Anda di halaman 1dari 9

LAPORAN PRAKTIKUM

BIOFARMASETIKA DAN FARMAKOKINETIKA

Nama : Dwi Melinia


NIM : 08061181823122
Kelas/Kelompok : B/7
DosenPembimbing : Dina Permata Wijaya, M.Si., Apt.
Herlina, M.Kes., Apt.

PERCOBAAN X : PENETAPAN PARAMETER


FARMAKOKINETIK OBAT SETELAH PEMBERIAN DOSIS
TUNGGAL MENGGUNAKAN DATA EKSRESI URIN
KUMULATIF

LABORATORIUM BIOFARMASETIKA DAN FARMAKOKINETIKA

JURUSAN FARMASI

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

UNIVERSITAS SRIWIJAYA

2020
LAPORAN PRAKTIKUM
BIOFARMASETIKA-FARMAKOKINETIKA
PENETAPAN PARAMETER FARMAKOKINETIK OBAT SETELAH
PEMBERIAN DOSIS TUNGGAL MENGGUNAKAN DATA EKSRESI
URIN KUMULATIF
I. TUJUAN
1. Mengetahui efek obat.
2. Mengetahui fungsi parameter farmakokinetika.
3. Mengetahui pengertian parameter farmakokinetika.
4. Mengetahui fungsi metode eksresi urin kumulatif.
5. Mampu menetapkan parameter farmakokinetika obat setelah pemberian
dosis tunggal berdasarkan data kadar obat dalam eksresi urin kumulatif.

II. DASAR TEORI


Sistem urin adalah suatu sistem saluran dalam tubuh manusia, meliputi
ginjal dan saluran keluarnya yang berfungsi untuk membersihkan tubuh dari zat-
zat yang tidak diperlukan. Sebanyak 1 cc urin dihasilkan oleh kedua ginjal kiri
dan kanan setiap menitnya dan dalam 2 jam dihasilkan sekitar 120 cc urin yang
akan mengisi kandung kemih. Saat kandung kemih sudah terisi urin sebanyak itu
mulai terjadi rangsangan pada kandung kemih sehingga yang bersangkutan dapat
merasakannya. Keinginan mengeluarkan mulai muncul, tetapi biasanya masih bisa
ditahan jika volumenya masih berkisar dibawah 150 cc. (Sheerwood, 2011)
Komposisi urin terdiri dari 95% air dan mengandung zat terlarut. Di dalam
urin terkandung bermacam – macam zat, antara lain (1) zat sisa pembongkaran
protein seperti urea, asam ureat, dan amoniak, (2) zat warna empedu yang
memberikan warna kuning pada urin, (3) garam, terutama NaCl, dan (4) zat –
zat yang berlebihan dikomsumsi, misalnya vitamin C, dan obat – obatan serta
juga kelebihan zat yang yang diproduksi sendiri oleh tubuh misalnya hormone.
(Ethel, 2003)
Urin merupakan larutan kompleks yang terdiri dari sebagian besar air (
96%) air dan sebagian kecil zat terlarut ( 4%) yang dihasilkan oleh ginjal,
disimpan sementara dalam kandung kemih dan dibuang melalui proses mikturisi.
(Rustiani, 2011)
Proses pembentukan urin, yaitu Filtrasi (penyaringan) : capsula bowman
dari badan malpighi menyaring darah dalam glomerulus yang mengandung air,
garam, gula, urea dan zat bermolekul besar (protein dan sel darah) sehingga
dihasilkan filtrat glomerulus (urin primer). Di dalam filtrat ini terlarut zat seperti
glukosa, asam amino dan garam-garam. Reabsorbsi (penyerapan kembali) : dalam
tubulus kontortus proksimal zat dalam urin primer yang masih berguna akan
direabsorbsi yang dihasilkan filtrat tubulus (urin sekunder) dengan kadar urea
yang tinggi (Sheerwood, 2011)
Sekresi (pengeluaran) : dalam tubulus kontortus distal, pembuluh darah
menambahkan zat lain yang tidak digunakan dan terjadi reabsorbsi aktif ion Na+
dan Cl- dan sekresi H+ dan K+. Selanjutnya akan disalurkan ke tubulus kolektifus
ke pelvis renalis. Semua obat absorpsi, distribusi, metabolisme dan ekskresi
berjalan melewati membran. Disposisi dari obat ditentukan oleh mekanisme obat
terhadap membran dan sifat fisikokimia dari molekul dapat mempengaruhi
pemindahan obat ke jaringan. Pergerakan obat dan availability obat tergantung
pada ukuran dan bentuk molekul, derajat ionisasi, kelarutan relative lipid dari
bentuk ionik dan nonionik dan yang mengikat protein serum dan
jaringan.(Brunton, 2006)
Ginjal merupakan dua organ utama eliminasi obat dalam tubuh, walau
eliminasi obat juga dapat terjadi di seluruh bagian tubuh. Ginjal merupakan obat
ekskresi utama untuk pembersihan sisa produk metabolic dan memeganng peran
utama dalam mempertahankan kesetimbangan garam dan air, ginjal mengekskresi
kelebihan elektrolit, cairan dan produk-produk sisa sambil mempertahankan solute
yang diperlukan untuk fungsi tubuh. Disamping itu, ginjal mempunyai dua fungsi
endokrin: (1) sekresi urin, yang mengatur tekanan darah; dan (2) sekresi
eritropetin, yang merangsang produksi sel darah merah. (Shargel, 2012). Proses
yang terlihat adalah Eliminais urin oleh filtrasi glomerulus, Metabolisme,
biasanya oleh hati, Ambilan oleh hati dan selanjutnya eliminasi melalui empedu
:(Neal, 2006).
Farmakokinetik dalam arti sempit khususnya hanya mempelajari perubahan-
perubahan konsentrasi dari obat dan metabolitnya di dalam darah dan jaringan
sebagai fungsi waktu (Tjay dan Rahardja, 2002). Konsentrasi obat dan
metabolitnya akan memberikan hubungan antara farmakokinetik dan
farmakodinamik dan merupakan target dalam pemberian dosis yang rasional
(Katzung, 2001). Farmakokinetik mempunyai tujuan utama yaitu untuk mengukur
absorbsi, distribusi, metabolisme dan ekskresi obat pada hewan atau manusia
(Kwan, 1989).
Klirens obat merupakan istilah farmkokinetika untuk menggambarkan
eliminasi obat dari tubuh tanpa mengidentifikasi mekanisme prosesnya. Kliren
obat (klirens tubuh, klirens tubuh total atau ClT) menganggap seluruh tubuh
sebagai system pengeliminasi obat tunggal dimana beberapa proses eliminasi yang
tidak di identifikasi terjadi. Sebagai pengganti gambar laju eliminasi obat dalam
jumlah obat yang dibersihkan persatuan aktu (misal, mg/ menit) klirens obat
digambarkan dalam istilah volume cairan yang dibersihkan dari obat persatuan
waktu (misal, mL/ menit). (Shargel, 2012)
Parameter farmakokinetika adalah besaran yang diturunkan secara
matematis dari model berdasarkan hasil pengukuran kadar obat utuh atau
metabolitnya dalam darah, urin atau cairan hayati lainnya. Fungsi dari penetapan
parameter farmakokinetik suatu obat adalah untuk mengkaji kinetika absorbsi,
distribusi dan eliminasi didalam tubuh. Secara umum parameter farmakokinetika
digolongkan menjadi parameter primer, sekunder dan turunan. (Shargel dan Yu,
2005).
Parameter primer adalah parameter farmakokinetika yang harganya
dipengaruhi secara langsung oleh variabel biologis. Contoh dari parameter primer
adalah volume distribusi (Vd), klirens (Cl), dan kecepatan absorpsi (Ka). Volume
distribusi adalah volume hipotetik dalam tubuh tempat obat terlarut. Vd adalah
salah satu faktor yang harus diperhitungkan dalam memperkirakan jumlah obat
dalam tubuh. Vd merupakan suatu parameter yang berguna untuk menilai jumlah
relatif obat di luar kompartemen sentral atau dalam jaringan (Shargel dan Yu,
2005).
Parameter sekunder adalah parameter farmakokinetika yang harganya
bergantung pada parameter primer. Contoh dari parameter sekunder adalah waktu
paruh eliminasi (t1/2 eliminasi) dan Kecepatan eliminasi (Kel). Waktu paruh
eliminasi adalah waktu yang dibutuhkan obat untuk tereliminasi menjadi separuh
dari harga awal. Besar kecilnya waktu paruh eliminasi sangat menentukan lama
kerja obat dan menjadi acuan untuk menentukan dosis pada pemakaian berulang
dalam terapi jangka panjang (Mutschler, 1999).
Contoh dari parameter turunan adalah waktu mencapai kadar puncak
(tmaks), kadar puncak (cpmaks) dan area under curve(AUC). Kadar puncak
adalah kadar tertinggi yang terukur dalam darah atau serumatau plasma. AUC
adalah permukaan dibawah kurva (grafik) yang menggambarkan naik turunnya
kadar plasma sebagai fungsi waktu. AUC dapat digunakan untuk membandingkan
kadar masing-masing plasma obat bila penentuan kecepatan eliminasinya tidak
mengalami perubahan (Tjay dan Rahardja, 2007).
Hipotesis dasar farmakokinetika adalah mengetahui hubungan antara efek
farmakologis atau respons toksik dengan konsentrasi obat yang dicapai pada
sirkulasi sistemik. Penerapan farmakokinetik bertujuan untukmeningkatkan
efektivitas terapi atau menurunkan efek samping dan toksisitas obat pada pasien.
Efek obat selalu dihubungkan dengan konsentrasi obat pada tempat aksinya atau
reseptornya Tempat aksi obat dapat berada secara luas di dalam tubuh, misalnya
di jaringan, oleh karena itu tidak mungkin mengukur langsung konsentrasi obat
dalam plasma, urin, saliva dan cairan tubuh yang mudah pengambilannya,
diupayakan untuk menggambarkan prediksi hubungan antara (Aslam dkk,
2003;Mutchler, 1986).
konsentrasi obat dalm plasma dengan konsentrasi obat pada tempat aksinya.
Sifat homogenitas kinetik adalah penting untuk dipakai sebagai asumsi dalam
penerapan farmakokinetika yaitu sebagai dasar untuk menegakkan konsentrasi
obat dalam plasma pada rentang terapi Dalam arti sempit farmakokinetik
khususnya mempelajari perubahan-perubahan konsentrasi dari obat dan
metabolisme didalam darah dan jaringan sebagai fungsi dari waktu. (Aslam dkk,
2003;Mutchler, 1986).
Absorbsi merupakan proses perpindahan obat dari tempat absorbsinya ke
dalam sirkulasi sistemik. Proses perpindahan senyawa obat ini tergantung pada
karakteristik tempat absorbsi, aliran darah di tempat absorbsi, sifat fisika-kimia
obat dan bentuk sediaan (Aslam, dkk., 2003). Absorbsi obat kebanyakan terjadi
secara difusi pasif (Mutschler, 1986). Absorbsi obat yang terjadi secara difusi
pasif dipengaruhi oleh pKa obat, pH tempat absorbsi dan fraksi obat yang tidak
terionkan (Aslam,dkk., 2003)
Laju dan jumlah absorbsi obat dalam tubuh dapat dipengaruhi oleh beberapa
faktor, yaitu: luas permukaan dinding usus, kecepatan pengosongan lambung,
pergerakan saluran cerna dan aliran darah ke tempat absorbsi. Laju absorbsi obat
ini dapat digambarkan secara matematik sebagai suatu proses order kesatu atau
order nol. Dalam model farmakokinetik ini sebagian besar menganggap bahwa
absorbsi obat mengikuti order kesatu, kecuali apabila anggapan absorbsi order nol
memperbaiki model secara bermakna atau telah teruji dengan percobaan (Shargel,
dkk., 2005).
Obat didistribusi khususnya melalui peredaran darah, yang bersamaan
dengan metabolitnya yang telah terlebih dahulu melalui hati disebarkan secara
merata ke seluruh jaringan tubuh, melalui kapiler dan cairan ekstra sel (yang
mengelilingi jaringan) obat diangkut ke tempat kerjanya di dalam sel (cairan intra
sel). Sering kali distribusi obat tidak merata akibat beberapa gangguan, yaitu
adanya rintangan darah-otak, terikatnya obat pada protein darah dan lemak. Obat
yang mempunyai molekul besar seperti kompleks protein sukar sekali melintasi
membran sel. Sebaliknya, obat bebas yang tak terikat dan aktif mudah melalui
membran (Tjay & Rahardja, 2002).
Obat setelah diabsorbsi akan dialirkan ke seluruh tubuh melalui sirkulasi
darah. Berdasarkan penyebarannya didalam tubuh distribusi obat dibedakan
menjadi dua fase. Distribusi fase pertama terjadi setelah penyerapan yaitu ke
organ yang perfusinya sangat baik, misalnya jantung, hati, ginjal, dan otak.
Distribusi fase kedua mencakup jauh lebih luas yaitu ke jaringan yang perfusinya
tidak sebaik organ diatas misalnya otot, kulit dan jaringan lemak. Distribusi ini
akan mencapai keseimbangan setelah waktu yang lebih lama (Setiawati, 1995).
III. ALAT DAN BAHAN
A. Alat
1. Selongsong mencit/tikus 6 buah
2. Spektrofotometer 1 buah
3. Silet atau gunting steril 1 buah
4. Beaker glass 5 buah
5. Tabung reaksi 6 buah
6. Pipet tetes 6 buah
7. Kuvet 6 buah
8. Tabung appendorf 6 buah
9. Centrifuge 1 buah
10. Tabung centrifuge 6 buah
11. Pisau scalpel 1 buah
B. Bahan
1. Tikus 6 ekor
2. Tablet paracetamol 2 buah
3. Paracetamol murni (sebagai standar) 1 gram
4. HCl 4 M 10 ml
5. Aquadest 500 ml
6. EDTA 1% 10 ml
7. Gliserin 10 ml
8. Es batu 1 buah
9. Larutan FeCl3 0,1M 10 ml
IV. PROSEDUR KERJA
1. Pembuatan Kurva Baku Paracetamol

Buat Larutan induk paracetamol murni dengan konsentrasi 1000 ppm

Dilakukan

Pengenceran paracetamol standar dengan konsentrasi 3, 6, 9,12, 15µg/ml

Dilakukan

Sampling 2 mL untuk setiap konsentrasi larutan paracetamol ke dalam


tabung reaksi

Ditambahkan

0,4 mL FeCl30,1 M pada masing-masing konsentrasi larutan

Digojok

Hingga homogen

Diukur

Absorbansi masing-masing konsentrasi larutan tersebut dengan menggunakan


spektrofotometer pada panjang gelombang maksium 715 nm

Dibuat

Hingga homogen

2. Data Eksresi Urin

Sukarelawan diberi minum 200 mL air 2 jam sebelum praktikum.


Cuplikan ini digunakan sebagai blanko, catat volumenya.

Diminum
Paracetamol 500 mg dengan 200 mL air dan waktu mulai dicatat. Ini adalah
waktu jam ke nol.

Dikosongkan

Setelah 15 menit kandung kemih, banyaknya volume urin diukur dan dicatat
serta ditandai. Ambil kurang lebih 15 mL dan ditambahkan asam askorbat
campur homogen dan simpan dalam tempat sejuk serta gelap. Probandus
minum 200 mL air.
Diulang

Prosedur yang sama (seperti nomor 3) dengan interval waktu30 menit, 60


menit, 90 menit, 120 menit, 150 menit, dan 180 menit.

Diambil

1 mL cuplikan dari tiap sampel urin pada masing-masing interval waktu,


tambahkan 0,4 mL FeCl30,1 M dan 4 mL HCl 4 M ke dalam tabung reaksi.

Dicukupkan

volumenya hingga 10 mL dengan aquadest campur homogen.

Diukur

kadar masing-masing sampel darah tiap interval waktu menggunakan


spektrofotometer UV-Vis pada panjang gelombang 715 nm. Hitung kadar
paracetamol yang terkandung dalam data urin menggunakan kurva baku
kalibrasi paracetamol.
Dihitung

parameter farmakokinetiknya dengan menggunakan metode ARE dan Rate.

Anda mungkin juga menyukai