Anda di halaman 1dari 8

LAPORAN

ANALISIS JURNAL HERBAL, AROMATERAPI DAN HEWANI

Untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Terapi Komplementer

Dosen Pengampu : Dra. Hj. Sri Kusmiati,S.Kp.,M.Kes

Disusun Oleh : Kelompok 3

Riska Nuraeni : P17320118059


Arum Wening Galih : P17320118060
Nurul Jannah : P17320118061
Ajeng Sonia Pratiwi : P17320118062
Syifa Nur Jannah : P17320118063
Angelina Febriyanti S. D : P17320118064

Tingkat : 2B

POLITEKNIK KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN BANDUNG

JURUSAN KEPERAWATAN BANDUNG

2019
A. Aromaterapi
Judul : Pemberian Aromaterapi Bunga Mawar Terhadap Penurunan Tekanan Darah Pada
Wanita Lanjut Usia Di UPTD Panti Social Lanjut Usia Tresna Werdha Natar Lampung
Oleh : Ana Mariza, Annisa Umi Kalsum
Tahun : 2016
Pembahasan:
1. Teori
Menurut teori yang dikemukakan oleh Mansjoer, dkk (2013) dikatakan tekanan
darah tinggi bila tekanan darah sistolik mencapai 140 mmHg atau lebih, tekanan diastolic
mencapai 90 mmHg atau lebih, atau keduanya. Pada tekanan darah tinggi biasanya terjadi
kenaikan tekanan sistolik dan diastolic.
Menurut Mansjoer (2013), salah satu penanganan hipertensi adalah dengan
menggunakan aromaterapi. Aromaterapi didasarkan pada teori bahwa inhalasi atau
penyerapan minyak essensial mamicu perubahan pada system tubuh, bagian dari otak
yang berhubungan dengan memori dan emosi. Hal ini dapat merangsang respon fisiologis
saraf, endokrin, atau system kekebalan tubuh yang mempengaruhi denyut jantung,
tekanan darah, pernafasan, aktifitas gelombang otak dan pelepasan berbagai hormone
diseluruh tubuh.. efeknya pada otak dapat baik tenang atau merangsang system saraf,
serta mungkin membantu dalam menormalkan sekresi hormone. Menghirup minyak
essensial dapat meredakan gejala pernafasan, sedangkan aplikasi local minyak yang
diencerkan dapat membantu untuk kondisi tertentu
M. Ridho ( 2015) malakukan penelitian yang sama di sungai bundung laut
kabupaten mempawah tahun 2015 diperoleh bahwa terdapat pengaruh pemberian
aromaterapi bunga mawar terhadap pengaruh tekanan darah sistol dan diastole pada usia
lanjut dengan hipertensi
2. Hasil
Penelitian yang dilakukan Ana Mariza dan Annisa Umi Kalsum di panti social
Tresna Natar, Lampung bertujuan untuk mengetahui pengaruh pemberian aromaterapi
bunga mawar terhadap penurunan tekanan darah pada usia lanjut .
Populasi : 53 orang
Sampel : 32 orang

Sebelum pemberian aroma terapi:

 Rata rata tekanan darah: 121,04 mmHg


 Tekanan darah maksimum : 136,7 mmHg
 Tekanan darah minimum : 110 mmHg

Setelah pemberian aroma terapi :


 Rata rata tekanan darah: 113,02 mmHg
 Tekanan darah maksimum: 133,3 mmHg
 Tekanan darah minimum : 96,7 mmHg

Pada penelitian ini tekanan darah wanita lanjut usia setelah dilakukan perlakuan
pemberian aromaterapi bunga mawar mengalami penurunan dibandingkan dengan
sebelum diberi perlakuan. Hal ini dapat disebabkan karena perlakuan pemberian
aromaterapi bunga mawar memiliki efek terhadap penurunan tekanan darah pada
penderita hipertensi yang dialami oleh responden.

Menurut peneliti, adanya pengaruh pemberian aromaterapi bunga mawar


terhadap penurunan tekanan darah disebabkan karena pada bunga mawar terdapat
kandungan kandungan senyawa kimia yang memiliki aroma khas yang akan diterima
oleh saraf penciuman ( nerfus olfaktorius) dan kemudian implus akan diteruskan ke
hipotelamus dan akan mempengaruhi system saraf pusat. Dari sinilah kemudian akan
dipersepsikan sensasi relaksasi yang akan menimbulkan efek yang menenangkan.

B. Herbal
Judul Jurnal: PERAN AIR REBUSAN DAUN SALAM (SYZGIUM POLYANTHUM)
DALAM MENURUNKAN KADAR ASAM URAT
Oleh: Miftafu Darussalam, Dwi Kartika Rukmi
Tahun: 2016
Pembahasan:
1. Teori
Hiperurisemia didefinisikan sebagai peningkatan kadar asam urat dalam darah.
Seorang pria dikatakan menderita hiperurisemia bila kadar asam urat serumnya lebih dari
7,0 mg/dl. Sedangkan hiperurisemia pada wanita terjadi bila kadar asam urat serum di
atas 6,0 mg/dl.
Indonesia mempunyai keanekaragaman hayati tertinggi ke-2 di dunia setelah
Brasil. Dari 40.000 jenis flora yang ada di dunia sebanyak 30.000 jenis dijumpai di
Indonesia dan 940 jenis di antaranya diketahui berkhasiat sebagai obat yang telah
dipergunakan dalam pengobatan tradisional secara turun-temurun oleh berbagai etnis di
Indonesia. Jumlah tumbuhan obat tersebut meliputi sekitar 90% dari jumlah tumbuhan
obat yang terdapat di kawasan Asia. Penggunaan obat tradisional (jamu) di Indonesia
pada hakekatnya merupakan bagian kebudayaan bangsa Indonesia, salah satunya adalah
daun salam. Daun salam mengandung tanin, minyak atsiri, seskuiterpen, triterpenoid,
fenol, steroid, sitral, lakton, saponin, dan karbohidrat.
Selain itu daun salam juga mengandung beberapa vitamin, di antaranya vitamin
C, vitamin A, Thiamin, Riboflavin, Niacin, vitamin B6, vitamin B12, dan folat. Bahkan
mineral seperti selenium terdapat di dalam kandungan daun salam. Daun salam
merupakan salah satu tanaman yang mengandung substansi- substansi bioaktif sehingga
berpengaruh baik terhadap kadar asam urat dalam darah. Penelitian pada dekokta daun
salam dengan dosis 1,25 g/kg BB mampu menurunkan kadar asam urat dalam darah
mencit putih jantan secara efektif. Pengujian toksisitas daun salam minimal (percobaan
binatang pada mencit dengan dosis 9,6 mg/Kg BB, bahkan dengan dosis 4200 mg/Kg
BB ) tidak menunjukkan toksisitas akut atau sub akut pada mencit. Penelitian yang lain
air rebusan daun salam pada dosis 2,5 g/kg BB mampu menurunkan kadar asam urat pada
mencit putih jantan yang setara dengan allopurinol dosis 10 mg/kg BB.
2. Bahan dan Cara Penelitian
Penelitian ini termasuk penelitian kuantitatif, yaitu eksperimen semu (Quasi
Experiment) dengan menggunakan desain pre test and post test without control group.
Lokasi penelitian dilakukan di wilayah binaan Puskesmas Pandak I Bantul Yogyakarta
pada tanggal 1 – 30 September 2015. Input penelitian ini adalah air rebusan daun salam,
intervensinya pengukuran pre dan post pemberian rebusan daun salam, sedangkan
outputnya adalah kadar asam urat. Daun salam dalam penelitian ini ditimbang dengan
dosis 0,36 g/KgBB.
Setelah itu air ±1500 cc dimasukkan kedalam panci dan dipanaskan. Setelah air
dalam panci mendidih, masukkan daun salam yang sudah ditimbang ke dalam panci
untuk direbus selama ±15 menit dengan titik didih 90 derajat celcius. Kemudian air
rebusan daun salam didinginkan. Setelah itu, diukur dengan menggunakan gelas ukur
sebanyak 100 cc, sehingga setiap responden mengonsumsi air rebusan daun salam 100 cc
setiap pagi selama 14 hari. Pengukuran kadar asam urat dilakukan sebanyak 2 kali yaitu
sebelum dimulai pemberian air rebusan daun salam, dan hari ke 14 atau saat hari terakhir
perlakuan. Besar sampel dalam penelitian ini adalah 24 responden dengan 4 orang laki-
laki dan 20 orang perempuan.
3. Hasil Penelitian
Hasil analisis data pada responden sebelum pemberian air rebusan daun salam
didapatkan bahwa rata-rata kadar asam urat adalah 7.279 mg/dl (95% CI:6.75-7.8),
median 7 mg/dl dengan standar deviasi 1.24 mg/dl. Kadar asam urat terendah adalah 6
mg/dl dan tertinggi 11.2 mg/dl. Dari hasil estimasi interval didapatkan bahwa 95% rata-
rata kadar asam urat sebelum intervensi adalah di antara 6.75 sampai dengan 7.8 mg/dl.
Sedangkan pada responden setelah pemberian air rebusan daun salam didapatkan
bahwa rata-rata kadar asam urat adalah 6.76 mg/dl (95% CI:6.124-7.401), median 6.55
mg/dl dengan standar deviasi 1.51 mg/dl. Kadar asam urat terendah adalah 4.3 mg/dl dan
tertinggi 11.4 mg/dl. Dari hasil estimasi interval didapatkan bahwa 95% rata-rata kadar
asam urat setelah intervensi adalah di antara 6.124 sampai dengan 7.401 mg/dl.
menunjukkan perbandingan kadar asam urat sebelum dan sesudah pemberian air rebusan
daun salam, terdapat 19 responden dengan hasil setelah pemberian rebusan daun salam
lebih rendah daripada sebelum intervensi, terdapat 5 responden mengalami kenaikan
kadar asam urat setelah pemberian air rebusan daun salam dan tidak ada responden yang
mempunyai kadar asam urat yang sama pada sebelum maupun sesudah intervensi.
Penurunan kadar asam urat yang signifikan pada 19 responden masih tetap berada
di rentang hiperurisemia yaitu rentang 6.124 sampai dengan 7.401 mg/dl, sedangkan 5
orang responden lainnya justru mengalami kenaikan kadar asam urat. Hal ini disebabkan
karena dalam peneilitian ini, peneliti tidak mengontrol faktor risiko selain penggunaan
obat asam urat. Sehingga perlu dilakukan kontrol pada faktor risiko yang lain pada
penelitian selanjutnya dengan sampel yang lebih besar.
4. Kesimpulan dan Rekomendasi
Terdapat perbedaan yang bermakna antara sebelum pemberian air rebusan daun
salam dengan sesudah pemberian air rebusan daun salam. Maka dengan demikian air
rebusan daun salam mampu menurunkan kadar asam urat.
Menurut kelompok kami, jurnal ini ada kaitan nya dengan terapi komplementer.
Yaitu sebagai komplemen atau pendamping disamping meminum obat yang diberikan
oleh dokter. Tindakan ini termasuk dalam tindakan kuratif yaitu lebih kepada pengobatan
yang ditujukan untuk penyembuhan penyakit atau pengurangan penderitaan akibat
penyakit, pengendalian penyakitnagar kualitas penderita dapat terjaga seoptimal mungkin.
Rekomendasi dari kelompok kami yaitu perlu penelitian lanjutan yang melibatkan
lebih banyak responden serta penambahan kelompok control agar peneliti dapat
mengetahui factor resiko setiap responden.
Rekomendasi dari kami juga yaitu perlunya mahasiswa keperawatan mengetahui
jurnal jurnal yang berkaitan dengan terapi komplementer salah satunya jurnal ini,
sehingga mahasiswa lebih memahami kegunaan, cara kerja, manfaat setiap bahan dasar
komplementer.

C. Hewani
Judul : EFEKTIFITAS PEMBERIAN PROPOLIS LEBAH DAN ROYAL JELLY PADA
ABSES YANG DISEBABKAN STAPYHLOCOCCUS AUREUS.
Oleh : NLP I Dharmayanti, E Sulistyowati, MN Tejolaksono & R Prasetya
Tahun : 2000
Berita Biologi Volume 5, Nomor 1, April 2000
Pembahasan :
1. Teori
Staphylococcus aureus adalah salah satu kuman yang telah banyak menimbulkan
masalah dalam klinik. S. aureus banyak yang dengan cepat menjadi resisten terhadap
beberapa antibiotika sehingga menyulitkan dalam hal terapinya (Jawetz et al. 1995).
Menurut data Pusat Kulit Nasional Singapura, sepanjang 10 tahun terakhir terdapat 9 dari
10 pasien pengidap infeksi kulit bakteri tidak bisa disembuhkan dengan antibiotika.
Sebagian besar penyebab infeksi tersebut adalah S.aureus yang ternyata telah mengalami
resistensi terhadap penisilin dan ampisilin. Dilaporkan pula bahwa hanya 3 dari 10 pasien
yang efektif diobati dengan tetrasiklin. Bahkan cloksasilin dan eritromisin, antibiotika
yang lebih mahal juga mulai tidak efektif lagi melawan S.aureus.
Beberapa studi juga menunjukkan bahwa 5% dari 331 pasien yang diteliti
mengidap MRSA (Methicilin Resistant Staphylococcus aureus). Bahaya yang
ditimbulkan oleh MRSA ini jauh lebih besar, karena dapat menginfeksi sistem peredaran
darah dan mengakibatkan kematian. Untuk mengatasi resistensi ini, muncullah antibiotika
yang lebih baru dan lebih efektif untuk mengatasi bakteri ini, yang biasanya lebih mahal
(Anonimus, 1996).
Beberapa alternatif pengobatan kemudian dipilih, biasanya yang lebih murah dan
lebih mudah dijangkau masyarakat. Misalnya pengobatan tradisional dengan produk-
produk hewan, yaitu produk lebah madu seperti madu, propolis lebah dan royal jelly.
Propolis adalah produk alami lebah yang menunjukkan efek antimikrobial (Focht et al.
1993; Rao et al. 1993) termasuk di dalamnya mempunyai efek antibakterial (Grange and
Davey, 1990). Kemampuan antimikroba dari propolis berasal dari kandungan flavonoid
yang tinggi (Wade, 1983; Grange and Davey, 1990; Krol et al. 1990). Flavonoid juga
sebagai anti hemoragi dan disebut sebagai vitamin P-Faktor (Claus, 1973), anti inflamasi
dan anti trombotik (Evans, 1989). Dari kandungan propolis tersebut di atas diharapkan
dapat mengobati dan menyembuhkan abses yang disebabkan oleh S. aureus.
Komposisi kimia yang komplek, membuat royal jelly mempunyai khasiat atau
efek fisiologis yang bermacam-macam terhadap organisme lain di samping lebah madu
itu sendiri. Zat antibakteri yang ditemukan dalam royal jelly adalah asam 10- hidroksi-2-
decenoat (Blum et al. 1959) dan Royalisin (Fujiwara et al. 1990). Asam 10- hidroksi-2-
decenoat berbentuk asam lemak dengan struktur HO(CH2)7CH=CHCOOH. Asam lemak
ini terdapat dalam jumlah 10% dari keseluruhan royal jelly kering (Budavari et al. 1969).
Royalisin berbentuk protein dan hanya mampu menghambat pertumbuhan bakteri gram
positif. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui daya hambat propolis lebah dan royal
jelly terhadap S. aureus secara in vitro dan lama waktu kesembuhan abses yang
disebabkan S. aureus dengan pemberian propolis lebah dan royal jelly
2. Bahan dan Cara Pembuatan
a. Penyiapan Bahan Obat
Propolis lebah dan royal jelly diperoleh dari peternakan lebah Apis mellifera
di daerah Pasuruan. Propolis lebah yang digunakan diekstraksi dengan metode
menurut Harborne and Swain serta Peach and Tracey (Dharmayanti, 1996).
Sedangkan royal jelly yang diperoleh terlebih dahulu diliofilisasi sampai didapatkan
royal jelly kering.
b. Penyiapan Hewan Coba
Hewan coba menggunakan marmut berumur 3 bulan dengan tidak
membedakan jenis kelaminnya sebanyak 76 ekor yang terbagi menjadi dua
kelompok. Kelompok sebanyak 36 ekor dan kelompok kedua terdiri dari 40 ekor
untuk perlakuan pengobatan. Untuk memperoleh kondisi tubuh yang optimal pada
saat dilakukan penelitian, maka 76 ekor marmut dilakukan tindakan penyesuaian
lingkungan. Marmut ditempatkan pada kandang baterai dan diberi makan serta
minum secara ad libitum.
c. Pembuatan Suspensi Kuman
Empat sampai lima koloni kuman diambil dan disuspensikan dengan 1 ml
Brain Heart Infusion Broth (BUI), diinkubasi pada suhu 37°C selama 4- 8 jam.
Selanjutnya ditambahkan akuades steril sampai kekeruhan sebanding dengan standar
Me. Farland No. I (Jang et al. 1978).
Perlakuan menggunakan marmut sebanyak 40 ekor yang dibagi menjadi 4
kelompok perlakuan. Setelah dibuat abses steril pada musculus gluteus masing-
masing marmut, selanjutnya pada lokasi tersebut disuntikkan isolat kuman 5. aureus
sebanyak 1 ml dengan dosis yang diperoleh dari penentuan ID50. Abses yang timbul
kemudian dilakukan isolasi dan identifikasi untuk memastikan penyebab abses adalah
S. aureus. Setelah abses dipastikan disebabkan oleh S. aureus maka dilakukan
tindakan operatif pada tiga kelompok perlakuan yaitu kelompok A, B, C dan D
sebagai kelompok kontrol. Setelah marmut dibersihkan, di daerah sekitar abses
dilakukan pencukuran bulu lalu dicuci dengan sabun. Setelah kering di daerah
tersebut diberi alkohol 70% dengan menggunakan tampon supaya daerah di sekitar
abses steril. Selanjutnya diberikan anestesi lokal dengan eter klorida spray.
Kemudian dilakukan tindakan bedah yaitu dengan menginsisi bagian abses
dan mengeluarkan cairan atau pus abses sampai bersih lalu dilakukan drainase dengan
akuades steril. Tindakan selanjutnya adalah kelompok A diberi perlakuan operatif dan
pengobatan dengan propolis lebah, kelompok B, diberi perlakuan operatif dan
pengobatan dengan royal jelly, kelompok C, diberi perlakuan operatif tetapi tidak
dilakukan tindakan pengobatan, dan kelompok D untuk perlakuan kontrol, tidak
dilakukan tindakan operatif dan pengobatan. Pemberian propolis lebah dan royal jelly
secara topikal dalam bentuk salep dengan dosis yang didapat dari penentuan MBC.
Pengobatan dilakukan tigakali sehari (06.00; 14.00 dan 22.00)
3. Hasil Penelitian
Berdasarkan hasil pengamatan selama 1 minggu terhadap 40 ekor marmut
diperoleh hasil 30 hewan coba mengalami kesembuhan (perlakuan A, B, C) dengan
waktu penyembuhan seperti pada Tabel 3 dan kelompok kontrol yaitu perlakuan D
tidak mengalami kesembuhan bahkan mengalami kematian pada hari ke 14. Analisa
data memberikan perbedaan yang sangat nyata pada ketiga perlakuan terhadap lama
waktu kesembuhan abses pada marmut (p < 0,01). Hasil analisa statistik dengan uji
Beda Nyata Terkecil (BNT) menunjukkan bahwa perlakuan C membutuhkan waktu
penyembuhan abses paling lama dan sangat berbeda nyata dengan perlakuan A dan B.
Perlakuan A memerlukan waktu penyembuhan abses yang paling pendek dan tidak
berbeda nyata dengan waktu penyembuhan abses dari perlakuan B.
4. Kesimpulan dan Rekomendasi
Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa propolis lebah dan
royal jelly dapat membunuh S. aureus secara in vitro dan dapat digunakan pada
penyembuhan abses yang disebabkan oleh S.aureus dengan waktu penyembuhan
antara keduanya yang tidak berbeda nyata.
Menurut kelompok kami, jurnal ini bersifat kuratif. Karena memiliki
serangkaian kegiatan pengobatan yang ditujukan untuk penyembuhan penyakit,
pengurangan penderitaan akibat penyakit, pengendalian penyakit, atau pengendalian
kecacatan agar kualitas penderita dapat terjaga seoptimal mungkin.
Rekomendasi dari kelompok kami, yaitu penelitian ini bagus diterapkan
dalam terapi komplementer disamping pemberian obat dari dokter. Selain itu, dengan
menggunakan produk hewani ini, harga yang disuguhkan sangat terjangkau.

DAFTAR PUSTAKA

Dharmayanti, dkk. 2000. Efektifitas Pemberian Propolis Lebah Dan Royal Jelly Pada Abses Yang
Disebabkan Stapyhlococcus Aureus. Berita Biologi Volume 5, Nomor 1, April 2000

Miftafu Darussalam, Dwi Kartika Rukmi. 2016. Peran Air Rebusan Daun Salam (Syzgium
Polyanthum) dalam Menurunkan Kadar Asam Urat. Media Ilmu Kesehatan Vol. 5, No. 2

Marina, Ana dan Kalsum, Annisa Umi. 2016. Pemberian Aromaterapi Bunga Mawar Terhadap
Penurunan Tekanan Darah Pada Wanita Lanjut Usia Di UPTD Panti Social Lanjut Usia Tresna
Werdha Natar Lampung

Anda mungkin juga menyukai