Anda di halaman 1dari 6

TERAPI GIZI

Tubuh selau melakukan pembaruan secara terus-menerus, setiap detik terdapat jutaan
sel yang mati. Makanan menyediakan bahan baku untuk pondasi dan regenerasi tubuh.
Berbagai penelitian dan pengalaman klinis menunjukkan bahwa perubahan diet dan suplemen
gizi dapat memulihkan dan menjaga kesehatan dan kesejahteraan tubuh, serta membantu
untuk mengobati berbagai kondisi tubuh sehari-hari. Pendekatan nutrisi adalah langkah
efektif untuk mencegah dan mengobati kondisi serius seperti penyakit arteri koroner, kanker
stroke, dan diabetes.

Terapi gizi medik (TGM) dahulunya dikenal dengan istilah terapi diet (dietary
treatment). Diet sendiri berarti "pengaturan jumlah serta jenis makanan dan jadual makan
setiap hari." Jika dirancang bersama pasien dengan bimbingan dietisien, terapi diet juga dapat
dinamakan Perencanaan Menu atau Makan atau PM (Menu Planning). PM ini
mempertimbangkan pula faktor-faktor nonnutrisi seperti adat istiadat, habit, kultur, psikologi,
dan ekonomi.

Terapi gizi medik (TGM) digunakan karena terapi diet dapat pula disertai terapi gizi
lain seperti suplementasi. Karena beberapa formula enteral misalnya formula susu diabetes
(diabetasol, dianeral, nutren diabetes, glucerna) atau nutraceuticals misalnya kombinasi
vitamin B, asam folat dgn zink dan kromium (diabetone, glucobion) atau fitokimia pangan
misalnya antosianin atau zeaxanthin serta bahan berkhasiat lain misalnya cinnulin sering
digunakan sebagai suplemen lewat penulisan resep yang merupakan priviledge medis, maka
digunakan istilah terapi gizi medik atau TGM.

DM pertama kali diperkenalkan oleh dr Bouchardat pada tahun 1870an ketika beliau
mengamati diabetisi yang makanannya dicatu akibat kelangkaan bahan pangan pasca-perang
Perancis Prussian. Diabetisi yang makanannya dicatu ternyata memiliki kadar gula darah
yang lebih rendah sehingga beliau menerapkan diet sebagai terapi untuk mengendalikan gula
darah (ingat pada tahun itu, insulin dan OHO belum ditemukan).

Dibandingkan insulin yang baru diproduksi dan dipasarkan pada tahun 1921, kemudian
OHO generasi pertama seperti tolbutamid dan klorpropamid yang baru diproduksi pada tahun
1955 serta biguanid seperti metformin yang dipasarkan pada tahun 1959, maka terapi diet
jelas mempunyai sejarah yang jauh lebih lama.

TGM bertujuan untuk mencapai dan mempertahankan: (1) Kadar GD mendekati


normal (puasa/FPG 90-130, 2 jam pp < 180 dan A1c < 7); (2) TD yang normal (<130/80); (3)
Profil lipid yang normal (LDL < 100, HDL > 40, TG < 150); dan (4) BB yang normal (IMT <
25). TGM terdiri dari 2 komponen plus pengaturan jadwal makan. Dahulunya komponen ini
dikenal dengan sebutan 3 J: Jumlah makanan, Jenis makanan dan Jadwal makan.

Komponen pertama yang berkaitan dengan jumlah makanan dikembangkan menjadi


carbohydrate counting (carbing) atau penghitungan jumlah KH yang dibutuhkan dan
distribusinya dalam 24 jam. Tentu saja untuk menghitung KH, kita harus menghitung jumlah
kalori yang dibutuhkan per 24 jam dan persentasenya dalam bentuk KH. Menurut PERKENI
2009, persentase KH yang direkomendasikan adalah 45 - 65% dengan jumlah minimal 130
g/24 jam. Gula pasir diperbolehkan dalam sayuran atau lauk dengan jumlah maksimal 5%
dari Total Energy Intake.

Komponen kedua berhubungan dengan Jenis Makanan yang kemudian dikembangkan


dengan memperhitungkan pula Indeks Glisemik (IG) dan Glycemic Load (GL) setiap
makanan.

Mengukur Unit Carbing


Sebelum mengukur unit Carbing, kita tentunya harus menghitung jumlah kalori yang
dibutuhkan. Berikut ini langkah2 untuk menghitung kebutuhan kalori, KH dan unit Carbing:
1. Hitunglah dahulu kebutuhan basal (BEE) dengan mengalikan BB dengan 25 pada wanita
dan dengan 30 pada pria jika BBnya normal (TB < /= 160 pada pria dan </= 150 pada
wanita) atau ideal (TB > 160 cm pada pria dan >150 cm pada wanita). BB ideal = 90%
(TB - 100); BB normal = TB - 100. Pada diabetisi yang berat badannya berlebih/kurang
harus dikoreksi dengan memotong atau menambahkan sebesar 20-30% (lihat No. 2).

2. Koreksi BEE dilakukan. Jika diabetisi tersebut nonsedentari (bekerja fisik, berolahraga
ringan). Tambahkan hasil di atas dengan 10% pada diabetisi yang nonsedentari.

3. Pada usia di atas 40 tahun, kurangi 5% utk 40-59 thn, 10% utk 60-69 thn dan 20% utk >
70 thn.

4. Untuk BB lebih atau obesitas, kurangi 20-30% dari hasil penghitungan BEE; untuk BB
kurang, tambah 20-30% pada hasil penghitungan BEE.

5. Hasil terakhir dalam kkal diubah menjadi gram (1 g KH = 4 kcal), dan dari gram diubah
menjadi unit carbing dengan membaginya dengan angka 15 (karena 1 unit = 15 g KH).

6. Jumlah unit carbing ini selanjutnya didistribusikan pada 3 kali makan utama dan 2-3 kali
snack dengan interval waktu sekitar 3 jam.

7. Setelah mendistribusikannya ke dalam 3 makan pokok dan 2-3 camilan, anda harus
melihat tabel untuk mengetahui jumlah unit carbing pada tiap kelompok bahan pangan.
(Ingat KH hanya terdapat dalam 4 kelompok bahan pangan yaitu (1) bahan pangan sumber
energi seperti nasi, roti, mie, jagung, sereal, umbi – umbian; (2) protein nabati atau
kacang-kacangan; (3) sayur dan buah-buahan; dan (4) susu dlm bentuk laktosa).

Seberapa besar kenaikan kadar gula darah dalam waktu 3 jam (yang diukur saat puasa
dan kemudian sesudah memakan suatu makanan setiap 1/2 jam sekali) menentukan besarnya
IG. Sebagai pembanding dipakai glukosa yang ditetapkan memiliki IG 100.

Perkalian IG dgn jumlah KH dalam makanan tsb menghasilkan GL. GL diperlukan


karena tidak semua KH atau monosakarida menaikkan GD dgn segera. Sebagai contoh
fruktosa yang terdapat dalam corn sugar memerlukan waktu 3 jam untuk diubah menjadi
glukosa di dalam hati. Jadi, fruktosa lebih mempertahankan kadar GD yang tinggi ketimbang
menimbulkan PG spike. Karena itu, corn sugar yang pernah dipakai sebagai gula pengganti
yang alami dgn IG yang rendah sekarang sudah tidak lagi mengingat GLnya yang tinggi.
Protein hewani dan lemak atau minyak tidak mengandung KH sehingga memiliki IG yang
rendah atau bahkan 0 (lemak atau minyak).

Diet Pasien:
1. Karbohidrat
Karbohidrat - gula, pati dan serat merupakan unsur-unsur dari karbon, hidrogen dan
oksigen. Mereka mempunyai peran utama untuk menyediakan sumber energi bagi tubuh.

2. Gula

Bangunan dasar dari semua karbohidrat adalah satu molekul gula, seperti glukosa
atau fruktosa, atau lebih dikenal sebagai monosakarida. Disakarida adalah dua
monosakarida, yang didalamnya terkandung sukrosa, misalnya, berisi glukosa dan
fruktosa. Gula bersifat intrinsic dalam buah dan sayuran, karena gula sudah termasuk ke
dalam struktur makanan, bersembunyi di dalam dinding sel. Gula juga terkandung dalam
beberapa makanan, seperti biscuit dan sereal manis. Dalam hal ini, gula tidak terikat ke
dalam struktur makanan, yang dikenal dengan ekstrinsik.

Umumnya, makanan yang terkandung dengan gula intrinsik lebih sehat daripada
gula ekstrinsik; apel lebih sehat untuk makan dari pada sepotong kue. Makanan yang
mengandung gula intrinsik cenderung melepaskan energi lebih lambat ke dalam aliran
darah dibandingkan dengan makanan yang mengandung gula ekstrinsik.

3. Pati

Juga disebut sebagai karbohidrat kompleks. Makanan yang mengandung pati adalah
sayur-sayuran, roti, pasta, nasi, kentang, kacang-kacangan dan sereal sarapan. Pati
mempunyai dua bentuk utama bentuk. Jenis pertama Refined pati atau pati yang
dimurnikan, seperti yang ditemukan dalam roti putih, nasi putih dan yang paling umum
tersedia adalah pasta, seperti terkandung di dalam vitamin serat dan kandungan mineral.

Pati yang dimurnikan lebih kaya serat dan nutrisi dari yang lain, karena jenis ini
lebih halus. Sehingga pati yang dimurnikan merupakan nutrisi yang unggul. Pati ini
cenderung untuk memberikan lebih lambat, lebih berkelanjutan pelepasan gula ke aliran
darah, dimana hal ini sangat penting bagi kesehatan baik dalam jangka pendek dan jangka
panjang. Jenis kedua adalah pati yang tidak dimurnikan, contohnya roti gandum, coklat
nasi, pasta gandum dan gandum digulung.

4. Serat

Serat adalah pabrik bahan yang dicerna dan kadang-kadang disebut sebagai
polisakarida non-pati (NSP). Serat terbagi dalam dua bentuk utama. Yang pertama adalah
serat larut, larut dalam usus. Serat ini mempunyai fungsi untuk membentuk zat seperti gel
tebal yang memperlambat rilis beberapa nutrisi, khususnya gula, ke dalam aliran darah.
Disamping juga untuk membantu mengendalikan tingkat kolesterol dalam darah, yang
dapat membantu untuk mengurangi resiko penyakit arteri koroner.
Serat yang kedua adalah Serat tak larut, tidak larut dalam saluran pencernaan dan karena
itu menambahkan bulk ke tinja. Hal ini berguna untuk mencegah sembelit dan diet serat
ini dapat menurunkan risiko kanker usus besar.

Diet makanan yang kaya serat tidak larut juga dapat mengurangi risiko kondisi lain,
seperti wasir dan penyakit divertikular (kantong abnormal pada lapisan usus besar yang
dapat menjadi terinfeksi dan menyebabkan perdarahan atau perforasi dari dinding usus).
Sumber makanan yang mengandung serat larut adalah buah-buahan, sayuran, buncis,
gandum, barley dan rye. termasuk didalamnya gandum (dimurnikan) sereal, seperti
gandum roti beras, coklat dan pasta gandum, serta biji dan kacang-kacangan, kacang-
kacangan, biji-bijian, dan sayuran berserat, seperti wortel, seledri dan kubis.
Sangat sedikit perhatian RSU terhadap terapi gizi dan belum efektif di rumah sakit.
Untuk mendorong kesadaran rumah sakit membentuk tim terapi gizi, tahun 2009 pemerintah
mengeluarkan Surat Keputusan tentang Pembentukan Tim Terapi Gizi (TTG) di Rumah
Sakit. Tim itu terdiri dari dokter spesialis gizi klinik, dokter penanggung jawab pasien, dokter
spesialis lain, perawat, ahli gizi, dan ahli farmasi yang dikoordinasikan dokter spesialis gizi
klinik. Tim bertanggung jawab melakukan intervensi untuk menaikkan status gizi pasien.

Anggota Dewan Pakar Ikatan Dokter Indonesia, Abdul Razak Thaha, menyatakan,
peran TTG penting tetapi belum disadari oleh rumah sakit. Karena itu, perlu ada sosialisasi
pada rumah sakit. ”Perlu regulasi yang kuat agar rumah sakit punya kekuatan untuk memaksa
para dokter bekerja sama dalam TTG,” kata Abdul Razak.

Selain itu, menurut Ketua Perhimpunan Dokter Gizi Klinik Indonesia (PDGKI) Cabang
DKI Jakarta Viktor Tambunan, TTG belum efektif karena minimnya SDM dokter spesialis
gizi klinik. Sampai saat ini baru ada 180 dokter spesialis gizi, 80 persen ada di Jakarta.

Hanya ada tiga institusi yang membuka pendidikan spesialis gizi klinik, yakni Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia, FK Universitas Diponegoro, dan FK Universitas
Hasanuddin.

Untuk memenuhi kebutuhan SDM dokter spesialis gizi, rencananya PDGKI dan
Kementerian Kesehatan akan memulai program pelatihan khusus tentang gizi klinik bagi
dokter umum. ”Mereka nanti yang akan mengisi rumah sakit di daerah,” kata Viktor.
DAFTAR PUSTAKA

Anonim. 2013. Terapi Gizi untuk Kesehatan. (http://filsafat-ilmu-fakta-


dunia.blogspot.com/2013/01/terapi-gizi-untuk-kesehatan.html) . Diakses pada 15 April
2015, pukul 18.32.

Anda mungkin juga menyukai