Anda di halaman 1dari 3

Tugas Ekologi Sosial

Fikri Riswandi
4825072313
Sosiologi Pembangunan (Reguler 2007)

PELESTARIAN EKOSISTEM MANGROVE DI WILAYAH DKI JAKARTA


Studi Kasus: Masalah Ekosistem Mangrove
di Hutan Lindung Angke Kapuk PIK

Hutan mangrove adalah hutan yang selalu tergenang air laut di kawasan pantai
dan dipengaruhi oleh pasang surut air laut, tetapi tidak dipengaruhi oleh iklim.
Kawasan pantai merupakan daratan yang terletak di bagian hilir daerah aliran sungai
yang berbatasan dengan laut dan masih dipengaruhi oleh pasang surut. Menurut
Nybakken (1992), hutan mangrove adalah sebutan umum yang digunakan untuk
menggambarkan suatu varietas komunitas pantai tropik yang didominasi oleh
beberapa spesies pohon-pohon yang khas atau semak-semak yang mempunyai
kemampuan untuk tumbuh dalam perairan asin. Jadi, ekosistem mangrove adalah
suatu sistem dimana alam menjadi tempat berlangsungnya kehidupan yang memiliki
hubungan timbal balik antara makhluk hidup dengan lingkungannya dan diantara
makhluk hidup itu sendiri, yang terdapat di wilayah pesisir, dipengaruhi oleh pasang
surut air laut, dan juga didominasi oleh spesies pohon atau semak yang khas dan
mampu tumbuh dalam perairan asin atau payau.
Keberadaaan ekosistem mangrove memiliki beberapa peran yang penting,
yakni sebagai habitat, tempat mencari makan, tempat asuhan dan pembesaran, dan
juga tempat pemijahan bagi organisme yang hidup di padang lamun ataupun terumbu
karang. Secara khusus, keberadaan hutan mangrove memiliki 2 fungsi (Santoso dan
H.W. Arifin, 1998), yaitu fungsi ekologis (sebagai pelindung garis pantai dari abrasi,
mempercepat perluasan pantai melalui pengendapan, mencegah intrusi air laut ke
daratan, tempat berpijah aneka biota laut, tempat berlindung dan berkembangbiak
berbagai jenis burung, mamalia, reptil, dan serangga, dan juga sebagai pengatur iklim
mikro) dan fungsi ekonomis (sebagai penghasil keperluan rumah tangga, penghasil
keperluan industri, penghasil bibit ikan, nener udang, kepiting, kerang, madu, dan
telur burung, pariwisata, penelitian, dan juga pendidikan). Maka karena itu,
keberadaan ekosistem mangrove sangat penting bagi lingkungan dan organisme
lainnya (khususnya manusia) karena bernilai secara ekologis dan juga ekonomis,
sehingga perlu adanya pengelolaan dan pelestarian dari keberadaan ekosistem
mangrove yang sudah ada sekarang maupun yang akan dikembangkan nantinya.
Namun kondisi ekosistem mangrove sekarang ini masih jauh di bawah standar,
terutama ekosistem mangrove di kawasan DKI Jakarta. Ekosistem mangrove
terbanyak di Jakarta berada di wilayah Jakarta Utara, tepatnya di wilayah sekitar
Pantai Indah Kapuk. Keberadaan hutan mangrove di sana dikelola oleh Bidang
Kehutanan dari Dinas Kelautan dan Pertanian DKI Jakarta. Di wilayah PIK terdapat 4
lokasi yang menjadi kawasan hutan mangrove yaitu ekowisata tol Sedyatmo, hutan
lindung Angke Kapuk, Areal Arboretum Dishuttan DKI, dan Taman Wisata Alam
Angke Kapuk. Namun dari keempat lokasi tersebut, kondisi hutan mangrove di hutan
lindung Angke Kapuk yang dapat dikatakan sangat kritis. Ini dikarenakan kondisi
wilayah tersebut airnya keruh, banyak sekali terdapat sampah, dan adanya pemukiman
liar di dalam wilayah hutan lindung tersebut. Kondisi tersebut, menyebabkan kurang
bersihnya kondisi lingkungan di hutan mangrove tersebut, yang berdampak minimnya
pengunjung di hutan lindung tersebut. Masalah lainnya adalah lokasi hutan lindung
tersebut bersebelahan dengan komplek perumahan elit PIK, dimana kondisinya luas
wilayah komplek tersebut lebih luas dari luas hutan mangrovenya, sehingga luas
kondisi hutan mangrove di hutan lindung tersebut menjadi sempit dan hanya berada di
sekitar garis pantai saja.1 Kondisi ini menyebabkan habitat dari hewan-hewan yang
berada di hutan lindung tersebut menjadi terganggu (seperti kera). Hal ini membuat
masalah lain, dimana karena kritisnya habitat kera di wilayah tersebut, kera-kera
tersebut kadang berkeliaran dan mengganggu ketenangan penghuni di sekitar wilayah
komplek elit tersebut.2

Gambar 1.1
Populasi Kera di Hutan Lindung Angke Kapuk

Sumber: data pribadi penulis

Hal tersebut disebabkan oleh pembangunan yang dilakukan di Pantai Indah


Kapuk (PIK) tidak memperhatikan kondisi ekosistem lingkungan di wilayah hutan
mangrove. Pantai Indah Kapuk (PIK) yang pada awalnya berupa rawa yang
merupakan daerah peresapan air, telah berubah fungsi menjadi daerah pemukiman elit
yang mengedepankan eksklusifitas dan kenyamanan penghuninya padahal dampak
konversi lahan pada wilayah ini mengakibatkan masalah berkepanjangan di Jakarta
khususnya wilayah Jakarta Utara. Lahan yang terdapat di kawasan Pantai Indah
Kapuk (PIK) merupakan lahan basah (wetland), sehingga merupakan tempat
ekosistem yang baik bagi populasi burung air dan burung migran yang tidak dapat
dilepaskan dari ekosistem hutan mangrove di Pantai. Masalah ekosistem dan ekologi
bermunculan mulai dari punahnya ekosistem burung di wilayah hutan mangrove dan
hutan bakau sampai yang membahayakan bagi manusia seperti banjir dan sulitnya
mendapatkan pasokan air bersih. Untuk itu, Ada dua konsep utama yang dapat
diterapkan dalam kerangka pengelolaan dan pelestarian mangrove, yaitu perlindungan

1 Hasil observasi penulis di Hutan Lindung Angke Kapuk, tanggal 30 Agustus 2010.
2 Hasil wawancara dengan Bapak Arie, staf Bidang Kehutanan, Dinas Kelautan dan Pertanian DKI Jakarta,
tanggal 30 Agustus 2010.
hutan mangrove dan rehabilitasi hutan mangrove.3 Bedasarkan kedua konsep tersebut
dapat diketahui bahwa pengelolaan dan perlindungan sangat diperlukan agar
ekosistem mangrove dapat tetap lestari.

Gambar 1.1
Kondisi Air di Hutan Lindung Angke Kapuk

Sumber: data pribadi penulis

Salah satu cara perlindungan keberadaan hutan mangrove adalah dengan


menjadikan suatu kawasan hutan mangrove sebagai kawasan konservasi, dan sebagai
bentuk sabuk hijau (green belt) di sepanjang pantai dan tepi sungai. Ide ini
dikembangkan atas dasar pemikiran bahwa masyarakat pesisir (khususnya, relatif
miskin) harus dilibatkan dalam pengelolaan mangrove dengan cara diberdayakan,
baik kemampuan (skill) maupun ekonominya. Pola pengawasan pengelolaan
ekosistem mangrove yang dikembangkan adalah pola partisipatif (diawasi, sosialisasi
dan transparansi kebijakan, institusi formal yang mengawasi, semua pihak terlibat
dalam pengawasan, mekanisme pengawasan, dan juga insentif dan sanksi yang tegas.
Maka karena itu, dalam rangka pengelolaannya, sangat perlu melibatkan peran aktif
seluruh unsur masyarakat agar masyarakatnya menjadi terbedaya, keberadaan
ekosistem mangrove pun menjadi lestari.

Daftar Pustaka
Bahan ajar Mata Kuliah Ekologi Sosial, Semester 7
Nybakken, J.W. 1992. Biologi Laut Suatu Pendekatan Ekologis. Alih bahasa oleh M.
Eidman., Koesoebiono., D.G. Bengen., M. Hutomo., S. Sukardjo. PT.
Gramedia Pustaka Utama. Jakarta, Indonesia.
Santoso, N., H.W. Arifin. 1998. Rehabilitas Hutan Mangrove Pada Jalur Hijau Di
Indonesia. Lembaga Pengkajian dan Pengembangan Mangrove (LPP
Mangrove). Jakarta, Indonesia.
http://pioner2b.files.wordpress.com/2009/11/paper-ekonomi-sumberdaya-lahan.pdf.
(diakses pada tanggal 5 Januari 2011)

3 Bahan ajar Mata Kuliah Ekologi Sosial, Semester 7

Anda mungkin juga menyukai