Anda di halaman 1dari 10

Breaking News

Fetching data...

Aw Blog

Berbagi cerita dan pengalaman ngeblog

Type your keyw ord here...

☰ Navigation

 Home
 Blog
o
o
o
o
o
o
 Bisnis Online
 Info Menarik
 Internet
 Kesehatan
 Kategori
o
o
o
o
o
o
 Tips Blogger
Home Info Remaja Masalah Remaja Jaman Sekarang dan Solusinya

Masalah Remaja Jaman Sekarang dan Solusinya

Agung Winarno Info Remaja 9:17 PM


Sebenarnya, apa sih masalah yang sering membuat gundah remaja???? Kalau ditanya,
banyak yang hanya mendelikkan mata, angkat bahu atau menggelengkan kepala. Entah karena
malas untuk dipikirkan atau pun terlalu rumit untuk dijawab. Tapi secara umum, ada beberapa
hal jika diuraikan :

1. Problem dengan teman


Remaja sering dipusingkan dengan teman-teman sendiri. Di satu pihak mereka sangat butuh
teman untuk jadi tempat curhat, ketawa ketiwi, rame bareng, main, gaul, atau jadi kebanggaan
tersendiri kalau bisa gabung dengan teman-teman itu. Tapi di lain pihak, teman-teman yang sama
bisa jadi persoalan ketika mulai ada ketidaksamaan yang sulit dijembatani tanpa menipu diri.

2. Problem cinta
Jatuh cinta tidak selalu berjuta rasanya, karena banyak lika liku yang dihadapi. Jangan anggap
remeh urusan patah hati, karena moment itu bisa membuka pintu berbagai persoalan yang selama
ini ditekan, disembunyikan, diabaikan, dsb. Dengan catatan, jika di masa sebelumnya, remaja
sudah punya persoalan tersendiri yg kompleks tapi di-repress habis.

3.Problem akademik
Setiap remaja pasti ingin naik kelas, bahkan kalau bisa jadi juara. Tapi tidak mudah dapat nilai
baik, selain pelajarannya sulit, disiplin diri lebih sulit lagi. Bellum lagi kalau banyak tugas
kelompok dan tugas praktikum bagi yang sudah di SMU atau kuliah.kompetisi di sekolah, bisa
menjadi motivator namun ada yang menganggapnya sebagai ancaman.

4. Problem dengan orang tua dan anggota keluarga lain


Generation gap membuat komunikasi anak dengan orang tua sering on off bahkan kurang
nyambung. Beda perspektif, beda pendapat, beda kesenangan, beda kebiasaan, dsb. Selain itu,
remaja sering bersitegang dengan orangtua, merasa kurang dimengerti dan terpaksa nurut karena
takut. Belum lagi jika orangtua atau anggota keluarga lain yg serumah mengalami masalah berat
sampai berpengaruh pada yang lain.
5.Problem diri sendiri

Remaja sering bingung dengan diri sendiri. Keinginan banyak, realisasi kurang.remaja juga
sering bertanya, “kenapa kok aku beda dengan dia?” “Kenapa aku selalu nggak PD ?” “Kenapa
sih aku selalu berubah-ubah? Kenapa emosiku tidak stabil?” Dan masih banyak persoalan yang
berakar dari dalam diri.
Mekanisme Pertahanan Diri

Tentu tidak mudah menangani problem 5 dimensi. Jangankan remaja, orang dewasa sekalipun
banyak yang tidak sukses mengelola problem-problem tersebut. Tidak jarang, cara-cara yang
dilakukan untuk mengatasi problem malah menimbulkan problem baru.
Krisis dan masalah sering membuat perasaan kita jadi tidak enak, gelisah, sedih, marah, dsb.
Hampir dipastikan ada reaksi spontan dari dalam diri untuk mengatasi ketidaknyamanan itu.
Mulai dari tindakan ringan sampai ekstrim. Masalahnya, apakah tindakan itu menyelesaikan
masalah, atau sekedar mengobati perasaan; atau keduanya, atau tidak keduanya – alias, tidak
menyelesaikan masalah dan tidak juga mengobati perasaan.
Beberapa cara yang umum dilakukan saat remaja mengalami krisis :

 Makan, nonton, jalan-jalan

 Mengurung diri and do nothing, hanya melamun, menangis, mengkhayal

 Marah-marah, berantemin orang-orang dan melampiaskan emosi pada orang lain atau
pada benda-benda di sekelilingnya

 Makin gencar ollah raga dan aktivitas fisik lainnya, seperti renang, tennis, lari, bersepeda,
naik gunung, martial art, dsb

 Tidur
 Curhat dengan teman,sms, fb-an, menelpon sana sini

 Baca buku, prakarya (artcraft), main musik, ciptain lagu dan syair, bikin puisi,
menggambar, membuat kue, memasak, berkebun, menulis buku harian, dsb

 Beres-beres dan bersih-bersih

 Merokok

 Mabuk-mabukkan dan menggunakan narkoba

 Mengurus hewan peliharaan

 Mengurus / utak atik mekanik mobil, motor atau mesin atau bahkan bikin perabotan
kecil-kecilan

 Self-sabotage /sabotase diri, seperti tidak makan, tidak mau belajar, tidak sekolah/kuliah,
tidak mau mandi, dsb

 Pornografi dan gameografi

Masih banyak reaksi tindakan lain, namun kalau dikategorikan sebenanrnya hanya ada 2
macam : destruktif atau konstruktif. Yang destruktif jelas merugikan diri sendiri dan sudah tentu
merepotkan orang lain; sebaliknya, yang konstruktif memberikan efek positif paling tidak bagi
diri sendiri. Emosi surut, ada hasil yang bisa dinikmati pula, apalagi jika orang lain juga kena
manfaatnya.
Masalahnya, tidak semua remaja bisa punya cara konstruktif. Jaman sekarang ini, kegiatan
positif seperti mengerjakan hobi dan ketrampilan, sepertinya sudah banyak ditinggalkan, dan
diganti dengan hang out untuk sekedar jalan-jalan, nonton, gossip, main game dan on line game,
browsing internet, atau tidur-tiduran. Tanpa sadar, miskinnya kegiatan ini membuat remaja
bukan saja jadi malas, tapi jadi nggak percaya diri ketika berhadapan dengan masalah.
Tentu saja mereka-mereka ini mudah panik dan cemas, takut dan bingung kalau tiba-tiba kena
masalah. Biasanya, mereka mencoba mengandalkan bantuan teman-teman; ya kalau punya
teman. Celakanya kalau tidak punya teman, mau bicara sama siapa? Mau minta tolong sama
siapa? Yang punya teman pun belum tentu problemnya bisa beres karena teman-teman mereka
kebanyakan berkebiasaan yang sama. Makan, nonton, jalan, shopping, gossip, gaming,
nongkrong..solusi apa yang bisa muncul dari situ? Hiburan sesaat mungkin ya, tapi bukan solusi.
Bahkan kalau dipikir panjang, kebiasaan-kebiasaan itu kan mahal, butuh biaya. Jadi bisa
kebayang, kalau reaksi tindakan tersebut bakal tidak efektif selain mahal, juga tidak memberi
jalan keluar.
Sementara, remaja-remaja yang punya kebiasaan dan kegiatan konstruktif, menyalurkan emosi
dan keresahan pada kegiatannya tersebut. Secara psikologis, ketika emosi tersalur dengan cara
dan media positif, tidak sekedar membantu menenangkan pikiran, meredakan ketegangan dan
menurunkan stress. Kegiatan konstruktif justru membantu otak membuka kebuntuan-kebuntuan
alternatif. Dikala emosi disalurkan dan dikelola secara positif, otak tetap aktif bekerja sehingga
sering kita menemukan jawaban atas pertanyaan diri, menemukan insight atas masalahnya,
melihat makna dan tujuan, bahkan melihat beberapa alternatif jalan keluar yang bisa dicoba.
Maka, lain halnya, kalau badan dan otak di pasif-kan.
Apa akibatnya kalau masalah dibiarkan berlarut-larut?

Beberapa keluhan yang sering dialami remaja, seperti sulit konsentrasi, kehilangan motivasi dan
semangat, nilai pelajaran turun, dijauhi teman, makin suka mengkhayal dan berfantasi, terlibat
hubungan homoseksual atau lesbian, kecanduan minum atau drugs, pornografi, onani/masturbasi,
depresi, hingga terlibat tindakan yang bisa membahayakan jiwa dirinya seperti ingin bunuh diri
atau membahayakan orang lain, seperti agresi. Masalahnya, dengan tidak melakukan apa-apa,
masalah tetap ada bahkan bertambah kompleks karena ketambahan masalah harian lain. Nah,
kalau sudah begini, tentu saja remaja merasa masalah lebih besar dari dirinya. Remaja makin
merasa terbeban, tertekan, inferior dan stress. Kerentanan ini lah yang menyebabkan remaja
gampang sekali kena bujuk entah ikut kelompok radikal atau terjerumus dalam tindakan
melanggar hukum, serta terjerat lingkaran narkoba.
Menghadapi pertanyaan orang tua, terutama, menjadi masalah yang luar biasa besarnya. Remaja
jadi kian sensi jika orang tua mulai khawatir dan sering memberi wejangan. Yang sering terjadi,
remaja merasa orang tua tidak mau mengerti, sementara orang tua merasa anaknya tidak mau
terbuka. Komplit sudah masalahnya!
Mencari jalan keluar
Hubungan yang pura-pura baik (karena seolah terlihat harmonis di luar), lebih sering mengalami
jalan buntu ketimbang jalan keluar, karena sama2 memaksakan kehendak dan jalan pikirannya
sendiri-sendiri, teori dan asumsi masing-masing. Pun jika ada salah satu pihak yang mengalah
dan nurut, motivasinya untuk menghindari pertengkaran dan resiko lain. Jadi, bukan
menyelesaikan masalah, tapi menunda masalah dengan cara mendem jero, atau di repress.
Nurutnya remaja dengan cara mendem jero, sangat tidak sehat bagi remaja itu sendiri dan
hubungan dengan orang tua maupun teman-teman.

Selain memendam beban perasaan kesal, sakit hati, kecewa, remaja juga memendam keinginan,
ide-ide yang kalau dieksplorasi bisa membawanya pada solusi betulan, yang dibutuhkan; bahkan
bisa membuatnya jadi kuat karena menemukan identitasnya lewat pengalaman-pengalaman
ketika krisis.Tapi karena tidak berani menyatakan sikap dan mengambil resiko, pilihan untuk
submisif dan nurut adalah yang termudah. Setelah beberapa waktu berlalu, bisa berminggu,
berbulan atau bertahun, baru terlihat kalau ternyata masalahnya tidak selesai dan mentalitas sang
remaja malah makin lemah karena makin tidak berdaya dan makin tergantung pada orang lain,
tidak berani berinisiatif dan bereksplorasi.

Keadaan ini bisa lebih parah jika remaja tidak punya hak bicara dan menyatakan pendapat. Tapi
tidak selamanya begitu, ada juga remaja yang sudah diberi hak apapun, tetap tidak mau dan
malas berinisiatif dan berusaha karena takut susah, takut salah dan takut sakit (emotional pain).
Kondisi yang pertama, bisa membuat remaja kian frustrasi, stress, depresi, bahkan mengalami
problem psikologis atau jadi apatis dan fatalistik. Kondisi kedua, membuat remaja malas, juga
apatis, pathetic, depresi bahkan bisa jadi antisosial. Bayangkan saja, dilimpahi segala macam,
tanpa diharuskan bertanggung jawab atas setiap tindakannya. Remaja jenis ini, menggadaikan
freedom and liberty – menurut istilah Erich Fromm, “escape from freedom”, menggadaikan
kemerdekaan jiwa demi kenyamanan semu. Inilah yang membuat jiwa ‘mati selagi hidup’.

Oleh karenanya, keterbukaan adalah pintu gerbang untuk berbagai alternatif solusi yang tersedia.
Remaja sering merasa ‘tak punya pilihan lain’ padahal karena memang belum pernah atau tidak
mau menengok ke sudut lain. Ada juga yang begitu lantaran tidak pernah diajarkan dan di
encourage untuk mencoba menjalani hidup dan memandang diri sendiri dengan cara yang
berbeda dari kebiasaan. Jadi, bayangkan saja jika hidup remaja hanya diwarnai dengan 2 hal
hitam putih, buruk baik, susah atau enak, begini atau begitu, bagaimana remaja tidak gampang
stress dan frustrasi kalau ketimpa krisis?

Apa yang bisa dilakukan remaja jika dirinya mengalami masalah?

1. Diskusikan dengan orang yang tepat


Teman tidak selalu pihak yang tepat, apalagi jika hanya mengkonfirmasi hal-hal yang ingin di
dengar. Teman seperti ini, hanya menambah pikiran dan beban emosional, tapi belum tentu
punya solusi. Carilah orang yang mungkin saja punya pendapat dan jalan pikiran yang beda.
Perbedaan itu membuat otak berpikir kritis dalam membaca persoalan, sehingga sedikit demi
sedikit diperoleh gambaran yang obyektif akan apa yang sebenarnya terjadi. Cara ini membantu
menentukan tindakan apa yang sebaiknya dilakukan.
Hanya, ada catatan penting, bahwa pola ini efektif membawa hasil jika ada kerendahan hati
untuk mau mengakui dan bisa melihat sikap/tindakan diri sendiri yang menyebabkan terjadinya
masalah. Sikap defensive, membuat apapun saran dan tawaran solusi, mental. Sebaliknya, sikap
defensive, baik itu berupa keengganan menerima kritik, malu kalau kelihatan kurangnya,
sehingga menutup diri atau diam-diam saja seolah tidak terjadi apa-apa, membuat masalah tidak
selesai, meski dengan berlalunya waktu. Waktu tidak menyelesaikan persoalan.

2. Lakukan tanggung jawab kita


Tanggung jawab harian kita, adalah obat mujarab bagi setiap persoalan. Tanpa kegiatan, energy
stuck, pikiran buntu, emosi membludak, kecemasan meningkat, kecurigaan dan pikiran negatif
bertambah. Jadi, apa yang harus dilakukan, lakukanlah sebaik mungkin, seoptimal mungkin,
bukan demi orang lain, tapi itu adalah anak tangga menuju jalan keluar dan kunci memelihara
stamina mental serta memberikan therapeutic effect. Jadi, jangan hindari apalagi hentikan
kegiatan yang jadi tugas kita dengan dalih ‘sedang tidak mood’.

3. Jalani hobi dan kegiatan positif


Seperti uraian di atas, menekuni hobi adalah kegiatan nurturing our soul. Melepaskan tekanan,
mengelola emosi dan menenangkan batin. Kita bisa berdialog dengan diri sendiri dan bahkan
mendengarkan petunjuk bijak Tuhan, justru saat asik mengerjakan hobi.

4. Berinisiatif untuk mencari solusi dan realisasikan dalam tindakan


Bergerak dan mengusahakan sekecil apapun tindakan, akan membawa perbedaan besar.
Meskipun usahanya mentok, bukan berarti gagal, malah memberi pengetahuan baru bahwa perlu
cara lain untuk melangkah berikutnya.

5. Membuka diri, mau melihat sisi lain


Ibarat belajar, jangan hanya membaca dari 1 buku atau 1 orang dan menganggap itu satu-satunya
yang paling baik dan benar. Coba cari teori dan penjelasan lain tentang masalah yang dihadapi,
bisa dengan bertanya pada profesional yang accessible, baik secara langsung maupun tak
langsung (lewat email/internet) banyak web site yang menyediakan informasi yang dibutuhkan
remaja untuk membantunya memahami, apa sih yang sebenarnya terjadi.

6. Membuka akses komunikasi yang baru


Membuka jalur-jalur komunikasi yang baru, merintis jalur kegiatan baru dan membuka diri
terhadap orang-orang yang punya kepribadian positif. Remaja bisa banyak belajar dari orang-
orang yang jauh lebih matang dalam kepribadian dan pengalaman; karena orang-orang itu juga
pernah jadi remaja dan mengatasi kompleksitas kehidupan mereka saat itu.

7. Merubah kebiasaan
Tanpa sadar, banyak dari kebiasaan dan rutinitas yang malah memacetkan pertumbuhan
kedewasaan dan penemuan diri. Rutinitas memang membuat nyaman, tapi jadi tidak sehat kalau
kita takut merubah kebiasaan hanya karena takut kehilangan kenyamanan atau cemas
menghadapi ketidakpastian dari sesuatu yang baru.

8. Berhenti meracuni diri sendiri


Banyak orang yang ketika sedang emosional, punya kebiasaan meracuni diri sendiri. Merokok,
minum, narkoba, bahkan overeating atau malah tidak mau makan sama sekali, adalah tindakan
meracuni diri. Tidak hanya itu,entertaining asumsi buruk, kecurigaan terhadap orang lain,
berpikir negative tentang diri sendiri, memendam marah, sakit hati, sedih, benci dan iri, adalah
bentuk lain dari meracuni diri. Berbagai hal itu perlu di kelola dan di buang dengan cara yang
tepat dan sehat, supaya tidak berdampak negative buat diri sendiri maupun orang-orang di
sekeliling kita. Istilah kerennya, GIGO – garbage in, garbage out. Kalau yang dimasukkan buruk,
maka yang keluar juga buruk, pikiran buruk akan menghasilkan tindakan buruk, tindakan buruk
akan menghasilkan reaksi buruk dari sekeliling. Mulailah bertindak selektif, kalau tidak positif –
ya untuk apa di lakukan kalau nantinya hanya merugikan diri sendiri, apalagi orang lain.

9. Berpikir Positif
Prinsip yang harus di yakini, bahwa selama hidupnya, manusia pasti menghadapi masalah karena
dari masalah kita belajar menjadi bijak, pandai dan dewasa. Jadi, krisis dan masalah bukanlah
akhir dari segalanya, tapi awal dari perjalanan, bekal dalam menempuh petualangan hidup.
Carilah segi positif dari masalah yang sedang dihadapi, pasti ada manfaat di balik semua ini.
Orang mengatakan “blessing in disguise”.

10. Bantulah orang lain!


Setiap orang pasti punya masalah, berat ringannya tergantung persepsi dan kemampuan masing-
masing. Kita suka menganggap masalah kita yang paling berat, padahal banyak masalah teman-
teman dan orang di sekeliling kita yang punya masalah jauh lebih berat. Kita tidak tahu karena
kita tidak cukup membuka diri terhadap mereka, menyediakan diri untuk memahami kehidupan
mereka. Pikiran kita terfokus pada masalah kita sendiri sampai tidak tahu kalau ada teman yang
kesusahan atau tetangga yang perlu bantuan. Nah, buatlah diri kita berarti bagi orang lain. Tidak
usah harus menjadi pahlawan, lakukan saja apa yang semestinya dan bisa kita lakukan untuk
meringankan beban hidup orang lain. Kita bahagia kalau kita bisa membantu orang lain.
Bukankah kita hidup di dunia ini untuk bisa membawa kebaikan dan berkah bagi sesama?
Meskipun masalah remaja begitu kompleks, namun di dunia ini juga sudah tersedia jawaban dan
solusinya. Kuncinya, remaja perlu bereksplorasi dan proaktif dalam menempuh petualangan
hidupnya. Ketakutan dan berbagai perasaan itu pasti ada, tapi jangan sampai dijadikan alasan
untuk berhenti berjalan. Persoalan saat ini jangan menjadi akhir dari segalanya. Perjalanan hidup
masih panjang, masih banyak petualangan menarik untuk dilalui. Pandai-pandai mengelola
perasaan dan persoalan selama berpetualang, sementara jangan kehilangan focus ke masa depan.
Teruslah melangkah dan nikmati setiap moment dalam hidup ini sebagai anugerah kehidupan.

Anda mungkin juga menyukai