Anda di halaman 1dari 17

DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL............................................................................... i
DAFTAR ISI........................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN.................................................................. 1
BAB II TINJAUAN PUSTAKA......................................................... 3
BAB III PENUTUP.............................................................................. 23
DAFTAR PUSTAKA............................................................................. 24
BAB I

PENDAHULUAN

Alasan abortus yang dibuat (abortus provocatus) sebagian besar


adalah karena kehamilan yang tidak dikehendaki. Pada masa kini kejadian
abortus adalah suatu keadaan yang kontradiktif.
Infantisid atau Pembunuhan Anak Sendiri (PAS) merupakan suatu
bentuk kejahatan terhadap nyawa yang unik sifatnya. Unik dalam arti si
pelaku pembunuhan haruslah ibu kandungnya sendiri, dan alasan atau
motivasi untuk melakukan kejahatan tersebut adalah karena si ibu takut
ketahuan bahwa ia telah melahirkan anak; oleh karena anak tersebut
umumnya adalah hasil hubungan gelap.
Aborsi di negara Thailand tidak diperbolehkan secara hukum,
diperbolehkan apabila kriteria aborsi yang disetujui oleh hukum terpenuhi.
Kasus abortus di negara Thailand termasuk kasus yang cukup banyak.
Kasus infantisid di negara Thailand disebabkan karena beberapa hal di
antaranya karena tidak mengingankan anak dengan jenis kelamin tertentu.
Di negara-negara Asia banyak yang menginginkan anak laki-laki sebagai
penerus keturunan, sehingga apabila lahir anak perempuan, maka memiliki
kemungkinan untuk dibunuh.

1
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. ABORTUS
1. DEFINISI ABORTUS
Dalam pengertian medis, abortus adalah gugur kandungan atau
keguguran dan keguguran itu sendiri berarti berakhirnya kehamilan
sebelum fetus dapat hidup sendiri di luar kandungan. Batas umur
kandungan yang dapat diterima di dalam abortus adalah sebelum 28
minggu dan berat badan fetus yang keluar kurang dari 1000 gram.
Istilah “aborsi” berasal dari kata abortus, bahasa latin artinya
“kelahiran sebelum waktunya”. Sinonim dengan itu, kita mengenal istilah
“kelahiran yang prematur” atau miskraam (Belanda), keguguran.
Terjadinya aborsi bisa secara alami dan tidak disengaja, bisa juga karena
disengaja, dengan menggunakan obat-obatan dan cara-cara medis tertentu,
tradisional maupun modern. Abortus provokatus merupakan tindakan
aborsi yang disengaja, istilah Indonesianya adalah pengguguran.
Sedangkan yang tidak disengaja istilahnya keguguran.

2. KLASIFIKASI ABORTUS
Abortus dibagi atas 2 (dua) kelompok, yakni:
a. Abortus alami (natural, spontaneous) merupakan 10-12% dari semua
kasus abortus.
b. Abortus buatan (provocation), merupakan 80% dari semua kasus
abortus.
i) Legal/atas indikasi medik
ii) Kriminal

2
Abortus buatan legal artinya pelaku abortus dapat melakukan tanpa
ada sanksi hukum. Indikasi dalam keadaan apa saja abortus legal ini dapat
dilakukan mempunyai rentang panjang, yaitu dari indikasi yang sempit
(absolut, terbatas hanya untuk menyelamatkan jiwa ibu) sampai luas
(cukup hanya atas permintaan), tergantung dari kebijaksanaan masing-
masing negara.
Secara klinis, di bidang medis dikenal istilah-istilah abortus sebagai
berikut:
1) Abortus Imminens, atau keguguran mengancam. Pasien pada
umumnya dirawat untuk menyelamatkan kehamilannya, walaupun
tidak selalu berhasil.
2) Abortus Insipiens, atau keguguran berlangsung atau dalam proses
keguguran dan tidak dapat dicegah lagi.
3) Abortus Incomplete, atau keguguran tidak lengkap. Sebagian buah
kehamilan telah dilahirkan tetapi sebagian lagi belum, biasanya ari-
ari masih tertinggal dalam rahim.
4) Abortus Complete, atau keguguran lengkap. Apabila seluruh buah
kehamilan telah dilahirkan secara lengkap.
5) Missed Abortion, atau keguguran tertunda, ialah keadaan dimana
janin telah mati di dalam rahim sebelum minggu ke-22 kemudian
tertahan di dalam selama 2 bulan atau lebih.
6) Abortus Habitualis, atau keguguran berulang, ialah abortus yang
telah berulang dan terjadi tiga kali berturut-turut.

3. TINDAKAN ABORTUS PROVOKATUS TERAPEUTIK


Di klinik, untuk menolong nyawa si ibu, kadang-kadang kandungan
perlu diakhiri. Indikasi untuk pengguguran ini, abortus terapeutik, harus

3
ditentukan oleh dua orang dokter yaitu seorang ahli kandungan dan seorang
ahli penyakit dalam atau ahli penyakit jantung. Dalam hal ini sangat
diperlukan persetujuan tertulis yang bersangkutan dan suami.
Indikasi untuk melakukan abortus terapeutik di rumah sakit yang
perlengkapannya modern adalah lebih terbatas atau lebih sempit dari rumah
sakit daerah atau puskesmas. Dalam melakukan abortus terapeutik, dokter
tidak dipidanakan karena alasan pemaaf tersebut dalam KUHP Pasal 48.
Keadaan lain adalah bila seorang perempuan hamil karena kejahatan
kesusilaan atau karena hamil sumbang, incest/bloedschande, bila
perempuan menolak kandungannya. Seyogianya sudah waktunya untuk
membuat peraturan yang mengatur abortus terapeutik.
Dalam melakukan tindak abortus atas indikasi medik, seorang dokter
perlu mengambil tindakan-tindakan pengamanan dengan mengadakan
konsultasi pada seorang ahli kandungan yang berpengalaman dengan
syarat:
1) Dilakukan oleh tenaga kesehatan yang memiliki keahlian dan
kewenangan untuk melakukannya (yaitu seorang dokter ahli
kebidanan dan penyakit kandungan) sesuai dengan tanggung jawab
profesi.
2) Harus meminta pertimbangan tim ahli (ahli medis lain, agama,
hukum, psikologi).
3) Harus ada persetujuan tertulis dari penderita atau suaminya atau
keluarga terdekat.
4) Dilakukan di sarana kesehatan yang memiliki tenaga/peralatan yang
memadai, yang ditunjuk oleh pemerintah.
5) Prosedur tidak dirahasiakan.
6) Dokumen medik harus lengkap.

4
4. TINDAKAN ABORTUS PROVOKATUS KRIMINALIS
Abortus kriminalis adalah tindakan pengguguran yang sengaja
dilakukan untuk kepentingan si pelaku, orang hamil dan yang membantu.
Secara hukum tindakan ini melanggar ketentuan yang berlaku. Abortus
kriminalis dapat dilakukan oleh wanita itu sendiri atau dengan bantuan
orang lain (dokter, bidan, perawat, dukun beranak, dan lain-lain). Tindakan
ini biasanya dilakukan sejak yang bersangkutan terlambat datang bulan dan
curiga akibat hamil. Biasanya kecurigaan ini datang pada minggu ke-5
sampai minggu ke-10. Pada waktu ini mungkin disertai gejala mual pagi
hari (morning sickness). Sekarang kecurigaan adanya kehamilan dapat
diketahui lebih dini karena sudah ada alat tes kehamilan yang dapat
mendiagnosa kehamilan secara pasti.

5. KOMPLIKASI ABORTUS
Komplikasi yang dapat terjadi pada si ibu adalah terjadinya
perdarahan hebat, kejang, infeksi dan kematian. Kematian dapat
berlangsung dengan cepat, disebabkan oleh karena terjadinya syok vagal
(kematian secara refleks akibat perangsangan pada daerah rahim dan
genitalia pada umumnya), pendarahan hebat dan terjadinya emboli udara
(udara masuk ke dalam pembuluh balik dari luka-luka pada daerah rahim
menuju jantung dan menyumbat pembuluh nadi paru-paru).
6. PEMERIKSAAN KORBAN ABORTUS
7. KASUS ABORTUS DI THAILAND
Kehamilan remaja di Thailand menyumbang sebanyak 15% dari total
kehamilan, 10% di atas median WHO. Data dari Departemen Kesehatan
Thailand menunjukkan bahwa 72.566 remaja berusia 10 hingga 19 tahun
melahirkan pada tahun 2018 atau 199 bayi dilahirkan per hari. Dari total
tersebut, 9% melahirkan anak kedua. Pada kelompok usia 10 hingga 14

5
tahun sejumlah 2.385 anak perempuan melahirkan sebanyak 7 kasus per
hari, jumlah ini turun dari 2.559 pada tahun 2017. (Bayer Thailand.
World contraception day: Empowering young people to take family
planning into their own hands [Internet]. Bayer Thai Co., Ltd. 2019
[diakses pada 9 September 2020]. Available from:
https://bayer.co.th/en/world-contraception-day)
Menurut Kantor Keamanan Kesehatan Thailand, lebih dari 300.000
wanita telah mencari perawatan medis di rumah sakit negara untuk
melakukan aborsi inkomplit dari tahun 2009 hingga 2019. Hampir 100.000
di antaranya mengalami komplikasi. Lebih dari 20 wanita meninggal setiap
tahun. Korban meningkat meskipus aborsi dilakukan secara aman. Pil
aborsi yang disetujui oleh WHO telah dilegalkan di lebih dari 60 negara
dan telah ada selama lebih dari satu dekade. (Ekachai S. Historic ruling
offers pro-choice hope [Internet]. Bangkok Post. 2020 [cited 9
September 2020]. Available from:
https://www.bangkokpost.com/opinion/opinion/1862044/historic-
ruling-offers-pro-choice-hope)
Remaja jarang mengunjungi klinik aborsi, hal ini dikarenakan izin
orang tua diperlukan atau karena ketidak mampuan dalam membayar biaya
aborsi yang berkisar antara 4.000 hingga 5.000 Baht. Klinik-klinik sama
seperti rumah sakit milik pemerintah mengenakan biaya untuk layanan
aborsi kecuali aborsi kasus khusus seperti korban pemerkosaan atau
perempuan yang secara ekonomi kurang beruntung. (Charuvastra T.
Abortion in Thailand: More safe and legal than you may have thought
[Internet]. Khaosod English. 2017 [cited 9 September 2020]. Available
from: https://www.khaosodenglish.com/news/2017/03/03/abortion-
thailand-safe-legal-may-thought/)

6
Data Departemen Kesehatan Thailand menunjukkan bahwa
mayoritas wanita melakukan aborsi karena alasan ekonomi dan sosial. Sulit
menghitung jumlah aborsi yang dilakukan karena jumlahnya tidak
dipublikasikan dan aborsi dianggap sebagai rahasia. Laporan tahun 2012
yang dikeluarkan oleh rumah sakit pemerintah tidak membedakan antara
aborsi elektif, aborsi karena alasan kesehatan atau keguguran. Direktur Biro
Kesehatan Reproduksi Thailand mencatat bahwa tidak ada basis data
terpusat untuk menghitung jumlah aborsi di Thailand. Klinik swasta
dengan alasan kerahasiaan, tidak memberikan data aborsi ke departemen
pemerintah. Aborsi ilegal tidak mungkin dilacak. Kurangnya data aborsi
secara nasional membuat Biro Kesehatan Reproduksi Thailand melakukan
survei tahunan yang disebut “Laporan Pengawasan Aborsi”. Laporan ini
mengumpulkan kasus aborsi dari sejumlah provinsi di Thailand untuk
mengukur latar belakang dan motivasi mereka dalam melakukan aborsi.
(Charuvastra T. Abortion in Thailand: More safe and legal than you
may have thought [Internet]. Khaosod English. 2017 [cited 9
September 2020]. Available from:
https://www.khaosodenglish.com/news/2017/03/03/abortion-thailand-
safe-legal-may-thought/)
8. ABORTUS DALAM PERSPEKTIF HUKUM THAILAND
Status hukum aborsi di Thailand di atur oleh KUHP Thailand.
Aborsi adalah ilegal kecuali dalam keadaan tertentu. Berdasarkan surat
tersebut, undang-undang mengizinkan terminasi kehamilan oleh dokter
hanya (1) jika aborsi diperlukan karena kesehatan wanita hamil, atau (2)
jika kehamilan itu terjadi akibat perkosaan. Aborsi yang dilakukan di luar
keadaan ini dapat dihukum hingga tiga tahun penjara (serta denda) untuk
wanita dan hingga lima tahun (bahkan hingga tujuh tahun jika dilakukan

7
bertentangan dengan keinginan wanita) untuk pelakunya. (Thailand
Lawyer. Thai Criminal Code Chapter 3 Offence of Abortion (Sections
301-305) [Internet]. Thailand Law Library Siam Legal. [cited 9
September 2020]. Available from: https://library.siam-legal.com/thai-
law/criminal-code-abortion-sections-301-305/)
Pada tahun 1989, saat epidemi AIDS terjadi, Dewan Medis
memberikan usulan kepada Dewan Negara mengenai apakah hukum
undang-undang dapat diinterpretasikan untuk mengizinkan dilakukannya
aborsi pada kasus positif HIV karena anak yang terlahir pada kasus
tersebut, jika lahir tidak dapat menikmati kualitas hidup yang baik. Dewan
Negara menjawab bahwa usulan tersebut tidak dapat diperbolehkan karena
undang-undang hanya memperbolehkan pertimbangan abortus untuk
kesehatan ibu, bukan anak.
Belakangan ini interpretasi undang-undang terhadap kesehatan ibu
diperdebatkan, dan Dewan Medis mengeluarkan peraturan pada tahun 2005
yang secara eksplisit menjabarkan kesehatan ibu menjadi kesehatan fisik
dan mental sebagai faktor yang mungkin memerlukan tindakan aborsi. Hal
ini telah dijabarkan secara luas untuk melibatkan wanita yang tertekan
secara emosional karena kemungkinan memiliki anak yang tidak dapat
mereka besarkan. Peraturan tersebut membatasi layanan klinik seperti yang
dioperasikan oleh Planned Parenthood Association of Thailand untuk
menyediakan layanan aborsi hanya pada wanita di trimester pertama
kehamilan. Wanita yang ingin mengakhiri kehamilan di trimester kedua
harus melakukannya di rumah sakit. Tindakan aborsi dilarang setelah 28
minggu. (Charuvastra T. Abortion in Thailand: More safe and legal
than you may have thought [Internet]. Khaosod English. 2017 [cited 9
September 2020]. Available from:

8
https://www.khaosodenglish.com/news/2017/03/03/abortion-thailand-
safe-legal-may-thought/)
Menteri Kesehatan Masyarakat Thailand mengatur masalah aborsi
medis. Terminasi janin diusia kehamilan kurang dari sembilan minggu
diperbolehkan apabila beberapa atau seluruh kriteria berikut ini terpenuhi:
(1) kebutuhan medis, (2) kebutuhan hukum (misalnya pemerkosaan), (3)
perempuan berusia di bawah 15 tahun (dan belum menikah), (4) janin
berisiko mengalami kelainan berat atau kelainan genetik. (UNICEF.
Situation analysis of adolescent pregnancy in Thailand. UNICEF;
2015.)
Pada bulan Desember 2014, dua obat yang menginduksi keguguran
yaitu mifepristone dan misoprostol disetujui oleh pemerintah untuk
digunakan pada terminasi kehamilan di rumah sakit. Obat-obat tersebut
harus diresepkan oleh dokter yang disetujui di rumah sakit atau klinik.
Wanita yang melakukan pengobatan sendiri untuk mengakhiri
kehamilannya sendiri dapat dikenai hukuman/sanksi berdasarkan hukum
yang berlaku. (Charuvastra T. Abortion in Thailand: More safe and
legal than you may have thought [Internet]. Khaosod English. 2017
[cited 9 September 2020]. Available from:
https://www.khaosodenglish.com/news/2017/03/03/abortion-thailand-
safe-legal-may-thought/) (Ekachai S. Historic ruling offers pro-choice
hope [Internet]. Bangkok Post. 2020 [cited 9 September 2020].
Available from:
https://www.bangkokpost.com/opinion/opinion/1862044/historic-
ruling-offers-pro-choice-hope)
Dalam keputusan yang diumumkan pada 19 Februari 2020,
Mahkamah Konstitusi Thailand memutuskan bahwa undang-undang aborsi

9
Thailand saat ini tidak konstitusional. Berdasarkan Pasal 301 KUHP
Thailand yang mengatur tentang aborsi, perempuan yang melakukan aborsi
dapat menghadapi hukuman tiga tahun penjara dan denda hingga 60.000
Baht atau keduanya. Mahkamah konstitusi memutuskan bahwa Pasal 301
melanggar Pasal 27 dan 28 dari Konstitusi Thailand 2017 (juga dikenal
sebagai “piagam”) yang mengamanatkan persamaan hak bagi pria dan
wanita, serta hak dan kebebasan bagi setiap orang atas hidupnya.
Pengadilan memerintahkan agar Pasal 301 dibatalkan dalam 360 hari sejak
keputusannya yaitu selambat-lambatnya hingga 13 Februari 2021. Pasal
305 mengenai undang-undang anti-aborsi, yang melegalkan aborsi ketika
kehamilan terjadi karena pemerkosaan atau membahayakan kesehatan ibu
dinilai tidak melanggar piagam. Mahkamah konstitusi memerintahkan
amandemen Pasal 301 dan Pasal 305 agar sesuai dengan realitas Thailand
saat ini. Bagaimana kedua pasal tersebut akan diubah masih belum jelas.
Dengan mengutip pasal-pasal tentang kesetaraan antara laki-laki dan
perempuan, putusan pengadilan tersebut dapat diartikan bahwa laki-laki
yang menyebabkan kehamilan seorang wanita harus menerima hukuman
yang sama dengan perempuan yang berusaha mengakhiri kehamilannya
tersebut. (Online Reporters. Abortion laws to be amended by court
ruling [Internet]. Bangkok Post. 2020 [cited 9 September 2020].
Available from:
https://www.bangkokpost.com/thailand/general/1861914/abortion-
laws-to-be-amended-by-court-ruling)
9. OPINI MASYARAKAT THAILAND TERHADAP ABORTUS
Penerimaan tindakan aborsi oleh masyarakat Thailand adalah
perlahan-lahan mengikuti pelonggaran undang-undang aborsi secara
bertahap. Agama Buddha adalah kepercayaan 98% penduduk Thailand dan

10
hampir semua laki-laki penganut agama Buddha memandang aborsi
sebagai suatu pelanggaran yang akan menghantui “orang berdosa”. Dalam
sebuah studi UNICEF, mereka yang diwawancarai mengamati bahwa
aborsi tidak diterima secara budaya. Meskipun aborsi medis dapat
dilakukan jika kriteria tertentu dipenuhi, masyarakat menganggap aborsi
adalah hal yang tabu dan menstigmatisasi mereka yang ingin melakukan
aborsi. Para remaja mengatakan bahwa anggota remaja tidak menyetujui
aborsi dan staf layanan kesehatan masyarakat juga sering menentang
tindakan aborsi serta merendahkan wanita yang menanyakan tentang
aborsi.
Pasien yang berusia di bawah 18 tahun harus memiliki persetujuan
dari orang tua untuk dapat mengakses layanan pelayanan kesehatan. Para
remaja menekankan batasan dalam meminta persetujuan orang tua.
Sebagian besar remaja tidak ingin orang tuanya mengetahui bahwa mereka
menggunakan layanan kesehatan reproduksi. Persetujuan dari orang tua
merupakan hambatan bagi layanan umum seperti layanan konseling
keluarga berencana serta layanan aborsi legal. Beberapa dari mereka yang
diwawancarai menggambarkan kurangnya privasi rumah sakit sehingga hal
ini menjadi penghalang untuk mengakses layanan kesehatan. Respon
remaja juga menunjukkan bahwa remaja kurang percaya pada pemberi
layanan. Mereka takut apabila penyedia layanan tidak merahasiakan
informasi dan sangat khawatir apabila penuedia layanan akan
membocorkan rahasia pelayanan tersebut ke keluarga atau anggota
komunitas lainnya. Ketakutan ini meningkat di komunitas pedesaan yang
lebih kecil dan erat. Bahkan dalam kasus-kasus dimana aborsi legal,
narasumber melaporkan bahwa sebagian besar dokter tidak bersedia
melakukan tindakan aborsi atau meresepkan obat untuk aborsi medis

11
karena keyakinan mereka atau tekanan sosial. (Charuvastra T. Abortion
in Thailand: More safe and legal than you may have thought
[Internet]. Khaosod English. 2017 [cited 9 September 2020]. Available
from: https://www.khaosodenglish.com/news/2017/03/03/abortion-
thailand-safe-legal-may-thought/) (UNICEF. Situation analysis of
adolescent pregnancy in Thailand. UNICEF; 2015.)
B. INFANTISID
1. DEFINISI INFANTISID
Infantisid menurut Pasal 341 KUHP adalah pembunuhan bayi yang
dilakukan oleh ibu kandungnya sendiri, segera atau beberapa saat setelah
dilahirkan, karena takut diketahui bahwa ia telah melahirkan anak.
Infantisid atau Pembunuhan Anak Sendiri (PAS) adalah merupakan suatu
bentuk kejahatan terhadap nyawa yang unik sifatnya. Unik dalam arti si
pelaku pembunuhan haruslah ibu kandungnya sendiri, dan alasan atau
motivasi untuk melakukan kejahatan tersebut adalah karena si ibu takut
ketahuan bahwa ia telah melahirkan anak; oleh karena anak tersebut
umumnya adalah hasil hubungan gelap. Cara yang paling sering digunakan
dalam kasus PAS adalah membuat keadaan asfiksia mekanik yaitu
pembekapan, pencekikan, penjeratan dan penyumbatan.

2. PEMERIKSAAN PADA BAYI


a. Otopsi
Pada kasus dilakukan Autopsi Forensik atau Autopsi Medikolegal
yaitu dilakukan terhadap mayat seseorang berdasarkan peraturan
Undang-Undang dengan tujuan:
i. Membantu dalam hal penentuan identitas.
ii. Menentukan sebab pasti kematian.

12
iii. Memperkirakan cara kematian. Wajar (natural death) atau
tidak wajar. Kematian wajar sebagai contoh, cedera atau luka
akibat penyakit. Sedangkan kematian tidak wajar adalah akibat
kecelakaan, bunuh diri atau pembunuhan.
iv. Memperkirakan mekanisme kematian.
v. Mengumpulkan serta mengenali barang-barang bukti.
vi. Membuat laporan tertulis yang objektif dan berdasarkan fakta
Visum et Repertum.
vii. Melindungi orang yang tidak bersalah dan membantu
penuntutan terhadap yang bersalah.
b. Pemeriksaan Hubungan Bayi dan Wanita
Identifikasi DNA
Tes DNA dilakukan dengan berbagai alasan seperti persoalan
pribadi dan hukum antara lain, tunjangan anak, perwalian anak,
adopsi, imigrasi, warisan dan masalah forensik (dalam identifikasi
korban pembunuhan). Hampir semua sampel biologis dapat dipakai
untuk tes DNA, seperti buccal swab (usapan mulut pada pipi sebelah
dalam), darah, rambut beserta akarnya, walaupun lebih dipilih
penggunaan darah dalam tabung (sebanyak 2 ml) sebagai sumber
DNA.
3. KASUS INFANTISID DI THAILAND
4. INFANTISID DALAM PERSPEKTIF HUKUM THAILAND

13
BAB III

PENUTUP

Fotografi adalah suatu proses seni merekam gambar, berupa proses penangkapan
cahaya pada suatu media yang sensitif cahaya, seperti film atau sensor elektronik.
Forensik adalah bidang ilmu pengetahuan yang digunakan untuk membantu proses
penegakan keadilan melalui proses penerapan ilmu atau sains. Fotografi forensik atau
yang sering juga disebut sebagai forensic imaging atau crime scene photography adalah
suatu proses seni menghasilkan bentuk reproduksi dari tempat kejadian perkara atau
tempat kejadian kecelakaan secara akurat untuk kepentingan penyelidikan hingga
pengadilan. Fotografi forensik juga termasuk ke dalam bagian dari upaya pengumpulan
barang bukti seperti tubuh manusia, tempat-tempat dan setiap benda yang terkait suatu
kejahatan dalam bentuk foto.

Fotografi forensik memiliki beberapa syarat, seperti (1) menggunakan metode


empat sudut, (2) semua barang bukti harus di foto close up, pertama dengan tanpa
skala kemudian dengan skala, mengisi seluruh frame foto, (3) foto dari sudut pandang
mata untuk mewakili tampilan normal, dan (4) memotret semua bukti di tempat sebelum

14
direposisi atau dibersihkan. Beberapa peranan fotografi forensik seperti fotografi tempat
kejadian perkara, fotografi forensik teknik, dan fotografi autopsi. Teknik yang harus
diperhatikan, yaitu ketajaman gambar, komposisi gambar, eksposur, warna, dan
pencahayaan.

DAFTAR PUSTAKA

1. Stark, Margaret M. Clinical Forensic Medicine: A Physician’s Guide, Second


Edition. New Jersey: Humana Press. 2005.
2. Idries AM, Tiptomartono AL. Penerapan Ilmu Kedokteran Forensik dalam Proses
Penyidikan. Jakarta: Sagung Seto. 2011.
3. Perkusi JE, Afifah PN, Munawar A, Oshin, Neliwanti R, Putri RD. Fotografi
Forensik. Fakultas Kedokteran UNISBA. 2015.
4. Firdausi RA, Yudhistira A, Herkutanto. Reliabilitias Pendapat Ahli pada Fotografi
Forensik dalam Memperkirakan Usia Memar. Majalah Kesehatan. 2018:5(2);104-
110.
5. Aflanie I, Nirmalasari N, Arizal MH. Ilmu Kedokteran Forensik & Medikolegal.
Depok: Rajawali Pers. 2020.
6. Wecht CH, et al. A Reader’s Digest Book. Crime Scene Investigation: Crack The
Case With Real-Life Experts. The Inquiry Team. London: Elwin Street Limited;
2004. p40-52.

15
7. Yudhistira A. Fotografi Forensik. Department of forensic medicine And
medicolegal Faculty Of Medicine Universitas Jenderal Achmad Yani. 2010.
8. Shkrum,Michael J.A Ramsey,David. Forensic Pathology of Trauma common
problems for the patologist. New Jersey; Humana Press. 2007
9. G Eckert, William. Introduction to Forensic Science. New York: CRC Press.
1997.
10. Sidik Jari Dalam Pembuktian. Diunduh dari: www.library.upnvj.ac.id.

16

Anda mungkin juga menyukai