Anda di halaman 1dari 13

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
B. Tujuan Penulisan
1. Tujuan Umum
2. Tujuan Khusus

BAB II

TINJAUAN TEORI

A. Konsep
1. Pengertian
a. Tanah longsor adalah salah satu jenis gerakan massa tanah atau batuan,
ataupun percampuran keduanya, menuruni atau keluar lereng akibat dari
terganggunya kestabilan tanah atau batuan penyusun lereng tersebut
(Ramli, 2010).
b. Tanah longsor merupakan bencana alam geologi yang diakibatkan oleh
gejala alam geologi maupun tindakan manusia dalam mengelola lahan.
Dampak dari bencana ini sangat merugikan, baik segi lingkungan maupun
social ekonomi (BNPB, 2008 dalam jurnal URECOL 2017).
c. Tanah longsor adalah perpindahan material pembentuk lereng berupa
batuan, bahan rombakan, tanah, atau material. Campuran tersebut bergerak
ke bawah atau keluar lereng (ESDM).
d. KESIMPULAN
Tanah longsor adalah bencana alam yang merupakan tanah bergerak yang
keluar dari lereng yang diakibatkan karena bertambahnya bobot tanah
karena air hujan yang terus meresap ke dalam tanah.
2. Penyebab
Penyebab terjadinya tanah longsor :
Menurut, ESDM tanah longsor terjadi bila gaya pendorong pada lereng lebih
besar daripada gaya penahan. Gay penahan umumnya dipengaruhi oleh kekuatan
batuan dan kepadatan tanah. Sedangkan gaya pendorong dipengaruhi oleh
besarnya sudut lereng, air, beban serta jenis tanah batuan. Ada beberapa faktor
penyebab tanah longsor :
a. Hujan
b. Lereng terjal
c. Tanah yang Kurang Padat dan Tebal
d. Batuan yang kurang kuat
e. Jenis tata lahan
f. Getaran
g. Susut muka air danau atau bendungan
h. Adanya beban tambahan
i. Pengikisan/erosi
j. Adanya material timbunan pada tebing
k. Bekas longsoran lama
l. Adanya bidang diskontinuitas (bidang tidak sinambung)

3. Klasifikasi
Menurut ESDM ada 6 jenis tanah longsor, yakni :
a. Longsoran Translasi
Longsoran translasi adalah bergeraknya massa tanah dan batuan pada
bidang gelincir berbentuk rata atau menggelombang landau.
b. Longsoran Rotasi
Longsoran rotasi adalah bergeraknya massa tanag dan batuan pada bidang
gelincir berbentuk cekung
c. Pergerakan Blok
d. Pergerakan blok adalah perpindahan batuan yang bergerak pada bidang
gelincir berbentuk rata. Longsoran ini disebut juga longsoran translasi
blok batu.
e. Runtuhan Batu
Runtuhan batu terjadi ketika sejumlah besar batuan atau material lain
bergerak ke bawah dengan cara jatuh bebas. Umumnya terjadi pada lereng
yang terjal hingga menggantung terutama di daerah pantai. Batu-batu
besar yang jatuh dapat menyebabkan kerusakan yang parah.
f. Rayapan Tanah
Rayapan Tanah adalah jenis tanah longsor yang bergerak lambat. Jenis
tanahnya berupa butiran kasar dan halus. Jenis tanah longsor ini hampir
tidak dapat dikenali. Setelah waktu yang cukup lama longsor jenis rayapan
ini bisa menyebabkan tiang-tiang telepon, pohon, atau rumah miring ke
bawah.
g. Aliran Bahan Rombakan
Jenis tanah longsor ini terjadi ketika massa tanah bergerak didorong oleh
air. Kecepatan aliran tergantung pada kemiringan lereng, volume dan
tekanan air, dan jenis materialnya. Gerakannya terjadi di sepanjang
lembah dan mampu mencapai ratusan meter jauhnya. Di beberapa tempat
bisa sampai ribuan meter seperti di daerah aliran sungai di sekitar gunung
api. Aliran tanah ini dapat menelan korban cukup banyak.

4. Bahaya Sekunder
Kerugian lingkungan social masyarakat
Kerugian social masyarakat terjadi pada perubahan mata pencaharian yang
dimiliki oleh masyarakat. Perubahan mata pencaharian dilakukan sebagai bentuk
adaptasi untuk mempertahankan kehidupan. Kerugian lingkungan social
masyarakat menyebarkan aktivitas social tidak berjalan dengan semestinya
(Ritohardoyo, dkk. 2014).
5. Pengenalan Kajian Resiko Bencana
Tanah longsor terjadi akibat adanya gangguan kestabilan pada lereng yang dipicu
oleh curah hujan, kejadian gerakan tanah, dan getaran. Berdasarkan hal tersebut,
kondisi lereng serta tingginya curah hujan sangat berpengaruh terhadap potensi
bahaya tanah longsor. Pengkajian bahaya tanah longsor menggunakan parameter
dasar penentuan indeks bahaya tanah longsor yang didasarkan pada :
 Kemiringan lereng (diatas gerakan tanah)
 Arah lereng
 Panjang lereng
 Tipe bantuan
 Jarak dari patahan/sesar aktif
 Tipe tanah (tekstur tanah)
 Kedalaman tanah (solum)
 Curah hujan
 Stabilitas lereng

Parameter-parameter tersebut disesuaikan dengan standar pengkajian risiko


bencana. Hasil yang diperoleh dari perhitungan tersebut adalah dalam bentuk
potensi luas dan kelas bahaya tanah longsor.

6. Kajian Resiko Bencana


Kajian risiko bencana memberikan gambaran umum tingkat resiko suatu bencana
pada suatu daerah. Proses kajian dilaksanakan untuk seluruh bencana yang
berpotensi disuatu daerah. Selanjutnya, kajian risiko bencana menjadi landasan
untuk memilih strategi yang dinilai mampu mengurangi risiko bencana melalui
analisa setiap komponen bahaya, kerentanan, kapasitas untuk setiap bencana.
Pengkajian ketiga komponen tersebut dilakukan untuk menentukan sifat dan
besarnya risiko dilakukan dengan menganalisa bahaya potensial dan
mengevaluasi kerentanan yang menyebabkan potensi bahaya dengan risiko jiwa
terpapar, rupiah yang hilang, dan hektar lingkungan yang rusak.
Pengkajian risiko bencana juga digunakan sebagai bahan pertimbangan untuk
menentukan implementasu rekomendasi-rekomendasi kebijakan penanggulangan
bencana daerah. Upaya tersebut dilakukan dengan mengenal dan mempelajari
kelemahan-kelemahan penanggulangan bencana dalam upaya pengurangan risiko
bencana.

B. Upaya Penanggulangan
1. Pengurangan Resiko

Pemerintah daerah dalam perspektif penyelenggaraan upaya pengurangan resiko


bencana merupakan bagian yang tidak bisa terpisahkan dari urusan wajib yang
menjadi kewenangan pemerintah daerah. Ini relavan, apabila dikaitkan dengan
fungsi pemerintah yaitu memberikan perlindungan kepadamasyarakat, termasuk
didalamnya melakukan upaya dampak terhadap resiko bencana. Pemerintah
daerah Pemerintah daerah sebagai penyelenggara pemerintahan hendaknya
memiliki kepekaan dalam mengantisipasi terjadinya bencana, utamanya pada saat
sebelum terjadinya bencana yaitu pengurangan resiko bencana yang bertumpu
pada 3 (tiga) faktor yaitu pencegahan, mitigasi dan kesiapsiagaan. Ditinjau dari
jenis bencana yang terjadi serta dampaknya, situasi dan kondisi kebencanaan di
negeri kita saat ini cukup mengkhawatirkan. Oleh sebab itu, diperlukan upaya
yang serius dari pemerintah daerah untuk melakukan langkah yang konkrit dalam
melindungi masyarakatnya apabila terjadi kondisi kedaruratan, karena lokus dari
bencana berada pada wilayah kerja pemerintah daerah Kabupaten/Kota,
Kecamatan atau Desa/Kelurahan tergantung dari skala dan kriteria bencana yang
terjadi.

Aparat bersama-sama masyarakat dalam rangka membangun kesiapsiagaan


menuju terwujudnya budaya siaga bencana melalui rencana aksi daerah dalam
pengurangan resiko bencana. Hal ini bertujuan untuk membangun kesamaan
gerak dan langkah dalam pengurangan resiko bencana atau peningkatan
pemahaman dan penyamaan persepsi melalui penguatan kapasitas pemerintah
daerah yang berpijak kepada penguatan kebijakan, prosedur, personil dan
kelembagaan, yang dijabarkan melalui:
1) Penguatan kebijakan dalam Pengurangan Resiko Bencana (PRB)
diarahkan kepada sosialisasi dan harmonisasi kebijakan
penanggulangan bencana di daerah, agar kebijakan dari tingkat
nasional dapat dijalankan secara operasional di daerah.
2) Penguatan prosedur dalam Pengurangan Resiko Bencana (PRB)
diarahkan kepada bagaimana pedoman, panduan dan juknis dapat
diimplementasikan sehingga memiliki daya dorong inisiasi yang
tinggi dari setiap pemangku kepentingan di daerah.
3) Penguatan personil dalam Pengurangan Resiko Bencana (PRB)
diarahkan kepada peningkatan kapasitas aparatur pemda dalam
mendukung penyelenggaraan pencegahan, mitigasi dan
kesiapsiagaan.
4) Penguatan kelembagaan dalam Pengurangan Resiko Bencana
(PRB) diarahkan untuk mendorong pembentukan BPBD di
Kabupaten/Kota dan peningkatan status hukum/aturan perundang-
undangan di daerah, terkait kelembagaan BPBD di
provinsi/kabupaten/kota, seperti status dari peraturan
Gubernur/Bupati/Walikota sebagai dasar pembentukan BPBD
menjadi peraturan daerah.
Pemerintah Daerah melalui Pengurangan Resiko Bencana (PRB) mampu
memprakarsai dan menumbuhkembangkan sumber daya guna memberikan
dukungan terhadap penyelenggaraan utusan di bidang penanggulangan bencana
dengan fokus terhadap upaya pengurangan resiko bencana. Pengurangan Resiko
Bencana (PRB) diarahkan kepada peningkatan pemahaman untuk menumbuhkan
kesadaran masyarakat serta membudayakan kesiapsiagaan dalam menghadapi
bencana. Upaya ini membutuhkan sumber daya yang memadai serta waktu yang
panjang, sehingga kedepan Pengurangan resiko bencana merupakan bagian
investasi pemerintah daerah di masa yang akan datang. Sebagaimana investasi
tentu tidak dapat dinikmati hasilnya segera/ bersifat instan tetapi dirasakan pada
masa yang akan datang yaitu dapat melindungi atau mengamankan aset daerah
dan aset negara yang sulit dihitung nilainya. Menyadari akan hal tersebut, maka
pemahaman kesadaran, kepedulian dan tanggung jawab akan pentingnya upaya
Pengurangan Resiko Bencana (PRB) hendaknya dari waktu ke waktu harus selalu
ditingkatkan, agar tidak berdampak merugikan terhadap tata kehidupan dan
penghidupan masyarakat.

2. Peringatan dini
1. Melakukan Perencanaan pemasangan alat pemantau gerakan tanah.
2. Mendatangi daerah rawan longsor.
3. Memberi tanda khusus pada daerah rawan longsor lahan.
4. Manfaatkan peta-peta kajian tanah longsor secepatnya.
5. Permukiman sebaiknya menjauhi tebing.
6. Tidak melakukan pemotongan lereng.
7. Melakukan reboisasi pada hutan gundul.
8. Membuat terasering atau sengkedan pada lahan yang miring.
9. Membatasi lahan untuk pertanian.
10. Membuat saluran pembuangan air menurut kontur tanah.
11. Menggunakan teknik penanaman dengan sistem kontur tanah
12. Waspada gejala tanah longsor (retakan, penurunan tanah).

C. Konsep Pre Hospital


1. Tahap Tanggap Bencana
Tahap ini dikenal juga sebagai tahap pra bencana, durasi waktunya mulai saat
sebelum terjadi bencana sampai tahap serangan atau impact. Tahap ini dipandang
oleh para ahli sebagai tahap yang sangat strategis karena pada tahap pra bencana
ini masyarakat perlu dilatih tanggap terhadap bencana yang akan dijumpainya
kelak. Latihan yang diberikan kepada petugas dan masyarakat akan sangat
berdampak kepada jumlah besarnya korban saat bencana menyerang (impact),
peringatan dini dikenalkan kepada masyarakat pada tahap pra bencana. Dengan
pertimbangan bahwa, yang pertama kali menolong saat terjadi bencana adalah
masyarakat awam atau awam khusus (first responder), maka masyarakat awam
khusus perlu segera dilatih oleh pemerintah kabapaten kota. Latihan yang perlu
diberikan kepada masyarakat awam khusus dapat berupa : Kemampuan minta
tolong, kempuan menolong did sendiri, menentukan arah evakuasi yang tepat,
memberikan pertolongan serta melakukan transportasi Peran tenaga kesehatan
dalam fase Pra Disaster adalah:
a. Tenaga kesehatan mengikuti pelatihan dan pendidikan yang berhubungan
dengan penanggulangan ancaman bencana untuk napfasenya.
b. Tenaga kesehatan ikut terlibat dalam berbagai dinas pemerintah, organisasi
lingkungan, palang merah nasional, maupun lembaga- lembaga kemasyarakatan
dalam memberikan penyuluhan dan simulasi persiapan menghadapi bencana
kepada masyarakat
c. Tenaga kesehatan terlibat dalam program promosi kesehatan untuk
meningkatkan kesiapan masyarakat dalam menghadapi bencana yang meliputi
hal-hal berikut ini:
1. Usaha pertolongan diri sendiri ketika ada bencana
2. Pelatihan pertolongan pertama dalam keluarga seperti menolong anggota
keluarga yang lain
3. Tenaga kesehatan dapat memberikan beberapa alamat dan nomor telepon
darurat seperti dinas kebakaran, rumah sakit dan ambulans

2. Tahap Upaya Awal (Initial Action)


Pada tahap serangan atau terjadinya bencana (Impact phase), waktunya bisa
terjadi beberapa detik sampai beberapa minggu atau bahkan bulan. Tahap
serangan dimulai saat bencana menyerang sampai seung berhenti. Waktu
serangan yang singkat misalnya: serangan angin puting beliung, serangan gempa
di Jogyakarta atau ledakan bom, waktunya hanya beberapa detik saja tetapi
kerusakannya bisa sangat dahsyat. Waktu serangan yang lama misalnya : saat
serangan tsunami di Aceh terjadi secara periodik dan berulang-ulang, serangan
semburan lumpur lapindo sampai setahun lebih bahkan sampai sekarang belum
berhenti yang mengakibatkan jumlah kerugian yang sangat besar.
a. Bertindak cepat
b. Do not promise, tenaga kesehatan seharusnya tidak menjanjikan apapun secara
pasti dengan maksud memberikan harapan yang besar pada korban selamat
c. Berkonsentrasi penuh terhadap apa yang dilakukan
3. Tahap Rencana Operasi
a. Koordinasi dan menciptakan kepemimpinan untuk setiap kelompok yang
menanggulangi terjadinya bencana

4. Operasi Tanggap Darurat dan Pemulihan Darurat


a. Memfasilitasi jadwal kunjungan konsultasi medis dan cek kesehatan
sehari-hari
b. Tetap menyusun rencana prioritas asuhan ketenaga kesehatan harian.
c. Merencanakan dan memfasilitasi transfer pasien yang memerlukan
penanganan kesehatan di RS.
d. Mengevaluasi kebutuhan kesehatan harian
e. Memeriksa dan mengatur persediaan obat, makanan, makanan khusus
bayi, peralatan kesehatan
f. Membantu penanganan dan penempatan pasien dengan penyakit
menular maupun kondisi kejiwaan labil hingga membahayakan diri dan
lingkungannya.
g. Mengidentifikasi reaksi psikologis yang muncul pada korban (ansietas,
depresi yang ditunjukkan dengan seringnya menangis dan mengisolasi
did) maupun reaksi psikosomatik (hilang nafsu makan, insomnia, fatigue,
mud muntah, dan kelemahan otot)
h. Membantu terapi kejiwaan korban khususnya anak-anak, dapat
dilakukan dengan memodifikasi lingkungan misal dengan terapi bermain.
i. Memfasilitasi konseling dan terapi kejiwaan lainnya oleh para psikolog
dan psikiater
j. Konsultasikan bersama supervisi setempat mengenai pemeriksaan
kesehatan dan kebutuhan masyarakat yang tidak mengungsi.

Peran tenaga kesehatan pada fase rekonstruksi adalah:


a. tenaga kesehatanan pada pasien post trau-
matic stress disorder(PTSD)
b. tim kesehatan bersama masyarakat dan profesi lain yang terkait
bekerjasama dengan unsur lintas sector menangani masalah kesehatan
masyarakat pasca gawat darurat serta mempercepat fase pemulihan
(Recovery) menuju keadaan sehat dan aman

D. Konsep Tanggap Darurat Saat Terjadi Bencana


1. Pengkajian secara cepat dan tepat terhadap lokasi, kerusakan, kerugian, dan
sumber daya.
2. Penentuan status keadaan darurat bencana.
3. Penyelamatan dan evakuasi masyarakat terkena bencana.
4. Pemenuhan kebutuhan dasar.
5. Perlindungan terhadap kelompok rentan, dan
6. Permulihan dengan segera prasarana dan sarana vital.

E. Manajemen Bencana
1. Mitigation
Mitigasi adalah serangkaian upaya yang dilakukan untuk mengurangi risiko
bencana baik melalui pembangunan fisik, maupun penyadaran dan peningkatan
kemampuan menghadapi ancaman bencana. Kegiatan mitigasi inidapat dilakukan
melalui pelaksanaan penataan ruangan; pengaturan pembangunan, pembangunan
infrastruktur, tata bangunan; dan penyelenggaraan pendidikan, penyuluhan,
pelatihan baik secara konvensional maupun modern.

2. Preparedness
Kesiapsiagaan adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan untuk mengantisipasi
bancana melalui pengorganisasian dan langkah yang tepat guna dan berdaya guna.

3. Response
Tanggap darurat adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan dengan segera pada
saat kejadian bencana untuk menangani dampak buruk yang ditimbulkan . Ini
meliputi kegiatan penyelamatan dan evakuasi korban, harta benda, pemenuhan
kebutuhan dasar, perlindungan, pengurusan pengungsian dan pemulihan sarana
prasarana. Berikut beberapa kegiatan yang dilakukan pada tahap tanggap darurat,
diantaranya yaitu:
1. Pengkajian yang tepat terhadap lokasi, kerusakan dan sumberdaya
2. Penentuan status keadaan darurat bencana
3. Penyelamatan dan evakuasi masyarakat terkena bencana
4. Pemenuhan kebutuhan dasar
5. Perlindungan terhadap kelompok rentan
6. Pemulihan dengan segera prasarana dan sarana vital

4. Recovery
Pemulihan adalah rangkaian kegiatan untuk mengembalikan kondisi masyarakat
dan lingkungan hidup yang terkena bencana dengan memfungsikan kembali
kelembagaab, prasarana dan sarana dengan melakukan upata rehabilitasi.

F. Konsep Upaya Pemulihan Paska Bencana


Tahap pemulihan meliputi tahap rehabilitasi dan rekonstruksi. Upaya yang dilakukan
pada tahap rehabilitasi adalah untuk mengembalikan kondisi daerah yang terkena
bencana yang serba tidak menentu ke kondisi normal yang lebih baik, agar kehidupan dan
penghidupan masyarakat dapat berjalan kembali.
Kegiatan-kegiatan yang dilakukan meliputi :
1. Perbaikan lingkungan daerah bencana.
2. Perbaikan prasarana dan sarana umum.
3. Pemberian bantuan perbaikan rumah masyarakat.
4. Pemulihan sosial psikologis.
5. Pelayanan kesehatan.
6. Rekonsiliasi dan resolusi konflik.
7. Pemulihan sosial, ekonomi, dan budaya.
8. Pemulihan keamanan dan ketertiban.
9. Pemulihan fungsi pemerintah.
10. Pemulihan fungsi pelayanan public.

Sedangkan tahap rekontruksi merupakan tahap untuk membangun kembali sarana dan
prasarana yang rusak akibat bencana secara lebih baik dan sempurna. Oleh sebab itu
pembangunannya harus dilakukan melalui suatu perencanaan yang di dahuli oelh
pengkajian dari berbagai ahli dan sector terkait.

1. Pembangunan kembali prasarana dan sarana.


2. Pembangunan kembali sarana sosial masyarakat.
3. Pembangkitkan kembali kehidupan sosial budaya masyarakat.
4. Penerapan rancang bangun yang tepat dan penggunaan peralatan yang lebih baik
dan tahan bencana.
5. Partisipasi dan peran serta lembaga dan organisasi kemasyarakatan, dunia usaha
dan masyarakat.
6. Peningkatan kondisi sosial, ekonomi dan budaya.
7. Peningkatan fungsi pelayanan public atau
8. Peningkatan pelayanan utama dalam masyarakat.

BAB III

Penutup

Kesimulan

DAFTAR PUSTAKA

 http://journal.ummgl.ac.id/index.php/urecol/article/view/1549/761
 https://www.esdm.go.id/assets/media/content/Pengenalan_Gerakan_Tanah.pdf
 Ritohardoyo, Su., Andri Kurniawan., dan Sudrajat. 2014. Aspek Sosial Banjir Genangan
(ROB) di Kawasan Pesisir. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press
 http://bpbd.kendalkab.go.id/docs/dokumen_perencanaan/rencana_penanggulangan_benca
na_kabupaten_kendal.pdf
 http://eprints.undip.ac.id/42838/3/BAB_II.pdf
 https://bpbd.bogorkab.go.id/bencana-dan-manajemen-bencana/
 https://www.google.com/url?
sa=t&source=web&rct=j&url=https://ojs.widyagamahusada.ac.id/index.php/JIK/article/d
ownload/87/63&ved=2ahUKEwiv25H1punrAhUDfH0KHWuOBXEQFjACegQIAhAB
&usg=AOvVaw39UbE7fdtOG9Vj7T51YD3Y

Anda mungkin juga menyukai