Anda di halaman 1dari 4

Dapatkan newsletter kami

Disiplin ilmiah, gaya jurnalistik

Apa bedanya pandemi, epidemi, dan wabah?


Maret 12, 2020 12.59am WIB •Diperbarui Maret 12, 2020 9.04am WIB

Penulis

Rebecca S.B. Fischer


Assistant Professor of Epidemiology, Texas
A&M University

 
Alih bahasa

Bahasa Indonesia
Ini masalah skala. Edward A. "Doc" Rogers/Library of Congress via AP
English

WHO telah resmi menetapkan COVID-19 sebagai sebuah pandemi. Ini peristiwa penting.

Sebagai seorang ahli epidemiologi, saya tertarik ketika mendengar orang menggunakan
istilah teknis — seperti karantina atau “super spreader” atau angka reproduktif – yang
biasanya dipakai oleh saya dan kolega dalam pekerjaan sehari-hari.

Tapi saya juga mendengar pembaca berita dan tetangga mencampur-campur tiga kata
penting: wabah, epidemi, dan pandemi.

Secara sederhana, perbedaan antara ketiga skenario penyebaran penyakit di atas adalah
persoalan skala.
Wabah

Kecil, tapi luar biasa.

Dengan menelusuri penyakit-penyakit sepanjang waktu dan wilayah geografis, para ahli
epidemiologi mengetahui cara memprediksi berapa banyak kasus penyakit yang normalnya
terjadi di dalam periode waktu, tempat, dan populasi tertentu.

Sebuah wabah adalah peningkatan jumlah kasus yang jelas terlihat, meski kecil, jika
dibandingkan dengan jumlah “normal” yang diantisipasi.

Bayangkan apabila tiba-tiba jumlah anak kecil yang terkena diare meningkat di sebuah
tempat penitipan anak. Satu atau dua anak sakit mungkin saja normal di hari-hari biasa, tapi
jika 15 anak sekaligus menderita diare, ini berarti wabah.

Ketika sebuah penyakit baru muncul, wabah memang jadi lebih jelas terlihat karena jumlah
kasus yang diantisipasi akibat penyakit itu masih kosong.

Satu contoh: klaster kasus pneumonia yang mencuat tak terduga di kalangan konsumen pasar
di Wuhan, Cina. Pejabat kesehatan publik sekarang mengetahui bahwa peningkatan jumlah
kasus pneumonia di sana merupakan wabah coronavirus tipe baru, yang kini diberi nama
SARS-CoV-2.

Begitu otoritas kesehatan setempat mendeteksi adanya wabah, mereka langsung


meluncurkan investigasi guna menentukan secara tepat siapa saja yang terdampak dan
berapa banyak orang yang terkena penyakit.

Informasi itu kemudian digunakan untuk mencari tahu cara terbaik mengurung wabah dan
mencegah bertambahnya penderita baru.

Epidemi

Lebih besar dan menyebar.

Epidemi adalah wabah yang menyebar di area geografis yang lebih luas. Ketika orang-orang
di luar Wuhan mulai terdeteksi mengidap SARS-CoV-2 (yang menyebabkan penyakit bernama
COVID-19), para ahli epidemiologi pun tahu bahwa wabah ini telah menyebar luas, yang
menandakan bahwa upaya pengurungan tidaklah cukup atau sudah terlambat.

Ini bukan hal mengherankan, mengingat memang belum ada pengobatan atau vaksin yang
tersedia. Tetapi penyebaran luas COVID-19 di seluruh Cina berarti bahwa wabah di Wuhan
telah berkembang menjadi epidemi.
COVID-19 pertama muncul di Wuhan, Cina, pada akhir 2019 tapi dengan cepat menyebar ke seluruh penjuru dunia. Peta ini
memperlihatkan semua negara yang terjangkit pada 5 Maret 2020. CDC

Pandemi

Internasional dan di luar kendali.

Dalam pengertian yang paling klasik, ketika sebuah epidemi menyebar ke beberapa negara
atau wilayah di dunia, ia sudah dianggap pandemi.

Meski demikian, beberapa ahli epidemiologi mengklasifikasikan sebuah situasi sebagai


pandemi hanya apabila penyakit itu berkembang di beberapa wilayah yang baru terdampak
melalui penularan setempat.

Ilustrasinya begini. Apabila seorang turis Amerika yang terkena COVID-19 pulang dari Cina,
maka itu belum pandemi. Tetapi ketika dia menulari beberapa anggota keluarga atau teman,
maka ini pun masih jadi perdebatan (apakah pandemi atau bukan).

Tetapi jika timbul wabah baru setempat, maka para ahli epidemiologi akan setuju bahwa
upaya mengendalikan penularan global telah gagal, dan menganggap perkembangan terkini
sebagai sebuah pandemi.

Tidak cuma medis tapi juga politis

Pada dasarnya, yang dipedulikan ahli epidemiologi adalah pencegahan penyakit. Ini mungkin
berbeda dengan yang dipedulikan pemerintah atau organisasi kesehatan internasional.
WHO dalam sejarahnya hanya pernah mengumumkan dua pandemi - untuk influenza pada
tahun 1918 dan Influenza H1N1 di tahun 2009. Berminggu-minggu pada epidemiologis seperti
saya sudah menyebut coronavirus sebagai sebuah pandemi.

Dari sudut pandang epidemiologis, pengumuman WHO ini sudah terlambat. Sampai 11 Maret,
angka resmi telah mencapai lebih dari 120,000 kasus di setidaknya 114 negara. Delapan

negara, termasuk AS memiliki lebih dari 1,000 kasus di tiap negara, dan penyebaran di
masyarakat sudah terlacak di beberapa negara bagian AS.

Pandemi adalah tingkat tertinggi untuk darurat kesehatan global dan menunjukkan bahwa
wabah yang meluas ini mempengaruhi banyak wilayah di dunia. Walaupun begitu, statemen-
statemen dari WHO tetap berharap agar pandemi ini bisa dikendalikan dan kerusakannya
bisa di minimalisir dengan mengambil tindakan-tindakan yang cepat dan aggresif.

Penetapan resmi COVID-19 atau penyakit menular lainnya sebagai sebuah pandemi akan
mendorong pemerintah, badan terkait, serta organisasi bantuan di seluruh dunia untuk
mengubah upaya pengurungan (containment) menjadi mitigasi.

Penetapan ini memiliki dampak terhadap sisi ekonomi, politik, dan masyarakat dengan skala
global, dan WHO sangat berhati-hati ketika mengambil keputusan ini.

Meski demikian, penetapan resmi WHO tidak perlu membuat kita ketakutan atau buru-buru
memborong masker. Ini bukan berarti virusnya makin menular atau tambah mematikan.
Bukan pula berarti risiko Anda terkena penyakit ini makin meningkat.

Tapi ini akan menjadi sebuah kejadian bersejarah.

Artikel ini pertama kali terbit dalam bahasa Inggris

WHO wabah epidemik pandemi Coronavirus COVID-19


Anda mungkin juga menyukai