Anda di halaman 1dari 6

UANG DAN SISTEM KEUANGAN SYARIAH

Lely Shofa Imama, MSI.


Bank dan Lembaga Keuangan Syariah, Gasal 2020-2021

Standar Kompetensi:
Setelah mempelajari bab ini, mahasiswa diharapkan memiliki pengetahuan dan
pemahaman dasar tentang pengertian uang, perbedaan konsep uang dalam perspektif ekonomi
konvensional dan ekonomi Islam, serta sistem keuangan syariah.

A. Uang dan Konsep Uang


Lembaga keuangan sebagai perwujudan dari lembaga intermediasi keuangan dalam
pelaksanaannya tidak akan terlepas dari uang sebagai sebuah nilai. Uang memiliki peran
strategis dalam kehidupan manusia dan sistem ekonomi yang dijalaninya, termasuk lembaga
keuangan sebagai salah satu bentuk sistem keuangan yang merupakan bagian tak terpisahkan
dari sistem ekonomi.
Secara bahasa, uang dapat didefinisikan sebagai alat tukar atau standar pengukur nilai
(kesatuan hitungan) yang sah, dikeluarkan oleh pemerintah suatu Negara berupa kertas, emas,
perak, atau logam lain yang dicetak dengan bentuk dan gambar tertentu. 1 Dalam bahasa Arab,
uang dikenal dengan istilah nuqûd yang berarti mata uang yang terbuat dari emas, perak, atau
selain keduanya yang dipergunakan sebagai alat bertransaksi.2
Berdasarkan pengertian di atas, maka secara sederhana, uang dapat didefinikan
berdasarkan fungsinya, bukan fisiknya. Hal ini karena setiap Negara memiliki uang dengan ciri-
ciri fisik dan karakteristik berbeda, sehingga istilah uang mencakup segala sesuatu yang
diterima secara umum sebagai alat pembayaran yang resmi dalam rangka memenuhi suatu
kewajiban.
Uang dapat juga didefinisikan sebagai sebuah benda yang dapat digunakan sebagai alat
tukar, alat penyimpan nilai, dan alat pengukur nilai benda lain. Definisi ini merupakan simpulan
dari fungsi uang ditinjau dari teori ekonomi konvensional dan Islam, antara lain sebagai berikut:
- Alat tukar (medium of exchange)
Metode tukar-menukar yang lebih dikenal dengan istilah barter bisa saja berlaku, tapi
dapat dibayangkan betapa rumitnya apabila setiap benda yang diinginkan oleh individu
harus didapatkan melalui sistem barter, karena tidak selalunya kebutuhan individu
dengan individu yang lain terjadi dalam waktu yang sama, dan tidak selalunya individu
yang membutuhkan jasa individu lainnya dapat menghadirkan benda yang diperlukan
sebagai obyek barter.
Terkait fungsinya sebagai alat tukar, penggunaan uang dapat mendorong terjadinya
aktifitas kerja, yaitu pembelian dan penjualan, sehingga dengan uang sebagai alat tukar
seseorang dapat memperoleh penghasilan dan memperlancar laju ekonomi masyarakat.
- Alat penyimpan nilai (store of value)

1
Tim Penyusun Kamus Pusat Bahasa, 2005, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Ed 3, Cet 3, (Jakarta: Balai Pustaka),
hal. 1232
2
Mujamma’ al-Lughah al-Arabia, 2004, Al-Mu’jam Al-Wasîth, Cet 4, (Kairo: Maktabah Shorouk ad-Dauliyah), Hal.
944
Meskipun ada beragam cara untuk menyimpan nilai/ kekayaan seperti tanah, perhiasan,
maupun benda berharga lain, namun uang dianggap salah satu cara efektif untuk
menyimpan kekayaan karena mudah disimpan dan dijaga. Hal ini karena dengan
menabung dalam bentuk uang, seseorang tidak perlu direpotkan dengan masalah ruang
penyimpanan yang besar dan resiko kerusakan karena bertumpuknya barang.
- Satuan hitung (unit of account)
Setiap benda memiliki nilai berbeda berdasarkan asal dan kesulitan yang dilalui dalam
mendapatkannya, sehingga akan sangat sulit jika tidak ada alat yang dapat dijadikan
acuan untuk mengukur nilai dari benda tersebut. Bahkan dalam sistem barterpun,
pertukaran akan menjadi tidak adil apabila nilai dari benda yang dipertukarkan dinilai
sama padahal proses perolehannya berbeda. Dalam situasi ini, uang dapat membantu
menghitung nilai dari masing-masing benda tersebut.
- Ukuran pembayaran yang tertunda (standard for deffered payment)
Sederhananya, fungsi uang terkait transaksi pinjam-meminjam. Dalam hal ini,
menghitung nilai (menggunakan uang) merupakan cara paling efisien dalam melakukan
transaksi pinjam-meminjam karena dengan mengetahui jumlah nilai yang dipinjam akan
memudahkan masing-masing pihak dalam hal pembayarannya.
Pada awal penggunaannya—periode prabarter—uang yang berlaku di masyarakat adalah
uang barang (commodity money)3, yaitu alat tukar berbentuk barang baik berupa barang
langka, tahan lama, dan bernilai tinggi seperti emas, perak, dan logam mulia lain yang
penggunaannya tidak jauh berbeda dengan sistem barter, di mana uang barang memiliki fungsi
dapat ditukarkan dengan kebutuhan yang ingin diperoleh pada saat itu. Akan tetapi seiring
waktu, uang barang sudah mulai ditinggalkan karena pertimbangan efektifitas dan efisiensi,
sehingga pada era modern seperti sekarang, berdasarkan bentuk fisiknya, uang dikelompokkan
menjadi dua, yaitu:
1. Uang kartal
Uang kartal adalah uang yang berupa logam atau kertas (sebagaimana yang dipakai
untuk jual beli sehari-hari),4 mencakup uang kertas dan uang logam yang dikeluarkan
oleh bank yang sah di suatu negara (real money).
Pada awalnya, uang kartal adalah uang tanda (token money) yang diterbitkan oleh suatu
pihak terkait cadangan emas yang mereka miliki. Namun saat ini penerbitan uang kertas
(fiat money) tidak lagi dikaitkan dengan cadangan emas dan hanya bank sentral yang
memiliki otoritas penciptaan uang kartal.
2. Uang giral
Uang giral adalah alat pembayar (penukar) dalam bentuk surat berharga.5 Uang giral
dapat pula didefinisikan sebagai warkat dengan nilai nominal tertentu yang berfungsi

3
Musthafa Edwin Nasution dkk, 2007, Pengenalan Eksklusif Ekonomi Islam, Ed 1, Cet 2, (Jakarta: Kencana Prenada
Media Group), hal. 240
4
Tim Penyusun Kamus Pusat Bahasa, 2005, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Ed 3, Cet 3, (Jakarta: Balai Pustaka),
hal. 1232
5
Tim Penyusun Kamus Pusat Bahasa, 2005, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Ed 3, Cet 3, (Jakarta: Balai Pustaka),
hal. 1232
sebagai uang, seringkali diistilahkan sebagai uang kertas seperti uang kertas
pemerintah, uang kertas bank, dan cek.6
Penerbitan uang giral selalu terkait dengan cadangan dana yang tersimpan (deposit
money), di mana dana harus siap dicairkan pada saat uang giral disetorkan.
Walaupun semua sistem memiliki persamaan persepsi mengenai definisi dan fungsi umum
dari uang, namun ada perbedaan mendasar antara sistem ekonomi konvensional (kapitalis
maupun sosial) dan sistem ekonomi Islam dalam memandang uang.
Menurut teori ekonomi konvensional, selain fungsi pokok uang yang dipahami secara
umum, uang juga memiliki fungsi khusus, yaitu sebagai komoditas, benda yang dapat
digunakan sebagai alat untuk mendatangkan keuntungan; dengan cara diperjualbelikan secara
tangguh atau disewakan.
Fungsi khusus ini tidak dapat diterima oleh konsep ekonomi islam karena fungsi uang tak
lebih dari perannya sebagai alat tukar dan satuan hitung, uang adalah benda yang digunakan
untuk menentukan nilai dan menjadi penukar nilai, tapi uang tidak boleh difungsikan sebagai
komoditas karena uang tidak dapat meningkatkan nilainya dengan sendirinya, akan tetapi
usaha manusialah yang dapat menambah nilai dari uang melalui keuntungan atau mengurangi
nilainya melalui kerugian yang diperoleh dari usaha tersebut.
Maksud dari konsep Islam terkait fungsi uang dan penolakannya terhadap peran uang
sebagai sebuah komoditas akan dipaparkan pada bahasan selanjutnya terkait ketidakselarasan
antara konsep time value of money dan economic value of time.

B. Time Value of Money vs Economic Value of Time


Dalam ekonomi konvensional, time value of money didefinisikan sebagai “a dollar today is
worth than a dollar in the future because a dollar today can be invested to get a return.”7
Definisi di atas menyatakan bahwa setiap keping uang yang ditunda penggunaannya akan
selalu menghasilkan nilai lebih pada masa yang akan datang berdasarkan asumsi bahwa
penundaan atas penggunaan uang akan selalu berjalan seiring dengan investasi atas uang
tersebut, dan setiap investasi pasti akan selalu menghasilkan nilai tambah.
Asumsi yang dibangun dalam definisi di atas tidak dapat dibenarkan karena dalam tataran
realitas, investasi tidak selalunya menghasilkan tambahan/ keuntungan, akan tetapi investasi
akan selalu menghadapi kemungkinan untung, rugi, atau impas (tidak untung dan tidak rugi).
Sehingga, konsep time value of money dibangun berdasarkan asumsi penambahan nilai
sebagai hasil investasi tidak dapat diterima karena tidak semua investasi mendatangkan
keuntungan.
Dalam pembahasan lain, ekonomi konvensional mendasarkan konsep time value of money
pada:
- Kemungkinan terjadinya inflasi nilai mata uang saat ini yang akan berpengaruh pada
kualitas konsumsi masa depan. Yaitu, di mana harga suatu barang akan selalu
bertambah/ naik pada masa mendatang sehingga pengunduran pembelian akan
merugikan individu apabila uang yang diundur pemakaiannya tidak ditingkatkan nilainya.

6
Ahmad Ifham Sholihih, 2010, Buku Pintar Ekonomi Syariah, (Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama), Hal.867
7
Damodaran, dalam Adiwarman Karim, 2008, Bank Islam: Analisis Fiqih dan Keuangan, ed 3-5, (Jakarta: PT. Raja
Grafindo Persada), hal. 376
- Kecenderungan seseorang yang memiliki kecukupan uang untuk lebih menyukai
konsumsi masa sekarang daripada harus mengundurnya pada hari esok walaupun tidak
ada kekhawatiran terjadinya inflasi, sehingga ia akan meminta kompensasi atas
penundaan konsumsinya.
Dua hal di atas tidak dapat diterima dalam konsep ekonomi Islam karena uang bukanlah
komoditas yang bisa dijadikan sebagai obyek penambah nilai dan dapat dibungakan/
dikembangkan dengan sendirinya—bahkan ketika mata uang terbuat dari emas, perak, dan
barang berharga lainnya—akan tetapi uang adalah sesuai fungsinya sebagai alat tukar
(medium of exchange).
Imam Al-Ghazali mengibaratkan uang sebagai cermin, yang tidak memiliki warna tetapi
dapat menghadirkan/ mencerminkan semua warna yang dihadapkan padanya.8 Pada saat uang
diciptakan dari suatu material, maka substansi bahan pembuat uang itu menjadi hilang, tidak
ada manfaat dan tujuannya, beralih menjadi uang yang hanya berfungsi sebagai alat tukar dan
penghitung nilai barang kebutuhan manusia, bukan untuk dikonsumsi dengan sendirinya dalam
bentuknya yang baru, yaitu uang.
Adapun konsep economic value of time dapat diartikan bahwa dalam memanfaatkan waktu,
setiap individu dapat menghasilkan nilai ekonomi atau imbalan yang berbeda antara satu
dengan yang lain. Sebagai contoh, satu jam yang dimanfaatkan oleh seorang tukang becak
untuk bekerja hasilnya tidak akan sama dengan satu jam yang dipergunakan oleh seorang
dokter untuk bekerja. Satu jam yang dimanfaatkan oleh seorang buruh di perusahaan
manufaktur untuk membuat karya imbalannya tidak selalu sama dengan gaji yang diterima oleh
seorang kuli bangunan.
Pengertian di atas dapat dipahami bahwa setiap individu memiliki nilai yang berbeda
berdasarkan kompetensinya walaupun rentang waktu yang digunakan sama. Dalam kondisi
semacam ini, maka uang kembali pada fungsinya, yaitu sebagai satuan hitung nilai kualitas
kerja individu dan alat pembayar nilai.

Bagaimana dengan perilaku menahan atau menyimpan uang?


Teori Keynes menyebutkan bahwa motif seseorang untuk memegang uang adalah dengan
tiga tujuan, yaitu: transaction motive (motif transaksi), precautionary motive (motif berjaga-jaga),
dan speculative motive (motif spekulasi). Motif transaksi dan berjaga-jaga ditentukan oleh
tingkat pendapatan, motif spekulasi ditentukan oleh tingkat suku bunga.9
Pertama, motif transaksi terwujud dalam penggunaan uang sebagai alat tukar/ pembeli
kebutuhan hidup seseorang dan penghitung nilai investasi yang ditanamkan. Motif ini dapat
diterima oleh konsep ekonomi Islam karena sesuai dengan fungsi awal uang sebagai media
tukar dan penentu nilai.
Kedua, motif berjaga-jaga dapat digambarkan dalam perilaku seseorang menyisihkan
kelebihan pendapatan yang dimilikinya untuk ditabung atau dibayarkan kepada perusahaan
asuransi. Konsep ekonomi Islam membenarkan motif berjaga-jaga karena setiap individu tidak
mengetahui secara pasti apa yang akan berlaku atas kehidupan ekonominya di masa

8
Musthafa Edwin Nasution dkk, 2007, Pengenalan Eksklusif Ekonomi Islam, Ed 1, Cet 2, (Jakarta: Kencana Prenada
Media Group), hal. 249
9
Ahmad Ifham Sholihih, 2010, Buku Pintar Ekonomi Syariah, (Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama), Hal.863
mendatang dan dianjurkan untuk mempersiapkan/ mengantisipasi segala kemungkinan yang
akan terjadi sehingga dia dan keluarganya tidak terpuruk, termasuk dalam urusan keuangan.
Ketiga, salah satu bentuk motif spekulasi yang paling sering dilakukan setiap individu
adalah perilaku menabung dan menginvestasikan dana dengan tujuan mendapatkan
keuntungan dari bunga pasti (fixed rate). Motif spekulasi seperti ini tidak dibenarkan dalam
konsep ekonomi Islam karena tak ubahnya judi (gambling), menghadirkan kamuflase terjadinya
keuntungan tanpa usaha dan tanpa mempertimbangkan terjadinya kerugian pada pihak lain.

C. Sistem Keuangan Syariah


Sistem keuangan merupakan tatanan perekonomian dalam suatu Negara yang berperan
dan melakukan aktivitas dalam berbagai jasa keuangan yang diselenggarakan oleh lembaga
keuangan.10
Dari definisi di atas, dapat dipahami bahwa sistem keuangan adalah lembaga keuangan.
Sistem keuangan merupakan salah satu unsur penting dalam setiap perekonomian suatu
Negara. Tanpanya, sistem ekonomi tidak akan pernah berfungsi. Adapun fungsi sistem
keuangan dapat dipaparkan sebagai berikut:
- Menyediakan mekanisme pembayaran
Dalam upaya menarik minat, memenuhi kebutuhan, dan mempermudah pelaksanaan
transaksi pembayaran, sistem keuangan menciptakan berbagai jenis instrument
pembayaran.
- Menyediakan kredit atau pembiayaan
Sistem keuangan menyediakan pembiayaan untuk mendukung pembelian barang, jasa,
dan untuk membiayai investasi.
- Penciptaan uang
Penciptaan uang yang dimakssud bukan berarti setiap sistem keuangan berwenang
menciptakan uang kartal sebagaimana tugas yang dimiliki oleh Bank Indonesia, tapi
penciptaan uang yang dimaksud adalah semua bentuk uang yang dapat digunakan
sebagai alat penukaran (giral).
- Sarana tabungan
Dalam hal terjadi kelebihan dana, masyarakat dapat memanfaatkan sistem keuangan
untuk menampung dana berlebih yang mereka sisihkan sehingga dapat diambil
sewaktu-waktu mereka membutuhkannya.

Di Indonesia, terdapat tiga sistem keuangan, yaitu:


1. Sistem moneter
Sistem ini meliputi Departemen Keuangan, Bank Indonesia, dan Bank yang memiliki
wewenang dalam lalu lintas pembayaran/ menerima giro.
2. Sistem perbankan
Sistem ini mencakup lembaga keuangan bank; baik Bank Umum maupun Bank
Perkreditan Rakyat.
3. Sistem lembaga keuangan bukan bank

10
Veithzal Rivai dkk, 2007, Bank and Financial Institution management, Ed 1, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada),
hal. 18
Semua jenis lembaga yang berfungsi sebagai intermediasi keuangan masuk di
kelompok ini.

Sistem keuangan dapat dibedakan berdasarkan prinsip operasionalnya dapat


dikelompokkan menjadi sistem keuangan konvensional dan sistem keuangan syariah. Elemen
sistem keuangan syariah akan dibahas pada materi selanjutnya, yaitu Bab Lembaga keuangan
Syariah.

D. Soal
1. Apa definisi uang?
2. Sebutkan fungsi uang!
3. Apa yang anda ketahui tentang konsep time value of money? Kenapa konsep ini tidak dapat
diterima oleh ekonomi Islam?
4. Jelaskan maksud dari konsep economic value of time!
5. Apa yang dimaksud dengan sistem keuangan syariah? Sebutkan cakupannya!

Anda mungkin juga menyukai