Analitik Solution PDF
Analitik Solution PDF
SKRIPSI
Oleh:
JURUSAN MATEMATIKA
FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN) MALANG
MALANG
2008
SOLUSI ANALITIK DAN SOLUSI NUMERIK
PERSAMAAN DIFUSI KONVEKSI
SKRIPSI
Diajukan kepada:
Universitas Islam Negeri (UIN) Malang
Untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan Dalam
Memperoleh Gelar Sarjana Sains (S. Si)
Oleh:
JURUSAN MATEMATIKA
FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN) MALANG
MALANG
2008
SOLUSI ANALITIK DAN SOLUSI NUMERIK
PERSAMAAN DIFUSI KONVEKSI
SKRIPSI
Oleh:
SKRIPSI
Oleh:
Guru-guru terhormat yang telah memberikan ilmu dan teladan yang baik.
Ayahanda Sukardi, Ibunda Masfi’ah dan Saudara-saudaraku Utik, Afif, dan Thoif.
Achmad Mochammad
Sahabatku Nana, Aan S.Psi, Aurel, Rini , Tustus, lala, Mimin, Lilic, Nia serta semua
Segala puji bagi Allah SWT karena atas rahmat, taufiq dan hidayah-Nya,
penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi sebagai salah satu syarat untuk
memperoleh gelar Sarjana Sains dalam bidang Matematika di Fakultas Sains dan
membantu dalam menyelesaikan penulisan skripsi ini. Untuk itu, iringan do’a dan
1. Prof. Dr. H. Imam Suprayogo selaku Rektor Universitas Islam Negeri (UIN)
Malang.
2. Prof. Drs. Sutiman Bambang Sumitro, SU., D.Sc selaku Dekan Fakultas Sains
3. Ibu Sri Harini, M.Si selaku Ketua Jurusan Matematika Fakultas Sains dan
5. Segenap dosen pengajar atas ilmu yang telah diberikan kepada penulis.
6. Ayah Sukardi dan Ibu Masfi’ah tercinta, Utik, Afif, Thoif tersayang yang
senantiasa memberikan do’a dan dukungan moril serta materil kepada penulis.
7. Teman-teman Matematika, terutama angkatan 2003 beserta semua pihak yang
Maka dengan iringan doa semoga Allah SWT akan menempatkan mereka
dalam kakasih-Nya dan memberikan pahala yang berlipat ganda di dunia dan di
akhirat. Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan skripsi ini masih terdapat
kekurangan dan kelemahan, oleh karena itu para pembaca dapat memperbaiki dan
Akhirnya, penulis berharap karya tulis ilmiah ini dapat bermanfaat bagi
Penulis
DAFTAR ISI
Halaman
LEMBAR PENGESAHAN............................................................................ii
MOTTO .........................................................................................................iii
KATA PENGANTAR....................................................................................v
DAFTAR GAMBAR......................................................................................ix
ABSTRAK......................................................................................................x
BAB I PENDAHULUAN
3.4 Solusi Analitik dan Solusi Numerik dalam Perspektif Islam ........... 79
BAB IV PENUTUP
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
DAFTAR GAMBAR
Cp
Gambar 2.2 Daerah yang Dipengaruhi dan Mempengaruhi ........................ 36
Roziana, Dewi Farida. 2008. Solusi Analitik dan Solusi Numerik Persamaan
Difusi Konveksi. Skripsi. Jurusan Matematika. Fakultas Sains dan
Teknologi. Universitas Islam Negeri (UIN) Malang
Pembimbing: (I) Drs. H. Turmudi, M.Si; (II) Ach. Nashihuddin, M.A
PENDAHULUAN
pengetahuan, dan dari kata kerja manthanein yang berarti belajar; sehingga dari
segi etimologik dapat dikatakan bahwa matematika adalah ilmu tentang cara
yang dilakukan, dapat dikatakan bahwa matematika adalah studi dan klasifikasi
dari berbagai struktur dan pola. Kalau ditinjau dari segi materi, penerapan, dan
evaluasi dan prediksi (Bumulo, 2003:1). Dengan kata lain matematika merupakan
ilmu kimia fisik. Ilmu kimia fisik ini adalah ilmu yang mempelajari fenomena
makroskopik, mikroskopik, atom, subatom, dan partikel dalam sistem dan proses
laju perubahan terhadap dua atau lebih variabel bebas yang biasanya terdiri dari
waktu dan jarak (ruang) (Triatmojo, 2002:201). Dengan kata lain PDP adalah
fisik untuk menjelaskan konsentrasi dari suatu zat kimia disebut sebagai
adalah gerakan atom atau molekul dalam gas, larutan atau padatan dari daerah
335) menyatakan bahwa massa dari suatu zat terlarut (solute) yang melintas pada
suatu unit area per unit waktu dengan suatu arah tertentu besar difusi molekulnya
∂c ∂ 2c
searah dengan gradien konsentrasi pada arah tersebut jadi = D 2 . Jika difusi
∂t ∂x
juga dipengaruhi oleh kecepatan yang sering disebut dengan persamaan difusi
∂c ∂ 2c ∂c
konveksi maka persamaannya menjadi = D 2 − v . Selesaian persamaan
∂t ∂x ∂x
difusi berupa nilai konsentrasi zat kimia suatu produk baik bahan mentah maupun
solusi kontinyu sehingga solusi dari nilai variabel bebas dapat ditemukan, sangat
akurat, dan tepat. Sedangkan solusi numerik solusi dapat diperoleh pada poin-poin
untuk ketelitian (Lam, 1994:20). Atau dengan kata lain solusi analitik adalah
dapat diambil jalan keluar atau solusi pemecahan dari suatu masalah. Ketika suatu
masalah itu sulit untuk diselesaikan dengan satu cara maka hal tersebut pasti ada
Sebagaimana dalam Firman-Nya pada Qur’an Surat Alam Nasyroh, ayat 5-6:
Dari penjabaran ayat tersebut dapat diketahui bahwa ada kemudahan yang
telah dikaruniakan Allah pada hamba-Nya sebagai beberapa solusi alternatif. Hal
adalah metode beda hingga. Dimana metode beda hingga itu sendiri memiliki
bermacam skema. Pada skripsi ini akan dicoba penggunaan skema Crank-
Nicholson yang lebih sederhana dan mudah dipahami. Skema ini cukup baik
dalam menyelesaikan persaman difusi satu dimensi. Di samping itu dari segi
numerik, skema ini mempunyai tingkat kestabilan yang lebih baik dibandingkan
dimensi.
Dari ilustrasi di atas, maka penulis tertarik untuk mengambil judul skripsi
diferensial parsial, maka dalam penulisan skripsi ini akan dibatasi pada:
∂c ∂ 2c ∂c
= D 2 −v .
∂t ∂x ∂x
Nicholson.
4. Sistem balok dalam keadaan stedy (tunak) tidak berubah terhadap waktu.
1.4. Tujuan
konveksi.
konveksi.
adalah buku, jurnal, dan dokumen yang terkait dengan kajian matematika, kimia,
fisika, fluida, metode numerik dan segala macam kepustakaan yang sedapat
skripsi ini.
Pengumpulan data merupakan salah satu dari proses penelitian. Data-data ini
kimia fisika.
BAB I Dalam bab ini penulis mengkaji tentang pendahululan yang terdiri latar
BAB II Penulis mengkaji tentang teori-teori yang ada kaitannya dengan hal-hal
BAB III Dalam bab ini penulis mengkaji tentang pembahasan yang terdiri dari
KAJIAN TEORI
sebuah fungsi dari dua atau lebih peubah yang tidak diketahui dan turunan-
adalah suatu fungsi yang dinyatakan oleh Dx f , yang nilai fungsinya di setiap titik
f ( x + ∆ x, y ) − f ( x, y )
D x f ( x, y ) = lim (2.1)
∆x → 0 ∆x
apabila limit ini ada. Dengan cara yang sama, turunan parsial f terdapat y adalah
suatu fungsi, yang dinyatakan oleh D y f , yang nilai fungsinya di setiap titik (x,y)
f ( x, y + ∆y ) − f ( x, y )
D y f ( x, y ) = lim (2.2)
∆y → 0 ∆y
∂f ∂f ( x, y )
Leibnitz untuk D x f adalah . Notasi lain untuk D x f ( x, y ) adalah .
∂x ∂x
∂f
Dengan cara yang sama, notasi-notasi lain untuk D y f adalah . Notasi lain
∂y
∂f ( x, y )
untuk D y f ( x, y ) adalah .
∂y
∂z
Bila z = f (x,y), dapat ditulis untuk D x f ( x, y ) . Turunan parsial tidak
∂x
dapat dipandang sebagai hasil bagi dari ∂z dan ∂x karena masing-masing simbol
∂y
ini tidak mempunyai arti secara terpisah. Notasi dapat dianggap sebagai hasil
∂x
bagi dua diferensial apabila y suatu fungsi satu variabel x, tetapi tidak ada tafsiran
∂z
yang serupa seperti itu untuk (Leithold, 1991:313). Dalam persamaan
∂x
diferensial parsial perlu diketahui beberapa notasi turunan parsial yang terlibat
yaitu:
∂u ∂u ∂ 2u ∂ 2u ∂ 2u
ux = ut = u xx = u xy = u yy =
∂x ∂t ∂x 2 ∂x∂y ∂y 2
Sebagai contoh diberikan bentuk kasus dari persamaan diferensial parsial berikut
∂z ∂z
x +y = z dimana: z = f (x,y)
∂x ∂y
Dalam hal ini variabel-variabel x dan y adalah variabel bebas, sedangkan z adalah
∂z
variabel terikat. Untuk mencari nilai yaitu dideferensialkan z terhadap x
∂x
∂z
dengan menjaga y sebagai konstanta, sedangkan untuk memperoleh yaitu
∂y
sebagai berikut:
1. Orde
Contoh:
a. u t = u x (orde 1)
b. u t = α 2 u xx (orde 2)
2. Jumlah variabel
variabel bebasnya.
Contoh:
a. ut = α2 uxx (2 Variabel)
non linear apabila variabel bebas dan turunannya tidak merupakan hasil
Sedangkan suatu PDP dikatakan non linear jika variabel tak bebas u dan
Contoh:
a. ut = α2 uxx (linear)
Suatu klasifikasi penting dalam PDP adalah terdiri dari tipe parabolik,
∂ 2ϕ ∂ 2ϕ
+ +g=0
∂x 2 ∂y 2
dan persamaan Laplace
∂ 2ϕ ∂ 2ϕ
+ =0
∂x 2 ∂y 2
∂T ∂ 2T
=K 2
∂t ∂x
∂2 y 2 ∂ y
2
= C
∂t 2 ∂x 2
(Triatmojo, 2002:201)
dan selesaian khusus. Selesaian umum itu sendiri adalah suatu selesaian yang
terdiri dari sejumlah fungsi bebas sembarang yang jumlahnya sesuai dengan orde
1 2
sebarang (Spiegel, 1994:2). Sebagai contoh u = x 2 y − xy + F ( x) + G ( y )
2
∂ 2u
merupakan selesaian dari persamaan = 2 x − y . Selesaian ini disebut sebagai
∂x∂y
penyelesaian umum karena terdiri dari dua fungsi bebas sembarang yaitu F(x) dan
1 2
u = x2 y − xy + 2 sin x + 3 y 4 − 5
2
∂z ∂2z ∂nz
a 0 z + a1 + a2 2 + . . . + an n +
∂x ∂x ∂x
∂z ∂ z
2
∂mz
b0 z + b1 + b2 2 + . . . + bm m + (2.4)
∂y ∂y ∂y
∂z ∂2z ∂k z
c0 z + c1 + c2 2 + . . . + ck k = 0
∂t ∂t ∂t
dengan keistimewaan:
1. Tidak terdapat derivatif parsial terhadap lebih dari satu variabel bebas.
Z ( x, y, t ) = X ( x)Y ( y )T (t ) (2.5)
X' X" Xn
a 0 + a1 + a2 + . . . + an +
X X X
Y' Y" Ym
b0 + b1 + b2 + . . . + bm + (2.6)
Y Y Y
T' T" Tk
c0 + c1 + c 2 + . . . + ck =0
T T T
Perhatikan bahwa:
dX d2X dnX
X '= ; X "= ; . . . ; X ( n)
=
dx dx 2 dx n
2 m
dY d Y d Y
Y '= ; Y " = 2 ; . . . ; Y ( m) = m
dy dy dy
dT d 2T d kT
T '= ; X " = 2 ; . . . ; X (k ) = k
dt dt dt
(2.6) haruslah
k1 + k 2 + k 3 = 0
Maka jelas bahwa (2.7) adalah suatu sistem persamaan diferensial biasa yang
Misalkan selesaian yang bebas linier dari sistem (2.7) berturut-turut adalah:
X i ( x, k1 ), i = 1 , 2, . . . n ;
Y j ( y, k 2 ), j = 1 , 2, . . . m
dan
Ts (t , k 3 ), s = 1 , 2, . . . k .
n m k
Z = ∑ X i ( x, k i ) . ∑ Y j ( y, k 2 ) . ∑ Ts (t , k 3 )
i =1 j =1 s =1
(Soehardjo, 1996:4-8)
disebut periode dari f. Dalam aplikasi, jumlah dari beberapa fungsi periodik
(periode) merupakan bilangan irasional maka secara umum sifat tersebut tidak
berlaku, yaitu jumlah dua fungsi periodik bukan merupakan fungsi periodik.
Sebagai contoh, kedua fungsi sin t dan sin(t 2 ) merupakan fungsi periodik
2π
dengan periode 2π dan , namun fungsi sin t + sin(t 2 ) bukan merupakan
2
1. Interval [a, b ] dapat dibagi menjadi sebanyak hingga sub interval sehingga
2. Limit dari f (t ) pada setiap ujung dari sub interval adalah berhingga.
diskontinu.
a0 ∞ nπt nπt
f (t ) = + ∑ a n cos + bn sin
2 n=1 L L (2.8)
nπt
L
1
bn = ∫
L −L
f (t ) sin
L
dt , n = 1,2,3, . . .
2L
1
a0 =
L ∫ f (t )dt
0 (2.10)
nπt
2L
1
an =
L ∫ f (t ) cos
0
L
dt , n = 1,2,3, . . .
nπt
2L
1
bn = ∫
L 0
f (t ) sin
L
dt , n = 1,2,3, . . .
Untuk selanjutnya, bila f (t ) terdefinisi pada suatu interval dan perodik dengan
periode sama dengan panjang interval maka batas integral dari koefesien Fourier
Definisi:
setiap t ∈ D f . Sifat-sifat fungsi genap dan fungsi ganjil diberikan sebagai berikut;
fungsi genap, sedangkan hasilkali antara fungsi genap dengan fungsi ganjil
L L
3. Bila f (t ) fungsi genap maka ∫
−L
f (t )dt = 2 ∫ f (t )dt . Bila f (t ) fungsi
0
L
ganjil, maka ∫ f (t )dt = 0 .
−L
Misalkan f (t ) fungsi genap dan g (t ) fungsi ganjil terdefinisi pada suatu interval
a0 ∞
nπt (2.11)
f (t ) = + ∑ a n cos
2 n =1 L
nπt
L L
1 1 (2.12)
a 0 = ∫ f (t )dt , a n = ∫ f (t ) cos dt , n = 1,2,3,...
L −L L −L L
dan
∞
nπt (2.13)
g (t ) = ∑ bn sin
n =1 L
nπt
L
(2.14)
bn = ∫ g (t ) sin
−L
L
dt , n = 1,2,3,...
Batas integrasi untuk setiap koefisien dari f (t ) atau g (t ) adalah ujung-ujung
menjadi:
a0 ∞ nπ
f (t ) = + ∑ a n cos t (2.15)
2 n =1 L
nπt
L L
2 2 (2.16)
a0 = ∫ f (t )dt , a n = ∫ f (t ) cos dt , n = 1,2,3,...
L0 L0 L
∞
nπ
f (t ) = ∑ bn sin t (2.17)
n =1 L
nπt
L
2
bn =
L0∫ f (t ) sin
L
dt , n = 1,2,3,... (2.18)
(Mursita, 2005:148).
2.4 Integral Fourier
a0 ∞ 2nπt 2nπt
f (t ) = + ∑ a n cos + bn sin (2.19)
2 n =0 T T
a 0 ∞ a n 2inπt T − 2 inπt
T
b 2 inπt 2 inπt
f (t ) = + ∑ e +e + n e T − e T
2 n=1 2 2i
a 0 ∞ a n bn 2inπt T ∞ a n bn 2inπt T
= + ∑ + e + ∑ − e
2 n =1 2 2i n =1 2 2i
∞ −∞
a a b 2inπt a b 2inπt
= 0 + ∑ n + n e T + ∑ − n − − n e T (2.21)
2 n =1 2 2i n = −1 2 2i
a 0 ∞ a n bn −∞ a − n b− n 2inπt T
= + ∑ + + ∑ − e
2 n =1 2 2i n= −1 2 2i
∞ a b −∞ a b 2inπt
= ∑ n + n + ∑ − n − − n e T
n =0 2 2i n = −1 2 2i
Dari bentuk (2.21), nilai dalam kurung besarnya dapat dinotasikan dengan notasi
∞
kompleks ∑C
n = −∞
n , C n merupakan bilangan kompleks dan berlaku C − n = C n . Jadi
deret Fourier dari fungsi periodik f (t ) yang terdefinisi pada (0, T ) dengan
dengan,
∞
f (t ) = ∑C
n = −∞
n e 2 in π t (2.23)
Bila kedua ruas dari bentuk (2.23) dikalikan dengan e − 2 ik π t maka didapatkan,
∞
e −2ikπt
f (t ) = e −2ikπt
∑C e
n=−∞
n
2ikπt
= Λ + e −2ikπt Ck e 2ikπt + Λ
= Κ + Ck + Κ
∞
C k = e −2ikπt f (t ) − ∑C e π
n = −∞ , n ≠ k
n
2 i ( n−k )t
(2.24)
Bila kedua ruas dari (2.24) diintegrasikan terhadap t pada interval [0,1] , maka
akan didapatkan rumusan dari C n . Yang perlu ditentukan terlebih dahulu adalah
nilai integral suku kedua dari ruas kanan bentuk (2.24). Dengan memandang suatu
sifat bahwa integral dari jumlah sama dengan jumlah dari integral maka C n dapat
2πi ( n − k ) t 1 1
∫e dt = e 2πi ( n − k )t
2πi (n − k ) 0
=
1
2πi (n − k )
[
e 2πi ( n − k ) − e 0 ] (2.25)
=
1
[1 − 1] = 0
2πi (n − k )
diketahui bahwa nilai integral (2.25) sama dengan nol hal ini dikarenakan n ≠ k .
Sehingga didapatkan,
1
C k = ∫ e − 2πikt f (t ) dt
0
Dari apa yang telah diuraikan sebelumnya, terlihat bahwa untuk fungsi periodik
1
C n = ∫ e − 2π int f (t ) dt (2.26)
0
deret Fourier (2.19), maka koefisien Fourier dari fungsi f (t ) diberikan dengan,
T
1
C n = ∫ e − 2π int f (t ) dt (2.27)
T 0
diketahui dititik xi dan semua turunan dari f terhadap x diketahui pada titik
tersebut, maka deret Taylor (persamaan 2.28) dapat dinyatakan nilai f pada titik
∆x n
+ ... + f ( n ) ( xi ) + Rn (2.28)
n!
Dengan
f ( xi ) : fungsi dititik xi
f ( xi +1 ) : fungsi dititik xi +1
Rn : kesalahan pemotongan
2x3x4
Teorema:
turunannya ada dalam suatu selang (a - r, a + r). Maka fungsi itu dapat diuraikan
n
+∞ f (a )
∑n=0 n!
( x − a) n
f (ξ n )
( n +1)
Lim Rn ( x) = lim ( x − a ) n+1 = 0
n →∞ n →∞ (n + 1)!
f ( x) = Pn ( x ) + Rn ( x)
(2.29)
dengan Pn (x) adalah polinom Taylor berderajat n dari f dan Rn (x) adalah
f ( n +1) (ξ n )
Rn ( x ) = ( x − a) n +1
(n + 1)! (2.30)
Sekarang Pn (x) adalah jumlah n buah suku pertama dari deret Taylor dari
f pada a. Jadi bila kita buktikan bahwa lim Pn ( x ) ada dan sama dengan f(x) jika
n →∞
dan hanya jika lim Rn ( x) = 0 , teorema itu akan terbukti. Dari persamaan (2.29)
n →∞
Pn ( x) = f ( x) − Rn ( x ) (2.31)
lim Pn ( x) = f ( x) − lim Rn ( x )
n → +∞ n → +∞
= f(x) – 0
= f(x)
Rn ( x) = f ( x) − Pn ( x)
Jadi
lim Rn ( x) = f ( x) − lim Pn ( x)
n → +∞ n → +∞
= f(x) – f(x)
=0
(Leithold, 1991:98)
satu suku pertama dari ruas kanan akan mempunyai bentuk umum sebagai berikut
f ( xi +1 ) ≈ f ( xi ) (2.32)
Bentuk persamaan (2.32) dapat disebut sebagai perkiraan orde nol, nilai f
pada titik xi +1 sama dengan nilai pada xi . Perkiraan tersebut adalah benar jika
fungsi yang diperkirakan adalah suatu konstan. Jika fungsi tidak konstan maka
∆x
f ( xi +1 ) ≈ f ( xi ) + f ' ( xi ) (2.33)
1!
Yang merupakan bentuk persamaan garis lurus (linier). Dengan cara yang analog,
maka deret Taylor yang memperhitungkan tiga suku pertama dari ruas kanan
∆x ∆x 2
f ( xi +1 ) = f ( xi ) + f ' ( xi ) + f '' ( x i ) (2.34)
1! 2!
Deret Taylor akan memberikan perkiraan suatu fungsi dengan benar jika
semua suku dari deret tersebut diperhitungkan. Dalam praktek hanya beberapa
suku pertama saja yang diperhitungkan, sehingga hasil perkiraan tidak tepat
suku-suku terakhir dari deret Taylor. Kesalahan ini disebut dengan kesalahan
Rn = O (∆x n +1 )
Indeks n menunjukkan bahwa deret yang diperhitungkan adalah sampai pada suku
∆x 2 ∆x 3
O (∆x 2 ) = f '' ( xi ) + f ''' ( x i ) + ... (2.35)
2! 3!
(Triatmojo, 2002:9)
memberikan nilai perkiraan yang mendekati nilai eksak (benar) dari penyelesaian
Ada dua jenis kesalahan hubungan antara nilai eksak dan nilai perkiraan yaitu:
1. Galat absolut adalah kesalahan perbedaan (selisih) antara nilai eksak dan
Dituliskan:
x = x+e
e adalah galat
e= x−x
dengan
e R = galat relatif
e = galat absolut
x = nilai eksak
e
eR = x100%
x
(Djojodiharjo, 2000:15)
kontinu menjadi bentuk diskret. Diferensial numerik ini banyak digunakan untuk
deret Taylor
Deret Taylor pada persamaan (2.28) dapat ditulis dalam bentuk sebagai
berikut:
atau
∂f f ( xi +1 ) − f ( xi )
= f ' ( xi ) = − O∆x (2.37)
∂x ∆x
satu. Disebut diferensial maju karena menggunakan data pada titik xi dan xi +1
untuk memperhitungkan diferensial. Jika data yang digunakan adalah dititik xi
∆x ∆x 2 ∆x 3
f ( xi −1 ) = f ( xi ) − f ' ( xi ) − f '' ( xi ) − f ''' ( x i ) + ... (2.38)
1! 2! 3!
atau
∂f f ( xi ) − f ( xi −1 )
= f ' ( xi ) = + O∆x (2.40)
∂x ∆x
∆x 3
f ( xi +1 ) − f ( xi −1 ) = 2 f ' ( xi )∆x + 2 f ' ' ' ( xi ) + ...
3!
atau
∂f f ( xi +1 ) − f ( xi −1 ) ∆x 2
= f ' ( xi ) = − f ''' ( x i ) ...
∂x 2∆x 6
atau
∂f f ( xi +1 ) − f ( xi −1 )
= f ' ( xi ) = + O (∆x 2 )... (2.41)
∂x 2∆x
sedang pada diferensial maju dan mundur berorder ∆x , untuk interval ∆x kecil,
Hal ini menunjukkan bahwa perkiraan diferensial terpusat lebih teliti dibanding
∆x 2 ∆x 4
f ( xi +1 ) − f ( xi −1 ) = 2 f ' ( xi )∆x + 2 f ' ' ( xi ) + 2 f '''' ( x i ) + ...
2! 4!
atau
f ( xi +1 ) − 2 f ( xi ) + f ( xi −1 ) ∆x 2
f ( xi ) =
''
− f ( xi )
''''
− ...
∆x 2 12
atau
∂2 f f ( xi +1 ) − 2 f ( xi ) + f ( xi −1 )
= f '' ( x i ) = − O(∆x 2 ) (2.42)
∂x 2
∆x 2
Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa bentuk diferensial (biasa atau
Apabila fungsi mengandung lebih dari satu variabel bebas, seperti f(x,y),
∂f ∆x ∂f ∆y ∂ 2 f ∆x 2 ∂ 2 f ∆y 2
f ( xi +1 , y j +1 ) = f ( xi , y j ) + + + + 2 + ...
∂x 1! ∂y 1! ∂x 2 2! ∂y 2!
(2.43)
∂f f ( xi +1 , y j ) − f ( xi , y j )
≈ (2.44)
∂x ∆x
atau
∂f f ( xi , y j +1 ) − f ( xi , y j )
≈ (2.45)
∂y ∆y
Untuk menyederhanakan penulisan, selanjutnya bentuk f( xi , y i ) ditulis
dan sumbu y. Apabila fungsi berada dalam sistem tiga dimensi (sistem koordinat
∂f f i +1 − f i , j
≈ (2.46)
∂x ∆x
∂f f i , j +1 − f i , j
≈ (2.47)
∂y ∆y
∂f f i +1, j − f i −1, j
≈ (2.48)
∂x 2∆x
∂f f i , j +1 − f i , j −1
≈ (2.49)
∂y 2 ∆y
Dengan cara yang sama, turunan kedua terhadap x dan y dapat ditulis
menjadi:
∂2 f f i −1, j − 2 f i , j + f i +1, j
≈ (2.50)
∂x 2
∆x 2
∂2 f f i , j +1 − 2 f i , j + f i , j +1
≈ (2.51)
∂y 2
∆y 2
(Triatmojo, 2002:9)
Difusi adalah gerakan atom atau molekul dalam gas, larutan atau padatan
dari daerah konsentrasi yang lebih tinggi ke konsentrasi yang lebih rendah.
Persamaan difusi adalah persamaan diferensial parsial yang menggambarkan
dalam pelarut yang ditambah zat terlarut. Contohnya adalah gula berdifusi
dicairan teh tawar sehingga menjadi manis, flourida dalam air dan lain-lain.
Jerman, Adolph Fick menyatakan bahwa fluks materi (jumlah partikel per satuan
luas per satuan waktu) sebanding dengan gradien rapatan pada suatu titik (Atkins,
Dalam hal perumusan masalah persamaan difusi pada kasus berikut, maka
tebal dari x sampai x + 1 (Gambar 2.1). Kita misalkan konsentrasi pada x pada
waktu t adalah c. Jumlah mol partikel yang memasuki lempengan persatuan waktu
Terdapat pula aliran keluar melalui jendela kanan. Fluks melalui jendela
∂c − J ' A − J '
= =
∂t Al l
∂c J − J '
=
∂t l
∂c ∂c'
J − J ' = −D +D
∂x ∂x
∂c ∂
= −D + D {c + ∂l}
∂x ∂x
∂ 2c
= Dl
∂x 2
sebagai berikut
∂c ∂ 2c
=D 2 (2.52)
∂t ∂x
Persamaan (2.52) biasanya disebut hukum kedua Fick tentang difusi; pada tahap
ini kita sudah mengetahui bahwa c merupakan fungsi dari x dan t dan turunannya
sebanding dengan turunan kedua dari konsentrasi terhadap jarak. Jika konsentrasi
berubah dengan tajam dari titik ke titik (jika distribusinya tidak merata) maka
konsentrasi berubah dengan cepat terhadap waktu. Jika lengkungannya nol, maka
linier dengan jarak, maka konsentrasi pada setiap titik adalah konstan karena
ketakmerataan. Dalam hal transport partikel yang berasal dari gerakan aliran
fluida, maka difusi yang terjadi disebut sebagai difusi konveksi. Jika sekarang ini
kita mengabaikan difusi, maka fluks partikel melalui luas A dalam selang waktu
∆t jika fluida mengalirkan dengan velositas v, dapat dihitung dengan cara yang
sudah kita gunakan beberapa kali sebelumnya (dengan menghitung partikel dalam
jarak v ∆t ), yaitu:
cAv∆t
J= = cv (2.53)
A∆t
J ini disebut fluks konveksi. Dengan argumen yang sama seperti sebelumnya,
maka laju perubahan konsentrasi dalam lempengan dengan panjang l dan luas A,
adalah:
∂c J − J ' ∂c v
= = c − c + l
∂t l ∂x l
∂c ∂ 2c ∂c
= D 2 −v (2.54)
∂t ∂x ∂x
ruang dan persamaan turunan orde pertama terhadap waktu. Oleh karena itu kita
harus menentukan dua kondisi batas untuk ketergantungan pada ruang (x), dan
satu kondisi awal untuk ketergantungan pada waktu (t). Persamaan ini merupakan
dasar untuk perancangan reaktor dalam industri kimia dan dasar dari penggunaan
∂c ∂ 2c ∂c
= D 2 −v
∂t ∂x ∂x
c (a, t ) = f ( a ) (2.57)
aliran difusi, x adalah lokasi/ ruang, sedangkan t adalah waktu. Kondisi batas
(2.55) disebut kondisi awal. Sedangkan kondisi (2.56) dan (2.57) disebut dengan
antara 0 < x < x n dan t > 0 . Pada persamaan differensial parsial parabolik nilai
Gambar 2.2
hingga yang lain. Skema jaringan titik hitungan diberikan oleh Gambar (2.3)
n
n
Penyelesaian diketahui
sampai waktu ke n
n
i i i
∂c cin+1 − cin
= (2.58)
∂t ∆t
persamaan difusi yang terdiskritisasi dapat dibentuk suatu pola iterasi. Pola yang
diperoleh akan diterapkan pada sistem yang dipilih (dalam hal ini penulis memilih
aliran zat kimia dalam balok yang letaknya mendatar). Penerapan pola pada i =
3 6 0 0
2 − 4 1 0
A=
0 5 8 − 7
0 0 3 9
Salah satu algoritma yang digunakan dalam penyelesaian bentuk matriks adalah
a11 x1 + a12 x 2 = b1
a 21 x1 + a 22 x 2 + a 23 = b2
a 32 x 2 + a33 x3 + a34 = b3
a 43 x3 + a 44 x 4 + a 45 = b4
Ο Μ
a nn −1 x n −1 + a nn = bn (2.60)
dituliskan:
a11 a12 0 0 0 Λ 0 0 0 x1 b1
a 0 Λ 0 x 2 b2
21 a 22 a 23 0 0 0
0 a 32 a33 a34 0 Λ 0 0 0 x3 b3
= (2.61)
Μ Μ Μ Μ Μ Ο Μ Μ Μ Μ Μ
0 0 0 0 0 Λ a n −1n − 2 a n −1n−1 a n−1n x n−1 bn −1
0 0 0 0 0 Λ 0 a nn −1 a nn x x bn
Pada sistem tridiagonal diatas tampak bahwa mayoritas dari elemen pada
koefesien matriksnya adalah nol. Untuk sistem tridiagonal ini, digunakan tiga
vektor a, d dan c untuk menyimpan nilai elemen yang bukan nol sepanjang
d1 c1 0 0 0 Λ 0 0 0 x1 b1
a d2 c2 0 0 Λ 0 0 0 x 2 b2
2
0 a3 d3 c3 0 Λ 0 0 0 x3 b3
=
Μ Μ Μ Μ ΜΟ Μ Μ Μ Μ Μ (2.62)
0 0 0 0 0 Λ a n −1 d n −1 c n−1 x n −1 bn −1
0 0 0 0 0 Λ 0 an d n x x bn
A x b
LU, yaitu matriks segitiga bawah dan segitiga atas. Setelah dekomposisi, matriks
diatas menjadi:
1 0 0 Λ 0 0 δ 1 c1 0 Λ 0 0 x1 b1
α 0 Λ 0 0 δ 2 c2 Λ 0 x b
2 1 0 0 2 2
0 α3 1 Λ 0 0 Μ Μ Μ Ο Μ Μ x3 = b3
(2.63)
Μ Μ ΜΟ Μ Μ 0 0 0 Λ δ n −1 c n −1 Μ Μ
0 0 0 Λ α n 1 0 0 0 Λ 0 δn x n bn
L U x b
Di PDF hal. 40
Setelah mengubah elemen-elemen pada vektor a dan d dengan α dan δ
1 0 0 Λ 0 g 1 b1
0
α 0 Λ 0 g 2 b2
2 1 0
0 α3 1 Λ 0 0 g 3 = b3
(2.65)
Μ Μ ΜΟ Μ Μ Μ Μ
0 0 0 Λ α n 1 g n bn
L g b
g1 = b1
α 2 g1 + g 2 = b2 → g 2 = b2 − α 2 g1
α 3 g 2 + g 3 = b3 → g 3 = b3 − α 3 g 2
(2.66)
ΜΜ
α n g n−1 + g n = bn → g n = bn − α n g n−1
δ 1 c1 0 Λ 0 0 x1 g1
0 δ2 c2 Λ 0 0 x g
2 2
Μ Μ Μ Ο Μ Μ x3 = g 3
(2.67)
0 0 0 Λ δ n −1 c n −1 Μ Μ
0 0 0 Λ 0 δ n x n g n
U x g
gn
xn =
δn
g n −1 − c n −1 x n
δ n −1 x n −1 + c n −1 x n = g n −1 → x n −1 =
δ n −1
g n − 2 − c n − 2 x n −1
δ n − 2 x n − 2 + c n − 2 x n −1 = g n− 2 → x n − 2 =
δ n− 2 (2.68)
ΜΜ
g 1 − c1 x 2
δ 1 x1 + c1 x 2 = g1 → x1 =
δ1
2.12 Selalu Mencari Solusi Dalam Perspektif Islam
disebutkan dalam Al-Quran tentang keharusan bagi umat Islam untuk bekerja
Dua ayat terakhir dari surat Alam Nasyrah menguraikan hal tersebut
optimisme kepada setiap muslim. Sebagaimana yang telah dijelaskan pada Bab I.
sehingga dalam mencari solusi dari suatu masalah, kita harus mencurahkan
seluruh kemampuan kita dan harus yakin bahwa Allah selalu memberi
kemudahan. Selain itu sikap patang menyerah dalam menghadapi suatu masalah
Artinya: “ Hai anak-anakku, pergilah kamu, maka carilah berita tentang Yusuf
dan saudaranya dan jangan kamu berputus asa dari rahmat Allah.
Sesungguhnya tiada berputus asa dari rahmat Allah, melainkan kaum
yang kafir" (QS. Yusuf: 87).
Bahwasannya kita tidak boleh berputus asa dari rahmat Allah, bahwa Dia
akan melapangkan kesusahan ini. Sehingga, jiwa menjadi tenteram dan hati
menjadi tenang. Sesungguhnya, tidak berputus asa dari rahmat Allah kecuali
berputus asa oleh musibah dan kesusahan dari rahmad Tuhannya dan bahwa Dia
berdasarkan ilmu pengetahuan dan konsep yang matang (pribadi profesional). Hal
Artinya: “ Dan janganlah kamu mengikuti apa yang kamu tidak mempunyai
pengetahuan tentangnya. Sesungguhnya pendengaran, penglihatan
dan hati, semuanya itu akan diminta pertanggungan jawabnya (QS.
Al-Isyra’:36).
Apa yang ingin diketahui manusia mempunyai sifat umum, kompleks dan
mempunyai arti luas. Dengan demikian, seorang muslim dituntut untuk dapat
berpikir secara urut, logis, kritis dan argumentatif dengan selalu berlandaskan
pada firman Allah. Untuk itu, dalam menggunakan akal, umat Islam harus
memperhatikan:
1. Batasan hukum agama adalah wahyu Allah Al-Qur’an dan As-Sunnah, bukan
adalah tanda dari keberdayaan akal dan ayat-ayat mutasyabihat yang masih
3. Jika terdapat dalil naqli atas suatu masalah, maka akal harus tunduk padanya.
Allah.
6. Tidak semua masalah agama dapat diselesaikan dengan daya kritis otak
manusia.
9. Berusaha memahami bahasa Arab, karena teks agama ditulis dengan bahasa
Arab.
(http://labbaik.wordpresscom//kedudukan-akal-dalam-islam.html).
dengan kajian agama terhadap sains dan teknologi yang semakin mewarnai
kehidupan kita. Manusia telah dikaruniai akal untuk mengkaji ilmu pengetahuan
informasi orang yang jujur. Misalnya, pengetahuan para pemeluk agama yang
(http://isyraq.wordpress.com).
solusi alternatif, kita dapat menggunakan jalan logika atau metode rasional. Akan
tetapi, kita harus ingat pula akan keterbatasan akal yang dapat menghasilkan
pengertian yang berbeda antar individu dan peranan wahyu Allah sebagai
mengenali satu subjek saja, tetapi ia juga mampu menyelesaikan masalah dalam
PEMBAHASAN
Pada bab ini dijelaskan tentang solusi persamaan diferensial parsial pada
persamaan difusi konveksi baik secara analitik maupun numerik dengan langkah
sebagai berikut:
1. Menetapkan kondisi batas dan kondisi awal serta panjang sistem dari
∂c ∂ 2c ∂c
= D fus 2 − v dalam dimensi satu sebagai berikut:
∂t ∂x ∂x
f ( x0 ) = 1,5.10 −2 mol .
Dengan kondisi awal dan kondisi batas yang telah ditetapkan serta nilai
diperoleh nilai atau besarnya konsentrasi suatu zat pada proses difusi pada saat
t=1, t=2,…,dan seterusnya. Dari solusi numerik yang ada maka untuk mengontrol
sebagai berikut:
∂c ∂ 2c ∂c
= D fus 2 − v , 0 < x < L, t > 0 (3.1)
∂t ∂x ∂x
balok tersebut. Dalam hal ini c( x, t ) didefinisikan sebagai konsentrasi pada posisi
x dan waktu t dari persamaan (3.1) yang memenuhi syarat yang ditentukan oleh
yang memenuhi syarat awal dan syarat batas adalah dengan menerapkan metode
c( x, t ) = X ( x)T (t ) (3.4)
Dimana X (x) adalah fungsi yang tergantung pada variabel x dan T (t ) adalah
∂ 2c d 2
= X T (t )
∂x 2 dx 2
∂c d
= X T (t )
∂x dx
d d d
menjadi X ( x) T = D fus 2 X T (t ) − v X T (t ) (3.5)
dt dx dx
Ruas kiri memuat fungsi yang hanya tergantung pada x , sedangkan ruas kanan
memuat fungsi yang hanya tergantung t . Ini berarti ruas kanan maupun ruas kiri
T ' (t ) − λT (t ) = 0 (3.9)
b. Menentukan selesaian X (x) dan T (t ) dari kedua persamaan diferensial biasa
d2 d
D fus 2 X − v X = λX ( x)
dx dx
c(0, t ) = X (0)T (t ) = 0
untuk semua t (3.10)
c( L, t ) = X ( L)T (t ) = 0
X ( 0) = 0
(3.11)
X ( L) = 0
harus mendapatkan penyelesaian non trivial. Dimana solusi non trivial didapat
jika T (t ) ≠ 0 .
diferensial adalah:
v + v 2 + 4 D fus λ
r1 =
2 D fus
v − v 2 + 4 D fus λ
r2 =
2 D fus
x1 ( x) = e 1 dan x 2 ( x ) = e 2
r x
bilangan real dan berbeda, r1 ≠ r2 . Maka
rx
X ( L ) = C1e r1L + C 2 e r2 L = 0
⇔ − C 2 e r1L + C 2 e r2 L = 0
(
⇔ C 2 − e r1L + e r2 L = 0 )
Karena − e + e r2 L ≠ 0
r1 L
bilangan real dan sama, X (x) = v . Maka salah satu solusi persamaan tersebut
2Dfus
adalah x1 = e rx = e
2 D fus
. Untuk menentukan solusi yang lain, solusi kedua ntuk
v
x
persamaan (3.8) didapat dengan memisalkan: x 2 = w( x) y1 = w( x)e
2 D fus
. Fungsi
persamaan (3.8):
v
x
x2 = w( x)r1 = w( x)e
2 D fus
v vx
x
v
x 2 = w ( x )e −
' ' 2 D fus 2D
w( x)e fus
2 D fus
v v2 2 Dvx
x 2 " = w" ( x ) − w ( x) +
'
w( x) e fus
2 D fus 4 D fus
2
v v 2 Dvx x
D fus w" ( x) − w' ( x) + w( x) e fus −
2 a 4 D
2
fus
v v
v 2D x x
v w' ( x) − w( x) e fus + cw( x)e fus = 0
2D
2 D fus
v v
D fus w" ( x) − w' ( x) + w( x ) − v w' ( x) − v w( x) + cw( x) = 0
2a 4 D fus
2 2D fus
v2
D fus w" ( x) − − c w" ( x) = 0
4D
fus
v
x
x 2 = xe
2 D fus
. Solusi pertama dan kedua Persamaan (3.8) ), r1 dan r2 merupakan
solusi bebas linear, sehingga solusi umum persamaan (3.8) bila akar
X ( x) = C1e rx + C 2 xe rx (3.13)
X (0) = C1 = 0
X ( L) = C1 + LC 2 atau LC 2
r1 = α + iβ dan r2 = α − iβ dengan i = − 1
dimana α dan β adalah bilangan real
v , v 2 + 4 D fus λ
α= β=
2 D fus 2 D fus
dimana e iβx itu sendiri diperoleh dengan cara diasumsikan pada deret Maclaurin,
didapatkan
(iθ ) 2 (iθ ) n
e iθ = 1 + (iθ ) + +Λ + +Λ
2! n!
θ 2 iθ 3 θ 4 i θ 5
= 1 + iθ − − + + +Λ
2! 3! 4! 5!
θ2 θ4 θ3 θ5
= 1 − + + Λ + iθ − + +Λ
2! 4! 3! 5!
Ekspansi deret untuk bilangan real dan bilangan imajiner bagian demi bagian pada
deret Maclaurin pada cos θ dan sin θ dapat disederhanakan sebagai berikut
didapatkan
sin β L = 0
βL = nπ
nπ
β= .
L
v 2 + 4 D fus λ nπ
=
2 D fus L
2 D fus nπ
v 2 + 4 D fus λ =
L
2 D fus nπ
2
v 2 + 4 D fus λ =
L
2 D fus nπ
2
− v 2
L
λ= n = 1,2,3,...
4 D fus
Jadi nilai eigennya r1 dan r2 adalah positif, maka dari persamaan (3.8) diperoleh
X ( x) = e αx C 2 sin βx
nπx (3.16)
X ( x) = e αx C 2 sin n = 1,2,3,...
L
− v 2 . Jadi penyelesaian
L
λ=
4 D fus
umumnya adalah
T ' (t ) − λT (t ) = 0
2D fus nπ
2
− v2
L
T ' (t ) − T (t ) = 0
4D fus
2D fusnπ
2
− v 2
L
T ' (t ) = T (t )
4D fus
2D fusnπ
2
− v2
T ' (t ) L
= T (t )
T (t ) 4D fus
2D fusnπ
2
− v2
'
T (t) L
∫ T (t) dt = ∫ 4D fus
dt
2D fus nπ
2
− v 2
L
InT (t ) − t =C
4D fus
2D fus nπ
2
− v 2
L
InT (t ) = C + t
4D fus (3.17)
2 D fusnπ
2
−v 2
L
C+ t
InT (t ) = In e
4 D fus
2 D fusnπ 2
2
−v
L
C+ t
T (t ) = e , c = eC
4 D fus
2 Dnπ
2
−v
2
L t
T (t ) = ce
4 D fus
v
x
=e C 2 sin β xce ut
2 D fus
2 D fus n π
2
−v
2
L
v
x
n πx t
=e
2 D fus 4 D fus
C 2 sin e
L
2 D fus n π
2
− v 2
L v
n πx t+ x
= B sin n = 1, 2 ,3,...
4 D fus 2 D fud
e
L
C n ( x, t ) = X n ( x)Tn (t )
2 D fus nπ
2
−v 2
L
v (3.18)
nπx t+ x
C n ( x, t ) = Bn sin
4 D fus 2 D fus
e
L
2 D fus nπ
2
−v2
L
v
∞ ∞
nπx t+ x
C ( x, t ) = ∑ C n ( x, t ) = ∑ Bn sin
4 D fus 2 D fus
e (3.19)
n =1 n =1 L
Untuk menyelesaikan persamaan satu dimensi (dengan kondisi batas nol), maka
v
∞
nπx 2 D fus x
C ( x,0) = ∑ Bn sin e (3.20)
n =1 L
c. Menentukan koefesien Bn
v
2 D fus
x
nπx
Berdasarkan ulasan persamaan difusi konveksi, maka fungsi eigen e sin
L
L
mπx nπx 0; m ≠ n
∫ sin
0
L
sin
L
dx = L
2
;m = n
(3.22)
sin mπ x
Persamaan (3.21) dikalikan dengan menjadi
L
v
sin mπx ∞ nπx mπx 2 D fus x
f ( x0 ) = ∑ Bn sin sin e (3.23)
L n =1 L L
v
sin mπx ∞
nπx mπx 2 D fus x
L L
Dari persamaan (3.22) didapat bahwa tiap elemen jumlahan adalah nol ketika
v
sin mπx nπx 2 D fus x
L L
∫
0
f ( x0 )
L
dx0 = Bn ∫ sin 2
0
L
e dx (3.25)
nπx
L
∫ f (x 0 ) sin
L
dx
Bn = 0
v
nπx 2 D fus x
L
∫0 sin L e dx
2
v
−
nπx
L
2
= ∫ f ( x0 )e fus sin
2D
dx
L0 L
v
−
2 D fus nπx
2 f ( x 0 )e cos
=− L (3.26)
nπ
2 Dnπ
2
−v
2
∞
nπx
v L v
−
nπx t+
L x
2
c( x, t ) = ∑ ∫ f ( x0 ).e dx sin
2 D fus 4 D fus 2 D fus
sin e
n =1 L 0 L L
atau
v
2 f ( x )e 2 D fus cos nπx
2 Dnπ
2
−
−v
2
L v
∞
0
nπx t+ x
c ( x, t ) = ∑ − L 4 D fus 2 D fus
sin e (3.27)
n =1 nπ L
pada persamaan (3.27) maka akan didapatkan besarnya konsentrasi pada ∆x = 0,5
dan ∆t = 0.005 yang ingin diketahui. Dengan bantuan program Matlab grafik
parsial adalah metode beda hingga. Dimana metode beda hingga itu sendiri
akan dicoba penggunaan skema Crank-Nicolson yang lebih sederhana dan mudah
dipahami. Skema ini cukup baik dalam menyelesaikan persaman difusi satu
dimensi. Di samping itu dari segi numerik, skema ini mempunyai tingkat
kestabilan yang lebih baik dibandingkan skema-skema numerik lainnya terhadap
pada waktu ke n yang sudah diketahui (Gambar 3.1). dengan menggunakan skema
yang ditunjukkan pada Gambar (3.1) fungsi variabel (konsentrasi) c(x,t) dan
t
t
n +1 / 2
∂c
Dengan metode ini nilai turunan dihitung
∂t i
n +1 / 2
∂c cin +1 − cin
=
∂t i 2( ∆ t / 2)
n +1 / 2
∂c cin +1 − cin
= (3.28)
∂t i ∆t
n +1 / 2
∂c
Untuk dihitung
∂x i
n +1 / 2 n +1
∂c 1 ∂c ∂c
n
= +
∂x i 2 ∂x i ∂x i
n +1 / 2
∂c 1 cin+1 − cin−1 cin++11 − cin−+11
= + (3.29)
∂x i 2 2∆x 2∆x
n +1 / 2
∂ 2c
sedangkan 2 didapatkan dari
∂x i
n +1 / 2 n +1
1 ∂ 2 c ∂ 2 c
n
∂ 2c
2 = 2 + 2
∂x i 2 ∂x i ∂x i
atau
n +1 / 2
∂ 2c 1 cin+1 − 2cin + cin−1 cin++11 − 2cin +1 + cin−+11
2 = + (3.30)
∂x i 2 ∆x 2 ∆x 2
∂c ∂c ∂ 2c
+ v = D fus 2
∂t ∂x ∂x
∂c ∂c ∂ 2c
= −v + D fus 2
∂t ∂x ∂x
Jika dimisalkan
v D fus
s= dan h =
2∆x ∆x 2
1 1 1
− ( s + h)cin−+11 + + h cin +1 + ( s − h)C in++11 =
2 ∆t 2
1 1 1
( s + h)cin−1 + − h cin − ( s − h)cin+1 (3.33)
2 ∆t 2
berikut:
1
Acin−+11 + Bcin+1 + Ccin++11 = − Acin−1 + − h cin − Ccin+1
∆t (3.34)
atau
Dimana
1 1
A = − ( s + h) B= +h
2 ∆t
1
C= ( s − h)
2
1
K = − Acin−1 + − h cin − Ccin+1 (3.36)
∆t
b. Membentuk pola iterasi bagi bentuk persamaan difusi konveksi yang
Persamaan (3.33) dapat dibuat pola perhitungan bagi cin, +j 1 sebagai berikut
n n n
i-1 i i+1
B C 0 0 0 0 Λ 0 0 0 c1n +1 K 1
A
B C 0 0 0 Λ 0 0 0 c 2n +1 K 2
0 A B C 0 0 Λ 0 0 0 c3n +1 K 3
0 0 A B C 0 Λ 0 0 0 c 4n +1 K 4
0 0 0 A B C Λ 0 0 0 c5n +1 K 5
= (3.37)
0 0 0 0 A B Λ 0 0 0 c6n +1 K 6
Μ Μ Μ Μ Μ Μ Ο Μ Μ Μ c7n +1 K 7
0 0 0 0 0 0 Λ B C 0 Μ Μ
0 0 0 0 0 0 Λ A B C cin−+11 K i −1
0 0 0 0 0 0 Λ 0 A B cin +1 K i
Ruas kanan matriks (3.37) dapat juga dibuat matriks terpisahnya sebagai berikut
1
dimana F = − h:
∆t
F −C 0 0 0 0 Λ 0 0 c1n
0
− A F − C 0
0 0 Λ 0 0 c 2n
0
0 − A F −C 0 0 Λ 0 0 c3n
0
0 0 − A F −C 0 Λ 0 0 cn
0
0 0 0 − A F −C Λ 0 0 c5n
0
(3.38)
0 0 0 0 −A F Λ 0 0 0 c6n
Μ Μ Μ Μ Μ Μ Ο Μ Μ Μ c7n
0 0 0 0 0 0 Λ F − C 0 Μ
0
0 0 0 0 0 Λ − A F C cin−1
0 0 0 0 0 0 Λ 0 − A F cin
∂c ∂ 2c ∂c
Jadi untuk penyelesaian persamaan difusi konveksi = D fus 2 − v
∂t ∂x ∂x
dengan kondisi awal (3.3) dan kondisi batas (3.2) pada balok dilakukan dengan
Dengan persamaan (3.31) dan kondisi batas ke dua ujung balok, memungkinkan
telah diketahui. Pada awal perhitungan, nilai awal dari konsentrasi ci0 diketahui
sebagai kondisi awal. Dari nilai awal tersebut dan kondisi batas, dapat dihitung
nilai c di sepanjang balok (i = 1,..., M ) pada waktu berikutnya. Nilai yang telah
dalam bentuk angka seperti terlihat dalam table 3.2. Berdasarkan kondisi tersebut
kemudian dihitung nilai cin disepanjang balok (x = 2;4;6;…) dan pada setiap
v D fus
s= h=
2∆x 2
∆x 2
1,6.10 − 4 1,46.10 −5
= dan =
2(0,5) 2 (0,5) 2
= 1,6.10 − 4 = 5,84.10 −5
Dimana
1 1
A = − ( s + h) B= +h
2 ∆t
1 1
= − (1,6.10 − 4 + 5,84.10 −5 ) = + 5,84.10 −5
2 0.05
= −10,92.10 −5 = 20,0000584
1
C= ( s − h)
2
1
= (1,6.10 − 4 − 5,84.10 −5 )
2
= 5,08.10 −5
1 1
−h= − 5,84.10 −5 = 19,9999416
∆t 0,05
1
K = − Acin−1 + − h cin − Ccin+1
∆t
= 8,92.10 ci −1 + 19,999946cib − 13,08.10 −5 cin+1
−5 n
sampai 9 dan dari n =1 sampai dengan waktu yang dikehendaki (dalam contoh ini
n = 10). Untuk n = 1 dan i bergerak dari i = 0 sampai 11, persamaan (3.39) dapat
ditulis dalam bentuk berikut ini. Dalam persamaan tersebut ci1 adalah konsentrasi
di titik i pada waktu ke 1, sedangkan ci0 adalah konsentrasi pada awal hitung
(kondisi awal).
Untuk n = 0
i=1:
1
Ac10 + Bc11 + Cc 12 = − Ac 00 + − h c10 − Cc 20
∆t
K 1 = 10,92.10 −5 (0) + 19,9999416.(1,5.10 −2 ) − 5,08.10 −5 (1,5.10 −2 )
= 0,299998362
i= 2:
1
Ac11 + Bc 12 + Cc 31 = − Ac10 + − h c 20 − Cc30
∆t
K 2 = 10,92.10 (1,5.10 ) + 19,9999416.(1,5.10 −2 ) − 5,08.10 −5 (1,5.10 −2 )
−5 −2
= 0.3
i = 3:
1
Ac12 + Bc31 + Cc 14 = − Ac 20 + − h c30 − Cc 40
∆t
K 3 = 10,92.10 (1,5.10 ) + 19,9999416.(1,5.10 −2 ) − 5,08.10 −5 (1,5.10 −2 )
−5 −2
= 0.3
i = 4:
1
Ac31 + Bc 14 + Cc51 = − Ac30 + − h c 40 − Cc50
∆t
K 4 = 10,92.10 (1,5.10 ) + 19,9999416.(1,5.10 −2 ) − 5,08.10 −5 (1,5.10 −2 )
−5 −2
= 0.3
i = 5:
1
Ac14 + Bc51 + Cc16 = − Ac 40 + − h c50 − Cc 60
∆t
K 5 = 10,92.10 (1,5.10 −2 ) + 19,9999416.(1,5.10 −2 ) − 5,08.10 −5 (1,5.10 −2 )
−5
= 0.3
i = 6:
1
Ac51 + Bc61 + Cc71 = − Ac50 + − h c 60 − Cc 70
∆t
K 6 = 10,92.10 (1,5.10 ) + 19,9999416.(1,5.10 −2 ) − 5,08.10 −5 (1,5.10 −2 )
−5 −2
= 0.3
i = 7:
1
Ac16 + Bc71 + Cc81 = − Ac 60 + − h c70 − Cc80
∆t
K 7 = 10,92.10 (1,5.10 ) + 19,9999416.(1,5.10 −2 ) − 5,08.10 −5 (1,5.10 −2 )
−5 −2
= 0.3
i = 8:
1
Ac17 + Bc81 + Cc 91 = − Ac 70 + − h c80 − Cc90
∆t
K 8 = 10,92.10 (1,5.10 ) + 19,9999416.(1,5.10 −2 ) − 5,08.10 −5 (1,5.10 −2 )
−5 −2
= 0.3
i= 9:
1
Ac81 + Bc91 + Cc10
1
= − Ac80 + − h c90 − Cc100
∆t
K 9 = 10,92.10 (1,5.10 ) + 19,9999416.(1,5.10 −2 ) − 5,08.10 −5 (0)
−5 −2
= 0.300000762
B C 0 0 0 0 0 0 0 c11 K 1
A B C 0 0 0 0 0 0 1 K
c 2 2
0 A B C 0 0 0 0 0 c31 K 3
1
0 0 A B C 0 0 0 0 c 4 K 4
0 0 0 A B C 0 0 0 c51 = K 5
1 (3.40)
0 0 0 0 A B C 0 0 c 6 K 6
0 0 0 0 0 A B C 0 c 1 K
71 7
0 0 0 0 0 0 A B C c8 K 8
0 0 0 0 0 0 0 A B c1 K
9 9
A x B
Dengan Algoritma Thomas seperti yang telah dijabarkan pada bab II kita dapat
memperoleh nilai ci .
Di PDF hal. 70
TABEL HASIL SOLUSI NUMERIK HAL. 71-73
0.02
0.01
0
0.5
0.4 5
0.3 4
0.2 3
0.1 2
1
0 0
t x
0.015
0.01
0.005
0
0.5
0.4 5
0.3 4
0.2 3
0.1 2
1
0 0
Gambar 3.3
memberikan nilai perkiraan yang mendekati nilai eksak (benar) dari penyelesaian
terhadap nilai eksak dan ketidakpastian dapat terjadi. Untuk menghitung nilai-
nilai konsentrasi sepanjang sumbu x yang berbentuk matriks besar berukuran 9x9
pada semua x dan t yang diinginkan. Hasilnya dapat dilihat pada Tabel 3.1. Hasil
persamaan difusi konveksi terdiri dari galat absolut dan galat relatif seperti yang
telah dijelaskan pada BAB II. Galat absolut merupakan selisih antara nilai eksak
dan nilai perkiraan. Yang dimaksud nilai eksak disini adalah besarnya konsentrasi
yang dicari secara analitik dengan metode pemisahan variabel sedangkan nilai
perkiraan adalah besarnya konsentrasi yang dicari dengan metode numerik skema
Matlab. Hasil dari pencarian galat secara keseluruhan ditabelkan yaitu pada Tabel
Galat dari iterasi 1 sampai 10 yang paling kecil adalah pada iterasi 1 pada
titik tersebut baik secara analitik maupun numerik konsentrasinya berubah sedikit
demi sedikit. Perubahan konsentrasi pada setiap tiitik yang sangat kecil itu
Dalam penelitian kali ini, penulis mencari solusi numerik dan solusi
analitik dari persamaan difusi konveksi. Dengan kedua solusi tersebut penulis
mencari nilai konsentrasi zat kimia suatu produk baik bahan mentah maupun hasil
industri bahan kimia di lokasi (titik) x dan setiap waktu t pada suatu sistem yang
berupa balok. Hal tersebut merupakan salah satu bukti bahwa matematika
fisik yaitu persamaan difusi konveksi dan ilmu matematika itu sendiri merupakan
diselesaikan baik secara analitik maupun numerik merupakan bukti bahwa setiap
masalah ada beberapa penyelesaian yang dapat kita ambil sebagai jalan keluar
atau sebagai solusi pemecahan dari suatu masalah. Ketika suatu masalah itu sulit
untuk diselesaikan dengan satu cara maka hal tersebut pasti ada cara atau
penyelesaian yang lain. Sebagaimana dalam Firman-Nya pada Qur’an Surat Alam
kemudahan yang telah dikaruniakan Allah pada kita sebagai beberapa solusi
alternatif.
cara untuk mengetahui konsentrasi disetiap titik untuk dikaji dalam penelitian ini.
solusi dari persamaan kimia fisik yang lain, tidak ada salahnya jika tetap berusaha
persamaan matematis pada bidang kimia fisik agar kita dapat mengembangkan
ilmu pengetahuan yang ada. Maka, penulis mengharapkan untuk bersikap pantang
menyerah dan percaya diri saat mengerjakan atau menyelesaikan suatu metode
sampai mendapatkan solusinya. Saat gagal atau tidak bisa menyelesaikan, kita
Mencoba dan terus mencoba, sampai pada akhirnya kita dapat menyelesaikannya.
Kegagalan dengan satu metode tidak boleh mengurangi semangat untuk mencari
mendapatkan suatu solusi tercapai maka rasa puas dan syukur akan tumbuh.
waktu dan jarak tertentu mengajarkan pentingnya sikap pantang menyerah, selalu
semangat dan percaya diri. Inilah sikap mutiara yang sangat berguna dalam
kehidupan.
Sikap pantang menyerah, pantang berputus asa dan percaya diri sangat
dianjurkan dan merupakan perintah dalam Al-Qur’an. Dalam hidup, jangan suka
berputus asa. Jangan apatis, tapi hiduplah dengan optimis. Putus asa itu adalah
sikap hidup orang kafir dan harus dihindari. Kita harus percaya diri dan yakin
bahwa Allah akan selalu menyertai. Sikap optimis bahwa rahmat Allah akan
selalu menyertai akan menghasilkan sikap sadar dan tawakkal. Kita perlu
Artinya: “Hai anak-anakku, pergilah kamu, maka carilah berita tentang Yusuf
dan saudaranya dan jangan kamu berputus asa dari rahmat Allah.
Sesungguhnya tiada berputus asa dari rahmat Allah, melainkan kaum
yang kafir" (QS Yusuf (12): 87)
Dalam QS Al-Hijr ayat 56
Artinya: Ibrahim berkata: "Tidak ada orang yang berputus asa dari rahmat
Tuhan-nya, kecuali orang-orang yang sesat" (QS Al-Hijr (15): 56)
menyerah. Sikap tersebut diharapkan bisa membawa kita semua kepada fitrah
4.1 Kesimpulan
sebagai berikut:
c( x, t ) = X ( x)T (t ) .
tergantung pada t pada ruas kanan, dan kedua ruas harus sama dengan
T ' (t ) − λT (t ) = 0
ke c n ( x, t ) .
2 D fus nπ
2
−v2
L
v
∞ ∞
nπx t+ x
C ( x, t ) = ∑ C n ( x, t ) = ∑ Bn sin
4 D fus 2 D fus
e .
n =1 n =1 L
g. Konstanta Bn ditentukan dengan menggunakan syarat awal
sebagai berikut:
yang terdiskritisasi
e. Pola dikerjakan pada system yang dipilih (dalam hal ini penulis memilih
f. Pergerakan pola dalam sistem yang telah dipilih akan membentuk matriks.
sumbu x (karena dalam hal ini penulis menerapkan pada kasus 1 dimensi
3. Dari solusi secara analitik dan hasil iterasi secara numerik untuk persamaan
suatu zat pada system tetapi besarnya konsentrasi antara kedua solusi itu
terdapat selisih yang disebut dengan galat. Jadi solusi analitik sebagai
difusi konveksi tidak terlalu besar yang berarti bahwa skema Crank-Nicholson
semakin kecil.
4.2 Saran
lingkaran.
3. Syarat batas dapat diubah-ubah (dalam hal ini tidak harus bernilai nol).
DAFTAR PUSTAKA
Brady, James E. 1994. Kimia Universitas Asas dan Struktur. Jilid I Edisi Kelima.
Alih bahasa oleh Dra. Sukmariah Maun, dkk. Jakarta: Binarupa Aksara
Bumolo, Hussain dan Mursinto Djoko. 2003. Matematika untuk Ekonomi dan
Aplikasinya. Malang: Bayu Media
Frank Ayres. J. C. Ault dan Lily Ratna. 1995. Persamaan Differential dalam
Satuan SI Metric. Jakarta: Erlangga
Leithold Louis. 1991. Kalkulus dan Ilmu Ukur Analitik. Edisi Kelima. Jakarta:
Erlangga
Raju, Rangga KG. 1993. Flow Through Open Channels. New Delhi: Mc Graw
Hill
Soeharjo. 1996. Matematika IV. Diktat ITS
Suryoputro, Nugroho. 2001. Metode Numerik Terapan untuk Teknik Sipil. Diktat
UM
clc;clear;format long;
disp('=================================================')
disp('Program Pencarian Solusi Persamaan Difusi Konveksi')
disp('Dengan Metode Beda Hingga Skema Crank-Nicholson')
disp('By: Dewi Farida Roziana')
disp('=================================================')
disp('')
disp('Persamaan difusi konveksi')
disp(' dc/dt=Dd2c/dx2-vdc/dt');
disp('Kondisi Awal:');
disp(' c(x,0)=1.5*10^(-2), 0<=x<=5');
disp('Kondisi Batas:');
disp(' c(0,t)=c(5,t)=0');
disp('')
D=input('Masukkan konstanta difusi,D=');
v=input('Masukkan kecepatan difusi,v=');
N=input('Masukkan banyaknya iterasi t,N=');
dx=input('Masukkan jarak interval x,dx=');
dt=input('Masukkan jarak interval t,dt=');
l=v/(2*dx);
m=D/dx^2;
A=(l+m)/(-2);
B=(1/dt)+m;
C=(l-m)/2;
U=zeros(11,11);
%kondisi awal
U(1,:)=1.5*10^(-2);
%kondisi batas
for n=1:N
U(:,1)=0;
U(:,end)=0;
end
% iterasi Crank-Nicholson
%membuat matrix tridiagonal
for i=1:11
T(i,i)=B;
T2(i,i)=(1/dt)-m;
if i<11
T(i,i+1)=C;
T(i+1,i)=A;
T2(i,i+1)=-C;
T2(i+1,i)=-A;
end
end
for i=2:11
% penyusunan matriks konstanta D2
D2=T2*U(i-1,:)';
%solusi T*U=D2 untuk U
U(i,:)=(pinv(T)*D2)';
end
disp('');
disp('hasil komputasi:');
disp('Baris=t dan Kolom=x');
disp('=================================================')
disp(U);
ax=[0:dx:5];
at=[0:dt:0.5];
mesh(ax,at,U);xlabel('x');ylabel('t');
title('solusi Numerik Persamaan Difusi Konveksi')
disp('=================================================')
DEPARTEMEN AGAMA
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI MALANG
Jl. Ga ja ya n a N o. 5 0 Mal a n g 6 5 1 4 4 . Te l p ( 0 3 4 1) 5 5 1 3 5 4.
Menyatakan bahwa Skripsi tersebut adalah karya saya sendiri dan bukan
karya orang lain baik sebagian maupun keseluruhan, kecuali dalam bentuk kutipan
yang telah disebut sumbernya.
Selanjutnya apabila dikemudian hari ada ”klaim” dari pihak lain, bukan
menjadi tanggung jawab Dosen Pembimbing dan atau pengelola Fakultas Sains
dan Teknologi Universitas Islam Negeri (UIN) Malang, tetapi menjadi tanggung
jawab saya sendiri.