Anda di halaman 1dari 35

1

BAB I
TINJAUAN PUSTAKA

1.1 DefinisiSkabies
Sinonim atau nama lain skabies adalah kudis, the itch, gudig, budukan, dan
gatal agogo. Skabies adalah penyakit kulit yang disebabkan oleh infestasi dan
sensitisasi terhadap Sarcoptes scabiei varian hominis dan hasil produknya
(Handoko dkk, 2005).
Skabies terjadi baik pada laki-laki maupun perempuan, di semua geografi
daerah, semua kelompok usia, ras dan kelas sosial. Namun menjadi masalah
utama pada daerah yang padat dengan gangguan sosial, sanitasi yang buruk, dan
negara dengan keadaan perekonomian yang kurang. Skabies ditularkan melalui
kontak fisik langsung (skin-to-skin) maupun tak langsung (pakaian, tempat tidur,
yang dipakai bersama) (Handoko dkk,2005).
Gejala utama adalah pruritus intensif yang memburuk di malam hari atau
kondisi dimana suhu tubuh meningkat. Lesi kulit yang khas berupa terowongan,
papul, ekskoriasi dan kadang-kadang vesikel. Tungau penyebab skabies
merupakan parasit obligat yang seluruh siklus hidupnya berlangsung di tubuh
manusia. Tungau tersebut tidak dapat terbang atau meloncat namun merayap
dengan kecepatan 2.5 cm per menit pada kulit yang hangat (Chosidow, 2006)
1.2 EpidemiologiSkabies
Skabies ditemukan di semua negara dengan prevalensi yang bervariasi.
Daerah endemic skabies adalah di daerah tropis dan subtropis seperti Afrika,
Mesir, Amerika Tengah, Amerika Selatan, Amerika Utara, Australia, Kepulauan
Karibia, India, dan AsiaTenggara.
Diperkirakan bahwa terdapat lebih dari 300 juta orang di seluruh dunia

terjangkit tungau scabies (Chosidow , 2006). Studi epidemiologi memperlihatkan

bahwa prevalensi skabies cenderung tinggi pada anak-anak serta remaja dan tidak
dipengaruhi oleh jenis kelamin, ras, dan umur. Faktor primer yang berkontribusi

adalah kemiskinan dan kondisi hidup di daerah yang padat.

1.3 EtiologiSkabies
Skabies adalah penyakit kulit yang disebabkan oleh infestasi dan sensitisasi

terhadap Sarcoptes scabiei varian hominis. Sarcoptes scabiei adalah parasit

manusia obligat yang termasuk filum Arthopoda, kelas Arachnida, ordo

Ackarima, superfamili Sarcoptes. Bentuknya lonjong, bagian chepal depan kecil

dan bagian belakang torakoabdominal dengan penonjolan seperti rambut yang

keluar dari dasar kaki (Burns,2004).ss

Tungau skabies mempunyai empat kaki dan diameternya berukuran 0,3 mm.

Sehingga tidak dapat dilihat dengan mata telanjang. Tungau ini tidak dapat

terbang atau melompat dan hanya dapat hidup selama 30 hari di lapisan epidermis

(Mitolin et al, 2008). Skabies betina dewasa berukuran sekitar 0,4 mm dengan

luas 0,3 mm , dan jantan dewasa lebih kecil 0,2 mm panjang dengan luas 0,15

mm. Tubuhnya berwarna putih susu dan ditandai dengan garis melintang yang

bergelombang dan pada permukaan punggung terdapat bulu dan dentikel (Burns,

2004).

Gambar 1. Sarcoptes scabiei *


Tungau skabies memiliki empat pasang kaki pendek, di bagian depan terdapat dua

pasang kaki yang berakhir dengan perpanjangan peduncles dengan pengisap kecil

di bagian ujungnya. Pada tungau betina, terdapat dua pasang kaki yang berakhir

dengan rambut (Satae) sedangkan pada tungau jantan rambut terdapat pada

pasangan kaki ketiga dan peduncles dengan pengisap pada pasangan kaki

keempat (Burns,2004).

Siklus hidup tungau ini sebagai berikut. Setelah kopulasi (perkawinan) yang

terjadi di atas kulit, tungau jantan akan mati. Tapi kadang-kadang masih dapat

hidup beberapa hari dalam terowongan yang digali oleh tungau betina. Tungau

betina yang telah dibuahi menggali terowongan dalam stratum korneum, dengan

kecepatan 2 -3 milimeter sehari dan sambil meletakkan telurnya 2 atau 4 butir

sehari sampai mencapai 40-50 telur yang dihasilkankan oleh setiap tungau betina

selama rentang umur 4-6 minggu dan selama itu tungau betina tidak

meninggalkan terowongan. Setelah itu, larva berkaki enam akan muncul dari telur

setelah 3-4 hari dan keluar dari terowongan dengan memotong atapnya. Larva

kemudian menggali terowongan pendek (moulting pockets) di mana mereka

berubah menjadi nimfa. Setelah itu berkembang menjadi tungau jantan dan betina

dewasa. Seluruh siklus hidupnya mulai dari telur sampai bentuk dewasa

memerlukan waktu antara 8 – 12 hari (Brook,1995).


Gambar 2. Siklus Hidup Skabies *

Tungau skabies lebih suka memilih area tertentu untuk membuat

terowongannya dan menghindari area yang memiliki banyak folikel pilosebaseus.

Biasanya, pada satu individu terdapat kurang dari 20 tungau di tubuhnya, kecuali

pada Norwegian scabies dimana individu bisa didiami lebih dari sejuta tungau.

Orang tua dengan infeksi virus immunodefisiensi dan pasien dengan pengobatan

immunosuppresan mempunyai risiko tinggi untuk menderita Norwegian scabies.

1.4 PatogenesaSkabies
Penyakit scabies ini merupakan penyakit menular yang disebabkan oleh kutu

sarcoptes scabei. Faktor yang berperan dalam penularan penyakit ini adalah sosial

ekonomi yang rendah, higiene perorangan yang jelek, lingkungan yang tidak
saniter, perilaku yang tidak mendukung kesehatan, serta kepadatan penduduk.

Penyakit scabies dapat ditularkan melalui kontak langsung maupun kontak tak

langsung. Yang paling sering adalah kontak langsung dan erat atau dapat pula

melalui alat-alat seperti tempat tidur, handuk, dan pakaian. Bahkan penyakit ini

dapat pula ditularkan melalui hubungan seksual antara penderita dengan orang

yang sehat. Di Amerika Serikat dilaporkan, bahwa scabies dapat ditularkan

melalui hubungan seksual meskipun bukan merupakan akibat utama.

Siklus hidup tungau ini sebagai berikut. Setelah kopulasi (perkawinan) yang

terjadi di atas kulit, yang jantan akan mati, kadang-kadang masih dapat hidup

dalam terowongan yang digali oleh yang betina. Tungau betina yang telah dibuahi

menggali terowongan dalam stratum korneum, dengan kecepatan 2 -3 milimeter

sehari dan sambil meletakkan telurnya 2 atau 4 butir sehari sampai mencapai

jumlah 40 atau 50 . Bentuk betina yang telah dibuahi ini dapat hidup sebulan

lamanya. Telurnya akan menetas, biasanya dalam waktu 3-5 hari, dan menjadi

larva yang mempunyai 3 pasang kaki. Larva ini dapat tinggal dalam terowongan,

tetapi dapat juga keluar. Setelah 2 -3 hari larva akan menjadi nimfa yang

mempunyai 2 bentuk, jantan dan betina, dengan 4 pasang kaki. Seluruh siklus

hidupnya mulai dari telur sampai bentuk dewasa memerlukan waktu antara 8 – 12

hari (Handoko, R, 2001).

Telur menetas menjadi larva dalam waktu 3 – 4 hari, kemudian larva

meninggalkan terowongan dan masuk ke dalam folikel rambut. Selanjutnya larva

berubah menjadi nimfa yang akan menjadi parasit dewasa. Tungau betina akan

mati setelah meninggalkan telur, sedangkan tungau jantan mati setelah kopulasi. (
Mulyono, 1986). Sarcoptes scabiei betina dapat hidup diluar pada suhu kamar

selama lebih kurang 7 – 14 hari. Yang diserang adalah bagian kulit yang tipis dan

lembab, contohnya lipatan kulit pada orang dewasa. Pada bayi, karena seluruh

kulitnya masih tipis, maka seluruh badan dapat terserang. (Andrianto dan Tang

Eng Tie, 1989).

Kelainan kulit dapat disebabkan tidak hanya oleh tungau skabies, tetapi juga

oleh penderita sendiri akibat garukan. Dan karena bersalaman atau bergandengan

sehingga terjadi kontak kulit yang kuat, menyebabkan kulit timbul pada

pergelangan tangan. Gatal yang terjadi disebabkan oleh sensitisasi terhadap sekret

dan ekskret tungau yang memerlukan waktu kira-kira sebulan setelah infestasi.

Pada saat itu kelainan kulit menyerupai dermatitis dengan ditemukannya papul,

vesikel, urtika dan lain-lain. Dengan garukan dapat timbul erosi, ekskoriasi,

krusta dan infeksi sekunder. Kelainan kulit dan gatal yang terjadi dapat lebih luas

dari lokasi tungau.(Handoko, R, 2001). Reaksi alergi yang sensitif terhadap

tungau dan produknya memperlihatkan peran yang penting dalam perkembangan

lesi dan terhadap tim bulnya gatal. Sarcoptes scabiei melepaskan substansi

sebagai respon hubungan antara tungau dengan keratinosit dan sel-sel langerhans

ketika melakukan penetrasi ke dalam kulit. (Hickz and Elston,2009).

Hasil penelitian sebelumnya menunjukkan keterlibatan reaksi hipersensitivitas

tipe IV dan tipe I (Burns, 2004). Pada reaksi tipe I, pertemuan antigen tungau

dengan Imunoglobulin-E pada sel mast yang berlangsung di epidermis

menyebabkan degranulasi sel-sel mast. Sehingga terjadi peningkatan antibodi IgE.

Keterlibatan reaksi hipersensitivitas tipe IV akan memperlihatkan gejala sekitar


10-30 hari setelah sensitisasi tungau dan akan memproduksi papul-papul dan nodul

inflamasi yang dapat terlihat dari perubahan histologik dan jumlah sel limfosit T

yang banyak pada infiltrat kutaneus. Kelainan kulit yang menyerupai dermatitis

tersebut sering terjadi lebih luas dibandingkan lokasi tungau dengan efloresensi

dapat berupa papul, nodul, vesikel, urtika dan lainnya. Akibat garukan yang

dilakukan oleh pasien dapat timbul erosi, ekskoriasi, krusta hingga terjadinya

infeksi sekunder (Harahab, 2000).

Cara penularan skabies:

Skabies dapat ditularkan melalui kontak langsung maupun kontak tidak


langsung. Penularan melalui kontak langsung (skin-to-skin) menjelaskan mengapa
penyakit ini sering menular ke seluruh anggota keluarga. Penularan secara tidak
langsung dapat melalui penggunaan bersama pakaian, handuk, maupun tempat
tidur. Bahkan dapat pula ditularkan melalui hubungan seksual antar penderita
dengan orang sakit, namun skabies bukan manifestasi utama dari penyakit menular
seksual (Walton and Currie, 2007).

1.5 Penegakan DiagnosaSkabies


1. GambaranKlinis

Kelainan klinis pada kulit yang ditimbulkan oleh infestasi Sarcoptes scabiei

sangat bervariasi. Meskipun demikian kita dapat menemukan gambaran klinis

berupa keluhan subjektif dan objektif yang spesifik. Dikenal ada 4 tanda utama

atau cardinal sign pada infestasi skabies, yaitu (Amirudin, 2003):

1. Pruritusnocturna

Setelah pertama kali terinfeksi dengan tungau skabies, kelainan kulit

sepertipruritusakantimbulselama6hingga8minggu.Infeksiyang
berulang menyebabkan ruam dan gatal yang timbul hanya dalam beberapa

hari. Gatal terasa lebih hebat pada malam hari. Hal ini disebabkan karena

meningkatnya aktivitas tungau akibat suhu yang lebih lembab dan panas.

Sensasi gatal yang hebat seringkali mengganggu tidur dan penderita

menjadi gelisah.

2. Sekelompokorang

Penyakit ini menyerang manusia secara kelompok, sehingga dalam sebuah

keluarga biasanya mengenai seluruh anggota keluarga. Begitu pula dalam

sebuah pemukiman yang padat penduduknya, skabies dapat menular

hampir ke seluruh penduduk. Didalam kelompok mungkin akan ditemukan

individu yang hiposensitisasi, walaupun terinfestasi oleh parasit sehingga

tidak menimbulkan keluhan klinis akan tetapi menjadi pembawa/carier

bagi individulain.

3. Adanyaterowongan

Kelangsungan hidup Sarcoptes scabiei sangat bergantung kepada

kemampuannya meletakkan telur, larva dan nimfa didalam stratum

korneum, oleh karena itu parasit sangat menyukai bagian kulit yang

memiliki stratum korneum yang relative lebih longgar dan tipis. Lesi yang

timbul berupa eritema, krusta, ekskoriasi papul dan nodul yang sering

ditemukan di daerah sela-sela jari, aspek volar pada pergelangan tangan

dan lateral telapak tangan, siku, aksilar, skrotum, penis, labia dan pada

areola wanita. Bila ada infeksi sekunder ruam kulitnya menjadi polimorf

(pustul, ekskoriasi, danlain-lain).


Gambar 3. Lesi pada sela jari, penis, dan areola mammae *

Erupsi eritematous dapat tersebar di badan sebagai reaksi hipersensitivitas

pada antigen tungau. Lesi yang patognomonik adalah terowongan yang

tipis dan kecil seperti benang, berstruktur linear kurang lebih 1 hingga 10

mm, berwarna putih abu-abu, pada ujung terowongan ditemukan papul atau

vesikel yang merupakan hasil dari pergerakan tungau di dalam stratum

korneum. Terowongan ini terlihat jelas kelihatan di sela-sela jari,

pergelangan tangan dan daerah siku. Namun, terowongan tersebut sukar

ditemukan di awal infeksi karena aktivitas menggaruk pasien yanghebat.

Gambar 4. Tempat-tempat predileksi skabies *


4. Menemukan Sarcoptesscabiei

Apabila kita dapat menemukan terowongan yang masih utuh

kemungkinan besar kita dapat menemukan tungau dewasa, larva, nimfa

maupun skibala dan ini merupakan hal yang paling diagnostik. Akan tetapi,

kriteria yang keempat ini agak susah ditemukan karena hampir sebagian

besar penderita pada umumnya datang dengan lesi yang sangat variatif dan

tidak spesifik. Pada kasus skabies yang klasik, jumlah tungau sedikit

sehingga diperlukan beberapa lokasi kerokan kulit. Teknik pemeriksaan ini

sangat tergantung pada operator pemeriksaan, sehingga kegagalan

menemukan tungau sering terjadi namun tidak menyingkirkan diagnosis

skabies.

2. BentukKlinis

Selain bentuk skabies yang klasik, terdapat pula bentuk-bentuk yang tidak

khas, meskipun jarang ditemukan. Kelainan ini dapat menimbulkan kesalahan

diagnostik yang dapat berakibat gagalnya pengobatan

Bentuk-bentuk skabies antara lain (Stephen et al, 2011):

1. Skabies pada orangbersih

Klinis ditandai dengan lesi berupa papula dan kanalikuli dengan jumlah

yang sangat sedikit, kutu biasanya hilang akibat mandi secara teratur. Namun

bentuk ini seringkali salah diagnosis karena lesi jarang ditemukan dan sulit

mendapatkan terowongan tungau.


Gambar 5 . Skabies pada orang bersih (scabies of cultivated) *

2. Skabiesnodular

Skabies nodular memperlihatkan lesi berupa nodul merah kecoklatan

berukuran 2-20 mm yang gatal. Umumnya terdapat pada daerah yang tertutup

terutama pada genitalia, inguinal dan aksila. Pada nodus yang lama tungau

sukar ditemukan, dan dapat menetap selama beberapa minggu hingga

beberapa bulan walaupun telah mendapat pengobatan anti skabies.

Gambar 6. Skabies Nodular **

3. Skabiesincognito

Penggunaan obat steroid topikal atau sistemik dapat menyamarkan gejala

dan tanda pada penderita apabila penderita mengalami skabies. Sehingga

penderita dapat memperlihatkan perubahan lesi secara klinis. Akan tetapi


dengan penggunaan steroid, keluhan gatal tidak hilang dan dalam waktu

singkat setelah penghentian penggunaan steroid lesi dapat kambuh kembali

bahkan lebih buruk. Hal ini mungkin disebabkan oleh karena penurunan

respon imun seluler.

Gambar 7. Skabies incognito dengan lesi krusta terlokalisasi pada penderita dengan

pengobatan regimen imunosupresan ***

4. Skabies yang ditularkan oleh hewan

Sarcoptes scabiei varian canis bisa menyerang manusia yang

pekerjaannya berhubungan erat dengan hewan tersebut, misalnya anjing,

kucing dan gembala. Lesi tidak pada daerah predileksi skabies tipe humanus

tetapi pada daerah yang sering berkontak dengan hewan peliharaan tersebut,

seperti dada, perut, lengan. Masa inkubasi jenis ini lebih pendek dan sembuh

sendiri bila menjauhi hewan tersebut dan mandi bersih-bersih oleh karena

varietas hewan tidak dapat melanjutkan siklus hidupnya pada manusia.


Gambar 8. Skabies caninum *

5. Skabies Norwegia (Skabies berkrusta)

Kondisi yang jarang ini sangat mudah menular karena tungau berada

dalam jumlah yang banyak dan diperkirakan lebih dari sejuta tungau

berkembang di kulit, sehingga dapat menjadi sumber wabah di tempat

pelayanan kesehatan. Kadar IgE yang tinggi, eosinofil perifer, dan

perkembangan krusta di kulit yang hiperkeratotik dengan skuama dan

penebalan menjadi karakteristik penyakit ini. Plak hiperkeratotik tersebar pada

daerah palmar dan plantar dengan penebalan dan distrofi kuku jari kaki dan

tangan. Lesi tersebut menyebar secara generalisata seperti daerah leher dan

kulit kepala, telinga, bokong, siku, dan lutut. Kulit yang lain biasanya terlihat

xerotik. Pruritus dapat bervariasi dan dapat pula tidak ditemukan pada bentuk

penyakit ini (Amirudin, 2003).


Gambar 9. Skabies norwegian pada plantar **

Bentuk ini ditemukan pada penderita yang mengalami gangguan fungsi

imunologik misalnya penderita HIV/AIDS, lepra, penderita infeksi virus

leukemia type 1, pasien yang menggunakan pengobatan imunosupresi,

penderita gangguan neurologik dan retardasi mental.

6. Skabies pada bayi dananak

Pada anak yang kurang dari dua tahun, infestasi bisa terjadi di wajah

dan kulit kepala sedangkan pada orang dewasa jarang terjadi. Lesi skabies

pada anak dapat mengenai seluruh tubuh, termasuk seluruh kepala, leher,

telapak tangan, telapak kaki dan sering terjadi infeksi sekunder berupa

impetigo, ektima, sehingga terowongan jarang ditemukan. Pada bayi, lesi

terdapat di wajah. Nodul pruritis erithematos keunguan dapat ditemukan pada

axilla dan daerah lateral badan pada anak-anak. Nodul-nodul ini bisa timbul

berminggu-minggu setelah eradikasi infeksi tungau dilakukan. Vesikel dan

bulla bisa timbul terutama pada telapak tangan dan jari.


Gambar 10. Skabies pada anak *

3. Pemeriksaanpenunjang

Bila gejala klinis spesifik, diagnosis skabies mudah ditegakkan. Tetapi

penderita sering datang dengan lesi yang bervariasi sehingga diagnosis pasti sulit

ditegakkan. Pada umumnya diagnosis klinis ditegakkan bila ditemukan dua dari

empat cardinal sign. Beberapa cara yang dapat digunakan untuk menemukan

tungau dan produknya yaitu :

1. Kerokankulit

Papul atau kanalikuli yang utuh ditetesi dengan minyak mineral atau KOH

10% lalu dilakukan kerokan dengan meggunakan scalpel steril yang bertujuan

untuk mengangkat atap papula atau kanalikuli. Bahan pemeriksaan diletakkan

di gelas objek dan ditutup dengan kaca penutup lalu diperiksa dibawah

mikroskop.

2. Mengambil tungau denganjarum

Bila menemukan terowongan, jarum suntik yang runcing ditusukkan kedalam

terowongan yang utuh dan digerakkan secara tangensial ke ujung lainnya

kemudian dikeluarkan. Bila positif, Tungau terlihat pada ujung jarum sebagai
parasit yang sangat kecil dan transparan. Cara ini mudah dilakukan tetapi

memerlukan keahlian tinggi.

3. Tes tinta pada terowongan (Burrow inktest)

Identifikasi terowongan bisa dibantu dengan cara mewarnai daerah lesi

dengan tinta hitam. Papul skabies dilapisi dengan tinta cina, dibiarkan selama

20-30 menit. Setelah tinta dibersihkan dengan kapas alkohol, terowongan

tersebut akan kelihatan lebih gelap dibandingkan kulit di sekitarnya karena

akumulasi tinta didalam terowongan. Tes dinyatakan positif bila terbetuk

gambaran kanalikuli yang khas berupa garis menyerupai bentukzigzag.

4. Membuat biopsi irisan (epidermal shavebiopsy)

Diagnosis pasti dapat melalui identifikasi tungau, telur atau skibala secara

mikroskopik. Ini dilakukan dengan cara menjepit lesi dengan ibu jari dan

telunjuk kemudian dibuat irisan tipis, dan dilakukan irisan superficial secara

menggunakan pisau dan berhati-hati dalam melakukannya agar tidak

berdarah. Kerokan tersebut diletakkan di atas kaca objek dan ditetesi dengan

minyak mineral yang kemudian diperiksa dibawahmikroskop.

5. Biopsi irisan dengan pewarnaanHE.

Gambar 11. Sarcoptes scabiei dalam epidermis (panah) dengan pewarnaan H.E *
6. Ujitetrasiklin

Pada lesi dioleskan salep tetrasiklin yang akan masuk ke dalam kanalikuli.

Setelah dibersihkan, dengan menggunakan sinar ultraviolet dari lampu Wood,

tetrasiklin tersebut akan memberikan fluoresensi kuning keemasan pada

kanalikuli.

Dari berbagai macam pemeriksaan tersebut, pemeriksaan kerokan kulit merupakan

cara yang paling mudah dan hasilnya cukup memuaskan. Agar pemeriksaan berhasil,

ada beberapa hal yang perlu diperhatikan, yakni:

1. Kerokan harus dilakukan pada lesi yang utuh (papula, kanalikuli) dan tidak

dilakukan pada tempat dengan lesi yang tidakspesifik.

2. Sebaiknya lesi yang akan dikerok diolesi terlebih dahulu dengan minyak

mineral agar tungau dan produknya tidak larut, sehingga dapat menemukan

tungau dalam keadaan hidup danutuh.

3. Kerokan dilakukan pada lesi di daerahpredileksi.

4. Oleh karena tungau terdapat dalam stratum korneum maka kerokan harus

dilakukan di superficial dan menghindari terjadinya perdarahan. Namun

karena sulitnya menemukan tungau maka diagnosis scabies harus

dipertimbangkan pada setiap penderita yang datang dengan keluhan gatal

yangmenetap.

1.6 DiagnosisBanding

Diagnosis bandingnya adalah:

1. Urtikaria Akut: erupsi pada papul-papul yang gatal, selalusistemik.


Gambar 12. Urtikaria Akut *

2. Prurigo, biasanya berupa papul-papul yang gatal, predileksi pada bagian

ekstensorekstremitas.

Gambar 13. Prurigo nodularis **

3. Gigitan serangga, biasanya jelas timbul sesudah ada gigitan, efloresensinya

urtikariapapuler.

Gambar 14. Insect’s bite ***


4. Folikulitis berupa pustul miliar dikelilingi daerah yangeritem.

Gambar 15. Folikulitis ****

1.7 PenatalaksanaanSkabies
Terdapat beberapa terapi untuk skabies yang memiliki tingkat efektivitas yang

bervariasi. Faktor yang berpengaruh dalam keberhasilan yang antara lain umur

pasien, biaya pengobatan, berat derajat erupsi, dan factor kegagalan terapi yang

pernah diberikansebelumnya.

Pada pasien dewasa, skabisid topikal harus dioleskan di seluruh permukaan tubuh

kecuali area wajah dan kulit kepala, dan lebih difokuskan di daerah sela-sela jari,

inguinal, genital, area lipatan kulit sekitar kuku, dan area belakang telinga. Pada

pasien anak dan scabies berkrusta, area wajah dan kulit kepala juga harus dioleskan

skabisid topikal. Pasien harus diinformasikan bahwa walaupun telah diberikan terapi

skabisidal yang adekuat, ruam dan rasa gatal di kulit dapat tetap menetap hingga 4

minggu. Jika tidak diberikan penjelasan, pasien akan beranggapan bahwa pengobatan

yang diberikan tidak berhasil dan kemudian akan menggunakan obat anti scabies

secara berlebihan.
Steroid topikal, anti histamin maupun steroid sistemik jangka pendek dapat

diberikan untuk menghilangkan ruam dan gatal pada pasien yang tidak membaik

setelah pemberian terapi skabisid yang lengkap.

a. Penatalaksanaan secaraumum

Edukasi pada pasien skabies :

1. Mandi dengan air hangat dan keringkan badan.

2. Pengobatan yang diberikan dioleskan di kulit dan sebaiknya dilakukan pada

malam hari sebelumtidur.

3. Hindari menyentuh mulut dan mata dengantangan.

4. Ganti pakaian, handuk, sprei, yang digunakan, selalu cuci dengan teratur dan

bila perlu direndam dengan airpanas.

5. Jangan ulangi penggunaan skabisid yang berlebihan dalam seminggu

walaupun rasa gatal yang mungkin masih timbul selama beberapahari.

6. Setiap anggota keluarga serumah sebaiknya mendapatkan pengobatan yang

sama dan ikut menjagakebersihan.

b. Penatalaksanaan secarakhusus

Pengobatan skabies harus efektif terhadap tungau dewasa, telur dan produknya,

mudah diaplikasikan, nontoksik, tidak mengiritasi, aman untuk semua umur, dan

terjangkau biayanya. Pengobatan skabies yang bervariasi dapat berupa topical

maupunoral.

a. Permethrin

Merupakan sintesa dari pyrethroid dan bekerja dengan cara mengganggu

polarisasi dinding sel saraf parasit yaitu melalui ikatan dengan natrium. Hal
ini memperlambat repolarisasi dinding sel dan akhirnya terjadi paralise

parasit. Obat ini merupakan pilihan pertama dalam pengobatan scabies karena

efek toksisitasnya terhadap mamalia sangat rendah dan kecenderungan

keracunan akibat kesalahan dalam penggunaannya sangat kecil. Hal ini

disebabkan karena hanya sedikit yang terabsorpsi di kulit dan cepat

dimetabolisme yang kemudian dikeluarkan kembali melalui keringat, sebum,

dan juga melaluiurin.

Permethrin tersedia dalam bentuk krim 5%, yang diaplikasikan selama 8-

12 jam dan setelah itu dicuci bersih. Apabila belum sembuh bisa dilanjutkan

dengan pemberian kedua setelah 1 minggu. Permethrin jarang diberikan pada

bayi-bayi yang berumur kurang dari 2 bulan, wanita hamil dan ibu menyusui.

Wanita hamil dapat diberikan dengan aplikasi yang tidak lama sekitar 2 jam.

Efek samping jarang ditemukan, berupa: rasa terbakar, perih, dan gatal,

namun mungkin hal tersebut dikarenakan kulit yang sebelumnya memang

sensitive danterekskoriasi.

b. Presipitat Sulfur2-10%

Sulfur adalah antiskabietik tertua yang telah lama digunakan, sejak 25 M

(Hizks, 2009). Preparat sulfur yang tersedia dalam bentuk salep (2% -10%)

dan umumnya salep konsentrasi 6% lebih disukai. Cara aplikasi salep sangat

sederhana, yakni mengoleskan salep setelah mandi ke seluruh kulit tubuh

selama 24 jam selama tiga hari berturut-turut. Keuntungan penggunaan obat

ini adalah harganya yang murah dan mungkin merupakan satu-satunya pilihan

di negara yang membutuhkan terapi massal. Bila kontak dengan jaringan


hidup, preparat ini akan membentuk hydrogen sulfide dan pentathionic acid

(CH2S5O6) yang bersifat germicid dan fungicid. Secara umum sulfur bersifat

aman bila digunakan oleh anak-anak, wanita hamil dan menyusui serta efektif

dalam konsentrasi 2,5% pada bayi. Kerugian pemakaian obat ini adalah bau

tidak enak, mewarnai pakaian dan kadang-kadang menimbulkan iritasi.

c. Benzylbenzoate

Benzil benzoate adalah ester asam benzoat dan alkohol benzil yang

merupakan bahan sintesis balsam peru. Benzil benzoate bersifat neurotoksik

pada tungau skabies. Digunakan sebagai 25% emulsi dengan periode kontak

24 jam dan pada usia dewasa muda atau anak-anak, dosis dapat dikurangi

menjadi 12,5%. Benzil benzoate sangat efektif bila digunakan dengan baik

dan teratur dan secara kosmetik bias diterima. Efek samping dari benzil

benzoate dapat menyebabkan dermatitis iritan pada wajah dan skrotum,

karena itu penderita harus diingatkan untuk tidak menggunakan secara

berlebihan. Penggunaan berulang dapat menyebabkan dermatitis alergi. Terapi

ini dikontraindikasikan pada wanita hamil, menyusui bayi, dan anak-anak

kurang dari 2 tahun. Tapi benzil benzoate lebih efektif dalam pengelolaan

resistant crusted scabies. Di negara-negara berkembang dimana sumber daya

yang terbatas, benzil benzoate digunakan dalam pengelolaan skabies sebagai

alternatif yang lebihmurah.

d. Gamma benzene heksaklorida(Lindane)

Lindane juga dikenal sebagai hexaklorida gamma benzena, adalah sebuah

insektisida yang bekerja pada sistem saraf pusat (SSP) tungau. Lindane
diserap masuk ke mukosa paru-paru, mukosa usus, dan selaput lendir

kemudian keseluruh bagian tubuh tungau dengan konsentrasi tinggi pada

jaringan yang kaya lipid dan kulit yang menyebabkan eksitasi, konvulsi, dan

kematian tungau.

Lindane dimetabolisme dan diekskresikan melalui urin dan feses. Lindane

tersedia dalam bentuk krim, lotion, gel, tidak berbau dan tidak berwarna.

Pemakaian secara tunggal dengan mengoleskan ke seluruh tubuh dari leher ke

bawah selama 12-24 jam dalam bentuk 1% krim atau lotion. Setelah

pemakaian dicuci bersih dan dapat diaplikasikan lagi setelah 1 minggu. Hal

ini untuk memusnahkan larva-larva yang menetas dan tidak musnah oleh

pengobatan sebelumnya. Beberapa penelitian menunjukkan penggunaan

Lindane selama 6 jam sudah efektif. Dianjurkan untuk tidak mengulangi

pengobatan dalam 7 hari, serta tidak menggunakan konsentrasi lain selain 1%.

Efek samping lindane antara lain menyebabkan toksisitas SSP, kejang, dan

bahkan kematian pada anak atau bayi walaupun jarangterjadi.

Tanda-tanda klinis toksisitas SSP setelah keracunan lindane yaitu sakit

kepala, mual, pusing, muntah, gelisah, tremor, disorientasi, kelemahan,

berkedut dari kelopak mata, kejang, kegagalan pernapasan, koma, dan

kematian. Beberapa bukti menunjukkan lindane dapat mempengaruhi

perjalanan fisiologis kelainan darah seperti anemia aplastik, trombositopenia,

dan pancytopenia.
e. Crotamiton krim(Crotonyl-N-Ethyl-O-Toluidine)

Crotamion (crotonyl-N-etil-o-toluidin) digunakan sebagai krim 10% atau

lotion. Tingkat keberhasilan bervariasi antara 50% dan 70%. Hasil terbaik

telah diperoleh bila diaplikasikan dua kali sehari selama lima hari berturut-

turut setelah mandi dan mengganti pakaian dari leher ke bawah selama 2

malam kemudian dicuci setelah aplikasi kedua. Efek samping yang

ditimbulkan berupa iritasi bila digunakan jangka panjang.

Beberapa ahli beranggapan bahwa crotamiton krim ini tidak memiliki

efektivitas yang tinggi terhadap skabies. Crotamiton 10% dalam krim atau

losion, tidak mempunyai efek sistemik dan aman digunakan pada wanita

hamil, bayi dan anak kecil.

f. Ivermectin

Ivermectin adalah bahan semisintetik yang dihasilkan oleh Streptomyces

avermitilis, anti parasit yang strukturnya mirip antibiotic makrolid, namun

tidak mempunyai aktifitas sebagai antibiotic, diketahui aktif melawan ekto

dan endo parasit. Digunakan secara meluas pada pengobatan hewan, pada

mamalia, pada manusia digunakan untuk pengobatan penyakit filarial

terutama oncocerciasis. Diberikan secara oral, dosis tunggal, 200 ug/kgBB

dan dilaporkan efektif untuk scabies. Digunakan pada umur lebih dari 5 tahun.

Juga dilaporkan secara khusus tentang formulasi ivermectin topikal efektif

untuk mengobati scabies. Efek samping yang sering adalah kontak dermatitis

dan toxicepidermalnecrolysis.
g. Monosulfiran

Tersedia dalam bentuk lotion 25% sebelum digunakan harus ditambahkan

2-3 bagian air dan digunakan setiap hari selama 2-3 hari.

h. Malathion

Malathion 0,5% adalah insektisida organosfosfat dengan dasar air

digunakan selama 24%. Pemberian berikutnya beberapa hari kemudian.

Namun saat ini tidak lagi direkomendasikan karena berpotensi memberikan

efek samping yang buruk.

c. Penatalaksanaan skabiesberkrusta

Terapi skabies ini mirip dengan bentuk umum lainnya, meskipun scabies

berkrusta berespon lebih lambat dan umumnya membutuhkan beberapa pengobatan

dengan skabisid. Kulit yang diobati meliputi kepala, wajah, kecuali sekitar mata,

hidung, mulut dan khusus dibawah kuku jari tangan dan jari kaki diikuti dengan

penggunaan sikat di bagian bawah ujung kuku. Pengobatan diawali dengan krim

permethrin dan jika dibutuhkan diikuti dengan lindane dan sulfur. Mungkin sangat

membantu bila sebelum terapi dengan skabisid diobati dengan keratolitik.

d. Penatalaksanaan skabiesnodular

Nodul tidak mengandung tungau namun merupakan hasil dari reaksi

hipersensitivitas terhadap produk tungau. Nodul akan tetap terlihat dalam beberapa

minggu setelah pengobatan. Skabies nodular dapat diobati dengan kortikosteroid

intralesi atau menggunakan primecrolimus topikal dua kali sehari.


e. Pengobatan terhadapkomplikasi

Pada infeksi bakteri sekunder dapat digunakan antibiotik oral.

f. Pengobatansimptomatik

Obat antipruritus seperti obat anti histamin mungkin mengurangi gatal yang

secara karakeristik menetap selama beberapa minggu setelah terapi dengan anti

skabeis yang adekuat. Pada bayi, aplikasi hidrokortison 1% pada lesi kulit yang

sangat aktif dan aplikasi pelumas atau emolient pada lesi yang kurang aktif mungkin

sangat membantu, dan pada orang dewasa dapat digunakan triamsinolon 0,1%.

Tabel 1. Pengobatan Skabies

Setelah pengobatan berhasil untuk membunuh tungau skabies, masih terdapat

gejala pruritus selama 6 minggu sebagai reaksi eczematous atau masa penyembuhan.
Pasien dapat diobati dengan Emolien dan kortikosteroid topikal, dengan atau tanpa

antibiotic topikal tergantung adanya infeksi sekunder oleh Staphylococcus aureus.

Crotamiton antipruritic topikal sering membantu pada kulit yang gatal.

Keluhan sering ditemukan pada pasien yaitu mengalami gejala yang

berkelanjutan selama 2-6 minggu setelah pengobatan berhasil. Hal ini karena respon

tubuh dari kekebalan terhadap antigen tungau. Jika gejalanya menetap di luar 2

minggu, itu mungkin karena diagnosis awal yang tidak sesuai, aplikasi obat yang

salah menyebabkan tungau skabies tetap ditemukan pada pasien. Kebanyakan

kambuh karena reinfeksi dan tidak diobati.

1.8. Pencegahan

Untuk melakukan pencegahan terhadap penularan scabies, orang-orang yang

kontak langsung atau dekat dengan penderita harus diterapi dengan topikal skabisid.

Terapi pencegahan ini harus diberikan untuk mencegah penyebaran scabies karena

seseorang mungkin saja telah mengandung tungau scabies yang masih dalam periode

inkubasi asimptomatik.

Selain itu untuk mencegah terjadinya reinfeksi melalui seprei, bantal, handuk dan

pakaian yang digunakan dalam 5 hari terakhir, harus dicuci bersih dan dikeringkan

dengan udara panas karena tungau scabies dapat hidup hingga 3 hari diluar kulit,

karpet dan kain pelapis lainnya sehingga harus dibersihkan (vacuum cleaner).

1.9 Komplikasi

Infeksi sekunder pada pasien skabies merupakan akibat dari infeksi bakteri atau

karena garukan. Keduanya mendominasi gambaran klinik yang ada. Erosi merupakan

tanda yang paling sering muncul pada lesi sekunder. Infeksi sekunder dapat ditandai
dengan munculnya pustul, supurasi, dan ulkus. Selain itu dapat muncul eritema,

skuama, dan semua tanda inflamasi lain pada ekzem sebagai respon imun tubuh yang

kuat terhadap iritasi. Nodul-nodul muncul pada daerah yang tertutup seperti bokong,

skrotum, inguinal, penis, dan axilla. Infeksi sekunder lokal sebagian besar disebabkan

oleh Staphylococcus aureus dan biasanya mempunyai respon yang bagus terhadap

topikal atau antibiotic oral, tergantung tingkat pyodermanya. Selain itu, limfangitis

dan septiksemia dapat juga terjadi terutama pada skabies Norwegian, post-

streptococcal glomerulonephritis bisa terjadi karena skabies-induced pyodermas yang

disebabkan oleh Streptococcus pyogens.

1.10 Prognosis

Jika tidak dirawat, kondisi ini bisa menetap untuk beberapa tahun. Pada individu

yang immunocompetent, jumlah tungau akan berkurang seiring waktu. Infestasi

scabies dapat disembuhkan. Seorang individu dengan infeksi scabies, jika diobati

dengan benar, memiliki prognosis yang baik, keluhan gatal dan ekzema akan sembuh
BAB III
PEMBAHASAN

3.1 Pemilihan Terapi


Syarat obat yang ideal adalah :
1. Harus efektif terhadap semua stadium tungau
2. Harus tidak menimbulkan iritasi dan tidaktoksik
3. Tidak berbau atau kotor serta tidak merusak atau mewarnaipakaian
4. Mudah diperoleh dan harganya murah
Semua keluarga yang berkontak dengan penderita harus diobati termasuk
pasangan seksnya. Beberapa macam obat yang dapat dipakai pada pengobatan scabies
yaitu:
1. Permethrin
Merupakan sintesa dari pyrethroid yang bekerja dengan cara mengganggu
polarisasi dinding sel saraf parasit yaitu melalui ikatan dengan natrium. Hal ini
memperlambat repolarisasi dinding sel dan akhirnya terjadi paralise parasit. Obat
ini merupakan pilihan pertama dalam pengobatan skabies karena efek
toksisitasnya terhadap mamalia sangat rendah dan kecenderungan keracunan
akibat kesalahan dalam penggunaannya sangat kecil. Hal ini disebabkan karena
hanya sedikit yang terabsorpsi di kulit dan cepat dimetabolisme yang kemudian
dikeluarkan kembali melalui keringat dan sebum, dan juga melalui urin.
Permethrin tersedia dalam bentuk krim 5%, yang diaplikasikan selama 8-12
jam dan setelah itu dicuci bersih. Apabila belum sembuh bisa dilanjutkan dengan
pemberian kedua setelah 1 minggu. Permethrin jarang diberikan pada bayi-bayi
yang berumur kurang dari 2 bulan, wanita hamil dan ibu menyusui. Wanita hamil
dapat diberikan dengan aplikasi yang tidak lama sekitar 2 jam. Efek samping
jarang ditemukan, berupa rasa terbakar, perih dan gatal, namun mungkin hal
tersebut dikarenakan kulit yang sebelumnya memang sensitive dan terekskoriasi.
SCABIMITE
Tiap gram krim berisi permetrin 5%
Indikasi :Scabies
Kontraindikasi :Hipersensitivitas
EfekSamping : Dapat timbul rasa panas seperti terbakar dan tersengat
yang bersifat ringan dan sementara. Eritema (Kemerahan kulit karena pelebaran
pembuluh- pembuluh darah), ruamkulit.
Perhatian : Hindari kontak dengan mata, penggunaan pada wanita
hamil, menyusui dan bayi usia kurang 2 bulan belum diketahui keamanannya,
setelah pemakaian ada kemungkinan gejala scabies tidak langsungmenghilang.
Dosis : Sekalipemakaian
2. Gamma benzene heksaklorida(Lindane)
Lindane juga dikenal sebagai hexaklorida gamma benzena, adalah sebuah
insektisida yang bekerja pada sistem saraf pusat (SSP) tungau. Lindane diserap
masuk ke mukosa paru-paru, mukosa usus, dan selaput lendir kemudian
keseluruh bagian tubuh tungau dengan konsentrasi tinggi pada jaringan yang
kaya lipid dan kulit yang menyebabkan eksitasi, konvulsi, dan kematiantungau.
Lindane dimetabolisme dan diekskresikan melalui urin dan feses. Lindane
tersedia dalam bentuk krim, lotion, gel, tidak berbau dan tidak berwarna.
Pemakaian secara tunggal dengan mengoleskan ke seluruh tubuh dari leher ke
bawah selama 12-24 jam dalam bentuk 1% krim atau lotion. Setelah pemakaian
dicuci bersih dan dapat diaplikasikan lagi setelah 1 minggu. Hal ini untuk
memusnahkan larva-larva yang menetas dan tidak musnah oleh pengobatan
sebelumnya. Beberapa penelitian menunjukkan penggunaan Lindane selama 6
jam sudah efektif. Dianjurkan untuk tidak mengulangi pengobatan dalam 7 hari,
serta tidak menggunakan konsentrasi lain selain 1%. Efek samping lindane antara
lain menyebabkan toksisitas SSP, kejang, dan bahkan kematian pada anak atau
bayi walaupun jarang terjadi.
Tanda-tanda klinis toksisitas SSP setelah keracunan lindane yaitu sakit
kepala, mual, pusing, muntah, gelisah, tremor, disorientasi, kelemahan, berkedut
dari kelopak mata, kejang, kegagalan pernapasan, koma, dan kematian. Beberapa
bukti menunjukkan lindane dapat mempengaruhi perjalanan fisiologis kelainan
darah seperti anemia aplastik, trombositopenia, dan pancytopenia.
2-4 Zalf
Komposisi : Salicylic acid 2%, sulfur precipitated 4%
Indikasi : terapi scabies daniritasi
Carapemberian : gunakan pada daerah yangsakit
3. Antihistamin H1
Antihistamin adalah zat yang mampu mencegah pelepasan atau kerja
histamine. Istilah antihistamin dapat digunakan untuk menjelaskan antagonis
histamine yang manapun termasuk reseptor H1. Agonis histamine H1 ini bekerja
dalam penghambatan efek histamine pada pembuluh darah, bronkus, dan
bermacam- macam otot polos, selain itu juga dapat mengobati reaksi
hipersensitivitas atau keadaan pelepasan histamine endogen yang berlebihan.
Terapi antihistamin pada pasien ini menggunakan antihistamin H1 golongan
sisa yaitu mebhidrolin yang dugunakan untuk menurunkan utikaria, rhinitis
vasomotor, pruritus, dan eksema.
Gabiten
Komposisi :mebhydrolin napadisylate setara denganmebhydrolin.
Indikasi :alergi, dermatitis, urtikaria, pruritus, rinitis alergi, rhinitis
vasomotor, konjungtivitis, hayfever, alergi terhadapobat-obatan.
Kontraindikasi :asma akut, hipersensitif terhadap mebhidrolin napadisilat.
Efeksamping :mengantuk, lesu, mulut kering, kehilangan nafsu makan,
hipotensi, tinitus, euforia, sakit kepala. Gangguan pencernaan, stimulasi susunan
saraf pusat. Reaksi alergi, diskrasia darahreversibel.
Dosis :dewasa dana anak-anak usia lebih dari 10 tahun : 3 kali sehari 1-2
kaplet.
Carapemberian : dikonsumsi bersamaan denganmakanan
BAB IV
PENUTUP

4.1 Kesimpulan dan Saran

Scabies merupakan penyakit menular yang disebabkan oleh infestasi dan

sensitisasi Sarcoptes scabiei var. hominis dengan prevalensi di negara berkembang

6%-27% pada populasi umum. Meski sekarang sudah sangat jarang dan sulit

ditemukan laporan terbaru tentang kasus skabies diberbagai media di Indonesia

(terlepas dari faktor penyebabnya), namun tak dapat dipungkiri bahwa penyakit kulit

ini masih merupakan salah satu penyakit yang sangat mengganggu aktivitas hidup

dan kerja sehari-hari. Skabies adalah penyakit kulit yang disebabkan oleh infestasi

dan sensitisasi terhadap Sarcoptes scabiei var. hominis dan produknya. Penularannya

dengan 2 cara yaitu kontak langsung dan kontak taklangsung.

Di berbagai belahan dunia, laporan kasus skabies masih sering ditemukan

pada keadaan lingkungan yang padat penduduk, status ekonomi rendah, tingkat

pendidikan yang rendah dan kualitas higienis pribadi yang kurang baik atau

cenderungjelek.

Rasa gatal yang ditimbulkannya terutama waktu malam hari, secara tidak

langsung juga ikut mengganggu kelangsungan hidup masyarakat terutama tersitanya

waktu untuk istirahat tidur, sehingga kegiatan yang akan dilakukannya disiang hari

juga ikut terganggu. Jika hal ini dibiarkan berlangsung lama, maka efisiensi dan

efektifitas kerja menjadi menurun yang akhirnya mengakibatkan menurunnya kualitas

hidup masyarakat
Pada penyakit skabies ditemukan 4 tanda cardinal yaitu pruritus nocturna,

menyerang manusia secara berkelompok, adanya terowongan (kunikulus) pada

tempat-tempat predileksi yang berwarna putih atau keabu-abuan dan menemukan

tungau. Bentuk kelainan kulit pada penyakit skabies yaitu ditemukannya papul,

vesikel, erosi, ekskoriasi, krusta dan lain-lain, serta bermanifestasi klinis dalam

berbagai variasi. Bila infeksi sekunder telah terjadi dapat disebabkan bakteri yang

ditandai dengan munculnya pustul maupun timbulnya gejala infeksi sistemik

Penanganan yang menjadi pilihan utama adalah primethrin 5% topikal yang dioleskan

di kulit 8-12 jam serta edukasi pasien.


DAFTAR PUSTAKA

Handoko RP, Djuanda A, Hamzah M. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Ed.4.
Jakarta: FKUI; 2005. 119-22.

Binic I, Aleksandar J, Dragan J, Milanka L. Crusted (Norwegian) Scabies Following


Systemic And Topikal Corticosteroid Therapy. J Korean Med Sci; 25: 2010. 88-
91.

Orkin Miltoin, Howard L. Maibach. Scabies and Pediculosis Fitzpatrick’s


Dermatology in General Medicine, 7th. USA: McGrawHill; 2008. 2029-31.

Siregar RS, Wijaya C, Anugerah P. Saripati Penyakit Kulit dan Kelamin. Ed.3.
Jakarta: EGC; 1996. 191-5.

Habif TP, Hodgson S. Clinical Dermatology. Ed.4. London: Mosby; 2004. 497-506.
Chosidow O. Scabies. New England J Med. 2006. July : 354/1718-27.

Walton SF, Currie BJ. Problems in Diagnosing Scabies, A Global Disease in Human
and Animal Populations. Clin Microbiol Rev. 2007. April.268-79.

Johnston G, Sladden M. Scabies: Diagnosis and Treatment.British Med J. 2005.


September :17;331(7517)/619-22.

Burns DA. Diseases Caused by Arthropods and Other Noxious Animals, in: Burns T,
Breathnach S, Cox N, Griffiths C. Rooks Textbook of Dermatology. Vol.2. USA:
Blackwell publishing; 2004. 37-47.

Itzhak Brook. Microbiology of Secondary Bacterial Infection in Scabies Lesions. J


Clin Microbiol. 1995. August: 33/2139-2140.

Hicks MI, Elston DM. Scabies. Dermatologic Therapy. 2009. November :22/279-
292.

Harahap M. Ilmu Penyakit Kulit.Ed.1. Jakarta: Hipokrates; 2000. 109-13.

Amiruddin MD. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Ed.1. Makassar: Fakultas
Kedokteran Universitas Hasanuddin ; 2003. 5-10.

Hengge, R. Ulrich, Bart. J. Currie, Gerold Jager, Omar Lupi, Robert A.


Schwartz.Scabies: a Ubiquitous Neglected Skin Disease. PubMed Med. J. 2006.
December. 6:769-777
P. Stone Stephen, Jonathan N. Goldfarb, Rocky E. Bacelieri. 2011. Scabies.
Fitzpatrick’s Dermatology in General Medicine 5th. USA: McGrawHill; 2677-
80

Beegs Jennifer,ed. Scabies Prevention and Control Manual. Michigan. Scabies


prevention and Control Manual.

Karthikeyan K. Treatment of Scabies: Newer Perspectives. Postgraduate Med J.


2005. Januari. 1(951)/7-11.

Currie J.B., and James S. McCarthy. Permethrin and Ivermectin for Scabies. New
England J Med. 2010. February : 362/717-724.

Sadana, Liana Yuliawati. Krim Permethrin 5% untuk Pengobatan Scabies (online).


2007. [cited 2010 October 19th] : [1 screens]. Available from:
URL:http://www.yosefw.wordpress.com

Anda mungkin juga menyukai