Anda di halaman 1dari 31

MAKALAH SISTEM INTEGUMEN

(SELULITIS)

Dosen Pembimbing :
Sri Yulianti,S.Kep.,Ns.,M.Kep.
Disusun Oleh :
3B KEPERAWATAN

Kelompok VII
1. MUTMAINNAH
2. ROSANTI

PROGRAM STUDI NERS

SEKOLAH TINGGI KESEHATAN WIDYA NUSANTARA PALU

2020
KATA PENGANTAR

Puji dan Syukur kami Panjatkan ke Hadirat Tuhan Yang Maha Esa karena
berkat limpahan Rahmat dan Karunia-Nya sehingga kami dapat menyusun
makalah ini yang berjudul " SELULITIS “ tepat pada waktunya.
Tujuan ditulisnya makalah ini untuk memenuhi tugas Sistem Integumen.
Kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kesempurnaan baik dari
bentuk penyusunan maupun materinya.

Akhir kata semoga makalah ini dapat memberikan manfaat kepada para
pembaca. Kritik dan saran dari pembaca sangat penulis harapkan untuk
penyempurnaan makalah selanjutnya.

ii
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR.......................................................................................................ii
DAFTAR ISI....................................................................................................................iii
BAB I.................................................................................................................................1
PENDAHULUAN.............................................................................................................1
A. Latar Belakang.......................................................................................................1
B. Rumusan Masalah..................................................................................................1
C. Tujuan....................................................................................................................1
BAB II...............................................................................................................................2
TINJAUAN TEORITIS.....................................................................................................2
A. Anatomi Fisiologi...................................................................................................2
B. Konsep Dasar.........................................................................................................7
1. Definisi...............................................................................................................7
2. Klasifikasi..........................................................................................................7
3. Etiologi...............................................................................................................8
4. Patofisiologi.....................................................................................................10
5. Manifestasi Klinis............................................................................................11
6. Komplikasi........................................................................................................11
7. Penatalaksanaan...............................................................................................12
8. Pathway............................................................................................................13
9. Epidemiologi....................................................................................................13
10. Pemeriksaan Penunjang................................................................................14
C. TERAPI KOMPLEMENTER..............................................................................14
D. PENCEGAHAN PRIMER SEKUNDER DAN TERSIER...................................14
E. ASKEP Teoritis....................................................................................................15
1. Pengkajian........................................................................................................15
2. Diagnosa...........................................................................................................17
c. Ganguan citra tubuh.........................................................................................17
3. Intervensi..........................................................................................................17
4. Implementasi....................................................................................................19
5. Evaluasi............................................................................................................19

iii
BAB III............................................................................................................................20
PENUTUP.......................................................................................................................20
A. Kesimpulan..........................................................................................................20
B. Saran....................................................................................................................21
DAFTAR PUSTAKA......................................................................................................22

iv
BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang

Selulitis merupakan peradangan akut terutama menyerang jaringan


subkutis, biasanya didahului luka atau trauma dengan penyebab tersering
Streptokokus betahemolitikus dan Stafilokokus aureus. Selulitis adalah
peradangan pada jaringan kulit yang mana cenderung meluas kearah samping
dan ke dalam.
Selulitis sendiri mempunyai tiga karakteristik yaitu, Peradangan
supuratif sampai di jaringan subkutis, Mengenai pembuluh limfe permukaan,
Plak eritematus, batas tidak jelas dan cepat meluas.
Penyebab selulitis diantaranya adalah infeksi bakteri dan jamur, serta
disebabkan oleh penyebab lain seperti genetic, gigitan serangga dan lain –
lain.
Untuk menghindari terkena selulitis biasa dilakukan dengan
melembabkan kulit secara teratur, memotong kuku jari tangan dan kaki secara
hati-hati, mindungi tangan dan kaki, merawat secara tepat infeksi kulit pada
bagian superficial

Oleh karena itu, penulis tertarik untuk membahas limfadenopati agar


dapat memberikan manfaat untuk kita semua.

B. Rumusan Masalah
Bagaimana hasil tinjauan secara teoritis dan kasus terhadap klien dengan
selulitis ?

C. Tujuan
Untuk mengetahui bagaimana hasil tinjauan secara teoritis dan kasus terhadap
klien dengan selulitis
BAB II

TINJAUAN TEORITIS

A. Anatomi Fisiologi

Kulit merupakan pembatas tubuh dengan lingkungan sekitar karena


posisinya yang terletak di bagian  paling luar. Luas kulit dewasa 1,5 m2
dengan berat kira-kira 15% berat badan.

2
1. Lapisan Epidermis (kutikel)
Lapisan epidermis terdiri dari :

a. Stratum Korneum (lapisan tanduk)

Lapisan kulit paling luar yang terdiri dari sel gepeng yang
mati, tidak berinti, protoplasmanya berubah menjadi keratin (zat
tanduk).

b. Stratum Lusidum

Terletak di bawah lapisan korneum, lapisan sel gepeng tanpa


inti, protoplasmanya berubah menjadi protein yang disebut eleidin.
Lapisan ini lebih jelas tampak pada telapak tangan dan kaki.

c. Stratum Granulosum (lapisan keratohialin)

Merupakan 2 atau 3 lapis sel gepeng dengan sitoplasma


berbutir kasar dan terdapat inti di antaranya. Butir kasar terdiri dari
keratohialin. Mukosa biasanya tidak mempunyai lapisan ini.

d. Stratum Spinosum (stratum Malphigi) atau prickle cell layer


(lapisan akanta )

Terdiri dari sel yang berbentuk poligonal, protoplasmanya


jernih karena banyak mengandung glikogen, selnya akan semakin
gepeng bila semakin dekat ke permukaan. Di antara stratum
spinosum, terdapat jembatan antar sel (intercellular bridges) yang
terdiri dari protoplasma dan tonofibril atau keratin. Perlekatan antar
jembatan ini membentuk penebalan bulat kecil yang disebut

3
nodulus Bizzozero. Di antara sel spinosum juga terdapat pula sel
Langerhans.

e. Stratum Basalis

Terdiri dari sel kubus (kolumnar) yang tersusun vertikal


pada perbatasan dermo-epidermal berbaris seperti pagar (palisade).
Sel basal bermitosis dan berfungsi reproduktif.

f. Sel kolumnar

Protoplasma basofilik inti lonjong besar, di hubungkan oleh


jembatan antar sel.

g. Sel pembentuk melanin (melanosit) atau clear cell

Sel berwarna muda, sitoplasma basofilik dan inti gelap,


mengandung pigmen (melanosomes)

2. Lapisan Dermis (korium, kutis vera, true skin)

Terdiri dari lapisan elastik dan fibrosa pada dengan elemen-


elemen selular dan folikel rambut.

a. Pars Papilare

Bagian yang menonjol ke epidermis, berisi ujung serabut


saraf dan pembuluh darah.

4
b. Pars Retikulare

Bagian bawah yang menonjol ke subkutan. Terdiri dari


serabut penunjang seperti kolagen, elastin, dan retikulin. Dasar
(matriks) lapisan ini terdiri dari cairan kental asam hialuronat dan
kondroitin sulfat, dibagian ini terdapat pula fibroblas. Serabut
kolagen dibentuk oleh fibroblas, selanjutnya membentuk ikatan
(bundel) yang mengandung hidroksiprolin dan hidroksisilin.
Kolagen muda bersifat elastin, seiring bertambahnya usia, menjadi
kurang larut dan makin stabil. Retikulin mirip kolagen muda.
Serabut elastin biasanya bergelombang, berbentuk amorf, dan
mudah mengembang serta lebih elastis.

3. Lapisan Subkutis (hipodermis)

Lapisan paling dalam, terdiri dari jaringan ikat longgar berisi


sel lemak yang bulat, besar, dengan inti mendesak ke pinggir
sitoplasma lemak yang bertambah. Sel ini berkelompok dan dipisahkan
oleh trabekula yang fibrosa. Lapisan sel lemak disebut dengan
panikulus adiposa, berfungsi sebagai cadangan makanan. Di lapisan ini
terdapat saraf tepi, pembuluh darah, dan getah bening. Lapisan lemak
berfungsi juga sebagai bantalan, ketebalannya berbeda pada beberapa
kulit. Di kelopak mata dan penis lebih tipis, di perut lebih tebal
(sampai 3 cm).

Vaskularisasi di kuli diatur pleksus superfisialis (terletak di bagian


atas dermis) dan pleksus profunda (terletak di subkutis).

5
Fisiologi kulit

1. Fungsi Proteksi

Kulit punya bantalan lemak, ketebalan, serabut jaringan


penunjang yang dapat melindungi tubuh dari gangguan :

a. fisis/ mekanis : tekanan, gesekan, tarikan.


b. kimiawi : iritan seperti lisol, karbil, asam, alkali kuat
c. panas : radiasi, sengatan sinar UV
d. infeksi luar : bakteri, jamur

Beberapa macam perlindungan :

a. Melanosit melindungi kulit dari pajanan sinar matahari dengan


mengadakan tanning (penggelapan kulit)
b. Stratum korneum impermeable terhadap berbagai zat kimia dan air.
c. Keasaman kulit kerna ekskresi keringat dan sebum merupakan
perlindungan kimiawi terhadap infeksi bakteri maupun jamur
d. Proses keratinisasi sebagai sawar (barrier) mekanis karena sel mati
melepaskan diri secara teratur.

2. Fungsi Absorpsi

Permeabilitas kulit terhadap O2, CO2, dan uap air


memungkinkan kulit ikut mengambil fungsi respirasi. Kemampuan
absorbsinya bergantung pada ketebalan kulit, hidrasi, kelembaban,

6
metabolisme, dan jenis vehikulum. PEnyerapan dapat melalui celah
antar sel, menembus sel epidermis, melalui muara saluran kelenjar.

3. Fungsi Ekskresi

Mengeluarkan zat yang tidak berguna bagi tubuh seperti NaCl,


urea, asam urat, dan amonia. Pada fetus, kelenjar lemak dengan bantuan
hormon androgen dari ibunya memproduksi sebum untuk melindungi
kulitnya dari cairan amnion, pada waktu lahir ditemui sebagai Vernix
Caseosa.

4. Fungsi Persepsi

Kulit mengandung ujung saraf sensori di dermis dan subkutis.


Saraf sensori lebih banyak jumlahnya pada daerah yang erotik.

a. Badan Ruffini di dermis dan subkutis peka rangsangan panas


b. Badan Krause di dermis peka rangsangan dingin
c. Badan Taktik Meissner di papila dermis peka rangsangan rabaan
d. Badan Merkel Ranvier di epidermis peka rangsangan rabaan
e. Badan Paccini di epidemis peka rangsangan tekanan

5. Fungsi Pengaturan Suhu Tubuh (termoregulasi)

Dengan cara mengeluarkan keringat dan mengerutkan (otot


berkontraksi) pembuluh darah kulit. Kulit kaya pembuluh darah
sehingga mendapat nutrisi yang baik. Tonus vaskuler dipengaruhi oleh
saraf simpatis (asetilkolin). Pada bayi, dinding pembuluh darah belum
sempurna sehingga terjadi ekstravasasi cairan dan membuat kulit bayi
terlihat lebih edematosa (banyak mengandung air dan Na).

7
6. Fungsi Pembentukan Pigmen

Karena terdapat melanosit (sel pembentuk pigmen) yang terdiri


dari butiran pigmen (melanosomes).

7. Fungsi Keratinisasi

Keratinosit dimulai dari sel basal yang mengadakan pembelahan,


sel basal yang lain akan berpindah ke atas dan berubah bentuknya
menjadi sel spinosum, makin ke atas sel makin menjadi gepeng dan
bergranula menjadi sel granulosum. Makin lama inti makin menghilang
dan keratinosit menjadi sel tanduk yang amorf. Proses ini berlangsung
14-21 hari dan memberi perlindungan kulit terhadap infeksi secara
mekanis fisiologik.

8. Fungsi Pembentukan Vitamin D

Kulit mengubah 7 dihidroksi kolesterol dengan pertolongan sinar


matahari. Tapi kebutuhan vit D tubuh tidak hanya cukup dari hal
tersebut. Pemberian vit D sistemik masih tetap diperlukan.

B. Konsep Dasar
1. Definisi

Selulitis adalah peradangan akut terutama menyerang jaringan


subkutis, biasanya didahului luka atau trauma dengan penyebab tersering
Streptokokus betahemolitikus dan Stafilokokus aureus. Sellulitis adalah

8
peradangan pada jaringan kulit yang mana cenderung meluas kearah
samping dan ke dalam (Herry, 1996).

Selulitis merupakan inflamasi jaringan subkutan dimana proses


inflamasi, yang umumnya dianggap sebagai penyebab adalah bakteri
S.aureus dan atau Streptococcus ( Arif Muttaqin, hal 68, 2011 ).

Selulitis merupakan suatu penyebaran infeksi bakteri ke dalam


kulit dan jaringan di bawah kulit. Infeksi dapat segera menyebar dan
dapat masuk ke dalam pembuluh getah bening dan aliran darah. Jika hal
ini terjadi, infeksi bisa menyebar ke seluruh tubuh.

Selulitis merupakan infeksi pada lapisan kulit yang lebih dalam.


Dengan karakteristik sebagai berikut :

a. Peradangan supuratif sampai di jaringan subkutis.


b. Mengenai pembuluh limfe permukaan.
c. Plak eritematus, batas tidak jelas dan cepat meluas.

2. Klasifikasi

Selulitis dapat dibagi menjadi 3 yaitu selulitis sirkumskripta


serous akut, selulitis sirkumskripta supuratif akut dan selulitis difus akut.

a. Selulitis Sirkumskripta Serous Akut

Selulitis yang terbatas pada daerah tertentu yaitu satu atau


dua spasia fasial, yang tidak jelas batasnya.Infeksi bakteri
mengandung serous, konsistensinya sangat lunak dan

9
spongius.Penamaannya berdasarkan ruang anatomi atau spasia yang
terlibat.

b. Selulitis Sikrumskripta Supuratif Akut

Prosesnya hampir sama dengan selulitis sirkumskripta


serous akut, hanya infeksi bakteri tersebut juga mengandung
suppurasi yang purulen. Penamaan berdasarkan spasia yang
dikenainya.Jika terbentuk eksudat yang purulen, mengindikasikan
tubuh bertendensi membatasi penyebaran infeksi dan mekanisme
resistensi lokal tubuh dalam mengontrol infeksi.

c. Selulitis Difsus Akut

Selulitis difus yang paling sering dijumpai adalah


Phlegmone / Angina Ludwig’s . Angina Ludwig’s merupakan suatu
selulitis difus yang mengenai spasia sublingual, submental dan
submandibular bilateral, kadang-kadang sampai mengenai spasia
pharingeal
Selulitis dimulai dari dasar mulut.Seringkali bilateral, tetapi bila
hanya mengenai satu sisi/ unilateral disebut Pseudophlegmon.

3. Etiologi
Penyakit Selulitis umumnya disebabkan oleh infeksi bakteri dan jamur,
namun ada beberapa penyebab lain dari selulitis yaitu :
a. Infeksi bakteri dan jamur
1) Disebabkan oleh Streptococcus grup A dan Staphylococcus aureus

10
2) Pada bayi yang terkena penyakit ini dibabkan oleh Streptococcus
grup B
3) Infeksi dari jamur Aeromonas Hydrophila, tapi Infeksi yang
diakibatkan jamur termasuk jarang.
4) S. Pneumoniae (Pneumococcus)
b. Penyebab lain
1) Gigitan binatang, serangga, atau bahkan gigitan manusia.
2) Kulit kering
3) Eksim
4) Kulit yang terbakar atau melepuh
5) Diabetes
6) Obesitas atau kegemukan
7) Pembekakan yang kronis pada kaki
8) Penyalahgunaan obat-obat terlarang
9) Menurunnyaa daya tahan tubuh
10) Cacar air
11) Malnutrisi
12) Gagal ginjal

Faktor yang memperparah perkembangan selulitis :


a. Usia
Semakin tua usia, kefektifan sistem sirkulasi dalam menghantarkan
darah berkurang pada bagian tubuh tertentu. Sehingga abrasi kulit potensi
mengalami infeksi seperti selulitis pada bagian yang sirkulasi darahnya
memprihatinkan.
b. Melemahnya sistem immun (Immunodeficiency)
Dengan sistem immune yang melemah maka semakin
mempermudah terjadinya infeksi. Contoh pada penderita leukemia
lymphotik kronis dan infeksi HIV. Penggunaan obat pelemah immun (bagi
orang yang baru transplantasi organ) juga mempermudah infeksi.
c. Diabetes mellitus

11
Tidak hanya gula darah meningkat dalam darah namun juga
mengurangi sistem immun tubuh dan menambah resiko terinfeksi.
Diabetes mengurangi sirkulasi darah pada ekstremitas bawah dan potensial
membuat luka pada kaki dan menjadi jalan masuk bagi bakteri
penginfeksi.
d. Cacar dan ruam saraf
Karena penyakit ini menimbulkan luka terbuka yang dapat menjadi
jalan masuk bakteri penginfeksi.
e. Pembangkakan kronis pada lengan dan tungkai (lymphedema)
Pembengkakan jaringan membuat kulit terbuka dan menjadi jalan
masuk bagi bakteri penginfeksi.
f. Infeksi jamur kronis pada telapak atau jari kaki
Infeksi jamur kaki juga dapat membuka celah kulit sehinggan
menambah resiko bakteri penginfeksi masuk
g. Penggunaan steroid kronik
Contohnya penggunaan corticosteroid.
h. Penyalahgunaan obat dan alcohol
Mengurangi sistem immun sehingga mempermudah bakteri
penginfeksi berkembang.
i. Malnutrisi
Selain pengaruh dari nutrisi yang buruk, lingkungan tropis, panas,
banyak debu dan kotoran, mempermudah timbulnya penyakit ini.

4. Patofisiologi
Invasi bakteri masuk melalui trauma, luka, gigitan serangga
berinvasi   streptokokus dan staphylococcus aureus melalui barier
epidermal yang rusak menyerang kulit dan subkutan, masuk ke jaringan
yang lebih dalam dan menyebar secara sistemik  yang menyebabkan
terjadinya reaksi infeksi/inflamasi yang merupakan respon dari tubuh
sehingga muncul nyeri, pembengkakan kulit, lesi kemerahan dan demam.

12
Bakteri pathogen yang menembus lapisan luar menimbulkan
infeksi pada permukaan kulit atau menimbulkan peradangan. Penyakit
infeksi sering berjangkit pada orang gemuk, rendah gizi, orang tua dan
pada orang dengan diabetes mellitus yang pengobatannya tidak adekuat.
Gambaran klinis eritema lokal pada kulit dan sistem vena serta
limfatik pada ke dua ekstremitas atas dan bawah. Pada pemeriksaan
ditemukan kemerahan yang karakteristi hangat, nyeri tekan, demam dan
bakterimia.
Selulitis yang tidak berkomplikasi paling sering disebabkan oleh
streptokokus grup A, streptokokus lain atau staphilokokus aereus, kecuali
jika luka yang terkait berkembang bakterimia, etiologi microbial yang
pasti sulit ditentukan, untuk abses lokalisata yang mempunyai gejala
sebagai lesi kultur pus atau bahan yang diaspirasi diperlukan. Meskipun
etiologi abses ini biasanya adalah stapilokokus, abses ini kadang
disebabkan oleh campuran bakteri aerob dan anaerob yang lebih
kompleks. Bau busuk dan pewarnaan gram pus menunjukkan adanya
organisme campuran.
Ulkus kulit yang tidak nyeri sering terjadi. Lesi ini dangkal dan
berindurasi dan dapat mengalami infeksi. Etiologinya tidak jelas, tetapi
mungkin merupakan hasil perubahan peradangan benda asing, nekrosis
dan infeksi derajat rendah.

5. Manifestasi Klinis

Selulitis menyebabkan kemerahan atau peradangan yang


terlokalisasi. Kulit tampak merah, bengkak, licin disertai nyeri tekan dan
teraba hangat. Ruam kulit muncul secara tiba-tiba dan memiliki batas yang
tegas. Bisa disertai memar dan lepuhan-lepuhan kecil. Gejala lainnya
adalah :
a. Demam

13
b. Nyeri kepala
c. Nyeri otot
d. Tidak enak badan
e. Malaise
f. Edema
g. Lesi

6. Komplikasi
a. Bakteremia
b. Nanah atau local Abscess
c. Superinfeksi oleh bakteri gram negative
d. Lymphangitis
e. Trombophlebitis
f. Sellulitis pada muka atau Facial cellulites pada anak menyebabkan
meningitis sebesar 8%.
g. Dimana dapat menyebabkan kematian jaringan (Gangrene), dan
dimana harus melakukan amputasi yang mana mempunyai resiko
kematian hingga 25%.

7. Penatalaksanaan
Pengobatan yang tepat dapat mencegah penyebaran infeksi ke
darah dan organ lainnya. Diberikan penicillin atau obat sejenis penicillin
(misalnya cloxacillin).
Jika infeksinya ringan, diberikan sediaan per-oral (ditelan). Biasanya
sebelum diberikan sediaan per-oral, terlebih dahulu diberikan suntikan
antibiotik jika:
a. Penderita berusia lanjut
b. Selulitis menyebar dengan segera ke bagian tubuh lainnya
c. Demam tinggi.

14
Jika selulitis menyerang tungkai, sebaiknya tungkai dibiarkan
dalam posisi terangkat dan dikompres dingin untuk mengurangi nyeri dan
pembengkakan.

15
8. Pathway

9. Epidemiologi
Selulitis dapat terjadi di semua usia tersering pada usia dibawah 3 tahun
dan usia dekade keempat dan kelima. Insiden pada laki-laki lebih besar
dari pada perempuan dalam beberapa studi epidemiologi. Insiden selulitis
ekstremitas masih menduduki peringkat pertama. Terjadi peningkatan

16
resiko selulitis seiring meningkataya usia,tetapi tidak ada hubungan
dengan jenis kelamin.

10. Pemeriksaan Penunjang

Jika sudah mengalami gejala seperti adanya tanda systemic, maka


untuk    melakukan diagnosis membutuhkan penegakan diagnosis tersebut
dengan melakukan pemeriksaan lab seperti :

a. Complete blood count, menunjukkan kenaikan jumlah leukosit dan


rata-rata sedimentasi eritrosit. Sehingga mengindikasikan adanya
infeksi bakteri.

b. BUN level.

c. Creatinine level.

d. Culture darah

C. TERAPI KOMPLEMENTER

Serai bermanfaat sebagai terapi komplementer terhadap pengobatan selulitis


dkarenakan sifat antibakteria dan antiinflamasinya dari kandungan fenolik
seperti tannin dan flavonoid,serta minyak atsiri yang mengandung
citral,neral,geranial dan lainnya.

D. PENCEGAHAN PRIMER SEKUNDER DAN TERSIER


1. Pencegahan primer
Pasien harus diedukasi mengenai kebersihan diri dan selalu memeriksa
adanya luka pada kaki dan tangan yang kadang tak disadari. Menjelaskan

17
bahwa pasien tersebut memiliki kemungkinan infeksi yang lebih tinggi
dibandingkan dengan individu lain.
Jika kulit masih normal
a. Lembabkan kulit secara teratur
b. Potong kuku jari tangan dan kaki secara hati-hati
c. Lindungi tangan dan kaki
d. Rawat secara tepat infeksi kulit pada bagian superficial
2. Pencegahan sekunder
Jika memiliki luka
a. Bersihkan luka setiap hari dengan sabun dan air
b. Oleskan antibiotic
c. Tutupi luka dengan perban
d. Sering-sering mengganti perban tersebut
e. Perhatikan jika ada tanda-tanda infeksi
3. Pencegahan tersier

Setelah ditangani dengan strategi pencegahan sekunder. Pencegaha tersier


difokuskan kebali ke arah stabilitas sitem secara normal misalnya pemeriksan
kaki secara reguler serta pastiakn hidrasi kulit baik.

E. ASKEP Teoritis
1. Pengkajian
a. Identitas Diri Klien

Meliputi tanggal pengkajian, ruangan, nama (inisial), nomor MR,


umur, pekerjaan, agama, jenis kelamin, alamat, tanggal masuk RS,
alasan masuk RS, cara masuk RS, penanggung jawab.

b. Riwayat Kesehatan
a) Keluhan Utama

18
Biasanya pada klien dengan limfadenopati keluhan utamanya
yaitu klien mengatakan nyeri pada luka, terkadang disertai demam,
menggigil dan malaise.

b) Riwayat Kesehatan Sekarang

Biasanya klien mengalami luka pada bagian tubuh tertentu


dengan karakteristik berwarna merah, terasa lembut, bengkak,
hangat, terasa nyeri, kulit menegang dan mengilap

c) Riwayat Kesehatan Dahulu

Kaji penyebab luka pada pasien dan pernahkah sebelumnya


mengidap penyakit seperti ini, adakah alergi yang dimiliki dan
riwayat pemakaian obat.

d) Riwayat Kesehatan Keluarga

Biasanya dikeluarga pasien terdapat riwayat mengidap penyakit


selulitis atau penyekit kulit lainnya

c. Pemeriksaan Fisik
1) Keadaan Umum Klien
a) Tingkat kesadaran : Biasanya Composmentis
b) Berat badan : Biasanya normal
c) Tinggi badan : Biasanya normal
2) Tanda-Tanda Vital
a) TD : Biasanya menurun (< 120/80mmHg)
b) Nadi : Biasanya menurun (<90x/i)
c) RR : Biasanya normal (18-24 x/i)

19
d) Suhu : Biasanya meningkat (>37.5 °C)
3) Pemeriksaan Head to Toe
a) Kepala
Inspeksi : Bentuk, karakteristik rambut serta kebersihan
kepala
Palpasi : Adanya massa, benjolan ataupun lesi
b) Mata
Inspeksi : Sklera, conjungtiva, iris, kornea serta reflek pupil
dan tanda-tanda iritasi
c) Telinga
Inspeksi : Daun telinga, liang telinga, membran tympani,
adanya serumen serta pendarahan
d) Hidung
Inspeksi : Lihat kesimetrisan, membran mukosa, tes
penciuman serta alergi terhadap sesuatu
e) Mulut
Inspeksi : Kebersihan mulut, mukosa mulut, lidah, gigi dan
tonsil
f) Leher
Inspeksi : Kesimetrisan leher, pembesaran kelenjar tyroid
dan JVP
Palpasi : Arteri carotis, vena jugularis, kelenjar tyroid,
adanya massa atau benjolan
g) Thorax / Paru
Inspeksi : Bentuk thorax, pola nafas dan otot bantu nafas
Palpasi : Vocal remitus
Perkusi : Batas paru kanan dan kiri
Auskutasi : Suara nafas
h) Kardiovaskuler
Inspeksi : Ictus cordis
Palpasi : Ictus cordis
Perkusi : Batas jantung kanan dan kiri
Auskultasi : Batas jantung I dan II

i) Abdomen
Inspeksi : Asites atau tidak
Palpasi : Adanya massa atau nyeri tekan
Perkusi : Tympani
Auskultasi : Bising usus

20
j) Kulit
Inspeksi : Warna kulit, turgor kulit, adanya jaringan parut
atau lesi dan CRT. Gejala awal berupa kemerahan dan nyeri
tekan yang terasa di suatu daerah yang kecil di kulit. Kulit yang
terinfeksi menjadi panas dan bengkak, dan tampak seperti kulit
jeruk yang mengelupas (peau d’orange). Pada kulit yang
terinfeksi bisa ditemukan lepuhan kecil berisi cairan (vesikel)
atau lepuhan besar berisi cairan (bula), yang bisa pecah.
k) Ekstremitas
Kaji nyeri, kekuatan dan tonus otot
2. Diagnosa

a. Nyeri akut
b. Kerusakan integritas kulit
c. Ganguan citra tubuh
3. Intervensi

No Diagnosa NOC NIC

1  Nyeri akut  Pain level  Pain Management


 Pain control comfort
level
 Lakukan pengkajian
nyeri secara
Kriteria Hasil : komprehensif
 Observasi reaksi
nonverbal dari
 Mampu mengontrol ketidaknyamanan
nyeri  Gunakan teknik
 Mampu mengenali nyeri komunikasi
 Mampu menggunakan teraupetik
teknik non farmakologi  Evaluasi pengalaman
untuk mengurangi nyeri nyeri masa lampau
 Melaporkan bahwa  Ajarkan teknik
nyeri berkurang dengan relaksasi
menggunakan  Kolaborasi dengan
manajemen nyeri dokter dalam
 Menyatakan rasa pemberian therapy
nyaman setelah nyeri 
berkurang

21
2 Kerusakan integritas  Tissue integrity  Pressure Management
kulit  Membranes
 Hemodyalis akses
 Anjurkan pasien
menggunakan
Kriteria Hasil : pakaian yang longkar
 Jaga kebersihan kulit
agar tetap bersih
 Integritas kulit yang  Monitor kulit akan
baik bisa diperbaiki adanya kemerahan
 Tidak ada luka/lesi pada
kulit
 Perfusi jaringan baik

22
3. Gangguan citra tubuh  Body image  Nutrion Management
 Self esteem

 Kaji secara verbal


Kriteria Hasil : dan non verbal
respon klien terhadap
tubuhnya
 Body image positif  Jelaskan tentang
 Mampu pengobatan,
mengidentifikasi perawatan, kemajuan
kekuatan personal dan prognosis
 Tidak terjadi penyakit
pengurangan berat  Dorong klien
badan yang berarti mengungkapkan
perasaannya

23
4. Implementasi

Implementasi merupakan wujud nyata dari rencana keperawatan


yang telah dibuat sebelumnya.

5. Evaluasi

Evaluasi merupakan pengkajian sejauh mana pencapaian dari


tindakan keperawatan yang telah diberikan kepada pasie

BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Berdasarkan uraian pada BAB sebelumnya maka penulis


mengambil kesimpulan bahwa :

Berdasarkan hasil pengkajian pada Tn. I dengan Selulitis, diperoleh


data bahwa klien mengatakan bahwa nyeri pada kaki kanannya, nyeri
bersifat hilang timbul dengan rasa tumpul namun terdapat nyeri tekan pada
kaki kanan klien, klien tampak meringis dan gelisah menahan nyeri
tersebut. Selain itu klien juga mengatakan bahwa ia mengalami kesulitan
untuk berjalan, klien mengeluh kesakitan tiap kali berjalan, klien juga
mengatakan bahwa ia membutuhkan bantuan orang lain untuk berjalan.
Kaki klien tampak bengkak, memerah dan berisi cairan, selain itu klien
juga menggunakan kursi roda sebagai alat bantu. Klien mengatakan bahwa
ia mengalami demam tinggi dan malaise,klien juga mengatakan bahwa
badannya terasa panas saat diraba. Klien tampak lemas, saat di palpasi
badan klien terasa panas.

Adapun diagnosa yang muncul pada kasus ini adalah :

1. Nyeri akut b.d pembengkakan kronis


2. Hambatan mobilitas fisik b.d edema pada kaki kanan klien
3. Hipertermi b.d proses infeksi

24
Pada tahap perencanaan, rencana keperawatan disusun sesuai
dengan masalah keperawatan. Dalam memprioritaskan masalah
keperawatan dilihat dari kebutuhan kondisi klien saat pengkajian.

Adapun rencana tindakan yang akan dilakukan antara lain adalah


mengkaji nyeri secara komprehensif sesuai dengan P Q R S T. Yang
menyebabkan nyeri yaitu karena adanya pembengkakan kronis pada kaki
kanan klien. Adapun kualitas nyeri yaitu tumpul dengan sifat nyeri tekan.
Wilayah dari nyeri yaitu di kaki kanan klien. Skala nyeri yaitu 6 dengan
waktu yang bersifat hilang timbul. Selain mengkaji nyeri penulis juga telah
mengajarkan teknik relaksasi berupa nafas dalam untuk membantu klien
mengatasi nyeri nya, mengukur Vital Sign klien, serta mengajarkan teknik
ambulasi pada klien.

B. Saran

Hendaknya setiap memberikan asuhan keperawatan harus di


dokumentasikan dengan baik dan benar untuk mempertanggung jawabkan
keadaan klien setelah dilakukan tindakan keperawatan

25
26
DAFTAR PUSTAKA

Huda Amin Nurarif dan Hardhi Kusuma. 2015. Aplikasi Asuhan


Keperawatan Berdasarkan Diagnosa Medis NANDA & NIC NOC. Jogjakarta :
Mediaction.

Heather T. Herdman & Shigemi Kamitsuru. 2015. Diagnosis


Keperawatan : Definis & Klasifikasi 2015-2017 Edisi 10 Terjemahan Indonesia.
Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC

M. Gloria Bulechek, dkk. 2016. Nursing Intervention Classification (NIC).


Singapore : El Sevier.

Moorhead Sue, dkk. 2016. Nursing Outcomes Classification (NOC).


Singapore : El Sevier.

27

Anda mungkin juga menyukai