Disusun Oleh :
Puji syukur kehadirat Allah SWT karena berkat rahmat dan anugerah-Nya
kami dapat menyelesaikan makalah tentang Manajemen Modal Kerja. Shalawat
serta salam semoga tetap tercurahkan kepada junjungan kita Nabi Muhammad
SAW yang telah memberikan petunjuk, dari jaman kegelapan menuju jalan yang
terang benderang yakni agama Islam.
Penulis sangat bersyukur atas terselesaikannya makalah yang menjadi
salah satu tugas dari mata kuliah Akuntansi Keuangan ini. Disamping itu, kami
mengucapkan terimakasih kepada Bapak Rendi Ardika selaku dosen pembimbing
dan semua pihak yang telah membantu dalam proses penyelesaian ini baik secara
materiil maupun non-materiil.
Demikian yang dapat kami sampaikan, semoga makalah ini dapat
bermanfaat bagi para pembaca. Kami mengharapkan kritik dan saran guna
memperbaiki makalah ini kedepannya. Karena kami sadar, makalah yang kami
buat masih banyak kekurangan.
Penyusun
i
DAFTAR ISI
ii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pada dasarnya setiap perusahaan akan melakukan berbagai ativitas
untuk mecapai tujuan yang telah ditetapkan. Setiap aktivitas yang
dilaksanakan oleh perusahaan selalu memerlukan dana, baik untuk
membiayai kegiatan operasional sehari-hari maupun untuk membiayai
investasi jangka panjangnya. Dana yang digunakan untuk melangsungkan
kegiatan operasional sehari-hari disebut modal kerja. Setiap perusahaan
selalu memerlukan modal kerjauntuk membiayai aktivitas perusahaan
sehari-hari.
Manajemen modal kerja dalam suatu perusahaan diperlukan untuk
mengetahui jumlah modal kerja optimal yang dibutuhkan perusahaan
tersebut. Manajemen modal kerja menjadi sangat penting karena aktiva
lancar dari perusahaan manufaktur jumlahnya lebih dan setengah dari
jumlah total aktiva. Dengan demikian, dalam menyusun makalah ini
penyusun mencoba menyampaikan bahwa adanya modal kerja itu sangat
penting dalam suatu perusahaan.
B. Rumusan Masalah
1. Apakah pegertian dari modal kerja?
2. Apa saja faktor-faktor dari modal kerja?
3. Bagaimana strategi manajemen keuangan?
4. Bagaimana arus kas (Cash Conversion Cycle)?
5. Bagaimana menghitung kebutuhan modal kerja?
6. Bagaimana cara memonitor modal kerja?
C. Tujuan Penulisan
1. Untuk mengetahui pengertian tentang modak kerja.
2. Uuntuk mengetahui apa saja faktor-faktor dari modal kerja.
1
3. Memahami strategi manajemen keuangan.
4. Memahami tentang arus kas (Cash Conversion Cycle).
5. Memahami penghitungan kebutuhan modal kerja.
6. Untuk mengetahui bagaimana cara memonitor modal kerja.
2
BAB II
PEMBAHASAN
1
Sitio Arifin, Koperasi : Teori dan Praktik. (Jakarta: Erlangga,2001), hal.82.
2
Johar Arifin dan Heru Prasetya, Manajemen Rumah Sakit Modern Berbasis Komputer, (Jakarta:
Gramedia,2006), hal.199.
3
sebaliknya, semakin panjang (lama) waktu periode perputaran modal
kerja, maka semakin besar pula modal kerja yang dibutuhkan.3
Secara spesifik modal kerja pada umumnya mempunyai tingkat
keuntungan yang lebih rendah dibandingkan dengan investasi pada aktiva
tetap. Karena itu, modal kerja yang kecil akan lebih menguntungkan
perusahaan (profitabilitas meningkat). Sebaliknya, modal kerja yang
terlalu kecil akan menaikkan risiko perusahaan (khususnya risiko
likuiditas). Dari sudut pandang risiko, modal kerja yang lebih tinggi akan
menguntungkan perusahaan, karena risiko menjadi lebih rendah (meskipun
profitabilitas juga akan menurun).
Perusahaaan memiliki modal kerja karena adanya
ketidaksempurnaan pasar. Ketidaksempurnaan tersebut memaksa
perusahaan untuk mempunyai modal kerja. Jika biaya transaksi tidak ada
maka segala aktivitas bisa diperkirakan dengan jelas, jika ada biaya
kebangkrutan maka modal kerja tidak diperluka. Keputusan modal kerja
dalam situasi tersebut tidak akan mempengaruhi nilai perusahaan. Tetapi
karena perusahaan hidup dalam situasi ketidaksempurnaan pasar,
keputusan modal kerja menjadi penting. Trade-off antara risiko dan
profitabilitas menjadi acuan yang harus diperhatikan manajer keuangan
dalam kaitannya dengan keputusan modal kerja.4
4
manufaktur. Sector tertentu mempunyai utang lancar yang lebih
tinggi dibandingkan dengan aktiva lancarnya.
b) Ukuran perusahaan
Perusahaan kecil cenderung mempunyai modal kerja yang
lebih tinggi dibandingkan dengan perusahaan besar. Komposisi
aktiva lancar dan kewajiban lancar untuk perusahaan besar dan kecil
bisa terdiri dari 65,5% aktiva lancar dan 32,8% utang lancar untuk
perusahaan kecil. Sedangkan komposisi untuk perusahaan besar
adalah 31% aktiva lancar dan 24,4% kewajiban lancar. Beberapa
kemungkinan jawaban atas fenomena tersebut adalah : pertama,
perusahaan besar menjadi semakin modal intensif. Kedua,
perusahaan besar mempunyai skala ekonomi modal kerja, atau aliran
kas yang relative stabil. Ketiga, perusahaan besar mempunyai akses
yang lebih baik ke pasar keuangan sehingga tidak perlu memegang
modal kerja yang lebih besar.
c) Aktivitas perusahaan
Jika perusahaan meningkat aktivitasnya (penjualan
meningkat), aktiva lancar dan utang lancar yang bersifat spontan
juga akan meningkat. Dengan demikian, semakin tinggi penjualan
akan semakin besar aktiva lancar suatu perusahaan.
d) Stabilitas penjualan perusahaan
Jika penjualan stabil, aktiva lancar cenderung semakin kecil.
Sebaliknya, jika penjualan berfluktuasi, aktiva lancar akan
cenderung semakin besar.
2. Faktor-faktor yang mempengaruhi utang lancar digolongkan menjadi
dua, yaitu :6
a) Faktor internal kebijakan perusahaan
Manajemen mempunyai pilihan apakah menggunakan utang
lancar yang tinggi atau rendah. Jika fleksibilitas manajemen cukup
tinggi, manajemen akan menggunakan utang lancar yang lebih kecil.
6
Ibid., hal. 522
5
Jika manajemen membutuhkan dana dengan cepat, maka manajer
masih mempunyai cukup ruang untuk melakukan hal tersebut. Jika
manajemen mempunyai akses ke pasar keuangan yang baik,
mungkin manajemen akan menggunakan utang lancar yang tinggi
karena pada situasi yang mendadak, manajemen bisa memperoleh
dana tambahan dengan cepat. Manajemen yang agresif akan
menggunakan utang yang lebih tinggi, karena utang yang lebih
tinggi memberikan profitabilitas yang tinggi, meskipun risiko juga
akan semakin meningkat.
b) Faktor Eksternal
Industri tertentu cenderung mempunyai utang lancar lebih
besar. Sebagai contoh, usaha retail menggunakan aktiva lancar
(biasanya dalam bentuk barang dagangan yang lebih besar
dibandingkan dengan industry manufaktur. Barang dagangan
biasanya diperoleh melalui pendanaan yang spontan (utang dagang),
sehingga aktiva lancar yang tinggi akan mengakibatkan utang
dagang yang tinggi juga.
6
melakukan kewajiban yang sudah jatuh tempo. Dalam kebijakan
konservatif ini perusahaan menggunakan pinjaman jangka panjang
dalam memenuhi modal kerjanya.
2. Kebijakan Agresif
Pada kebijakan agresif sebagian modal kerja permanen dibiayai
dengan sumber dana jangka panjang, sedangkan sebagian modal kerja
permanen dan modal kerja variabel dibiayai dengan sumber dana
jangka pendek. Kebijakan pendanaan agresif sendiri merupakan
strategi yang mendanai sebagian kebutuhan jangka panjang dengan
pendanaan jangka pendek. Jadi, dalam dalam kebijakan ini perusahaan
lebih berani menanggung risiko dengan memberi pinjaman jangka
waktu yang pendek.
3. Kebijakan Moderat
Kebijakan moderat merupakan kebijakan yang menerapkan
dari kebijakan konservatif dan kebijakan agresif. Kebijakan ini
membiayai setiap modal kerja yang bersifat permanen dengan sumber
dana jangka panjang, sedangkan dalam modal kerja yang bersifat
variabel didanai dengan sumber dana jangka pendek.
7
dibutuhkan perusahaan agar mampu membayar tagihan tanpa
menerima penalty.7
Dalam kegiatannya, perusahaan biasanya memulai usahanya
dengan membeli bahan baku kemudiann diproses menjadi bahan jadi.
Pada saat membeli bahan baku tersebut, jika pembayaran dilakukan
dengan kas, maka ada kas keluar dari perusahaan. Jika dibayar dengan
kredit, perusahaan mempunyai utang dagang. Utang dagang tersebut
bisa menunda pembayaran kas. Kemudian barang jadi tersebut dijual
dengan kredit, yang berarti perusahaan mempunyai utang dagang. Pada
saat piutang dagang dilunasi, perusahaan akan memperoleh kasnya
kembali. Kegiatan semacam itu menggambarkan bagaimana siklus kas
terjadi, yaitu dikeluarkan oleh perusahaan dan pada akhirnya akan
kembali lagi ke perusahaan.
Siklus kas yang semakin pandek akan semakin baik, karena
kas yang tertanam akan semakin sedikit. Misal kas yang tertanam
untuk modal kerja setiap harinya adalah Rp 1 juta. Jika siklus kasnya
30 hari, maka dana yang tertanam di dalam modal kerja adalah 30 ×
Rp 1 juta = Rp 30 juta. Dan apabila perusahaan bisa memperpendek
siklus kas menjadi 20 hari, maka dana yang tertanam menjadi Rp 20
juta. Terlihat bahwa siklus kas yang pendek membuat investasi modal
kerja menjadi semakin kecil.
7
Yanto Kusdianto, Investopedia: Cara Mudah Memahami Istilah Investasi, (Jakarta : Hikmah,
2009), hal. 47
8
2. Menggunakan Neraca Untuk Menghitung Siklus Kas8
Misalnya kita sebagai analis tidak mempunyai data yang
lengkap mengenai proses produksi perusahaan (seberapa lama periode
persediaan) dan seberapa lama periode piutang. Tetapi misalnya aktiva
dan utang lancar dalam neraca perusahaan adalah sebagai berikut.
Tingkat penjualan adalah 500.000. Harga Pokok Penjualan (HPP)
adalah 80% dari penjualan.
Aktiva Pasiva
8
Hanafi Mamduh, Op.Cit., hal. 527-528
9
utang, kita bisa menghitung periode siklusnya. Periode siklus bisa
dihitung sebagai berikut ini.
Periode Pengumpulan Piutang = 360/6,7 = 54 hari
Periode Persediaan = 360/4 = 90 hari
Periode Utang Dagang = 360/40 = 9 hari
Periode Utang Gaji = 360/40 = 9 hari
Periode Utang Pajak = 360/40 = 9 hari
Setelah periode tertanam kas untuk setiap aset ataua utang bisa
dihitung, langkah selanjutnya adalah menghitung siklus kassebagai
berikut:
Siklus Kas = Periode Pengumpulan Utang + Periode Persediaan –
Periode Pembayaran Utang dan Rekening Akrual
Siklus Kas = 54 hari + 90 hari – (9 hari + 9 hari + 9 hari)
= 117 hari
9
Ibid, hal. 528-530
10
Aktiva Pasiva
11
Perputaran Kas = Penjualan/Kas = 15.000/200 = 75x
Perputaran Piutang = Penjualan/Piutang = 15.000/300 = 50x
Perputaran Persediaan = Penjualan/Persediaan = 15.000/500 = 30x
Perputaran Utang Dagang = Penjualan/Utang Dagang = 15.000/100 =
150x
Perputaran Utang Wesel = Penjualan/Utang Gaji = 15.000/300 = 50x
Untuk periode mendatang, dengan mengasumsikan perputaran
aset yang sama terhadap setiap komponen modal kerja, maka jumlah
setiap komponen model kerja bisa dihitung sebagai berikut.
Kas = Penjualan/Perputaran Kas = 20.000/75 = 267
Piutang Dagang = Penjualan/Perp. Piutang Dagang = 20.000/50 = 400
Persediaan = Penjualan/Perp. Persediaan = 20.000/30 = 667
Utang Dagang = Penjualan/Perp. Utang Dagang = 20.000/150 = 133
Utang Wesel = Penjualan/Perp. Utang Wesel = 20.000/50 = 400
Modal kerja bersih yang dibutuhkan adalah:
267 + 400 + 667 – (133+400) = 801
Dengan demikian modal kerja bersih yang dibutuhkan adalah
Rp801,00
2. Metode Keterikatan Dana10
Metode keterikatan dana menghitung seberapa lama dan
seberapa besar dana “terikat”. Besarnya dana yang “terikat” tersebut
merupakan kebutuhan modal kerja. Pada waktu manajer membeli
bahan mentah, maka manajer tersebut akan mengeluarkan kas.
Kemudian bahan mentah tersebut diproduksi menjadi produk
(persediaan), dijual dengan (misal) kredit, kemudian pada akhirnya
dilunasi. Kas akan kembali ke tangan manajer keuangan. Selama siklus
kas tersebut, kas yang kita keluarkan akan “terikat” dan baru “bebas”
pada saat kredit dilunasi.
Misalnya, periode keterikatan dana tersebut 20 hari, kemudian
rata-rata kas terikat per harinya adalah Rp 1 juta, maka total dana yang
10
Ibid, hal. 530
12
terikat adalah 20 x Rp 1 juta = Rp 20 juta. Dengan demikian kebutuhan
modal kerja adalah Rp 20 juta.
11
Zulfan Yamit, Manajemen Keuangan, (Yogyakarta : EKONISIA, 2001), hal.123.
13
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Modal kerja adalah sejumlah uang yang tertanam dalam aktiva
lancar perusahaan atau yang dipergunakan untuk membiayai operasional
jangka pendek perusahaan.
Faktor yang mempengaruhi aktiva lancar, sebagai berikut :
14
DAFTAR PUSTAKA
Arifin, Johar dan Heru Prasetya. 2006. Manajemen Rumah Sakit Modern Berbasis
Komputer. Jakarta: Gramedia.
Arifin, Sitio. 2001. Koperasi Teori dan Praktik. Jakarta: Erlangga.
Kusdianto,Yanto. 2009. Investopedia: Cara Mudah Memahami Istilah Investasi.
Jakarta: Hikmah.
Mamduh ,Hanafi. 2016. Manajemen Keuangan. Yogyakarta: BPFE Yogyakarta.
Yamit, Zulfan. 2001. Manajemen Keuangan. Yogyakarta: EKONISIA.
15