Anda di halaman 1dari 17

Modul – 4

totok darijanto & syafrizal

EVALUASI dan OPTIMASI CADANGAN BATUBARA

1. PENDAHULUAN

Evaluasi dan Optimasi Cadangan Batubara ini merupakan pekerjaan


(tahap) lanjutan dari hasil Pemodelan Sumberdaya Batubara. Pada
tahapan ini mulai diterapkan (diidentifikasikan) batasan-batasan teknis
maupun ekonomis yang dapat menjadi pembatas dari model sumberdaya
batubara yang telah diterapkan (dimodelkan) sebelumnya.

Selain itu, pada tahapan Evaluasi dan Optimasi Cadangan Batubara ini
diharapkan telah dapat dikuantifikasi jumlah batubara yang realistis dan
layak yang dapat diperoleh melalui penambangan dengan metoda &
sistem penambangan yang dipilih sesuai dengan model sumberdaya yang
telah diketahui.

Secara umum, aspek-aspek penting yang akan diuraikan & dipelajari


dalam sesi (modul) ini adalah sebagai berikut :
 Penentuan & pemilihan pit potensial
 Konsep nisbah kupas (stripping ratio)
 Faktor-faktor pembatas dan losses
 Metoda-metoda perhitungan cadangan batubara
 Konsep optimasi jumlah cadangan tertambang.

Beberapa pengertian/definisi dasar yang berhubungan dengan evaluasi


cadangan batubara (diadopsi dari : geological survey circular 891, 1983)
adalah :
 Coal (batubara) : suatu batuan yang dapat terbakar yang tersusun
lebih dari 50% berat (lebih dari 70% volume) material karbonan
(carbonaceous), termasuk inherent moisture yang terbentuk
material (bagian) tumbuhan yang telah mengalami kompaksi,
perubahan fisik-kimia oleh panas & tekanan dalam skala waktu
geologi.
 Coal bed (seam) : seluruh lapisan (batubara dan parting) yang
terdapat diantara batas roof (atap) dan floor (lantai).
 Bone coal (bone) : impure coal yang mengandung banyak lempung
atau material-material detrital berukuran halus dan kadang-kadang
dikonotasikan dengan istilah silty coal atau shally coal atau sandy
coal.
 Impure coal (coaly) : suatu batubara (coal) yang mengandung lebih
dari 33% berat abu dan dapat diasosiasikan sebagai parting dalam
suatu lapisan (seam) batubara.

evaluasi dan optimasi cadangan batubara - 1


Modul – 4
totok darijanto & syafrizal

 High ash coal : batubara yang mengandung lebih dari 15% abu
dalam basis as-received.
 High sulfur coal : batubara yang mengandung lebih dari 3% sulfur
dalam basis as-received.
 Recoverable coal : batubara yang dapat/bisa diekstrak dari suatu
lapisan batubara pada saat penambangan. Term “Recoverable” ini
biasanya dikombinasikan dengan sumberdaya (resources) bukan
dengan cadangan (reserve).
 Mineable coal : kapasitas (jumlah) cadangan batubara yang dapat
ditambang (tertambang) pada kondisi teknologi penambangan
sekarang, dengan telah mempertimbangkan faktor lingkungan,
hukum & perundang-undangan serta peraturan yang berlaku
(legalitas), serta kebijakan pemerintah yang diterapkan.

Untuk ketebalan, penyebaran lapisan batubara, serta evaluasi cadangan,


beberapa catatan khusus yang perlu diperhatikan adalah :

a. Suatu penentuan ketebalan batubara belum dapat dikatakan komplit


(valid) jika :
 Pengukuran tebal dilakukan pada singkapan dimana batuan
disekitarnya memperlihatkan gejala slumping,
 Pengukuran tebal dilakukan pada suatu singkapan batubara
yang lapuk (tidak segar),
 Pengukuran tebal dilakukan pada titik bor yang tidak
menembus dengan baik roof & floor lapisan batubara,
 Pengukuran tebal dilakukan pada daerah yang diketahui
mengalami erosi bidang pada roof/floor lapisan batubara,
 Pengukuran tebal dilakukan dengan cara membuat channel
pada suatu lapisan batubara, namun diketahui lapisan tersebut
telah mengalami perubahan letak (perpindahan) atau pada
bongkah.

b. Tingkat keyakinan geologi terhadap model sumberdaya yang


dikonstruksi :
 Jarak antar titik informasi,
 Konsep dalam pengkorelasian batubara,
 Tingkat ketelitian (detil) dalam mengidentifikasikan struktur
geologi.

c. Derajad kelayakan ekonomis suatu pembukaan tambang batubara


dipengaruhi oleh :
 ketebalan lapisan batubara & overburden,
 rank dan kualitas batubara,
 biaya (cost) penambangan,
 perkiraan harga jual batubara,
 serta perkiraan (target) keuntungan.

evaluasi dan optimasi cadangan batubara - 2


Modul – 4
totok darijanto & syafrizal

2. PENENTUAN & PEMILIHAN PIT POTENSIAL

Penentuan & pemilihan pit potensial merupakan sebagai langkah awal


dalam melakukan evaluasi cadangan batubara. Penentuan pit potensial
ini diperlukan untuk dapat memperkirakan/memprediksi suatu areal
sumberdaya batubara yang potensial untuk nantinya akan dikembangkan
menjadi suatu lokasi pit penambangan.

Data-data awal yang diperlukan merupakan data-data yang


diperoleh/dihasilkan pada saat melakukan model sumberdaya, yaitu :
 Peta topografi : untuk mengetahui (melihat) variasi topografi
(terutama daerah tinggian – lembah).
 Peta geologi lokal : untuk mengetahui variasi litologi, pola sebaran &
kemenerusan lapisan batubara, serta pola struktur geologi.
 Peta iso-ketebalan : untuk mengetahui variasi ketebalan dari
batubara, sehingga jika disyaratkan ketebalan minimum yang akan
dihitung, maka peta ini dapat digunakan sebagai faktor pembatas.
 Peta elevasi top (atap  roof) batubara ; untuk mengetahui pola
kemenerusan lapisan batubara.

Langkah awal yang dilakukan untuk penentuan pit potensial ini adalah
membuat (mengkonstruksi) peta iso-overburden, yaitu dengan cara
melakukan overlay antara peta struktur roof (elevasi top) batubara
dengan peta topografi (Gambar 1). Nilai kontur pada peta iso-overburden
merupakan refleksi dari ketebalan overburden. Peta iso-overburden
secara umum (gamblang) dapat menggambarkan (merefleksikan) kondisi
sebaran batubara terhadap variasi topografi pada areal tertentu.

Elevasi topografi

Nilai kontur Nilai kontur


100 Iso-overburden Iso-overburden 100

50
Tebal OB 50

0
Elevasi top batubara 0

Gambar 1. Sketsa konstruksi peta iso-overburden.

Pada beberapa kondisi khusus seperti terbatasnya tinggi (tebal)


overburden yang disyaratkan, maka Peta Iso-overburden ini dapat
dengan cepat digunakan sebagai faktor pembatas dalam penentuan pit
limit.

evaluasi dan optimasi cadangan batubara - 3


Modul – 4
totok darijanto & syafrizal

Adapun pola umum yang dapat diterapkan untuk penentuan pit potensial
adalah sebagai berikut :
a. Identifikasikan faktor-faktor pembatas, seperti :
 Struktur geologi : jika pada model sumberdaya batubara
diidentifikasikan terdapat beberapa struktur geologi (seperti
patahan), maka dapat dipisahkan menjadi beberapa pit potensial.
 Kondisi litologi : jika pada model sumberdaya batubara
diidentifikasikan adanya blok intrusi, maka blok intrusi tersebut
harus ditentukan batasnya untuk pembatas pit potensial.
 Kondisi geografis : jika. pada peta topografi diketahui mengalir
suatu sungai yang besar dan secara teknis sungai tersebut tidak
dapat dipindahkan, maka dapat dipisahkan menjadi beberapa pit
potensial.
 Kondisi geologi batubara : jika diidentifikasikan adanya ketebalan
batubara yang tidak memenuhi syarat seperti t < 0,5 m, maka
dengan memanfaatkan peta isopach ketebalan dapat digunakan
sebagai batas pit potensial.
 Kondisi geoteknik : jika diketahui limit (batas) ketinggian lereng
maksimum, maka ini juga dapat merefleksikan batasan ketebalan
overburden maksimum.
 Kondisi pembatas lain : misalnya adanya jalan, perkampungan,
atau areal lindung, maka dengan memplotkan lokasinya dapat
digunakan sebagai batas pit potensial.

b. Analisis peta iso-overburden :


Dengan memperhatikan pola kontur peta iso-overburden, seperti :
 Kontur rapat dan berada di dekat cropline batubara,
menunjukkan ketebalan overburden relatif mempunyai variasi
yang besar & intensif. Kondisi ini dapat disebabkan oleh adanya
tinggian/punggungan (bukit) di atas lapisan batubara,
 Kontur relatif renggang dan mempunyai pola menjauhi cropline
batubara. Kondisi ini menguntungkan, karena variasi ketebalan
overburden relatif mempunyai interval yang lebar.

Dengan mengkombinasikan kedua faktor di atas (faktor pembatas &


faktor ketebalan overburden), maka dengan cepat lokasi pit potensial
dapat dilokalisir (ditentukan). Dengan mengetahui lokasi pit potensial ini,
maka optimasi cadangan batubara dapat dilakukan pada areal yang
terbatas, yaitu areal yang telah dapat diprioritaskan. Pada Gambar 2a
dan 2b dapat dilihat contoh penentuan lokasi pit potensial dengan
pendekatan faktor pembatas yang berbeda.

evaluasi dan optimasi cadangan batubara - 4


Modul – 4
totok darijanto & syafrizal

Gambar 2a U

100
0 200 500 meter
NK-20

SKETSA LOKASI PIT POTENSIAL


BLOK X - DAERAH XYZ PIT-1 NK-05

NK-19

NK-09 NK-02

NK-01

NK-18

NK-11 NK-16 NK-07

PIT-2 NK-17

NK-12

NK-15

S. KAMPAR
NK-14

SK-05 S. KAMPAR
SK-11

PIT-3A
SK-07 SK-01 SK-12

SK-04

SK-09 SK-02

SK-10 SK-03

-B
m
Sea
Jalan Propinsi
PIT-3A KETERANGAN
SK-08 SK-06
-D
p
C

Cropline Seam
-Du
m-

am
Se
Sea
Seam

SK-06
SK-13 Titik Bor
-D
Se a m

evaluasi dan optimasi cadangan batubara - 5


Modul – 4
totok darijanto & syafrizal

Gambar 2b U

100
0 200 500 meter
NK-20

SKETSA LOKASI PIT POTENSIAL


BLOK X - DAERAH XYZ PIT-1 NK-05

NK-19

NK-09 NK-02

NK-01

NK-18

NK-11 NK-16 NK-07

PIT-2 NK-17

NK-12

NK-15

S. KAMPAR
NK-14

SK-05 S. KAMPAR
SK-11

PIT-3 SK-07 SK-01 SK-12

SK-04

SK-09 SK-02

SK-10 SK-03

-B
am
Se
Jalan Propinsi
KETERANGAN
SK-08 SK-06
-D
p
C

Cropline Seam
-Du
m-

am
Se
Se a
S ea m

SK-06
SK-13 Titik Bor
-D
Seam

evaluasi dan optimasi cadangan batubara - 6


Modul – 4
totok darijanto & syafrizal

3. KONSEP NISBAH KUPAS (STRIPPING RATIO)

Seperti yang telah diuraikan sebelumnya, bahwa ketebalan lapisan


batubara dan ketebalan tanah penutup (overburden) merupakan faktor
utama yang mengontrol kelayakan suatu pembukaan tambang batubara.

Pengetahuan jumlah (kuantitas) batubara dan jumlah batuan penutup


yang harus dipindahkan untuk mendapatkan perunit batubara sesuai
dengan metoda penambangan merupakan konsep dasar dari Nisbah
Kupas (Stripping Ratio). Secara umum, Stripping Ratio (SR) didefinisikan
sebagai “Perbandingan jumlah volume tanah penutup yang harus
dipindahkan untuk mendapatkan satu ton batubara”.

Faktor rank, kualitas, nilai kalori, dan harga jual menjadi sangat penting
dalam perumusan nilai Stripping Ratio. Batubara dengan harga jual yang
tinggi akan memberikan Nisbah Kupas yang lebih baik daripada batubara
dengan harga jual yang rendah.

Dalam pemodelan sumberdaya, faktor ini dapat direfleksikan sebagai


dasar untuk perhitungan (penaksiran) jumlah cadangan batubara. Dalam
Geological Survei Circular 891, 1983., ada beberapa konsep mendasar
yang dapat dipahami, antara lain :
a. Ketebalan batubara minimum yang dapat diperhitungkan sebagai
cadangan :
 Untuk batubara antrasit & bituminous : ketebalan minimum
adalah 70 cm dengan kedalaman maksimum 300 m.
 Untuk batubara sub-bituminous : ketebalan minimum adalah 1,5
m dengan kedalaman maksimum 300 m.
 Untuk lignit : ketebalan minimum adalah 1,5 m dengan
kedalaman maksimum 150 m.
Kedalaman maksimum ini telah memasukkan pertimbangan jika
penambangan diteruskan dengan metoda penambangan bawah
tanah.

b. Interval ketebalan overburden yang disarankan untuk pelaporan


perhitungan cadangan, adalah :
 Tonase batubara dengan ketebalan overburden 0 – 30 m,
 Tonase batubara dengan ketebalan overburden 30 – 60 m,
 Tonase batubara dengan ketebalan overburden 60 – 150 m,

c. Recovery factor : suatu angka yang menyatakan perolehan batubara


yang dapat ditambang (dengan metoda stip mining, auger mining,
atau underground mining) terhadap jumlah cadangan yang telah
diperhitungkan sebelumnya.

evaluasi dan optimasi cadangan batubara - 7


Modul – 4
totok darijanto & syafrizal

Konsep-konsep di atas perlu dipahami dengan tujuan konservasi


sumberdaya batubara (alam), karena kalau dalam pertimbangan
ekonomis hanya dengan memperhatikan stripping ratio saja, maka
jumlah cadangan yang dapat diekstrak hanya terbatas, sedangkan
sebagai follow-up perlu dipertimbangkan juga penggunaan metoda
auger-mining.

Beberapa parameter ekonomi yang diperlukan untuk penentuan stripping


ratio yang masih ekonomis (Break Even Stripping Ratio), adalah :

Biaya eksplorasi, bangunan, pembuatan jalan, peralatan


Investasi tambang utama, peralatan penunjang, peralatan
stockpile, kendaraan.
Upah tenaga kerja
Biaya Penambangan batubara, pengupasan tanah penutup,
produksi pengangkutan batubara, pengolahan, lingkungan,
batubara gantirugi lahan, royalti.
Harga jual batubara
Analisis aliran kas : IRR, NPV, dan PBP

Namun secara umum, faktor utama untuk penentuan nilai ekonomis


stripping ratio ini adalah : jumlah cadangan batubara (marketable),
volume tanah penutup (BCM), serta umur tambang.

Secara sederhana (Rule of thumb) penentuan harga Stripping Ratio yang


masih ekonomis adalah sebagai berikut :
 Perkirakan unit cost penambangan untuk penggalian &
pengangkutan batubara ke stockpile.
 Perkirakan unit cost transportasi batubara dari stock pile sampai
ke pelabuhan.
 Perkirakan unit cost penambangan untuk penggalian &
pengangkutan overburden ke waste dump.
 Perkirakan volume tanah penutup, untuk total cost.
 Perkirakan recoverable reserve, untuk total revenue.
 Perkirakan harga jual batubara per ton, untuk total revenue.
 Perkirakan biaya investasi & eksplorasi.
 Perkirakan biaya lain-lain.
 Perkirakan umur tambang.

Maka perbandingan nilai jual batubara terhadap total cost harus lebih
besar daripada 1 (revenue > total cost).

evaluasi dan optimasi cadangan batubara - 8


Modul – 4
totok darijanto & syafrizal

4. FAKTOR-FAKTOR PEMBATAS DALAM PENENTUAN CADANGAN


TERTAMBANG

Seperti yang telah diuraikan sebelumnya, bahwa tidak mungkin akan


diperoleh cadangan tertambang 100% dari cadangan insitu, dimana akan
terjadi dilution sepanjang tahap penambangan. Sebelum mulai
menghitung suatu nilai cadangan tertambang, maka ada 2 (dua) faktor
utama yang harus dikuantifikasi, yaitu Faktor Pembatas Cadangan dan
Faktor Losses.

a. Faktor-faktor pembatas suatu cadangan :


 Minimum ketebalan lapisan batubara, hal ini berhubungan dengan
teknik penambangan & stripping ratio.
 Maksimum ketebalan tanah penutup, hal ini berhubungan dengan
nilai stripping ratio.
 Maksimum stripping ratio, hal ini berhubungan dengan nilai atau
tingkat kelayakan penambangan.
 Maksimum kemiringan lapisan batubara, hal ini akan
berhubungan dengan teknologi penambangan dan nilai stripping
ratio.
 Minimum (%) yield proses untuk mendapatkan batubara bersih,
yaitu kalau diperkirakan akan dilakukan proses pencucian.
 Maksimum kandungan abu, yaitu sesuai dengan standar pasar
yang akan dimasuki.
 Maksimum kandungan sulfur, yaitu sesuai dengan standar pasar
yang akan dimasuki.
 Batasan alamiah – geografis, yaitu berhubungan dengan batasan-
batasan alam yang harus diperhatikan, seperti adanya sungai
besar, daerah konservasi alam, atau adanya jalan negara, atau
adanya suatu areal tertentu yang tidak mungkin dipindahkan.
 Batasan alamiah – geologi, yaitu berhubungan dengan batasan-
batasan geologi, seperti adanya sesar, intrusi, dll.

b. Faktor Losses
Yaitu faktor-faktor kehilangan cadangan akibat tingkat keyakinan
geologi maupun akibat teknis penambangan. Beberapa faktor losses
adalah :
 Geological Losses, yaitu faktor kehilangan akibat adanya variasi
ketebalan, parting, maupun pada saat pengkorelasian lapisan
batubara.
 Mining Losses, yaitu faktor kehilangan akibat teknis
penambangan, seperti faktor alat, faktor safety, dll.

evaluasi dan optimasi cadangan batubara - 9


Modul – 4
totok darijanto & syafrizal

 Processing Losses, yaitu faktor kehilangan (recovey  yield)


akibat diterapkannya metoda pencucian batubara atau kehilangan
pada proses lanjut di Stockpile.

Faktor-faktor pembatas pada umumnya sudah cukup jelas. Dalam


penerapannya, faktor-faktor pembatas tersebut akan menjadi Pit Limit
dalam panambangan.

Sedangkan faktor-faktor losses diterapkan pada saat proses perhitungan


cadangan, dan dapat dikuantifikasi besar nilai losses tersebut. Berikut
akan diuraikan contoh cara pengkuantifikasian faktor losses tersebut.

Geological Losses
 Biasanya untuk kemudahan, langsung diambil nilai umum yaitu 5
- 10%.
 Namun dapat juga dengan memperhatikan pola variasi ketebalan
batubara, yaitu dengan bantuan analisis statistik. Parameter
statistik yang dapat digunakan adalah : standard deviasi,
koefisien variasi, atau standard error.
N 2
n  (xi - μ)
1
Rata-rata = x =  xi   ; Standard Deviasi = σ  i 1
n i1 N
σ
Koef. variasi = x 100%
μ

Mining Losses
 Secara umum, untuk metoda Strip Mining digunakan mining
losses sebesar 10%, sedangkan untuk tambang bawah tanah
digunakan mining losses sebesar 40-50% yaitu (metoda Long
Wall mempunyai Recovery 60-70%, metoda Room & Pillar
mempunyai Recovery 50-60%), untuk auger mining digunakan
mining losses sebesar 60-70% (atau Recovery 30-40% sesuai
dengan spesifikasi perlatannya).
 Untuk metoda Strip Mining (open pit), kadang-kadang juga
digunakan pendekatan ketebalan lapisan yang akan ditinggalkan,
yaitu 10 cm pada roof & 10 cm pada floor. Jika ketebalan lapisan
hanya 1 m, maka Mining Losses = 20%., sedangkan jika
ketebalan lapisan adalah 2 m maka Mining Losses = 10%., dan
jika ketebalan lapisan adalah 5 m maka Mining Losses = 4%.

Processing Losses (yield), sangat tergantung pada hasil uji


ketercucian (washability test), dimana harga perolehan (yield) ditentukan
dari hasil uji tersebut.

evaluasi dan optimasi cadangan batubara - 10


Modul – 4
totok darijanto & syafrizal

5. PERHITUNGAN CADANGAN BATUBARA DENGAN METODA


PENAMPANG

Karena batubara merupakan endapan dengan tingkat homogenitas yang


tinggi, maka untuk perhitungan cadangan dapat diterapkan metoda
konvensional (klasik) dengan tingkat ketelitian yang cukup baik. Untuk
tujuan praktis, metoda penampang dapat diterapkan untuk perhitungan
jumlah cadangan tertambang.

5.1 Metoda Penampang

Pada prinsipnya, perhitungan cadangan dengan menggunakan metoda


penampang ini adalah mengkuantifikasikan cadangan pada suatu areal
dengan membuat penampang-penampang yang representatif dan dapat
mewakili model endapan pada daerah tersebut.

Pada masing-masing penampang akan diperoleh (diketahui) luas


batubara dan luas overburden. Volume batubara & overburden dapat
diketahui dengan mengalikan luas terhadap jarak pengaruh penampang
tersebut. Perhitungan volume tersebut dapat dilakukan dengan
menggunakan 1 (satu) penampang, atau 2 (dua) penampang, atau 3
(tiga) penampang, atau juga dengan rangkaian banyak penampang.

a. Dengan menggunakan 1 (satu) penampang


Cara ini digunakan jika diasumsikan bahwa 1 penampang
mempunyai daerah pengaruh hanya terhadap penampang yang
dihitung saja (lihat Gambar 3).
Luas Overburden Pada
Penampang - 1

1
g-
an
mp
na
Pe

Jarak pengaruh Jarak pengaruh


Penampang - 1 Penampang - 1
(d1) (d2)

Gambar 3. Jarak pengaruh sebuah penampang.

evaluasi dan optimasi cadangan batubara - 11


Modul – 4
totok darijanto & syafrizal

Volume = (A x d1) + (A x d2)


dimana : A = luas overburden
d1 = jarak pengaruh penampang ke arah 1
d2 = jarak pengaruh penampang ke arah 2
Volume yang dihitung merupakan volume pada areal pengaruh
penampang tersebut. Jika penampang tunggal tersebut merupakan
penampang korelasi lubang bor, maka akan merefleksikan suatu
bentuk poligon dengan jarak pengaruh penampang sesuai dengan
daerah pengaruh titik bor (poligon) tersebut.

b. Dengan menggunakan 2 (dua) penampang


Cara ini digunakan jika diasumsikan bahwa volume dihitung pada
areal di antara 2 penampang tersebut. Yang perlu diperhatikan
adalah variasi (perbedaan) dimensi antara kedua penampang
tersebut. Jika tidak terlalu berbeda (Gambar 4a), maka dapat
digunakan rumus mean area & rumus kerucut terpancung, tetapi
jika perbedaannya terlalu besar (Gambar 4b) maka digunakan
rumus obelisk.

Luas Overburden Pada Luas Overburden Pada


Penampang - 1 Penampang - 2

-1 -2
ang ng
p p a
n am am
Pe Pe
n

Jarak antara
Penampang-1 & Penampang-2

Gambar 4a. Penampang untuk rumus mean area & kerucut terpancung.

(A1  A2 )
Rumus mean area : Volume  xd
2
(A1  A2  A1.A 2 )
Rumus kerucut terpancung : Volume  xd
3
dimana A1 dan A2 adalah luasan penampang 1 & 2, dan d adalah jarak
antar penampang.

evaluasi dan optimasi cadangan batubara - 12


Modul – 4
totok darijanto & syafrizal

a2

S2 b2

S1 b1

a1

Gambar 4b. Penampang untuk rumus obelisk

(A1  4m  A2 )
Rumus obelisk : Volume  x d,
6

dimana M =
 a1 + a2   b1 + b2 
2 2

c. Dengan menggunakan 3 (tiga) penampang


Metoda 3 (tiga) penampang ini digunakan jika diketahui adanya
variasi (kontras) pada areal di antara 2 (dua) penampang, maka
perlu ditambahkan penampang antara untuk mereduksi kesalahan
(Gambar 5). Untuk menghitungnya digunakan rumus prismoida.

Luas Overburden Pada Luas Overburden Pada Luas Overburden Pada


Penampang - 1 Penampang - 2 Penampang - 3

1
g- g-
2
g-
3
an an an
mp mp p
na na na
m
Pe Pe Pe

Jarak antara Jarak antara


Penampang-1 & Penampang-2 Penampang-2 & Penampang-3

Gambar 5. Kondisi penggunaan metoda 3 penampang

(A1  4A2  A3 )
Rumus prismoida : Volume  x (d1  d2 )
6

evaluasi dan optimasi cadangan batubara - 13


Modul – 4
totok darijanto & syafrizal

dimana A1 & A3 adalah luas penampang 1 & 3, A2 adalah luas


penampang antara.

5.2 Data-Data Awal


 Peta-peta dasar (peta topografi, peta geologi, peta struktur
elevasi roof/floor batubara),
 Peta isopach ketebalan dan atau peta poligon daerah pengaruh
lubang bor.
 Peta Lokasi Pit Potensial & batasan-batasannya.
 Hasil analisis kestabilan lereng.
Seluruh data-data awal tersebut akan menjadi dasar dalam
pembuatan (konstruksi) series penampang perhitungan cadangan.

5.3 Data-Data Olahan & Konvensi


 Penaksiran tebal (jika diperlukan), untuk penaksiran ini dapat
digunakan metoda poligon, metoda inverse distance, atau metoda
geostatistik.
 Penaksiran kualitas (jika diperlukan), untuk penaksiran ini juga
dapat digunakan metoda poligon, metoda inverse distance, atau
metoda geostatistik.
 Geological Losses, Mining Losses, Processing Losses, seperti yang
telah diuraikan sebelumnya dapat melalui konvensi maupun
dengan perhitungan.

5.4 Tahap Pengerjaan Perhitungan Cadangan


 Pembuatan lintasan penampang perhitungan, sebaiknya deretan
penampang dibuat memotong (relatif tegak lurus) arah umum
bidang perlapisan.
 Konstruksi penampang, telah memasukkan elemen-elemen
topografi, bidang lapisan batubara, geometri lereng, serta faktor-
faktor pembatas lainnya.
 Pemilihan rumus perhitungan, dengan memperhatikan variasi
masing-masing penampang.
 Perhitungan luasan masing-masing penampang, dapat dengan
menggunakan planimeter maupun dengan menggunakan
program komputer.
 Perhitungan tonase batubara & volume overburden, dalam
tabulasinya sebaiknya dibuat dalam worksheet.

evaluasi dan optimasi cadangan batubara - 14


Modul – 4
totok darijanto & syafrizal

250 250

200 200

150 150

100 100

50 50

0 0

150 150

S. Lawai

100 100

50 50

0 0

Gambar 6. Beberapa contoh penampang perhitungan cadangan

evaluasi dan optimasi cadangan batubara - 15


Modul – 4
totok darijanto & syafrizal

6. OPTIMASI CADANGAN TERTAMBANG

6.1 Optimasi berdasarkan Stripping Ratio


 Optimasi berdasarkan series penampang, yaitu dengan
mengoptimasi stripping ratio masing-masing penampang,
maupun kumulatif stripping ratio keseluruhan areal.
 Optimasi berdasarkan elevasi batubara (blok), yaitu dengan
menghitung stripping ratio dengan lebar blok tertentu searah
jurus perlapisan batubara dan lebar tertentu ke arah dipping
dengan menggunakan interval elevasi kontur struktur batubara.

6.2 Optimasi berdasarkan Kualitas


 Faktor pembobotan tonase, yaitu dengan memasukkan
pembobotan tonase pada range kualitas tertentu sehingga dapat
dioptimalkan tonase cadangan sesuai dengan syarat minimal
yang ditargetkan.
 Optimasi berdasarkan series penampang, yaitu mengelompokkan
series perhitungan penampang dengan minimum kualitas, disini
biasanya digunakan peta iso-kualitas sebagai faktor
pembatasnya.
 Optimasi berdasarkan elevasi batubara (blok), yaitu dengan
melakukan penaksiran harga kualitas pada masing-masing blok
yang telah disusun, sehingga nantinya juga akan dilakukan
optimasi berdasarkan pembobotan tonase.

evaluasi dan optimasi cadangan batubara - 16


Modul – 4
totok darijanto & syafrizal

PUSTAKA

1. Geological Survey Circular 891., Coal Resource Classification System


of the USGS, USGS 1983
2. Totok Darijanto, Model Sumberdaya Batubara, tidak dipublikasikan,
1999
3. Stone, John G., Dunn, Peter G., Ore Reserve Estimates in The
World, Society of Economics Geologist Special Publication
Number 3, 1994
4. Syafrizal, Optimasi Cadangan Batubara Berdasarkan Kualitas, tidak
dipublikasikan, 2000
5. Wellmer, Friedrich-Wilhelm, Economic Evaluation in Exploration,
Springer-Verlag, 1986.
6. Ward, Collin R., Coal Geology and Coal Technology, Blackwell
Scientific Publications, 1984

evaluasi dan optimasi cadangan batubara - 17

Anda mungkin juga menyukai