Anda di halaman 1dari 30

KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH II

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN GANGGUAN SYSTEM


PERKEMIHAN: OBSTRUKSI SALURAN KEMIH

Disusun oleh:
Kelompok 6
Nama Anggota :
1. Asfira nurul fadhillah
2. Fitri sundari
3. Nadia aulia
4. Siska dewiliana

POLITEKNIK KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN


JAKARTA I
2019/2020
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas limpahan rahmat,
petunjuk dan karunia-Nya, makalah yang berjudul “ASUHAN KEPERAWATAN PADA
PASIEN DENGAN GANGGUAN SYSTEM PERKEMIHAN: OBSTRUKSI SALURAN
KEMIH” ini telah selesai disusun untuk memenuhi tugas Keperawatan Medikal Bedah II
Tak lupa ucapan terima kasih disampaikan kepada pihak – pihak yang telah membantu
dalam menyusun makalah ini, terutama kepada ibu Tutiany S.Kp, M.Kes selaku dosen
pembimbing, yang telah membimbing kami sehingga makalah ini telah selesai disusun.
Kami menyadari bahwa dalam penyusunan makalah ini masih terdapat banyak
kekurangan, untuk itu kami meminta maaf dan tentunya juga mengharapkan kritik dan saran
yang membangun. Semoga makalah ini dapat berguna bagi kami dan bagi para pembaca.
                                                                                                           

Jakarta, 30 januari 2019

Kelompok

2
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.....................................................................................................................2
PENDAHULUAN............................................................................................................................2
1.1 Latar Belakang................................................................................................................2
1.2 Tujuan penulisan.............................................................................................................2
BAB II..............................................................................................................................................2
TINJAUAN PUSTAKA..................................................................................................................2
2.1 Definisi..............................................................................................................................2
2.2 Anatomi............................................................................................................................2
2.3 Etiologi & Factor Resiko.................................................................................................2
2.4 Manifestasi Klinis............................................................................................................2
2.5 Patofisiologi......................................................................................................................2
2.6 Pemeriksaan Diagnostic..................................................................................................2
2.7 Penatalaksanaan Medis...................................................................................................2
2.8 Komplikasi.......................................................................................................................2
2.9 Asuhan Keperawatan......................................................................................................2
BAB III.............................................................................................................................................2
KESIMPULAN................................................................................................................................2
3.1 KESIMPULAN................................................................................................................2
3.2 SARAN.............................................................................................................................2
DAFTAR PUSTAKA......................................................................................................................2

3
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Batu saluran kemih menurut tempatnya digolongkan menjadi batu ginjal dan batu
kandung kemih. Batu ginjal merupakan keadaan tidak normal di dalam ginjal, dan
mengandung komponen kristal serta matriks organik. Lokasi batu ginjal dijurmpai khas
di kaliks atau pelvis dan bila akan keluar dapat terhenti di ureter atau di kandung kemih.
Batu ginjal sebagian besar mengandung batu kalsium. Batu oksalat, kalsium oksalat, atau
kalsium fosfat, secara bersama dapat dijumpai sarmpai 65-85% dari jumlah keseluruhan
batu ginjal.
BSK pada laki-laki 3-4 kali lebih banyak daripada wanita. Hal ini mungkin karena kadar
kalsium air kemih sebagai bahan utama pembentuk batu pada wanita lebih rendah
daripada laki-laki dan kadar sitrat air kemih sebagai bahan penghambat terjadinya batu
(inhibitor) pada wanita lebih tinggi daripada laki-laki. Batu saluran kemih banyak
dijumpai pada orang dewasa antara umur 30-60 tahun dengan rerata umur 42,20 tahun
(pria rerata 43,06 dan wanita rerata 40,20 tahun). Angka kejadian penyakit ini tidak sama
di berbagai belahan bumi, tidak terkecuali penduduk di Indonesia. Kejadian BSK di
Amerika Serikat dilaporkan 0,1-0,3 per tahun dan sekitar 5-10% penduduknya sekali
dalam hidupnya pernah menderita penyakit ini, di Eropa Utara 3-6%, sedangkan di Eropa
bagian Selatan di sekitar laut tengah 6-9%. Di Jepang 7% dan di Taiwan 9,8%. Pada
tahun 2000, penyakit BSK merupakan penyakit peringkat kedua di bagian urologi di
seluruh rumah rumah sakit di Amerika setelah penyakit infeksi, dengan proporsi BSK
28,74% (AUA, 2007). Sementara di Indonesia BSK merupakan penyakit yang paling
sering terjadi di klinik urologi. Angka kejadian BSK di Indonesia tahun 2002 berdasarkan
data yang dikumpulkan dari seluruh rumah sakit di Indonesia adalah 37.636 kasus baru,
dengan jumlah kunjungan 58.959 penderita. Sedangkan jumlah pasien yang dirawat
adalah 19.018 penderita, dengan jumlah kematian 378 penderita (Depkes RI, 2002).
Prevalensi penyakit batu saluran kemih berdasarkan wawancara meningkat seiring
dengan bertambahnya umur, tertinggi pada kelompok umur 55-64 tahun (1,3%) menurun
sedikit pada kelompok umur 65-74 tahun (1,2%) dan umur di atas 75 tahun (1,1%).
4
Prevalensi lebih tinggi pada lakilaki (0,8%) dibanding perempuan (0,4%). Prevalensi
tertinggi pada masyarakat tidak bersekolah dan tidak tamat SD (0,8%) dan status
ekonomi hampir sama kuintil indeks kepemilikian menengah bawah sampai menengah
atas (0,6%). Prevalensi di perdesaan sama tinggi di perkotaan (0,6%) (RISKESDAS,
2013). Komplikasi yang ditimbulkan antara lain sumbatan akibat batu yang pecah, infeksi
dan kerusakan fungsi ginjal yang disebabkan oleh adanya sumbatan yang sebelum
dilakukan tindakan pengobatan atau pengangkatan batu ginjal.

Peran perawat pada pasien dengan hidronefrosis & ureterolitiasis adalah care provider
yaitu tindakan keperawatan kepada pasien yang difokuskan pada penanganan nutrisi,
penanganan nyeri dan pencegahan infeksi. Peran perawat sebagai educator yaitu
memberikan pendidikan kesehatan mengenai pengertian Hidronefrosis & ureterolitiasis,
penyebab, tanda gejala, komplikasi, dan cara perawatannya sehingga keluarga mampu
merawat pasien di rumah dengan baik. Peran perawat sebagai conselor yaitu memotivasi
dan memberikan edukasi kepada pasien dengan penderita hidronefrosis agar tidak cemas
dengan penyakitnya. Beberapa data diatas dapat dijadikan alasan untuk mengangkat
asuhan keperawatan pasien dengan hidronefrosis. Melihat dengan adanya kejadian
sebelumnya akan mempermudah menggali lebih dalam mengenai keberhasilan dan
penatalaksanaan, serta perawat akan lebih mudah dalam memberikan asuhan keperawatan
khususnya pada klien dengan hidronefrosis.
1.2 Tujuan penulisan
1.2.1 Tujuan umum
Makalah ini dibuat untuk mengetahui, memahami, dan menerapkan konsep
asuhan keperawatan pada pasien obstruksi saluran kemih
1.2.2 Tujuan khusus
Mahasiswa mampu:
1. Menjelaskan definisi dan anatomi dari obstruksi saluran kemih
2. Menjelaskan etiologi, manifestasi klinis, dan patofisilogi dari obstruksi
saluran kemih.

5
3. Menjelaskan macam – macam pemeriksaan diagnostic dan penatalaksanaan
medis dari obstruksi saluran kemih
4. Membuat pengkajian keperawatan obstruksi saluran kemih
5. Menjelaskan diagnosis keperawatan obstruksi saluran kemih
6. Menyusun Perencanaan untuk memecahkan masalah mengenai obstruksi
saluran kemih
7. Melaksanakan Implementasi keperawatan pada pasien obstruksi saluran
kemih
8. Melakukan Evaluasi keperawatan pada pasien obstruksi saluran kemih

6
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
Batu saluran kemih adalah adanya batu di traktus urinarius. (ginjal, ureter, atau kandung
kemih, uretra) yang membentuk kristal; kalsium, oksalat, fosfat, kalsium urat, asam urat dan
magnesium. (Brunner & Suddarth,2002).
Urolithiasis adalah terbentuknya batu (kalkulus) dimana saja pada sistem penyalur urine,
tatapi batu pada umumnya terbentuk di ginjal. Batu mungkin terbentuk tanpa menimbulkan
gejala atau kerusakan ginjal yang bermakna, hal ini terutama pada batu besar yang tersangkut
pada pelvis ginjal. Makna klinis batu terletak pada kapasitasnya menghambat aliran urin atau
menimbulkan trauma yang menyababkan ulserasi dan perdarahan, pada kedua kasus ini
terjadi peningkatan predisposisi infeksi bakteri. (Hadi Purwanto, 2016)
2.2 Anatomi Fisiologi Saluran Perkemihan
Saluran mulai dari fielum?

 ANATOMI URETER
Ureter adalah saluran muskuler berbentuk silinder yang mengantarkan urine dari
ginjal menuju kandung kemih (buli-buli/vesica urinaria). Dalam tubuh manusia terdapat
dua ureter. Panjang ureter pada orang dewasa ± 25-30 cm dengan luas penampang ± 0,5
cm. Ureter sebagian terletak pada rongga abdomen dan sebagian terletak pada rongga
pelvis.
Dinding ureter terdiri dari tiga lapisan yaitu :
1) Tunika mukosa Adalah lapisan dari dalam keluar yang tersusun dari sel ephitelium
2) Tunika muskularis Merupakan otot polos longgar dan saling dipisahkan oleh jaringan ikat
dan anyaman serabut elastis. Otot ini membentuk tiga stratum/lapisan yaitu, stratum
longitodinal, stratum sirkuler dan stratum longitudinal eksternum.
3) Tunika adventisia ; tersusun dari jaringan ikat longgar.

7
 ANATOMI KANDUNG KEMIH/VESICA URINARIA
Kandung kemih adalah organ yang mengumpulkan urine yang diekskresikan organ ginjal
melalui ureter sebelum dibuang ke luar tubuh melalui uretra. Kandung kemih merupakan
kantong berongga yang terpenuhi otot-otot dan dapat digelembungkan (elastis). Kandung
kemih ini secara anatomi berada di belakang simfisis pubis. Dipersilahkan saudara
melihat gambar sistem urinaria di atas. Bagian kandung kemih terdiri dari 3 bagian yaitu :
1) Fundus, yaitu bagian yang menghadap ke arah belakang dan bawah. Bagian ini
terpisah dari rektum oleh spatium rectosiikale yang terdiri dari jaringan ikat
duktus deferent, vesika seminalis dan prostat.
2) Korpus, yaitu bagian antara verteks dan fundus
3) Verteks, yaitu bagian yang maju ke arah muka dan berhubungan dengan
ligamentum vesika umbilikalis.
 ANATOMI URETRA
Uretra adalah saluran yang berjalan dari leher kandung kemih ke lubang luar, dilapisi
membran mukosa yang bersambung dengan membran yang melapisi kandung kemih.
Pada laki-laki uretra berjalan berkelok-kelok melalui tengah-tengah prostat kemudian
menembus lapisan fibrosa yang menembus tulang pubis ke bagian penis yang panjangnya
sekitar 20 cm. Uretra laki-laki terdiri dari : uretra prosaria, uretra membranosa, dan uretra
kavernosa.
Uretra pada wanita terletak di belakang simfisis pubis. Panjangnya sekitar 3-4 cm.
Lapisan uretra pada wanita terdiri dari tunika muskularis. Muara uretra pada wanita
terletak di sebelah atas vagina (antara klitoris dan vagina). Uretra wanita dikelilingi oleh
sfingter uretra dan disyarafi oleh saraf pudenda. Secara seksualitas daerah di ujung uretra
ini sangat sensitif karena ada ujung-ujung syaraf pudenda. Daerah ini disebut zona erotis
uretra atau titik-U
 FISIOLOGI FILTRASI PLASMA DARAH
Ginjal menerima sekitar 1000-1200 ml darah per menit (20% dari cardiac output). Jumlah
cardiac output per menit sekitar 5000 ml. Laju aliran darah sebesar ini untuk menjaga
agar ginjal mampu menyesuaikan komposisi darah, sehingga volume darah terjaga,

8
memastikan keseimbangan natrium, klorida, kalium, kalsium, fsfat, dan pH darah serta
membuang produk-produk metabolisme seperti urea dan kreatinin.
Darah menuju ke ginjal melalui arteri renalis dan berakhir di arteriol aferen. Setiap
arteriol aferen menjadi sebuah kapiler glomerulus yang menyalurkan darah ke nefron.
Darah meninggalkan ginjal dan mengalir kembali ke vena kava inferior menuju ke atrium
kanan di jantung. Aliran darah ginjal harus tetap adekuat agar ginjal dapat bertahan serta
untuk mengontrol volume plasma dan elektrolit. Perubahan aliran darah ginjal dapat
meningkatkan atau menurunkan tekanan hidrostatik glomerulus yang mempengaruhi laju
filtrasi glomerulus (GFR/glomerulus filtrasi rate).
Aliran darah ginjal dikontrol oleh mekanisme intrarenal dan ekstrarenal. Mekanisme
intrarenal dikendalikan oleh arteri afferen dan efferen berupa melebar dan menyempitnya
luas penampang arteri. Kemampuan mekanisme intrarenal ini disebut mekanisme
otoregulasi. Mekanisme ekstrarenal ini dikendalikan oleh efek peningkatan dan
penurunan tekanan arteri rata-rata dan efek susunan saraf simpatis. Mekanisme ketiga
diatur oleh hormon yang dihasilkan oleh ginjal yaitu hormon renin, yang bekerja melalui
pembentukkan suatu vasokonstriktor kuat berupa angiotensin II. Angiotensin II (AII)
adalah hormon vasokonstriktor kuat yang bekerja pada seluruh sistem vaskuler untuk
meningkatkan kontraksi otot polos sehingga penurunan garis tengah pembuluh dan
meningkatkan resistensi/tahanan perifer total (TPR/total perifer resistance). Peningkatan
TPR ini akan meningkatkan tekanan darah sistemik. Hormon AII juga beredar dalam
darah ke kelenjar adrenal untuk menghasilkan hormon mineralokortikoid berupa hormon
aldosteron, yang berfungsi untuk meningkatkan reabsorbsi natrium.
 MEKANISME PEMBENTUKAN URINE
Jumlah darah yang disaring oleh glomerulus per menit sekitar 1200 ml ( ini disebut laju
filtrasi glomerulus), dan membentuk filtrat sekitar 120-125 cc/menitnya. Setiap hari
glomerulus dapat membentuk filtrat sebanyak 150-180 liter. Namun dari jumlah sebesar
ini hanya sekitar 1%-nya saja atau sekitar 1500 ml yang keluar sebagai air seni. Berikut
tahap pembentukan urine:
1) Proses filtrasi

9
Tahapan ini ada di glomerulus (bagian nefron) lihat gambar nefron di atas. Proses
filtrasi glomerulus disebut dengan laju filtrasi karena dapat dihitung per menitnya.
Prosesnya dimulai dari masukknya plasma darah di arteri afferent. Hampir semua
cairan plasma disaring kecuali protein. Hasil penyaringan akan diteruskan ke
kapsula Bowman’s berupa air, natrium, klorida, sulfat, bikarbonat dan mineral
lainnya. Kemudian diteruskan ke tubulus distal, lengkung henle, tubulus
proksimal dan dikumpulkan di duktus kolegentus.

Gambar 1.3: Proses Filtrasi Glomerulus

2) Proses reabsorbsi
Hasil dari proses filtrasi dinamakan filtrat. Ada beberapa filtrat penting seperti;
glukosa, natrium, klorida, fosfat dan bikarbonat di serap kembali ke dalam tubuh.
Proses penyerapan terjadi secara pasif akibat proses difusi.

10
3) Proses augmentasi (pengumpulan)
Proses ini terjadi dibagian tubulus kontortus distal sampai tubulus kolegentus
(duktus pengumpul). Pada duktus colecting ini masih terjadi proses reabsobsi
natrium, clorida dan ureum sehingga terbentuknya urine. Dari duktus pengumpul
ini urine akan dimasukkan ke perlvis renalis lalu dibawa ke ureter. Dari ureter
urine masuk ke kandung kemih. Setelah cukup banyak sekitar 250-300 cc,
terjadilah proses rangsangan syaraf pudenda yang mengakibatkan otot polos
kandung kemih berkontraksi, maka terjadilah proses berkemih dan urine akan
keluar melalui uretra.
2.3 Etiologi & Factor Resiko
Pada kebanyakan penderita batu saluran kemih tidak ditemukan penyebab yang
jelas (idiopatik), akan tetapi ada beberapa faktor-faktor yang berperan pada pembentukan
batu saluran kemih, dapat dibagi atas:
1. Aliran urin yang lambat memungkinkan akumulasi kristal yang merusak lapisan saluran
kemihdan menurunkan jumlah zat inhibitor yang akan mencegah akumulasi kristal
asimtomatis sehingga dapat keluar ke ureter menyebabkan aliran urine obstruksi yang
berpotensi menyebabkan kerusakan ginjal yang bersifat akut dan tingkat nyeri yang
tinggi.
2. Striktur biasa disebabkan infeksi yang pengobatan AB tidak tuntas. Biasanya pada
pasien gonorrhea dan sifilis
3. Faktor endogen: seperti faktor genetic-familial pada hipersistiuria, hiperkalsiuria primer
dan hiperoksaluria primer.
4. Faktor eksogen:
• Infeksi
Infeksi saluran kemih dapat menyebabkan nekrosis jaringan ginjal dan akan
menjadi inti pembentukan batu saluran kemih. Infeksi oleh bakteri yang memecah
ureum dan membentuk amonium akan mengubah pH urin menjadi alkali dan
mengendapkan garam-garam fosfat.
• Obstruksi dan stasis urin
Adanya obstruksi dan stasis urin akan mempermudah terjadi infeksi.
11
• Jenis kelamin
Data menunjukkan bahwa batu saluran kencing lebih banyak ditemukan pada pria.
Ratio pria dan wanita yang mengalami urolithiasis adalah 4 : 1.
• Ras
Batu saluran kemih lebih sering ditemukan di Afrika, dan Asia. Di Amerika
Serikat, anak-anak berkulit putih sering terkena urolithiasis dibandingkan dengan
anak kulit hitam.
• Keturunan
Anggota keluarga yang menderita batu saluran kemih lebih banyak mempunyai
kesempatan untuk menderita batu saluran kemih dari pada yang lain.
• Air minum
Memperbanyak diuresis dengan cara banyak minum akan mengurangi
kemungkinan terjadinya batu, sedangkan bila kurang minum menyebabkan kadar
semua substansi dalam urin akan meningkat dan akan mempermudah
pembentukan batu. Kejenuhan air yang diminum sesuai dengan kadar mineralnya
terutama kalsium dipekirakan mempengaruhi terbentuknya batu saluran kemih.
• Pekerjaan
Pekerja-pekerja keras yang banyak bergerak misalnya buruh dan petani akan
mengurangi kemungkinan terjadinya batu saluran kemih dari pada pekerja yang
banyak duduk.
• Makanan
Pada orang yang banyak mengkonsumsi protein hewani angka mordibitas batu
saluran kemih berkurang. Penduduk vegetarian yang kurang makan putih telur
lebih sering menderita batu saluran kemih.
• Suhu
Tempat yang bersuhu panas, misalnya daerah tropis, menyebabkan banyak
mengeluarkan keringat, akan mengurangi produksi urin dan mempermudah
pembentukan batu saluran kemih.
5. Kondisi klinis tertentu: fibrosiskistik, inflamasi usus, hipertensi, resistensi insulin, tirah
baring lama.
12
2.4 Patofisiologi
Sebagian besar batu saluran kencing adalah idiopatik dan dapat bersifat simtomatik
ataupun asimtomatik. Ada beberapa teori terbentuknya batu, yaitu:
1. Teori inti matriks
Terbentuknya batu saluran kencing memerlukan adanya substansia organik sebagai inti.
Substansia organik ini terutama terdiri mukopolisakarida dan mukoprotein A yang akan
mempermudah kristalisasi dan agregasi substansi pembentuk batu.
2. Teori supersaturasi
Terjadi kejenuhan substansi pembentuk batu dalam urin seperti sistin, santin, asam urat,
kalsium oksalat akan mempermudah terbentuknya batu.
3. Teori presipitasi kristalisasi
Perubahan pH akan mempengaruhi solubilitas substansi dalam urin. Pada urin yang
bersifat asam akan mengendap sistin, santin, asam dan garam urat, sedangkan pada urin
yang alkali akan mengendap garam-garam fosfat.
4. Teori berkurangnya faktor penghambat
Berkurangnya faktor penghambat, seperti: peptid fosfat, pirofosfat, polifosfat, sitrat,
magnesium, asam mukopolisakarid akan mempermudah terbentuknya batu saluran
kencing.

13
Infeksi pada ginjal
Infeksi pada usus

Kerusakan pada nefron ginjal


sumber: SCRIBD.com Gangguan absorbsi mineral pada
Diit tinggi mineral secara usus
Gangguan reabsobsi dan kebocoran ginjal
berlebihan

Peningkatan mineral di ginjal Mineral diangkut bersama darah


Obatan-obatan
menuju seluruh tubuh
(laktasif, antasida, Konsumsi air rendah
diuretik) Peningkatan konsentrasi mineral di urine

Terjadi pengendapan mineral menjadi Kristal


Penurunan cairan ke ginjal

Terjadi pengendapan mineral menjadi Kristal


Urine menjadi pekat

Endapan Kristal membentuk nucleus dan menjadi batu


Gagal Ginjal
Akut
Tidak mendapat penanganan Urolitiasis

Ginjal Ureter Bladder Uretra

obstruksi Pemasangan Infeksi


kateter

Hambatan aliran urine


Sensasi panas Kencing bercampur
saat kencing sepsis darah (hematuri)
Hidronefrosis Peningkatan tekanan hidrostatik
bggb

Distensi saluran Kencing sedikit/ Nyeri saat Nyeri Pielonefritis


kemih dan menetes/ tiba-tiba berkemih pinggang
abdomen berhenti

Nyeri akut Risiko tinggi infeksi


Gangguan Retensi urine
eliminasi
urine
Terlihat cemas, aktif bertanya dan
menyatakan ketidak tahuan tentang
penyakit
Mual dan muntah

Risiko nutrisi kurang Kurang pengetahuan 14


dari kebutuhan
2.5 Manifestasi Klinis
Tanda dan gejala penyakit urolithiasis sangat ditentukan oleh letaknya, besarnya, dan
morfologinya: tambahkan gambar untuk lokasi nyeri. Kenapa nyeri kolik yang terjadi di ureter
periodik
 Batu Pelvis Ginjal
Tanda dan gejala yang ditemui adalah :
a) Nyeri di daerah pinggang (sisi atau sudut kostevertebral), dapat dalam bentuk pegal
hingga kolik atau nyeri yang terus-menerus dan hebat karena adanya pielonefritis.
b) Pada pemeriksaan fisik mungkin kelainan sama sekali tidak ada, sampai mungkin
terabanya ginjal yang membesar akibat adanya hidronefrosis.
c) Nyeri dapat berupa nyeri tekan atau ketok pada daerah arkus kosta pada sisi ginjal
yang terkena.
d) Batu nampak pada pemeriksaan pencitraan.
e) Gangguan fungsi ginjal.
f) Pernah mengeluarkan batu kecil saat kencing.
 Batu Ureter
a) Kolik, yaitu nyeri yang hilang timbul disertai perasaan mual dengan atau tanpa
muntah.
b) Nyeri alih yang khas ke regio inguinal.
c) Perut kembung (ileus paralitik).
d) Hematuria.
e) Pernah mengeluarkan batu kecil saat kencing.
f) Batu nampak pada pemeriksaan pencitraan
 Batu Kandung Kemih
a) Karena batu menghalangi aliran air kemih akibat penutupan leher kandung kemih,
maka aliran yang mula-mula lancar secara tiba-tiba akan terhenti dan menetes disertai
dengan rasa nyeri.
b) Pada anak, menyebabkan anak tersebut menarik penisnya waktu BAK sehingga tidak
jarang terlihat penis yang sedikit panjang.

15
c) Bila terjadi infeksi sekunder, maka selain nyeri sewaktu miksi juga terdapat nyeri
menetap suprapubik.
d) Hematuria.
e) Pernah mengeluarkan batu kecil saat kencing.
f) Batu nampak pada pemeriksaan pencitraan.
 Batu Prostat
Pada umumnya batu prostat juga berasal dari air kemih yang secara retrograd.
 Batu Uretra
Batu uretra umumnya merupakan batu yang berasal dari ureter atau kandung kemih yang
oleh aliran kemih sewaktu miksi terbawa ke uretra, tetapi menyangkut di tempat yang
agak lebar. Gejala yang ditimbulkan umumnya sewaktu miksi tiba-tiba terhenti, menjadi
menetes dan nyeri. Penyulitnya dapat berupa terjadinya di vertikel, abses, fistel
proksimal, dan uremia karena obstruksi urin.
2.6 Komplikasi
Komplikasi yang timbul dapat berupa kerusakan tubular dan iskemik partial. Selain itu juga
dapat terjadi obstruksi yang menyababkan hidronefrosis, infeksi, dan gangguan fungsi ginjal

2.7 Pemeriksaan Diagnostic


Pemeriksaan yang dilakukan untuk mendiagnosa urolithiasis adalah:
a. Radiografi ginjal, ureter, dan kandung kemih (KUB radiograph)
b. IVP (Intra Venous Pyelogram)
Pemeriksaan ini bertujuan menilai keadaan anatomi dan fungsi ginjal. Selain itu IVP
dapat mendeteksi adanya batu semi opak ataupun batu non opak yang tidak dapat terlihat
oleh foto polos perut. Jika IVP belum dapat menjelaskan keadaan sistem saluran kemih
akibat adanya penurunan fungsi ginjal, sebagai penggantinya adalah pemeriksaan
pielografi retrograde.
c. Analisa urin
Pemeriksaan kimiawi meliputi pemeriksaan pH, protein, dan gula dalam urin.
Pemeriksaan mikroskopi mencari kemungkinan adanya sel-sel darah didalam urin.
Pengkajian makroskopis dengan menilai warna dan bau urin.
16
d. Darah rutin
Peninngkatan leukosit dan (Laju Endap Darah) LED menandakan aktifnya proses
inflamasi untuk melawan kuman yang menginvasi saluran kemih.
e. Fungsi ginjal
Pemeriksaan BUN, ureum dan kreatinan di dalam serum merupakan uji faal ginjal yang
paling sering dipakai di klinik. Bersihan kreatinin menunjukkan kemampuan filtrasi
ginjal. Dalam menilai faal ginjal, pemeriksaan ini lebih peka dari pada pemeriksaan
kreatinin atau BUN. Kadar klirens normal pada orang dewasa adalah 80-120ml/menit.
f. Analisa batu
Analisa batu ini adalah pemeriksaan untuk memeriksa jenis batu yang sudah keluar dan
mencegah kekambuhan kembali.
g. Foto polos abdomen
Foto ini digunakan untuk melakukan skrining untuk pemeriksaan kelainan pada saluran
kemih.
h. Hormon Paratyroid mungkin meningkat bila ada gagal ginjal (PTH merangsang
reabsorbsi kalsium dari tulang, meningkatkan sirkulasi serum dan kalsium urine.
i. Endoskopi ginjal Menentukan pelvis ginjal, dan untuk mengeluarkan batu yang kecil.
j. USG Ginjal Untuk menentukan perubahan obstruksi dan lokasi batu
2.8 Penatalaksanaan Medis
Tujuan penatalaksaan batu saluran kemih adalah menghilangkan obstruksi, mengobati
infeksi, menghilangkan rasa nyeri serta mencegah terjadinya gagal ginjal dan
mengurangi kemungkinan terjadinya komplikasi.
1. Pengurangan nyeri
Tujuan segera dari penanganan kolik renal atau uretra adalah untuk
mengurangi nyeri sampai penyebabnya dapat dihilangkan.
 Pemberian morfin atau meperidin untuk mencegah syock dan sinkop
akibat nyeri.
 Mandi air hangat di area pingul.
 Pemberian cairan, kecuali pada pasien dengan gagal jantung kongestif
yang memerlukan pembatasan cairan. Pemberian cairan dapat
17
meningkatkan tekanan hidrostatik pada ruangan di belakang batu
sehingga mendorong passe batu ke bawah. Masukan cairan sepanjang
hari mengurangi konsentrasi kritaloid urin, mengencerkan urin dan
menjamin haluaran urin yang besar.
2. Pengangkatan batu
Pemeriksaan sitoskopi dan pasase kateter uretral untuk menghilangkan batu
yang menyebabkan obstruksi. Ketika batu ditemukan, dilakukan analisis
kimiawi untuk menentukan komposisinya dan membuktikan indikasi
mengenai penyakit yang mendasari.
 ESWL (Extracorporal Shock Wave Lithotripsy)
Prinsip dari ESWL adalah memecah batu saluran kencing dengan
menggunakan gelombang kejut yang dihasilkan oleh mesin dari luar
tubuh. Sesampainya di batu, gelombang kejut tadi akan melepas
energinya. Alat ini memecah batu ginjal, batu ureter proksimal, atau
batu buli-buli tanpa tindakan invasif dan tanpa pembiusan. Batu
dipecah menjadi fragmen- fragmen kecil sehingga mudah dikeluarkan
melalui saluran kemih. tidak jarang pecahan batu yang sedang keluar
akan menimbulkan perasaan nyeri.
 Endurologi
Beberapa tindakan endurologi yaitu:
a) PNL (Percutaneous Nephro Litholapaxy)
Pengeluaran batu yang berada di saluran ginjal dengan cara
memaksukkan alat endoskopi ke sistem kalises melalui insisi
pada kulit. Batu kemudian dikeluarkan atau dipecah terlebih
dahulu menjadi fragmen-fragmen kecil.
b) Litotripsi
Memecah batu buli-buli atau uretra dengan memasukkan alat
pemecah batu ke dalam buli-buli. Pecahan batu dikeluarkan
dengan evakuator Ellik.
c) Ureteroskopi
18
Memasukkan alat uretroskopi peruretram guna melihat keadaan
ureter atau sistem pielo-kaliks ginjal. Dengan memakai energi
tertentu batu yang berada di dalam ureter maupun sistem
pelvikalises dapat dipecah melalui tuntunan ureteroskopi ini.
d) Ekstansi Dormia
Pengeluaran batu ureter dengan menjarinngnya melalui alat
keranjang Dormia.
 Bedah Laparaskopi
Pembedahan laparaskopi untuk mengambil batu saluran kemih saat ini
sedang berkembang. Cara ini banyak dipakai untuk menngambil batu
ureter.
 Bedah Terbuka
Pembedahan terbuka itu antara lain : pielolitotomi atau nefrolitotomi,
untuk mengambil batu pada saluran ginjal, dan ureterolitotomi untuk
mengambil batu di ureter. Tidak jarang pasien harus menjalani tindakan
nefrektomi atau pengambilan ginjal karena ginjalnya sudah tidak
berfungsi dan berisi nanah (pionefrosis), korteksnya sudah sangat tipis,
atau mengalami pengerutan akibat batu saluran kemih yang
menimbulkan obstruksi dan infeksi yang menahun.
Selain itu obat-obatan yang dapat digunakan antara lain :
a) Batu asam urat dengan obat potasium alkali dan allopurinol.
b) Batu karena infeksi (strufit) dengan antibiotika dan AHA (Amino
Hydroxamic Acid).
c) Batu kalsium dengan natrium selulosa fosfat, thiazide,
orthofosfat, potasium sitrat, magnesium sitrat, allopurinol,
potasium alkali, pyridoxin, kalsium suplemen.
2.9 Asuhan Keperawatan
A. PENGKAJIAN
 Data objektif mencakup :
1) Riwayat adanya infeksi saluran kemih kronis, obstruksi sebelumnya.
19
2) Menngeluh nyeri akut, berat, nyeri kholik
3) Penurunan haluaran urin, kandung kemih penuh, rasas terbakar, dan
dorangan berkemih.
4) Mual/ muntah, nyeri tekan abdomen.
5) Riwayat diit tinggi purin, kalsium oksalat, dan/atau fosfat.
6) Tidak minum air dengan cukup.
 Data obyektif meliputi :
1) Peningkatan tekanan darah dan nadi.
2) Kulit pucat.
3) Oliguria, hematuria.
4) Perubahan pola berkemih.
5) Distensi abdominal, penurunan atau tidak ada bising usus.
6) Muntah.
7) Nyeri tekan pada arae ginjal saat dipalpasi.
 Riwayat penyakit sekarang
1) Penurunan haluaran urin.
2) Kandung kemih, rasa terbakar.
3) Dorongan berkemih, mual/muntah.
4) Nyeri abdomen.
5) Nyeri punggung.
6) Nyeri panggul.
7) Kolik ginjal.
8) Kolik uretra.
9) Nyeri waktu kencing.
10) Lamanya nyeri.
11) Demam.
 Riwayat penyakit yang lalu
1) Riwayat adanya ISK kronis.
2) Obstruksi sebelumnya.
3) Riwayat kolik ginjal/ bleder tanpa batu yanng keluar.
20
4) Riwayat trauma saluran kemih.
 Riwayat penyakit keluarga
1) Riwayat adanya ISK kronis.
2) Penyakit atau kelainan gagal ginjal lainnya.
 Pemeriksaan fisik
1. Aktivitas:
 Pekerjaan yang kurang gerak atau pekerjaan yang memajankan klien
pada suhu lingkungan yang tinggi
 Pembatasan aktivitas atau imobilitas akibat kondisi yang sudah ada
sebelumnya-penyakit yang melemahkan, cedera medula spinalis-
menyebabkan tulang melepaskan lebih banyak kalsium
2. Sirkulasi darah
 Peningkatan tekanan darah dan nadi yang berkaitan dengan nyeri,
ansietas, atau gagal ginjal
 Kulit hangat, flushed, pucat
3. Eliminasi
 Riwayat infeksi saluran kemih kronis atau terkini (ISK)
 Batu ginjal sebelumnya
 Penurunan haluaran urine, kandung kemih penuh
 Rasa terbakar, urgensi berkemih
 Diare
4. Makanan/cairan
 Mual dan muntah
 Diet tinggi protein, tinggi natrium, rendah kalsium yang dapat
meningkatkan risiko beberapa jenis batu
 Ketidakcukupan asupan cairan, tidak meminum cairan dengan baik
 Distensi abdomen, penurunan atau tidak ada bising usus
5. Nyeri/ketidaknyamanan

21
 Episode akut menyiksa dan kolik dengan lokasi bergantung pada
lokasi batu; pada panggul diarea sudut kostovertebral, dapat menjalar
ke punggung, abdomen, dan turun ke pangkal paha dan genitalia; nyeri
tumpul konstan menunjukkan batu terletak di pelvia atau kaliks ginjal
 Dapat dijelaskan sebagai nyeri akut, hebat, dan tidak mereda dengan
perubahan posisi atau tindakan lain
6. Keamanan
 Penggunaan alkohol dapat menyebabkan dehidrasi dan pembentukan
batu asam urat
 Demam
 Test diagnostik
1) Urinalisis.
2) Urine kultur (infeksi, hematuri, kristal).
3) Radiografi (Computed Tomografi Scan, IVP (Intra Venous Pylogram)).
4) Endoscopi.
5) Cystocopy.
6) Ureteroscopy.
7) Nephroscopy.
8) Laboratorium (tes kimia serum; identifikasi kalsium, phospate, oksalat,
cystin, fungsi renal ; darah lengkap, urine 24 jam, ekskresi phospate,
kalsium, asam urat, kreatinin, dan analisa batu (komposisi batu).

B. DIAGNOSA KEPERAWATAN sesuaikan dengan sSDKI


1. Nyeri akut b.d agen fisik (mis, trauma jaringan, kontraksi ureter, pembentukan
edema, iskemia seluler)
2. Gangguan eliminasi urin b.d obstruksi anatomi
3. Risiko kekurangan volume cairan
4. Defisiensi pengetahuan b.d kurangnya pemajanan atau mengingat informasi. Salah
menginterpretasikan informasi tidak familiar dengan sumber informasi

22
C. RENCANA ASUHAN KEPERAWATAN sesuaikan dengan SIKI nutrisi nya jebarkan
jenis makanan nya
No Diagnosa Tujuan Intervensi
1. Nyeri akut b.d Setelah mendapatkan Manajemen nyeri
agen fisik (mis, perawatan selama 1 x Mandiri
trauma jaringan, 24 jam, maka tingkat  Dokumentasikan lokasi, durasi, intensitas dan
kontraksi ureter, nyeri menurun penjalaran nyeri. Catat tanda nonverbal-
pembentukan dengan kriteria hasil: peningkatan tekanan darah, nadi dan
edema, iskemia -keluhan nyeri cukup pernapasan, menggerutu
seluler menurun  Jelaskan penyebab nyeri dan pentingnya
-klien tidak tampak memberi tahu penyedia perawatan tentang
meringis perubahan pada kejadian atau karakteristik
- klien tidak tampak nyeri
gelisah  Berikan tindakan kenyamanan seperti gosok
-kesulitan tidur cukup punggung dan lingkungan yang tenang
menurun  Berikan kompres hangat ke punggung
- frekuensi nadi  Bantu dan dorong penggunaan napas
normal (60-95 terfokus, imajinasi terbimbing, dan aktivitas
x/menit) diversional
-fungsi berkemih  Anjurkan ambulasi yang sering jika
cukup membaik diindikasikan; tingkatkan asupan cairan
minimal 3 hingga 4 L/hari sesuai toleransi
jantung
 Perhatikan adanya laporan nyeri abdomen
yang meningkat atau persisten
Kolaborasi
 Berikan medikasi sesuai indikasi, misalnya:
analgesik, termasuk narkotika(mis, morfin
sulfat [astramorph], butorphenol [stadol];
kombinasi opioid seperti oksikodon dan
23
asetaminofen [Percocet], dan NSAID seperti
ketorolac [toradol], diklofenak [voltaren] dan
ibuprofen
 Antispasmodic, seperti flavoxate (urispas)
dan oksibutinin (Ditropan); penyekat saluran
kalsium, seperti nifedipin (adalat); dan
penyekat alfa adrenergik, seperti tamsulosin
(Flomax)
 Pertahankan kepatenan keteter ketika
digunakan
2. Gangguan Setelah mendapatkan Peningkatan Eliminasi Urin
eliminasi urin b.d perawatan selama 1 x Mandiri
obstruksi anatomi 24 jam, maka  Perhatikan haluaran dan karakteristik urine
eliminasi urin  Tentukan pola berkemih normal klien dan
membaik dengan perhatikan variasinya
kriteria hasil:  Anjurkan peningkatan asupan cairan, jika
-sensasi berkemih tidak ada mual
cukup meningkat  Saring semua urine. Dokumentasikan semua
-distensi kandung batu yang keluar dan kirim ke laboratorium
kemih cukup untuk dianalisis
menurun  Kaji laporan rasa penuh pada kandung kemih;
-berkemih tidak palpasi adanya distensi suprapubis.
tuntas cukup menurun Perhatikan penurunan haluaran urine dan
- urin menetes cukup adanya edema periorbital atau dependen
menurun  Observasi perubahan status mental, perilaku,
-frekuensi BAK atau tingkat kesadaran
membaik Kolaborasi
-karakteristik urine
 Pertahankan kepatenan keteter menetap-
baik
ueter, uretra, atau nefrostomu-jika dipasang
 Berikasn medikasi, sesuai indikasi, misalnya:
24
asetazolamis (Diamox) danalopurinol
(zyloprim) kortikosteroid, seperti prednisone
(deltasone)
 Penicilamin (cuprimin), tiopronin (thiola),
dan kalium sitrat (polycitra-k)
 Amonium klorida dan kalium atau natrium
fosfat. Antibiotik
 Pantau pemeriksaan laboratorium, misalnya:
elektrolit, BUN, dan Cr
 Kultur dan sensitivitas urine
 Persiapkan klien dan bantu dalam melakukan
prosedur endoskopi
 Nefrolitotomi perkutaneus atau pengeluaran
batu melalui insisi terbuka
3. Risiko Setelah mendapatkan Manajemen cairan
ketidakseimbangan perawatan selama 3 x Mandiri
cairan 24 jam, maka  Pantau I&O
keseimbangan cairan  Dokumentasikan nsidens dan catat
meningkat dengan karakteristik serta frekuensi berkemih dan
kriteria hasil: diare juga kejadian yang menyertai atau
-asupan cairan mencetuskannya
meningkat  Tingkatkan asupan cairan sebesar 3 hinggal 4
-output urin L/hari sesuai toleransi jantung
meningkat  Pantau TTV. Evaluasi nadi, pengisian
-mukosa bibir lembab kapiler, turgor kulit, dan membran mukosa
-frekuensi nadi  Timbang berat badan setiap hari
normal (60-95 Kolaborasi
x/menit)
 Pantau Hb/Ht dan elektrolit
-turgor kulit elastis
 Berikan cairan IV
-hemoglobin dalam
25
batas normal  Berikan diet yang tepat, cairan jernih, dan
-hematokrit dalam makanan lunak, sesuai toleransi
batas normal  Berikan medikasi, sesuai indikasi, misalnya,
antiemetik (seperti metoklopramid [reglan],
ondansetron [Zofran], promethazine
[Phenergan], atau droperidol [inapsine]
4. Deficit Setelah mendapatkan Penyuluhan: proses penyakit
pengetahuan b.d perawatan selama 3 x Mandiri
kurangnya 24 jam, maka tingkat  Ulangi kembali proses penyakit dan harapan
pemajanan atau pengetahuan di masa yang akan datang
mengingat meningkat dengan  Tekankan pentingnya meningkatkan asupan
informasi. Salah kriteria hasil: cairan, seperti 3 hingga 4 L/hari jika tidak
menginterpretasika -berperilaku sesuai dikontaindikasikan. Dorong klien untuk
n informasi tidak anjuran menyadari mulut kering dan diuresis
familiar dengan -mampu menjelaskan berlebihan adau diaforesis dan untuk
sumber informasi. pengetahuan tentang meningkatkan asupan cairan meskipun tidak
urolithiasis merasa haus.
-mematuhi program  Kaji kembali regimen diet, yang sesuai untuk
perawatan/ individu
pengobatan  Batasi asupan kalsium sekitar 800 mg/hari
-resiko komplikasi jika tepat gunakan kalsium sitrat ketika
penyakit menurun dibutuhkan suplemen
-tanda dan gejala  Shorr regimen: diet rendah kalsium dan
penyakit membaik fosfor dengan gel alumunium karbonat 30
-klien dapat hinggan 40 mL 30 menit setelah makan dan
mengidentifikasi menjelang tidur
faktor penyebab  Anjurkan makanan kaya magnesium dan
vitamin B serta K
 Diskusikan medikasi dan regimen suplemen
herbal hindari obat yang dijual bebas, dan
26
bicara label komposisi produk dan makanan
 Anjurkan klien untuk memberi tahu semua
medikasi danherbal yang digunakan kepada
dokter atau apoteker
 Tekankan perlunya berhenti merokok, jika
diindikasikan
 Anjurkan aktivitas dan program latihan
teratur
 Dengarkan secara aktif kekhawatiran tentang
regimen terapeutik dan perubahan gaya hidup
 Identifikasi tanda dan gejala yang
memerlukan evaluasi medis, seperti nyeri
berulangh, hematuria dan oliguria
 Tunjukkan cara perawatan insisi atau keteter
yang tepat, jika ada

27
D. IMPLEMENTASI KEPERAWATAN
Implementasi keperawatan yang dilakukan untuk pasien urolithiasis yang utama adalah
mengatasi megatasi nyeri yang dirasakan, meningkatkan fungsi berkemih,
mempertahankan keseimbangan cairan, dan memberikan pengetahuan mengenai
urolithiasis dan pengobatan yang dilakukan.

E. EVALUASI KEPERAWATAN
Setelah dilakukan tindakan keperawatan hasil yang diharapkan adalah:
 Pasien dapat mengontrol nyeri, nyeri berkurang, mengenali nyeri, menyatakan rasa
nyaman, tanda vital dalam rentang normal, dan tidak mengalami gangguan tidur.
 Klien dapat mempertahankan keseimbangan cairan dalam tubuh ditandai dengan Hb
dan Ht yang normal.
 Kemampuan klien dalam berkemih meningkat, klien tidak merasakan nyeri saat
berkemih mauapun merasa tidak tuntas saat berkemih.
 Pasien bebas dari tanda dan gejala infeksi, menunjukkan kemampuan untuk
mencegah timbulnya infeksi, jumlah leukosit dalam batas normal.
 Pasien dan keluarga menyatakan pemahaman dan mampu menjelaskan kembali
tentang penyakit, kondisi, prognosis dan program pengobatan, pasien dan keluarga
mampu melaksanakan prosedur yang dijelaskan secara benar.

28
BAB III
KESIMPULAN
1.1 KESIMPULAN

1.2 SARAN
Institusi pendidikan: kami berharap akademik dapat menyediakan sumber buku
dengan masalah Gangguan System Pernapasan Akibat Keganasan Kanker Nasofaring
dengan tahun dan penerbit terbaru sebagai bahan informasi yang penting dalam
pembuatan laporan ini dan dapat meningkatkan kualitas pendidikan terutama dengan
pembuatan asuhan keperawatan dalam praktek maupun teori.
Mahasiswa keperawatan: diharapkan untuk seluruh mahasiswa keperawatan untuk
dapat meningkatkan pengetahuan, pemahaman serta keterampilan dalam proses
keperawatan kebutuhan dasar dalam hal ini pasien dengan Gangguan System
Pernapasan Akibat Keganasan Kanker Nasofaring, dimana hal tersebut menjadi sangat
penting untuk kelangsungan dan keberhasilan penyembuhan penyakit pasien.

29
DAFTAR PUSTAKA
America Urologic Association (AUA). 2007. Urologic Disease In America.
Www.Kidney.Niddk.Gov (diakses pada tanggal 23 januari 2020 jam 15.00)
Depkes RI, 2002. Statistik Rumah Sakit Di Indonesia. Seri 3, Morbiditas Dan Mortalitas
Direktorat Jenderal Pelayanan Medik. Www.Yanmedikdepkes.Net (diakses pada tanggal 23
januari 2020 jam 15.00)
Brunner & Suddarth. 2002. Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta: EGC
Doenges Marilynn E, Dkk. 2018. Rencana Asuhan Keperawatan Ed.9 Vol.2. Jakarta: EGC
Https://Www.Scribd.Com/Doc/187182296/Pathway-Urolitiasis (Diakses Pada Tanggal 25
Januari 2020 Jam 21:46)
Purwanto Hadi. 2016. Modul Cetak Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah II. Jakarta: Pusdik
SDM Kesehatan
PPNI (2016). Standar Diagnosa Keperawatan Indonesia: Definisi Dan Indicator Diagnostic
Keperawatan, Edisi 1. Jakarta: DPP PPNI.
PPNI (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia: Definisi Dan Tindakan Keperawatan,
Edisi 1. Jakarta: DPP PPNI.
PPNI (2018). Standar Luaran Keperawatan Indonesia: Definisi Dan Kriteria Hasil
Keperawatan, Edisi 1. Jakarta: DPP PPNI.
Setiati Siti, Sudoyo W Aru, Alwi Idrus. 2017. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid III Edisi III.
Jakarta: Interna Publishing

30

Anda mungkin juga menyukai