Anda di halaman 1dari 2

Nama : Naufal Ghazy Hidayat

NIM : 18407141046

Prodi : Ilmu Sejarah B

Mata Kuliah : Metode Sejarah

Imajinasi dalam Sejarah

Ilmu sejarah sebagai seni tentu membutuhkan gaya bahasa, intuisi, emosi, dan imajinasi. Seni
dan majinasi adalah dua hal yang berkaitan, begitu pula dengan sejarah sebagai seni tentu juga akan
menyinggung aspek imajinatif. Seperti halnya pendapat Kuntowijoyo, setidaknya ada tiga hal yang
penting bahwa seorang sejarawan haruslah dapat membayangkan apa yang sebelumnya terjadi, apa
yang sedang terjadi, dan apa yang telah terjadi sesudah itu. Sebagai sastrawan, Kuntowijoyo memiliki
kreativitas dalam berimajinasi yang tinggi dan secara otomatis akan akan mudah
menyalurkannyamelalui tulisan-tulisan sejarah. Kuntowijoyo sangat menekankan pentingnya
imajinasi dalam penelitian dan penulisan sejarah.
Dalam menyajikan hasil penelitian, sejarawan dituntut untuk memiliki imajinasi yang tinggi.
Namun demikian, jangan lupa bahwa imajinasi yang dimiliki oleh sejarawan lain dengan imajinasi
yang dimiliki oleh komposer puisi itu jelas berbeda. Imajinasi seorang sejarawan itu tetap didasarkan
pada sumber sejarah, sedangkan imajinasi seorang komposer puisi itu sifatnya lebih besar. Harus
diingat pula bahwa imajinasi historis merupakan hal yang reproduktif (merekonstruksi kembali),
bukan berupa inventif (penciptaan baru). Artinya bahwa imajinasi historis mengacu pada upaya untuk
menghidupkan kembali masa lampau melalui gambaranyang disajikan dalam tulisan sejarah. Hal ini
berkaitan erat dengan kenyataan bahwa sebagian unsur dari gambaran masa lampau yang telah hilang
akibat ketidaklengkapan sumber sejarah dan inilah yang membutuhkan imajinasi historis.
Namun demikian, imajinasi jangan sampai berlebihan dalam sejarah, +sebab nantinya akan
dapat mengarah ke fantasi dan harus ada sekat dalam imajinasi. Fakta merupakan hal yang sangat
penting dan diperoleh melalui sumber-sumber sejarah yang sudah melewati tahap kritik sumber. Fakta
juga bukan menghambat berimajinasi, tetapi membatasinya agar tidak terlalu subjektif.
Contoh dalam imajinasi sejarah yaitu dalam Perang Aceh, seorang sejarawan harus mampu
berimajinasi mengenai pantai, hutan, desa, meunasah, istana, masjid, dan bukit-bukit. Mungkin ia
akan busa memahami Teuku Umar melalui pemahaman imajinernya tentang pantai, perlawanan Cut
Nyak Dien, melalui hutannya, dan penyebaran cita-cita Perang Sabil lewat imajinasinya lewat desa,
meunasah, dan masjidnya (Kuntowijoyo, 2001: 70).
Daftar Pustaka
Azumardi Azra. 2005. Konsep Kesejarahan Kuntowijoyo. P3M STAIN Purwokerto. 3 (2): 2.
Hughes, H. Stuart. 1964. History as Art and as Science. New York.
Kuntowijoyo. 1995. Pengantar Ilmu Sejarah. Yogyakarta: Yayasan Benteng Budaya.

Anda mungkin juga menyukai