Pasal 22
1. Anggota Cadangan Tentara Nasional Indonesia diperoleh secara sukarela
dan wajib dari :
a. anggota Angkatan Bersenjata yang telah menyelesaikan masa dinasnya
sebagai anggota Angkatan Bersenjata
b. warga negara yang memenuhi persyaratan.
2. Ketentuan-ketentuan tentang anggota Cadangan Tentara Nasional Indonesia
sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diatur lebih lanjut dengan undang-undang.
Pasal II Undang-undang ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan. Agar
setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Undang- undang
ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.
C. KETETAPAN MPRS DAN MPR RI BERDASARKAN KETETAPAN MPR RI
NO I/MPR/2003 PASAL 2 DAN PASAL 4 KETETAPAN MPR RI NO
I/MPR/2003
KETETAPAN MAJELIS PERMUSYAWARATAN RAKYAT REPUBLIK
INDONESIA NOMOR VII/MPR/2000 TENTANG PERAN TENTARA NASIONAL
INDONESIA DAN PERAN KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MAJELIS
PERMUSYAWARATAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA, Menimbang :
a. Bahwa untuk melindungi segenap bangsa dan seluruh tumpah darah Indonesia,
memajukan kesejahteraan umum mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut
melaksanakan ketertiban dunia guna mencapai tujuan nasional, diperlukan sistem
petahanan dan keamanan Negara Kesatuan Republik Indonesia yang ber-
Wawasan Nusantara.
b. Bahwa pertahanan dan keamanan Negara Kesatuan Republik Indonesia
merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari ketahanan nasional dengan
menghimpun, menyiapkan dan mengerahkan kemampuan nasional yang
menempatkan rakyat sebagai kekuatan dasar.
c. Bahwa dalam penyelenggaraan pertahanan dan keamanan Negara Kesatuan
Negara Republik Indonesia, setiap warga negara mempunyai hak dan kewajiban
dalam upaya pembelaan negara serta pemeliharaan keamanan dan ketertiban
masyarakat.
d. Bahwa diperlukan alat negara yang berperan utama menyelenggarakan
pertahanan negara berupa Tentara Nasional Indonesia.
e. Bahwa dalam kehidupan masyarakat diperlukan aparat keamanan dan ketertiban
yang memberikan perlindungan dan penegakan hukum berupa Kepolisian Negara
Republik Indonesia.
f. bahwa seiring dengan proses demokratisasi dan globalisasi, serta menghadapi
tuntutan masa depan, perlu peningkatan kinerja dan profesionalisme aparat
pertahanan dan aparat keamanan melalui penataan kembali Peran Tentara
Nasional Indonesia dan Peran Kepolisian Negara Republik Indonesia.
g. bahwa telah dilakukan pemisahan secara kelembagaan yang setara antara Tentara
Nasional Indonesia dan Kepolisian Negara Republik Indonesia.
h. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, b, c, d,
e, f dan g maka perlu adanya Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat tentang
Peran Tentara Nasional Indonesia dan Peran Kepolisian Negara Republik
Indonesia.
Mengingat :
1. Pasal 1, Pasal 2, Pasal 3, Pasal 10, Pasal 11, Pasal 12, dan Pasal 30 Undang-
Undang Dasar 1945.
2. Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia Nomor
II/MPR/1999 tentang Peraturan Tata Tertib Majelis Permusyawaratan Rakyat
Republik Indonesia.
3. Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia Nomor IV/
MPR/1999 tentang Garis-garis Besar Haluan Negara Tahun 1999-2004.
4. Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia Nomor I/
MPR/2000 tentang Perubahan Pertama Atas Ketetapan Majelis Permusyawaratan
Rakyat Republik Indonesia Nomor II/MPR/1999 tentang Peraturan Tata Tertib
Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia.
5. Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia Nomor VI/
MPR/2000 tentang Pemisahan Tentara Nasional Indonesia dan Kepolisian Negara
Republik Indonesia.
Memperhatikan:
1. Keputusan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia Nomor I/
MPR/2000 tentang Jadwal Sidang Tahunan Majelis Permusyawaratan Rakyat
Republik Indonesia Tanggal 7 sampai dengan 18 Agustus 2000.
2. Permusyawaratan dalam Sidang Tahunan Majelis Permusyawaratan Rakyat
Republik Indonesia Tanggal 7 sampai 18 Agustus 2000 yang membahas
Rancangan Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia
tentang peran Tentara Nasional Indonesia dan Kepolisian Negara Republik
Indonesia, yang telah dipersiapkan oleh Badan Pekerja Majelis Permusyawaratan
Rakyat Republik Indonesia.
3. Putusan Rapat Paripurna ke-9 Tanggal 18 Agustus 2000 Sidang Tahunan
Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia.
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MAJELIS
PERMUSYAWARATAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA
Menimbang :
1. Bahwa salah satu tuntutan reformasi dan tantangan masa depan adalah
dilakukannya demokratisasi, maka diperlukan reposisi dan restrukturisasi
Angkatan Bersenjata Republik Indonesia.
2. Bahwa dengan adanya kebijakan dalam bidang pertahanan/ keamanan telah
dilakukan penggabungan Angkatan Darat, Angkatan Laut, Angkatan Udara, dan
Kepolisian Negara Republik Indonesia dalam Angkatan Bersenjata Republik
Indonesia.
3. Bahwa sebagai akibat dari penggabungan tersebut terjadi kerancuan dan
tumpang tindih antara peran dan fungsi Tentara Nasional Indonesia sebagai
kekuatan pertahanan negara dengan peran dan tugas Kepolisian Negara Republik
Indonesia sebagai kekuatan keamanan dan ketertiban masyarakat.
4. Bahwa peran sosial politik dalam dwifungsi Angkatan Bersenjata Republik
Indonesia menyebabkan tejadinya penyimpangan peran dan fungsi Tentara
Nasional Indonesia dan Kepolisian Negara Republik Indonesia yang berakibat
tidak berkembangnya sendi-sendi demokrasi dalam kehidupan berbangsa,
bernegara, dan bermasyarakat.
5. Bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, b, c,
dan d maka perlu adanya Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat tentang
Pemisahan Organisasi Tentara Nasional Indonesia dan Organisasi Kepolisian
Negara Republik Indonesia
Mengingat :
1. Pasal 1, Pasal 2, Pasal 3, Pasal 10, Pasal 11, Pasal 12, dan Pasal 30 Undang-
Undang Dasar 1945;
2. Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia Nomor
II/MPR/1999 tentang Peraturan Tata Tertib Majelis Permusyawaratan Rakyat
Republik Indonesia.
3. Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia Nomor IV/
MPR/1999 tentang Garis-garis Besar Haluan Negara Tahun 1999 - 2004.
4. Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia Nomor I/
MPR/2000 tentang Perubahan Pertama Atas Ketetapan Majelis Permusyawaratan
Rakyat Republik Indonesia Nomor II/MPR/1999 tentang Peraturan Tata Tertib
Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia
Memperhatikan:
Menetapkan :
KETETAPAN MAJELIS PEMUSYAWARATAN RAKYAT REPUBLIK
INDONESIA TENTANG PEMISAHAN TENTARA NASIONAL INDONESIA
DAN KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA
Pasal 1
Tentara Nasional Indonesia dan Kepolisian Negara Republik Indonesia secara
kelembagaan terpisah sesuai dengan peran dan fungsi masingmasing.
Pasal 2
1) Tentara Nasional Indonesia adalah alat negara yang berperan dalam
pertahanan negara.
2) Kepolisian Negara Republik Indonesia adalah alat negara yang berperan
dalam memelihara keamanan.
3) Dalam hal terdapat keterkaitan kegiatan pertahanan dan kegiatan keamanan.
Tentara Nasional Indonesia dan Kepolisian Negara Republik Indonesia harus
bekerja sama dan saling membantu.
Pasal 3
1. Peran Tentara Nasional Indonesia dan peran Kepolisian Negara Republik
Indonesia ditetapkan dengan Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat.
2. Hal-hal yang menyangkut Tentara Nasional Indonesia dan Kepolisian Negara
Republik Indonesia secara lengkap dan terperinci diatur lebih lanjut dalam
undang-undang secara terpisah.
Pasal 4
Ketetapan ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan. Pasal 27 Ayat 3.
Setiap warga negara berhak dan wajib ikut serta dalam upaya pembelaan negara.
Maksud dari pasal 27 Ayat 3 diatas adalah setiap warga negara dan tinggal di wilayah
negara Indonesia memiliki kewajiban untuk membela negaranya dari segala ancaman
yang ada. Membela negara bukan berarti kita harus berangkat berperang. Misalnya
contoh paling mudah adalah ketika ancaman perpecahan, kita sebagai warga negara
hendaknya dapat menjaga persatuan dan kesatuan kita tanpa harus mengangkat
senjata, misalnya mengecek kebenaran berita apakah berita tersebut hoax atau
memang benar adanya. Karena pada jaman sekarang banyak muncul berita-berita
yang tidak bertanggung jawab yang bisa memecah belah persatuan.
Bunyi Pasal 30 Ayat 1 adalah Tiap – tiap warga negara berhak dan wajib ikut serta
dalam usaha pertahanan dan keamanan negara. Maksud dari pasal 30 Ayat 1 tidak
jauh berbeda dengan maksud dari Pasal 27 ayat 3 yang menyatakan bahwa setiap
warga negara diwajibkan untuk membela negara Indonesia. Adapun cara membela
negara Indonesia tidak harus dengan mengangkat senjata. Mengukir prestasi di
berbagai perlombaan juga salah satu bentuk wujud bela negara.
Menimbang:
a. bahwa pada tanggal 25 Mei 1973, di Jakarta telah ditandatangani "Perjanjian
antara Republik Indonesia dan Republik Singapura tentang Penetapan Garis
Batas Laut Wilayah kedua Negara di Selat Singapura".
b. bahwa Perjanjian tersebut pada huruf a diatas dipandang perlu untuk disetujui
dengan Undang-undang.
Mengingat:
1. Pasal 5 ayat (1), Pasal 11 dan Pasal 20 ayat (1) Undang-Undang Dasar 1945.
2. Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia Nomor
IV/MPR/1973 tentang Garis-garis Besar Haluan Negara, mengenai Wawasan
Nusantara.
3. Undang-Undang Nomor 4 Prp. Tahun 1960 tentang Perairan Indonesia
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1960 Nomor 22; Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 1942).
Dengan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia.
MEMUTUSKAN: Menetapkan :
UNDANG-UNDANG TENTANG PERJANJIAN ANTARA REPUBLIK
INDONESIA DAN REPUBLIK SINGAPURA MENGENAI PENETAPAN GARIS
BATAS LAUT WILAYAH KEDUA NEGARA DI SELAT SINGAPURA.
Pasal 1
Menyetujui Perjanjian antara Republik Indonesia dan Republik Singapura tentang
Penetapan Garis Batas Laut Wilayah kedua Negara di Selat Singapura yang
ditandatangani pada tanggal 25 Mei 1973 dan yang salinannya dilampirkan pada
Undang-undang ini.
Pasal 2
Perjanjian tersebut diatas mulai berlaku pada tanggal pertukaran Piagam
Pengesahannya.
Pasal 3
Undang-undang ini mulai berlaku pada hari tanggal diundangkannya. Agar supaya
setiap orang dapat mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Undang-undang ini
dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia. Disahkan di
Jakarta pada tanggal 8 Desember 1973 PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
SOEHARTO JENDERAL TNI. Diundangkan di Jakarta pada tanggal 8 Desember
1973 MENTERI/SEKRETARIS NEGARA REPUBLIK INDONESIA,
SUDHARMONO, SH. MAYOR JENDERAL TNI. PENJELASAN ATAS
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 1973
TENTANG PERJANJIAN ANTARA REPUBLIK INDONESIA DAN REPUBLIK
SINGAPURA MENGENAI PENETAPAN GARIS BATAS LAUT WILAYAH
KEDUA NEGARA DI SELAT SINGAPURA
I. PENJELASAN UMUM.
Bahwa sejak berlakunya Undang-undang Nomor 4 Prp. Tahun 1960 tentang
perairan Indonesia, maka lebar laut wilayah Indonesia di jadikan 12 mil laut, diukur
dari garis-garis dasar yang merupakan garis-garis lurus yang menghubungkan titik-
titik terluar dari pulau-pulau atau bagian pulau-pulau yang terluar dalam wilayah
Indonesia. Dengan demikian, maka seluruh kepulauan Indonesia telah merupakan
suatu kesatuan wilayah dan seluruh perairan yang terletak di sebelah pantai dari garis
laut wilayah tersebut adalah wilayah Republik Indonesia. Salah satu konsekwensi dari
berlakunya Undang-undang Nomor 4 Prp. Tahun 1960 tersebut adalah bahwa
beberapa bagian dari perairan yang dulunya laut bebas kini telah menjadi perairan
wilayah Indonesia atau perairan pedalaman Indonesia. Demikian juga halnya dengan
di Selat Singapura. Dalam pada itu, Pemerintah Republik Singapura menganut lebar
laut wilayah 3 mil laut. Dengan demikian, maka timbullah persoalan: Dimanakah
letak garis batas laut wilayah masing-masing Negara di Selat Singapura yang
sempit,yaitu dibagian Selat Singapura yang jarak antara garis-garis dasar Indonesia
dan garis-garis dasar Singapura adalah kurang dari 15 mil laut. Ketegasan garis batas
ini sangat diperlukan sekali oleh Pemerintah kedua negara, terutama untuk dapat
memberikan jaminan-jaminan kepastian hukum (rechtszekerheid) dilaut wilayah
masing-masing Negara. Berdasarkan pertimbangan-pertimbangan diatas, maka
diadakanlah perundingan antara kedua Pemerintah di Singapura dari tanggal 7 Mei
sampai dengan tanggal 8 Mei 1973, perundingan mana telah menghasilkan
"Perjanjian antara Republik Indonesia dan Republik Singapura tentang Penetapan
Garis Batas Laut Wilayah kedua Negara di Selat Singapura".
Isi Pokok Perjanjian tersebut adalah bahwa garis batas laut wilayah Indonesia dan laut
wilayah Singapura di Selat Singapura yang sempit, yaitu di Selat yang lebarnya antara
garis dasar kedua belah pihak kurang dari 15 mil laut, adalah suatu garis yang terdiri
dari garis-garis lurus yang ditarik antara titik-titik yang koordinat-koordinatnya
tercantum pada Perjanjian termaksud. Pengesahan Perjanjian ini oleh Presiden
dilakukan setelah mendapat persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat, sesuai dengan
ketentuan-ketentuan yang tercantum dalam Amanat Presiden kepada Ketua Dewan
Perwakilan Rakyat tanggal 22 Agustus 1960 Nomor 2826/HK/60.