Anda di halaman 1dari 44

ASUHAN KEPERAWATAN PADA ANAK

DENGAN GANGGUAN PEMENUHAN NUTRISI

DISUSUN OLEH :

KELOMPOK 4 :

1. Ni Made Melinia 1814301003


2. Raniah Dafira Hasnah 1814301004
3. Danella Amadea Murtadho 1814301003
4. Tri Pangestu Rahmadani 1814301003
5. Nadia Intan Hatina 1814301003
6. Susi Susanti 1814301003
7. M. Rifki Fery Firnando 1814301003
8. Lovi Vaniar 1814301003
9. Zidane Rizal 1814301003

POLITEKNIK KESEHATAN TANJUNGKARANG


JURUSAN KEPERAWATAN
PRODI SARJANA TERAPAN
TAHUN 2020/2021

1
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas rahmat-Nya
sehingga kami dapat menyelesaikan tugas makalah ini yang membahas tentang Asuhan
Keperawatan Pada Gangguan Sistem Kardiovaskuler.

Terima kasih kami ucapkan kepada dosen mata ajar yaitu ibu Ns. Sunarsih, S.
Kep.,MM atas bimbingan dan pendidikan yang diberikan sehingga kami dapat
menyelesaikan tugas ini dengan baik. Makalah ini merupakan hasil diskusi kelompok kami
dengan materi Asuhan Keperawatan Pada Anak Dengan Gangguan Pemenuhan Nutrisi.
Kami sadari makalah ini jauh dari kesempurnaan. Kritik dan saran yang membangun dari
semua pihak sangat kami harapkan demi kesempurnaan makalah ini.

Demikian yang dapat kami sampaikan, semoga makalah ini dapat bermanfaat
khususnya bagi kami yang sedang menempuh pendidikan dan dapat dijadikan
pembelajaran bagi teman-teman.

Bandar Lampung, 07 Agustus 2020

Penyusun

2
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ................................................................. 2

DAFTAR ISI ................................................................................ 3

BAB I PENDAHULUAN ........................................................... 4

1.1 Latar Belakang......................................................................... 4


1.2 Tujuan Penulisan ..................................................................... 4

BAB II PEMBAHASAN ............................................................ 5

2.1 Asuhan Keperawatan Pada Anak Dengan KKP ..................... 5

2.2 Asuhan Keperawatan Pada Anak Dengan Typoid .................. 15

2.3 Asuhan Keperawatan Diabetes Militus Juvenil....................... 26

BAB III PENUTUP .................................................................... 43

3.1. Kesimpulan............................................................................. 43

DAFTAR PUSTAKA .................................................................. 44

3
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG

Manusia membutuhkan makan untuk bertahan hidup. Selain untuk bertahan hidup,
makanan juga berfungsi memenuhi kebutuhan-kebutuhan tubuh akan zat-zat seperti
karbohidrat, protein, lemak, mineral, vitamin, dan zat-zat lain. Namun, di zaman yang
sudah modern ini justru banyak orang yang tidak dapat memenuhi zat-zat tersebut.
Pada kali ini akan membahas secara khusus mengenai kekurangan kalori protein.
Protein yang berasal dari kata protos atau proteos yang berarti pertama atau utama. Protein
berfungsi sebagai zat utama dalam pembentukan dan pertumbuhan tubuh. Kita
memperoleh protein dari makanan yang berasal dari hewan dan tumbuhan. Jika kita tidak
mendapat asupan protein yang cukup dari makanan tersebut, maka kita akan mengalami
kondisi malnutrisi energi protein.
Konsumsi makanan berpengaruh terhadap status gizi seseorang. Status gizi baik atau
status gizi optimal terjadi bila tubuh memperoleh cukup zat-zat gizi yang digunakan secara
efisien sehingga memungkinkan pertumbuhan fisik, perkembangan otak, kemampuan
kerja, dan kesehatan secara umum pada tingkat setinggi mungkin. Status gizi kurang terjadi
bila tubuh mengalami kekurangan satu atau lebih zat-zat gizi esensial.

1.2 RUMUSAN MASALAH

Berdasarkan latar belakang dapat disimpulkan bahwa rumusan masalah makalah ini
adalah:
1. Bagaimana Asuhan Keperawatan Pada Anak Dengan KKP?
2. Bagaimana Asuhan Keperawatan Pada Anak Dengan Tyroid?
3. Bagaimana Asuhan Keperawatan Pada Anak Dengan DM Juvenil?

4
BAB II
PEMBAHASAN

ASUHAN KEPERAWATAN PADA ANAK DENGAN KKP

A. DEFENISI
Nama internasional KKP yaitu Calori Protien Malnutrition atau CPM adalah suatu
penyakit difisiensi gizi dari keadaan ringan sampai berat, disebut juga Protien Energi
Malnutrisi (PEM). Secara klinik dibedakan dalam bentuk yaitu Kwashiorkor dan
marasmus. Diantara kedua bentuk tersebut terdapat bentuk antara atau “ Marasmus
Kwasiorkor “
1. Marasmus yaitu keadaan kurang kalori
2. Kwashiorkor yaitu keadaan kekurangan protein yang parah dan pemasukan kalori
yang kurang.
3. Marasmus kwashiorkor yaitu keadaan peralihan antara marasmus dan kwashiorkor.

B. ETIOLOGI
1. Marasmus
a. Masukkan kalori yang kurang akibat kesalahan pemberian
b. Makanan
c. Penyakit metabolik.
d. Kelainan kogenital
e. Infeksi kronik atau kelainan organ tubuh lain
2. Kwashiorkor
a. Diare yang kronik
b. Malabsorbsi protein
c. Sindrom nefrotik
d. Infeksi menahun
e. Luka bakar
f. Penyakit hati

5
C. PATOLOFISIOLOGI
1. Marasmus
Untuk kelangsungan hidup jaringan diperlukan sejummlah energi yang dalam
keadaan normal dapat dipenuhhi dari makanan yang diberikan. Kebutuhan ini tidak
terpenhi pada masukan yang kurang, karena itu untuk pemenuhannya digunakan cadangan
protein senagai sumber energi. Pengahancuran jaringan pada defesiensi kalori tidak saja
membantu memenuhi kebutuhan energi, tetapi juga memungkinkan sintesis glukosa dan
metabolit esensial lainnya, seperti berbagai asam amino.
2. Kwashiorkor.
Pada defesiensi protein murni tidak terjadi katabolisme jaringan yang sangat lebih,
karena persediaan energi dapat dipenuhi oleh jumlah kalori dalam dietnya.kelianan yang
mencolok adalah gangguan metabolik dan perubahan sel yang meyebabkan edem dan
perlemakan hati. Karena kekurangan protein dalam diet, akan terjadi kekurangan berbagai
asam amino esensial dalam serum yang diperlukan untuk sentesis dan metabolisme. Makin
kekurangan asam amnino dalam serum ini akan menyebabkan kurangnya produksi albumin
oleh hepar yang kemudian berakibat edem.perlemakan hati terjadi karena gangguan
pembentukan beta-lipoprotein, sehingga transport lemak dari hati kedepot terganggu,
dengan akibat terjadinya penimbunan lemah dalam hati.

6
D. GEJALA KLINIS
1. Marasmus
a. Perubahan psikis , anak menjadi cengeng, cerewet walaupun mendapat
minum.
b. Pertumbuhan berkurang atau tehenti.
c. Berat badan anak menurun, jaringan subkutan menghilang ( turgor jelek
dan kulit keriput.
d. Vena superfisialis kepala lebih nyata, frontal sekung, tulang pipi dan
dagu terlihat menonjol, mata lebih besar dan cekung.
e. Hipotoni akibat atrofi otot
f. Perut buncit
g. Kadang-kadang terdapat edem ringan pada tungkai
h. Ujung tangan dan kaki terasa dingin dan tampak sianosis.

2. Kwashiorkor
a. Secara umum anak tampak sembab, latergik, cengeng dan mudah
terangsang, pada tahap lanjut anak menjadi apatus dan koma.
b. Pertumbuhanterlambat.
c. Udema.
d. Anoreksiadan diare
e. Jaringan otot mengecil, tonus menurun, jaringan subcutis tipis dan
lembek.
f. Rambut berwarna pirang , berstruktur kasar dan kaku serta mudah
dicabut.
g. Kelainan kulit, tahap awal kulit kering, bersisik dengan garis-garis kulit
yang dalam dan lebam, disertai defesiensi vitamin B kompleks,
defesiensi eritropoitin dan kerusakan hati.
h. Anak mudah terjangkit infeksi
i. Terjadi defesiensi vitamin dan mineral

7
E. PEMERIKSAAN LABORATORIUM
1. Pada kwashiorkor ;penurunan kadar albumin, kolesteron dan glukosa.
2. Kadar globulin dapat normal atau meningkat, sehingga perbandingan albumin
dan globulin serum dapat terbalik.
3. Kadar asam amino essensial dalam plasma relatif lebih rendah dari pada asam
amino non essiensial.
4. Kadar imunoglobulin normal, bahkan dapat menigkat.
5. Kadar IgA serim normal, namun kadar IgA sekretori rendah.

F. PENGOBATAN
Prinsip pengobatan adalah pemberian makanan yang banyak mengandung
protein bernilai biologik tinggi, tinggi kalori, cukup cairan, vitamin dan miniral.
Makan tersebut dalam bentuk mudah cerna dan diserap, diberikan secara bertahap.
Dalam keadaan dehidrasi dan asidosis pedoman pemberian perenteral adalah
sebagai berikut:
1. Jumlah cairan adalah ; 200 ml / kgBB/ hari untuk kwasiorkor atau marasmus
kwashiorkor
2. 250 ml/kgBB/ hari untuk marasmus.
3. Makanan tinggi kalori tinggi protien 3,0-5,0 g/kgBB
4. Kalori 150-200 kkal/ kgBB/hari
5. Vitamin dan mineral , asam folat peroral 3x 5 mg/hari pada anak besar
6. KCL oral 75-150mg /kgBB/hari.
7. Bila hipoksia berikan KCL intravena 3-4 mg/KgBB/hari.

ASUHAN KEPERAWATAN PASIEN ANAK DENGAN KKP


A. PENGKAJIAN
1. Identitas Pasien:
Nama, alamat, umur, jemis kelamin, alamatdst.
2. Keluhan Utama
 Kwashiorkor: ibu mengatakan anaknya mengalami bengkak
pada kaki dantangan, kondisi lemah dan tidak mau maka, BB
menurun dll.

8
 Marasmus : ibu pasien mengatakan anaknya rewel, tidak mau
makan, badan kelihatan kurus dll.
3. Riwayat Kesehatan
a. Riwayat Penyakit Sekarang
- Kapan keluhan mulai dirasakanKejadian sudah berapa lama.
- Apakah ada penurunan BB Bagaimana pola makannya
- Bagaimanan nafsu makanpsien
- Apakah pernah mendapat pengobatan, dimanan, oleh siapa,
kapan, jenis obatnya.
b. Pola Penyakit Dahulu
- Apakah dulu pasien dulu pernah menderita penyakit seperti
sekarang
c. Riwayat Penyakit Keluarga
- Apakah anggota keluarga pasien pernah menderita penyakit
yang berhubungan dengan kekurangan gizi atau kurang
protein.
d. Riwayat Penyakit Sosial
- Anggapan salah satu jenis makanan tertentu. b) Apakah
kebutuhan pasien tepenuhi.
- Bagaimanan lingkungan tempat tinggal pasien
- Bagaimana keadaan sosial ekonomi keluarga.
- Riwayat spiritual
- Adanya kepercayaan yang melarang makanan tertentu

3. Pengkajian Fisik.
1. Inspeksi:
Meliputi observasi sistemik keadaan pasien sehubungan dengan
status gizi pasien meliputi :
a) Pemampilan umum pasien menunjukkan status nutrisi atau gizi
pasie
b) Pada kwashiorkor; apakah ada edema, rambut rontok, BB
menurun, muka seperti bulan.
c) Pada marasmus : badan kurus, atrofi otot, rambut kemerahan

9
dan kusam,tampaksiannosis,perutmembunci.

2. Palpasi
- Pada marasmus terdapat tugor kulit yang jelek.
- Pada kwashiorkor terdapat pembesaran hati.

4. Pemeriksaan Diagnostik
1. Data laboratorium
- Feses, urine, darah lengkap
- Pemeriksaan albumin.
- Hitung leukosit, trombosit
- Hitung glukosa darah.

B. DIAGNOSA, INTERVENSI, DAN EVALUASI KEPERAWATAN


a. Pada Kwashiorkor
1. Gangguan nutrisi s/d intake yang kurang ( protien ) ditandai dengan pasien tidak
mau makan, anoreksia, makanan tidak bervariasi, BB menurun, tinggi badan tidak
bertambah.
 Tujuan :
Kebutuhan nutrisi pasein terpenuhi dengan kreteria timbul nafsu makan, BB
bertambah ½ kg per 3 hari.
 Intervensi
a) Mengukur dan mencatat BB pasein
b) Menyajikan makanan dalam porsi kecil tapi sering
c) Menyajikan makanan yang dapat menimbulkan selera makan
d) Memberikan makanan tinggi TKTP
e) Memberi motivasi kepada pasien agar mau makan.
f) Memberi makan lewat parenteral ( D 5% )
 Rasional
g) BB menggambarkan status gizi pasien
h) Sebagai masukan makanan sedikit-sedikit dan mencegah muntah
i) Sebagai alternatif meningkatkan nafsu makan pasien
j) Protein mempengaruhi tekanan osmotik pembuluh darah.

10
k) Alternatif lain meningkatkan motivasi pasein untuk makan.
l) Mengganti zat-zat makanan secara cepat melalui parenteral
 Evaluasi :
Pasien mau makan makanan yang TKTP, BB bertambah ½ kg tiap 3 hari.

2. Intoleransi aktivitas b.d kelemahan fisik.


 Tujuan :
Aktivitas pasien dapat maksimal dengan kreteria pasien dapat melakukan
aktivitas sehari-harinya tanpa dibantu orang lain.
 Intervensi :
a) Kaji aktivitas pasien sehari-hari
b) Bantu pasien melakukan aktivitas sesuai dengan kemampuannya.
c) Melatih dan membimbing dalam merubah posisi.
d) Membantu pasien melekukan aktivitas / gerakan-gerakan yang ringan.
 Rasional :
a) Aktivitas mengambarkan kekuatan fisik pasien
b) Meningkatkan motivasi pasien untuk beraktivitas walau dalam keterbatasan /
sesuai kemampuannya.
c) Salah satu alternatif untuk meningkatkan aktivitas.
d) Sebagai support mental bagi pasien.
 Evaluasi :
Kebutuhan aktivirtas pasien dapat maksimal. Pasien dapat
melakukan aktivitas sehari-harinya tanpa bantuan orang lain.

3. Potensial terjadinya komplikasi b.d rendahnya daya tahan tubuh


 Tujuan :
Mencegah komplikasi
 Intervensi :
a) Memberikan makanan cukup gizi (TKTP)
b) Menjaga personal hygiene pasien
c) Memberikan penkes tentang pentingnya gizi untuk kesehatan.
d) Kolaborasi pemberian cairan parenteral.

11
 Rasional :
a) Makanan yang cukup gizi mempengaruhi daya tahan tubuh.
b) Personal hygiene mempengaruhi status kesehatan pasien.
c) Pendidikan gizi menentukan status gizi dan status kesehatan pasien.
d) Mengganti/ memenuhi zat-zat makanan secara cepat melalui parenteral.
 Evaluasi :
Komplkasi dapat tehindar atau tidak terjadi.

b. Pada Marasmus.
1. Gangguan pemenuhan nutrisi b.d intake yang kurang adekuat ditandai dengan
pasien tidak mau makan, BB menurun, anoreksia, rambut merah dan kusam, fisik
tampak lemah.
 Tujuan :
Kebutuhan nutisi pasien terpenuhi dengan kreteria; BB bertambah ½ kg / 3 hari ,
rambut tidak kusam, penderita mau makan.
 Intervensi :
a) Mengukur dan mencatat berat badan pasien.
b) Menyajikan makanan dalam porsi kecil tapi sering.
c) Menyajikan makanan yang dapat menimbulkan selera makan.
d) Memberi makanan TKTP
e) Memberi motivasi kepada penderita agar mau makan.
f) Memberikan makanan lewat parenteral ( D 5% )
 Rasional :
a) BB menggambarkan status gizi pasien
b) Sebagai masukan makanan sedikit-sedikit dan mencegah muntah
c) Sebagai alternatif meningkatkan nafsu makan pasien
d) Kalori dan protien sangat berpengaruh terhadap gizi pasien.
e) Mengganti zat-zat makanan secara cepat melalui parenteral
 Evaluasi :
Pasien mau makan makanan TKTP , BB bertambah ½ kg tiap 3 hari.

2. Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit b.d intake yang kurang adekuat

12
ditandai dengan turgor kulit yang jelek, bibir pecah-pecah. Pasien merasa haus
,nadi cepat 120 / menit.
 Tujuan :
Keseimbangan cairan dan elektrolit terpenuhi dengan kreteria ; turgor kulit normal,
bibir lembab, pasien tidak mengeluh haus, nadi normal.
 Intervensi :
a) mengukur tanda vital pasien.
b) Menganjurkan agar minum yang banyak kepada pasien
c) Mengukur input dan output tiap 6 jam.
d) Memberikan cairan lewat parenteral
 Rasional :
a) Tanda vital ( nadi dan tensi ) menggambarkan keseimbangan cairan dan
elektrolit pasien.
b) Alternative penggantian cairan secara cepat.
c) Input dan output menggambarkan keseimbangan cairan dan elektrolit
tubuh pasien.
d) Sebagai alternatif penggantian cairan cepat melalui parenteral.
 Evaluasi :
Keseimbangan cairan dan elektrolit pasien terpenuhi ditandai dengan turgor kulit
normal, mokusa bibir lembab, pasien tidak mengeluh haus , Td dan nadi normal.

3. Intoleransi aktivitas b.d kelemahan fisik.


 Tujuan :
Aktivitas pasien dapat maksimal dengan kriteria pasien dapat melakukan aktivitas
sehari-hari tanpa dibantu orang lain.
 Intervensi :
a) Kaji aktivitas pasien sehari-hari.
b) Membantu pasien melakukan aktivitas sesuai dengan kemampuannya.
c) Melatih dan membimbing pasien dalam ,merubah posisi.
d) Membantu pasien melakukan gerakan-gerakan ringan.
 Rasional :
a) Aktivitas menggambarkan kekuatan fisik pasien.

13
b) Meningkatkan motivasi pasien untuk beraktivitas sesuai dengan
kemampuannya.
c) Salah satu alternatif untuk meningkatkan aktivitas pasien.
d) Sebagai support mental bagi pasien.
 Evaluasi
Kebutuhan aktivitas pasien dapat maksimal. Pasien dapat melakukan aktivitas
sehari-hari tanpa bantuan orang lain.

14
ASUHAN KEPERAWATAN PADA ANAK
DENGAN THYPOID

KONSEP PENYAKIT

A. PENGERTIAN
Typhoid adalah penyakit infeksi sistemik akut yang disebabkan infeksi
salmonella Thypi. Organisme ini masuk melalui makanan dan minuman yang
sudah terkontaminasi oleh feses dan urine dari orang yang terinfeksi kuman
salmonella. (Brunner and Sudhart, 1994)
Typhoid adalah penyakit infeksi akut usus halus yang disebabkan oleh
kuman salmonella Thypi. (Arief Maeyer, 1999)
Typhoid adalah penyakit infeksi akut usus halus yang disebabkan oleh
kuman salmonella thypi dan salmonella para thypi A,B,C. Sinonim dari penyakit
ini adalah Typhoid dan paratyphoid abdominalis. (Syaifullah Noer, 1996)
Typhoid adalah penyakit infeksi pada usus halus, typhoid disebut juga
paratyphoid fever, enteric fever, typhus dan para typhus abdominalis. (Seoparman,
1996)
Typhoid adalah suatu penyakit pada usus yang menimbulkan gejala-gejala
sistemik yang disebabkan oleh salmonella typhosa, salmonella type A.B.C.
penularan terjadi secara pecal, oral melalui makanan dan minuman yang
terkontaminasi (Mansoer Orief.M. 1999).
Dari beberapa pengertian di atas dapat disimpulkan sebagai berikut,
Typhoid adalah suatu penyakit infeksi usus halus yang disebabkan oleh salmonella
type A, B, dan C yang dapat menular melalui oral, fekal, makanan dan minuman
yang terkontaminasi.
B. ETIOLOGI
Etiologi typhoid adalah salmonella typhi. Salmonella para typhi A, B, dan
C. Ada dua sumber penularan salmonella typhi yaitu pasien dengan demam typhoid
dan pasien dengan carier. Carier adalah orang yang sembuh dari demam typhoid
dan masih terus mengekresi salmonella typhi dalam tinja dan air kemih selama
lebih dari 1 tahun.

15
C. PATOFISIOLOGI
Penularan salmonella thypi dapat ditularkan melalui berbagai cara, yang
dikenal dengan 5F yaitu Food (makanan), Fingers (jari tangan/kuku), Fomitus
(muntah), Fly (lalat), dan melalui Feses.
Feses dan muntah pada penderita typhoid dapat menularkan kuman
salmonella thypi kepada orang lain. Kuman tersebut dapat ditularkan melalui
perantara lalat, dimana lalat akan hinggap di makanan yang akan dikonsumsi oleh
orang yang sehat. Apabila orang tersebut kurang memperhatikan kebersihan dirinya
seperti mencuci tangan dan makanan yang tercemar kuman salmonella thypi masuk
ke tubuh orang yang sehat melalui mulut. Kemudian kuman masuk ke dalam
lambung, sebagian kuman akan dimusnahkan oleh asam lambung dan sebagian lagi
masuk ke usus halus bagian distal dan mencapai jaringan limpoid. Di dalam
jaringan limpoid ini kuman berkembang biak, lalu masuk ke aliran darah dan
mencapai sel-sel retikuloendotelial. Sel-sel retikuloendotelial ini kemudian
melepaskan kuman ke dalam sirkulasi darah dan menimbulkan bakterimia, kuman
selanjutnya masuk limpa, usus halus dan kandung empedu.
Semula disangka demam dan gejala toksemia pada typhoid disebabkan oleh
endotoksemia. Tetapi berdasarkan penelitian eksperimental disimpulkan bahwa
endotoksemia bukan merupakan penyebab utama demam pada typhoid.
Endotoksemia berperan pada patogenesis typhoid, karena membantu proses
inflamasi lokal pada usus halus. Demam disebabkan karena salmonella thypi dan
endotoksinnya merangsang sintetis dan pelepasan zat pirogen oleh leukosit pada
jaringan yang meradang.

16
PATHWAY

17
D. MANIFESTASI KLINIS
Masa tunas typhoid 10 – 14 hari
a. Minggu I
Pada umumnya demam berangsur naik, terutama sore hari dan malam hari.
Dengan keluhan dan gejala demam, nyeri otot, nyeri kepala, anorexia dan mual,
batuk, epitaksis, diare, dan perasaan tidak enak di perut.
b. Minggu II
Pada minggu II gejala sudah jelas dapat berupa demam, bradikardi, lidah kotor
yang khas (putih, kotor di pinggirnya), hepatomegali, penurunan kesadaran.
E. KOMPLIKASI
a. Komplikasi intestinal
1. Perdarahan usus
2. Perporasi usus
3. Ilius paralitik
b. Komplikasi extra intestinal
1. Komplikasi kardiovaskuler: kegagalan sirkulasi (renjatan sepsis),
miokarditis, trombosis, tromboplebitis.
2. Komplikasi darah : anemia hemolitik, trobositopenia, dan syndroma uremia
hemolitik.
3. Komplikasi paru : pneumonia, empiema, dan pleuritis.
4. Komplikasi pada hepar dan kandung empedu : hepatitis, kolesistitis.
5. Komplikasi ginjal : glomerulus nefritis, pyelonepritis dan perinepritis.
6. Komplikasi pada tulang : osteomyolitis, osteoporosis, spondilitis dan
arthritis.
7. Komplikasi neuropsikiatrik : delirium, meningiusmus, meningitis,
polineuritis perifer, sindroma Guillain bare dan sidroma katatonia.
F. PENATALAKSANAAN
a. Perawatan
1. Klien diistirahatkan 7 hari sampai demam tulang atau 14 hari untuk
mencegah komplikasi perdarahan usus.
2. Mobilisasi bertahap bila tidak ada panas, sesuai dengan pulihnya tranfusi
bila ada komplikasi perdarahan.

18
b. Diet
1. Diet yang sesuai ,cukup kalori dan tinggi protein.
2. Pada penderita yang akut dapat diberi bubur saring.
3. Setelah bebas demam diberi bubur kasar selama 2 hari lalu nasi tim.
4. Dilanjutkan dengan nasi biasa setelah penderita bebas dari demam selama 7
hari.
c. Obat-obatan
1. Klorampenikol
2. Tiampenikol
3. Kotrimoxazol
4. Amoxilin dan ampicillin

G. PENCEGAHAN

Cara pencegahan yang dilakukan pada demam typhoid adalah cuci tangan
setelah dari toilet dan khususnya sebelum makan atau mempersiapkan makanan,
hindari minum susu mentah, hindari minum air mentah, rebus air sampai mendidih
dan hindari makanan pedas.

H. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan penunjang pada klien dengan typhoid adalah pemeriksaan
laboratorium, yang terdiri dari:
a. Pemeriksaan leukosit
Di dalam beberapa literatur dinyatakan bahwa demam typhoid terdapat
leukopenia dan limposistosis relatif tetapi kenyataannya leukopenia tidaklah
sering dijumpai. Pada kebanyakan kasus demam typhoid, jumlah leukosit pada
sediaan darah tepi berada pada batas-batas normal bahkan kadang-kadang
terdapat leukosit walaupun tidak ada komplikasi atau infeksi sekunder. Oleh
karena itu pemeriksaan jumlah leukosit tidak berguna untuk diagnosa demam
typhoid.
b. Pemeriksaan SGOT DAN SGPT
SGOT dan SGPT pada demam typhoid seringkali meningkat tetapi dapat
kembali normal setelah sembuhnya typhoid.
c. Biakan darah

19
Bila biakan darah positif hal itu menandakan demam typhoid, tetapi bila
biakan darah negatif tidak menutup kemungkinan akan terjadi demam typhoid.
Hal ini dikarenakan hasil biakan darah tergantung dari beberapa faktor:
1. Teknik pemeriksaan Laboratorium
Hasil pemeriksaan satu laboratorium berbeda dengan laboratorium
yang lain, hal ini disebabkan oleh perbedaan teknik dan media biakan yang
digunakan. Waktu pengambilan darah yang baik adalah pada saat demam
tinggi yaitu pada saat bakteremia berlangsung.
2. Saat pemeriksaan selama perjalanan Penyakit.
Biakan darah terhadap salmonella thypi terutama positif pada
minggu pertama dan berkurang pada minggu-minggu berikutnya. Pada
waktu kambuh biakan darah dapat positif kembali.
3. Vaksinasi di masa lampau
Vaksinasi terhadap demam typhoid di masa lampau dapat
menimbulkan antibodi dalam darah klien, antibodi ini dapat menekan
bakteremia sehingga biakan darah negatif.
4. Pengobatan dengan obat anti mikroba.
Bila klien sebelum pembiakan darah sudah mendapatkan obat anti
mikroba pertumbuhan kuman dalam media biakan terhambat dan hasil
biakan mungkin negatif.
d. Uji Widal
Uji widal adalah suatu reaksi aglutinasi antara antigen dan antibodi
(aglutinin). Aglutinin yang spesifik terhadap salmonella thypi terdapat dalam
serum klien dengan typhoid juga terdapat pada orang yang pernah
divaksinasikan. Antigen yang digunakan pada uji widal adalah suspensi
salmonella yang sudah dimatikan dan diolah di laboratorium. Tujuan dari uji
widal ini adalah untuk menentukan adanya aglutinin dalam serum klien yang
disangka menderita typhoid. Akibat infeksi oleh salmonella thypi, klien
membuat antibodi atau aglutinin yaitu:
1. Aglutinin O, yang dibuat karena rangsangan antigen O (berasal dari tubuh
kuman).
2. Aglutinin H, yang dibuat karena rangsangan antigen H (berasal dari flagel
kuman).

20
3. Aglutinin Vi, yang dibuat karena rangsangan antigen Vi (berasal dari simpai
kuman)
Dari ketiga aglutinin tersebut hanya aglutinin O dan H yang ditentukan
titernya untuk diagnosa, makin tinggi titernya makin besar klien menderita
typhoid.

I. TUMBUH KEMBANG PADA ANAK USIA 6 – 12 TAHUN


Pertumbuhan merupakan proses bertambahnya ukuran berbagai organ fisik
berkaitan dengan masalah perubahan dalam jumlah, besar, ukuran atau dimensi
tingkat sel. Pertambahan berat badan 2 – 4 Kg / tahun dan pada anak wanita sudah
mulai mengembangkan cirri sex sekundernya.
Perkembangan menitik beratkan pada aspek diferensiasi bentuk dan fungsi
termasuk perubahan sosial dan emosi.
a. Motorik kasar
1. Loncat tali
2. Badminton
3. Memukul
4. Motorik kasar di bawah kendali kognitif dan berdasarkan secara bertahap
meningkatkan irama dan keleluasaan.
b. Motorik halus
1. Menunjukan keseimbangan dan koordinasi mata dan tangan
2. Dapat meningkatkan kemampuan menjahit, membuat model dan bermain
alat musik.
c. Kognitif
1. Dapat berfokus pada lebih dan satu aspek dan situasi
2. Dapat mempertimbangkan sejumlah alternatif dalam pemecahan masalah
3. Dapat membelikan cara kerja dan melacak urutan kejadian kembali sejak
awal
4. Dapat memahami konsep dahulu, sekarang dan yang akan datang
d. Bahasa
1. Mengerti kebanyakan kata-kata abstrak
2. Memakai semua bagian pembicaraan termasuk kata sifat, kata keterangan,
kata penghubung dan kata depan

21
3. Menggunakan bahasa sebagai alat pertukaran verbal
4. Dapat memakai kalimat majemuk dan gabungan
J. DAMPAK HOSPITALISASI
Hospitalisasi atau sakit dan dirawat di RS bagi anak dan keluarga akan
menimbulkan stress dan tidak merasa aman. Jumlah dan efek stress tergantung pada
persepsi anak dan keluarga terhadap kerusakan penyakit dan pengobatan.
Penyebab anak stress meliputi ;
a. Psikososial
Berpisah dengan orang tua, anggota keluarga lain, teman dan perubahan peran
b. Fisiologis
Kurang tidur, perasaan nyeri, imobilisasi dan tidak mengontrol diri
c. Lingkungan asing
Kebiasaan sehari-hari berubah
d. Pemberian obat kimia

Reaksi anak saat dirawat di Rumah sakit usia sekolah (6-12 tahun)
a. Merasa khawatir akan perpisahan dengan sekolah dan teman sebayanya
b. Dapat mengekspresikan perasaan dan mampu bertoleransi terhadap rasa nyeri
c. Selalu ingin tahu alasan tindakan
d. Berusaha independen dan produktif
Reaksi orang tua
a. Kecemasan dan ketakutan akibat dari seriusnya penyakit, prosedur, pengobatan
dan dampaknya terhadap masa depan anak
b. Frustasi karena kurang informasi terhadap prosedur dan pengobatan serta tidak
familiernya peraturan Rumah sakit

22
ASUHAN KEPERAWATAN PADA ANAK DENGAN THYPOID

1. PENGKAJIAN
Faktor prespitasi dari demam typhoid adalah disebabkan oleh salmonella thyposa
dan salmonella paratyphoid A, B, dan C yang ditularkan melalui makanan, jari
tangan, lalat, feses dan muntah serta diperberat bila klien makan tidak teratur.
Faktor predisposisinya adalah minuman mentah, makanan – makanan yang tidak
bersih dan pedas, tidak mencuci tangan sebelum dan sesudah makan, dari wc dan
menyiapkan makanan.
Riwayat keperawatan dan kaji adanya gejala dan tanda meningkatnya suhu tubuh
terutama pada malam hari, nyeri kepala, lidah kotor, tidak nafsu makan, epistaksis
dan penurunan kesadaran.

2. DIAGNOSA KEPERAWATAN
a. Resiko ketidakseimbangan volume cairan dan elektrolit berhubungan dengan
hipertemi dan muntah
b. Risiko defisit nutrisi berhubungan dengan ketidakmampuan menelan makanan
ditandai dengan , tidak nafsu makan, lemas, dan penurunan berat badan
c. Hipertermi berhubungan dengan proses infeksi salmonella typhi

3. INTERVENSI KEPERAWATAN
Diagnosa Tujuan Keperawatan Intervensi Keperawatan
keperawatan
Resiko Setelah dilakukan tindakan 1. Monitor status hidrasi
ketidakseimbangan keperawatan selama 3x24 (ttv, mukosa, turgor
volume cairan dan jam, diharapkan cairan dan kulit)
elektrolit elektrolit seimbang , dengan 2. Monitor berat badan
kriteria hasil : harian
1. Membrane mukosa 3. Catat intakeoutput
dalambatas normal, cairan
bibir lembab 4. Monitor mual-muntah-
2. Tidak ada tanda- diare
tanda dehidrasi 5. Berikan asupan cairan
6. Berikan cairan

23
intravena, jikaperlu
7. Kolaborasi pemberian
diuretic, jika perlu

Risiko defisit Setelah dilakukan tindakan 1. Monitor asupan dan


nutrisi keperawatan selama 3x24 keluarnya makanan
jam, diharapkan nutrisi klien dan cairan
terpenuhi, dengan kriteria 2. Timbang berat badan
hasil: secara rutin
1. Nafsu makan 3. Identifikasi makanan
bertambah yang disukai
2. Berat badan stabil 4. Sajikan makanan
secara menarik
5. Berikan makanan
tinggi kalori dan
protein

Hipertermi Setelah dilakukan tindakan 1. Monitor suhu tubuh


keperawatan selama 3x24 2. Monitor kadar
jam, elektrolit
Diharapkan hipertemi 3. Monitor haluaran urine
teratasi, dengan kriteria 4. Monitor komplikasi
hasil: akibat hipertermi
1. Ttv dalam batas 5. Berikan cairan oral
normal 6. Anjurkan tirah baring
7. Kolaborasi pemberian
cairan dan elektrolit
intravena

4. IMPLEMENTASI KEPERAWATAN
Implementasi adalah tahap keempat dalam proses keperawatan yang
merupakanserangkaian tindakan ataukegiatan yang dilakukan oleh perawat secara

24
langsung pada klien. Tindakan keperawatan dilakukan dengan mengacu pada
rencana tindakan/intervensi yang ditetapkan/dibuat.

5. EVALUASI KEPERAWATAN
Evaluasi adalah tahap akhir dari proses keperawatan dengan cara melakukan
identifikasi sejauh mana tujuan dari rencana keperawatan tercapai atau tidak.
Evaluasi keperawatan dilakukan untuk menilai apakah masalah keperawatan telah
teratasi atau tidak teratasi dengan mengacu pada kriteria evaluasi.

25
ASUHAN KEPERAWATAN PADA ANAK DENGAN
DIABETES MILITUS JUVENIL

KONSEP PENYAKIT

A. PENGERTIAN
Diabetes melitus secara definisi adalah keadaan hiperglikemia kronik. Hiperglikemia
ini dapat disebabkan oleh beberapa keadaan, di antaranya adalah gangguan sekresi hormon
insulin, gangguan aksi/kerja dari hormon insulin atau gangguan kedua-duanya (Weinzimer
SA, Magge S. 2005).
Sebagai negara berkembang, Indonesia mengalami pertumbuhan yang cukup pesat,
terutama di beberapa daerah tertentu. Pertumbuhan ini juga diikuti dengan perubahan
dalam masyarakat, baik dalam bidang ilmu pengetahuan, gaya hidup, perilaku, dan
sebagainya. Namun, perubahan-perubahan ini juga tak luput dari efek negatif. Salah satu
efek negatif yang timbul dari perubahan gaya hidup masyakarat modern di Indonesia
antara lain adalah semakin meningkatnya angka kejadian Diabetes Mellitus(DM) yang
lebih dikenal oleh masyarakat awam sebagai kencing manis.
Diabetes Mellitus adalah penyakit metabolik yang bersifat kronik.Oleh karena itu,
onset Diabetes Mellitus yang terjadi sejak dini memberikan peranan penting dalam
kehidupan penderita. Setelah melakukan pendataan pasien di seluruh Indonesia selama 2
tahun, Unit Kelompok Kerja (UKK) Endokrinologi Anak Ikatan Dokter Anak Indonesia
(IDAI) mendapatkan 674 data penyandang Diabetes Mellitus tipe 1 di Indonesia. Data ini
diperoleh melalui kerjasama berbagai pihak di seluruh Indonesia mulai dari para dokter
anak, endokrinolog anak, spesialis penyakit dalam, perawat edukator Diabetes Mellitus,
data Ikatan Keluarga Penyandang Diabetes Mellitus Anak dan Remaja (IKADAR),
penelusuran dari catatan medis pasien, dan juga kerjasama dengan perawat edukator
National University Hospital Singapura untuk memperoleh data penyandang Diabetes
Mellitusanak Indonesia yang menjalani pengobatannya di Singapura.
B. ETIOLOGI
Dokter dan para ahli belum mengetahui secara pasti penyebab diabetes tipe- 1.
Namun yang pasti penyebab utama diabetes tipe 1 adalah faktor genetik/keturunan. Resiko
perkembangan diabetes tipe 1 akan diwariskan melalui faktor genetik.
1. Faktor Genetik

26
Penderita diabetes tidak mewarisi diabetes tipe I itu sendiri; tetapi mewarisi suatu
predisposisi atau kecenderungan genetik ke arah terjadinya DM tipe I.
Kecenderungan genetik ini ditemukan pada individu yang memiliki tipe antigen
HLA (human leucosite antigen). HLA merupakan kumpulan gen yang
bertanggung jawab atas antigen transplantasi dan proses imun lainnya.
2. Faktor-faktor Imunologi
Adanya respons autotoimun yang merupakan respons abnormal dimana antibodi
terarah pada jaringan normal tubuh dengan cara bereaksi terhadap jaringan
tersebut yang dianggapnya seolah-olah sebagai jaringan asing, yaitu autoantibodi
terhadap sel-sel pulau Langerhans dan insulin endogen.
3. Faktor lingkungan
Virus atau toksin tertentu dapat memicu proses otoimun yang menimbulkan destruksi
sel beta

C. PATOFISIOLOGI

Diabetes tipe-1 disebabkan oleh infeksi atau toksin lingkungan yang menyerang
orang dengan sistem imun yang secara genetis merupakan predisposisi untuk terjadinya
suatu respon autoimun yang kuat yang menyerang antigen sel B pankreas. Faktor
ekstrinsik yang diduga mempengaruhi fungsi sel B meliputi kerusakan yang disebabkan
oleh virus, seperti virus penyakit gondok (mumps) dan virus coxsackie B4, oleh agen
kimia yang bersifat toksik, atau oleh sitotoksin perusak dan antibodi yang dirilis oleh
imunosit yang disensitisasi. Suatu kerusakan genetis yang mendasari yang berhubungan
dengan replikasi atau fungsi sel B pankreas dapat menyebabkan predisposisi terjadinya
kegagalan sel B setelah infeksi virus. Lagipula, gen-gen HLA yang khusus diduga
meningkatkan kerentanan terhadap virus diabetogenik atau mungkin dikaitkan dengan gen-
gen yang merespon sistem imun tertentu yang menyebabkan terjadinya predisposisi pada
pasien sehingga terjadi respon autoimun terhadap sel-sel pulaunya (islets of Langerhans)
sendiri atau yang dikenal dengan istilah autoregresi.
Diabetes tipe 1 merupakan bentuk diabetes parah yang berhubungan dengan
terjadinya ketosis apabila tidak diobati. Diabetes ini muncul ketika pankreas sebagai pabrik
insulin tidak dapat atau kurang mampu memproduksi insulin. Akibatnya, insulin tubuh
kurang atau tidak ada sama sekali. Penurunan jumlah insulin menyebabkan gangguan jalur

27
metabolik antaranya penurunan glikolisis (pemecahan glukosa menjadi air dan
karbondioksida), peningkatan glikogenesis (pemecahan glikogen menjadi glukosa),
terjadinya glukoneogenesis. Glukoneogenesis merupakan proses pembuatan glukosa dari
asam amino, laktat, dan gliserol yang dilakukan counterregulatory hormone (glukagon,
epinefrin, dan kortisol). Tanpa insulin, sintesis dan pengambilan protein, trigliserida , asam
lemak, dan gliserol dalam sel akan terganggu. Seharusnya terjadi lipogenesis namun yang
terjadi adalah lipolisis yang menghasilkan badan keton.Glukosa menjadi menumpuk dalam
peredaran darah karena tidak dapat diangkut ke dalam sel. Kadar glukosa lebih dari 180
mg/dL ginjal tidak dapat mereabsorbsi glukosa dari glomelurus sehingga timbul
glikosuria. Glukosa menarik air dan menyebabkan osmotik diuretik dan menyebabkan
poliuria. Poliuria menyebabkan hilangnya elektrolit lewat urin, terutama natrium, klorida,
kalium, dan fosfat merangsang rasa haus dan peningkatan asupan air (polidipsi). Sel tubuh
kekurangan bahan bakar (cell starvation) pasien merasa lapar dan peningkatan asupan
makanan (polifagia).
Biasanya, diabetes tipe ini sering terjadi pada anak dan remaja tetapi kadang-kadang
juga terjadi pada orang dewasa, khususnya yang non obesitas dan mereka yang berusia
lanjut ketika hiperglikemia tampak pertama kali. Keadaan tersebut merupakan suatu
gangguan katabolisme yang disebabkan karena hampir tidak terdapat insulin dalam
sirkulasi, glukagon plasma meningkat dan sel-sel B pankreas gagal merespon semua
stimulus insulinogenik. Oleh karena itu, diperlukan pemberian insulin eksogen untuk
memperbaiki katabolisme, mencegah ketosis, dan menurunkan hiperglukagonemia dan
peningkatan kadar glukosa darah (Tandra,2007).

D. MANIFESTASI KLINIS
Pada diabetes melitus tipe 1, yang kebanyakan diderita oleh anak-anak (diabetes
melitus juvenil) mempunyai gambaran lebih akut, lebih berat, tergantung insulin dengan
kadar glukosa darah yang labil. Penderita biasanya datang dengan ketoasidosis karena
keterlambatan diagnosis. Mayoritas penyandang DM tipe 1 menunjukan gambaran klinik
yang klasik seperti:
a) Hiperglikemia (Kadar glukosa darah plasma >200mg/dl ).
b) Poliuria
Poliuria nokturnal seharusnya menimbulkan kecurigaan adanya DM tipe 1 pada
anak.

28
c) Polidipsia
d) Poliphagia
e) Penurunan berat badan , Malaise atau kelemahan
f) Glikosuria (kehilangan glukosa dalam urine)
g) Ketonemia dan ketonuria
Penumpukan asam lemak keton dalam darah dan urine terjadi akibat katabolisme
abnormal lemak sebagai sumber energy. Ini dapat mengakibatkan asidosis dan
koma.
h) Mata kabur
Hal ini disebabkan oleh gangguan lintas polibi (glukosa – sarbitol fruktasi) yang
disebabkan karena insufisiensi insulin. Akibat terdapat penimbunan sarbitol dari
lensa, sehingga menyebabkan pembentukan katarak.
i) Gejala-gejala lainnya dapat berupa muntah-muntah, nafas berbau aseton, nyeri
atau kekakuan abdomen dan gangguan kesadaran (koma).
Perjalanan klinis DM tipe 1 terbagi atas:
1. Fase Inisial
Dimulai saat timbulnya gejala sampai dengan ditegakkan diagnosis. Fase ini
sering didahului oleh infeksi, goncangan emosi maupun trauma fisik.
2. Fase Penyembuhan
Fase setelah beberapa hari diberikan pengobatan. Keadaan akut penyakit ini telah
teratasi dan sudah terdapat sensitivitas jaringan terhadap insulin.
3. Fase Remisi (Honeymoon period)
Fase ini khas pada penyandang DM tipe 1. Pada saat ini, kebutuhan insulin
menurun sehingga dapat terjadi hipoglikemia bila insulin tidak disesuaikan. Bila
dengan dosis insulin 0.1 IU/kg BB masih menyebabkan hipoglikemia maka
pemberian insulin harus dihentikan. Pada fase ini perlu observasi dan pemeriksaan
urin reduksi secara teratur untuk memantau keadaan penyakitnya. Fase ini
berlangsung selama beberapa minggu sampai beberapa bulan. Diperlukan
penyuluhan pada penyandang DM atau orangtua bahwa fase ini bukan berarti
penyembuhan penyakitnya.
4. Fase Intensifikasi
Fase ini timbul 16-18 bulan setelah diagnosis ditegakan. Pada fase ini terjadi
kekurangan insulin endogen.

29
E. KOMPLIKASI
Diabetes melitus dapat menimbulkan berbagai komplikasi yang menyerang beberapa
organ dan yang lebih rumit lagi, penyakit diabetes tidak menyerang satu alat saja, tetapi
berbagai organ secara bersamaan. Komplikasi ini dibagi menjadi dua kategori (Schteingart,
2006):
Komplikasi metabolik akut yang sering terjadi :
1. Hipoglikemia
Reaksi hipoglikemia adalah gejala yang timbul akibat tubuh kekurangan
glukosa, dengan tanda-tanda rasa lapar, gemetar, keringat dingin, pusing, dan
sebagainya. Hipoglikemia yaitu kadar glukosa darah kurang dari 80 mg/dl.
Hipoglikemi sering membuat anak emosional, mudah marah, lelah, keringat
dingin, pingsan, dan kerusakan sel permanen sehingga mengganggu fungsi organ
dan proses tumbuh kembang anak. Hipoglikemik disebabkan oleh obat anti-
diabetes yang diminum dengan dosis terlalu tinggi, atau penderita terlambat
makan, atau bisa juga karena latihan fisik yang berlebihan.
2. Koma Diabetik
Koma diabetik ini timbul karena kadar darah dalam tubuh terlalu tinggi, dan
biasanya lebih dari 600 mg/dl. Gejala koma diabetik yang sering timbul adalah:
 Nafsu makan menurun (biasanya diabetisi mempunyai nafsu makan yang
besar)
 Minum banyak, kencing banyak
 Kemudian disusul rasa mual, muntah, napas penderita menjadi cepat dan
dalam, serta berbau aseton
 Sering disertai panas badan karena biasanya ada infeksi dan penderita koma
diabetik harus segara dibawa ke rumah sakit
Komplikasi- komplikasi vaskular jangka panjang (biasanya terjadi setelah tahun ke-
5) berupa :
1. Mikroangiopati : retinopati, nefropati, neuropati. Nefropati diabetik dijumpai
pada 1 diantara 3 penderita DM tipe-1.
2. Makroangiopati : gangren, infark miokardium, dan angina.
Komplikasi lainnya (FKUI. Ilmu Kesehatan Anak. 1988 ) :
1. Gangguan pertumbuhan dan pubertas

30
2. Katarak
3. Arteriosklerosis (sesudah 10-15 tahun)
4. Hepatomegali

F. PENATALAKSANAAN
Dalam jangka pendek, penatalaksanaan DM bertujuan untuk menghilangkan /
mengurangi keluhan/gejala DM. Sedangkan untuk tujuan jangka panjangnya adalah
mencegah komplikasi. Tujuan tersebut dilaksanakan dengan cara menormalkan kadar
glukosa, lipid, dan insulin. Untuk mempermudah tercapainya tujuan tersebut kegiatan
dilaksanakan dalam bentuk pengelolaan pasien secara holistik dan mengajarkan kegiatan
mandiri.
Tabel Kriteria pengendalian DM.
Baik Sedang Buruk
Glukosa darah plasma vena
(mg/dl) 80-109 110-139 >140
- puasa 110-159 160-199 >200
-2 jam
HbA1c (%) 4-6 6-8 >8
Kolesterol total (mg/dl) <200 200-239 >240
Kolesterol LDL
- tanpa PJK <130 130-159 >159
- dengan PJK <100 11-129 >129
Kolesterol HDL (mg/dl) >45 35-45 <35
Trigliserida (mg/dl)
- tanpa PJK <200 <200-249 >250
- dengan PJK <150 <150-199 >200
BMI/IMT
- perempuan 18,9-23,9 23-25 >25atau
- laki-laki 20 -24,9 25-27 <18,5
>27 atau <20
Tekanan darah (mmHg) <140/90 140-160/90-95 >160/95

31
Akan tetapi, perbedaan utama antara penatalaksanaan DM tipe 1 yang mayoritas
diderita anak dibanding DM tipe 2 adalah kebutuhan mutlak insulin. Terapi DM tipe 1
lebih tertuju pada pemberian injeksi insulin.
Penatalaksanaan DM tipe 1 menurut Sperling dibagi dalam 3 fase yaitu :
1. Fase akut/ketoasidosis
Koma dan dehidrasi dengan pemberian cairan, memperbaiki keseimbangan asam
basa, elektrolit dan pemakaian insulin.
2. Fase subakut/ transisi
Bertujuan mengobati faktor-faktor pencetus, misalnya infeksi, dll, stabilisasi
penyakit dengan insulin, menyusun pola diet, dan penyuluhan kepada
penyandang DM / keluarga mengenai pentignya pemantauan penyakitnya secara
teratur dengan pemantauan glukosa darah, urin, pemakaian insulin dan
komplikasinya serta perencanaan diet dan latihan jasmani.
3. Fase pemeliharaan
Pada fase ini tujuan utamanya ialah untuk mempertahankan status metabolik
dalam batas normal serta mencegah terjadinya komplikasi
Untuk itu WHO mengemukakan beberapa sasaran yang ingin dicapai dalam
penatalaksanaan penyandang DM tipe 1, diantaranya :
1. Bebas dari gejala penyakit
2. Dapat menikmati kehidupan sosial sepenuhmya
3. Dapat terhindar dari komplikasi penyakitnya
Pada anak, ada beberapa tujuan khusus dalam penatalaksanaannya, yaitu diusahakan
supaya anak-anak :
1. Dapat tumbuh dan berkembang secara optimal
2. Mengalami perkembangan emosional yang normal
3. Mampu mempertahankan kadar glukosuria atau kadar glukosa darah serendah
mungkin tanpa menimbulkan gejala hipoglikemia
4. Tidak absen dari sekolah akibat penyakit dan mampu berpartisipasi dalam
kegiatan fisik maupun sosial yang ada
5. Penyakitnya tidak dimanipulasi oleh penyandang DM, keluarga, maupun oleh
lingkungan/
6. Mampu memberikan tanggung jawab kepada penyandang DM untuk mengurus
dirinya sendiri sesuai dengan taraf usia dan intelegensinya.

32
Diabetes Mellitus jika tidak dikelola dengan baik akan menimbulkan berbagai
penyakit dan diperlukan kerjasama semua pihak ditingkat pelayanan kesehatan. Untuk
mencapai tujuan tersebut dilakukan berbagai usaha dan akan diuraikan sebagai berikut:
a. Pemberian insulin
Diabetes tipe 1 mutlak membutuhkan insulin karena pankreas tidak dapat
memproduksi hormon insulin. Maka seumur hidupnya pasien harus mendapatkan terapi
insulin untuk mengatasi glukosa darah yang tinggi. Tujuan terapi insulin ini terutama untuk
:
1. Mempertahankan glukosa darah dalam kadar yang normal atau mendekati normal.
2. Menghambat kemungkinan timbulnya komplikasi kronis pada diabetes.
Indikasi pengobatan dengan insulin adalah :
a. Semua penderita DM dari setiap umur (baik IDDM maupun NIDDM) dalam
keadaan ketoasidosis atau pernah masuk kedalam ketoasidosis.
b. DM dengan kehamilan/ DM gestasional yang tidak terkendali dengan diet
(perencanaan makanan).
c. DM yang tidak berhasil dikelola dengan obat hipoglikemik oral dosif maksimal.
Makanan terdiri dari karbohidrat, protein, dan lemak. Glukosa terutama bersumber
dari karbohidrat walaupun protein dan lemak juga bisa menaikan glukosa. Secara terus
menerus pankreas melepaskan insulin pada saat makan atau tidak. Setelah makan, kadar
insulin meningkat dan membantu penimbunan glukosa di hati. Pada saat tidak makan,
insulin turun. Maka hati akan memecah glikogen menjadi glukosa dan masuk ke darah
sehingga glukosa darah dipertahankan tetap dalam kadar yang normal.
Struktur kimia hormon insulin bisa rusak oleh proses pencernaan sehingga insulin
tidak bisa diberikan melalui tablet atau pil. Satu-satunya jalan pemberian insulin adalah
melalui suntikan, bisa suntikan di bawah kulit (subcutan/sc), suntikan ke dalam otot
(intramuscular/im), atau suntukan ke dalam pembuluh vena (intravena/iv). Ada pula yang
dipakai secara terus menerus dengan pompa (insulin pump/CSII) atau sistem tembak
(tekan semprot) ke dalam kulit (insulin medijector).
Enam tipe insulin berdasarkan mulain kerja, puncak, dan lama kerja insulin tersebut, yakni
:
1. Insulin Keja Cepat (Short-acting Insulin)
2. Insulin Kerja Sangat Cepat (Quick-Acting Insulin)
3. Insulin Kerja Sedang (Intermediate-Acting Insulin)

33
4. Mixed Insulin
5. Insulin Kerja Panjang (Long-Acting Insulin)
6. Insulin Kerja Sangat Panjang (Very Long Acting Insulin)
b. Perencanaan Makanan.
Standar yang dianjurkan adalah makanan dengan komposisi yang seimbang dalam
hal karbohidrat, protein dan lemak yang sesuai dengan kecukupan gizi baik yaitu :
1) Karbohidrat sebanyak 60 – 70 %
2) Protein sebanyak 10 – 15 %
3) Lemak sebanyak 20 – 25 %
Jumlah kalori disesuaikan dengan pertumbuhan, status gizi, umur, stress akut dan
kegiatan jasmani. Untuk kepentingan klinik praktis, penentuan jumlah kalori dipakai rumus
Broca yaitu Barat Badan Ideal = (TB-100)-10%, sehingga didapatkan:
1) Berat badan kurang = < 90% dari BB Ideal
2) Berat badan normal = 90-110% dari BB Ideal
3) Berat badan lebih = 110-120% dari BB Ideal
4) Gemuk = > 120% dari BB Ideal.
Jumlah kalori yang diperlukan dihitung dari BB Ideal dikali kelebihan kalori basal
yaitu untuk laki-laki 30 kkal/kg BB, dan wanita 25 kkal/kg BB, kemudian ditambah untuk
kebutuhan kalori aktivitas (10-30% untuk pekerja berat). Koreksi status gizi (gemuk
dikurangi, kurus ditambah) dan kalori untuk menghadapi stress akut sesuai dengan
kebutuhan.
Makanan sejumlah kalori terhitung dengan komposisi tersebut diatas dibagi dalam
beberapa porsi yaitu :
1) Makanan pagi sebanyak 20%
2) Makanan siang sebanyak 30%
3) Makanan sore sebanyak 25%
4) 2-3 porsi makanan ringan sebanyak 10-15 % diantaranya.
c. Latihan Jasmani
Dianjurkan latihan jasmani secara teratur (3-4 kali seminggu) selama kurang lebih 30
menit yang disesuaikan dengan kemampuan dan kondisi penyakit penyerta.
Sebagai contoh olahraga ringan adalah berjalan kaki biasa selama 30 menit, olehraga
sedang berjalan cepat selama 20 menit dan olah raga berat jogging.

34
d. Edukasi
Penyuluhan untuk merancanakan pengelolaan sangat penting untuk mendapatkan
hasil yang maksimal. Edukator bagi pasien diabetes yaitu pendidikan dan pelatihan
mengenai pengetahuan dan keterampilan yang bertujuan menunjang perubahan perilaku
untuk meningkatkan pemahaman pasien akan penyakitnya, yang diperlukan untuk
mencapai keadaan sehat yang optimal. Penyesuaian keadaan psikologik kualifas hidup
yang lebih baik. Edukasi merupakan bagian integral dari asuhan keperawatan diabetes
(Bare & Suzanne, 2002).

G. PENCEGAHAN

1. Menerapkan pola makan sehat


2. Menjalani olahraga seccara rutin
3. Menjaga berat badan ideal
4. Mengelola stres dengan baik
5. Melakukan pengecekan gula darah secara rutin

H. PEMERIKSAAN PENUNJANG
a. Kadar glukosa darah sewaktu dan puasa
1. Glukosa plasma sewaktu >200 mg/dl (11,1 mmol/L)
2. Glukosa plasma puasa >140 mg/dl (7,8 mmol/L)
3. Glukosa plasma dari sampel yang diambil 2 jam kemudian sesudah mengkonsumsi
75 gr karbohidrat (2 jam post prandial (pp) > 200 mg/dl.
Kadar glukosa darah sewaktu dan puasa dengan metode enzimatik sebagai patokan
penyaring dan diagnosis DM (mg/dl)4.
Bukan DM Belum pasti DM
DM
Kadar glukosa darah sewaktu
Plasma vena <110 110-199 >200
Darah Kapiler <90 90-199 >200
Kadar glukosa darah puasa
Plasma vena <110 110-125 >126
Darah Kapiler <90 90-109 >110

35
b. Aseton plasma (keton) : positif secara mencolok
c. Asam lemak bebas : kadar lipid dan kolesterol meningkat
d. Osmolalitas serum : meningkat tetapi biasanya kurang dari 330 mOsm/l
e. Elektrolit :
 Natrium : mungkin normal, meningkat, atau menurun
 Kalium : normal atau peningkatan semu (perpindahan seluler), selanjutnya
akan menurun.
 Fosfor : lebih sering menurun
f. Gas Darah Arteri : biasanya menunjukkan pH rendah dan penurunan pada HCO3 (
asidosis metabolic) dengan kompensasi alkalosis respiratorik.
g. Trombosit darah : Ht mungkin meningkat (dehidrasi) ; leukositosis :
hemokonsentrasi ;merupakan respon terhadap stress atau infeksi.
h. Ureum / kreatinin : mungkin meningkat atau normal ( dehidrasi/ penurunan fungsi
ginjal)
i. Insulin darah : mungkin menurun / atau bahka sampai tidak ada (pada tipe 1) atau
normal sampai tinggi (pada tipe II) yang mengindikasikan insufisiensi insulin/
gangguan dalam penggunaannya (endogen/eksogen). Resisten insulin dapat
berkembang sekunder terhadap pembentukan antibody . (autoantibody)
j. Pemeriksaan fungsi tiroid : peningkatan aktivitas hormone tiroid dapat
meningkatkan glukosa darah dan kebutuhan akan insulin.
k. Urine : gula dan aseton positif : berat jenis dan osmolalitas mungkin meningkat

36
ASUHAN KEPERAWATAN PADA ANAK DENGAN DM JUVENIL

1. PENGKAJIAN
Pengkajian pada klien dengan gangguan sistem endokrin diabetes mellitus dilakukan
mulai dari pengumpulan data yang meliputi : biodata, keadaan umum pasien, tanda-tanda
vital, riwayat kesehatan, keluhan utama, sifat keluhan, riwayat kesehatan masa lalu,
pemeriksaan fisik, pola kegiatan sehari-hari. fisik, pola kegiatan sehari-hari.
a. Identitas
Merupakan identitas klien meliputi : nama, umur, jenis kelamin, agama, suku
bangsa, alamat, tanggal masuk rumah sakit, nomor register, tanggal pengkajian dan
diagnosa medis. Identitas ini digunakan untuk membedakan klien satu dengan yang
lain. Jenis kelamin, umur dan alamat dan lingkungan kotor dapat mempercepat atau
memperberat keadaan penyakit infeksi.
b. Keluhan utama
Merupakan kebutuhan yang mendorong penderita untuk masuk RS.

Data Subjektif yg mungkin timbul :

1. Klien mengeluh sering kesemutan. Klien mengeluh sering kesemutan.


2. Klien mengeluh sering buang air kecil saat malam hari.
3. Klien mengeluh sering merasa haus.
4. Klien mengeluh mengalami rasa lapar yang berlebihan (polifagia)
5. Klien mengeluh merasa lemah.
6. Klien mengeluh pandangannya kabur Klien mengeluh pandangannya kabur.
Data Objektif :
1. Klien tampak lemas.
2. Terjadi penurunan berat badan
3. Tonus otot menurun
4. Terjadi atropi otot
5. Kulit dan membrane mukosa tampak kering
6. Tampak adanya luka ganggren
7. Tampak adanya pernapasan yang cepat dan dalam
c. Keadaan Umum
Meliputi kondisi seperti tingkat ketegangan/kelelahan, tingkat kesadaran kualitatif
atau GCS dan respon verbal klien. dan respon verbal klien.

37
d. Tanda-tanda Vital
Meliputi pemeriksaan:
Tekanan darah: sebaiknya diperiksa dalam posisi yang berbeda, kaji tekanan nadi,
dan Tekanan darah: sebaiknya diperiksa dalam posisi yang berbeda, kaji tekanan
nadi, dan kondisi patologis. Biasanya pada DM type 1, klien cenderung memiliki
TD yang meningkat/tinggi/ hipertensi.
1. Pulse rate Pulse rate
2. Respiratory rate Respiratory rate
3. Suhu Suhu
e. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik pada penyakit ini biasanya didapatkan :
1. Inspeksi : kulit dan membrane mukosa tampak kering, tampak adanya atropi otot,
adanya luka ganggren, tampak pernapasan cepat dan dalam, tampak adanya
retinopati, nopati, kekaburan pandangan.
2. Palpasi : kulit teraba kering, tonus otot menuru. Palpasi : kulit teraba kering, tonus
otot menurun.
3. Auskultasi : adanya peningkatan tekanan darah. Auskultasi : adanya peningkatan
tekanan darah.

Pemeriksaan penunjang :

1. Glukosa darah : meningkat 200-100mg/dL Glukosa darah : meningkat 200-


100mg/dL
2. Aseton plasma (keton) : positif secara mencolok
3. Asam lemak bebas : kadar lipid dan kolesterol meningkat
4. Osmolalitas serum: meningkat tetapi biasanya kurang dari 330 mOsm/l
5. Natrium : mungkin normal, meingkat, atau menurun
6. Kalsium: normal atau peningkatan semu (perpindahan seluler), selanjutnya akan
menurun
7. Fosfor: lebih sering menurun
8. Hemoglobin glikosilat: kadarnyameningkat 2-4 kali lipat dari normal yang
mencerminkan control DM yang kurang selama 4 bulan terakhir (lama hidup SDM)
dan karenanya sangat bermanfaat untuk membedakan DKA dengan control tidak
adekuat versus DKA yang berhubungan dengan insiden ( mis, ISK baru)

38
9. Gas Darah Arteri : Gas Darah Arteri : biasanya menunjukkan biasanya
menunjukkan pH rendah dan penurunan pada penurunan pada HCO3 (asidosis
metabolic) dengan kompensasi alkalosis respiratorik.
10. Trombosit darah : Ht mungkin meningkat ( dehidrasi) ; leukositosis:
hemokonsentrasi ;merupakan respon terhadap stress atau infeksi.
11. Ureum / kreatinin : mungkin meningkat atau normal ( dehidrasi/ penurunan fungsi
ginjal)
12. Amilase darah: mungkin meningkat yang mengindikasikan adanya pancreatitis akut
sebagai penyebab dari DKA.
13. Insulin darah: mungkin menurun/ atau bahkan sampai tidak ada ( pada tipe 1) atau
normal sampai tinggi ( pada tipe II) yang mengindikasikan insufisiensi insulin/
gangguan dalam penggunaannya (endogen/eksogen). Resisten insulin dapat
berkembang, sekunder terhadap pembentukan antibody ( autoantibody).
14. Pemeriksaan fungsi tiroid : peningkatan aktivitas hormone tiroid dapat
meningkatkan glukosa darah dan kebutuhan akan insulin.
15. Urine : gula dan aseton positif : berat jenis dan osmolalitas mungkin meningkat.
16. Kultur dan sensitivitas : kemungkinan adanya infeksi pada saluran kemih, infeksi
pernafasan dan infeksi pada luka.

Riwayat kesehatan

1. Riwayat kesehatan keluarga


Adakah keluarga yang menderita seperti penyakit klien
2. Riwayat kesehatan pasien dan pengobatan sebelumnya
Berapa lama klien menderita DM, bagaimana penanganannya, mendapat terapi
insulin jenis apa, bagaimana cara minum obatnya, apakah teratur atau tidak, apa
saja yang dilakukan klien untuk menanggulangi penyakitnya.

Hal-hal yangbiasanya didapat dari pengkajian pada klien dengan diabetes mellitus:

1. aktivitas/istirahat
Letih, lemah, sulit bergerak/berjalan, kram otot, tonus otot menurun
2. sirkulasi
Adakah riwayat hipertensi, AMI, klaudikasi, kebas, kesemutan pada ekstremitas,
ulkus pada kaki yang penyembuhannya lama, takikardi, perubahan tekanan darah

39
3. Integritas ego
stress, ansietas
4. Eliminasi
Perubahan pola berkemih ( poliuria, nokturia, anuria), diare Perubahan pola
berkemih ( poliuria, nokturia, anuria ), diare
5. Makanan / Cairan
Anoreksia, mual muntah, tidak mengikuti diet, penurunan berat badan, haus,
penggunaan diuretik.
6. Neurosensori
Pusing, sakit kepala, kesemutan, kebas kelemahan pada otot, parestesia,gangguan
penglihatan.
7. Nyeri / Kenyamanan
Abdomen tegang, nyeri (sedang / berat)
8. Pernapasan
Batuk dengan/tanpa sputum purulen (tergangung adanya infeksi / Batuk
dengan/tanpa sputum purulen (tergangung adanya infeksi / tidak) tidak)
9. Keamanan
Kulit kering, gatal, ulkus kulit.

2. DIAGNOSA KEPERAWATAN
Diagnosa keperawatan yang dapat muncul pada pasien dengan DM type 1 meliputi:
1. Resiko Ketidakseimbangan kadar gula darah berhubungan penyakit diabetes
mellitus
2. Kelelahan berhubungan dengan penurunan produksi energy metabolik ditandai
dengansering lelah, lemah, pucat, klien tampak letargi/tidak bergairah.
3. Ketidakseimbangan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
dengan tidak mampu dalam mengabsorbsi makanan karena faktor biologi
(defisiensi insulin) ditandai dengan lemas, berat badan pasien menurun walaupun
intake makanan adekuat, mual dan muntah, konjungtiva tampak pucat, pasien
tampak lemah, GDS >200 mg/dl.

3. INTERVENSI KEPERAWATAN
1. Resiko Ketidakseimbangan kadar gula darah berhubungan dengan penyakit melitus .
Intervensi :

40
1. Monitor kadar gula darah
2. Monitor tanda dan gejala hiperglikemia dan hipoglikemia
3. Monitor tanda-tanda vital
4. Berikan terapi insulin sesuai program kepada pasien dan keluarga mengenai
pencegahan dan pengenalan tanda-tanda hiperglikemia dan hipoglikemia dan
managemen hiperglikemia dan tanda hiperglikemia
5. Instruksikan kepada pasien untuk selalu patuh terhadap dietnya
2. Kelelahan berhubungan dengan penurunan produksi energy metabolik ditandai dengan
sering lelah, lemah, pucat, klien tampak letargi /tidak bergairah.
Intervensi :
1. Diskusikan dengan pasien dan keluarga kebutuhan aktivitas
2. Tingkatkan partisipasi pasien dalam melakukan aktifitas sehari-hari
3. Monitor TTV
3. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan tidak
mampu dalam mengabsorbsi makanan karena factor biologi (defisiensi insulin)
ditandai dengan lemas, berat badan pasienmenurun walaupun intake makanan adekuat,
mual dan muntah, konjungtiva tampak pucat, pasien tampak lemah, GDS >200 mg/dl.
Intervensi :
1. monitor berat badan tiap hari
2. ciptakan lingkungan yang optimal saat mengkonsumsi makanan
3. berikan terapi insulin sesuai dengan program
4. kolaborasi dengan ahli gizi untuk pemberian diet
5. libatkan keluarga pasien dalam perencanaan makanan sesuai indikasi
4. IMPLEMENTASI KEPERAWATAN

Merupakan tahap dimana rencana keperawatan dilaksanakan sesuai dengan intervensi.


Tujuan dari implementasi adalah membantu klien dalam mencapai peningkatan
kesehatan baik yang dilakukan secara mandiri maupun kolaborasi dan rujukan.

5. EVALUASI
Evaluasi adalah stadium pada proses keperawatan dimana taraf keberhasilan dalam
pencapaian tujuan keperawatan dinilai dan kebutuhan untuk memodifikasi tujuan atau
intervensi keperawatan ditetapkan (Brooker, 2001).
Evaluasi yang diharapkan pada pasien dengan diabetes mellitus adalah :

41
1. Kondisi tubuh stabil, tanda-tanda vital, turgor kulit, normal.
2. Berat badan dapat meningkat dengan nilai laboratorium normal dan tidak ada
tanda-tanda malnutrisi.
3. Infeksi tidak terjadi
4. Rasa lelah berkurang/Penurunan rasa lelah
5. Pasien mengutarakan pemahaman tentang kondisi, efek prosedur dan proses
pengobatan.

42
BAB III
PENUTUP

3.1 KESIMPULAN
Nutrisi adalah zat-zat gizi dan zat lain yang berhubungan dengan kesehatan dan
penyakit, termasuk keseluruhan proses proses dalam tubuhmanusia untuk menerima
makanan atau bahan-bahan dari lingkungan hidupnya dan menggunakan bahan-bahan
tersebut untuk aktivitas penting dalam tubuhnya serta mengeluarkan sisanya. Nutrisi
dapat dikatakan sebagai ilmu tentang makanan, zat-zat gizi dan zat lain yang
terkandung, aksi reaksidan keseimbangan yang berhubungan dengan kesehatan dan
penyakit.(Tarwoto & Wartonah 2010). Kebutuhan nutrisi berkaitan erat dengan aspek-
aspek yang lain dandapat dicapai jika terjadi keseimbangan dengan aspek-aspek yang
lain. Nutrisi berpengaruh juga dalam fungsi-fungsi organ tubuh, pergerakan tubuh,
mempertahankan suhu, fungsi enzim, pertumbuhan dan pergantian sel yang rusak. Dan
dengan pemenuhan kebutuhan nutrisi bagi tubuh manusia, maka akan terhindar dari
ancaman-ancaman penyakit

43
DAFTAR PUSTAKA

Tim Pokja SDKI DPP PPNI. 2016. Standar Diagnosa Keperawatan Indonesia. Jakarta
Selatan: DPP PPNI

Tim Pokja SLKI DPP PPNI. 2018. Standar Luaran Keperawatan Indonesia. Jakarta
Selatan: DPP PPNI

Tim Pokja SLKI DPP PPNI. 2018. Standar Intervensi Keperawatan Indonesia. Jakarta
Selatan: DPP PPNI

Anonim. 2015. Asuhan Keperawatan Pada Anak Dengan Typoid.


https.//www.academia.edu/8199256/ASUHAN_KEPERAWATAN_PADA_ANAK_DEN
GAN_TYPOID. Diakses pada 05 Agustus 2020

Nahdi, Muhammad Rifqi. 2015. Asuhan Keperawatan Pada An. A Dengan Gangguan
Sistem Pencernaan: Demam Tifoid Di Ruang Anggrek RSUD Surakarta. Universitas
Muhammadiyah Surakarta: Surakarta.
http://eprint.ums.ac.id/34514/1/NASKAH%20PUBLIKASI.pdf. Diakses pada 05 Agustus
2020

44

Anda mungkin juga menyukai