Disusun Oleh:
Mengetahui,
Kepala Ruangan Roi
DAFTAR ISI
Cover ..................................................................................................................................
BAB 1 : PENDAHULUAN...................................................................................................4
1.3 Tujuan................................................................................................................. 6
1.4 Manfaat`.............................................................................................................. 6
2.1 Definisi................................................................................................................8
2.3 Etiologi................................................................................................................9
2.4 Patofisiologi........................................................................................................ 10
2.5 Manifestasi Klini.................................................................................................11
2.8 Komplikasi.......................................................................................................... 13
2.9 Penatalaksanaan.................................................................................................. 14
2.10 WOC................................................................................................................ 15
BAB IV : PEMBAHASAN....................................................................................................43
BAB V : PENUTUP
5.1 Kesumpulan........................................................................................................51
5.2 Saran...................................................................................................................52
DAFTAR PUSTAKA.............................................................................................................. 53
4
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Meningkatnya jumlah serta jenis kendaraan bermotor, dalam hal ini berdampak
kecacatan, dan kematian pada usia kelompok produktif (Domili, 2015). Salah
satu akibat dari kecelakaan, yaitu terjadinya cidera kepala. Menurut Batticaca
(2008), Cidera kepala adalah gangguan fungsi normal otak karena trauma baik,
trauma tumpul maupun tajam. Cidera kepala adalah satu diantara kebanyakan
bahaya yang dapat menimbulkan kematian dan kecacatan pada manusia. Cedera
meninggal akibat kecelakaan kendaraan bermotor mencapai 1,2 juta jiwa dan
korban luka-luka atau cacat lebih dari 30 juta per tahun, 50% dengan cidera
kepala di Amerika kurang lebih 348,934 orang yang menderita. Tahun 2013
Di Indonesia jumlah kecelakaan lalu lintas tahun 2012 sampai 2013 terjadi 9.884
kasus kecelakaan lalu lintas dengam prosentase korban cidera kepala 14%
(Wahyudi et al, 2014). Di Provinsi jawa timur pada tahun 2012 jumlah
kecelakaan 29.730 kasus dari jumlah tersebut tercatat secara nasional korban
dengan cidera kepala sebanyak 6% di RSUD Dr Soetomo (Unairnews, 2016).
Di ruang IRD-ROI di dapat Penyebab cedera otak berat ini adalah kecelakaan
otak telah atau tidak mengalami cedera. Kejadian cedera minor dapat
gangguan yang sifatnya lebih kompleks bila dibandingkan dengan trauma pada
organ tubuh lainnya. Hal ini disebabkan karena struktur anatomic dan fisiologik
dari isi ruang tengkorak yang majemuk, dengan konsistensi cair, lunak dan padat
yaitu cairan otak, selaput otak, jaringan syaraf, pembuluh darah dan tulang
(Domili, 2015).
jam pertama pasca trauma memiliki peran penting dalam penurunan angka
intracranial (Christanto dkk, 2015). Otak tidak dapat menyimpan oksigen dan
tidak dapat pulih diakibatkan karena darah yang mengalir berhenti hanya
Kecepatan waktu tanggap penanganan awal pasien dengan cedera kepala sangat
yang cermat dan sistematis dibutuhkan dalam menolong pasien dengan cedera
otak berat (COB), berdasarkan hal tersebut makalah ini disusun untuk
mengetahui asuhan keperawatan yang dilakukan pada pasien cedera otak berat
1.2 Rumusan masalah
1.3 Tujuan
Setelahrosespembelajarandiharapkanmahasiswamampu
Tujuan Khusus
dengan COB
Manfaat
Manfaat Teoritis
1.4.2 Manfaat Praktis
TINJAUAN PUSTAKA
2.1.1 Definisi
penurunan kesadaran dengan skor GCS 3-8, mengalami amnesia > 24 jam
kepala adalah suatu kerusakan pada kepala, bukan bersifat congenital atau
degenerative, tetapi disebabkan oleh benturan fisik dari luar yang dapat
Trauma kepala adalah gangguan fungsi normal otak karena trauma baik
trauma tumpul maupun trauma tajam. Deficit neorologis terjadi karena
1. Anatomi
kecuali mandibula disatukan pada sutura. Sutura dibentuk oleh selapis tipis
permukaan luar dan dalam dibentuk oleh tulang padat dengan lapisan
2. Fisiologi
2.1.3 Etiologi
Cedera pada trauma capitis dapat terjadi akibat tenaga dari luar
ledakan panas. Akibat cedera ini berupa memar, luka jaringan lunak, cedera
2.1.4 Patofisiologi
2007).
cedera kepala primer dan cedera kepala sekunder, cedera kepala primer
kepala terbentur dan dapat memberi dampak kerusakan jaringan otat. Pada
cedera kepala sekunder terjadi akibat dari cedera kepala primer, misalnya
2. Kebingungan
3. Iritabel
4. Pucat
8. Kecemasan
10. Bila fraktur, mungkin adanya cairan serebrospinal yang keluar dari hidung
2. Deselerasi
Jika kepala yang bergerak membentur benda yang diam, contohnya pada
3. Deformitas
Perubahan atau kerusakan pada bagian tubuh yang terjadi akibat trauma,
2. CT-Scan
b. Adanya kejang-kejang, jenis kejang fokal lebih bermakna terdapat pada
dll).
f. Perawatan selama 3 hari tidak ada perubahan yang membaik dari GCS
(Sthavira, 2012).
4. X-Ray
2011).
6. Kadar elektrolit
2. Kejang
5. Infeksi
6. Edema cerebri
2.1.9 Penatalaksanaan
trauma kepala berat sering terjadi hipoksia, hipotensi dan hiperkapnia akibat
gangguan kardiopulmoner. Oleh karena itu urutan tindakan yang benar adalah:
perbaikan fungsi jantung dan mengganti darah yang hilang dengan plasma
atau darah.
Bebaskan jalan nafas dari lidah yang turun ke belakang dengan posisi kepala
endotrakheal, bersihkan sisa muntahan, darah, lendir atau gigi palsu. Isi
lambung dikosongkan melalui pipa nasogastrik untuk menghindarkan
aspirasi muntahan
Penyebab perifer adalah aspirasi, trauma dada, edema paru, emboli paru,
Tindakan dengan pemberian O2 kemudian cari dan atasi factor penyebab dan
yakni:
a. Breathing
cerebri.
b. Blood
darah yang menurun dan makin cepatnya denyut nadi menandakan adanya syok
hipovolemik akibat perdarahan dan memerlukan tindakan transfusi.
c. Brain
d. Bladder
e. Bowel
Produksi urine perlu dipantau selama pasien dirawat. Bila produksi urine
(TIK).
f. Bone
2.2.3 Definisi
dijumpai.
untuk menormalkan kadar gas darah arteri dan keseimbangan asam basa
silinder atau peniup bermotor. Curah dan frekuensi pompa dapat disesuaikan
yang cocok untuk ventilasi jangka lama. Alat ini banyak digunakan dalam
terjadi tekanan tinggi. Akan tetapi, dalam praktik sebuah katup pengaman
ventilasi pasien dari volume stroke dan frekuensi pompa dapat menyebabkan
kesalahan penting karena kompresibilitas gas dan kebocoran, dan lebih baik
2) Ventilator Tekanan-Konstan
Ventilator ini memberi gas pada tekanan yang diatur sebelumnya dan
merupakan mesin yang kecil dan relatif tidak mahal. Alat ini tidak memerlukan
tenaga listrik, tetapi bekerja dari sumber gas terkompresi bertekanan minimal
menyeimbangkan tekanan yang terjadi antara mesin dan alveoli. Oleh karena
itu, volume ekspirasi harus dipantau. Ini sulit pada beberapa ventilator.
peningkatan kerja napas yang terjadi karena slang endotrakeal yang relatif
sempit. Pemakaian dengan cara ini berguna untuk melepaskan pasien dari
tekanan negatif (kurang dari atmosferik) ke luar dada dan tubuh lain, kecuali
kepala. Ventilator tangki terdiri dari sebuah kotak kaku (“paru besi”) yang
mengendalikan siklus
pernapasan.
akut karena membatasi akses ke pasien, ukuran besar, dan tidak nyaman. Alat
atas toraks dan abdomen serta menghasilkan tekanan negatif. Ini biasanya
dicadangkan bagi pasien yang sudah sembuh parsial dari gagal napas
neuromuskular.
4) Patient-Cycled Ventilators
Pada ventilator ini, fase inspirasi dapat dipicu oleh pasien ketika ia
ini. Ventilator ini berguna pada terapi pasien yang sembuh dari gagal napas
dan
penerapan tekanan positif ke jalan napas dan dapat mengempis secara pasif
pada FRC. Dengan ventilator modern, variabel utama yang dapat dikendalikan
ekspirasi memiliki keuntungan karena daerah paru dengan konstan waktu yang
lama akan memiliki waktu untuk mengosongkan diri. Di sisi lain, tekanan jalan
napas positif yang lama dapat mengganggu aliran balik vena ke toraks.
Umumnya, dipilih frekuensi yang relatif rendah dan waktu ekspirasi yang lebih
besar dari inspirasi, tetapi setiap pasien memerlukan perhatian yang berbeda-
beda.
Pada pasien ARDS, perbaikan PO2 arterial yang besar sering kali dapat
dicapai dengan mempertahankan tekanan jalan napas positif yang kecil pada
akhir ekspirasi. Nilai sekecil 5 cm H2O sering kali bermanfaat. Akan tetapi,
tekanan setinggi 20 cm H2O atau lebih kadang kala digunakan. Katup khusus
tipikalnya kecil pada pasien ini karena pengingkatan rekoil elastik paru.
Volume paru yang kecil menyebaban penutupan jalan napas dan ventilasi
intermiten (atau tidak ada ventilasi sama sekali) di beberapa daerah, terutama
keuntungan, mungkin karena cairan bregeser ke dalam jalan napas perifer kecil
gagal napas
jantung sangat menurun, yang menurunkan PO2 dalam darah vena campuran
jalan napas. Akan tetapi, efek PEEP membahayakan ini pada PO2 ini jarang
terjadi.
aliran balik vena ke toraks, terutama jika volume darah yang bersirkulasi
menurun karena perdarahan atau syok. Oleh karena itu, nilainya tidak boleh
diukur dari efeknya pada PO2 arteri saja, tetapi bersamaan dengan jumlah total
oksigen yang dikirim ke jaringan. Hasil dari konsentrasi oksigen arterial dan
curah jantung merupakan indeks yang berguna karena perubahan padanya akan
mengubah PO2 darah vena campuran dan kemudian PO2 banyak jaringan.
Beberapa dokter menggunakan kadar PO2 dalam darah vena campuran sebagai
lagi, jaringan tidak dapat mengambil oksigen dan mungkin mati perlahan.
Bahaya PEEP tingkat tinggi yang lain adalah kerusakan pada kapiler
paru akibat regangan tinggi pada dinding alveolar. Dinding alveolar dapat
pada dinding kapiler yang menyebabkan robekan pada epitel alveolar, endotel
positif yang diberikan kontinu ke jalan napas melalui sistem katup pada
PEEP. Suatu bentuk CPAP telah digunakan secara sukses dalam ARDS.
CPAP
bentuk lain berguna untuk menangani gangguan pernapasan saat tidur yang
pada interval yang relatif jarang kepada pasien diintubasi yang bernapas
spontan. IMV sering dikombinasi dengan PEEP atau CPAP. Pola ini berguna
untuk menyapih ventilator dari pasien, dan mencegah oklusi jalan napas atas
pada apnea tidur obstruktif dengan menggunakan CPAP nasal pada malam
hari.
5) Ventilasi Frekuensi Tinggi
konvensional, dan transpor gas terjadi melalui kombinasi difusi dan konveksi.
Salah satu pemakaiannya adalah pada pasien yang mengalami kebocoran gas
Hubungan antara PCO2 arterial dan ventilasi alveolar pada paru normal
persamaan ini kurang dari ventilasi yang masuk ke alveoli karena adanya
ruang mati alveolar, yaitu alveoli tidak berperfusi atau alveoli dengan rasio
ventilasi-perfusi tinggi.
ditambah dengan PEEP, dan traksi radial pada jalan napas yang dihasilkan
tinggi atau bahkan daerah tidak berperfusi. Ini khususnya terjadi di daerah
paru paling atas yang memiliki tekanan arteri pulmonal yang relatif rendah
karena efek hidrostatik. Tentu, jika tekanan dalam kapiler turun di bawah
tidak berperfusi. Kolaps ini didukung oleh dua faktor: 1) tekanan jalan
napas yang abnormal tinggi dan 2) penurunan aliran balik vena dan diikuti
oleh hipoperfusi paru. Faktor yang terakhir lebih mungkin jika terjadi
berlebihan. PCO2 arteri yang terlalu rendah perlu dihindari karena hal ini
Bahaya lain ventilasi berlebihan pada pasien dengan retensi CO2 adalah
Ketika CO2 ditahan, kalium bergerak keluar sel ke dalam plasma dan
diekskresi oleh ginjal. Jika PCO2 berkurang dengan cepat, kalium kembali
praktik, pasien seperti ini selalu diventilasi dengan yang diperkaya oksigen,
atelektasis.
tekanan vena perifer dan tekanan intratoraks rata-rata. Jika tekanan jalan
dan menghambat aliran balik vena. Bahkan, jika tekanan jalan napas tetap
sesuai atmosfer, aliran balik vena cenderung turun karena tekanan vena
prifer dikurangi oleh tekanan negatid. Aliran balik vena hampir tidak
besar dan durasi tekanan inspirasi dan khususnya, penambahan PEEP. Pola
ideal dari titik tolak ini adalah fase inspirasi pendek dengan tekanan yang
relatif rendah diikuti oleh fase ekspirasi yang panjang serta tekanan
ekspirasi akhir menjadi nol. Namun, pola seperti itu mendukung volume
dipertimbangkan.
darah yang bersirkulasi. Jika hal ini berkurang, misalnya karena perdarahan
sangat menurun dan terjadi hipotensi sistemik. Oleh karena itu, deplesi
volume harus dikoreksi dengan penggantian cairan yang sesuai. Tekanan
Tabel 2.2 Indikasi untuk ventilasi atau bantuan mekanis pada orangdewasa
mayor
perdarahan Polineuritis
serebral/tumor/meningitis/ensefalitis
Status epilepticus
Pneumonia
Kifoskoliosis
Sindrom gawat napas akut (ARDS) Trauma: terutama flail
Eksaserbasi akut PPOK, fibrosis → potongan dinding dada
Edema paru
Henti jantung
(berkurangnya oksigen)
2.2.8 Komplikasi
(Sumber: At a Glance Sistem Respirasi, 2008) Displasia bronkopulmonal
29
P Perdarahan
Perdarahan, P Perdarahan Robeknya Penumpukan Gg. Saraf Fraktur
kesadaran & P TIK
hematoma, kesadaran darah di otak motorik tulang tengkorak
kerusakan arteri meningen
Kompensasi P Sirkulasi
jaringan
tubuh
Bed rest yaitu: vasodilatasi & bradikardi P volume darah ke ginjal
lama Hematoma kesadaran sensori P P GangguanTerputusnya
epidural nafsu makan, mual, muntah, disfagia kesadaran koordinasikontinuitas geraktulang
Penekanan Anemia ekstremitas
saraf system P
kemampuan Aliran darah Perubahan P
pernapasan P Gangguan
Hipoksia batukke otak sirkulasi CSS produksi urine
kemampuan mengenali stimulus keseimbangan
P Hemiparase Nyeri
intake makanan dan cairan / hemiplegi akut
Gangguan Akumulasi Hipoksia
Perubahan Resiko
pertukaran gas mukus jaringan Oligouria
pola nafas PK: P TIK cedera
Kesalahan Gangguan Resiko
RR , Batuk tdk interpretasi mobilitas fisik infeksi
Gg. perfusi Perubahan
erpneu, hiperventil- asi efektif, ronchi, RR jaringan serebral pola eliminasi urine
Resiko
Gangguan defisit volume cairan
persepsi sensori
30
BAB 3
TINJAUAN KASUS
3.1 Pengkajian
IDENTITAS
1.
Nama Pasien : Sdr. Nn
2. Umur : 18 Th
31
5. Data tambahan: -
ya tidak √
√ Merokok ya tidak
√ Obat ya tidak √
Olahraga ya tidak √
OBSERVASI DAN PEMERIKSAAN FISIK
1. Tanda-tanda vital
S: 390 C N: 99x/mnt TD: 131/57 mmHg RR: 25x/mnt
Kesadaran:
Compos mentis Apatis Somnolen Sopor Semi √
Koma Koma
a. Keluhan nyeri: ya tidak
P:
Q:
R:
32
33
a. RR: 23x/mnt
b. Keluhan: sesak √ tidak ya nyeri waktu napas
orthopnea
Batuk: produktif √ tidak produktif
Sekret: ada
Warna: agak kekuningan
Konsistensi: agak kental
c. Pergerakan dada: √ simetris asimetris
d.
√ tidak
Penggunaan otot bantu napas: ya
biots
h. Suara napas: √
vesikuler bronko vesikuler cracles
ronkhi √ wheezing
√
i. Suara perkusi paru: sonor hipersonor redup
j. Alat bantu napas:
√ ya tidak
Ventilator: √ ya tidak
Mode: BiLevel
FiO2: 30%
PEEP: 4
SaO2: 98%
Vol. Tidal: 647
I:E Ratio:
Data Tambahan: -
k. Penggunaan WSD: tidak
34
gallop Lain-
lain Ictus cordis:
Sinus Rhytm
Data tambahan: -
4. Sistem Persyarafan (B3)
a. GCS: 1X4
b. Reflek fisiologis patella triceps biceps
c. Reflek patologis babinsky oppenheim schaefer
Meningeal sign kaku kuduk brudzinsky kernig
d. Keluhan pusing ya tidak
e. Pemeriksaan saraf kranial:
35
√
Lain-lain: tidak ada
i. Tanda Fraktur Basis Cranii: tidak ada
j. Istirahat/ Tidur: tidak terkaji, px tidak sadar
k. Data Tambahan:
Post op pemasangan ICP monitor tanggal 09 September 2019
Ukuran: 16
Hari ke: 3
g. Produksi urin: 50mL/ jam
Warna: kuning jernih Bau: khas urine
h. Kandung kemih: tidak membesar, tidak ada nyeri tekan
36
pembesaran tonsil
g. Abdomen: tidak kembung, tidak ascites, tidak ada nyeri tekan, tidak
ada luka bekas operasi
h. Peristaltik usus 10x/ mnt
i. Belum BAB sejak MRS
j. Diet: cair, TKTP 6x100-150cc/ hari dengan NGT
7. Sistem Muskuloskeletas (B6)
a. Pergerakan sendi: lemah
b. Kekuatan otot: 1 1
1 1
c. Kelainan ekstremitas: tidak ada
d. Kelainan tulang belakang: tidak ada
e. Fraktur: tidak ada
f. Traksi: tidak ada
g. Penggunaan spalk/ gips: tidak ada
h. Sirkulasi perifer: baik
i. Kompartment syndrome: tidak ada
j. Turgor kulit: baik, tidak sianosis
37
Terpasang Infus √
20 Px tidak sadar
Tidak 0
Gaya Berjalan Terganggu Lemah 20
Normal/ tirah baring/ 10
imobilisasi 0 Px tidak sadar
Status Mental Sering lupa akan keterbatasan yang dimiliki
Oterhieandtapsi baik kemampuan diri sendiri
15
CatatanTota 20
8. Sistem Endokrin
a. Pembesaran tyroid: tidak ada
b. Pembesaran kelenjar getah bening: tidak ada
PENGKAJIAN PSIKOSOSIAL
38
PENGKAJIAN SPIRITUAL
Sebelm sakit: tidak terkaji
Selama sakit: tidak beribadah, klien tidak sadar
PEMERIKSAAN PENUNJANG
Tanggal 07 September 2019:
USG Abdomen Fast: tampak intensitas echo cairan bebas di perivesica
Tanggal 08 September 2019:
Cervikal: DBR
Thorax: Contusio Pulmonal
CT Scan Kepala: Scalp Hematoma FP (S) dan PO (D) Multiple Kontsional
L F, tampak lesi di corpus callorum adanya IVH
Tanggal 09 September 2019/ 17:42 WIB
No. Parameter Hasil Nilai Normal
1. Ph 7,380 7,35-7,45
2. pCO2 34,0 mmHg 35-45
3. pO2 194,0 mmHg 80-100
4. HCO3 20,1 mmol/ L 22,0-26,0
5. TCO2 21,1 mmol/ L 23-30
6. BE ecf -5,0 mmol/ L -3,50-2,00
7. SO2 100,0 % 94-98
8. AaDO2 0.000 mmHg 0,00-0,000
39
TERAPI:
Injeksi:
Phenytoin 100mg/ 8jam
Ceftriaxone 1gr/ 12 jam
Ranitidine 50mg/ 12 jam
Metoclopramide 2mg/ 8 jam
Metamizole 2mg/ 8 jam
Infus:
- D5 ½ NS 1500 mL/ 24 jam
40
ANALISIA DATA
Do:
Perubahan sirkulasi
CSS
Penurunan Kapasitas
Adaptif Intrakraial
41
Hipoksia jaringan
Risiko perfusi
serebral tidak efektif
11 September 2019 Ds: - Trauma kepala Risiko Infeksi
Do:
Kesadaran: semi Penurunan kesadaran
koma, GCS 1X4, kesadaran menuru
Bed rest