Anda di halaman 1dari 96

ASUHAN KEPERAWATAN PEMENUHAN KEBUTUHAN BELAJAR

PADA Tn. S DI RUANG BAROKAH


RSU PKU MUHAMMADIYAH GOMBONG

Diajukan Untuk Memenuhi Tugas Akhir Ujian Komprehensif


Jenjang Pendidikan Diploma III Keperawatan

Disusun Oleh :
AHKYEN NURHANIFAH
A01301714

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN MUHAMMADIYAH GOMBONG


PROGRAM STUDI DIII KEPERAWATAN
2016

i
Program Studi DIII Keperawatan
Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Muhammadiyah Gombong
KTI Agustus 2016
Ahkyen Nurhanifah1, Arnika Dwi Asti2

ABSTRAK

ASUHAN KEPERAWATAN PEMENUHAN KEBUTUHAN BELAJAR


PADA TN.S DI RUANG BAROKAH
RSU PKU MUHAMMADIYAH GOMBONG

PENGKAJIAN : Tn. S, umur 40 tahun, jenis kelamin laki-laki, alamat Cilacap, agama islam,
pendidikan SD, pekerjaan swasta, suku jawa. Pasien datang ke IGD RS PKU
MUHAMMADIYAH GOMBONG pada tanggal 28-05-2016 pukul 13.00 WIB dengan keluhan
demam sudah 4 hari sebelum masuk rumah sakit. Klien mengatakan pusing, mual tetapi tidak
muntah, lemes, napsu makan menurun, mulut rasanya pahit. Pada saat di IGD dilakukan
pemeriksaan tanda-tanda vital dengan hasil suhu : 38,50 C, tekanan darah : 110/80 mmHg, nadi :
78x/menit, respiratori rate : 20x/menit, dilakukan pemasangan infus RL 20 tpm.
DIAGNOSA KEPERAWATAN : Diagnosa yang muncul adalah mual berhubungan dengan
peningkatan asam lambung, defisiensi pengetahuan berhubungan dengan kurangnya sumber
informasi, resiko perdarahan berhubungan dengan defisiensi trombosit.
INTERVENSI : Rencana tindakan yang telah dibuat yaitu diagnosa 1. kaji tingkat pengetahuan
klien dan keluarga. 2. berikan pendidikan kesehatan sesuai tingkat pemahaman klien. 3. berikan
motivasi klien untuk belajar.
IMPLEMENTASI : Tindakan yang sudah dilakukan yaitu 1. Mengkaji tingkat pengetahuan klien
dan keluarga. 2. Memberikan pendidikan kesehatan sesuai tingkat pemahaman klien. 3.
Memberikan motivasi klien untuk belajar.
EVALUASI : Dari 3 diagnosa keperawatan yang muncul dalam asuhan keperawatan sudah teratasi
2 diagnosa yaitu mual dan defisiensi pengetahuan. Diagnosa yang ke-3 belum teratasi maka dapat
dilanjutkan intervensi sesuai program.

Kata kunci: asuhan keperawatan, belajar, edu game.

1. Mahasiswa DIII Keperawatan Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Muhammadiyah Gombong


2. Dosen Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Muhammadiyah Gombong

iv
Diploma III of nursing Program
Muhammadiyah Health Science Institute of Gombong
Nursing Care Report, August 2016
Ahkyen Nurhanifah1, Arnika Dwi Asti2

ABSTRACT

NURSING CARE TO MEETING THE NEEDS OF LEARNING


TN.S IN THE ROOM BAROKAH
RSU PKU MUHAMMADIYAH GOMBONG

ASSESSMENT : Name Mr. S, aged 40 years, male gender, address Cilacap, religion Islam,
elementary education, private employment, ethnic Javanese. Patients come to the IGD RS PKU
Muhammadiyah gombong on 28-05-2016 at 13:00 pm with fever already four days before entering
the hospital. Clients say dizziness, nausea, but not vomiting, limp, decreased appetite, mouth tastes
bitter. At the time in the IGD examination vital signs with the results of the temperature: 38.50 C,
blood pressure: 110/80 mmHg, pulse: 78x / minute, respiratory rate: 20 times / min, do infusion
RL 20 tpm.
NURSING DIAGNOSIS : Nursing diagnoses that arise are nausea associated with increased
gastric acid, deficiency of knowledge related to the lack of resources, the risk of bleeding
associated with the inherent coagulation (thrombocytopenia).
INTERVENTION : A plan of action has been made that diagnosis 1. examine the level of
knowledge of the client and family. 2. provide health education appropriate level of understanding
of the client. 3. provide client motivation to learn.
IMPLEMENTATION : The action has been carried out, namely: 1. Assess the level of knowledge
of the client and family. 2. Provide health education appropriate level of understanding of the
client. 3. Provide the client's motivation to learn.
EVALUATION : Evaluation of three nursing diagnoses that appear in nursing care has been
resolved two diagnoses are nausea and knowledge deficiency.

Keywords: nursing care, learning , edu game.

1. Univercity Students Diploma III of Nursing Muhammadiyah Health Sciences Institutet of


Gombong
2. Lecsturer Diploma III Muhammadiyah Health Science Institutet of Health Sciences
Muhammadiyah Gombong

v
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum wr, wb.

Puji syukur kehadirat Allah SWT atas berkat dan rahmat-Nya penulis
dapat menyelesaikan penyusunan Laporan Ujian Komprehensif ini dengan
judul “Asuhan Keperawatan Pemenuhan Kebutuhan Belajar pada Tn.S di ruang
Barokah RSU PKU Muhammadiyah Gombong”.

Adapun penulis membuat laporan ini adalah untuk melaporkan hasil


Ujian Komprehensif dalam rangka ujian tahap akhir jenjang pendidikan yaitu
jenjang D III Keperawatan.

Terwujudnya laporan ini tidak lepas dari bantuan dan bimbingan dari
berbagai pihak. Untuk itu dalam kesempatan yang baik ini penulis
menyampaikan penghargaan dan ucapan terima kasih yang tulus kepada yang
terhormat :

1. M.Madkhan Anis S.kep,Ns selaku ketua Sekolah Tinggi Ilmu


Kesehatan Muhammadiyah Gombong yang telah memberikan izin dan
kesempatan untuk melaksanakan Studi khususnya dalam pembuatan
laporan kasus.
2. Sawiji S.kep,Ns, M.S,c selaku Ketua Program Studi D III Keperawatan
Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Muhammadiyah Gombong.
3. Arnika Dwi Asti,M.Kep selaku dosen pembimbing penyususnan
laporan kasus.
4. Bapak dan Ibu dosen beserta staf Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan
Muhammadiyah Gombong.
5. Staf perpustakaan Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Muhammadiyah
Gombong atas bantuannya dalam peminjaman buku-buku referensi.
6. Ibu, Bapak yang selalu memberikan do’a dan memotivasi, dukungan
moral dan material untuk segera menyelesaikan laporan kasus ini.

vi
7. Teman-teman kelas 3A yang telah sama-sama berjuang dalam
menyelesaikan laporan kasus ini.
8. Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu per satu yang telah
membantu dalam menyusun laporan kasus ini.

Penulis sangat mengharapkan partisipasi dari pembaca untuk


memberikan saran dan kritik yang sifatnya membangun untuk perbaikan
dikemudian hari. Akhir kata penulis berharap agar apa yang telah tertulis dalam
laporan kasus ini dapat bermanfaat bagi para pembaca.

Wassalamualaikum wr.wb.

Gombong , Agustus 2016

Penulis

vii
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL .............................................................................. i


LEMBAR PENGESAHAN PEMBIMBING ......................................... ii
LEMBAR PENGESAHAN PENGUJI .................................................. iii
ABSTRAK ............................................................................................. iv
KATA PENGANTAR ........................................................................... vi
DAFTAR ISI .......................................................................................... viii
BAB I PENDAHULUAN ……………………………………………..1
A. Latar Belakang ........................................................................... 1
B. Tujuan Penulisan ........................................................................ 5
C. Manfaat Penulisan ...................................................................... 6
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ............................................................ 8
A. Konsep Kebutuhan Dasar Aman Dan Nyaman ......................... 8
B. Konsep Nyeri ............................................................................. 11
C. Teori Nyeri ................................................................................. 12
D. Fisiologis Nyeri ........................................................................... 13
E. Manajemen Nyeri ........................................................................ 14
F. Konsep Dasar Inovasi Foot Hand Massage ................................ 18
BAB III RESUME KEPERAWATAN .................................................. 20
A. Pengkajian .................................................................................. 20
B. Analisa Data ............................................................................... 23
C. Intervensi, Implementasi, Evaluasi ............................................ 23
BAB IV PEMBAHASAN ...................................................................... 30
A. Diagnosa Keperawatan................................................................ 30
B. Analisis Inovasi Tindakan Keperawatan .................................... 39
BAB V PENUTUP ................................................................................. 43
A. Kesimpulan ................................................................................ 43

viii
B. Saran ........................................................................................... 44
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN

ix
BAB 1

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG MASALAH


Demam berdarah dengue (DBD) adalah suatu penyakit yang
disebabkan oleh virus dengue (arbovirus yang masuk kedalam tubuh
melalui gigitan nyamuk Aedes Aegepty (Suriadi dan Rita Yuliani, 2006).
Demam berdarah dengue (DBD) adalah penyakit infeksi yang disebabkan
oleh virus dengue dengan manifestasi klinis demam 2-7 hari, nyeri otot
dan atau nyeri sendi, yang disertai leukopenia, ruam, limfadenopati,
trombositopenia, dan diatesis hemoragik (Suhendro, 2009). Demam
berdarah dengue (DBD) merupakan satu dari beberapa penyakit menular
yang menjadi masalah kesehatan terutama Negara berkembang,
disebabkan oleh virus dengue ditularkan dari seseorang kepada orang lain
melalui gigitan nyamuk Aedes aegepty (WHO, 20012). Dengan demikian
pengertian demam berdarah dengue (DBD) adalah penyakit yang
menyerang tubuh manusia melalui nyamuk Aedes Aegepty yang disertai
trombositopeni.
Demam Berdarah Dengue (DBD) sebagai penyebab utama kesakitan
dan kematian anak di Asia Tenggara. Diperkirakan bahwa setiap tahun
terdapat sekitar 50-100 juta kasus DBD dan sebanyak 500.000 diantaranya
memerlukan perawatan di rumah sakit. Pada tahun 2008 untuk wilayah
Asia Tenggara dilaporkan ada peningkatan kasus yang dilaporkan terutama
peningkatan kasus di Thailand, Indonesia, dan Myanmar. Transmisi
Dengue dengan puncak peningkatan kasus di Indonesia pada bulan
Februari di Thailand pada bulan Juli dan Myanmar pada bulan Juli (WHO,
2008).
Kemenkes RI 2010 menyatakan kejadian DBD di Indonesia tahun
2008 sebesar 137.469 kasus dengan jumlah kematian sebanyak 1.187

1
2

orang. Tahun 2009 kasus DBD mengalami peningkatan sebesar 154.855


kasus dengan kematian sebanyak 1.384 orang.
Dinas Kesehatan Indonesia tahun 2012 mengatakan pada tahun 2012
jumlah DBD yang dilaporkan sebanyak 90.245 kasus dengan jumlah
kematian 816 orang (Incidence Rate/angka kesakitan = 37,11 per 100.000
penduduk dan CFR = 0,90%). Terjadi peningkatan jumlah kasus pada
tahun 2012 dibanding tahun 2011 yang sebesar 65.725 kasus dengan IR
27,67. Target Rentra angka kesakitan DBD tahun 2012 sebesar 53 per
100.000 penduduk. Dengan demikian Indonesia telah mencapai target
Renstra 2012. Berikut tren IR DBD selama kurun waktu 2007-2012.
Terjadi peningkatan jumlah kasus pada tahun 2012 dibanding tahun 2011
yang sebesar kasus 65.725 kasus dengan IR 27,67. Target Rentra angka
kesakitan DBD tahun 2012 sebesar 53 per 100.000 penduduk. Dengan
demikian Indonesia telah mencapai target Renstra 2012. Berikut tren IR
DBD selama kurun waktu 2007-2012 berdasarkan target rencana strategi
Kementrian Kesehatan tahun 2012 yang sebesar <53 per 100.000
penduduk, sebanyak 22 provinsi (66,67%) telah mencapai target 2012.
Pada tahun 2012 terdapat 5 provinsi yang memiliki CFR akibat DBD
tinggi (> 2%) yaitu Papua Barat, Maluku, Gorontalo, Kepualuan Bangka
Belitung, dan Jambi. Sejalan dengan peningkatan jumlah/angka kesakitan,
jumlah kabupaten.kota terjangkit DBD pada tahun 2012 juga mengalami
peningkatan dari 374 (75,25%) menjadi 417 kabupaten/kota (83,9%) pada
tahun 2012. Peningkatan ini menunjukan semakin luasnya penyebaran
DBD. Selama periode 2005-2012 jumlah kabupaten/kota terjangkit DBD
cenderung meningkat. Hal ini menunjukan bahwa masih perlu upaya
peningkatan kualitas pelayanan kesehatan, manajemen tata laksana
penderita di sarana-sarana pelayanan kesehatan, peningkatan kualitas dan
kuantitas SDM kesehatan di rumah sakit dan puskesmas, termasuk
peningkatan sarana-sarana penunjang diagnostik dan penatalaksanaan bagi
penderita di sarana-sarana pelayanan kesehatan.
3

Dinas Kesehatan tahun 2012 mengatakan penyakit DBD merupakan


permasalahan serius di Provinsi Jawa Tengah, terbukti 35 Kabupaten/Kota
sudah pernah terjangkit penyakit DBD. Angka kesakitan (Incidance
Rate/IR) DBD di Provinsi Jawa Tengah pada tahun 2012 sebesar
19,29/100.000 penduduk, meningkat bila dibandingkan tahun 2011 (
15,27/100.000 penduduk) dan masih dalam target Nasional yaitu
<20/100.000 penduduk. Angka kesakitan tertinggi di Kabupaten Blora
sebesar 88,77/100.000 penduduk,terendah di Kabupaten Wonogiri sebesar
1,37/100.000 penduduk. Setiap penderita DBD yang dilaporkan dilakukan
tindakan perawatan penderita, penyelidikan epidemologi di lapangan serta
upaya pengendalian. Tingginya angka kesakitan DBD disebabkan karena
adanya iklim tidak stabil dan curah hujan cukup banyak pada musim
penghujan yang merupakan sarana perkembangbiakan nyamuk Aedes
aegepty yang cukup potensial. Selain itu juga didukung dengan tidak
maksimalnya kegiatan PNS di masyarakat sehingga menimbulkan
Kejadian Luar Biasa (KLB) penyakit DBD di beberapa kabupaten/kota.
Angka kesakitan DBD di kabupaten/kota hampir semuanya lebih dari
20/100.000 penduduk. Ada 2 kabupaten/kota dengan angka kesakitan
kurang dari 2/100.000 penduduk yaitu Kabupaten Purworejo (1,55) dan
Kabupaten Wonogiri (1,37). Angka kematian/Case Fatality Rate (CFR)
tahun 2012 sebesar 1,52% lebih tinggi dibanding tahun 2011 (0,93%),
tetapi lebih tinggi dibandingkan dengan target Nasional (<1%). Angka
kematian tertinggi adalah Kabupaten Wonogiri sebesar 23,08% dan tidak
ada kematian di 10 Kabupaten/Kota, sedangkan Kabupaten/Kota dengan
angka kematian >1% sebanyak 20 Kabupaten/Kota.
Puskesmas Alian, Gombong 1 dan Gombong II pada tahun 2013
mengatakan jumlah penderita DBD yang dilaporkan sebanyak 106 kasus
dengan jumlah kematian 3 orang (Incidence Rate/Angka kesakitan = 9 per
100.000 penduduk dan CFR = 2,8%). Terjadi peningkatan jumlah kasus
pada tahun 2012 dibandingkan tahun 2013 yang sebesar 28 kasus dengan
IR 2,4/100.000 penduduk. Setiap penderita DBD yang dilaporkan
4

dilakukan tindakan perawatan penderita, penyelidikan epidemologi


dilapangan serta upaya pengendalian. Angka kematian/Case Fatality Rate
(CFR) DBD tahun 2013 sebesar 2,8%. Kasus kematian DBD tahun 2013
terjadi diwilayah Puskesmas Gombong I dan Gombong II masing-masing I
orang.
Seseorang yang tinggal didaerah endemis demam berdarah lebih
sering menemukan kasus demam berdarah disekitar lingkungan tempat
tinggalnya, sehingga masyarakat didaerah tersebut seharusnya memiliki
tingkat kewaspadaan yang lebih tinggi dibanding wilayah non endemis.
Hal ini juga berhubungan dengan informasi yang didapat seseorang di
daerah endemis demam berdarah akan lebih sering mendapatkan
penyuluhan kesehatan bila dibandingkan dengan daerah non endemis,
sehingga perlu diberi sedikit penyuluhan kesehatan untuk masyarakat yang
endemis demam berdarah agar masyarakat lebih mengetahui tentang
informasi kesehatan lebih banyak. Dengan masyarakat yang pandai
menjaga lingkungan yang bersih dan jauh dari tumpukan sampah seperti
halnya kaleng bekas, sampah kering, dan lain-lain harus pandai-pandai
mengolah menjadi bahan kerajinan yang dapat menambah penghasilan,
sehingga kasus demam berdarah dapat menurun. Masyarakat juga harus
melakukan 3M yaitu menguras bak mandi, mengubur sampah yang susah
untuk diuraikan, dan mengubur sampah agar tercipta lingkungan yang
lebih sehat dan menurunkan angka kesakitan khususnya demam berdarah
(Notoatmojo, 2007).

B. Tujuan Penulisan
1. Tujuan Umum
Untuk dapat memberikan gambaran dalam memberikan asuhan
keperawatan pemenuhan kebutuhan belajar.
2. Tujuan Khusus
a. Memaparkan pengkajian klien dengan pemenuhan kebutuhan
belajar.
5

b. Memaparkan diagnosa klien dengan pemenuhan kebutuhan belajar.


c. Memaparkan rencana keperawatan klien dengan pemenuhan
kebutuhan belajar.
d. Memaparkan implementasi keperawatan klien dengan pemenuhan
kebutuhan belajar.
e. Memaparkan evaluasi keperawatan klien dengan pemenuhan
kebutuhan belajar.
f. Memaparkan dokumentasi klien dengan pemenuhan kebutuhan
belajar.
g. Memaparkan tindakan inovasi keperawatan.
C. Manfaat penulisan
1. Manfaat Keilmuan
a. Institusi Pendidikan
Penulisan KTI ini sebagai informasi tentang Asuhan Keperawatan
Pemenehuan Kebutuhan Belajar pada penderita Demam Berdarah
Dengue.
b. Penulis
Karya Tulis Ilmiah ini memberikan pengalaman bagi penulis untuk
dapat melakukan Asuhan Keperawatan pada klien yang menderita
Demam Berdarah Dengue dengan Pemenuhan Kebutuhan Belajar.
2. Manfaat Aplikatif
a. Rumah Sakit
Hasil Karya Tulis Ilmiah ini dapat digunakan sebagai tambahan
referensi karya tulis bagi pihak rumah sakit tentang Asuhan
Keperawatan, khususnya pada pasien dengan Pemenuhan
Kebutuhan Belajar.
b. Bagi klien dan Keluarga
1) Memberikan informasi kepada klien dan keluarga tentang
pengertian DBD, cara pencegahan, dan perawatan dirumah.
2) Memberikan informasi kepada klien dan keluarga tentang resiko
trombositopenia.
DAFTAR PUSTAKA

Anshori, R. (2014). Pengaruh Pendidikan Kesehatan Terhadap Peningkatan


Pengetahuan Dan Perilaku Pencegahan Demam Berdarah Dengue
Masyarakat Desa Bulurejo.Disertasi UMS (tidak dipublikasikan).

Azmi, (2013). Kesehatan Remaja, Problem dan Solusinya. Jakarta :


Salemba.

Carpenito, L. J. (1999). Rencana Asuhan & Dokumentasi Keperawatan.


Diagnosa Keperawatan dan Masalah Kolaboratif Penerbit Buku
Kedokteran EGC. Jakarta.

Fitria, L., Wahjudi, P., & Wati, D. M. (2014). Pemetaan Tingkat Kerentanan
Daerah terhadap Penyakit Menular (TB Paru, DBD, dan Diare) di
Kabupaten Lumajang Tahun 2012. Pustaka Kesehatan.

Handoko, S. A. S. J. (2013). Hubungan Pengetahuan Keluarga tentang


Penyakit DHF dengan Sikap Keluarga dalam Pencegahan Penyakit
DHF. Jurnal Florence

Herdman, H. (2013). NANDA International, Diagnosis Keperawatan


Definisi dan Klasifikasi 2012-2014. Jakarta. EGC.

Hidayati, R. (2008). Pemanfaatan Informasi Iklim Dalam Pengembangan


Model Peringatan Dini Dan Pengendalian Kejadian Penyakit Demam
Berdarah Dengue Di Indonesia.

Imelda, Y. H. Gambaran Keberdayaan Masyarakat dan Peran Kader


Kesehatan dalam Mengendalikan Demam Berdarah Dengue di
Kelurahan Tidung di Wilayah Kerja Puskesmas Kassi-kassi Makassar.

Indonesia, K. K. (2015). Profil kesehatan Indonesia tahun 2011.

Kebumen, D. K. K. (2012). Profil Kesehatan Kabupaten Kebumen Tahun


2011.

Kusumawardani, E., Arkhaesi, N., & Hardian, H. (2012). Pengaruh


Penyuluhan Kesehatan Terhadap Tingkat Pengetahuan, Sikap dan
Praktik Ibu Dalam Pencegahan Demam Berdarah Dengue Pada Anak.

Murwani, A. (2008). Ketrampilan Dasar Praktek Klinik Keperawatan.

Notoatmodjo, S. (2010). Ilmu perilaku kesehatan. Jakarta : Rineka Cipta.


Notoatmodjo, S. (2007). Promosi kesehatan dan ilmu perilaku. Jakarta :
Rineka Cipta.
Potter, P. A., & Perry, A. G. (2005). Buku ajar fundamental keperawatan:
konsep, proses, dan praktik. Jakarta: EGC.
Pramono, M. S., & Paramita, A. (2011). Peningkatan Pengetahuan Anak-
Anak Tentang PHBS Dan Penyakit Menular Melalui Teknik KIE
Berupa Permainan Elektronik. Buletin Penelitian Sistem Kesehatan,
14(4 Okt).

Pratiwi, D. A., Yuniar, N., & Erawan, P. E. M. (2016). Pengaruh


Penyuluhan Metode Permainan Edukatif dan MetodE Ceramah
Terhadap Pengetahuan, Sikap dan Tindakan tentang Pencegahan
Penyakit Diare pada Murid SD di Kecamatan Poasia Kota Kendari
tahun 2015. Jurnal Ilmiah Mahasiswa Kesehatan Masyarakat.

Rebetez, C., & Betrancourt, M. (2007). Video game research in cognitive


and educational sciences. Cognition, Brain, Behavior.

Resmiati, R., Cita, Y. P., & Susila, A. (2009). Pengaruh penyuluhan demam
berdarah terhadap perilaku ibu rumah tangga. Kesmas: Jurnal
Kesehatan Masyarakat Nasional.

Sari, R. Y. (2013). Efektifitas Pendidikan Kesehatan Menggunakan Metode


Pendidikan Individual terhadap Peningkatan Pengetahuan Keluarga
tentang Demam Berdarah Dengue.

Sudoyo, A. W., Setiyohadi, B., Alwi, I., Simadibrata, M., & Setiati, S.
(2006). Buku ajar ilmu penyakit dalam. Edisi Ke-4. Pusat Penerbitan
Ilmu Penyakit Dalam FKUI, Jakarta.

Sukmadinata, N. S. (2007). Metode penelitian. Bandung: PT Remaja Rosda


Karya.
SyahMuhibbin, (2006).Psikologi Belajar. Jakarta : PT. Raja Grapindo
Persada.
Tengah, D. K. P. J. (2012). Profil kesehatan provinsi jawa tengah tahun
2012. Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Tengah, Semarang.

Wawan, A., & Dewi, M. (2010). Teori dan Pengukuran Pengetahuan,


Sikap, dan Perilaku Manusia. Yogyakarta: Nuha Medika.
Widiyanto, T. (2007). Kajian Manajemen Lingkungan Terhadap Kejadian
Demam Berdarah Dengue (DBD) di Kota Purwokerto Jawa-Tengah.
Disertasi Undip (tidak dipublikasikan).
SATUAN ACARA PEMBELAJARAN
DENGUE HAEMORAGIC FEVER (DHF)

Disusun oleh :

AHKYEN NURHANIFAH

A01301714

PRODI DIII KEPERAWATAN


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN MUHAMMADIYAH
GOMBONG
2015
SATUAN ACARA PEMBELAJARAN

Pokok bahasan : Mengenal Demam Berdarah


Sub pokok bahasan : DHF (Dengue Heart Fever) / Demam Berdarah
Sasaran : Klien dan keluarga klien
Waktu : 1 X 15 menit
Ruang : Ruang Barokah

. I. Latar Belakang
Dengue Haemoragic Fever (DHF) adalah penyakit infeksi yang di sebabkan
oleh virus Dengue dengan tanda dan gejala demam,nyeri otot,nyeri sendi disertai
lekopenia,ruam,limfadenopati,trombositopenia.(Rohim 2009).
Pada bulan januari 2009,penderita DHF yang terjadi di beberapa kota di
Jawa Tengah sampai pertengahan 2009 sebanyak 27670rang 73 diantaranya
meninggal (Lismiyati,2009).
Sebagian pasien DHF yang tidak tertangani dapat mengalami dengue syok
sindrom yang dapat menyebabkan kematian. Hal ini dikarenakan pasien
mengalami deficit volume cairan akibat meningkatnya premeabilitas kapiler
pembuluh darah menuju keluar pembuluh. Sebagai akibatnya hamper 35% pasien
DHF terlambat ditangani di RS mengalami syok hipovolemik hingga meninggal.

II. Tujuan Instruksional Umum (TIU)


Setelah dilakukan penyuluhan mengenai Demam Berdarah Dengue timbul
kesadaran warga masyarakat untuk melakukan pencegahan terhadap timbulnya
penyakit Demam Berdarah Dengue .

III. Tujuan Instruksional Khusus (TIK)


Setelah dilakukan penyuluhan mengenai Demam Berdarah Dengue klien dan
keluarga klien mampu menyebutkan:
a. Pengertian Demam Berdarah Dengue
b. Penyebab penyakit Demam Berdarah Dengue
c. Gejala penyakit Demam Berdarah Dengue
d. Pencegahan penyakit Demam Berdarah Dengue

IV. Garis Besar Materi


a. Pengertian Penyakit Demam Berdarah Dengue
b. Penyebab penyakit Demam Berdarah Dengue
c. Gejala penyakit Demam Berdarah Dengue yang tampak
d. Pencegahan penyakit Demam Berdarah Dengue

V. Metode
a. Ceramah
b. Tanya jawab

VI. Media
Leaflet

. Proses Kegiatan
No. Kegiatan Respon Pasien Waktu
1. Pendahuluan a. Membalas salam 5 menit
a. Menyampaikan salam b. Mendengarkan
b. Menjelaskan tujuan dengan aktif
c. Apersepsi c. Mendengarkan
dan memberikan
respon

2. a. Pengertian Penyakit Demam


a. Mendengarkan, 20 menit
Berdarah Dengue memperhatikan
b. Pengertian Penyakit Demam
b. Menceritakan
Berdarah Dengue pengalamannya
c. Penyebab penyakit Demam dalam Demam
Berdarah Dengue Berdarah Dengue
d. Gejala penyakit Demam
Berdarah Dengue
e. Pencegahan penyakit Demam
Berdarah Dengue
4. Penutup a. Menanyakan hal 10 menit
yang belum jelas
a. Tanya jawab
b. Aktif, bersama
b. Menyimpulkan hasil
dalam
pelatihan
menyimpulkan
c. Memberikan salam
c. Membalas salam

IX. Evaluasi
Tanya jawab

MATERI PENYULUHAN
A. Definisi
Dengue Haemoragic Fever (dhf) adalah penyakit yang disebabkan
oleh virus dengue sejenis virus yang tergolong arbovirus dan masuk ke
dalam tubuh penderita melalui gigitan nyamuk aedes aegepty
(betina),Christiantie Effendy.1995)
Demam berdarah adalah penyakit yang disebabkan oleh virus
dengue yang masuk ke dalam tubuh melalui gigitan nyamuk aedes aegypti
(betina)
B. Penyebab
Demam dengue dan demam berdarah dengue disebabkan oleh virus
dengue,yang termasuk dalam genus flavivirus,keluarga flavivirus.Flvivirus
merupakan virus dengan diameter 30 mm terdiri dari asam ribonukleat
rantai tunggal dengan berat molekul 4x106.
Terdapat 4 serotipe virus yaitu Den 1,den 2,den 3 dan den 4 yang
semuanya dapat menyebabkan demam dengue atau demam berdarah
dengue,keempat serotype di temukan di Indonesia dengan Den 3
merupakan serotype terbanyak.Terdapat reaksi silang anatara serotype
dengue dengan flavivirus lain seperti yellow fever,Japanese encephalitis
dan west nille virus.
Dalam laboratorium virus dengue dapat bereplikasi pada hewan
mamalia seperti tikus,kelinci,anjing,kelelawar dan primate.Survei
epidemiologi pada hewan ternak di dapatkan antibody terhadap virus
dengue dapat bereplikasi pada nyamuk genus aedes (stegomya)dan
toxorynchites
C. Manifestasi klinis
1. Demam tinggi 2 – 7 hari disertai mengigil
2. Mual dan muntah
3. Pegal – pegal pada seluruh badan
4. Perdarahan di bawah kulit
5. Perdarahan lain, batuk darah, muntah darah, berak darah dan kencingss
darah
D. Penanganan
1. Penderita harus tirah baring atau istirahat total di tempat tidur
2. Penderita diberi diit makanan lunak
3. Penderita harus minum banyak (2-2,5 liter/24 jam) dapat berupa :
susu, teh manis, sirup dan oralit. Pemberian cairan merupakan hal
yang paling penting bagi penderita demam berdarah
4. Pengambilan sampel darah untuk pemeriksaan laboratorium (setiap
hari darah penderita diambil untuk pemeriksaan Hb, HT dan
trombosit)
5. Foto throkas (Rontgen)
6. Pemberian cairan intravena (infus)
7. Transfusi darah
8. Pemasangan NGT (bila terjadi perdarahan pada saluran cerna)
9. Pemberian therapi obat.
E. Pencegahan
Tindakkan yang dilakukan adalah dengan memutuskan rantai
siklus hidup nyamuk aedes aegypti pada fase nyamuk dewasa dan fase
larva hidup. Dapat dilakukan dengan cara :
1. Memelihara lingkungan tetap bersih dan cukup sinar matahari.
2. Melakukan pemberantasan sarang nyamuk dengan cara :
a. Menutup dan menguras tempat penampungan air setiap minggu
agar bebas dari jentik nyamuk.
b. Mengubur, membakar dan membuang kaleng bekas, botol bekas,
tempurung dan sampah lain sehingga tidak menjadi tempat
perindukkan nyamuk aedes aegypti.
c. Rapikan halaman dan jangan biarkan semak – semak di halaman
tak terurus.
d. Bersihkan selokan agar air dapat mengalir dengan lancar.
e. Tidak membiarkan kain/baju – baju tergantung.
f. Lakukan penyemprotan nyamuk (bila memang diperlukan)
DAFTAR PUSTAKA

Effendi,C.1995.Perawatan klien DHF. EGC.Jakarta


Rohim.Abdul 2004.Ilmu Penyakit anak.Diagnosis dan Penatalaksanaan.Jakarta
:Salemba Medika
LAPORAN PENDAHULUAN
ASUHAN KEPERAWATAN DENGUE HEMORAGIC FEVER
DI RUANG BAROKAH
PKU MUHAMMADIYAH GOMBONG

DISUSUN OLEH :

AHKYEN NURHANIFAH
A01301714

PROGRAM STUDI D III KEPERAWATAN


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN
MUHAMMADIYAH GOMBONG
2016
DEMAM BERDARAH

A. Definisi

Demam berdarah adalah suatu penyakit demam akut disebabkan oleh virus

yang masuk kedalam tubuh melalui gigitan nyamuk Aides Aegypti yang

menyerang pada anak, remaja, dan dewasa yang ditandai dengan: demam, nyeri

otot dan sendi, manifestasi perdarahan dan cenderung menimbulkan syok yang

dapat menyebabkan kematian. (Hendaranto, 2007 ).

Demam berdarah adalah suatu penyakit demam berat yang sering

mematikan disebabkan oleh virus ditandai dengan permebilitas kapiler, kelainan

homeostasis dan pada kasus berat syndrome syok kehilangan protein.

Jadi demam berdarah adalah suatu demam akut yang disebabkan oleh

virus yang masuk kedalam tubuh melalui nyamuk aides aegepty.

B. Patofisiologi

Setelah virus dengue masuk kedalam tubuh, terjadi viremia yang ditandai

dengan demam, sakit kepala, mual nyeri otot, pegal disekitar tubuh, hiperemia di

tenggorokan, ruam atau bintik-bintik merah pada kulit, selain itu kelainan dapat

terjadi pada sistem retikula endotetial, seperti pembatasan kelenjar-kelenjar getah

bening, hati dan limpa. Peningkatan permeabilitas dinding kapiler sehingga cairan

keluar dari intraseluler ke ekstraseluler. Akibatnya terjadi pengurangan volume

plasma, penurunan tekanan darah, hemokosentrasi, hipoproteinemia, efusi dan

renjatan. Plasma merembes sejak permulaan demam dan mencapai puncaknya

saat renjatan. Pada pasien dengan renjatan berat, volume plasma dapat berkurang
sampai 30% atau kurang. Bila renjatan hipovolemik yang terjadi akibat

kehilangan plasma tidak segera diatasi, maka akan terjadi anorekma jaringan,

asidosis metabolik, dan kematian. ( Pice, Sylvia A dan Lortainne,2006 ).

C. Manifestasi klinis

Infeksi virus dapat mengakibatkan manifestasi klinis yang bervariasi, mulai dari

asimtomatik, penyakit paling ringan (mild undifferentiated febrile ilness), demam

dengue, demam berdarah, sampai dengan sindroma syok dengue.

1. Masa Inkubasi

Sesudah nyamuk menggigit penderita dan memasukkan virus dengue ke

dalam kulit, terdapat masa laten yang berlangsung 4 – 5 hari diikuti oleh demam ,

sakit kepala dan malaise. Dan masa inkubasi nya adalah antara 13-15 hari.

2. Demam

Perjalanannya khas pada anak sakit, fase pertama dengan demam terjadi

secara mendadak, malaise, muntah, nyeri kepala, anoreksia, dan batuk disertai

dengan deteriorasi klinik yang cepat dan kolaps. Pada fase kedua, penderita

biasanya menderita ekstremitas dingin, lembab, badan panas, muka merah,

keringat banyak, gelisah, iritabel, dan nyeri mid-epigastrik. Sering kali ada ptekie

tersebar pada dahi dan tungkai, ekimosis spontan mungkin mulai tampak, dan

mudah memar. Serta berdarah pada tempat pungsi vena.

Ruam makular atau makulopapular, mungkin muncul dan mungkin ada

sianosis sekeliling mulut dan perifer, pernapasan cepat dan sering berat. Nadi

lemah, cepat dan kecil dan suara jantung halus.


3. Perdarahan

Perdarahan biasanya terjadi pada hari kedua dari demam dan umumnya

terjadi pada kulit, dan dapat berupa uji turniket yang positif, mudah terjadi

perdarahan pada tempat fungsi vena, petekia dan purpura. Selain itu juga dapat

dijumpai epstaksis dan perdarahan gusi , hematomesis dan melena.

Kurang dari 10% penderita menderita ekimosis atau perdarahan saluran

cerna yang nyata, biasanya pasca syok yang tidak terkoreksi.

4. Hepatomegali

Pada permulaan dari demam biasanya hati sudah teraba, hati mungkin

membesar antara 4-6 cm. Keras dan agak nyeri. meskipun pada anak yang kurang

gizi hati juga sudah teraba. Bila terjadi peningkatan dari hepatomegali dan hati

teraba kenyal , harus diperhatikan kemungkinan akan terjadinya renjatan pada

penderita.

5. Renjatan ( syok )

Permulaan syok biasanya terjadi pada hari ketiga sejak sakitnya penderita,

dimulai dengan tanda – tanda kegagalan sirkulasi yaitu kulit lembab, dingin pada

ujung hidung , jari tangan dan jari kaki serta cyanosis di sekitar mulut. Bila syok

terjadi pada masa demam maka biasanya menunjukkan prognosis yang buruk.

Nadi menjadi lembut dan cepat, kecil bahkan sering tidak teraba. Tekanan darah

sistolik akan menurun sampai di bawah angka 80 mmHg.


6. Gejala klinik lain

Nyeri epigastrum, muntah-muntah, diare maupun obstipasi dan kejang -

kejang. Keluhan nyeri perut yang hebat seringkali menunjukkan akan terjadinya

perdarahan gastrointestinal dan syok. ( Smeltzer, Suzanne C dan Brenda G Bare.

2002 ).

a. Derajat Kriteria DHF

1) Derajat I

Demam disertai gejala tidak khas dan satu-satunya manifestasi

perdarahan dalah dengan uji tourniquet.

2) Derajat II

Merupakan derajat I yang disertai dengan perdarahan kulit/perdarahan

lain.

3) Derajat III

Terdapat kegagalan sirkulasi yaitu nadi cepat, dan lembut. Tekanan

nadi menurun (20 mmHg), atau hipotensi, sianosis disekita mulut, kulit

dingin dan lembab dan anak nampak gelisah.

4) Derajat IV

Syok berat (profound shock) nadi tidak dapat teraba dan tekanan darah

tidak teratur.

D. Pemeriksaan penunjang

Dengan melakukan pemerikasaan hemoglobin, hematokrit, hitung

trombosit, uji HI (Haemaglutinogen Inhibiting Antibody), Dengue Blot.


Gejala spesifik ditandai dengan trombositopenia ringan yang sangat nyata

bersamaan dengan hemokonsentrasi. Leukosit normal pada 1-3 hari pertama

menurun saat terjadi syok dan meningkat saat syok teratasi.

Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan:

1. Trombositopenia (<1000.000/UI)

2. Hemokonsentrasi ( nilai Ht lebih dari 20% normal)

3. Leucopenia (<5000/mmk)

4. Uji tornikuet / rimpel loede test +

5. Hepatomegali

6. Waktu perdarahan memanjang

7. Waktu protombin memanjang

8. Suhu turun

9. hipotensi

E. Diagnosa keperawatan

1. Peningkatan suhu tubuh b.d proses infeksi/proses penyakit.

2. Resiko terjadinya syok hipovolemik b.d perdarahan yang berlebihan

3. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan b.d intake makanan yang

tidak adekuat akibat mual , muntah , sakit menelan dan tidak nafsu

makan.

4. Kurang volume cairan vaskuler b.d pindahnya cairan dari intra

vaskuler ke ekstra vaskuler sdengan peningkatan permeabilitas

dinding plasma. (Carpenito, Lynda Juall. 2001 )


F. Pathway

Virus Dengue

Masuk Tubuh Manusia


Melalui Gigitan Nyamuk
Aides Aigepti

Viremia

Peningkatan
permeabilitas dinding
kapiler

Kelainan sistem
Ifeksi retilkulo
Cairan keluar dari
intra vaskuler ke endothelial
ekstra vaskuler
Demam
Nyeri mid- Mual,
muntah
epigastrium
anoreksia
Hiperemia Volume plasma

Hipotensi, Trombosit
hemokonsentrasi, Perubahan
hipotermia,efusi, nutrisi
Resiko kurang dari
Perdarahan kebutuhan

Renjatan
Resiko Syok Hipovolemik
G. Intervensi

Diagnosa Tujuan Intervensi Rasional

Peningkatan suhu Suhu tubuh pasien akan 1. Kaji suhu dan tanda-tanda 1. Memantau

tubuh b.d proses kembali normal setelah vital setiap jam perubahan suhu

infeksi. dilakukan tindakan 2. Berikan kompres hangat tubuh

keperawatan selama 2 x 3. Anjurkan pasien untuk 2. Menurunkan suhu

24 jam , dengan kriteria banyak minum yang meningkat

hasil : 4. Lakukan tirah baring 3. Meingkatkan

 Suhu pasien antara 5. Anjurkan pasien memakai hidrasi

36 – 37 º C pakaian yang tipis dan 4. Menurunkan suhu

 Pasien tidak gelisah menyerap keringat tubuh

6. Ganti pakaian dan alat

tenun jika basah.

Resiko terjadi syok Resiko terjadinya syok 1. Observasi keadaan umum 1. Memantau kondisi

hipofolemik b.d hipovolemik berkurang dan tanda-tnda vital pasien selama

perdarahan yang setelah dilakukan 2. Puasa makan dan minum masa perawatan

berlebihan. tindakan keperawatan pada perdarahan saluran terutama saat

selama 2 x 24 jam , cerna. terjadi perdarahan

dengan kriteria hasil : untuk memastikan

 Tanda – tanda viotal tidak terjadinya

stabil dalam batas pre syok / syok

normal pada pasien.


 Ht dalam batas 2. Puasa membantu

normal 37 – 43 % mengistirahatkan

 Pasien terlihat tidak saluran pencernaan

gelisah untuk sementara

selama perdarahan

berasal dari

saluran cerna.

Perubahan nutrisi Kebutuhan nutrisi 1. Anjurkan pasien makan 1. Asupan nutrisi

kurang dari kebutuhan pasien akan terpenuhi dengan porsi kecil tapi pasien sedikit demi

b.d intake makanan setelah dilakukan sering. sedikit terpenuhi

yang tidak adekuat , tindakan keperawatan 2. Kolaborasi dengan 2. Mengurangi mual ,

akibat mual , muntah , selama 3 x 24 jam , dokter dalam sakit menelan dan

sakit menelan dan dengan kriteria hasil : melaksanakan program tidak nafsu makan

tidak nafsu makan.  Pasien dapat medik tentang pasien.

menghabiskan porsi pemberian infus makan ,

makanan yang antisida dan antimetik

dihidangkan

 Berat badan pasien

stabil
Kurang volume cairan Kurangnya volume 1. Anjurkan pasien untuk 1. Volume cairan

vaskuler b.d cairan dalam tubuh banyak minum dalam tubuh

pindahnya cairan dari pasien akan berkurang 2. Pantau masukan dan bertambah

intra vaskuler ke setela dilakukan pengeluaran ; catat berat 2. Memberikan

ekstra vaskuler tindakan keperawatan jenis urine. perkiraankebutuhan

sdengan peningkatan selama 3 x 24 jam , 3. Kolaborasi dengan dokter akan cairan

permeabilitas dinding dengan kriteria hasil : dalam pemberian infus. pengganti , fungsi

plasma.  Pasien tidak ginjal dan

mengalami keefektifan dari

kekurangan volume terapi yang

cairan vaskuler yang diberikan.

ditandai dengan 3. Meningkatkan

tanda – tanda vital intake cairan tubuh.

stabil dalam batas

normal produksi

urine > 30 cc / jam.

 Pasien tidak merasa

haus , mukosa mulut

tidak kering.
DAFTAR PUSTAKA

Carpenito, Lynda Juall. 2007. Buku Saku Diagnosa Keperawatan. Jakarta:


Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Doenges, Marilynn E. 2006. Rencana Asuhan Keperawatan: Pedoman untuk
Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien. Jakarta:
Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Pice, Sylvia A dan Lortainne M Wilson.. 2006. Patofisiologi Konsep Klinis
Proses-Proses Penyakit Edisi Empat Buku Kedua. Jakarta: Penerbit
Buku Kedokteran EGC.
Smeltzer, Suzanne C dan Brenda G Bare. 2007. Buku Ajar Keperawatan Medikal
Bedah Edisi 8 Volume 1. Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Staf Pengajar Ilmu Kesehatan Anak FKUI. 2005. Ilmu Kesehatan Anak: Buku
kuliah. Jakarta: Bagian ilmu kesehatan FKUI.
Whaley and Wong. 2005. Essential of Pediatric nursing 7th edition. St Louis:
Mosby
PENINGKATAN PENGETAHUAN ANAK-ANAK TENTANG PHBS
DAN PENYAKIT MENULAR MELALUI TEKNIK KIE
BERUPA PERMAINAN ELEKTRONIK

Mochamad Setyo Pramono1 dan Astridya Paramita1

ABSTRACT
Background: Report on Result of National Basic Health Research (Riskesdas) 2007 by National Institute Health Research
& Development Ministry of Health showed that only 38.7% prevalence Behavior of Clean and Healthy Living (PHBS). This
means that most residents do not behave in a clean and healthy living. Promotion of clean and healthy lifestyle needs to
start early age to become additional knowledge and further expected to be practiced in everyday life, and become part of
norm of their lives. Method: This research is applied in the form of an experiment to test the Communication, Information and
Education (KIE) technique designed in this study with aims to increase the children knowledge about PHBS and infectious
disease. The first phase, the object of research is children who are chosen as samples are given a questionnaire to determine
the extent of their understanding of clean and healthy lifestyle and infectious diseases. The second phase they received
treatment in the form of the game e-games that are played for at least 2 times the time span for 2 weeks. The third stage
they received the same questionnaire as in the first stage. Result: Based on the different test results showed that there was
a significant increase between the average value of knowledge before and after treatment.

Key words: Behavior of Clean and Healthy Living, infectious diseases, children

ABSTRAK
Hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2007 yang dilakukan oleh Balitbangkes Kementrian Kesehatan menunjukkan
bahwa hanya 38,7% Prevalensi Rumah Tangga yang Berperilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS). Promosi PHBS perlu
dimulai sejak usia dini agar menjadi tambahan pengetahuan dan selanjutnya diharapkan dapat dipraktekkan dalam
kehidupan sehari-hari, serta menjadi bagian dari norma hidup mereka. Penelitian ini adalah penelitian terapan berupa
eksperimen untuk menguji teknik KIE yang dirancang dalam penelitian ini dengan tujuan meningkatkan pengetahuan
anak-anak tentang PHBS dan penyakit menular. Tahap pertama, objek penelitian yaitu anak-anak yang terpilih sebagai
sampel diberi kuesioner untuk mengetahui sejauh mana pemahaman mereka tentang PHBS dan penyakit menular. Tahap
kedua mereka mendapat perlakuan berupa permainan e-game yang dimainkan selama minimal 2 kali dengan rentang
waktu selama 2 minggu. Tahap ketiga mereka mendapat kuesioner yang sama seperti pada tahap pertama. Berdasarkan
hasil uji beda menunjukkan bahwa terjadi peningkatan yang signifikan antara nilai rata-rata pengetahuan sebelum dan
sesudah perlakuan.

Kata kunci: PHBS, penyakit menular, anak-anak

Naskah Masuk: 5 September 2011, Review 1: 7 September 2011, Review 2: 7 September 2011, Naskah layak terbit: 19 September 2011

PENDAHULUAN agar terwujud derajat kesehatan yang optimal.


Peningkatan derajat kesehatan sangat dipengaruhi
Salah satu upaya pemerintah untuk meningkatkan
oleh faktor perilaku yaitu perilaku yang proaktif untuk
kesejahteraan masyarakat adalah dengan
memelihara dan meningkatkan kesehatan, mencegah
melaksanakan pembangunan yang berwawasan
risiko terjadinya penyakit, melindungi diri dari ancaman
kesehatan, dengan tujuan meningkatkan kesadaran,
penyakit serta berpartisipasi aktif dalam kegiatan
kemauan dan kemampuan hidup sehat setiap orang
pemberdayaan masyarakat bidang kesehatan.

1 Pusat Humaniora, Kebijakan Kesehatan dan Pemberdayaan Masyarakat Balitbangkes Kementrian Kesehatan RI.
Alamat korespondensi: E-mail: yoyokpram@yahoo.com

311
Buletin Penelitian Sistem Kesehatan – Vol. 14 No. 4 Oktober 2011: 311–319

Pusat Pemberdayaan Masyarakat, yang sekarang meliputi persalinan oleh tenaga kesehatan, bayi di
disebut Pusat Promosi Kesehatan, sejak tahun 1996 bawah 6 bulan mendapat ASI eksklusif, kepemilikan
mulai memperkenalkan Program Perilaku Hidup Bersih jaminan pemeliharaan kesehatan dan penduduk tidak
dan Sehat (PHBS). Program PHBS adalah upaya merokok, cukup beraktivitas fisik, dan cukup konsumsi
untuk memberi pengalaman belajar atau menciptakan sayur dan buah.
kondisi bagi perorangan, keluarga, kelompok dan Salah satu upaya yang dapat dilakukan untuk
masyarakat, dengan membuka jalur komunikasi, meningkatkan PHBS adalah dengan melakukan
memberikan informasi dan melakukan edukasi, untuk promosi PHBS ke seluruh lapisan masyarakat.
meningkatkan pengetahuan, sikap dan perilaku hidup Kelompok masyarakat yang potensial dijadikan
bersih dan sehat, melalui pendekatan pimpinan, bina sasaran promosi PHBS adalah anak-anak tingkat
suasana dan pemberdayaan masyarakat (Depkes, Sekolah Dasar (SD) karena pada usia tersebut
2008). mereka aktif bergerak dan bermain dengan tanah
Secara nasional pemerintah telah menetapkan yang merupakan media penularan penyakit.
10 indikator keluarga PHBS, yaitu (1) Ibu hamil Merupakan masa eksploratif (bermain-main) dengan
memeriksakan kehamilannya kepada tenaga lingkungannya serta usia yang tepat untuk menerima/
kesehatan dan pada saat melahirkan ditolong oleh menyerap informasi dengan cepat.
tenaga kesehatan juga. Bagi Pasangan Usia Subur PHBS untuk anak usia SD dimulai dengan
(PUS) mengikuti program Keluarga Berencana. membentuk kebiasaan sikat gigi dengan benar,
(2) Bayi diimunisasi, dan anak balita ditimbang secara mencuci tangan, serta membersihkan kuku dan
berkala. (3) Keluarga tersebut makan makanan rambut. PHBS yang sangat sederhana tersebut akan
yang bergizi dalam jumlah yang sesuai. (4) Keluarga mengurangi risiko terkena penyakit. Salah satunya
tersebut buang air besar di WC/jamban. (5) Keluarga adalah diare. Penyakit diare menjadi penyebab
tersebut menggunakan air bersih untuk keperluan kematian kedua yang paling umum untuk anak-anak
sehari-hari. (6) Keluarga tersebut membersihkan terutama balita. Sebuah ulasan yang membahas
rumah dan halaman dari sampah dan hal-hal yang sekitar 30 penelitian terkait menemukan bahwa
dapat menjadi sarang nyamuk. (7) Mencuci tangan cuci tangan dengan sabut dapat memangkas angka
dengan sabun sebelum makan dan sesudah buang penderita diare hingga separuh (http://id.wikipedia.
air besar. (8) Tidak ada satu pun anggota keluarga org/wiki/). Promosi PHBS perlu dimulai sejak usia dini
yang merokok. (9) Menyadari bahaya HIV/AIDS. agar menjadi tambahan pengetahuan dan selanjutnya
(10) Mengikuti program JPKM (Depkes, 2000). diharapkan dapat dipraktekkan dalam kehidupan
Sementara itu, dari 10 indikator PHBS tidak semuanya sehari-hari, serta menjadi bagian dari norma hidup
digunakan pada penelitian ini ketika mendesain mereka. Promosi PHBS bisa disampaikan melalui
permainan elektronik. Indikator yang digunakan berbagai media massa, baik media cetak maupun
disesuaikan dengan kemampuan daya tangkap media elektronik. Seiring dengan perkembangan
anak-anak yaitu indikator ketiga, lima, enam, tujuh, teknologi saat ini marak permainan berupa permainan
dan delapan. elektronik (elektronik game). Bagi mereka yang
Hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2007 yang kecanduan bahkan bisa menghabiskan waktunya
dilakukan oleh Badan Penelitian dan Pengembangan berjam-jam untuk memainkannya.
Kesehatan (Balitbangkes) Kementerian Kesehatan Salah satu ciri positif yang terkandung dari game
menunjukkan bahwa hanya 38,7% Prevalensi Rumah adalah sportivitas sehingga menang dan kalah adalah
Tangga yang Berperilaku Bersih Bersih dan Sehat hal biasa. Manfaat lainnya adalah aspek kecerdasan
(Depkes, 2008). Indikator PHBS yang digunakan dan reflek saraf yang sebenarnya juga terasah dalam
pada Riskesdas memang agak berbeda dengan sebuah game, terutama game yang bersifat kompetitif.
indikator PHBS secara nasional. Indikator PHBS Itulah mengapa kini juga banyak dikembangkan game
Riskesdas meliputi 4 indikator rumah tangga dan edukasi untuk anak-anak, karena dengan belajar
6 indikator individu. Indikator RT meliputi memiliki melalui visualisasi yang menarik diharapkan semangat
akses air bersih, akses jamban sehat, kesesuaian anak untuk belajar akan lebih terpacu. Selain itu
luas lantai dengan jumlah penghuni dan lantai rumah manusia juga mempunyai sifat dasar lebih cepat
bukan dengan tanah. Sedangkan indikator individu mempelajari segala sesuatu secara visual-verbal,

312
Peningkatan Pengetahuan Anak-anak tentang PHBS (Mochamad Setyo Pramono dan Astridya Paramita)

sehingga permainan elektronik sebenarnya juga baik akan segala hal. Hasil perhitungan estimasi besar
jika dilibatkan dalam proses pendidikan (http://berita. sampel, maka besar sampel yang dibutuhkan adalah
kapanlagi.com). Penelitian juga mendapati bahwa minimal 97 anak pada tiap kota, pada prakteknya
game dapat membantu kemampuan kita dalam jumlah sampel yang diambil adalah total 303 anak.
menghadapi data visual yang sangat banyak setiap Studi dilakukan di kota Malang dan Yogyakarta pada
harinya. Studi yang dipublikasikan WIREs Cognitive tahun 2009.
Science, juga menyebutkan bahwa gamer secara Di Kota Malang dan Yogyakarta masing-masing
konsisten melampaui non-gamer dalam tes perhatian dipilih 5 sekolah dasar negeri (SDN). Pemilihan 5 SD
visual (http://www.antaranews.com/berita). ini mengikuti lokasi jumlah dan lokasi kecamatan atau
Berdasar latar belakang di atas maka penelitian ini jumlah Unit Pelayanan Teknis (UPT) yang biasanya
bertujuan untuk memperoleh gambaran pengetahuan berdasasarkan area wilayah kerja Dinas Pendidikan
anak-anak tentang PHBS, serta mengkaji pengaruh masing-masing daerah studi. Siswa di kecamatan
teknik KIE (komunikasi, Informasi, dan edukasi) atau wilayah tadi diasumsikan homogen sehingga
berupa permainan elektronik terhadap peningkatan dapat diwakili oleh salah satu SDN yang berada
pengetahuan anak-anak tentang PHBS dan penyakit di wilayah tersebut. Sekolah di Kota Malang yang
menular. terpilih yaitu: SDN Purwantoro I, SDN Kauman I,
SD BI Tlogowaru, SDN Dinoyo II dan SDN Sukun
METODE III. Sedangkan sekolah di Kota Yogyakarta yang
terpilih adalah SDN Gedong Tengen, SDN Tegal
Penelitian ini adalah penelitian terapan. Jenis Rejo I, SDN Ungaran III, SDN Glagah dan SDN
penelitiannya adalah penelitian eksperimen untuk Panembahan. Penelitian ini sedikit banyak akan
menguji rancangan teknik KIE yang terbagi menjadi 3 menyita waktu belajar mengajar mereka, sehingga
tahap. Tahap pertama, objek penelitian diberi kuesioner ketika memberikan perlakuan harus menyesuaikan
untuk mengetahui sejauh mana pemahaman mereka dengan situasi dan kondisi. Maka untuk memudahkan
tentang PHBS dan penyakit menular. Tahap kedua proses pelaksanaan penelitian, siswa sebagai objek
mereka mendapat perlakuan berupa permainan dipilih 1 kelas secara total, dengan asumsi jika ada
elektronik yang dimainkan selama minimal 2 kali lebih dari 1 kelas tidak ada beda kualitas siswa
dengan rentang waktu selama 2 minggu. Tahap ketiga antarkelas yang satu dengan yang lain.
mereka mendapat kuesioner yang sama seperti pada
tahap pertama. Pada akhirnya dilakukan uji beda
HASIL DAN PEMBAHASAN
sebelum dan sesudah mereka mendapat perlakuan.
Permainan elektronik yang dikembangkan Pre-test tentang PHBS dan penyakit menular
berupa permainan multimedia interaktif yang berisi dilakukan untuk mengukur sejauh mana pemahaman
pengetahuan tentang penyakit menular dan PHBS. mereka tentang PHBS dan penyakit menular. Hasil
Materi PHBS yang dimuat meliputi makanan bergizi, pengetahuan mereka kemudian dihitung dan dicari
buang air besar, sikat gigi, kebersihan kuku dan rata-ratanya. Selanjutnya dilakukan perlakuan berupa
rambut, kebersihan lingkungan, cuci tangan dan permainan elektronik yang dimainkan oleh semua
bahaya merokok. Materi penyakit menular yang objek penelitian dalam waktu yang telah ditentukan.
diulas adalah Demam Berdarah Dengue (DBD), Tahap berikutnya diukur kembali pengetahuan
diare dan influenza. Materi yang dimuat adalah mereka tentang PHBS dan penyakit menular. Tabel
penyebab, gejala, media penularan dan bagaimana 1 menjelaskan nilai rata-rata pengetahuan pre dan
pencegahannya. post di Kota Malang dan Yogyakarta. Nilai pre untuk
Populasi penelitian ini adalah siswa SD kelas 2 PHBS sejak awal sudah tinggi yaitu 94,19 di Kota
yang berusia antara 6–9 tahun. Pemilihan sampel Malang dan 88,51 di Kota Yogyakarta. Setelah
khusus kelas 2 bertujuan agar kondisi homogen dilakukan perlakuan berupa permainan elektronik
sehingga dapat meminimalkan variasi. Pada rentang nilai pengetahuan PHBS meningkat, di Kota Malang
usia kelas 2 SD merupakan tahapan operasi konkrit, menjadi 97,81 dan di Yogyakarta menjadi 95,07.
di mana dia sudah mulai independen dan ingin tahu Hasil dari uji statistik menunjukkan adanya beda

313
Buletin Penelitian Sistem Kesehatan – Vol. 14 No. 4 Oktober 2011: 311–319

pengetahuan yang bermakna antara sebelum dan pertanyaan maka skor maksimal adalah 100. Secara
sesudah perlakuan (tabel 2). Hal yang sama berlaku keseluruhan nilai rata-rata yang mereka peroleh
juga untuk pengetahuan tentang Penyakit Menular. sudah cukup tinggi. Hal ini dimungkinkan karena soal
PHBS dibuat sesuai dengan kemampuan anak-anak.
Tabel 1. Nilai Rata-rata pengetahuan PHBS dan Tabel 3 menunjukkan nilai rata-rata pre dan post-
Penyakit Menular sebelum dan sesudah test pengetahuan tentang PHBS berdasarkan jenis
diberi perlakuan kelamin siswa.
Malang Yogyakarta
Kota Studi Tabel 3. Nilai pre-post test pengetahuan PHBS siswa
Mean St. Dev. Mean St. Dev.
anak-anak
pre PHBS 94.19 7.802 88.51 15.589
post PHBS 97.81 4.490 95.07 7.377 Nilai rata-rata pengetahuan PHBS
pre PM 73.29 22.480 68.85 24.675 Jenis kelamin Pre-test Post test Total
laki-laki 89.0 95.8 155
post PM 93.42 10.595 86.82 17.065
n 155 148 perempuan 94.0 97.1 148
Total 91.4 96.5 303

Gambaran pengetahuan PHBS berdasarkan Tabel di atas menunjukkan bahwa ternyata nilai
jenis kelamin rata-rata dari siswa perempuan lebih tinggi daripada
Hipotesis awalnya adalah ada dugaan jenis kelamin siswa laki-laki baik saat pre maupun post-test. Akan
berpengaruh pada aspek kognitif. Hasil penelitian tetapi perlu dianalisis lebih jauh bagaimana distribusi
Saleh Haji pada anak-anak SD yang menerapkan nilai tersebut. Untuk itu nilai tersebut dikelompokkan
sebuah metode pembelajaran matematika tertentu menjadi 2, yaitu diatas rata-rata dan di bawah rata-
menyimpulkan bahwa terdapat interaksi yang signifikan rata pada saat pre-test sebagaimana ditampilkan
antara pendekatan pembelajaran dengan jenis kelamin pada tabel 4. Nilai di atas rata-rata lebih banyak pada
terhadap sikap siswa terhadap matematika. Sumber kelompok perempuan sebesar 71,6% dibandingkan
lain menginformasikan bahwa pada masa puber kelompok laki-laki sebanyak 56,1%. Perbedaan
perkembangan otak laki-laki terlambat dua tahun ini menunjukkan nilai yang signifikan. Persentase
dari perempuan, ini menerangkan mengapa siswa tersebut menunjukkan nilai awal pengetahuan PHBS
laki-laki lebih sulit belajar bahasa, tetapi anak laki lebih baik pada kelompok anak perempuan. Hal ini
lebih cepat menyerap pelajaran matematika daripada mungkin karena anak perempuan dalam budaya timur
perempuan (http://www.rnw.nl/bahasa-indonesia/ pada kehidupan sehari-harinya lebih diwajibkan untuk
article/). Berdasarkan latar belakang tersebut pada menjaga kebersihan diri dan lingkungan. Sebagai
penelitian ini juga dilakukan analisis berdasarkan contoh anak perempuan sudah dibiasakan menyapu
jenis kelamin. untuk menjaga kebersihan lingkungan atau menjaga
Hasil pengisian kuesioner pengetahuan anak- kebersihan diri seperti gosok gigi, gunting kuku
anak tentang PHBS dan Penyakit Menular kemudian dan lain-lain yang bertujuan menjaga penampilan
dinilai, jika mereka menjawab benar dari semua (Wardah, 2011).

Tabel 2. Uji beda pengetahuan tentang PHBS dan Penyakit Menular setelah perlakuan
95% C. I. of the Difference
Lokasi t df Sig. (2-tailed)
Mean Std. Dev S.E. Mean
pre-post PHBS -3.613 8.129 .653 -5.533 154 .000
Malang pre-post PM -20.129 21.411 1.720 -11.705 154 .000
Yogyakarta pre-post PHBS -6.554 12.425 1.021 -6.417 147 .000
pre-post PM -17.973 20.733 1.704 -10.546 147 .000

314
Peningkatan Pengetahuan Anak-anak tentang PHBS (Mochamad Setyo Pramono dan Astridya Paramita)

Tabel 4. Nilai pre-test pengetahuan PHBS anak- 2 minggu sejak kunjungan pertama. Ada kemungkinan
anak siswa juga memainkan game ini di luar waktu tersebut,
mungkin pada waktu luang, ketika pelajaran komputer
Nilai pre tes PHBS
dan lain-lain. Kemungkinan lainnya adalah disebabkan
Jenis di bawah di atas
Total p value desain kuesionernya, untuk itu diperlukan penelitian
kelamin rata-rata rata-rata
% n % n lanjutan.
Laki-laki 43,9 68 56,1 87 155 0,005 Gambaran Pengetahuan Penyakit Menular
Perempuan 28,4 42 71,6 106 148 Berdasarkan Jenis Kelamin
Total 36,3 110 63,7 193 303
Sebagaimana pada pengetahuan PHBS maka
Pertanyaan yang sama diajukan setelah dilakukan dilakukan pula penilaian pengetahuan anak-anak
permainan elektronik. Tabel 5 menunjukkan hasil tentang penyakit menular. Penyakit menular yang
post-test untuk pengetahuan PHBS menurut jenis diujikan dalam hal ini adalah penyakit DBD, diare
kelamin. Nilai tersebut juga dikelompokkan menjadi dan influensa yang meliputi pengetahuan tentang
2, di atas rata-rata dan di bawah rata-rata pada saat bagaimana penyebab, gejala, media penularan dan
post-test. Nilai di atas rata-rata lebih banyak pada cara pencegahan. Ternyata nilai rata-rata pengetahuan
kelompok perempuan sebesar 63,5% dibandingkan tentang penyakit menular lebih rendah daripada
kelompok laki-laki sebanyak 56,1%. Perbedaan ini pengetahuan tentang PHBS. Sebagai pembanding
menunjukkan nilai yang tidak signifikan. Bahkan jika pada pre-test ternyata nilai rata-rata pengetahuan
dibandingkan dengan hasil pre-test pada kelompok untuk penyakit menular sebesar 71,1 sedangkan untuk
perempuan terjadi penurunan persentase, sedangkan PHBS sebesar 91,4. Kondisi ini cukup masuk akal
pada kelompok laki-laki stabil (komposisi proporsi nilai karena tentang penyakit membutuhkan pengetahuan
pre dan post baik yang di bawah dan yang di atas lebih jika dibandingkan dengan PHBS yang mungkin
rata-rata tidak berubah). relatif sudah biasa mereka ketahui atau alami dalam
kehidupan sehari-hari.
Tabel 5. Nilai post test pengetahuan PHBS anak-
anak Tabel 6. Nilai pre-post test pengetahuan Penyakit
Menular siswa SD kelas 2
Nilai post test PHBS
Jenis Nilai rata-rata pengetahuan
kelamin di bawah di atas
Total p value Jenis kelamin tentang penyakit menular
rata-rata rata-rata
Pre-test Post-test Total
% n % n
Laki-laki 43,9 68 56,1 87 155 0,190 Laki-laki 67,4 88,3 155
Perempuan 36,5 54 63,5 94 148 Perempuan 75,1 92,2 148
Total 40,3 122 59,7 181 303 Total 71,1 90,2 303

Hal yang menyebabkan persentase pada anak Tabel 7 menunjukkan hasil pre test untuk
laki-laki tidak ada peningkatan bahkan pada anak pengetahuan Penyakit Menular menurut jenis
perempuan malah terjadi penurunan, mungkin kelamin. Sama halnya dengan pengetahuan PHBS,
karena frekuensi bermain permainan elektronik yang nilai tersebut dikelompokkan menjadi 2 yaitu di atas
sangat sedikit sehingga menyebabkan kurang dapat rata-rata dan dibawah rata-rata pada saat pre test.
memahami materi dalam permainan yang merupakan Nilai di atas rata-rata lebih banyak pada kelompok
upaya intervensi pengetahuan PHBS. Frekuensi yang perempuan sebesar 58,1% dibandingkan kelompok
terdeteksi pada siswa yang memainkan permainan laki-laki sebanyak 52,3%. Perbedaan ini menunjukkan
elektronik ini adalah dua kali, yaitu ketika pertama nilai yang tidak signifikan. Jadi pada dasarnya
kali dikenalkan dan kunjungan kedua yaitu ketika pengetahuan tentang penyakit menular hampir sama
akan melakukan post-test dengan interval waktu antara anak laki-laki dan anak perempuan.

315
Buletin Penelitian Sistem Kesehatan – Vol. 14 No. 4 Oktober 2011: 311–319

Tabel 7. Nilai pre test pengetahuan Penyakit Menular Interaktivitas nyata di sini adalah interaktivitas yang
siswa SD kelas 2 melibatkan fisik dan mental dari pengguna saat
mencoba program multimedia. Beberapa penelitian
Nilai pre test penyakit menular
Jenis sebelumnya telah menyimpulkan tentang pentingnya
kelamin di bawah di atas
rata-rata rata-rata
Total p value peran media sebagai sarana untuk mengubah
% n % n pengetahuan terutama di bidang kesehatan. Penelitian
Laki-laki 47,7 74 52,3 81 155 0,306 Nasution tahun 2010 di Kecamatan Padangsidimpuan
Perempuan 41,9 62 58,1 86 148 Selatan Kota Padangsidimpuan menunjukkan bahwa
Total 44,9 136 55,1 167 303 media promosi kesehatan (leaflet) efektif untuk
menaikkan skor pengetahuan dan skor sikap ibu
Pertanyaan yang sama diajukan setelah dilakukan hamil tentang IMD dan ASI Eksklusif (Nasution, 2010).
permainan elektronik. Tabel 8 menunjukkan hasil post- Sementara itu penelitian Lestari tahun 2011 di Kota
test untuk pengetahuan penyakit menular menurut Semarang pada ibu-ibu rumah tangga menunjukkan
jenis kelamin. Nilai tersebut juga dikelompokkan ada hubungan antara paparan media dengan
menjadi 2, di atas rata-rata dan di bawah rata-rata pada pengetahuan responden mengenai penyakit influenza
saat post-test. Nilai di atas rata-rata lebih banyak pada (Lestari, 2011). Penelitian yang berkaitan dengan
kelompok perempuan sebesar 58,1% dibandingkan peran media audio visual juga pernah dilakukan
kelompok laki-laki sebanyak 49,0%. Perbedaan ini pada ibu balita gizi kurang dan buruk di Kabupaten
menunjukkan nilai yang tidak signifikan. Bahkan jika Kotawaringin Barat. Hasil penelitian disimpulkan
dibandingkan dengan hasil pre-test pada kelompok bahwa peningkatan pengetahuan, sikap dan perilaku
laki-laki terjadi penurunan persentase, sedangkan ibu balita yang mengikuti penyuluhan dengan media
pada kelompok perempuan stabil (tidak berubah). audio visual lebih tinggi dibandingkan dengan yang
mengikuti penyuluhan dengan modul dan kontrol.
Tabel 8. Nilai post-test Pengetahuan Penyakit Disimpulkan pula bahwa pengetahuan, sikap dan
Menular Siswa SD Kelas 2 perilaku ibu balita berbeda antara sebelum dan
sesudah perlakuan (Rahmawati, dkk. 2007).
Nilai pos test penyakit menular
Jenis Perlakuan yang digunakan pada penelitian ini
kelamin di bawah di atas
rata2 rata2
Total p value tidak hanya berupa media audio visual di mana
% n % n penggunanya pasif (hanya menonton), akan
Laki-laki 51,0 79 49,0 76 155 0,113 tetapi sudah merupakan media audio visual yang
Perempuan 41,9 62 58,1 86 148 interaktif karena bentuknya sudah berupa permainan
Total 46,5 141 53,5 162 303 elektronik (multimedia) di mana penggunanya aktif
terlibat atau bermain (interaktivitas). Gambaran
Hal yang sama terjadi seperti pada pengetahuan perubahan pengetahuan PHBS dan penyakit menular
PHBS, persentase pada anak perempuan tidak sebelum dan sesudah perlakuan dapat dilihat pada
ada peningkatan bahkan pada anak laki-laki malah pembahasan sebelumnya, menunjukkan peningkatan
terjadi penurunan, mungkin karena frekuensi bermain pengetahuan secara bermakna baik di Kota Malang
yang sedikit sehingga menyebabkan kurang dapat maupun Yogyakarta.
memahami materi dalam permainan elektronik yang Hal yang sama jika melihat perubahan
juga merupakan upaya intervensi pengetahuan pengetahuan berdasarkan jenis kelamin. Walaupun
tentang penyakit menular. nilai koefisien determinasi dari pengetahuan PHBS
sebelum dan sesudah perlakuan menurut jenis
Gambaran Pengetahuan Sesudah Perlakuan kelamin menunjukkan nilai yang kecil akan tetapi
Bates (1995) dalam modul pelatihan TIK Jejaring trennya menunjukkan nilai positif (gambar 1). Hal yang
Pendidikan Nasional (Pramono, 2010) menekankan sama terjadi pada pengetahuan tentang Penyakit
bahwa di antara media-media lain interaktivitas Menular di mana trennya juga naik atau positif
multimedia atau media lain yang berbasis komputer (gambar 2). Hubungan positif yang dimaksud adalah
adalah yang paling nyata (overt). Keunggulan paling terjadi peningkatan pengetahuan antara sebelum
menonjol yang dimiliki multimedia adalah interaktivitas. dan setelah menggunakan permainan elektronik.

316
Peningkatan Pengetahuan Anak-anak tentang PHBS (Mochamad Setyo Pramono dan Astridya Paramita)

Gambar 1. Nilai korelasi pengetahuan PHBS sebelum dan sesudah perlakuan menurut jenis kelamin

Hasil yang signifikan dan arah hubungan positif baik dibandingkan kelompok perempuan. Kelompok
menunjukkan pentingnya peranan media informasi laki-laki mempunyai koefisien detreminasi 0,3772
dalam meningkatkan pengetahuan, dalam hal ini sedangkan kelompok perempuan mempunyai nilai
adalah permainan elektronik. Pentingnya peranan 0,1141. Nilai koefisien determinasi pada perempuan
media informasi ditunjang dengan hasil penelitian rendah karena banyak responden pada kelompok
Timisela di Provinsi Papua terhadap karyawan ini, mempunyai nilai pre-tes sudah mencapai nilai
kesehatan. Penelitian tersebut menunjukkan bahwa maksimal 100 dan mereka dapat mempertahankan
ada keterkaitan antara keterpaparan media informasi nilai tersebut.
kesehatan dengan pengetahuan PHBS. Disimpulkan Jika dilihat menurut jenis kelamin bagaimana
pula bahwa jenis kelamin berperan dalam peningkatan pengetahuan PHBS dan penyakit menular sebelum
pengetahuan (Timisela, 2007). dan sesudah perlakuan dapat dilihat pada tabel
Gambar 1 menunjukkan korelasi antara pre 9. Perbedaan peningkatan nilai rata-rata antara
dan post-test pengetahuan PHBS menurut jenis anak laki-laki dan anak perempuan terlihat signifikan
kelamin. Nilai korelasi pada kelompok laki-laki lebih (0,026) pada pengetahuan PHBS. Sedangkan pada
pengetahuan tentang penyakit menular, peningkatan
Tabel 9. Hasil Uji Pengetahuan PHBS dan Penyakit nilai antara anak laki-laki dan anak perempuan tidak
Menular Sebelum dan Sesudah Perlakuan signifikan (0,494) atau dengan kata lain peningkatan
Menurut Jenis Kelamin tersebut tidak berbeda antar anak laki-laki dan anak
perempuan. Pada peningkatan pengetahuan PHBS,
Jenis Kelamin Sig mempunyai nilai berbeda antara anak laki-laki dan
Total t test
Laki Perempuan anak perempuan.
Nilai Rata-rata PHBS 0,026 Gambar 2 menunjukkan korelasi antara pre dan
Pre 89.0 94.0 91.4
post-test pengetahuan Penyakit Menular menurut
Pos 95.8 97.1 96.5
jenis kelamin. Nilai korelasi pada kelompok laki-
Nilai Rata-rata Pengetahuan Penyakit Menular 0,494
laki lebih baik dibandingkan kelompok perempuan.
Pre 67.4 75.1 71.1
Kelompok laki-laki mempunyai nilai koefisien
Pos 88.3 92.2 90.2
N 155 148 303
determinasi 0,2753 sedangkan kelompok perempuan
mempunyai nilai koefisien determinasi 0,1058. Nilai

317
Buletin Penelitian Sistem Kesehatan – Vol. 14 No. 4 Oktober 2011: 311–319

Gambar 2. Nilai korelasi pengetahuan penyakit menular sebelum dan sesudah perlakuan menurut jenis kelamin

koefisien determinasi pada perempuan rendah karena disajikan dalam satu paket yaitu terdapatnya unsur
banyak responden pada kelompok ini mempunyai animasi, desain grafis, musik dan lagu, motivasi,
nilai pre-tes sudah mencapai nilai tinggi dan dapat tantangan, petualangan serta metode interaktif
mempertahankan nilai tersebut. Selain itu jika membuat pengalaman belajar anak menjadi begitu
dikaitkan dengan hasil penelitian bahwa anak laki- menyenangkan dan mengesankan. Kesimpulan
laki lebih banyak yang menyukai permainan elektronik lainnya adalah terjadi hubungan yang bermakna
ini dibandingkan anak perempuan. Kemungkinan hal antara peningkatan pengetahuan PHBS dengan
ini yang menyebabkan lebih banyak peningkatan jenis kelamin siswa, di mana pada siswa laki-laki
nilai pre dan post-tes pada kelompok anak laki-laki peningkatan pengetahuannya lebih nyata daripada
dibandingkan anak perempuan. siswa perempuan.
Saran
KESIMPULAN DAN SARAN Sangat terbuka peluang untuk mengembangkan
Kesimpulan permainan elektronik ini untuk masalah kesehatan
Pada dasarnya anak-anak sudah mempunyai lainnya misalnya khusus kesehatan gigi, pentingnya
pengetahuan PHBS yang cukup baik, namun masih olah raga, dan lain-lain, bahkan tidak menutup
kurang pengetahuannya tentang penyakit menular kemungkinan masalah diluar kesehatan. Keterbatasan
dapat dikarenakan tidak berperilaku hidup bersih pada penelitian ini sekaligus menjadi asumsi
dan sehat. Upaya untuk meningkatkan pengetahuan yang digunakan adalah media teknologi informasi
siswa tentang PHBS dan penyakit menular melalui (komputer) sudah bukan lagi menjadi barang yang
permainan elektronik ini terbukti berhasil. Berdasarkan susah diperoleh (mewah) bahkan di level sekolah
hasil penelitian pada dua lokasi penelitian Kota dasar, dan memang pada perkembangannya komputer
Malang dan Yogyakarta, menunjukkan bahwa terjadi sudah mulai menjadi bagian dari media pembelajaran.
peningkatan yang signifikan antara nilai rata-rata Perlu dipertimbangkan karakter perempuan dalam
pengetahuan sebelum dan sesudah perlakuan. Kondisi tokoh permainan elektroniknya karena di samping
ini menunjukkan bahwa permainan elektronik ini faktor kesetaraan gender, dari hasil penelitian siswa
cukup efektif untuk digunakan sebagai media bermain laki-laki peningkatan pengetahuannya lebih nyata
dan belajar tentang PHBS dan penyakit menular daripada siswa perempuan.
bagi anak-anak tingkat SD. Sistem pengajaran yang

318
Peningkatan Pengetahuan Anak-anak tentang PHBS (Mochamad Setyo Pramono dan Astridya Paramita)

DAFTAR PUSTAKA Selatan Kota Padangsidimpuan Tahun 2010, Thesis


Universitas Sumatera Utara.
Anonim, Demam yang Semakin Mewabah Bernama Game
Notoatmodjo, Soekidjo, 2003. Pendidikan dan Perilaku
http://berita.kapanlagi.com/tekno/manfaat-teknologi-
Kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta.
game-untuk-ilmu-pengetahuan-rncisik.html
Pembelajaran Guru, 2008. Perkembangan Anak Menurut
______, Manfaat main Video game http://www.antaranews.
Jean Piaget dan Vigotsky.
com/berita/1290143924/manfaat-main-video-game
Pramono G, 2010. Modul 7, Pemanfaatan Multimedia
______, Mencuci tangan dengan sabun, http://id.wikipedia.
Pembelajaran, Pusat Teknologi Informasi dan
org/wiki/Mencuci_tangan_dengan_sabun
Komunikasi Pendidikan Kementerian Pendidikan
Art n Fox & Freelance Prod. 2008 Multimedia, empower
Nasional.
yourself. Workshop Multimedia, Bandung.
Rahmawati I, Sudargo T, Paramastri I, 2007. Pengaruh
Departemen Kesehatan. 2000. Direktorat Promosi
Penyuluhan dengan Media Audio Visual terhadap
Kesehatan. Perilaku Hidup Bersih dan Sehat.
Pengetahuan, Sikap dan Perilaku Ibu Balita Gizi
Jakarta.
Kurang dan Buruk di Kabupaten Kotawaringin Barat
_______. 2008. Badan Penelitian dan Pengembangan
Provinsi Kalimantan Tengah, Jurnal Gizi Klinik
Kesehatan. Laporan Nasional Riset Kesehatan Dasar
Indonesia Vol 4, no 2 November 2007 69-77
2007. Jakarta.
Saleh Haji, Pengaruh Pendekatan Matematika Realistik
Lestari H. 2011. Hubungan Paparan Jenis Media dengan
terhadap hasil belajar Matematika di Sekolah Dasar.
Pengetahuan Influenza pada Ibu-ibu di RW 8
Pendidikan Matematika.
Kelurahan Padangsari Kecamatan Banyumanik Kota
Timisela, Agustinus, 2007. Pengetahuan, Sikap dan Perilaku
Semarang, Tesis, Universitas Diponegoro.
Hidup Bersih dan Sehat pada Karyawan Dinas
Lwanga SK, Lemeshow S. Sample Size Determination in
Kesehatan Provinsi Papua, Tesis.
Health Studies (a practical manual), WHO Genewa.
Wa r d a h F a z r i y a t i , 2 0 11 . B a n t u . A n a k . M e r a w a t .
Muninjaya, Gde AA, 1999. Manajemen Kesehatan, Buku
Penampilannya, http://female.kompas.com/
Kedokteran EGC, Jakarta.
read/2011/04/11/1309223/
Nasution NAH, 2010. Efektivitas Media Promosi Kesehatan
Yung, Kok. 2006. 192 Teknik Profesional 3D Studio Max.
(Leaflet) dalam Perubahan Pengetahuan dan Sikap
Elex Media Komputindo, Jakarta.
Ibu Hamil tentang Inisisasi Menyusu Dini (IMD)
dan ASI Eksklusif di Kecamatan Padangsidimpuan

319
PENGARUH PENYULUHAN METODE PERMAINAN EDUKATIF DAN METODE CERAMAH TERHADAP
PENGETAHUAN, SIKAP DAN TINDAKAN TENTANG PENCEGAHAN PENYAKIT DIARE
PADA MURID SD DI KECAMATAN POASIA KOTA KENDARI TAHUN 2015
1 2 3
Dita Anugrah Pratiwi Nani Yuniar Putu Eka Meiyana Erawan
123
Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Halu Oleo
1 2 3
ditaanugrah29@gmail.com naniyuniar@yahoo.co.id putu_eka87@yahoo.com

ABSTRAK
Penyakit diare merupakan penyumbang angka kesakitan dan kematian anak di berbagai negara. Pada
tahun 2010 hingga tahun 2014 Puskesmas Poasia masuk dalam tiga besar puskesmas dengan kasus diare tertinggi
di Kota Kendari. Data Puskesmas Poasia menunjukan bahwa pada tahun 2014 prevalensi diare sebesar 2900 per
100.000 penduduk, dan hingga September 2015 kasus diare mencapai 375 kasus. Anak usia sekolah dasar rentan
terkena penyakit diare, karena sebagian besar berperilaku beresiko terkena penyakit diare. Kurangnya
pengetahuan dapat mempengaruhi perilaku seseorang. Pemberian pengetahuan kepada anak sekolah dasar dapat
dilakukan dengan cara penyuluhan kesehatan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh penyuluhan
metode permainan edukatif dan metode ceramah terhadap pengetahuan, sikap dan tindakan tentang
pencegahan penyakit diare pada murid SD di Kecamatan Poasia Kota Kendari Tahun 2015. Jenis penelitian ini
adalah Quasi Eksperiment dengan rancangan Non Equivalent Control Group Design dengan populasi seluruh murid
SDN 11 Poasia kelas V dan SDN 07 Poasia kelas V yang berjumlah 93 orang. Sampel sebanyak 76 orang, masing-
masing 38 orang di SDN 11 Poasia sebagai kelompok eksperimen, dan 38 orang di SDN 07 Poasia sebagai
kelompok kontrol yang ditentukan berdasarkan Purposive Sampling dengan kriteria insklusi dan eksklusi. Analisis
yang digunakan yakni analisis bivariat dengan uji Mc Nemar dan uji Chi Square dengan alternatif uji Fisher Exact.
Hasil penelitian terdapat peningkatan pengetahuan, sikap, dan tindakan sebelum dan sesudah penyuluhan pada
kelompok eksperimen (ρ value= 0.008 untuk pengetahuan, ρ value= 0.031 untuk sikap, dan ρ value=0.021 untuk
tindakan). Sedangkan, pada kelompok kontrol terdapat peningkatan pengetahuan sebelum dan sesudah
penyuluhan (ρ value= 0.031) namun tidak ada peningkatan sikap dan tindakan sebelum dan sesudah
penyuluhan (p value= 0.500 untuk sikap, p value= 0.125 untuk tindakan). Terdapat perbedaan pengetahuan dan
sikap antara kelompok eksperimen dengan kelompok kontrol sesudah penyuluhan (p value= 0.028 untuk
pengetahuan, p value= 0.050 untuk sikap) serta tidak ada perbedaan tindakan antara kelompok eksperimen dan
kelompok kontrol sesudah penyuluhan (p value= 0.084).

Kata Kunci : Pencegahan Penyakit Diare, Penyuluhan, Permainan Edukatif, Ceramah, Pengetahuan, Sikap,
Tindakan.
ABSTRACT
Diarrheal disease is a contributor to morbidity and mortality of children in various countries. In 2010 to
2014, PHC of Poasia entered the top three public health centers with the highest cases of diarrhea in Kendari. The
data of Poasia’s PHC show that in 2014 the prevalence of diarrhea were at 2900 per 100,000 population, and until
September 2015 reached 375 cases of diarrhea. The children at the Elementary school age are vulnerable to
diarrheal disease, due largely to behave at risk of diarrheal disease. The lack of knowledge can affect a person's
behavior. A knowledge can be given to elementary school children through health counseling. This study intend to
determine the effects of educative game extension method and discourse methods to knowledge, attitude and
disease prevention measures of diarrhea on elementary school students in poasia district kendari 2015. The
research is a Quasi Experiment with the design of the Non Equivalent Control Group with the entire population is
all of students in DES (Domestic Elementary School) 11 Poasia grade V and DES 07 Poasia grade V class as much
as 93 people. A sample of 76 people, respectively 38 people at DES 11 Poasia as the experimental group, and 38 in
DES 07 Poasia as the control group were determined by purposive sampling with inclusion and exclusion criteria.
The analysis used for bivariate analysis is using Mc Nemar test and chi square test with Fisher Exact test as
alternatives. The research result shows that there is an increased knowledge, attitudes, and actions before and
after the extension of the experimental group (ρ value = 0.008 for knowledge, ρ value = 0.031 for attitude, and ρ
value = 0.021 for the action). Meanwhile, in the control group there was an increase of knowledge before and
after counseling (ρ value = 0.031), but there was no increase in the attitudes and actions before and after
counseling (p value = 0.500 for attitude, p value = 0.125 for the action). There are few differences in knowledge
and attitudes between the experimental group and control group after counseling (p value = 0.028 for knowledge,
p value = 0.050 for the attitude) and there is no difference between the experimental group and control groups
after counseling (p value = 0084).

Keywords: Diarrhea Disease Prevention, Counseling, Educational Games, Teaching, Knowledge, Attitudes, Actions.
1
PENDAHULUAN
Dewasa ini berbagai jenis penyakit menular Penyakit diare harus terus menerus diwaspadai
telah dapat diatasi terutama pada negara-negara karena disamping sering menimbulkan KLB juga
maju, akan tetapi sebagian besar penduduk dunia karena sifatnya yang akut dan sangat rentan terjadi
yang mendiami negara-negara berkembang, masih pada setiap lapisan masyarakat di semua usia,
terancam dengan berbagai jenis penyakit menular, terutama masyarakat menengah ke bawah yang
salah satunya adalah penyakit diare. Penyakit diare merupakan golongan mayoritas, khususnya di
adalah penyakit yang sampai saat ini masih menjadi Sulawesi Tenggara. Tinggi rendahnya kasus diare
salah satu masalah kesehatan masyarakat yang juga mencerminkan kualitas hidup suatu masyarakat
penting karena sering menimbulkan Kejadian Luar di daerah tertentu4. Data Dinas Kesehatan Provinsi
Biasa (KLB) dan jika penanganannya tidak tepat Sulawesi Tenggara menunjukan bahwa pada tahun
dapat berujung pada kematian. Selain itu, penyakit 2012 prevalensi penyakit diare di Sulawesi Tenggara
diare juga merupakan penyumbang angka kesakitan sebesar 4.182 per 100.000 penduduk, pada tahun
dan kematian anak di berbagai negara. 2013 sebesar 2.139 per 100.000 penduduk, dan
Menurut data United Nations Children’s Funs pada tahun 2014 sebesar 1.753 per 100.000
5
(UNICEF) dan World Health Organization (WHO) penduduk .
tahun 2009, diare merupakan penyebab kematian Data Dinas Kesehatan Kota Kendari
urutan kedua pada balita di dunia, urutan ketiga menunjukan bahwa prevalensi penyakit diare di
pada bayi, dan urutan kelima bagi segala umur. Kota Kendari pada tahun 2012 yaitu 1.974 per
Berdasarkan data UNICEF bahwa 1,5 juta anak 100.000 penduduk, pada tahun 2013 yaitu 1.664 per
meninggal dunia setiap tahunnya karena diare. 100.000 penduduk, pada tahun 2014 yaitu 1.607
Angka tersebut bahkan masih lebih besar per 100.000 penduduk, dan pada pada tahun 2015
kejadiannya dari Acquired Immuno Deficiency bulan Januari hingga Juni mencapai 2.273 kasus.
Syndrome (AIDS), malaria, dan cacar. Selain itu, di Tahun 2010 hingga tahun 2014 Puskesmas Poasia
beberapa negara berkembang hanya 39% penderita masuk dalam tiga besar puskesmas dengan kasus
mendapatkan penanganan yang serius1. diare tertinggi di Kota Kendari6.
Penyakit diare di Indonesia berdasarkan Survei Data Puskesmas Poasia menunjukan bahwa di
Morbiditas yang dilakukan oleh Subdit Diare Puskesmas Poasia pada tahun 2012 prevalensi
Departemen Kesehatan Republik Indonesia dari penyakit diare sebesar 5738 per 100.000 penduduk,
tahun 2000 sampai dengan tahun 2010 terlihat pada tahun 2013 sebesar 2915 per 100.000
kecenderungan insidens naik. Pada tahun 2000 penduduk, pada tahun 2014 sebesar 2900 per
insiden rate penyakit diare 301 per 1000 penduduk, 100.000 penduduk, dan hingga September 2015
tahun 2003 naik menjadi 374 per 1000 penduduk, kasus diare di Puskesmas Poasia mencapai 375
tahun 2006 naik menjadi 423 per 1000 penduduk kasus. Pada tahun 2012 hingga 2014 penyakit diare
2
dan tahun 2010 menjadi 411 per 1000 penduduk . masuk dalam 10 besar penyakit di Puskesmas
7
Kejadian Luar Biasa (KLB) diare juga masih Poasia .
sering terjadi, dengan CFR yang masih tinggi. Pada Kejadian diare dapat terjadi pada semua
tahun 2008 terjadi KLB di 69 Kecamatan dengan kelompok umur. Namun, kelompok usia anak-anak
jumlah kasus 8133 orang, kematian 239 orang (CFR adalah kelompok usia yang paling menderita akibat
2,94%). Tahun 2009 terjadi KLB di 24 Kecamatan diare karena daya tahun tubuhnya yang masih
8
dengan jumlah kasus 5.756 orang, dengan kematian lemah Pada usia anak sekolah dasar ditemukan
100 orang (CFR 1,74%), sedangkan tahun 2010 banyak permasalahan kesehatan yang akan
terjadi KLB diare di 33 kecamatan dengan jumlah menentukan kualitas anak di masa yang akan
penderita 4204 dengan kematian 73 orang (CFR 1,74 datang. Anak usia sekolah dasar rentan terkena
%)2. penyakit diare, karena sebagian besar berperilaku
Insidensi penyakit diare di Indonesia untuk yang beresiko terkena penyakit diare. Diare dapat
seluruh kelompok umur pada tahun 2013 adalah menyebar melalui praktik-praktik yang tidak
3,5% dan angka prevalensi sebesar 7,0%. Lima hygienis seperti menyiapkan makanan dengan
provinsi dengan insidensi dan prevalensi diare tangan yang belum dicuci, setelah buang air besar
tertinggi adalah Papua (6,3% dan 14,7%), Sulawesi atau membersihkan tinja seseorang anak serta
Selatan (5,2% dan 10,2%), Aceh (5,0% dan 9,3%), membiarkan seseorang anak bermain di daerah
Sulawesi Barat (4,7% dan 10,1%), dan Sulawesi dimana ada tinja yang terkontaminasi bakteri-
9
Tengah (4,4% dan 8,8%). Insidensi dan prevalensi bakteri penyebab diare .
penyakit diare di Indonesia pada tahun 2013 untuk Anak sekolah dasar adalah anak-anak yang
kelompok umur 5 – 14 tahun adalah 3,0% dan berusia 7-12 tahun, memiliki fisik lebih kuat,
3
6,2% . mempunyai sifat individual serta aktif dan tidak
10
bergantung dengan orang tua . Usia sekolah

2
merupakan masa anak memperoleh dasar-dasar lebih menarik jika disampaikan dengan metode dan
pengetahuan untuk keberhasilan penyesuaian diri media yang menarik pula. Berdasarkan
pada kehidupan dewasa dan memperoleh permasalahan yang terjadi, maka peneliti tertarik
keterampilan tertentu. Anak usia sekolah dasar untuk mengangkat judul “Pengaruh Penyuluhan
berada dalam tahap pertumbuhan dan Metode Permainan Edukatif dan Metode Ceramah
perkembangan sehingga mudah untuk dibimbing, terhadap Pengetahuan, Sikap dan Tindakan tentang
diarahkan, dan ditanamkan kebiasaan-kebiasaan Pencegahan Penyakit Diare pada Murid SD di
baik11. Kecamatan Poasia Kota Kendari Tahun 2015”.
Kurangnya pengetahuan dapat mempengaruhi
perilaku seseorang termasuk perilaku kesehatan, METODE
sehingga bisa menjadi penyebab tingginya angka Penelitian ini merupakan jenis penelitian Quasi
penyebaran suatu penyakit termasuk penyakit diare Eksperimental dengan menggunakan rancangan Non
yang mempunyai resiko penularan dan penyebaran Equivalent Control Group Design. Pada jenis
yang cukup tinggi. Penyakit diare dipengaruhi oleh penelitian ini tidak adanya randomisasi, hal ini
keadaan kebersihan baik perorangan maupun berarti pengelompokkan terhadap anggota sampel
kebersihan lingkungan perumahan. Sanitasi yang pada kelompok eksperimen dan kelompok kontrol
memenuhi syarat kesehatan serta didukung oleh tidak dilakukan dengan random, kemudian kontrol
kebersihan perorangan yang baik akan dapat terhadap variabel-variabel yang berpengaruh
mengurangi resiko munculnya suatu penyakit terhadap eksperimen tidak dilakukan, karena
14
termasuk diantaranya penyakit diare. Kebersihan eksperimen ini biasanya dilakukan di masyarakat .
perorangan dan sanitasi lingkungan sekolah yang Penelitian ini dilaksanakan pada bulan
baik bisa terwujud apabila didukung oleh perilaku Desember 2015 hingga Februari 2016 di SD Negeri
murid sekolah yang baik atau perilaku yang 11 Poasia dan SD Negeri 07 Poasia Kecamatan
mendukung terhadap program-program Poasia Kota Kendari Tahun 2015. Alasan pemilihan
pembangunan kesehatan termasuk program tempat penelitian ini dikarenakan kedua SD ini
pemberantasan dan program penanggulangan berakreditasi yang sama yaitu B, memiliki jumlah
penyakit diare12. murid kelas V yang hampir sama pada tahun 2015.
Pemberian pengetahuan kepada anak sekolah Selain itu, akses menuju kedua sekolah tersebut
dasar dapat dilakukan dengan cara penyuluhan tidak bisa dicapai dengan menggunakan alat
kesehatan. Penyuluhan merupakan upaya bantuan transportasi umum karena terletak bukan dalam
yang diberikan pada peserta didik agar mereka jalur angkutan umum.
memperoleh konsep diri dan kepercayaan diri Populasi pada penelitian ini adalah seluruh
sendiri, untuk dimanfaatkan olehnya dalam murid SD Negeri 11 Poasia kelas V wilayah
memperbaiki tingkah lakunya pada masa yang akan Kecamatan Poasia Kota Kendari yaitu sebanyak 49
13
datang orang dan seluruh siswa SD Negeri 07 Poasia kelas V
Penyuluhan kesehatan dapat dilakukan dengan wilayah Kecamatan Poasia Kota Kendari yaitu
berbagai metode. Secara garis besar metode dibagi sebanyak 44 orang dengan total populasi 93 orang.
menjadi dua, yaitu metode didaktif dan metode Untuk menetukan jumlah sampel, digunakan rumus
sokratik. Metode didaktif yaitu metode yang Slovin dan diperoleh jumlah sampel sebanyak 76
dilakukan secara satu arah. Misalnya ceramah, film, responden, dengan sampel pada kelompok
leaflet, buklet, dan poster. Selanjutnya, metode eksperimen sebanyak 38 murid dan kelompok
sokratik yaitu metode yang dilakukan secara dua kontrol sebanyak 38 murid. Teknik sampel yang
arah. Misalnya, diskusi kelompok, debat, bermain digunakan adalah Purposive Sampling sesuai dengan
3
peran, sosiodrama, permainan dan demonstrasi1 . kriteria inklusi dan eksklusi yang harus dipenuhi
Dalam penyuluhan kesehatan, metode penyuluhan responden, yaitu : umur 9-11 tahun; duduk di kelas
yang akan digunakan adalah bagian yang V; dapat berkomunikasi dengan baik, dapat
mempengaruhi tercapainya hasil penyuluhan yang membaca, dan menulis; dan bersedia untuk
optimal. dijadikan responden selama penelitian berlangsung.
Penyuluhan kesehatan sejak dini tentang Sedangkan, kriteria eksklusinya adalah murid yang
pencegahan penyakit diare kepada anak usia memenuhi kriteria inklusi, tetapi saat penelitian
sekolah dasar, merupakan salah satu langkah untuk tidak masuk karena sakit, izin, atau sedang diskors.
menurunkan angka kesakitan dan kematian anak Analisis dilakukan secara deskriptif pada
akibat penyakit diare yang masih tinggi. Dalam masing-masing variabel dengan analisis pada
penyuluhan kesehatan, metode ceramah adalah distribusi frekuensi. Pada analisis bivariate, untuk
metode yang sering digunakan, sedangkan metode melihat perbedaan nilai rata-rata pengetahuan,
permainan edukatif adalah metode yang baru dalam sikap dan tindakan responden sebelum dan sesudah
penyuluhan kesehatan. Pemberian pengetahuan intervensi menggunakan uji Mc Nemar, sedangkan

3
untuk melihat pengaruh penyuluhan dengan sebanyak 29 responden (76,3%) dan pada saat post
metode permainan edukatif dan metode ceramah test bertambah menjadi 37 responden (97,4%).
terhadap perbedaan proporsi pengetahuan, sikap Sedangkan murid yang berpengetahuan kurang
dan tindakan respoden menggunakan uji Chi Square pada saat pre test adalah sebanyak 9 responden (
dengan uji alternatif Fisher Exact. Derajat 23,7%) dan pada saat post test berkurang menjadi 1
kepercayaan 95%. responden (2,6%).
2. Kelompok Kontrol
HASIL Hasil
Umur Responden Pengeta Total
huan Pre Test Post Test
Kelompok
(n) (%) (n) (%) n (%)
Umur Eksperimen Kontrol Cukup 24 63,2 30 78,9 54 71,1
(n) (%) (n) (%)
Kurang 14 36,8 8 21,1 22 28,9
9 tahun 3 7,9 3 7,9
Total 38 100 38 100 76 100
10 tahun 29 76,3 25 65,8
Sumber: Data Primer, Januari 2016
11 tahun 6 15,8 10 26,3
Tabel 4 diatas menunjukan bahwa murid yang
Total 38 100 38 100 berpengetahuan cukup pada saat pre test adalah
Sumber: Data Primer, Januari 2016 sebanyak 24 responden (63,2%) dan pada saat post
Tabel 1 diatas menunjukan hasil bahwa umur test bertambah menjadi 30 responden (78,9%).
responden pada kelompok eksperimen paling Sedangkan murid yang berpengetahuan kurang
banyak terdapat pada umur 10 tahun dengan pada saat pre test adalah sebanyak 14 responden (
presentase 76,3% dan paling sedikit berada pada 36,8%) dan pada saat post test berkurang menjadi 8
umur 9 tahun dengan presentase 7,9%. Pada responden (21,1%).
kelompok kontrol, umur responden paling banyak Sikap Pencegahan Penyakit Diare
terdapat pada umur 10 tahun dengan presentase 1. Kelompok Eksperimen
65,8% dan paling sedikit berada pada umur 9 tahun Hasil
dengan presentase 7,9%. Total
Sikap Pre Test Post Test
Jenis Kelamin Responden (n) (%) (n) (%) n (%)
Kelompok
Positif 30 78,9 36 94,7 66 86,8
Jenis Kelamin Eksperimen Kontrol
Negatif 8 21,1 2 5,3 10 13,2
(n) (%) (n) (%)
Total 38 100 38 100 76 100
Laki-laki 16 42,1 14 36,8
Perempuan 22 57,9 24 63,2 Sumber: Data Primer, Januari 2016
Tabel 5 diatas menunjukan bahwa murid yang
Total 38 100 38 100
bersikap positif pada saat pre test adalah sebanyak
Sumber: Data Primer, Januari 2016
30 responden (78,9%) dan pada saat post test
Tabel 2 diatas menunjukan hasil bahwa jenis
bertambah menjadi 36 responden (94,7%).
kelamin responden pada kelompok eksperimen
Sedangkan murid yang bersikap negatif pada saat
paling banyak yaitu perempuan dengan presentase
pre test adalah sebanyak 8 responden (21,1%) dan
57,9%, dan paling sedikit yaitu laki-laki dengan
pada saat post test berkurang menjadi 2 responden
presentase 42,1%. Pada kelompok kontrol, jenis
(5,3%).
kelamin responden paling banyak yaitu perempuan
2. Kelompok Kontrol
dengan presentase 63,2% dan paling sedikit yaitu
Hasil
laki-laki dengan presentase 36,8%. Total
Sikap Pre Test Post Test
Analisis Univariat
Pengetahuan tentang Pecegahan Penyakit Diare (n) (%) (n) (%) n (%)
1. Kelompok Eksperimen Positif 27 71,1 29 76,3 56 73,3
Hasil Negatif 11 28,9 9 23,7 20 26,3
Pengeta Total Total 38 100 38 100 76 100
huan Pre Test Post Test
Sumber: Data Primer, Januari 2016
(n) (%) (n) (%) n (%)
Tabel 6 diatas menunjukan bahwa murid yang
Cukup 29 76,3 37 97,4 66 86,8
bersikap positif pada saat pre test adalah sebanyak
Kurang 9 23,7 1 2,6 10 13,2
27 responden (71,1%) dan pada saat post test
Total 38 100 38 100 76 100 bertambah menjadi 29 responden (76,3%).
Sumber: Data Primer, Januari 2016 Sedangkan murid yang bersikap negatif pada saat
Tabel 3 diatas menunjukkan bahwa murid yang pre test adalah sebanyak 11 responden (28,9%) dan
berpengetahuan cukup pada saat pre test adalah

4
pada saat post test berkurang menjadi 9 responden responden yang memiliki pengetahuan kurang
(23,7%). sebelum diberikan penyuluhan dan setelah
Tindakan Pencegahan Penyakit Diare diberikan penyuluhan memiliki pengetahuan cukup
1. Kelompok Eksperimen sebanyak 8 responden, sedangkan responden yang
Hasil memiliki pengetahuan kurang sebelum maupun
Total sesudah diberikan penyuluhan sebanyak 1
Tindakan Pre Test Post Test
(n) (%) (n) (%) n (%) responden.
Baik 26 68,4 34 89,5 60 78,9
Analisis dengan uji Mc Nemar diperoleh p
value (0,008) < α (0,05), maka H0 ditolak dan H1
Buruk 12 31,6 4 10,5 16 21,1
diterima. Ini dapat disimpulkan bahwa Ada
Total 38 100 38 100 76 100 pengaruh penyuluhan metode permainan edukatif
Sumber: Data Primer, Januari 2016 terhadap pengetahuan murid SD tentang
Tabel 7 diatas menunjukan bahwa murid yang pencegahan penyakit diare sebelum dan sesudah
memiliki tindakan baik pada saat pre test adalah penyuluhan di SDN 11 Poasia Tahun 2015.
sebanyak 26 responden (68,4%) dan pada saat post 2. Kelompok Kontrol
test bertambah menjadi 34 responden (89,5%). Penget Pengetahuan (Post Test)
Sedangkan murid yang memiliki tindakan buruk -ahuan Total P
(Pre Cukup Kurang value
pada saat pre test adalah sebanyak 12 responden
Test) (n) (%) (n) (%) n (%)
(31,6%) dan pada saat post test berkurang menjadi 4
Cukup 24 63,2 0 0 24 63,2
responden (10,5).
Kurang 6 15,8 8 21,2 14 36,8 0.031
2. Kelompok Kontrol
Hasil Total 30 78,9 8 21,2 38 100
Total
Tindakan Pre Test Post Test Sumber: Data Primer, Februari 2016
(n) (%) (n) (%) n (%) Tabel 10 menunjukkan bahwa dari 38
Baik 23 60,5 27 71,1 50 65,8 responden yang memiliki pengetahuan cukup
sebelum maupun sesudah diberikan penyuluhan
Buruk 15 39,5 11 28,9 26 34,2
sebanyak 24 responden dan tidak ada responden
Total 38 100 38 100 76 100
yang memiliki pengetahuan cukup sebelum
Sumber: Data Primer, Januari 2016 penyuluhan dan memiliki pengetahuan kurang
Tabel 8 diatas menunjukan bahwa murid yang sesudah diberikan penyuluhan. Selanjutnya,
memiliki tindakan baik pada saat pre test adalah responden yang memiliki pengetahuan kurang
sebanyak 23 responden (60,5%) dan pada saat post sebelum diberikan penyuluhan dan setelah
test bertambah menjadi 27 responden (71,1%). diberikan penyuluhan memiliki pengetahuan cukup
Sedangkan murid yang memiliki tindakan buruk sebanyak 6 responden, sedangkan responden yang
pada saat pre test adalah sebanyak 15 responden memiliki pengetahuan kurang sebelum maupun
(39,5%) dan pada saat post test berkurang menjadi sesudah diberikan penyuluhan sebanyak 8
11 responden (28,9%). responden.
Analisis Bivariat Analisis dengan uji Mc Nemar diperoleh p
Hasil Pre test dan Post test Pengetahuan Murid value (0,031) < α (0,05), maka H0 ditolak dan H1
tentang Pencegahan Penyakit Diare pada diterima. Ini dapat disimpulkan bahwa Ada
Kelompok Eksperimen dan Kontrol pengaruh penyuluhan metode ceramah terhadap
1. Kelompok Eksperimen pengetahuan murid SD tentang pencegahan
Penget Pengetahuan (Post Test) penyakit diare sebelum dan sesudah penyuluhan di
-ahuan Total P
(Pre Cukup Kurang value
SDN 07 Poasia Tahun 2015.
Test) (n) (%) (n) (%) n (%) Perbedaan hasil pre test pengetahuan
Cukup 29 76,3 0 0 29 76,3 responden mengenai pencegahan penyakit diare
Kurang 8 21,1 1 2,6 9 23,7 0.008
pada kelompok eksperimen dan kelompok kontrol
dapat dilihat dalam tabel 11 berikut.
Total 37 97,4 1 2,6 38 100
Pengetahuan (Pre Test)
Sumber: Data Primer, Februari 2016 Kelom Total P
pok Cukup Kurang value
Tabel 9 diatas menunjukkan bahwa dari 38
(n) (%) (n) (%) n (%)
responden yang memiliki pengetahuan cukup Eksperi
sebelum maupun sesudah diberikan penyuluhan 29 79,3 9 23,7 38 100
men
sebanyak 29 responden dan tidak ada responden Kontrol 24 63,2 14 36,8 38 100 0.318
yang memiliki pengetahuan cukup sebelum
Total 53 69,7 23 30,3 76 100
penyuluhan dan memiliki pengetahuan kurang
Sumber: Data Primer, Februari 2016
sesudah diberikan penyuluhan. Selanjutnya,

5
Dari hasil analisis uji Chi Square diatas sikap positif sebelum penyuluhan dan memiliki sikap
diperoleh bahwa sebelum diberikan penyuluhan negatif sesudah diberikan penyuluhan. Selanjutnya,
terdapat 9 responden (23,7%) yang berpengetahuan responden yang memiliki sikap negatif sebelum
kurang pada kelompok eksperimen, sedangkan pada diberikan penyuluhan dan setelah diberikan
kelompok kontrol terdapat 14 responden (36,8%) penyuluhan memiliki sikap positif sebanyak 6
yang berpengetahuan kurang. Hasil uji statistik responden, sedangkan responden yang memiliki
didapatkan nilai p value = 0,318 maka dapat sikap negatif sebelum maupun sesudah diberikan
disimpulkan bahwa tidak ada perbedaan proporsi penyuluhan sebanyak 2 responden.
pengetahuan responden pada kedua kelompok Analisis dengan uji Mc Nemar diperoleh p
sebelum diberikan intervensi. value (0,031) < α (0,05), maka H0 ditolak dan H1
Perbedaan hasil post test pengetahuan diterima. Ini dapat disimpulkan bahwa Ada
responden mengenai pencegahan penyakit diare pengaruh penyuluhan metode permainan edukatif
pada kelompok eksperimen dan kelompok kontrol terhadap sikap murid SD tentang pencegahan
dapat dilihat dalam tabel 12 berikut. penyakit diare sebelum dan sesudah penyuluhan di
Pengetahuan (Post Test) SDN 11 Poasia Tahun 2015.
Kelom Total P 2. Kelompok Kontrol
pok Cukup Kurang value
(n) (%) (n) (%) n (%) Sikap Sikap (Post Test)
Total P
Eksperi (Pre Positif Negatif
37 97,4 1 2,6 38 100 value
men Test)
(n) (%) (n) (%) n (%)
Kontrol 30 78,9 8 21,1 38 100 0.028
Positif 27 71,1 0 0 27 71,1
Total 67 88,2 9 11,8 76 100 Negatif 2 5,3 9 23,7 11 28,9 0.500
Sumber: Data Primer, Februari 2016 Total 29 76,3 9 23,7 38 100
Dari hasil analisis uji Fisher Exact diatas
Sumber: Data Primer, Februari 2016
diperoleh bahwa terdapat 1 responden (2,6%) yang
Tabel 14 menunjukkan bahwa dari 38
berpengetahuan kurang pada kelompok eksperimen
responden yang memiliki sikap positif sebelum
yang diberikan penyuluhan dengan metode
maupun sesudah diberikan penyuluhan sebanyak 27
permainan edukatif, sedangkan pada kelompok
responden dan tidak ada responden yang memiliki
kontrol yang diberikan penyuluhan dengan metode
sikap positif sebelum penyuluhan dan memiliki sikap
ceramah terdapat 8 responden (21,1%) yang
negatif sesudah diberikan penyuluhan. Selanjutnya,
berpengetahuan kurang. Hasil uji statistik
responden yang memiliki sikap negatif sebelum
didapatkan nilai p value = 0,028 maka terdapat
diberikan penyuluhan dan setelah diberikan
perbedaan proporsi pengetahuan responden antara
penyuluhan memiliki sikap positif sebanyak 2
kelompok eksperimen yang diberikan penyuluhan
responden, sedangkan responden yang memiliki
metode permainan edukatif dengan kelompok
sikap negatif sebelum maupun sesudah diberikan
kontrol yang di berikan penyuluhan dengan metode
penyuluhan sebanyak 9 responden.
ceramah. Sehingga disimpulkan, Ada perbedaan
Analisis dengan uji Mc Nemar diperoleh p
pengetahuan responden tentang pencegahan
value (0,500) > α (0,05), maka H0 diterima dan H1
penyakit diare antara kelompok eksperimen dengan
ditolak. Ini dapat disimpulkan bahwa tidak ada
kelompok kontrol sesudah penyuluhan di
pengaruh penyuluhan metode ceramah terhadap
Kecamatan Poasia Kota Kendari Tahun 2015.
sikap murid SD tentang pencegahan penyakit diare
Hasil Pre test dan Post test Sikap Murid tentang
sebelum dan sesudah penyuluhan di SDN 07 Poasia
Pencegahan Penyakit Diare pada Kelompok
Tahun 2015.
Eksperimen dan Kontrol
Perbedaan hasil pre test sikap responden
1. Kelompok Eksperimen
mengenai pencegahan penyakit diare pada
Sikap Sikap (Post Test)
Total P kelompok eksperimen dan kelompok kontrol dapat
(Pre Positif Negatif
Test)
value dilihat dalam tabel 15 berikut.
(n) (%) (n) (%) n (%)
Sikap (Pre Test)
Positif 30 78,9 0 0 30 78,9 Kelom Total P
pok Positif Negatif value
Negatif 6 15,8 2 5,3 8 21,2 0.031 (n) (%) (n) (%) n (%)
Total 36 94,7 2 5,3 38 100 Eksperi
30 78,9 8 21,1 38 100
men
Sumber: Data Primer, Februari 2016
Kontrol 27 71,1 11 28,9 38 100 0.596
Tabel 13 diatas menunjukkan bahwa dari 38
responden yang memiliki sikap positif sebelum Total 57 75 19 25 76 100
maupun sesudah diberikan penyuluhan sebanyak 30 Sumber: Data Primer, Februari 2016
responden dan tidak ada responden yang memiliki

6
Dari hasil analisis uji Chi Square diatas buruk sesudah diberikan penyuluhan. Selanjutnya,
diperoleh bahwa sebelum diberikan penyuluhan responden yang memiliki tindakan buruk sebelum
terdapat 8 responden (21,1%) yang bersikap negatif diberikan penyuluhan dan setelah diberikan
pada kelompok eksperimen, sedangkan pada penyuluhan memiliki tindakan baik sebanyak 9
kelompok kontrol terdapat 11 responden (28,9%) responden, sedangkan responden yang memiliki
yang bersikap negatif. Hasil uji statistik didapatkan tindakan buruk sebelum maupun sesudah diberikan
nilai p value = 0,596 maka dapat disimpulkan bahwa penyuluhan sebanyak 3 responden.
tidak ada perbedaan proporsi sikap responden pada Analisis dengan uji Mc Nemar diperoleh p
kedua kelompok sebelum diberikan intervensi. value (0,021) < α (0,05), maka H0 ditolak dan H1
Perbedaan hasil post test sikap responden diterima. Ini dapat disimpulkan bahwa Ada
mengenai pencegahan penyakit diare pada pengaruh penyuluhan metode permainan edukatif
kelompok eksperimen dan kelompok kontrol dapat terhadap tindakan murid SD tentang pencegahan
dilihat dalam tabel 16 berikut. penyakit diare sebelum dan sesudah penyuluhan di
Sikap (Post Test) SDN 11 Poasia Tahun 2015.
Kelom Total P 2. Kelompok Kontrol
pok Positif Negatif value
Tindak Tindakan (Post Test)
(n) (%) (n) (%) n (%)
an Total P
Eksperi Baik Buruk
36 94,7 2 5,3 38 100 (Pre value
men
Test) (n) (%) (n) (%) n (%)
Kontrol 29 76,3 9 23,7 38 100 0.050
Baik 23 60,5 0 0 23 60,5
Total 65 85,5 11 14,5 76 100
Buruk 4 10,5 11 28,9 15 39,5 0.125
Sumber: Data Primer, Februari 2016 Total 27 71,1 11 28,9 38 100
Dari hasil analisis uji Chi Square diatas
Sumber: Data Primer, Februari 2016
diperoleh bahwa terdapat 2 responden (5,3%) yang
Tabel 18 diatas menunjukkan bahwa dari 38
bersikap negatif pada kelompok eksperimen yang
responden yang memiliki tindakan baik sebelum
diberikan penyuluhan dengan metode permainan
maupun sesudah diberikan penyuluhan sebanyak 23
edukatif, sedangkan pada kelompok kontrol yang
responden dan tidak terdapat responden yang
diberikan penyuluhan dengan metode ceramah
memiliki tindakan baik sebelum penyuluhan dan
terdapat 9 responden (23,7%) yang bersikap negatif.
memiliki tindakan buruk sesudah diberikan
Hasil uji statistik didapatkan nilai p value = 0,050
penyuluhan. Selanjutnya, responden yang memiliki
maka terdapat perbedaan proporsi sikap responden
tindakan buruk sebelum diberikan penyuluhan dan
antara kelompok eksperimen yang diberikan
setelah diberikan penyuluhan memiliki tindakan baik
penyuluhan metode permainan edukatif dengan
sebanyak 4 responden, sedangkan responden yang
kelompok kontrol yang di berikan penyuluhan
memiliki tindakan buruk sebelum maupun sesudah
dengan metode ceramah. Sehingga disimpulkan,
diberikan penyuluhan sebanyak 11 responden.
Ada perbedaan sikap responden tentang
Analisis dengan uji Mc Nemar diperoleh p
pencegahan penyakit diare antara kelompok
value (0,125) > α (0,05), maka H0 diterima dan H1
eksperimen dengan kelompok kontrol sesudah
ditolak. Ini dapat disimpulkan bahwa tidak ada
penyuluhan di Kecamatan Poasia Kota Kendari
pengaruh penyuluhan metode ceramah terhadap
Tahun 2015.
tindakan murid SD tentang pencegahan penyakit
Hasil Pre test dan Post test Tindakan Murid tentang
diare sebelum dan sesudah penyuluhan di SDN 07
Pencegahan Penyakit Diare pada Kelompok
Poasia Tahun 2015.
Eksperimen dan Kontrol
Perbedaan hasil pre test tindakan responden
1. Kelompok Eksperimen
Tindak
mengenai pencegahan penyakit diare pada
Tindakan (Post Test)
an Total P kelompok eksperimen dan kelompok kontrol dapat
(Pre Baik Buruk value dilihat dalam tabel 19 berikut.
Test) (n) (%) (n) (%) n (%)
Tindakan (Pre Test)
Baik 25 65,8 1 2,6 26 68,4 Kelom Total P
pok Baik Buruk value
Buruk 9 23,7 3 7,9 12 31,6 0.021
(n) (%) (n) (%) n (%)
Total 34 89,5 4 10,5 38 100 Eksperi
26 68,4 12 31,6 38 100
men
Sumber: Data Primer, Februari 2016
Kontrol 23 60,5 15 39,5 38 100 0.632
Tabel 17 diatas menunjukkan bahwa dari 38
responden yang memiliki tindakan baik sebelum Total 49 64,5 27 35,5 76 100
maupun sesudah diberikan penyuluhan sebanyak 25 Sumber: Data Primer, Februari 2016
responden dan 1 responden yang memiliki tindakan Dari hasil analisis uji Chi Square diatas
baik sebelum penyuluhan dan memiliki tindakan diperoleh bahwa sebelum diberikan penyuluhan

7
terdapat 12 responden (31,6%) yang memiliki eksperimen dilakukan di ruang kelas dan di halaman
tindakan buruk pada kelompok eksperimen, depan kelas V SD Negeri 11 Poasia, hal ini karena
sedangkan pada kelompok kontrol terdapat 15 alat permainan edukatif ular tangga membutuhkan
responden (39,5%) yang memiliki tindakan buruk. tempat yang cukup agar dapat digunakan oleh
Hasil uji statistik didapatkan nilai p value = 0,596 responden. Sedangkan intervensi untuk kelompok
maka dapat disimpulkan bahwa tidak ada kontrol dilakukan di ruang kelas V SD Negeri 07
perbedaan proporsi tindakan responden pada kedua Poasia.
kelompok sebelum diberikan intervensi. Dalam prosesnya, penyuluhan yang diberikan
Perbedaan hasil post test tindakan responden pada kelompok eksperimen berlangsung selama ±2
mengenai pencegahan penyakit diare pada jam dengan menggunakan metode permainan
kelompok eksperimen dan kelompok kontrol dapat edukatif ular tangga yang telah dimodifikasi dan
dilihat dalam tabel 20 berikut. memuat materi tentang pencegahan penyakit diare,
Tindakan (Post Test) kemudian diberikan sesi tanya jawab pada akhir
Kelom Total P pertemuan. Sedangkan pada kelompok kontrol
pok Baik Buruk value
(n) (%) (n) (%) n (%) penyuluhan menggunakan metode ceramah
Eksperi diberikan selama ±1 jam. Penyuluhan dilakukan
34 89,5 4 10,5 38 100
men menggunakan metode ceramah dengan alat bantu
Kontrol 27 71,1 11 28,9 38 100 0.084 laptop dan power point dengan animasi yang
Total 61 80,3 15 19,7 76 100 menarik, dan diakhiri dengan sesi tanya jawab.
Sumber: Data Primer, Februari 2016 Intervensi yang dilakukan pada kedua kelompok
Dari hasil analisis uji Chi Square diatas tersebut diberikan setelah responden mengerjakan
diperoleh bahwa terdapat 4 responden (10,5%) yang pre-test selama ±30 menit.
memiliki tindakan buruk pada kelompok eksperimen Pada kelompok eksperimen, hasil pre test dan
yang diberikan penyuluhan dengan metode post test menunjukan bahwa terdapat peningkatan
permainan edukatif, sedangkan pada kelompok pengetahuan respoden sebelum dan sesudah
kontrol yang diberikan penyuluhan dengan metode diberikan penyuluhan dengan metode permainan
ceramah terdapat 11 responden (28,9%) yang edukatif ular tangga tentang pencegahan penyakit
memiliki tindakan buruk. Hasil uji statistik diare. Hal ini juga terjadi pada kelompok kontrol,
didapatkan nilai p value = 0,084 maka tidak ada dimana hasil pre test dan post test menunjukan
perbedaan proporsi tindakan responden antara bahwa terdapat peningkatan pengetahuan respoden
kelompok eksperimen yang diberikan penyuluhan sebelum dan sesudah diberikan penyuluhan dengan
metode permainan edukatif dengan kelompok metode ceramah tentang pencegahan penyakit
kontrol yang di berikan penyuluhan dengan metode diare.
ceramah. Sehingga disimpulkan, Tidak ada Peningkatan pengetahuan pada kedua
perbedaan tindakan responden tentang pencegahan kelompok ini terjadi setelah diberikan penyuluhan
penyakit diare antara kelompok eksperimen dengan kesehatan, dimana peneliti selaku komunikator
kelompok kontrol sesudah penyuluhan di (penyuluh kesehatan) memberikan materi
Kecamatan Poasia Kota Kendari Tahun 2015. pembelajaran mengenai pencegahan penyakit diare
pada murid yang telah memenuhi kriteria sebagai
DISKUSI responden penelitian sebanyak 76 orang dengan
Peningkatan Pengetahuan pada Kelompok dua kelompok penyuluhan menggunakan metode
Eksperimen dan Kelompok Kontrol yang berbeda. Peningkatan pengetahuan pada
Dalam penelitian ini terdapat dua perlakuan responden dikarenakan adanya kemauan responden
pada dua kelompok yang berbeda. Pada kelompok untuk mengetahui lebih rinci mengenai pencegahan
eksperimen diberikan penyuluhan menggunakan penyakit diare, sehingga mereka antusias mengikuti
metode permainan edukatif, sedangkan pada penyuluhan kesehatan tersebut.
kelompok kontrol diberikan penyuluhan Sementara itu, hasil uji Chi Square untuk
menggunakan metode ceramah. Kedua kelompok ini melihat perbedaan tingkat pengetahuan antara
sama-sama diberi pre test dan post test untuk kelompok eksperimen dan kelompok kontrol di saat
mengukur tingkat keberhasilan intervensi yang pre test menunjukan tidak ada perbedaan tingkat
diberikan. Penyuluhan kesehatan yang diberikan pengetahuan responden, sehingga dapat dikatakan
pada kelompok eksperimen dan kelompok kontrol pengetahuan awal seluruh responden hampir sama.
dilakukan satu kali di waktu yang telah disepakati Sedangkan pada hasil uji fisher menunjukan ada
oleh pihak sekolah khususnya kepala sekolah dan perbedaan pengetahuan responden tentang
wali kelas, agar hendaknya tidak mengganggu pencegahan penyakit diare setelah diberikan
proses belajar mengajar. Intervensi untuk kelompok penyuluhan dengan metode permainan edukatif dan
metode ceramah.

8
Hal ini dimungkinkan karena ketepatan tersebut bermain secara bergantian. Selama
pemilihan metode penyuluhan yang digunakan pada melakukan permainan edukatif ular tangga
kelompok eksperimen sehingga sesuai dengan responden juga secara langsung belajar materi-
karakteristik responden, yaitu anak sekolah dasar. materi tentang pencegahan penyakit diare.
Penggunaan metode permainan edukatif ular tangga Pada penelitian sebelumnya oleh Zamzami
yang menarik dan suasana belajar yang (2014) digunakan metode ular tangga untuk
menyenangkan sehingga dapat membuat responden meningkatkan pengetahuan siswa SD tentang
lebih mudah menerima informasi yang di berikan. pencegahan penyakit PES. Hasil dari penelitian
Permainan edukatif ular tangga merupakan metode tersebut bahwa, ada pengaruh pendidikan
penyuluhan yang mengajak bermain, bergerak dan kesehatan dengan metode ular tangga terhadap
belajar. Metode ini dipilih dan disesuaikan dengan pengetahuan siswa SD tentang pencegahan penyakit
20
responden yaitu murid SD. Anak SD akan lebih PES (p-value=0,000) .
senang belajar dengan cara bermain, bergerak, Hasil ini juga didukung oleh penelitian Putri
bekerja dalam kelompok, dan melakukannya secara (2013) yang juga menggunakan metode permainan
15
langsung . edukatif ular tangga dan metode ceramah pada
Pada dasarnya, selama bertahun-tahun penyuluhan tentang keamanan makanan jajanan
bermain permainan bahkan tanpa koneksi ke konten sekolah terhadap pengetahuan anak sekolah dasar.
pendidikan tertentu telah dianggap sebagai salah Pada penelitian tersebut menunjukkan hasil bahwa
16
satu bentuk dasar pembelajaran dan karena itu ada perbedaan pengetahuan tentang keamanan
tidak mengherankan bahwa permainan terkait erat makanan jajanan sekolah setelah diberikan
dengan pengalaman pendidikan intrinsik. penyuluhan dengan metode cemarah dan
21
Pembelajaran berbasis permainan biasanya permainan edukatif ular tangga (p-value=0,024) .
memerlukan beberapa derajat pemahaman siswa Pada penelitian Daloukas dkk. (2012) dalam
tentang permainan mekanik dan aturan dan dengan International Journal of Game-Based Learning
demikian sebelum terlibat dengan proses belajar itu penelitian ini melihat bagaimana potensi
sendiri, siswa harus belajar bagaimana cara untuk menggunakan permainan kasual ular tangga
bermain permainan tersebut17. Dalam prosesnya, elektronik untuk penilaian siswa. Hasil penelitian
sebelum bermain ular tangga para murid diberikan menunjukan bahwa permainan ini diterima positif
informasi cara bermain permainan edukatif ular oleh siswa, serta guru yang berpartisipasi dalam
tangga tersebut selama beberapa menit. evaluasi yang mengarah ke kesimpulan bahwa
Alat yang digunakan dalam permainan edukatif permainan kasual dengan kemudahan dan
ular tangga berupa alas ular tangga seluas 2 x 3 m fleksibilitas yang mereka tawarkan memberikan
sebanyak 2 buah yang berisikan informasi tentang potensi yang menarik untuk ditempatkan di
22
pencegahan penyakit diare disertai dengan gambar- lingkungan pendidikan .
gambar yang menarik, serta 4 buah dadu warna- Sejalan dengan hasil dari penelitian-penelitian
warni berukuran 30 x 30 cm. Permainan edukatif tersebut, maka penyuluhan dengan metode
ular tangga dicetak dalam ukuran 2 x 3 m, sehingga permainan edukatif baik digunakan untuk
responden dapat terlibat langsung dalam permainan meningkatkan pengetahuan kesehatan terkhusus
tersebut, pada prosesnya responden melihat anak usia sekolah dasar.
informasi yang terdapat pada ular tangga, Peningkatan Sikap pada Kelompok Eksperimen dan
responden membaca dengan lantang informasi yang Kelompok Kontrol
terdapat pada ular tangga, responden Sikap adalah kesiapan atau kesediaan
mempraktekkan perintah yang terdapat di ular seseorang untuk bertingkah laku atau merespon
rangga, dan responden melihat dan mendengar sesuatu baik terhadap rangsangan positif maupun
informasi yang dilakukan dan diucapkan oleh rangsangan negatif dari suatu objek rangsangan23.
responden lain. Pengetahuan yang ada pada setiap Sikap adalah reaksi atau respon seseorang yang
manusia ditangkap atau diterima melalui panca masih tertutup terhadap stimulus atau obyek.
indera. Semakin banyak indera yang digunakan Manifestasi sikap tidak dapat dilihat secara
untuk menerima sesuatu maka semakin banyak dan langsung, tetapi hanya dapat ditafsirkan dari
18
semakin jelas pengetahuan yang diperolehnya . perilaku yang tertutup. Sikap secara nyata
Permainan edukatif ular tangga dimodifikasi merupakan konotasi adanya kesesuaian reaksi
24
berwarna-warni dan diberikan gambar-gambar terhadap stimulus tertentu .
menarik sehingga membuat respoden tertarik dan Pada kelompok eksperimen, responden yang
sangat antusias ketika bermain. Responden pada memiliki sikap negatif pada saat pre test mengalami
kelompok eksperimen dibagi menjadi 8 kelompok peruabahan menjadi memiliki sikap positif setelah
yang terdiri dari 3-5 responden, karena idealnya ular intervensi dan diukur saat post test. Hal ini
19
tangga dimainkan oleh 2-5 orang . Setiap kelompok bermakna secara statistik sehingga diperoleh bahwa

9
penyuluhan metode permainan edukatif pencegahan penyakit PES. Hasil dari penelitian
berpengaruh terhadap sikap responden tentang tersebut bahwa, ada pengaruh pendidikan
pencegahan penyakit diare sebelum dan sesudah kesehatan dengan metode ular tangga terhadap
intervensi. sikap siswa SD tentang pencegahan penyakit PES (p-
20
Penyuluhan tentang pencegahan penyakit value=0,000) .
diare yang telah diberikan kepada responden Peningkatan Tindakan pada Kelompok Eksperimen
melalui metode permainan edukatif ular tangga dan Kelompok Kontrol
mempengaruhi perubahan sikap responden Penyuluhan merupakan serangkaian kegiatan
sehingga mengalami peningkatan sebelum dan yang dilakukan secara sistematik dan peran secara
sesudah intervensi. Pengetahuan yang mereka sistematik dengan melibatkan peran serta aktif
peroleh mampu memunculkan pemahaman individu maupun kelompok guna memecahkan
terhadap diri mereka bahwa mereka membutuhkan suatu masalah masyarakat dengan cara merubah
27
dan harus melakukan upaya pencegahan penyakit perilaku manusia itu sendiri .
diare. Selain itu, perubahan sikap responden setelah Pada kelompok eksperimen terjadi
mendapatkan penyuluhan dikarenakan metode peningkatan tindakan setelah pemberian
permainan edukatif ular tangga yang digunakan penyuluhan dengan metode permainan edukatif
menyenangkan bagi responden sehingga ular tangga, walaupun masih terdapat responden
memudahkan proses penerimaan informasi tentang yang memiliki tindakan buruk. Penggunaan metode
pencegahan penyakit diare. permainan edukatif ular tangga merupakan salah
Salah satu komponen dalam sikap manusia satu faktor yang menyebabkan terjadinya
adalah komponen afektif yang merupakan perasaan perubahan tindakan pada responden, dimana
yang menyangkut aspek emosional subjektif permainan edukatif ular tangga mengharuskan
seseorang terhadap suatu objek sikap. Komponen responden bergerak dan mempraktikan cara
ini merupakan perasaan individu terhadap objek pencegahan penyakit diare secara langsung selain
sikap dan menyangkut masalah emosi25. membaca, mendengar dan mengingat. Pemberian
Bermain game dapat bermanfaat bagi siswa informasi dengan permainan ular tangga yang
dan dapat berdampak positif terhadap menarik dan suasana belajar yang menyenangkan
perkembangan emosional dan intelektual mereka, dapat membuat responden lebih mudah menerima
yang memungkinkan mereka untuk berlatih informasi yang telah diberikan. Permainan ini cukup
kemampuan memecahkan masalah pada lingkungan menyenangkan sesuai dengan tahap perkembangan
yang tidak membahayakan, memberikan kontribusi anak usia sekolah yang mayoritas respondennya
untuk kesejahteraan dan harga diri mereka, dan berumur 10 tahun berada dalam tahap operasional
28
membantu mereka untuk belajar untuk mengelola yang konkrit .
26
perasaan mereka . Sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh
Pada kelompok kontrol, terjadi peningkatan Sari, dkk (2012) menyatakan bahwa, pendidikan
sikap positif pada responden setelah diberikan kesehatan gosok gigi dengan metode permainan
intervensi melalui penyuluhan metode ceramah. simulasi ular tangga dapat meningkatkan nilai
Namun, secara statistik tidak ada pengaruh yang aplikasi tindakan gosok gigi pada responden
bermakna terhadap penyuluhan dengan metode kelompok perlakuan. Hasil penelitian ini
ceramah terhadap sikap responden tentang menguatkan hasil-hasil penelitian sebelumnya yang
pencegahan penyakit diare sebelum dan sesudah menyatakan dengan adanya penyuluhan kesehatan
intervensi. menggunakan metode permainan edukatif dapat
Sementara itu, hasil uji Chi Square menunjukan memperbaiki dan meningkatkan tindakan
tidak ada perbedaan sikap responden saat pre test responden tentang pencegahan penyakit diare,
antara kelompok eksperimen dan kelompok kontrol, namun diperlukan pemberian penyuluhan
sehingga dapat dikatakan sikap awal seluruh kesehatan secara rutin sehingga responden dapat
responden hampir sama. Sedangkan hasil analisis selalu berperilaku mencegah penyakit diare29.
saat post test menunjukan ada perbedaan sikap Sedangkan, pada kelompok kontrol tidak
tentang pencegahan penyakit diare pada responden terjadi perubahan tindakan responden sebelum dan
setelah diberikan penyuluhan antara metode sesudah penyuluhan dengan metode ceramah. Hal
permainan edukatif dan metode ceramah. Maka ini dimungkinkan karena responden hanya
dapat disimpulkan bahwa peningkatan sikap pada mendengar informasi dari komunikator kesehatan
kelompok eksperimen dikarenakan perbedaan (penyuluh) tentang pencegahan penyakit diare
perlakuan penyuluhan. tanpa mempraktekkan secara langsung. Pendidikan
Sejalan dengan penelitian sebelumnya oleh kesehatan tidak saja cukup dengan memberikan
Zamzami (2014) digunakan metode ular tangga informasi secara tertulis maupun ceramah saja,
untuk meningkatkan sikap siswa SD tentang dibutuhkan beberapa metode dan media yang tepat

10
untuk dapat meningkatkan pengetahuan 8. Ada perbedaan sikap responden tentang
30
masyarakat . pencegahan penyakit diare antara kelompok
Sementara itu, hasil uji Chi Square untuk eksperimen dengan kelompok kontrol sesudah
melihat perbedaan tindakan responden antara penyuluhan di Kecamatan Poasia Kota Kendari
kelompok eksperimen dan kelompok kontrol Tahun 2015.
menunjukan tidak ada perbedaan tindakan 9. Tidak ada perbedaan tindakan responden
responden saat pre test antara kelompok tentang pencegahan penyakit diare antara
eksperimen dan kelompok kontrol, sehingga dapat kelompok eksperimen dengan kelompok kontrol
dikatakan tindakan awal seluruh responden hampir sesudah penyuluhan di Kecamatan Poasia Kota
sama. Sementara itu, hasil analisis saat post test Kendari Tahun 2015.
menunjukan ada perbedaan tindakan responden
pada kedua kelompok ini. Namun, secara statistik SARAN
tidak bermakna, maka disimpulkan tidak ada 1. Bagi instansi kesehatan, sebaiknya petugas
perbedaan tindakan tentang pencegahan penyakit kesehatan bersama kader-kader kesehatan
diare setelah diberikan penyuluhan dengan metode dapat lebih melakukan penyuluhan kesehatan
permainan edukatif dan metode ceramah. dan memberikan informasi-informasi kesehatan
Dari hasil-hasil studi yang dilakukan oleh WHO terkait pencegahan penyakit-penyakit menular
dan para ahli pendidikan kesehatan terungkap salah satunya adalah penyakit diare, tidak hanya
bahwa pengetahuan masyarakat tentang kesehatan kepada masyarakat akan tetapi bisa melalui
sudah tinggi, namun praktik mereka yang masih institusi pendidikan dasar sebagai program
rendah. Hal ini berarti bahwa perubahan atau pendidikan sejak dini kepada murid sekolah
peningkatan pengetahuan masyarakat tentang dasar dengan lebih mengembangkan metode
kesehatan sering kali tidak diimbangi dengan permainan edukatif sebagai salah satu bentuk
24
peningkatan atau perubahan perilakunya . inovasi metode penyuluhan.
2. Bagi pihak sekolah, sebaiknya senantiasa
SIMPULAN membangun kerjasama dengan puskesmas
1. Ada pengaruh penyuluhan metode permainan terdekat guna melakukan kegiatan penyuluhan
edukatif terhadap pengetahuan murid SD kesehatan minimal seminggu sekali, sehingga
tentang pencegahan penyakit diare sebelum dan dapat menanamkan pemahaman sejak dini
sesudah penyuluhan di SDN 11 Poasia Tahun kepada murid-murid sekolah dasar tentang
2015. pentingnya kesehatan dan berbagai cara
2. Ada pengaruh penyuluhan metode permainan pencegahan penyakit.
edukatif terhadap sikap murid SD tentang 3. Bagi orang tua, hendaknya selalu
pencegahan penyakit diare sebelum dan sesudah memperhatikan kesehatan dan mengaplikasikan
penyuluhan di SDN 11 Poasia Tahun 2015. PHBS (Perilaku Hidup Bersih dan Sehat) di rumah
3. Ada pengaruh penyuluhan metode permainan pada anak agar terhindar dari penyakit-penyakit
edukatif terhadap tindakan murid SD tentang menular yang rentan terjadi di kalangan anak-
pencegahan penyakit diare sebelum dan sesudah anak.
penyuluhan di SDN 11 Poasia Tahun 2015. 4. Bagi peneliti selanjutnya, diharapkan adanya
4. Ada pengaruh penyuluhan metode ceramah penelitian lebih mendalam terkait metode-
terhadap pengetahuan murid SD tentang metode penyuluhan lainnya, misalnya
pencegahan penyakit diare sebelum dan sesudah membandingkan pengaruh metode permainan
penyuluhan di SDN 07 Poasia Tahun 2015. edukatif dengan pemutaran video. Dengan
5. Tidak ada pengaruh penyuluhan metode kemajuan teknologi saat ini, peneliti lain dapat
ceramah terhadap sikap murid SD tentang mengaplikasikan permainan edukatif ular tangga
pencegahan penyakit diare sebelum dan sesudah ini dalam bentuk aplikasi permainan komputer.
penyuluhan di SDN 07 Poasia Tahun 2015.
6. Tidak ada pengaruh penyuluhan metode DAFTAR PUSTAKA
ceramah terhadap tindakan murid SD tentang 1. Rahmadi, Renggani. 2010. Hubungan Sarana
pencegahan penyakit diare sebelum dan sesudah Sanitasi Dasar dengan Kejadian Diare pada
penyuluhan di SDN 07 Poasia Tahun 2015. Balita di Pemukiman Tidak Terencana Kebon
7. Ada perbedaan pengetahuan responden tentang Singkong Kel. Klender Jakarta Timur Tahun 2002.
pencegahan penyakit diare antara kelompok Skripsi. Jurusan Kesehatan Lingkungan Fakultas
eksperimen dengan kelompok kontrol sesudah Kesehatan Masyarakat, Universitas Indonesia.
penyuluhan di Kecamatan Poasia Kota Kendari 2. Kementerian Kesehatan RI. 2011. Situasi Diare di
Tahun 2015. Indonesia. Jakarta.
(http://www.depkes.go.id/download.php?file=d

11
ownload/pusdatin/buletin/buletin-diare.pdf) WAL.pdf) Diakses pada tanggal 5 November
Diakses tanggal 20 November 2015 2015
3. Kementerian Kesehatan RI. 2013. Riset 21. Putri, Aprina Ria. 2013. Perbedaan Pengetahuan
Kesehatan Dasar (Riskesdas). Jakarta. Anak Sekolah Dasar tentang Keamanan
4. Dinas Kesehatan Provinsi Sulawesi Tenggara, Makanan Jajanan Sekolah setelah Mendapat
2013. Profil Kesehatan Sulawesi Tenggara. Penyuluhan dengan Menggunakan Strategi
Kendari. Berbeda (Media Permainan Edukatif Ular Tangga
5. Dinas Kesehatan Provinsi Sulawesi Tenggara. Dan Metode Ceramah) di SD N Soropadan
2014. Data Kesehatan Sulawesi Tenggara. Karangasem Surakarta. Fakultas Ilmu Kesehatan
Kendari. Universitas Muhammadiyah Surakarta.
6. Dinas Kesehatan Kota Kendari. 2015. Data (http://Eprints.Ums.Ac.Id/27258/19/Naskah_Pu
Kesehatan Kota Kendari. Kendari. blikasi_Aprin.Pdf) Diakses tanggal 8 November
7. Puskemas Poasia. 2015. Data Diare Puskesmas 2015.
Poasia. Kendari. 22. Daloukas, Vasilis, Maria Rigou, Spiros
8. Widoyono. 2011. Penyakit Tropis : Epidemiologi, Sirmakessis. 2012. “Is there a Place for Casual
Penularan Pencegahan, dan Pemberantasan. Games in Teaching and Learning? The Snakes
Jakarta : Erlangga. and Ladders Case. International Journal of Game-
9. Departemen Kesehatan RI. 2008. Manajemen Based Learning, 2(1), 16-32, January-March 2012
Terpadu Balita Sakit. Jakarta. 23. Sarwono, S. 2004. Prinsip Dasar Ilmu Perilaku.
10. Moehji, S. 2003. Ilmu Gizi 2. Jakarta: Papas Sinar Jakarta: Rineka Cipta.
Sinanti. 24. Notoatmodjo, S. 2010. Promosi Kesehatan Teori
11. Lucie, Permana Sari, dkk. 2006. Hubungan dan Aplikasi. Jakarta : Rineka Cipta.
antara Alat Permainan Edukatif dan 25. Notoatmodjo, S. 2005. Promosi Kesehatan Teori
Perkembangan Motorik Anak pada Taman dan Aplikasi. Jakarta : Rineka Cipta.
Penitipan Anak. Majalah Kedokteran Nusantara 26. Petsche, Jennifer. 2011. Engage and Excite
Volume 39 No. 1 Maret 2006: 27-34. Students with Educational Games. American
12. Sanusi, Anwar,. 2011. Metode Penelitian Bisnis. Library Association. Knowledge Quest, 09/2011,
Jakarta : Salemba Empat. Volume 40, Issue 1.
13. Maulana, Heri D. J. 2012. Promosi Kesehatan. 27. Sulistyoningsih, H. 2010. Gizi Untuk Kesehatan
Jakarta : EGC. Ibu dan Anak. Yogyakarta: Graha Ilmu.
14. Riyanto, A., 2011, Aplikasi Metodologi Penelitian 28. Saputri, Kristiawati & Krisnana. 2010. Peningatan
Kesehatan. Yogyakarta : Nuha Medika. Pengetahuan & Sikap dalam Pemelihan Jajajan
15. Marsudi S., Rubiyanto R., Hartini S. 2008. Sehat Menggunakan Alat Permainan Edukatif
Perkembangan Peserta Didik. Surakarta : BP-FKIP Ular Tangga. Fakultas Keperawatan. Universitas
UMS. Airlangga.
16. Huizinga, J. (1949). Homo Ludens. London, UK: 29. Sari, Ernita Kurnia., dkk. 2012. Pengaruh
Routledge & Kegan Paul. Pendidikan Kesehatan Gosok Gigi Dengan
17. Peirce, N., & Wade, V. (2010, October 21-22). Metode Permainan Simulasi Ular Tangga
Personalised learning for casual games: The Terhadap Perubahan Pengetahuan, Sikap dan
‘Language Trap’ Online Language Learning Aplikasi Tindakan Gosok Gigi Anak Usia Sekolah
Game. In Proceedings of the 4th European di SD Wilayah Paron Ngawi. Artikel Penelitian.
Conference on Game Based Learning, Fakultas Keperawatan. Universitas Airlangga.
Copenhagen, Denmark (pp. 306-315). Surabaya.
18. Notoatmodjo, S. 2011. Kesehatan Masyarakat (http://journal.unair.ac.id/filerPDF/Ernita%20K.d
Ilmu dan Seni Edisi Revisi 2011. Jakarta: Rineka ocx) Diakses pada Februari 2016.
Cipta 30. Mubarak, Wahid iqbal, Chayatin, Nurul, Rozikin,
19. Green R. 2013. Brain Power SD: Aktivitas, Khoirul dan Supradi. 2007. Promosi Kesehatan;
Permainan, dan Ide Praktis Belajar Ilmu Sosial. Sebuah Pengantar Proses Belajar Mengajar
Jakarta : Erlangga. dalam Pendidikan. Yogyakarta: Graha Ilmu.
20. Zamzami, Muhammad, dkk. 2014. Pengaruh
Pendidikan Kesehatan dengan Metode Ular
Tangga tentang Pencegahan Penyakit Pes
terhadap Tingkat Pengetahuan dan Sikap Siswa
SD Negeri 1 Selo Boyolali. Program Studi
Kesehatan Masyarakat Fakultas Ilmu Kesehatan.
Universitas Muhammadiyah Surakarta.
(http://eprints.ums.ac.id/31199/1/HALAMAN_A

12
CogniŃie, Creier, Comportament / Cognition, Brain, Behavior
Copyright © 2007 Romanian Association for Cognitive Science. All rights reserved.
ISSN: 1224-8398
Volume XI, No. 1 (March), 131-142

VIDEO GAME RESEARCH IN COGNITIVE AND


EDUCATIONAL SCIENCES
Cyril REBETEZ*, Mireille BETRANCOURT
Department of Psychology and Educational Sciences, Geneva University,
Geneva, Switzerland

ABSTRACT
This work reviews several aspects of the growing research field interested in video
games. First, the evolution of this media in the educational field is discussed. Three
different fields interested in the cognitive impact playing of video games are reviewed:
abilities and skills, attitudes and motivation, knowledge and content learning. However,
most studies used video games as new experimental materials and tasks to contribute to
their specific field (i.e. attention and perception), and not as a scientific object of interest
per se. We claim that the research on video games is in need of a conceptual and
methodological framework in which results and effects could be compared, interpreted and
generalized. We argue that video games can have multiple effects on players and that these
effects can be used as educational potentials. An empirically-based classification of games,
depending on their potential effects for an educational purpose, is strongly needed.
Likewise, a unified research paradigm and methodologies to carry on reliable research on
video games has to be developed.

KEYWORDS: video games, simulation, education.


In the last decades, video games have been increasingly appealing not only
as an entertainment for children and adults, but also as an object of interest in
academic research. A large body of studies investigated the potential of
information technology as tools for learning, and particularly of games specifically
designed for educational purposes. Recently, a growing interest has appeared for
the potential of mainstream games in education (in or out of the classroom). The
basic claim of this line of research is that videogames may have beneficial
educational impacts (Prensky, 2005), but few empirical findings reinforce this
assumption.
On the other hand, psychology and cognitive sciences research have
investigated the effect of video games on the players, following two directions: A
first body of research aims at measuring the effect of playing video-games on
cognitive abilities (perception, visual attention) and on development and
personality (particularly on aggressive behaviors). A second body of research

*
Corresponding author:
E-mail: Cyril.rebetez@tecfa.unige.ch
C. Rebetez, M. Bétrancourt

appeared recently within the theoretical framework of the multimedia learning


community, in which content-based video games are considered as a particular
interactive multimedia instructional material. In both cases, the video game is used
as a particular task or material but its specificities are not taken into consideration.
The effects of playing video games on cognitive and perceptual abilities, emotional
responses and knowledge acquisition emerged in the literature, but they remain
very disparate and inconsistent. Moreover, despite formal differences, the
psychology research never compared the effects of different types of games on the
developed assessments. This paper will review researches from different fields of
cognitive studies involving video games in order to show the actual interests, but
also the remaining lack of common paradigms.
Understanding the effects of playing video games
A problem with video game research, as often with information
technologies, is the quick evolution of the media over the years. Video game
research is only a few decades old but meanwhile its object has changed a lot. As
Kirriemuir & McFarlane (2004) reminded, it is hard to compare an early text-based
adventure game with next generation high-definition first-person shooters. Some
constitutive rules of games and their ability to catch our attention completely,
called “immersion” (MacMahan, 2003), can remain comparable over the ages. But
the games that people play today have diversified and evolved in numerous
directions. The change from penny arcade video games to networked personal
consoles and home computers modified our relation to virtual play. Advances in
game design and ergonomics also made game designers adapt their products. The
market evolved from a limited and specialised phenomenon to mass market
strategies. The way people play has changed, and is still changing, an example is
the interest for mobile and casual gaming, or alternate-reality gaming (McGonigal,
2007). Therefore, if past research determined the potential effects and use of video
games we still need to understand what in a game can have an influence, and what
can be done to use a game in a given way. If games can change the players this
change could be targeted on serious purposes, like educational ones.
Video games designed for learning
Games at large, without computers, have always been strongly connected
to learning and education. Today, the literature about traditional games for
education rarefies in favour of its digital child. The potential of video games for
education meets agreement of most scholars, as evidenced by several works on the
topic (Egenfeldt-Nielsen, 2005; Frété, 2002; Prensky, 2001).
From edutainement to the potential of mainstram games
Educational video games started to be developed relatively early in the
computer science history. The obvious fascination of games and the power of
computers to handle rules, interactions and feedbacks led to a growing interest. In
the seventies, educational researchers and game developers started to investigate
the potential of video games for education. The approach was to develop games
that could teach contents or specific skills. In the eighties, the genres started to
diversify (Willis, Hovey, & Hovey, 1987). Educational adventure games began to

Cognition, Brain, Behavior 2


C. Rebetez, M. Bétrancourt

spread (“Snooper Troops”® in 1982, for problem solving or “Where in the world is
Carmen SanDiego”® in 1985 for geography). At the same time, the later called
“edutainment” titles came out. Based on behaviourist approaches, these games
alternate educational challenges and basic reinforcements (reward or punishment
feedbacks). The player is assumed to learn through repetition of exercises
presented to the learner–player in a progressive way. With the video game market
growing through the eighties, the edutainment genre became dominant in the
educational video game world and pushed other types out of the market. Egenfeldt-
Nielsen (2005) argues that this growth was driven by business and market interests
rather than by cognitive or educational principles. Therefore, in the nineties,
educational games progressively loss their appeal. In particular, the remaining
edutainment titles are now mostly targeted at young and pre-school children.
Recently, the education research community considered the educational
potential of video games with a renewed interest (Egenfeldt-Nielsen, 2005; Gee,
2003; Prensky, 2001). In a sense, the decay of edutainment titles left room for
researchers to reveal the need of thoughtful and innovative educational games.
Nevertheless, the academic interest evolved and adopts today a different approach.
Instead of developing specific games for specific learning purposes, it investigates
the potential of mainstream games for education (Kirriemuir & McFarlane, 2004).
They show that games developed at first solely for entertainment purposes may
provide unexpected educational potentials. From analysing mainstream video
games, Gee (2003) picked out 36 principles of learning which, he argues, are build
into good video games. These principles, such as multiple routes to progress or the
distribution of knowledge among artefacts, are not new to teachers but could
inspire education and reinforce contemporary learning theories. They also illustrate
quite strongly the complexity of what any video game can bring to the player. In
the same vein, Gentile & Gentile (2005) demonstrate how several well recognised
learning techniques are present in violent video games.
Video games at school
Over the last decade, educational boards gradually realised the importance
of computer literacy and informational technologies for contemporary education. A
number of studies have been commissioned, and video games have not be left
apart. McFarlane, Sparrowhawk, & Heald (2002) led a large study in twelve
primary and secondary schools of the United Kingdom. The goal was to collect
data on the presence and use of video games in education. Teachers, parents and
pupils were involved in the study and several types of games were evaluated for
their use in classrooms. Their main conclusions go strongly in favour of a potential
for mainstream video games in education, and furthermore in classroom
environments. Video games embedded in larger educational activities can be very
powerful to involve children. Since games are also played at home, they could
bridge the gap between home and school. Nevertheless, not all genres of games are
concerned, and their role should be to support learning activities organized by the
teacher. The authors address some issues like the need of accuracy in content:
consistency with reality, correct simulations of phenomenon and accuracy of

Cognition, Brain, Behavior 3


C. Rebetez, M. Bétrancourt

historical facts. Efficient information from the game developers should also be
available for the interested teachers. Knowing more exactly what is involved in the
game; which contents are presented and how it can affect the player would help the
teachers to integrate video games in their classroom. As noticed by Larose, Bédard,
Grenon, & Palm (2005), games not produced as didactical software and calibrated
for school purposes will hardly be adopted by teacher who will not see their
potential usefulness. Understanding precisely the effects and potentials of
mainstream games is currently needed in order to be able to transfer them for
classroom use.
To sum up, McFarlane et al. (2002) distinguish three potential uses of
video games in a classroom environment:
o Developing skills and abilities: from specific skills like deductive
reasoning or memorization, to more contextual ones like co-operation
and communication skills, the authors draw up a list of potential
developments through games, with integration in a classroom setting.
Video games change cognitive abilities and skills.
o A stimulus for learning: the game sessions can be used as a starting
point for other activities such as creative writing or charts analysis.
Video games influence affective and motivational aspects.
o Content related learning: this is possible but can be very peripheral.
Moreover, content in the game can be presented in a very different
way as it usually is in the classroom. Simulations remain the games
with the greatest potential to directly teach content, but the accuracy of
their driving models has to be irreproachable and learning activities
still need to be designed. Games allow direct knowledge and content
learning.
Different types of games
Any game will not necessary be suited to the teacher’s objective. To
choose the good one, it is necessary to classify games in a number of categories.
Kirriemuir & McFarlane (2004) underline the absence of a standard categorisation
and chose, like Orwant (2000), the Herz system (1997), in eight categories (action,
adventure, fighting, puzzle, role-playing, simulations, sports and strategy games).
Other works on the educational potential of video games are also categorising
video games (Egenfeldt-Nielsen, 2005; Frété, 2002; McFarlane et al., 2002;
Prensky, 2001, 2005). The classifications employed vary widely in the number of
categories and in their ability to differentiate games. Nevertheless, an underlying
idea is common to all categorizations: the potential of video games varies
qualitatively and quantitatively according to the type of games. A classification of
video games according to their educational potential is awaited by professionals.
As a first step, Larose et al. (2005) suggest an analysis of a wide distribution of
games in order to make it possible for teacher to efficiently use them as tools in the
classroom. Kirriemuir & McFarlane (2004) ask for an involvement of the game
development industry to better fit in the multiple constrains of educational context.
Up to now, education researchers and practitioners are still waiting for a reliable

Cognition, Brain, Behavior 4


C. Rebetez, M. Bétrancourt

and relevant classification of video games according to their potential impact


regarding specific learning objectives.
Psychology and cognitive research on video games
Studying the effects of video games, lead to ask what dimensions of the
game experience can affect cognitive abilities. Gentile (2005) defined four
independent dimensions: amount, content, form and mechanics. The amount refers
to the time spent playing video games and the habits of play. This leads to
considerations about video game addiction. Content, refers to effects of the
messages carried by the video games as a media. Studies about games having an
effect on behaviours, skills and attitudes typically enter in this dimension. Effects,
can be studied as negative, like violence and aggressiveness change, or positive
like health promotion (Lieberman, 2001). Form, refers to a kind of knowledge of
the media. For example, the constant need to scan the screen in action games could
improve some visual attention skills. Realism issues are also contained in this
dimension. Mechanics refers to mechanical input-output devices used. Immersion
in the game would be different depending on the interface, the results in effects or
learning could follow. Nevertheless, finer definitions can always be found. Inside
of what Gentile (2005; Gentile & Stone, 2005) call content, one could differentiate
the effects on several supplementary dimensions, already enumerated from
educational research needs:
o Cognitive abilities and skills: work of researchers in perception and
attention (Green & Bavelier, 2003, 2006; Greenfield, deWinstanley,
Kilpatrick, & Kaye, 1994; Kearney, 2005)
o Affective and motivational aspects: Like the current works on
aggressiveness and hostility (Anderson & Bushman, 2001; Durkin &
Barber, 2002) or motivational issues (Mortensen, 2003; Yee, 2005).
o Knowledge and content learning: addressed by educational psychology
studies (Mayer, Dow, & Mayer, 2003; Moreno & Mayer, 2005; Sims
& Mayer, 2002).
Cognitive abilities and skills
In five experiments, Green & Bavelier (2003) assessed regular action
video game players with several tasks such as the flanker compatibility,
enumeration performance, attention over space and attention over time. Regular
action video game players always performed better at these tests than non video
game players. The increase of performance seems induced by the activity of
playing an action video game, since in another experiment, a control group played
“tetris”® and the experimental group played “medal of honor”® for ten days (one
hour a day). Afterwards, the experimental group performed better at several of the
same tasks than the control group. Nevertheless, in other studies, “tetris”® was
used as the experimental setting, and changes were observed. In two experiments,
Okagagi & Frensch (1994) asked students to play “tetris”® for half an hour a day
during twelve days. Their improvement at six spatial performance assessments
were measured, four of these tests were taken from the standardized French,
Ekstrom, & Price (1963) battery. The results indicated improvement of mental

Cognition, Brain, Behavior 5


C. Rebetez, M. Bétrancourt

rotation time and spatial visualization for “tetris”® players. Important gender
differences, favouring males, were also obtained on complex mental rotation tasks.
More recently, Sims & Mayer (2002) demonstrated the specificity of spatial
expertise obtained by playing video games like “tetris”®. In their setting,
experienced “tetris”® players outperformed non-players at mental rotation tasks,
but not at a series of other spatial ability tests. In a second experiment, female
students played twelve one hour sessions of “tetris”® and showed the same gain
than control group on the spatial ability tests. They concluded that if a spatial
expertise can be gained by playing “tetris”®, it is likely very domain specific and
could concern only specific representations, (here “tetris”® shapes).
Using different video games (“marble madness”® for the experimental
group and “conjecture”® for control), Subrahmanyam (1994) reported some
improvements in the dynamic spatial reasoning abilities of eleven years old
children. The genre was an issue as boys benefited more from the video game than
girls. But initial visual ability turned out to determine the influence of the playing
sessions: participants highly skilled in spatial reasoning showed no gain with the
action game or the control game. However, low skilled participants who played the
action game for three sessions of forty-five minutes significantly improved at the
post test. The list of studies assessing different cognitive aspects of participants is
still long. The methodologies are rather comparable, they either compare regular
video game player to non video game players on several tests, or they establish a
pre test-post test paradigm and ask participants to play in between. Depending on
studies, control groups do not play or sometimes play a game considered to have
no influence. However, Green & Bavelier (2003) asked their control group to play
“tetris”® and obtained no effect with them, while Sims & Mayer (2002) found
effects of playing “tetris”®, both assessed perceptual abilities.
If the methodologies themselves are solid, the applications differ. The
games and populations are rarely the same from a study to another and the duration
of playing sessions are also variable. Moreover, the conclusions are not always in
favour of an improvement of the capacity for video game players. Genre and initial
abilities could be an issue but also certainly the type of video game involved in the
experiment. We listed here researches about perceptive abilities; however other
abilities have to be integrated. Meta-cognitive abilities, for example, could play a
role (Veenman, 2005), as problem-solving tasks have been investigated (Dempsey,
Rasmussen, & Lucassen, 1996). This growing body of research asks what
characteristics a game needs to be a factor in the change of cognitive and
perceptual abilities. And this leads to the inverse interrogation, what can a given
game potentially change in the player’s cognitive and perceptual abilities?
Attitudes, aggressiveness and motivation
Studies investigating affect, mood, and even behavioural change such as
the influence of video games on aggressiveness and hostility have been numerous.
Recently the American psychological association issued a resolution on violence in
video games and interactive media (Williams & Skoric, 2005), recognizing
multiple negative influence of these media on players, especially younger ones.

Cognition, Brain, Behavior 6


C. Rebetez, M. Bétrancourt

This can be a very important issue since in 2001, 64% of video games rated “
suitable for everyone” involved intentional violence (Thompson & Hanninger,
2001). The social learning theory would predict a promotion of aggressive
tendencies through violent video games (Bandura, 1986). But on the other hand,
the catharsis theory would predict a channelling of latent aggression in the player
(Feshbach & Singer, 1971), and therefore video games would have a positive effect
on this dimension. Griffiths (1999) reviews twenty-four studies using different
methodologies to examine the relationship between video games and aggression
(self-reported aggressiveness, experimental or observational studies). Only studies
using observation of very young children’s free play concluded to a potential
increase of aggressive behaviours. The author also underlines the many different
types of video games and the difficulty to define “violence” and ”aggressiveness”,
especially with the evolution of technical capabilities over the years. Another
larger meta-analysis across 54 studies, suggests that playing violent video games
increases aggressive behaviour and several hostility factors in children and young
adults, male or females (Anderson & Bushman, 2001). The work of Anderson
(2000) moderate the results since initial hostility trait may influence the effect of
playing violent video games, but also found negative effect on academic
performance of game play in general (not only violent video games). Gentile
(2004) also showed that adolescents more exposed to video game violence were
more hostile, got into more arguments and fights and performed more poorly in
school. In a more recent meta-analysis on the effects of violent video games,
Ferguson (2007) shows a publication bias (studies showing effects or not can rarely
be published in the same journals). Moreover, studies using less standardized
measures of aggression showed more effects. It was concluded that the current
literature on the subject is not strong and reliable enough to show an effect of
violent video games on aggressive behaviour.
Goldstein (2005) critically reviews the literature about video games and
aggression. He asks why and how people play violent video games as no one is
forced to, except in a laboratory. The effects of video games on emotional aspects
are clearer day by day. The studies presented here refer mostly to aggressiveness
and hostility changes, but motivational aspects and investment are also to take into
account. Like motivation of play (Yee, 2005), video game addiction (Griffiths &
Hunt, 1998), the flow of optimal experience (Csikszentmihalyi, 1992; Kiili, 2005),
feeling of presence and immersion (Lombard & Ditton, 2000; Witmer & Singer,
1998) or emotional appraisal (Van Reekum et al., 2004). What makes someone
play and keep playing and how it influences motivations and investment for other
activities, is a strong question asked today.
Knowledge and content learning
Psychological research on learning and comprehension from multimedia
contents is an active research domain (Mayer, 2005; Tversky, Bauer-Morrison, &
Bétrancourt, 2000). Recently multimedia research has begun to focus on more
interactive devices, though the attempts to investigate the effects of the video game
media are scarce. Moreno & Mayer (2005) asked college students to play an

Cognition, Brain, Behavior 7


C. Rebetez, M. Bétrancourt

interactive multimedia game designed to teach botanic. Different learning


conditions were proposed and the study underlined the importance of guidance for
retention and transfer of learned knowledge. Positive aspects of interactivity were
found but on specific conditions. The game used was a quizz-like multimedia
simulation and could more be compared to an edutainment product than an actual
mainstream video game.
In order to study the learning potential of games, Rieber, Tzeng & Tribble
(2004) used a computer-based interactive simulation to teach Newton laws to
adults. Delivery features like the modality of feedbacks (animated graphics or
numeric displays) or the presence of brief multimedia explanation were
experimentally investigated. Results are in favour of graphical feedbacks and
explanations to improve comprehension and retention of the material. Rieber &
Matzko (2001) present several simulations as activities to learn physics. They
discuss the importance of “serious play” as a design goal for active and meaningful
engagement by the students. They show that without multimedia explanations, the
content from the game is not remembered. If these studies are very valuable and
add to the understanding of the field, they are not really using games. They start
from the multimedia learning field, and often add interactivity as a new dimension.
Video games developed for educational purpose or mainstream games are not
simply interactive multimedia explanations.
Roadmap for the research on cognitive effects of video games
In summary, we identified three trends in the cognitive research on video
games according to the dimensions beyond the scope: cognitive abilities and skills,
affective and motivational aspects, knowledge and content learning. In most of
these studies, video games are considered as promising new materials or tasks that
can foster knowledge of the dimension under investigation. However, they do not
consider video games as scientific objects of interest and consequently, they do not
intend to contribute to the general understanding of the cognitive impact of video
games at large. Moreover, the research that tries to correlate video game play and
specific abilities and skills (i.e. attentional and visuo-spatial abilities) is facing a
methodological problem, since it is difficult to disentangle which affects the other:
Is the specific ability promoted through extensive play, or conversely, is the
extensive play caused by the player being high in this ability?
To circumvent this bottleneck, we propose a roadmap for the research on
the cognitive impact of video games. Up to now, most of the literature has
investigated to what extent a given ability, skill, knowledge, is influenced by
playing video games. We propose the opposite approach: On the basis of previous
research, we should identify the cognitive, affective and representational impact of
a given video game. Two major moves are necessary:
First, the research needs a clear state of the art on the cognitive and
affective impacts of video game, in order to identify which game has been shown
to act on each specific dimension. Second, the findings should then be empirically
assessed through large-scales statistical studies and small-scale experiments. The
large-scales studies will consist in investigating the level of abilities of regular

Cognition, Brain, Behavior 8


C. Rebetez, M. Bétrancourt

players of the selected games on the specific dimensions, to assess the existence of
a correlative link. The small-scale experiments will evaluate the evolution of a
given ability, skill or knowledge of participants that are asked to play the game
regularly.
We claim that the resulting multidimensional categorisation will constitute
a framework for systematically investigating which type of game may have a
cognitive effect that can promote the development of abilities, skill or knowledge.
As Gentile (2005) claimed, one clear improvement will be to move beyond the
public and scientific dichotomous view on video games, seen as good or bad. Of
course, this categorization would not provide a “ready-to-use” manual for using
video games in school. After the cognitive research assesses the actual impact on
processes and representations, the education research will still have to identify the
best educational setting to turn a potential into an actual effect.
References
Anderson, C. A., & Bushman, B. J. (2001). Effects of violent video games Code de champ modifié
on aggressive behavior, aggressive cognition, aggressive affect,
psychological arousal and prosocial behavior: a meta-analytic
review of the scientific literature. Psychological science, 12(5), 353-
359.
Anderson, C. A., & Dill, K. E. (2000). Video games and aggressive
thoughts, feelings and behavior in the laboratory and life. Journal of
personality and social psychology, 78, 772-790.
Bandura, A. (1986). Social foundations of thought and action: a social
cognitive theory. Englewood cliffs: Prentice hall.
Csikszentmihalyi, M. (1992). Flow: the classic work on how to achieve
happiness. New York: Harper Perennial.
Dempsey, J. V., Rasmussen, K., & Lucassen, B. (1996). The instructional
gaming literature: implications and 99 sources. Mobile: University
of South Alabama.
Durkin, K., & Barber, B. (2002). Not so doomed: computer game play and
positive adolescend development. Applied developmental
psychology, 23, 373-392.
Egenfeldt-Nielsen, S. (2005). Beyond edutainment: exploring the
educational potential of computer games. Unpublished PhD thesis,
IT-University of Copenhagen, Copenhagen.
Ferguson, C. J. (2007). Evidence for publication bias in video game
violence effects literature: A meta-analytic review. Aggression and
violent behavior.
Feshbach, S., & Singer, R. D. (1971). Television and aggression: an
experimental field study. San Francisco: Jossey-Bass.
French, J. W., Ekstrom, R. B., & Price, L. A. (1963). Kit of reference tests
for cognitive factors. Princeton: Educational testing service.

Cognition, Brain, Behavior 9


C. Rebetez, M. Bétrancourt

Frété, C. (2002). Le potentiel du jeu vidéo pour l'éducation. Unpublished


Master thesis, University of Geneva, Geneva.
Gee, J. P. (2003). What video games have to teach us about learning and
literacy. New York: Palgrave Macmillan.
Gentile, D. A., & Gentile, J. R. (2005). Violent video games as exemplary
teachers. Paper presented at the Biennal meeting of the society for
research in child development, Atlanta.
Gentile, D. A., Lynch, P. J., Linder, J. R., & Walsh, D. A. (2004). The
effects of video game habits on adolescent hostility, aggressive
behaviors, and school performance. Journal of adolescence, 27, 5-
22.
Gentile, D. A., & Stone, W. (2005). Violent video game effects on children
and adolescents: a review of the literature. Minerva pediatrica, 57,
337-358.
Goldstein, J. (2005). Violent video games. In J. Raessens & J. Goldstein
(Eds.), Handbook of computer game studies. Cambridge: MIT Press.
Green, S. C., & Bavelier, D. (2003). Action video game modifies visual
selective attention. Nature, 423, 534-537.
Green, S. C., & Bavelier, D. (2006). Enumeration versus multiple object
tracking: the case of action video game players. Cognition, 101, 217-
245.
Greenfield, P. M., deWinstanley, P., Kilpatrick, H., & Kaye, D. (1994).
Action video games and informal education: effects on strategies for
dividing visual attention. Journal of applied developmental
psychology, 15(1), 105-124.
Griffiths, M. (1999). Violent video games and aggression: a review of the
litterature. Aggression and violent behavior, 4(2), 203-212.
Griffiths, M., & Hunt, N. (1998). Dependance on computer games by
adolescents. Psychological reports, 82, 475-480.
Herz, J. C. (1997). Joystick nation: Little Brown & Co.
Kearney, P. R. (2005). Cognitive Callisthenics: do FPS computer games
enhance the player's cognitive abilities. Paper presented at the
DiGRA 2005 Conference: changing views - worlds in play,
Vancouver.
Kiili, K. (2005). Digital game-based learning: Towards an experiential
gaming model. Internet and Higher Education, 8, 13-24.
Kirriemuir, J., & McFarlane, A. (2004). Literature review in games and
learning (No. 8). Harbourside: NESTA futurelab.
Larose, F., Bédard, J., Grenon, V., & Palm, S. B. (2005). The recourse to
educational games software in high school educational intervention:

Cognition, Brain, Behavior 10


C. Rebetez, M. Bétrancourt

an exploratory study. Paper presented at the EARLI 2005


conference, Cyprus.
Lieberman, D. A. (2001). Using interactive media in communication
campaigns for children and adolescents. In R. E. Rice & C. K. Atkin
(Eds.), Public communication campaigns (3 ed.). Thousand Oaks:
Sage publications.
Lombard, M., & Ditton, T. B. (2000). Measuring presence: a literature-
based approach to the development of a standardized paper-and-
pencil instrument. Paper presented at the Presence 2000: the third
international workshop on presence.
MacMahan, A. (2003). Immersion, Engagement, and Presence: A method
for analysing 3-D video games. In M. J. P. Wolf & B. Perron (Eds.),
The video game theory reader (pp. 67-86). New York: Routledge.
Mayer, R. E. (Ed.). (2005). The cambridge handbook of multimedia
learning. New York: Cambridge University Press.
Mayer, R. E., Dow, G., T, & Mayer, S. (2003). Multimedia learning in an
interactive self-explaining environment: what works in the desing of
agent-based microworlds? Journal of educational psychology, 95(4),
806-813.
McFarlane, A., Sparrowhawk, A., & Heald, Y. (2002). Report on the
educational use of games. Cambridge: TEEM.
McGonigal, J. (2007). The puppet master problem: Design for real-world,
mission-based gaming. In P. Harrigan & N. Wardrip-Fruin (Eds.),
Second Person: Role-playing and story in games and playable
media. Cambridge: MIT Press.
Moreno, R., & Mayer, R. E. (2005). Role of guidance, reflection, and
interactivity in an agent-based multimedia game. Journal of
educational psychology, 97(1), 117-128.
Mortensen, T. E. (2003). Pleasures of the player: flow and control in online
games. Unpublished PhD, Volda university college, Volda.
Okagaki, L., & Frensch, P. A. (1994). Effects of video game playing on
measures of spatial performance: gender effects in late adolescence.
Journal of applied developmental psychology, 15, 33-58.
Orwant, J. (2000). EGGG: the extensible graphical game generator.
Unpublished PhD thesis, MIT, Cambridge.
Prensky, M. (2001). Digital game-based learning. New York: McGraw-
Hill.
Prensky, M. (2005). Computer games and learning: digital game-based
learning. In J. Raessens & J. Goldstein (Eds.), Handbook of
computer game studies. Cambridge: MIT Press.

Cognition, Brain, Behavior 11


C. Rebetez, M. Bétrancourt

Rieber, L. P., & Matzko, M. J. (2001). Serious design of serious play in


physics. Educational technology, 41(1), 14-24.
Rieber, L. P., Tzeng, S.-C., & Tribble, K. (2004). Discovery learning,
representation, and explanation within a computer-based simulation :
finding the right mix. Learning and Instruction, 14(307-323).
Sims, V. K., & Mayer, R. E. (2002). Domain specificity of spatial expertise:
the case of video game players. Applied cognitive psychology, 16,
97-115.
Subrahmanyam, K., & Greenfield, P. M. (1994). Effects of video game
practice on sparial skills in girls and boys. Journal of applied
developmental psychology, 15, 13-32.
Thompson, K. M., & Hanninger, K. (2001). Violence in E-rated video
games. Journal of the american medical association, 286(5), 591-
598.
Tversky, B., Bauer-Morrison, J., & Bétrancourt, M. (2000). Animation:can
it facilitate ? International journal of human-computer studies, 57,
247-262.
Van Reekum, C., Banse, R., Johnstone, I. T., Etter, A., Wehrle, T., &
Scherer, K. (2004). Psychophysiological responses to emotion-
antecedent appraisal in a computer game. Cognition and emotion.
Veenman, M. V. (2005). The assessment of metacognitive skills: what can
be learnd from multi-method designs? In B. Moschner & C. Artelt
(Eds.), Lernstrategien und metakognition: implikationen für
forschung une praxis. Berlin: Waxmann.
Williams, D., & Skoric, M. (2005). Resolution on violence in video games
and interactive media. Paper presented at the Annual meeting of the
american psychological association, Washington DC.
Willis, J., Hovey, L., & Hovey, K. G. (1987). Computer simulations: a
sourcebook to learning in an electronic environment. New York:
Garland Publishing Inc.
Witmer, B. G., & Singer, M. J. (1998). Measuring presence in virtual
environments: A presence questionnaire. Presence, 7(3), 225-240.
Yee, N. (2005). Motivations of play in MMORPGs. Paper presented at the
DiGRA 2005 Conference: changing views - worlds in play,
Vancouver.

Cognition, Brain, Behavior 12


APA ITU DEMAM BERDARAH

Demam berdarah adalah


penyakit fibril akut yang
ditemukan di daerah tropis yang
di sebabkan oleh virus dengue
yang ditularkan oleh vector
nyamuk Aedesaegypti
APA PENYEBAB DEMAM BERDARAH???
TANDA DAN GEJALA

Panas badan mendadak tinggi (lebih tinggi dari 38 derajat celcius) selama 2-7 hari.
1. Tampak bintik-bintik merah pada kulit (kalau kulit diregangkan bintik-bintik merah lebih jelas)
2. Kadang-kadang terjadi perdarahan di hidung (mimisan).
3. Mungkin terjadi muntah dan atau berak darah berwarna hitam & bau amis
4. Perdarahan di lambung juga menyebabkan nyeri di ulu hati dan mual.
PENANGANAN PENDERITA DEMAM BERDARAH
TEMPAT BERKEMBANGBIAK NYAMUK
PENCEGAHANNYA
Dengue Diawali dengan :

Haemoragik Demam berdarah adalah penyakit yang


disebabkan oleh virus yang masuk ke
1. Demam tinggi 2-7 hari.

Fever dalam tubuh melalui gigitan nyamuk


2. Badan lemah dan ngilu.
3. Nyeri di ulu hati.
AEDES AEGYPTY.
Kemudian diikuti :

1. Dingin pada ujung tangan dan


kaki.
2. Gelisah dan berkeringat dingin.
Ciri-ciri nyamuk AEDES AEGYPTY :
3. Kulit berbinti-bintik merah.
1. Tubuh kecil, hitam ada bercak 4. Mimisan, gusi berdarah.
putih pada kaki dan badan.
2. Hinggap mendatar, senang di
Oleh : tempat gelap. Bila tidak segera mendapat
3. Menggigit pada siang hari. pertolongan, keadaan penderita akan
AHKYEN NURHANIFAH semakin parah :

PRODI DIII - Muntah darah.

KEPERAWATAN - Berak darah.


- Bisa terjadi syok (pingsan)

STIKES mengakibatkan kematian.

MUHAMMADIYAH
GOMBONG
2. Orang yang sakit DB di dalam 2. Menutup tempat penampungan
darahnya mengandung virus air.
dengue.
3. Bila orang tersebut digigit nyamuk
aedes aegypty maka virus dengue
dapat ikut terhisap ke dalam 3. Mengubur kaleng bekas.
tubuh nyamuk.
4. Bila nyamuk tersebut menggigit
orang lain maka orang tersebut
dapat tertular penyakit DB.

1. Beri minum yang banyak, seperti


 Menaburkan bubuk abate
air putih, susu, teh manis, jus
Dengan cara PSN (abatisasi).
buah, oralit.
 Memelihara ikan pemakan jentik
2. Beri obat penurun panas. (Pemberantasan Sarang Nyamuk)
nyamuk.
3. segera periksakan ke dokter atau
Gerakan 3 M  Rumah selalu bersih, terang, tidak
puskesmas terdekat apabila ada
1. Menguras Bak mandi dan menggantung pakaian.
tanda dan gejala demam.
menyikat seminggu sekali.  Hubungi petugas untuk melakukan
penyemprotan (Fogging) bila
diperlukan.
1. Penyakit demam berdarah
disebabkan oleh virus dengue.

Anda mungkin juga menyukai