Anda di halaman 1dari 12

Pemeliharaan induk ikan tuna sirip kuning dalam .....

(Jhon Harianto Hutapea)

PEMELIHARAAN INDUK IKAN TUNA SIRIP KUNING, Thunnus


albacares DALAM BAK TERKONTROL

Jhon Harianto Hutapea, Gusti Ngurah Permana, dan Ananto Setiadi

Balai Besar Riset Perikanan Budidaya Laut


Jl. Br. Gondol, Kec. Gerokgak, Kab. Buleleng, Kotak Pos 140, Singaraja-Bali 81101
E-mail: rimena1711@yahoo.com

(Naskah diterima: 9 September 2009; Disetujui publikasi: 26 April 2010)

ABSTRAK

Intensifikasi penangkapan ikan tuna baik yang langsung dipasarkan maupun dibesarkan
dalam usaha budidaya, berpengaruh negatif terhadap kelestarian populasi ikan ini di
alam. Dengan demikian upaya perbenihan secara buatan perlu dilakukan untuk
mengurangi tekanan terhadap populasi alam. Balai Besar Riset Perikanan Budidaya
Laut, Gondol telah merintis perbenihan ikan tuna sirip kuning (Thunnus albacares)
sejak tahun 2003 bekerjasama dengan Overseas Fishery Cooperation Foundation
(OFCF) Jepang. Induk ikan tuna telah berhasil dibesarkan dan dipijahkan dalam bak
beton bervolume 1.500 m3 secara terkontrol, dengan sistem pergantian air semi
tertutup. Pakan yang diberikan berupa ikan layang dan cumi-cumi sekitar 2,5% biomassa
per hari. Pemijahan pertama terjadi pada bulan Oktober tahun 2004, ukuran induk
diperkirakan lebih dari 9,138 kg atau panjang cagak lebih dari 82 cm dengan perkiraan
umur sekitar 2 tahun. Puncak pemijahan terjadi pada tahun 2005 dan 2006 dengan
frekuensi pemijahan masing-masing lebih dari 100 kali. Pemeliharaan induk ikan tuna
dengan kepadatan 0,66 kg/m3 belum dapat dikatakan sebagai kepadatan maksimum
dan peningkatan kematian cenderung akibat ruang gerak yang semakin sempit seiring
dengan pertumbuhan induk. Namun demikian kendala yang ditemukan dalam
pemeliharaan induk adalah kematian akibat menabrak dinding bak sedangkan kendala
dalam pemeliharaan larva adalah serangan endoparasit pada telur.

KATA KUNCI: perbenihan, induk ikan, tuna sirip kuning, endoparasit

ABSTRACT: Rearing of yellowfin tuna, Thunnus albacares in controlled tank.


By: Jhon Harianto H utapea, Gusti Ngurah Permana, and
Ananto Setiadi

Escalation on tuna capture fisheries production for market needs and tuna fish culture
has profoundly affected its long term wild stock sustainability. Then, the efforts on
breeding program for this species is necessary to reduce pressure on its natural
population. Research Institute for Mariculture, Gondol-Bali started yellowfin tuna
(Thunnus albacares) breeding program since 2003 in collaboration with Overseas
Fishery Cooperation Foundation (OFCF), Japan. Tuna broodstock were successfully
reared and spawned naturally in a concrete tank with volume of 1,500 m3 equipped
with semi-closed water circulation system. Fish were fed with scads mackerel and
squid at 2.5% of fish biomass per day. First spawning happened in 2004 with broodstock
size at first maturation was estimated about 9.138 kg of body weight or about 82 cm
of fork length and 2 years old. The highest spawning productivity of broodstock was
taking place in 2005 and 2006 with spawning frequency of more than 100 times.
Aside of the success in spawning, fish mortality caused by its behavior of striking
tank’s wall is still remain a problem along with endo-parasite infection on the eggs. In
addition, rearing of yellowfin tuna broodstock at a density of 0.66 kg/m 3 has not been

79
J. Ris. Akuakultur Vol.5 No.1 Tahun 2010: 79-90

accepted as an optimal density and broostock mortality is predicted to increase due


to space limitation in the tank as the fish grow larger.

KEYWORDS: broodstock, yellowfin tuna, rearing, captivity

PENDAHULUAN dalam melakukan riset pada induk-induk yang


dipelihara dalam jaring-jaring tersebut, maka
Penangkapan berbagai spesies ikan tuna OFCF Jepang bekerja sama dengan pemerintah
untuk dikonsumsi oleh manusia sudah lama Panama telah merintis riset perbenihan ikan
dikenal dan saat ini intensitasnya sudah tuna sirip kuning dengan menggunakan bak
sangat tinggi. Bahkan diperkirakan sudah beton sebagai wadah pemeliharaan induk
melampaui batas lestari. Penurunan populasi (Mergulies et al., 2009). Riset dilanjutkan
alam ini dapat terlihat dari terjadinya dengan sistem yang sama dengan bekerja-
penurunan hasil tangkap per satuan usaha dan sama antara OFCF Jepang dan Pemerintah
juga penurunan ukuran ikan yang tertangkap Indonesia. Diharapkan dengan memelihara
(Batubara, 2003). Budidaya ikan tuna di jaring induk dalam bak beton dengan sistem per-
apung mulai diupayakan terutama di Jepang gantian air yang lebih baik, induk akan dapat
sejak tahun 1970, dengan membentang jaring memijah dengan baik. Selanjutnya Australia
di perairan teluk (Masuma & Oka, 1997). Dengan juga telah melaporkan keberhasilan pemijahan
teknik sama, sejak tahun 1975, telah dilakukan induk ikan tuna sirip biru selatan (T. maccoyii)
penangkapan dan pemeliharaan ikan tuna dalam bak beton pada tahun 2005 (Anonimous,
sirip biru yang setelah memijah bermigrasi 2005).
memasuki perairan Kanada untuk peng-
gemukan (Farwell, 2001). Saat ini sudah Tulisan ini merupakan rangkuman hasil
banyak negara yang berhasil dalam usaha riset perbenihan ikan tuna sirip kuning (T.
penggemukan/budidaya ikan tuna seperti di albacares) yang dilakukan di Indonesia sejak
Mediterania, Australia, dan Mexico. Ikan tuna 2003-2008 yang bertujuan untuk mengetahui
yang dibudidayakan masih terbatas pada jenis teknik pemeliharaan induk ikan tuna sirip
ikan tuna sirip biru Pacific (T.orientalis dan T. kuning dalam bak terkontrol.
thynnus) di Jepang serta Eropa, dan Tuna sirip
biru selatan (T. maccoyii) di Australia. Dengan BAHAN DAN METODE
semakin intensifnya penangkapan ikan tuna Calo n indu k dipe roleh dari h asil
di alam baik yang langsung dipasarkan maupun penangkapan di perairan lepas Pantai Bali
dibesarkan dahulu dalam usaha budidaya, akan Utara. Calon induk yang tertangkap berukuran
berpengaruh negatif terhadap kelestariannya. 2-5 kg dengan metode penangkapan dan
Dengan demikian upaya perbenihan ikan transportasi mengikuti Hutapea et al. (2003).
tuna secara buatan perlu dilakukan untuk Ikan-ikan hasil tangkapan baik jantan maupun
mengurangi tekanan terhadap populasi betina terlebih dahulu dipelihara dalam bak
alamnya. aklimatisasi (volume: 235 m3) (Hutapea, 2007),
Jepang telah berhasil memijahkan ikan tuna kemudian dipindah ke dalam bak pemeliharaan
sirip kuning (T. albacares) maupun tuna sirip induk (volume : 1.525 m 3), setelah terlebih
biru Atlantic (T. orientalis) walaupun tingkat dahulu dilakukan pengukuran panjang ikan,
keberhasilannya masih dalam skala yang kecil. pengambilan sampel sirip untuk keperluan
Selain itu, di Universitas Kinki Jepang juga telah analisis DNA dan penandaan dengan micro-
berhasil memijahkan anak dari induk alam (close chips tagging sebagai identitas individu ikan.
cycle-satu siklus kehidupan lengkap). Proyek Dalam pemeliharaan calon induk dan induk
bersama negara-negara Eropa yang berlokasi ikan tuna sirip kuning, air laut yang digunakan
di Spanyol juga telah melaporkan keberhasilan dialirkan dengan sistem bejana berhubungan
memijahkan ikan tuna sirip biru Atlantik pada melalui 2 buah pipa yang dipasang di atas
tahun 2005 (Anonimous, 2005) namun belum permukaan dasar laut sepanjang 250 meter ke
berhasil dalam pembenihannya. sumur. Tiga buah pompa berkapasitas 7,5 HP
Pemeliharaan induk yang dilakukan dalam dengan debit 1 m 3/menit, digunakan untuk
jaring apung di laut sangat tergantung kepada memo mpa ai r dari sumur ke tower
musim. Mengingat banyaknya keterbatasan penampungan setelah melalui saringan pasir

80
Pemeliharaan induk ikan tuna sirip kuning dalam ..... (Jhon Harianto Hutapea)

bertekanan tinggi (HPF Model ASF-F2). panjang-bobot, jenis kelamin, bobot gonad,
Kemudian air disalurkan ke bak-bak penelitian dan hati serta pengamatan penyebab kematian
secara gravitasi. Selanjutnya, air dari dalam bak ikan juga dilakukan. Biomassa ikan dalam bak
bagian dasar disedot dengan menggunakan 2 diestimasi berdasarkan pertumbuhan ikan
pompa berkapasitas 2,5 HP dengan debit 0,4 dalam bak melalui pengukuran panjang dan
m3/menit ke bak sand filter yang terletak lebih bobot ikan yang mati selama pemeliharaan.
tinggi dari bak penelitian dan dari sana air
tersebut dialirkan melalui dua pipa PVC HASIL DAN BAHASAN
berdiameter 8 inci lalu kembali ke bak
penelitian secara gravitasi. Dengan sistem Pemeliharaan Induk dan Pemberian
sirkulasi semi tertutup ini, pergantian air setiap Pakan
hari diperhitungkan sekitar 50% air laut melalui
Pemeliharaan induk dimulai pada bulan
saringan pasir bertekanan tinggi dan 50% air
September 2003 dengan jumlah 27 ekor dan
resirkulasi melalui saringan pasir (biofilter) lalu
terus meningkat hingga 40 ekor pada akhir
kembali ke dalam bak pemeliharaan. Ketinggian
tahun. Kemudian selama tahun 2004 terdapat
air di dalam bak diatur melalui bak pembuangan
fluktuasi jumlah induk sebagai akibat adanya
sekaligus sebagai bak tempat kolektor telur
kematian dan penambahan calon induk hasil
pada dinding luar bak utama dengan sistem air
tangkapan dari alam. Tahun 2005, sejalan
melimpah (over flow) melalui bak kontrol
dengan peningkatan ukuran induk, ada
dengan menggunakan pipa PVC 8 inci.
kecenderungan terjadinya peningkatan
Untuk menjaga agar ketersediaan oksigen kematian, sementara penambahan calon induk
terlarut di dalam air selalu optimum, setiap bak semakin berkurang sehingga pada akhir tahun
dilengkapi dengan 3 buah saluran aerasi yang jumlah induk hanya 19 ekor. Tahun-tahun
diletakkan di dasar bak dan udara disuplai berikutnya, hampir tidak ada penambahan
melalui blower (Mitsubishi, Type SF.HRCAO, 3,7 induk sehingga jumlah induk semakin ber-
KW). Pengelolaan kualitas air dilakukan dengan kurang dan hanya tersisa 7 ekor pada tahun
pengontrolan suhu, pH, dan oksigen terlarut 2008. Data Jumlah induk ikan tuna sirip kuning
dalam bak setiap hari dan pembersihan (T. albacares) dari tahun 2003-2006 terlihat
saringan pasir bertekanan tinggi, saringan pada Gambar 1.
pasir pada bak resirkulasi secara periodik.
Calon induk yang ditransfer ke dalam bak
Untuk membersihkan kotoran yang ada di
induk diberi pakan dua kali sehari yaitu pagi
dasar bak setiap 2 minggu sekali dilakukan
dan sore. Berdasarkan pengamatan, jika nafsu
penyiponan dengan menggunakan tenaga
makan ikan pada pagi hari rendah maka
penyelam.
biasanya pada sore hari akan meningkat.
Pemeliharaan calon induk dilakukan Setelah ikan mencapai bobot sekitar 10 kg,
dengan pemberian pakan yang terdiri atas ikan pemberian pakan hanya diberikan satu kali
layang dan cumi-cumi sebesar 2,5% biomassa saja. Selama induk belum memijah, ikan diberi
per hari dengan rasio 1:1. Pemberian pakan pakan pada sore hari tetapi setelah memasuki
dilakukan setiap hari pada pagi hari kecuali musim pemijahan, pemberian pakan dilakukan
hari mingg u ikan dipuasa kan. U nt uk pada pagi hari. Hal ini dilakukan agar kualitas
meningkatkan kesehatan dan mempercepat air pada sore harinya, sebelum ikan memijah
kematangan gonad, setiap pemberian pakan sudah kembali baik.
dilakukan penambahan vitamin mix (40 g) dan
Jumlah pakan harian induk ikan tuna
vitamin C (7 g) serta ditambah vitamin E (14 g)
bervariasi tergantung pada ukuran induk.
setiap hari pada minggu pertama dan ketiga.
Semakin banyak induk dan semakin besar
Pemberian vitamin didasarkan pada jumlah dan
induk , kebut u han paka nnya sem akin
biomassa induk, di mana campuran vitamin ini
meningkat. Namun ditinjau dari efisiensi
dimasukkan ke dalam kapsul (100 kapsul) lalu
pemberian pakan pada ikan tuna sirip kuning
disisipkan dalam pakan.
dalam penelitian ini, tidak terlihat adanya
Pengamatan harian yang dilakukan meliputi perbedaan yang nyata antara jumlah induk
aktivitas makan ikan, kesehatan ikan, dan dengan rata-rata waktu yang dibutuhkan untuk
jumlah pakan yang dimakan dan parameter memanfaatkan pakan yang diberikan (Tabel 2).
kualitas air. Pengamatan tingkah laku pemijahan Data ini menunjukkan bahwa, walaupun jumlah
induk meliputi waktu dan frekuensi pemijahan induk ikan tuna sirip kuning sudah sedikit,
serta jumlah telur per pemijahan. Pengukuran tetapi nafsu makannya masih tetap tinggi.

81
J. Ris. Akuakultur Vol.5 No.1 Tahun 2010: 79-90

2003 2004 2005


50
2006 2007 2008
Number of broodstock (Pcs)
40
Jumlah induk (ekor)

30

20

10

0
Jan. Feb. Mar. Apr. Mei Juni Juli Agust. Sept. Okt. Nov. Des.
Bulan (Month)

Gambar 1. Jumlah induk ikan tuna sirip kuning (Thunnus albacares) yang dipelihara dalam
bak beton dalam kurun waktu 2003-2008
Figure 1. Number of yellowfin tuna (Thunnus albacares) broodstock in captivity from
2003 to 2008

Dari Gambar 2, dapat dilihat bahwa pada rata-rata 23 ± 2,6 ekor per tahun. Hal inilah
awal pelaksanaan riset pada tahun 2003, yang menyebabkan jumlah induk terus
jumlah ikan yang ditransfer ke dalam bak berkurang dalam bak pemeliharaan. Kendala
pemeliharaan sebanyak 50 ekor dengan yang sering ditemui dalam pemeliharaan ikan
tingkat kematian kurang dari 10 ekor. Tahun tuna sirip kuning dalam bak beton adalah
2004-2006 masih dapat dilakukan penam- kematian akibat menabrak dinding bak
bahan calon induk sebanyak 12-18 ekor, (Hutapea, 2007). Sebagian besar ikan yang
namun dalam waktu yang sama, tingkat menabrak dinding langsung mati sedangkan
kematian induk juga meningkat dengan nilai sebagian lagi mengalami stres dan beberapa

60
Ditransfer (Transferred)
Number of broodstock (Pcs)

50 Mati (Death)
Jumlah induk (ekor)

40

30

20

10

0
2003 2004 2005 2006 2007
Tahun (Year)

Gambar 2. Jumlah calon induk ikan tuna sirip kuning (Thunnus albacares) yang ditransfer ke
dalam bak induk dan jumlah induk yang mati dalam kurun waktu 2003-2007
Figure 2. Number of yellowfin tuna (Thunnus albacares) broodstock candidates transferred
into broodstock tank and number of broodstock died in captivity during 2003-2007

82
Pemeliharaan induk ikan tuna sirip kuning dalam ..... (Jhon Harianto Hutapea)

2003 2004 2005


1,200
2006 2007 2008
Biomassa (Biomass) (kg) 1,000

800

600

400

200

0
Jan. Feb. Mar. Apr. Mei Juni Juli Agust. Sept. Okt. Nov. Des.
Bulan (Month)

Gambar 3. Estimasi biomassa induk ikan tuna sirip kuning (Thunnus albacares) yang
dipelihara dalam bak beton dalam kurun waktu 2003-2008
Figure 3. Biomass estimation of Yellowfin tuna (Thunnus albacares) broodstock in
captivity during 2003-2008

hari tidak mampu untuk makan sampai akhirnya ada dalam bak induk sudah di atas kepadatan
mati. maksimum, di mana ukuran ikan berkisar antara
20-40 kg/ekor dengan jumlah di atas 20 ekor.
Dari data pengukuran panjang dan bobot
Setelah mengamati jumlah dan biomassa
ikan, serta tagging setiap individu dengan
ikan tuna yang dipelihara, ternyata walaupun
menggunakan microchips tagging pada awal
pada kurun waktu tersebut kepadatan ikan
penelitian, maka biomassa ikan yang ada dalam
telah melampaui 0,5 kg/m 3 , tidak ada
bak dapat diestimasi berdasarkan nilai rata-rata
kecenderungan peningkatan kematian ikan
pertumbuhan ikan yang mati akibat menabrak
dengan meningkatnya jumlah karena ukuran
dinding (Tabel 1). Biomassa ikan pada tahun ikan masih relatif kecil. Tetapi ketika ukuran
2003 berkisar antara 100-350 kg, dan ikan semakin besar dan meningkatnya jumlah
meningkat hingga 1.000 kg pada akhir tahun dan biomassa ikan tingkat kematian cenderung
2004 sejalan dengan pertumbuhan ikan. Tahun meningkat (Gambar 1 dan 2). Kepadatan yang
2005, biomassa ikan berkisar antara 750-900 pernah dicapai dalam pemeliharaan ikan tuna
kg, terjadi penurunan karena kematian ikan sirip kuning dalam penelitian ini mencapai
juga berpengaruh terhadap biomassa. Tahun 0,66 kg/m 3 belum dapat dikatakan sebagai
2006 dan 2007 biomassa ikan diperkirakan kepadatan maksimum. Hal yang sama juga
hanya 400-600 kg, dan terus menurun hingga diperoleh dari penelitian pada ikan dan bak
tahun 2008 yaitu sekitar 300 kg. (Gambar 3). yang sama di Panama namun setelah mencapai
Penurunan biomassa ini, terjadi karena adanya kepadatan 0,64 kg/m 3 ada kecenderungan
kematian induk dan tidak diimbangi dengan t erj adi pe nurunan pert um buhan ikan
penambahan induk. (Wexler et al., 2003). Sebaliknya, walaupun
Dit in jau dari kapasit as bak d alam kepadatannya masih di bawah optimum, ketika
menampung ikan, menurut Masuma-JASFA ruang gerak semakin sempit seiring dengan
Jepang (personal com., 2003), kepadatan pertumbuhan induk yang semakin panjang dan
maksimum ikan tuna untuk tujuan pemijahan gemuk maka tingkat kematian meningkat.
adalah 0,5 kg/m3. Dengan demikian dalam bak Ditinjau dari efisiensi pemberian pakan
bervolume 1500 m3 yang digunakan di BBRPBL pada ikan tuna sirip kuning dalam penelitian
Gondol, secara teoritis, kepadatan maksimum ini, jumlah pakan yang dimakan sangat
adalah 750 kg. Namun berdasarkan data pada bervariasi, yang tergantung pada ukuran dan
Gambar 3 terlihat pada pertengahan tahun jumlah ikan. Namun demikian, tidak terlihat
2004 hingga tahun 2005, biomassa ikan yang adanya perbedaan yang nyata antara jumlah

83
84
Tabel 1. Data induk ikan tuna sirip kuning (Thunnus albacares) yang mengalami kematian selama tahun 2007
Table 1. Mortality data of yellowfin tuna (Thunnus albacares) broodstock in 2007
J. Ris. Akuakultur Vol.5 No.1 Tahun 2010: 79-90
Pemeliharaan induk ikan tuna sirip kuning dalam ..... (Jhon Harianto Hutapea)

Tabel 2. Perbandingan jumlah induk, pakan, dan waktu rata-rata yang dibutuhkan untuk
menghabiskan pakan yang diberikan
Table 2. Comparison among number of broodstock, the amount of feed consumed and
mean of feeding period

Jumlah pakan Wakt u pemberian pakan (menit )


Jumlah induk (ekor) Feeding period (m inut es)
per hari
Num ber of
Am ount of feed
broodst ock (pcs) Rat a-rat a Paling cepat Paling lambat
per day (kg)
Mean Fast est Slowest

40-50 7-28 3.29 1.00 6.00


30-40 15-25 2.20 1.00 5.00
20-30 15-25 3.43 1.00 7.00
10-20 16-19 3.09 1.00 6.00
<10 5-10 2.47 1.00 3.00

induk dengan rata-rata waktu yang dibutuhkan terlarut, dan pH air. Selama pemeliharaan,
untuk memanfaatkan pakan yang diberikan keempat faktor tersebut diukur setiap hari dan
(Tabel 2). Hal ini memberikan gambaran bahwa nilai rata-ratanya disajikan pada Gambar 4, 5,
ikan tuna sangat responsif terhadap pakan dan 6.
yang diberikan.
Salinitas
Sistem Pengelolaan Kualitas Air
Salinitas air laut dalam bak pemeliharaan
Pemeliharaan ikan tuna di dalam bak beton berkisar antara 32-34 ppt, masih layak bagi
dengan sistem pergantian air yang semi pertumbuhan ikan tuna sirip kuning. Secara
tertutup, diharapkan tidak terjadi perubahan umum, salinitas air laut sedikit lebih rendah
faktor-faktor fisika-kimia air secara drastis. pada bulan-bulan Maret hingga Juni, namun
Beberapa faktor kualitas air yang paling demikian tidak menunjukkan efek negatif
berpengaruh terhadap kelangsungan hidup terhadap kesehatan induk ikan tuna sirip
ikan tuna adalah suhu, salinitas, oksigen kuning.

2003 2004 2005


Salinitas (Salinity) (0/00)

35 2006 2007

33

31

Bulan (Month)

Gambar 4. Kondisi salinitas air laut dalam bak pemeliharaan induk ikan tuna sirip kuning
(T. albacares) selama tahun 2003-2007
Figure 4. Water salinity variation in yellowfin tuna (T. albacares) broodstock tank
during 2003 to 2007

85
J. Ris. Akuakultur Vol.5 No.1 Tahun 2010: 79-90

98
2003 2004 2005
Saturasi (Saturation) (%)
2006 2007
94

90

86

82

Bulan (Month)

Gambar 5. Kondisi tingkat saturasi oksigen (%) air laut dalam bak pemeliharaan induk ikan
tuna sirip kuning (T. albacares) selama tahun 2003-2007
Figure 5. Percentage of oxygen saturation of water in yellowfin tuna (T. albacares)
broodstock tank during 2003-2007

Oksigen Terlarut ikan itu sendiri, input yang diberikan berupa


pakan dan vitamin ditambah dengan sistem
Kandungan oksigen terlarut dalam air yang pergantian air yang semi tertutup, sangat
diukur pada saluran pembuangan air dari dalam memungkinkan terjadinya penurunan pH air.
bak disajikan pada Gambar 5. Nilai tingkat Pengukuran pH yang dilakukan setiap hari
kejenuhan rata-rata berkisar antara 88%-93% diperoleh hasil rata-rata pH bulanan seperti
yang setara dengan 5,5–5,8 mg/L. Berdasarkan tertera pada Gambar 6.
pengalaman, jika blower dimatikan selama 1 jam,
akan terjadi penurunan tingkat saturasi Secara umum terlihat adanya perbedaan
oksigen hingga 10%. Untuk menjaga kon- pH air dari tahun ke tahun, pada tahun 2003-
sentrasi oksigen yang aman bagi ikan tuna, 2004 umumnya nilai pH air berada di atas nilai
dianjurkan untuk menambahkan oksigen murni 8 yang merupakan ciri khas air laut. Namun
ke dalam air jika tingkat kejenuhan oksigen pada tahun-tahun berikutnya ada kecen-
hanya mencapai 80% atau kurang dari 5 derungan penurunan pH, terutama pada bulan
mg/L (Wexler et al., 2003). Selain dengan Januari hingga April terlebih pada tahun 2005.
menambahkan oksigen murni, apabila tingkat Penurunan pH ini, diduga terjadi karena pada
kejenuhan oksigen hanya sekitar 85%, perlu bulan tersebut adalah musim penghujan
dilakukan penambah aerasi sehingga tidak sehingga diperkirakan input dari daratan ke
terjadi penurunan yang lebih drastis. Di- lautan mengakibatkan peningkatan kesuburan
anjurkan untuk melakukan pengecekan laut dan penurunan nilai pH. Disamping itu,
kandungan amoniak ketika kandungan oksigen penambahan input ke dalam bak induk, baik
di dalam air mengalami penurunan untuk dapat akibat peningkatan jumlah dan biomassa
mengetahui penyebab penurunan oksigen induk serta penambahan pakan dari tahun ke
tersebut dan juga untuk mencegah pengaruh tahun juga memberikan pengaruh terhadap
negatif amoniak pada saat oksigen rendah. perubahan pH rata-rata di dalam bak terutama
setelah induk-induk memijah sehingga input
pH tambahan berupa telur kemungkinan juga
memberikan pengaruh terhadap penurunan pH
Pada umumnya, air laut mempunyai pH yang
air dalam bak induk.
relatif stabil, namun ketika masuk ke dalam
suatu sistem budidaya, beberapa input yang Suhu Air
digunakan dalam sistem tersebut dapat
menyebabkan penurunan pH air. Dalam Pengukuran suhu air dalam bak induk
pemeliharaan induk ikan tuna ini, selain induk dengan interval 30 menit menggunakan data

86
Pemeliharaan induk ikan tuna sirip kuning dalam ..... (Jhon Harianto Hutapea)

8.4
2003 2004 2005

2006 2007

8.0
pH

7.6

Bulan (Month)

Gambar 6. Kondisi pH air laut dalam bak pemeliharaan induk ikan tuna sirip kuning (T.
albacares) selama tahun 2003-2007
Figure 6. pH value of water in yellowfin tuna (T. albacares) broodstock tank during
2003-2007

logger (SK-L200T, Sato Keiryoki MFG.Co.LTD, musim kemarau, kemudian suhu air menurun
Japan) selama tahun 2004-2008. Pola sebaran hingga bulan September yaitu pada puncak
suhu relatif sama walaupun nilai suhunya musim kemarau dan meningkat lagi hingga
sedikit berbeda. Suhu air tertinggi terjadi pada bulan Desember memasuki musim hujan.
bulan April-Mei yaitu bertepatan dengan awal Namun ada kecenderungan bahwa suhu air

30.80
2004 2005
2006 2007
2008
2005
II

28.80

I
26.80

Bulan (Month)

Gambar 7. Kondisi suhu air laut dalam bak pemeliharaan induk ikan tuna sirip kuning (T.
albacares) selama tahun 2003-2008 (I: awal pemijahan tahun 2004 & II: awal
pemijahan tahun 2005)
Figure 7. Water temperature variation in yellowfin tuna (T. albacares) broodstock tank
during 2003-2008. (I: initial spawning period in 2004 & II: initial re-spawning in
2005)

87
J. Ris. Akuakultur Vol.5 No.1 Tahun 2010: 79-90

dalam bak ind uk selam a t ahun 2005 diperlihatkan setiap hari dengan intensitas
cenderung lebih tinggi dari tahun-tahun yang semakin tinggi. Setelah 5 hari berturut-
lainnya seperti terlihat pada Gambar 7. turut kejadian tersebut terjadi, maka pada
hari keenam terjadilah pemijahan pertama.
Ditinjau dari pola sebaran suhu, pemijahan
Pemijahan ikan tuna dalam bak terjadi secara
induk ikan tuna sirip kuning dalam bak
berpasangan, set elah sepasang induk
pemeliharaan terjadi ketika pola suhu air yang
berenang mengelilingi bak dengan kecepatan
menurun dan kemudian diikuti peningkatan
yang semakin tinggi dan kemudian merubah
suhu. Pola seperti ini terjadi pada bulan
arah secara cepat ke permukaan atau ke arah
Oktober 2004, Agustus 2005, dan Juni 2006
dasar bak lalu memijah. Hal ini tidak seperti
yang bertepatan dengan pemijahan induk.
pada ikan bandeng atau kerapu yang di-
Berdasarkan pola suhu tersebut, maka
laporkan memijah dalam bentuk group (Prijono
pemijahan induk pada tahun 2007 diperkirakan
et al., 1998; Tridjoko et al., 1996; Slamet &
terjadi pada bulan Juni atau Agustus. Namun
Tridjoko, 1997). Demikian juga dengan waktu
pemijahan induk terjadi pada bulan Maret
pemijahan, pada ikan kerapu dan kakap,
sebanyak 3 kali, April satu kali dan Juni 2 kali.
umumnya pemijahan terjadi pada malam hingga
Hal ini tidak mengikuti pola-pola pemijahan
pagi hari namun pada ikan tuna terjadi pada
sebelumnya dan ternyata pola sebaran suhu
sore hari.
di tahun 2007 juga lebih berfluktuasi di-
bandingkan dengan tahun-tahun lainnya. Setelah terjadi pemijahan, telur-telur akan
terbawa ke bak pengumpul telur (kolektor telur)
Pemijahan ikan tuna di alam lebih di-
yang telah dipasang dengan saringan telur
pengaruhi suhu perairan. Pemijahan terjadi jika
berukuran 95 cm x 60 cm x 70 cm yang terbuat
suhu perairan di atas 24 oC. Hasil penelitian
dari kain katun dengan ukuran mata jaring 250-
yang didapat dari proyek riset perbenihan ikan
300 µm. Jaring dipasang dalam bak pengumpul
tuna sirip kuning di Panama dengan fasilitas
telur siang hari dan dilakukan pembersihan
yang sama menunjukkan bahwa pemijahan
pada pagi hari berikutnya. Pengecekan telur
terjadi setelah suhu perairan menurun hingga
dilakukan setiap jam antara pukul 15.00–21.00
23oC lalu meningkat dan ketika mencapai 26oC
untuk memastikan ada tidaknya induk yang
ikan tuna mulai memijah (Wexler et al., 2003).
memijah.
Namun demikian, suhu air pemeliharaan induk
dalam penelitian ini tidak pernah turun sampai Telur hasil pemijahan diambil secepat
sedemikian rendah. Pola yang mirip sama mungkin untuk keperluan pengamatan tingkat
terlihat dimana suhu air mengalami penurunan pembuahan dan perkembangan embrio.
lalu kemudian meningkat dan ternyata hal Berdasarkan tingkat perkembangan embrio
ini telah mampu merangsang induk-induk tersebut dapat diperkirakan waktu yang
tersebut memijah (Gambar 7). dibutuhkan dari pemijahan hingga per-
kembangan satu sel. Selanjutnya data
Pengamatan Tingkah Laku Pemijahan tersebut dapat digunakan sebagai standar
Induk penentuan waktu pemijahan. Pengambilan
gambar telur juga dilakukan untuk keperluan
Tanda-tanda pemijahan pertama terlihat
pengukuran diameter telur dan butiran minyak.
ketika induk betina berenang secara beraturan
ke satu arah diikuti oleh 3-4 ekor induk jantan. Ukuran induk yang memijah pada penelitian
Aktivitas ini dimulai pada pagi hari selama 15 ini diperkirakan lebih dari 9-10 kg atau panjang
menit lalu induk-induk tersebut kembali cagak lebih dari 82,2 cm dengan perkiraan
berenang seperti biasa. Pada siang hari hal umur sekitar 2 tahun (Permana et al., 2009,
tersebut juga terjadi sekitar 15 menit, lalu Unpublish). Hal ini hampir sama dengan apa
induk-induk tersebut berenang secara ber- yang diperoleh IATTC di Panama di mana
pasangan. Satu betina dikejar oleh satu jantan ukuran induk pertama kali memijah adalah dari
selama lebih kurang 15 menit lalu berenang kelompok induk berukuran 6-16 kg atau
normal kembali. Dalam keadaan berenang panjang cagak antara 65-93 cm (Wexler et al.,
berpasangan, induk betina tidak mengalami 2003) dan berdasarkan analisis mt-DNA telur
perubahan warna sementara induk jantan dan larva dapat dipastikan bahwa induk yang
kelihatan menjadi lebih gelap sehingga memijah diperkirakan berukuran antara 12-28
terlihat jelas strip vertikal berwarna perak kg atau 75-112 cm dengan umur sekitar 2 tahun
sepanjang tubuhnya dan warna pucat (putih) (Niwa et al., 2003). Menurut Wild (1986) dalam
pada pangkal ekor. Tingkah laku seperti ini Block & Steven (2001), sebanyak 50% ikan tuna

88
Pemeliharaan induk ikan tuna sirip kuning dalam ..... (Jhon Harianto Hutapea)

3,000
2004 2005
2,500
2006 2007
2,000

1,500

1,000

500

0
Jan. Feb. Mar. Apr. Mei Juni Juli Agust. Sept. Okt. Nov. Des.
Bulan (Month)

Gambar 8. Jumlah produksi telur (x 1.000) induk ikan tuna sirip kuning (T. albacares)
secara alami dalam bak secara terkontrol selama tahun 2004-2007
Figure 8. Total egg production (x 1.000) of yellowfin tuna (T. albacares) broodstock
in captivity during 2004 -2007

sirip kuning telah mencapai dewasa pada tangkapan di alam. Hal ini mungkin terlalu
ukuran panjang cagak 69 cm atau berumur 2 tinggi dari kenyataan yang diperoleh pada
tahun. penelitian ini.
Pemijahan pertama ikan tuna sirip kuning Berdasarkan hasil pengamatan tahun 2008,
yang dipelihara dalam bak beton terjadi pada pemberian hormon tidak efektif dalam memacu
bulan Oktober 2004 selama 10 hari berturut- pemijahan induk tuna. Tidak ada peningkatan
turut lalu kemudian berhenti dengan jumlah tanda-tanda pemijahan walaupun induk telah
telur berkisar antara 7.000-122.000 butir. mulai memijah pada bulan Juli. Pemijahan induk
Pemijahan kedua terjadi pada tanggal 15 terjadi pada pagi hari yang juga berbeda dari
Agustus tahun 2005 dan hingga akhir tahun sebelumnya dimana pemijahan terjadi
Desember t ercat at sebanyak 125 kali pada sore hari, jumlah telur sangat sedikit dan
pemijahan. Ini berarti induk memijah hampir rendahnya tingkat pembuahan telur. Ada dua
setiap hari, di mana satu ekor induk dapat kemungkinan yang menyebabkan hal ini, induk
memijah beberapa hingga berpuluh kali dalam yang bertelur adalah induk-induk baru dan
masa pemijahan ini. Pemijahan ini terus untuk pertama kalinya atau kematian induk
berlanjut di tahun 2006 mulai Januari–Mei dan yang pada umumnya berkelamin jantan
bulan Juli sebanyak 126 kali. Jika dilihat dari sehingga jumlah induk jantan menjadi sangat
jumlah telur yang dihasilkan yaitu 550.000; terbatas sementara induk-induk betina sudah
91.567.000; 75.427.000; dan 347.000 dari sangat matang gonad. Hal ini dapat dipastikan
masing-masing tahun 2004, 2005, 2006, dan berdasarkan pengamatan telur yang dihasilkan
2007 maka dapat dikatakan bahwa puncak induk-induk betina adalah telur-telur yang
produktivitas induk terdapat pada tahun 2005- kuning telurnya telah diserap kembali (absorb)
2006. dan bentuknya yang sudah tidak bulat. Telur-
telur ini diperkirakan telah lewat matang (over
Dalam tahun 2005, induk memijah sejak 15
ripe) dan secara otomatis atau terpaksa harus
Agustus dan hingga akhir bulan Desember
dikeluarkan oleh induk betina.
sebanyak 125 kali dengan jumlah telur yang
dibuahi per pemijahan berkisar antara 15.000– KESIMPULAN
2.074.000 dengan rata-rata 910.000 butir.
Menurut Schaefer (1998), satu ekor induk ikan Ikan tuna sirip kuning (Thunnus albacares)
tuna sirip kuning secara teoritis dapat dapat memijah secara alami dalam bak beton.
memproduksi telur dari 160.000 hingga Pemijahan umumnya berlangsung pada sore
8.000 .000 but ir per pe mijahan, yang hari secara berpasang-pasangan dan puncak
disimpulkan berdasarkan ikan tuna hasil pemijahan terjadi pada tahun 2005 dan 2006

89
J. Ris. Akuakultur Vol.5 No.1 Tahun 2010: 79-90

dengan frekuensi pemijahan masing-masing Hutapea, J.H. & Permana, I G.N. 200 7.
lebih dari 100 kali, dengan jumlah induk Domestikasi calon induk ikan tuna sirip
berkisar antara 25-30 ekor. kuning (Thunnus albacares) dalam bak
terkontrol. Buku Pengembangan Teknologi
Jumlah optimum induk untuk pemijahan
Budidaya Perikanan, hlm. 461-466.
adalah lebih dari sepuluh ekor. Jumlah induk
yang terlalu sedikit atau ukuran yang terlalu Masuma, S. & Oka, M. 1997. Rearing of Bluefin
besar berpengaruh negatif terhadap pemijahan and Yellowfin Tuna in Sub-tropical areas.
induk. Proceeding of Fourth International
Aquarium Congress. Tokyo, p. 67-70.
Suhu air mempunyai pengaruh yang sangat
Margulies, D., Suter, J.M., Hunt, S.L., Olson, R.,
besar terhadap tingkah laku pemijahan ikan
Scholey, V.P., Wexler, J.B., & Nakazawa, A.
tuna sirip kuning dalam bak.
2009. Spawning and early development of
SARAN captive yellowfin tuna (Thunnus albacares).
Fishery Bull., p. 1-4.
Mengingat bahwa kematian induk akibat Niwa, Y., Nakazawa, A., Margulies, D., Scholey,
menabrak dinding masih sering terjadi, maka V.P., Wexler, J.B., & Chow, S. 2003. Genetic
perlu dilakukan pengadaan calon induk secara monitoring for spawning ecology of
berkesinambungan untuk peremajaan induk captive yellowfin tuna (Thunnus albacares)
dan menjaga jumlah induk yang optimum atau using mitochondrial DNA variation. Aqua-
pemeliharaan induk dalam sistem karamba culture, 218: 387-395.
jaring apung. Permana, I G.N, Haryanti, & Hutapea, J.H. 2009
(Unpublish). Profil pemijahan ikan tuna sirip
UCAPAN TERIMA KASIH
kuning, Thunnus albacares dalam bak
Riset ini terlaksana atas dana kerja sama terkontrol dengan analisis mitochondria
Riset dengan OFCF Jepang (2003-2006) dan DNA (mt-DNA), 9 hlm.
APBN T.A. 2004-2008 yang dalam pelaksanaan Prijono, A., Setiadharma, T., Sumiarsa, G., &
penelitian ini dibantu oleh teknisi pelaksana. Sugama, V. 1998. Pengaruh perbandingan
Untuk itu, ucapan terima kasih disampaikan jenis kelamin (Seks rasio) induk bandeng
kepada Gunawan, S.Pi., Ketut Sutaryasa, Jafar terhadap kualitas dan kuantitas telur.
Shodiq, Putu Arta Sudarsana, dan Kadek Prosiding Simposium Perikanan Indonesia
Ardhika yang telah banyak membantu dalam II. Ujung Pandang, 2-3 Desember 1997,
pelaksanaan riset ini. hlm. 209-213.
Slamet, B. & Tridjoko. 1997. Pengamatan
DAFTAR ACUAN pemijahan alami, perkembangan embrio
Anonimous. 2005. Press Release. Saving the dan larva ikan kerapu batik, Epinephelus
bluefin tuna-First successful in-vitro microdon dalam bak terkontrol, J. Pen. Perik.
fertilization of tuna eggs from captive Indonesia, III(4): 40-50.
stock. Reproduction and Domestication of Schaefer, K.M. 1998. Reproductive Biology of
Thunnus thynnus (REPRODOTT), 5 pp. Yellowfin Tuna (Thunnus albacares) in the
Batubara, H.M.P. 2003. Kajian potensi ikan tuna Eastern Pacific Ocean. Inter-American
berdasarkan realisasi hasil tangkapan kapal Tropical Tuna Commission. La Jolla, Califor-
Tuna long line PT Perikanan Samodra Besar. nia. Bull., 21(5): 272 pp.
Lokakarya Pengkajian Stok Sumberdaya Tridjoko, Slamet, B., Makatutu, D., & Sugama, K.
Ikan Nasional. Jakarta 25 Maret 2003. MPN, 1996. Pengamatan pemijahan dan per-
DKP dan ISPIKANI, 9 hlm. kembangan telur ikan kerapu bebek
Farwell, C.J. 2001. Tunas in Captivity. In: Block, (Cromileptes altivelis) pada bak secara
B.A. and E.D. Stevens. Tuna: Physiology, terkontrol. J. Pen. Perik. Indonesia, II(2): 55-
Ecology and Evolution. Academic Press, p. 62.
391-412. Wexler, J.B., Scholey, V.P., Olson, R.J., Mergulies,
Hutapea, J.H., Permana, I G.N., & Nakazawa, A. D., Nakazawa, A., & Suter, J.M. 2003. Tank
2003. Preliminary study of Yellowfin Tuna, culture of yellow fin tuna, Thunnus
Thunnus albacares capture for candidate albacares: developing a spawning popu-
broodstock. Prosiding International lation for research purposes. Aquaculture,
Seminar on Marine and Fisheries. 15-16 220: 327-353.
Dec. 2003, p. 29-31.

90

Anda mungkin juga menyukai