada hari Rabu, 14 Januari 2015 di SDN 1
Tolongano Desa Lembasada Kecamatan Banawa Selatan
Kabupaten Donggala Sulawesi Tengah pada pukul 10.00 Wita
sampai dengan Selesai, sasarannya adalah siswa/siswi kelas III dan
IV SDN 1 Tolongano. Adapun alat dan bahan yang digunakan
adalah Laptop, infocus, Sound system, GenSet, Papan Tulis,
Spidol, Kuesioner (Pre and Post Test), Leaflead, Snack, Hadiah.
Dari data primer yang didapatkan bahwa jumlah siswa/siswi
SDN 1 Tolongano kelas III dan IV adalah sebanyak 55 orang yang
terdiri dari siswa/siswi kelas III (Tiga) sebanyak 26 orang dan
siswa/siswi kelas IV (Empat) sebanyak 29 orang.

50
Untuk mengetahui tingkat pengetahuan siswa/siswi SDN 1
Tolongano, maka dilakukan Pre Test dengan cara memberikan
kuesioner yang harus dijawab oleh siswa/siswi tersebut. Kemudian,
setelah dilakukan Pre Test didapatkan hasil yang menunjukkan
bahwa dari 55 orang siswa/siswi di SDN 1 Tolongano, yang tingkat
pengetahuannya tinggi atau nilai scoring yang diperoleh
berdasarkan hasil pre test sebelum penyuluhan yang indikator
penilaiannya mulai dari nilai 75 sampai dengan 100 adalah
sebanyak 36 orang (65%), dan yang tingkat pengetahuannya rendah
atau nilai scoring yang diperoleh berdasarkan hasil pre test
sebelum penyuluhan yang indikator penilaiannya mulai dari nilai
74 sampai dengan 0 adalah sebanyak 19 orang (35%). Maka, dapat
disimpulkan bahwa tingkat pengetahuan siswa/siswi SDN 1
Tolongano terutama pada kelas III dan IV adalah cukup baik.
Kemudian setelah dilakukan penyuluhan dan dilakukan Post
Test diperoleh hasil yaitu dari 55 orang siswa/siswi di SDN 1
Tolongano yang meningkat tingkat pengetahuannya pada kelas III
adalah sebanyak 20 orang (36%), dan sebanyak 2 orang (3%) tetap
tingkat pengetahuannya sedangkan sebanyak 4 orang (9%)
menurun tingkat pengetahuannya. Kemudian, pada siswa/siswi
kelas IV yang meningkat tingkat pengetahuannya adalah sebanyak
27 orang (49%), dan sebanyak 2 orang yang tetap tingkat
pengetahuannya, sedangkan yang mengalami penurunan tingkat
pengetahuann tidak ada. Jadi, dapat disimpulkan bahwa siswa/siswi
kelas IV sangat meningkat pengetahuannya yakni sebanyak 27
orang (49%) dimana hanya terdapat 2 orang yang tetap tingkat
pengetahuannya yang dapat terjadi akibat tidak fokus saat
dilakukannya penyuluhan, tidak paham dengan materi yang
diberikan dan sebagainya. Sedangkan, pada siswa/siswi kelas III
yang meningkat pengetahuannya adalah sebanyak 20 orang (36%)
dimana terdapat 2 orang (3%) yang tetap tingkat pengetahuannya

51
dan terdapat pula 4 orang (9%) yang menurun tingkat
pengetahuannya yang dapat disebabkan karena masih terdapat
beberapa siswa/siswi yang belum lancar dalam membaca meskipun
sudah dilakukan bimbingan secara langsung dalam mengisi Post
Test.
Dari hasil yang telah didapatkan siswa/siswi yang mengikuti
penyuluhan PHBS Sekolah di SDN 1 Tolongano adalah 100%
yaitu sebanyak 55 orang sehingga melebihi target berdasarkan POA
(Planning of Action) yaitu sebanyak 40% (22 orang siswa/siswi).
Tidak dapat dipungkiri banyak kendala yang dihadapi saat
pelaksanaan penyuluhan ini, dimulai dari listrik yang padam
sehingga mengharuskan memakai GenSet (Generator Set) dan
setelah menggunakan GenSet, bukannya membuat kegiatan lancar
akan tetapi malah membuat hangus (korslet) alat-alat yang
digunakan pada saat penyuluhan seperti infocus dan charger laptop
yang digunakan sehingga membuat kegiatan sedikit mundur dari
waktu yang telah ditentukan akan tetapi hal tersebut tidak
menghalangi kegiatan ini untuk tetap terlaksana meskipun dengan
alat peraga sederhana yang digunakan yaitu leaflead dan berbekal
laptop yang masih bisa menyala serta antusias siswa/siswi SDN 1
Tolongano sehingga hasil yang diperoleh yakni terjadi peningkatan
pengetahuan setelah dilakukannya penyuluhan yakni sebesar 85%
atau sebanyak 47 orang dari 55 orang siswa/siswi mengenai PHBS
Sekolah yang berarti telah melebihi indikator keberhasilan yakni
sebesar 30% atau sebanyak 17 orang dari 55 orang siswa/siswi
meningkat pengetahuannya mengenai PHBS Sekolah yang telah
ditetapkan di dalam POA.
Dari hasil tersebut belum bisa dikatakan baik untuk
mengubah perilaku, sikap dan tindakan meskipun pengetahuannya
pada saat itu meningkat cukup pesat karena masih banyak terdapat
masalah kesehatan khususnya pada anak sekolah. Permasalahan

52
perilaku kesehatan pada anak usia SD (Sekolah Dasar) biasanya
berkaitan dengan kebersihan perorangan, lingkungan dan
munculnya berbagai penyakit yang sering menyerang anak usia
sekolah, ternyata umumnya berkaitan dengan PHBS. Perilaku
Hidup Bersih dan Sehat Sekolah adalah upaya untuk
memberdayakan siswa, guru, dan masyarakat lingkungan sekolah
agar tahu, mau dan mampu mempraktikan PHBS, dan berperan
aktif dalam mewujudkan sekolah sehat seperi mencuci tangan
dengan air yang mengalir dan menggunakan sabun, mengkonsumsi
jajanan sehat di kantin sekolah menggunakan jamban yang bersih
dan sehat, olah raga yang teratur dan terukur, memberantas jentik
nyamuk, tidak merokok di sekolah , menimbang berat badan dan
mengukur tinggi badan dan membuang sampah pada tempatnya.
PHBS dapat diterapkan pada semua golongan masyarakat
termasuk anak usia Sekolah. Anak Sekolah merupakan generasi
penerus bangsa yang perlu dijaga, ditingkatkan dan dilindungi
kesehatannya dan peneliti berharap kedepannya penanaman
pengetahuan tentang PHBS sekolah sedikitnya dapat
mempengaruhi perubahan perilaku masyarakat Desa lembasada
melalui generasi muda yang akan terus menerapkan PHBS.
b. Penyuluhan KIA
Penyuluhan KIA dilakukan di Desa Lembasada selama 1
minggu, dimulai pada tanggal 15-22 Januari 2015. Penyuluhan KIA
ini diberikan kepada ibu-ibu di Dusun 1, 2 dan 3 Desa Lembasada
yang berjumlah 216 jiwa. Tetapi kenyataan yang didapatkan di
lapangan hanya 37 orang ibu yang mendapatkan penyuluhan KIA.
Hal tersebut dapat disimpulkan bahwa jumlah ibu-ibu yang
diberikan penyuluhan, tidak sesuai dengan target. Target yang telah
ditetapkan sebesar 20% dari 216 jiwa berarti sebanyak 44 orang ibu
yang seharusnya mendapatkan penyuluhan KIA, tetapi pada saat di
lapangan hanya 37 orang ibu yang mendapatkan penyuluhan KIA.

53
Target yang telah ditetapkan tidak tercapai disebabkan cuaca yang
tidak mendukung. Selain itu ada beberapa ibu-ibu yang tidak
bersedia untuk diberikan penyuluhan sehingga hal tersebut yang
menyebabkan tidak semua ibu-ibu di Desa Lembasada yang dapat
diberikan penyuluhan KIA.
Metode penyuluhan KIA yang dilakukan ini dengan
menggunakan pre test sebelum diberikan penyuluhan, kemudian
setelah penyuluhan diberikan lagi post test. Pemberian pre dan
post test ini bertujuan untuk mengetahui tingkat pengetahuan ibu-
ibu sebelum dan sesudah diberikan penyuluhan, serta untuk
mengetahui keberhasilan dari penyuluhan tentang KIA yang
dilakukan. Selain itu metode yang digunakan yaitu door to door ke
rumah warga Desa Lembasada dan forum grup diskusi pada
pengajian ibu-ibu di Desa Lembasada.
Sebelum diberikan penyuluhan, terlebih dahulu memberikan
pre test berupa kuesioner dimana pada kuesioner tersebut terdapat
20 pertanyaan yang terdiri dari 3 pertanyaan untuk analisis
pengetahuan tentang 1000 Hari Pertama Kehidupan (HPK), 6
pertanyaan untuk analisis pengetahuan tentang Inisiasi Menyusu
Dini (IMD), dan 11 pertanyaan untuk analisis pengetahuan tentang
ASI eksklusif dan kolostrum.
Setelah melakukan pre test, kemudian memberikan
penyuluhan KIA berupa penyuluhan tentang 1000 Hari Pertama
Kehidupan (HPK), Inisiasi Menyusu Dini (IMD), ASI eksklusif
dan kolostrum. Penyuluhan 1000 Hari Pertama Kehidupan (HPK)
meliputi pengertian dari 1000 hari pertama kehidupan dan manfaat
dari 1000 hari pertama kehidupan. Penyuluhan tentang IMD
meliputi pengertian IMD, waktu yang tepat saat pemberian IMD,
cara melakukan IMD, manfaat melakukan IMD, serta manfaat IMD
bagi bayi dan ibu. Sedangkan penyuluhan tentang ASI eksklusif
meliputi pengertian ASI eksklusif, pentingnya ASI eksklusif,

54
manfaat ASI eksklusif, waktu yang tepat saat memberikan ASI
eksklusif, serta diberikan penyuluhan tentang kolostrum yaitu
pengertian kolostrum, kandungan kolostrum, dan manfaat
kolostrum.
Setelah diberikan penyuluhan KIA yang meliputi 1000 HPK,
IMD, ASI eksklusif dan kolostrum, diberikan lagi post test dimana
kuesioner yang diberikan sama dengan kuesioner yang diberikan
pada saat pre test. Hasil yang didapatkan setelah post test terhadap
37 orang ibu di Desa Lembasada yaitu terdapat seorang ibu yang
tingkat pengetahuannya menurun setelah dilakukan penyuluhan,
sebanyak 4 orang ibu yang pengetahuannya tetap setelah dilakukan
penyuluhan, dan sebanyak 32 orang ibu yang pengetahuannya
meningkat setelah dilakukan penyuluhan. Adanya tingkat
pengetahuan ibu yang menurun setelah diberikan penyuluhan
dikarenakan tingkat pendidikannya rendah sehingga ibu tersebut
kurang menangkap informasi dari penyuluhan yang diberikan.
Sedangkan tingkat pengetahuan ibu yang meningkat setelah
dilakukan penyuluhan sebanyak 32 orang ibu yang berarti telah
mencapai indikator keberhasilan yang telah ditetapkan sebesar 40%
dari 20% target yang telah ditetapkan dari 44 orang ibu yang
menjadi target penyuluhan KIA yaitu minimal 18 orang ibu yang
pengetahuannya meningkat setelah mendapatkan penyuluhan.
Menurut Notoatmodjo S. (2007), ada beberapa faktor yang
mempengaruhi tingkat pengetahuan seseorang yaitu:
1. Pengetahuan dimanamakin tinggi
pendidikan seseorang semakin mudah pula mereka menerima
informasi, dan pada akhirnya makin banyak pula pengetahuan
yang dimilikinya. Sebaliknya, jika seseorang tingkat
pendidikannya rendah, akan menghambat perkembangan sikap
seseorang terhadap penerimaan, informasi dan nilai-nilai yang
baru diperkenalkan.

55
2. Usia dimana usia mempengaruhi terhadap
daya tangkap dan pola pikir seseorang. Semakin bertambah
usia akan semakin berkembang pula daya tangkap dan pola
pikirnya, sehingga pengetahuan yang diperolehnya semakin
membaik. Pada usia madya, individu akan lebih berperan aktif
dalam masyarakat dan kehidupan sosial serta lebih banyak
melakukan persiapan demi suksesnya upaya menyesuaikan diri
menuju usia tua, selain itu orang usia madya akan lebih banyak
menggunakan banyak waktu untuk membaca. Kemampuan
intelektual, pemecahan masalah, dan kemampuan verbal
dilaporkan hampir tidak ada penurunan pada usia ini.
3. Pengalaman dimana pengalaman sebagai
sumber pengetahuan adalah suatu cara untuk memperoleh
kebenaran pengetahuan dengan cara mengulang kembali
pengetahuan yang diperoleh dalam memecahkan masalah yang
dihadapi masa lalu. Pengalaman belajar dalam bekerja yang
dikembangkan memberikan pengetahuan dan keterampilan
professional serta pengalaman belajar selama bekerja akan
dapat mengembangkan kemampuan mengambil keputusan
yang merupakan manifestasi dari keterpaduan menalar secara
ilmiah dan etik yang bertolak dari masalah nyata dalam bidang
kerjanya.
4. Lingkungan dimana lingkungan adalah
segala sesuatu yang ada di sekitar individu, baik lingkungan
fisik, biologis, maupun sosial. Lingkungan berpengaruh
terhadap proses masuknya pengetahuan ke dalam individu
yang berada dalam lingkungan tersebut. Hal ini terjadi karena
adanya interaksi timbal balik ataupun tidak yang akan direspon
sebagai pengetahuan oleh setiap individu.
5. Informasi atau media massa dimana
informasi yang diperoleh baik dari pendidikan formal maupun

56
non formal dapat memberikan pengaruh jangka pendek
(immediate impact) sehingga menghasilkan perubahan atau
peningkatan pengetahuan. Majunya teknologi akan tersedia
bermacam-macam media massa yang dapat  mempengaruhi
pengetahuan masyarakat tentang inovasi baru.  Sebagai sarana
komunikasi, berbagai bentuk media massa seperti televisi,
radio, surat kabar, majalah, dan lain-lain mempunyai pengaruh
besar terhadap pembentukan opini dan kepercayan orang.
Dalam penyampaian informasi sebagai tugas pokoknya, media
massa membawa pula pesan-pesan yang berisi sugesti yang
dapat mengarahkan opini seseorang. Adanya informasi baru
mengenai sesuatu hal  memberikan landasan kognitif baru bagi
terbentuknya pengetahuan terhadap hal tersebut.
6. Sosial budaya dan ekonomi dimana
kebiasaan dan tradisi yang dilakukan orang-orang tanpa
melalui   penalaran apakah yang dilakukan baik atau buruk.
Dengan demikian seseorang akan bertambah pengetahuannya
walaupun tidak melakukan. Status ekonomi seseorang juga
akan menentukan tersedianya suatu fasilitas yang diperlukan
untuk kegiatan tertentu, sehingga status sosial ekonomi ini
akan mempengaruhi pengetahuan seseorang.
c. Penyuluhan Sampah
Dalam penyuluhan pengelolaan sampah dilakukan dengan
menggunakan kusioner pengelolaan sampah sebelum dan sesudah
penyuluhan, tujuan dari penyuluhan sampah agar dapat
meningkatkan pemahaman masyarakat serta diharapakan
perubahan sikap masyarakat dalam pengelolaan sampah yang
berkaitan dengan intervensi fisik PBL 2 yakni pembuatan tempat
sampah sementara. Pada kusioner penyuluhan pengelolaan sampah
membahas mengenai pengertian sampah, pembagian sampah,
tindakan pengelolaan sampah dengan prinsip 3R (Reduce,

57
Reuse,Recyele) tetapi diterjemahkan dalam bahasa Indonesia
menjadi konsep 3M (Mengurangi, Menggunakan Kembali,
Mendaur ulang) agar masyarakat lebih mudah memahami konsep
pengelolaan sampah, cara membuang sampah serta tempat sampah
yang baik untuk kesehatan.
Penyuluhan sampah yang dilaksanakan pada tanggal 15-22
januari 2015 dilaksanakan di desa Lembasada kec.Banawa Selatan
kab.Donggala. Desa Lembasada merupakan termasuk dalam
daerah transisi yang dapat termasuk masyarakat individualis
sehingga sulit untuk mengumpulkan masyarakat maka dari itu
melakukan penyuluhan dengan dua metode yaitu metode
penyuluhan kelompok kecil dengan memanfaatkan kelompok
pengajian perempuan dan metede penyuluhan individual dengan
cara mengujungi masyarakat tiap rumah (door to door). Jumlah
masyarakat desa Lembasada yang dilakukan pendataan pada PBL 1
sebanyak 216 KK, adapun target program penyuluhan pengelolaan
sampah sebanyak 20% atau 44 orang tetapi dalam pelaksanaan
penyuluhan yang tidak mencapai target program karena masyarakat
yang mendapatkan penyuluhan sebanyak 38 orang, yang terdiri dari
jumlah laki-laki 6 orang (15%) dan perempuan 32 orang (84%).
Adapun hambatan yang didapatkan sehingga penyuluhan tidak
mencapai target berasal dari faktor internal dan eksternal
masyarakat, jika faktor eksternalnya ialah faktor cuaca karena
waktu penyuluhaan saat musim hujan dan adanya program desa
yang sementara dilaksanakan ialah program penggaliaan pipa air
bersih. Sedangkan faktor internal yang berasal dari dalam
masyarakat seperti kurangnya antusias masyarakat untuk
mendapatkan penyuluhan dapat dilihat dari penolakan masyarakat
untuk mendapatkan penyuluhan, kesibukan masyarkat, serta kurang
percaya diri disebabkan oleh rendahnya tingkatan pendidikannya.

58
Berdasarkan tabel distribusi peningkatan pengetahuan
sebelum dan sesudah penyuluhan sebanyak 26 orang (68%).
Menurut Meliono (2007) pengetahuan seseorang dapat meningkat
di pengaruhi oleh tingginya pendidikan karena semakin tinggi
pendidikan seseorang maka akan mudah menerima dan
menyesuaikan dengan hal baru, selanjutanya keterpaparan
informasi dari berbagai media elektronik dan cetak, jika seseorang
sering mendapatkan informasi maka akan mempengaruhi
meningkat pengetahuan. Sebanyak 5 orang (13%) nilai kusionernya
mengalami penurunan sesudah diberikan penyuluhan, penurunan
dapat disebabkan oleh kurangnya pemahaman masyarakat
mengenai penyuluhan, tingkat pendidikan yang rendah sehinggan
kesulitan menerima informasi yang diberikan, serta terjadinya
hambatan dalam berkomuniksi yakni faktor lingkungan yang tidak
kondusif karena kebisingan dari suara tangisan anaknya sehingga
proses penyampaian pesan penyuluhan tidak efektif.
Masyarakat yang tidak mengalami perubahan pengetahuan
sebelum dan sesudah penyuluhan sebanyak 7 orang (18%) karena
kurangnya pemahaman dan antusias dalam mendengarkan
penyuluhan sampah sehingga tidak adanya motivasi dalam
meningkatkan pengetahuannya. Pada indikator keberhasilan
program penyuluhan pengelolaan sampah meningkat pengetahuan
sebanyak 10%, berdasarkan perhitungan nilai rata-rata
pengetahuaannya ialah 17,5% sehingga dapat dikatakan bahwa
penyuluhan sampah telah berhasil.
Menurut Notoadmojo (2005), metode dan tehnik promosi
kesehatan dibagi menjadi 3 yaitu :
1. Metode Promosi Kesehatan
Individual
Metode ini digunakan jika antara promoter kesehatan dan
sasaran dapat berkomunikasi langsung, baik bertatap muka

59
(face to face) maupun melalui sarana komunikasi lainnya,
misalnya konseling.
2. Metode Promosi Kesehatan
Kelompok
Metode promosi kesehatan kelompok digunakan untuk
sasaran kelompok, metode ini dibedakan menjadi 2 yaitu :
 Metode dan teknik promosi kesehatan untuk kelompok
kecil, misalnya diskusi kelompok dan bermain peran
(role play).
 Metode dan teknik promosi kesehatan untuk kelompok
besar, misalnya metode ceramah yang diikuti atau tanpa
diikuti dengan tanya jawab.
3. Metode Promosi Kesehatan Massal
Menurut Saraswati (2011), metode dan tehnik promosi
kesehatan yang sering digunakan untuk massa adalah
ceramah umum, pengumuman media massa elektronik,
pengumuman media cetak dan pengumuman media luar
ruang.
Pengetahuan di pengaruhi oleh beberapa faktor,
diantaranya adalah sebagai berikut:
a. Pendidikan
Pendidikan adalah sebuah proses pengetahuan
sikap dan tata laku seseorang atau kelompok dan juga
usaha mendewasakan manusia melalui upaya pengajaran
dan pelatihan. Semakin tinggi tingkat pendidikan
seseorang, maka ia akan mudah menerima hal-hal baru
dan mudah meneyesuaikan dengan hal baru tersebut.
b. Media
Media yang dimaksud pada hakikatnya adalah alat
bantu pendidikan/AVA (Audio Visual Aids). Alat-alat
pendidikan dalam bidang kesehatan merupakan alat

60
saluran (Channel) untuk menyampaikan kesehatan
karena alat-alat tersebut digunakan untuk mempermudah
penerimaan pesan-pesan kesehatan bagi masyarakat atau
klien. Media dibagi menjadi tiga berdasarkan fungsinya
sebagai penyaluran pesan-pesan kesehatan yaitu media
cetak (booklet, leaflet, brosur), media elektronik
(televisi, radio, video) dan media papan (billboard).
c. Keterpaparan Innformasi
Dalam RUU Teknologi Informasi, informasi
diartikan sebagai suatu teknik untuk mengumpulkan,
menyiapkan, meyimpan, memanipulasi, megumumkan,
menganalisa dan menyebarkan informasi dengan tujuan
tertentu. Sedangkan infomasi sendiri mencakup data,
teks, image, cuaca, kode, program komputer, database
yang diteruskan melalui komunikasi. Seseorang dengan
sumber informasi yang lebih banyak mempunyai
pengetahuan yang lebih luas.
Menurut Budi (2014) Hambatan adalah faktor-faktor yang
dapat mengganggu penerimaan pesan karena pesan yang
diterimanya terganggu maka penerima pesan bisa saja salah
memaknai pesan yang diterimanya. Faktor-faktor yang berpotensi
menjadi penghambat terbangunnya komunikasi yang efektif,
diantaranya adalah:
a. Lingkungan
Berkomunikasi dilingkungan yang kurang mendukung untuk
berkomunikasi dengan baik seperti dekat dengan mesin yang
mengeluarkan bunyi bising akan dapat mengganggu proses
komunikasi. Kata-kata yang diucapkan oleh pengirim bisa
saja tidak diterima secara sempurna, dan pada akhirnya dapat
menimbulkan salah memaknai pesan yang dimaksudkan oleh
pengirim pesan.

61
b. Fisik
Keterbatasan fisik dari si pengirim maupun si penerima dapat
menjadi hambatan untuk berkomunikasi secara efektif.
Misalnya jika pengirim pesan memiliki keterbatasan fisik
untuk berbicara seperti bisu atau sebaliknya penerima pesan
memilki keterbatasan fisik untuk mendengar seperti tuli maka
hal ini berpotensi menjadi hambatan untuk komunikasi yang
efektif.
c. Psikologi
Faktor psikologis dapat menjadi hambatan untuk terciptanya
komunikasi yang efektif. Jika si pengirim dan/atau penerima
berada dalam keadaan psikologis yang kurang
memungkinkan untuk berkomunikasi secara sehat, misalnya
dalam keadaan marah, maka hal ini berpotensi menjadi
hambatan untuk komunikasi yang efektif.

62
BAB VI
PENUTUP
6.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil dan pembahasan yang di peroleh dari intervensi yang
telah dilakukan dalam kegiatan PBL II ini, maka kesimpulan yang dapat
dituliskan adalah sebagai berikut :
1. Intervensi fisik yang dilakukan pada PBL II di Desa Lembasada yakni
pembuatan 1 tempat sampah percontohan dan 3 lubang tempat sampah
untuk meminimalisir pembuangan sampah di sembarangan tempat.
2. Intervensi Non fisik yang dilakukan pada PBL II di Desa Lembasada
yakni penyuluhan PHBS Sekolah tentang pentingnya hidup dengan
bersih dan sehat. Hal ini diharapkan Siswa/siswi SDN 1 Tolongano
mampu menerapkan hal tersebut dengan baik dan benar. Kemudian,
dilakukan juga penyuluhan tentang pengelolaan sampah untuk
menambah pengetahuan masyarakat di Desa Lembasada mengenai cara
yang baik dalam mengelolah sampah. Terakhir, dilakukan juga
penyuluhan tentang sKesehatan Ibu dan Anak (KIA) untuk menambah
pengetahuan ibu-ibu di Desa Lembasada mengenai 1000 hari pertama
kehidupan, Inisiasi Menyusu Dini (IMD), ASI eksklusif dan kolestrum.
6.2 Saran
Adapun saran yang dapat dituliskan dalam laporan PBL II ini adalah
sebagai berikut :
1. Diharapkan pemerintah Kabupaten Donggala dapat mengalokasikan
anggaran dalam membantu pelaksanaan program intervensi di Desa
Lembasada.
2. Diharapkan pemerintah desa, tokoh masyarakat, pemuda, stakeholder
dan seluruh masyarakat di Desa Lembasada dapat lebih antusias dan dan
dapat menjaga program yang telah dibangun bersama. Sehingga derajat
kesehatan masyarakat Desa Lembasada dapat semakin meningkat.

63
DAFTAR PUSTAKA
Budi, 2014. Faktor Hambatan (Barriers) Dalam Komunikasi yang Efektif.
http://www.ubc.ac.id. Di akses 3 Februari 2014 Pukul 23.00 WITA

Departemen Keseshatan RI. 2006. Pedoman PHBS. Kesekretariatan Kesehatan


Republik Indonesia. Jakarta.

Departemen Kesehatan RI. 2008. Perilaku Hidup Bersih Dan Sehat. Jakarta.

Dinas Kesehatan RI. 2010. Panduan Menejemen PHBS Menuju Kabupaten/Kota


Sehat. Makassar.

Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 2010. Kesehatan Lingkungan


Sekolah. Jakarta.
Heru, Adi. 1993. Kader Kesehatan Masyarakat. EGC buku Kedokteran.Jakarta

Manda. 2006. PHBS Ditatanan Sekolah. Dinas Kesehatan Provinsi Sulawesi


Selatan. Makassar.

Mulyati. 2014. Ibm Kelompok Kegiatan Di Komplek Budi Indah Kelurahan


Pasirkaliki Kecamatan Cimahi Utara Kota Cimahi. (http ://scholar.ac.id).
Diakses pada tanggal 30 Januari 2015, pukul 21:00 WITA.

Nasrulloh. 2011. Masyarakat Terdiri Dari Individu-Individu Manusia Yang


Merupakan Makhluk Biologi. Salemba Medika. Jakarta.

Notoatmodjo. 2007. PHBS (Perilaku Hidup Bersih Dan Sehat). Rineka Cipta.
Jakarta.
Notoadmojo, 2005. Promosi Kesehatan dan Ilmu Perilaku. Rineka Cipta. Jakarta.

Randy. 2011. Kesehatan Lingkungan Dilihat Dari Berbagai Aspek.


(http://www.aspek_kesling.com). Diakses pada 3 Februari 2015 pukul 20.24
WITA.

Ricardo, Uauy, et al. 2008. Nutrition, child growth, and chronic disease
prevention Vol. 40, No.1, Pages 11-20.

Rulina. 2007. Pemberian ASI. Intan Pariwara. Bandung.

Santi, Nirwana. 2012. Gerakan Gizi 1000 Hari Menuju Indonesia Prima
Mencerminkan Betapa Spesialnya Seorang Bunda.
(http://nutrisiuntukbangsa.org/gerakan-gizi-1000-hari-menuju-). Diakses
pada tanggal 29 Januari 2015, pukul 20:00 WITA.

64
Saraswati, 2011. Pengaruh Promosi Kesehatan Terhadap Pengetahuan Terhadap
Kanker Serviks dan Partisipasi Wanita Dalam Deteksi Dini Kanker Serviks.
Thesis diterbitkan. Surakarta : Program Studi Kedokteran Keluarga
Universitas Sebeles Maret. (http://Unes.ac.id). Diakses 3 Februari 2014
Pukul 23.00 WITA.

Save the Children. 2012. Nutrition in the first 1000 days – state of the world’s
mother 2012. (http://www.savethechildren.org). Diakses pada tanggal 30
Januari 2015, pukul 15:00 WITA.

Scaling Up Nutrition. 2012. Scaling Up Nutrition (SUN) Movement Strategy


(2012-2015). (http://scalingupnutrition.org). Diakses pada tanggal 30
Januari 2015, pukul 20:00 WITA.
Shrimpton et al. 2001. Worldwide Timing of Growth Faltering : Implications for
Nutritional Interventioin. (http://www.pediatricsdigest.mobi/content/).
Diakses pada tanggal 29 Januari 2015, pukul 21:00 WITA.
Suryana. 2008. Anak Usia Sekolah di Indonesia. Rineka Cipta, Jakarta.

Unicef. 2012. Improving Nutrition Security in Asia : An EU-UNICEF Joint


Action. (http://www.unicef.orgpro/Nutrition_Security_inAsiabrochure.pdf).
Diakses pada tanggal 30 Januari 2015, pukul 20:00 WITA.

Utami, Roesli. 2008. ASI Ekslusif. EGC. Jakarta.

Victora, Cesar Gomes, et al. 2010. Worldwide Timing of Growth Faltering:


Revisiting Impilcation For Interventions.
(http://www.pediatricsdigest.mobi.). Diakses pada tanggal 29 Januari 2015,
pukul 16:00 WITA.

Wedana. 2013. Manajemen Risiko Operasional Dan Pemeliharaan Tempat


Pembuangan Akhir (TPA) Regional Bangli Di Kabupaten Bangli. (http://
Unud.ac.id). Diakses pada tanggal 30 Januari 2015, pukul 17:00 WITA.

65

Anda mungkin juga menyukai