Anda di halaman 1dari 22

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG MASALAH

Penyakit bangsa Indonesia yaitu korupsi sejatinya sudah ada sejak zaman
kerajaan, pada masa pemerintahan orde lama, orde baru dan era reformasi. Di
zaman Hindia Belanda sendiri fenomena korupsi dapat dibuktikan dengan adanya
pembagian tahta kekuasaan di dalam kerajaan. Menurut sejarawan Onghokham,
korupsi lazim dilakukan karna adanya perubahan manajemen keuangan yakni
antara uang Negara dengan uang pribadi yang sukar dilakukan oleh pejabat.
Karena pada masa kerajaan, tradisi yang ada adalah uang Negara adalah uang raja,
uang desa adalah uang lurah. Jual beli jabatan pada masa lalu, ternyata hal yang
legal dilakukan, misalnya pada abad ke-19 ada proses jual beli jabatan oleh
Prawiradiningratan II, anak seorang pemberontak.

Setelah kemerdekaan, Indonesia masih belum terlepas dari untaian korupsi


yang marak dilakukan oleh para elit penguasa bahkan korupsi juga telah
mengguncang beberapa partai besar di Indonesia misalnya, PNI, masyumi.
Korupsi sudah menjadi budaya turun temurun dari dulu (orde lama dan orde baru)
hingga saat ini (era reformasi). Pejabat seharusnya dapat menjalankan tugasnya
dengan baik dan benar sesuai dengan janjinya kepada rakyat, karna pejabat adalah
orang yang dipercayai oleh rakyat untuk mengatur sebuah Negara menjadi lebih
baik, bukan mengubah citra buruk sebuah Negara dengan tindakan yang tidak
memanusiakan yaitu korupsi.

1.2 RUMUSAN MASALAH

1. Bagaimana Implementasi Pendidikan Anti Korupsi sesuai Pancasila ?

2. Bagaimana Upaya preventif dampak korupsi yang marak terjadi di


Indonesia ?

1.3 TUJUAN PENULISAN

Penulisan ini bertujuan untuk pembelajaran civitas akademika Universitas


Sultan Ageng Tirtayasa, terkhusus program studi PPKN 2019, dengan harapan
mampu membangkitkan kesadaran dan kepekaan terhadap perubahan karakter di
dunia pendidikan anti korupsi.

1
1.4 METODE PENULISAN

Metode penulisan makalah ini adalah menggunakan metode deskripsi, dan


metode kuantitatif. Metode deskriptif dapat diartikan sebagai prosedur
pemecahan masalah yang diselidiki dengan menggambarkan keadaan subjek atau
objek dalam penelitian dapat berupa orang, lembaga, masyarakat dan yang lainnya
yang pada saat sekarang berdasarkan fakta-fakta yang tampak atau apa adanya.

Fokus metode kuantitatif adalah mengumpulkan data set dan melakukan


generalisasi untuk menjelaskan fenomena khusus yang dialami oleh populasi.

2
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 PENDIDIKAN PANCASILA

Pendidikan Pancasila adalah pendidikan nilai-nilai yang bertujuan


membentuk sikap dan perilaku setiap manusia atau mahasiswa sesuai dengan
nilai-nilai yang terkandung dalam pancasila, yaitu nilai-nilai dalam sila,

1. Ketuhanan Yang Maha Esa

1. Percaya dan takwa kepada Tuhan Yang Maha Esa sesuai dengan agama
dan kepercayaan masing-masing menurut dasar kemanusiaan yang adil
dan beradab.
2. Hormat menghormati dan bekerja sama antar pemeluk agama dan
penganut-penganut kepercayaan yang berbeda-beda sehingga terbina
kerukunan hidup.
3. Saling menghormati kebebasan menjalankan ibadah sesuai dengan agama
dan kepercayaannya.
4. Tidak memaksakan suatu agama dan kepercayaan kepada orang lain.
2. Kemanusiaan yang adil dan beradab

1. Mengakui persamaan derajat persamaan hak dan persamaan kewajiban


antara sesama manusia.
2. Saling mencintai sesama manusia.
3. Mengembangkan sikap tenggang rasa.
4. Tidak semena-mena terhadap orang lain.
5. Menjunjung tinggi nilai kemanusiaan.
6. Gemar melakukan kegiatan kemanusiaan.
7. Berani membela kebenaran dan keadilan.
8. Bangsa Indonesia merasa dirinya sebagai bagian dari seluruh umat
manusia, karena itu dikembangkan sikap hormat-menghormati dan
bekerja sama dengan bangsa lain.

3. Persatuan Indonesia

1. Menempatkan kesatuan, persatuan, kepentingan, dan keselamatan bangsa


dan negara di atas kepentingan pribadi atau golongan.
2. Rela berkorban untuk kepentingan bangsa dan negara.
3. Cinta tanah air dan bangsa.
4. Bangga sebagai bangsa Indonesia dan bertanah air Indonesia.

3
5. Memajukan pergaulan demi persatuan dan kesatuan bangsa yang ber-
Bhinneka Tunggal Ika.
4. Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam
permusyawaratan dan perwakilan

1. Mengutamakan kepentingan negara dan masyarakat.


2. Tidak memaksakan kehendak kepada orang lain.
3. Mengutamakan musyawarah dalam mengambil keputusan untuk
kepentingan bersama.
4. Musyawarah untuk mencapai mufakat diliputi semangat kekeluargaan.
5. Dengan iktikad baik dan rasa tanggung jawab menerima dan
melaksanakan hasil musyawarah.
6. Musyawarah dilakukan dengan akal sehat dan sesuai dengan hati nurani
yang luhur.
7. Keputusan yang diambil harus dapat dipertanggung jawabkan secara moral
kepada Tuhan Yang Maha Esa, menjunjung tinggi harkat dan martabat
manusia serta nilai-nilai kebenaran dan keadilan.
5. Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia

1. Mengembangkan perbuatan-perbuatan yang luhur yang mencerminkan


sikap dan suasana kekeluargaan dan gotong-royong.
2. Bersikap adil.
3. Menjaga keseimbangan antara hak dan kewajiban.
4. Menghormati hak-hak orang lain.
5. Suka memberi pertolongan kepada orang lain.
6. Menjauhi sikap pemerasan terhadap orang lain.
7. Tidak bersifat boros.
8. Tidak bergaya hidup mewah.
9. Tidak melakukan perbuatan yang merugikan kepentingan umum.
10. Suka bekerja keras.
11. Menghargai hasil karya orang lain.
12. Bersama-sama berusaha mewujudkan kemajuan yang merata dan
berkeadilan sosial.

2.2 PENDIDIKAN ANTI KORUPSI

2.2.1 Pengertian Korupsi

Berbicara masalah korupsi, tentu tidak akan terlepas dari definisi dan
sejarah korupsi sendiri.Kata korupsi berakar pada bahasa latin “corruption”
atau kata asal “corrupere”. Secara etimologi, dalam bahasa latin, kata
corruption bermakna busuk, rusak, menggoyahkan, memutar balik, dan
menyogok. Sedangkan dalam bahasa Inggris, kata corrupte bermakna orang

4
yang memiliki korupsi berkeinginan melakukan kecurangan secara tidak sah
untuk memperoleh keuntungan-keuntungan pribadi. Korupsi dapat dikatakan
sebagai penyalahgunaan kepercayaan yang di berikan publik atau pemilik
untuk kepentingan pribadi.Sehingga, korupsi menunjukkan kontradiktif, yaitu
memiliki kewenangan yang diberikan publik, yang seharusnya untuk
kesejahteraan publik, namun digunakan untuk kepentingan sendiri.

Korupsi merupakan kejahatan yang dilakukan dengan penuh


perhitungan oleh mereka yang justru merasa sebagai kaum terdidik dan
terpelajar.Korupsi juga bisa terjadi ketika seseorang memiliki suatu jabatan
yang melibatkan pembagian sumber-sumber dana dan memiliki kesempatan
menyalahgunakan guna kepentingan pribadi.

2.2.2 Sejarah Korupsi di Indonesia

1. Era Sebelum Indonesia Merdeka

Sejarah sebelum Indonesia merdeka sudah diwarnai dengan "budaya


tradisi korupsi" yang tiada henti karena didorong oleh motif kekuasaan,
kekayaan, dan wanita.Kita dapat melihat bagaimana korupsi berjalan dengan
perebutan di kerajaan Singosari, Majapahit, Demak, Banten, perlawanan
terhadap Belanda dan seterusnya sampai terjadinya beberapa kali peralihan
kekuasaan di Nusantara telah mewarnai sejarah korupsi dan kekuasaan di
Indonesia

Sebenarnya, kehancuran kerajaan kerajaan besar tersebut adalah


karena perilaku korupsi dari sebagian besar bangsawannya.Sriwijaya berakhir
karena diketahui tidak adanya pengganti atau penerus kerajaan sepeninggal
Bala-Putra Dewa.Majapahit hancur karena adanya perang saudara (perang
paregreg) sepeninggal Maha Patih Gajah Mada.Sedangkan Mataram lemah
dan semakin tidak punya gigi karena dipecah belah dan dipreteli taringnya
oleh Belanda.

Benar bahwa penyebab lemah dan hancurnya Mataram lebih dikenal


karena faktor dari luar, yaitu VOC ikut campur tangan di lingkungan kerajaan
Mataram.Namun apakah sudah ada yang meneliti bahwa penyebab utama
mudahnya bangsa asing (Belanda) mampu menjajah selama 350 tahun, lebih
karena perilaku elit dari bangsawan yang korupsi, lebih suka memperkaya
pribadi dan keluarga, kurang mengutamakan aspek pendidikan moral, kurang
memperhatikan pembangunan pendidikan, mengabaikan hukum apalagi
demokrasi, terlebih lagi sebagian besar penduduk di Nusantara tergolong

5
miskin, mudah dihasut provokasi atau mudah termakan isu dan yang lebih
parah mudah di adu domba.

Belanda memahami betul akar "budaya korupsi" yang tumbuh subur


pada bangsa Indonesia.Maka melalui politik "Devide et impera" mereka
dengan mudah menaklukan nusantara.Namun, bagaimanapun juga sejarah
Nusantara dengan adanya intervensi dan penetrasi barat, rupanya tidak jauh
lebih parah dan penuh tindak kecurangan, perebutan kekuasaan yang tiada
berakhir, serta "berintegrasi" seperti sekarang. Gejala korupsi dan
penyimpangan pada waktu itu masih didominasi oleh kalangan bangsawan,
sultan dan raja.Sedangkan rakyat kecil nyaris belum mengenai atau belum
memahami.

Perilaku korupsi ternyata bukan hanya didominasi oleh masyarakat


nusantara saja.Orang-orang Portugis, Spanyol, dan Belanda-pun gemar
"meng-korupsi".Kitapun tahu bahwa hancurnya VOC disebabkan karena
korupsi yang dilakukan lebih dari 200 orang, yang kemudian dipulangkan ke
Belanda.

Alasan mereka mengkorupsi adalah karena satuan hitung belum ada


yang standar, di samping barang-barang yang pantas dikenai pajak juga
masih kabur.Sebagai contoh, upeti digunakan untuk hasil-hasil pertanian
seperti kelapa, padi, dan kopi.Namun ukuran standar upeti di beberapa daerah
juga berbeda beda baik satuan barang, volume, berat, dan harganya.

2. Era Pasca Kemerdekaan

Pada era dibawah kepemimpinan Soekarno, tercatat sudah dua kali


dibentuk Badan Pemberantas Korupsi - Paran dan Operasi Budhi.Tugas paran
pada saat itu adalah agar para pejabat pemerintah diharuskan mengisi
formulir yang disediakan, istilah sekarang daftar kekayaan pejabat
negara.Dalam perkembangannya, kemudia formulit tersebut mendapat reaksi
keras dari para pejabat negara.Mereka berdalih bahwa formulir tersebut tidak
diserahkan kepada Paran tetapi langsung pada presiden.

Usaha paran akhirnya gagal karena banyak pejabat yang berlindung di


balik presiden, akhirnya tugas paran dikembalikan kepada pemerintah. Tahun
1963, melalui keputusan presiden no.275 tahun 1963, upaya pemberantasan
korupsi kembali ditegakkan Nasution yang saat itu menjabat sebagai
menkohankam yang ditunjuk kembali sebagai ketua, yang memiliki tugas
lebih berat yakni meneruskan kasus-kasus korupsi ke meja pengadilan.

6
Lembaga ini kemudian dikenal dengan "Operasi Budhi".Sasarannya
adalah perusahaan-perusahaan serta lembaga-lembaga negara lainnya yang
dianggap rawan praktik korupsi dan kolusi.Dalam kurun waktu 3 bulan sejak
Operasi Budhi dijalankan, keuangan negara dapat diselamatkan sebesar
kurang lebih Rp.11 milyar.Kemuadian karena dianggap mengganggu prestise
Presiden, akhirnya Operasi Budhi dihentikan.Selang beberapa hari kemudian,
Soebandrio mengumumkan pembubaran Paran/Operasi Budhi yang kemudian
diganti namanya menjadi Kotrar (Komando Tertinggi Retooling Aparat
Revolusi) di mana presiden Soekarno menjadi ketuanya serta dibantu oleh
Soebandrio dan Letjen Ahmad Yani.

3. Era Orde Baru

Pada pidato kenegaraan di depan anggota MPR/DPR tanggal 16


Agustus 1967, penanggung jawab presiden Soekarno menyalahkan rezim
orde lama yang tidak mampu mebmberantas korupsi sehingga segala
kebijakan ekonomi dan politik berpusat di istana.Pidato tersebut memberi
isyarat bahwa Soeharto bertekad untuk membasmi korupsi sampai ke akar -
akarnya.Sebagai wujud dari tekad tersebut, tidak lama kemudian dibentuklah
Tim Pemberantasan Korupsi (TPK) yang diketuai Jaksa Agung.

Tahun 1970, terdorong oleh ketidak seriusan TPK dalam memberantas


korupsi seperti komitmen Soeharto, mahasiswa melakukan unjuk rasa
memprotes keberadaan TPK.Perusahaan-perusahaan negara seperti Bulog,
Pertamina, Departemen Kehutanan, bamyak disorot masyarakat karena
dianggap sebagai sarang korupsi.Maraknya protes dan unjuk rasa yang
dilakukan mahasiswa akhirnya ditanggapi Soeharto dengan membentuk
komite Empat beranggotakan tokoh-tokoh tua yang dianggap bersih dan
berwibawa.Tugas mereka adalah membersihkan antara lain departemen
agama, Bulog CV Waringin, PT. Mantrust, Telkom, dan Pertamina. Namun,
komite ini hanya "macan ompong" karena hasil temuannya tentang dugaan
korupsi di Pertamina tak direspon pemerintah.

Ketika Laksamana Sudomo diangkat sebagai pangkopkamtib,


dibentuklah Opstib (Operasi Tertib) dengan tugas memberantas korupsi.Tak
lama setelah Opstib dibentuk, suatu ketika timbul perbedaan pendapat yang
cukup tajam anatara Sudomo dengan Nasution.Hal ini menyangkut tentang
metode pemberantasan korupsi.Nasution berpendapat apabila ingin berhasil
dalam pemberantasan korupsi, harus dimuli dari atas. Nasution juga
menyarankan kepada Laksamana Sudomo agar memulai dari dirinya.Seiring
dengan berjalannya waktu Opstib pun hilang.

7
4. Era Reformasi

Jika pada masa Orde Baru dan sebelumnya korupsi banyak terjadi di
kalangan elit pemerintahan, maka pada era reformasi hampir seluruh elemen
penyelenggara negara sudah terjangit "Virus Korupsi" .Presiden BJ Habiebie
pernah mengeluarkan UU no. 28 tahun 1999 tentang penyelenggaraan negara
yang bersih dan bebas dari

KKNbeserta pembentukan berbagai komisi atau badan seperti KPKPN,


KPPU atau lembaga Ombudsman.Presiden berikutnya, Abdurrahman Wahid
membentuk Tim Gabungan Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi
(TGPTPK).

Badan ini dibentuk dengan keppres di masa jasa agung Marzuki


Darusman dan dipimpin oleh hakim agung Andi Andojo.Namun ditengah
semangat untuk memberanras korupsi dari anggota tim, melalui suatu Judical
review Mahkamah Agung, TGPTPK akhirnya dibubarkan.Sejak itu Indonesia
mengalami kemunduran dalam pemberantasan korupsi.

Di samping pembubaran TGPTPK, Abdurrahman Wahid kuga


dianggap sebagian masyarakat tidak bisa menunjukkan kepemimpinan yang
dapat mendukung upaya pemberantasan korupsi. Di masa pemerintahan
Megawati pula kita dapat melihat bahwa kewibawaan hukum semakin
merosot, di mana yang menonjol adalah otoritas kekuasaan.Lolosnya
samadikun Hartono dari jeratan eksekusi MA, pemberian fasilitas MSAA
kepada konglomerat yang utangnya macet, menjadi bukti kuat bahwa elit
pemerintahan tidak serius dalam upaya memberantas korupsi.Masyarakat
beranggapan bahwa pemerintah masih memberi perlindungan kepada para
pengusaha besar yang memberi andil kebangkrutan bagi perekonomian
nasional. Pemerintah semakin kehilangan wibawa.

2.2.3 Faktor dan Dampak Korupsi

A. Faktor-faktor penyebab korupsi

Faktor-faktor penyebab korupsi diantaranya sebagai berikut :

1. Faktor Politik

a. Adanya Money Politic merupakan tingkat laku negatif karena uang digunakan
untuk membeli suara atau menyogok para pemilih atau anggota-anggota partai
politik supaya memenangkan si pemberi uang.

8
b. Praktik politik uang pada saat ini masih sering kali terjadi hal ini disebabkan
karena adanya undang-undang yang mengatur secara tegas dalam pelaksanaan
kampanye.

c. Pada dasarnya ketika terjadi adanya indikasi politik uang, pihak penegak
hukum tampaknya ragu-ragu untuk mengambil keputusan. Hal tersebut
menandakan bahwa hukum yang berlaku di Indonesia masih lemah.

d. Korupsi yang berkaitan dengan politik sering disebut dengan korupsi politik.

2. Faktor Hukum

a. Faktor Hukum menjadi penyebab korupsi, dikarenakan banyak produk hukum


yang tidak jelas aturannya, pasal-pasalnya multitafsir, dan ada kecenderungan
aturan hukum dibuat untuk menguntungkan pihak-pihak tertentu meskipun orang
awam tidak biasa melihatnya.

b. Selain itu, sanksi yang tidak ekuivalen dengan perbuatan yang dilarang,
sehingga tidak tepat sasaran dan dirasa terlalu ringan atau terlalu berat.

c. Lemahnya penegakan hukum, rendahnya mental aparatur, rendahnya kesadaran


masyarakat, serta kurangnya political will pemerintah menjadi pemicu terjadinya
korupsi.

d. Dalam aspek hukum, bahwa terjadinya korupsi disebabkan oleh tepat waktu.

3. Faktor Ekonomi

a. Faktor ekonomi berkaitan dengan faktor birokrasi yang diterapkan di Indonesia.


Dimana dalam suasana demikian kebijakan ekonomi pemerintah
diimplementasikan, dikembangkan dan dimonitor dengan cara yang tidak
partisipatif, tidak transparan dan akuntabel.

b. Dalam realitanya juga menunjukkan bahwa korupsi tidak hanya dilakukan oleh
orang yang ekonominya pas-pasan untuk bertahan hidup, tetapi saat ini korupsi
yang dilakukan oleh orang-orang kaya dan perpendidikan tinggi.

c. Rendahnya pendapatan dan gaji tidak serta merta mendorong orang untuk
melakukan korupsi. Banyak pemimpin nasional dan daerah, serta para anggota
legislatif di tingkat nasional dan di level daerah yang dipidana, karena telah
terbukti secara sah melakukan tindak pidana Korupsi. Mereka korupsi tidak
karena kekurangan atau untuk memenuhi kebutuhan yang kurang. Mereka
melakukan korupsi karena mental buruk, tidak bermoral sehingga berjiwa serakah
untuk mengambil harta negara guna menambah pundi-pundi kekayaan.

9
4. Faktor Transnasional

a. Faktor transnasional amat terkait dengan perkembangan hubungan ekonomi


lintas negara yang tidak jarang menambah lahan sumber bagi tumbuhnya korupsi
dikalangan birokrasi pemerintah.

b. Korupsi mudah terjadi karena perusahaan-perusahaan asing (transnasional)


dapat beroperasi di suatu negara tanpa harus masuk ke birokrasi pusat. Mereka
biasa masuk ke lini birokrasi pemerintah daerah cara memberi uang pelican agar
dapat berinvestasi di daerah tersebut.

c. Korupsi berlangsung sebagai simbosis mutualisme, di mana pengusaha asing


memiliki uang yang dapat digunakan untuk menyogok pejabat agar memperoleh
izin untuk melakukan usaha di daerah, sedangkan elit daerah mempunyai otoritas
untuk memutuskan.

d. Dalam sebuah organisasi, korupsi biasa terjadi, akan memberi andil terjadinya
korupsi, karena membuka peluang atau kesempatan untuk berlangsungnya
korupsi. Faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya korupsi dari sudut pandang
organisasi, yaitu:

1. Kurangnya ketauladanan dari pemimpin


2. tidak adanya kultur organisasi yang benar
3. Sistem akuntabilitas di instansi pemerintah kurang memadai
4. Manejemen cenderung menutupi korupsi di dalam organisasinya

B. Dampak Korupsi

Korupsi berdampak sangat buruk bagi kehidupan berbangsa dan bernegara


karena telah terjadi kebusukan, ketidakjujuran, dan melukai rasa keadilan
masyarakat. Penyimpanan anggaran yang terjadi akibat korupsi telah menurunkan
kualitas pelayanan negara kepada masyarakat. Pada tingkat makro, penyimpanan
dana masyarakat ke dalam kantong pribadi telah menurunkan kemampuan negara
untuk memberikan hal-hal yang bermanfaat bagi masyarakat, seperti: pendidikan,
perlindungan lingkungan, penelitian, dan pembangunan. Pada tingkat mikro,
Korupsi telah meningkatkan ketidakpastian adanya pelayanan yang baik dari
pemerintah kepada masyarakat. Dampak korupsi yang lain bisa berupa:

1. Runtuhnya akhlak, moral, integritas, dan religiusitas bangsa.

2. Adanya efek buruk bagi perekonomian negara.

3. Korupsi memberi kontribusi bagi matinya etos kerja masyarakat.

10
4. Terjadinya eksploitasi sumberdaya alam oleh segelintir orang.

5. Memiliki dampak sosial dengan merosotnya human capital.

Korupsi selalu membawa konsekuensi negatif terhadap proses demokrasi


dan pembangunan, sebab korupsi telah mendelegitimasi dan mengurangi
kepercayaan politik terhadap proses politik melalui money-politik. Korupsi juga
telah mendistorsi pengambilan keputusan pada kebijakan publik, tiadanya
akuntabilitas publik serta menafikan the rule of law. Di sisi lain, korupsi
menyebabkan berbagai proyek pembangunan dan fasilitas umum bermutu rendah
serta tidak sesuai dengan kebutuhan yang semestinya, sehingga menghambat
pembangunan jangka panjang dan berkelanjutan

2.3 IMPLEMENTASI PENDIDIKAN ANTI KORUPSI

2.3.1 Peran Pemerintah

Berikut beberapa macam cara upaya pemerintah dalam melanjutkan


tingkat jumlah pemberantasan korupsi di Indonesia:

Upaya Pencegahan

Salah satu upaya yang dilakukan oleh pemerintah dalam melakukan


pemberantasan korupsi adalah melalui tindakan pencegahan. Tindakan
pencegahan ini dimaksudkan agar masyarakat memiliki benteng diri yang kuat
guna terhindar dari perbuatan yang mencerminkan tindakan korupsi di dalam
kehidupan sehari-hari mereka. Upaya pencegahan tindakan korupsi dilakukan oleh
permerintah berdasarkan nilai-nilai dasar Pancasila agar dalam tindakan
pencegahannya tidak bertentangan dengan nilai-nilai dari Pancasila itu sendiri.
Adapun tindakan pencegahan yang dilakukan oleh pemerintah dalam rangka
melakukan upaya pemberantasan korupsi di wilayah negara Indonesia
diantaranya:

1. Penanaman Semangat Nasional

Penanaman semangat nasional yang positif dilakukan oleh pemerintah Indonesia


dalam bentuk penyuluhan atau diksusi umum terhadap nilai-nilai Pancasila
sebagai kepribadian bangsa Indonesia. Kepribadian yang berdasarkan Pancasila
merupakan kepribadian yang menjunjung tinggi semangat nasional dalam
penerapan Pancasila dalam kehidupan sehari-hari. Dengan adanya penanaman
semangat nasional Pancasila dalam diri masyarakat, kesadaran masyarakat akan

11
dampak korupsi bagi negara dan masyarakat akan bertambah. Hal ini akan
mendorong masyarakat Indonesia untuk menghindari berbagai macam bentuk
perbuatan korupsi dalam kehidupan sehari-hari demi kelangsungan hidup bangsa
dan negaranya.

2. Melakukan Penerimaan Pegawai Secara Jujur dan Terbuka

Upaya pencegahan sebagai bentuk upaya pemberantasan korupsi yang dilakukan


oleh pemerintah dapat dilakukan melalui penerimaan aparatur negara secara jujur
dan terbuka. Kejujuran dan keterbukaan dalam penerimaan pegawai yang
dilakukan oleh pemerintah menunjukkan usaha pemerintah yang serius untuk
memberantas tindak pidana korupsi yang berkaitan dengan suap menyuap dalam
penerimaan pegawai. Pemerintah yang sudah berupaya melakukan tindakan
pencegahan dalam penerimaan pegawai perlu disambut baik oleh masyarakat
terutama dalam mendukung upaya pemerintah tersebut.

Jika pemerintah telah berupaya sedemikian rupa melakukan tindakan pencegahan


korupsi dalam penemerimaan aparatur negara tapi masyarakat masih memberikan
peluang terjadinya korupsi, usaha pencegahan yang dilakukan oleh pemerintah
dapat menjadi sia-sia. Selain itu, jika perilaku masyarakat yang memberikan
peluang terjadinya tindakan korupsi dalam penerimaan pegawai diteruskan, maka
tidak dapat dipungkiri praktik tindakan korupsi akan berlangsung hingga dapat
menimbulkan konflik diantara masyarakat maupun oknum pemerintah.

3. Himbauan Kepada Masyarakat

Himbauan kepada masyarakat juga dilakukan oleh pemerintah dalam upaya


melakukan pencegahan sebagai bentuk upaya pemberantasan korupsi di kalangan
masyarakat. Himbauan biasanya dilakukan oleh pemerintah melalui kegiatan-
kegiatan penyuluhan di lingkup masyarakat kecil dan menekankan bahaya laten
adanya korupsi di negara Indonesia. Selain itu, himbauan yang dilakukan oleh
pemerintah kepada masyarakat menekankan pada apa saja yang dapat memicu
terjadinya korupsi di kalangan masyarakat hingga pada elite pemerintahan.

4. Pengusahaan Kesejahteraan Masyarakat

Upaya pemerintah dalam memberantas korupsi juga dilakukan melalui upaya


pencegahan berupa pengusahaan kesejahteraan masyarakat yang dilakukan
pemerintah. Pemerintah berupa mensejahterakan masyarakat melalui pemberian
fasilitas umum dan penetapan kebijakan yang mengatur tentang kesejahteraan
rakyat. Kesejahteraan rakyat yang diupayakan oleh pemerintah tidak hanya
kesejahteraan secara fisik saja melain juga secara lahir batin.

12
Harapannya, melalui pengupayaan kesejahteraan masyarakat yang dapat
meningkatkan kesejahteraan hidup dapat memberikan penguatan kepada
masyarakat untuk meminimalisir terjadinya perbuatan korupsi di lingkungan
masyarakat sehingga dapat mewujudkan masyakarat yang madani yang bersih
dari tindakan korupsi dalam kehidupan sehari-hari.

5. Pencatatan Ulang Aset

Pencatan ulang aset dilakukan oleh pemerintah dalam rangka memantau sirkulasi
aset yang dimiliki oleh masyarakat. Pada tahun 2017 ini, pemerintah menetapkan
suatu kebijakan kepada masyarakatnya untuk melaporkan aset yang dimilikinya
sebagai bentuk upaya pencegahan tindakan korupsi yang dapat terjadi di
masyarakat. Pencatatan aset yang dimiliki oleh masyarakat tidak hanya berupa
aset tunai yang disimpan di bank, tetapi juga terhadap aset kepemilikan lain
berupa barang atau tanah. Selain itu, pemerintah juga melakukan penelurusan asal
aset yang dimiliki oleh masyarakat untuk mengetahui apakah aset yang dimiliki
oleh masyarakat tersebut mengindikasikan tindak pidana korupsi atau tidak.

Upaya Penindakan

Upaya penindakan dilakukan oleh pemerintah Indonesia terhadap pelaku tindak


pidana korupsi. Dalam pelaksanaan upaya penindakan korupsi, pemerintah
dibantu oleh sebuah lembaga independen pemberantasan korupsi yaitu KPK
(Komisi Pemberantasan Korupsi) Penindakan yang dilakukan oleh KPK semenjak
KPK berdiri pada tahun 2002 telah membuahkan hasil yang dapat disebut sebagai
hasil yang memaksimalkan. Upaya penindakan yang dilakukan oleh KPK
terhadap tindak pidana korupsi merupakan upaya yang tidak main-main dan tidak
pandang bulu.

Siapapun yang terindikasi melakukan tindak pidana korupsi akan ditindak oleh
lembaga independen ini tanpa terkecuali. Dalam melaksanakan tugasnya, KPK
membutuhkan peranan lembaga peradilan dalam menegakkan keadilan di
Indonesia terutama yang berkaitan dengan tindak pidana korupsi. Tentunya
pelaksanaan proses peradilan dilakukan sesuai dengan mekanisme sistem
peradilan di Indonesia dan berdasarkan hukum dan undang-undang yang berlaku.

Penindakan yang dilakukan pemerintah melalui KPK terhadap pelaku tindak


pidana korupsi dimaksudkan agar memberikan efek jera kepada para pelakunya
dan secara tidak langsung memberikan shock therapy pada orang-orang yang

13
berniat untuk melakukan tindak pidana korupsi baik itu di dalam pemerintahan
maupun di dalam kehidupan sehari-hari.

Upaya Edukasi

Upaya edukasi yang dilakukan pemerintah dalam usahanya untuk memberantas


korupsi adalah upaya yang dilakukan melalui proses pendidikan. Proses
pendidikan di Indonesia dilakukan dalam tiga jenis yaitu pendidikan formal,
informal, dan non formal. Melalui proses edukasi, masyarakat diberikan
pendidikan anti korupsi sejak dini agar masyarakat sadar betul akan bahaya
korupsi bagi negara-negara khususnya negara Indonesia.

Selain itu, melalui edukasi yang diberikan oleh pemerintah, peranan mahasiswa
dalam pemberantasan korupsi juga dapat dimaksimalkan sehingga para
mahasiswa ini dapat memberikan contoh yang baik bagi adik-adiknya maupun
bagi masyarakat umum terhadap cara pemberantasan korupsi dari dalam diri
masing-masing. Upaya edukasi yang dilakukan oleh pemerintah juga termasuk
sebagai upaya membangun karakter bangsa di era globalisasi untuk memberantas
pertumbuhan budaya korupsi yang dapat merugikan kehidupan bermasyarakat dan
bernegara.

2.3.2 Peran Lembaga Pendidikan

Dalam berbagai survai mengenai negara terkorup di dunia, Indonesia selalu


menempati peringkat atas. Hal ini berlangsung bertahun-tahun tanpa ada
perbaikan yang berarti. Upaya yang telah dilakukan oleh semua era pemerintahan
tidak mampu mematahkan keyakinan bahwa negeri ini memang negeri korup.
Pembentukan bermacam-macam institusi anti-korupsi pun telah dilakukan.
Hasilnya, koruptor bergeming dari singgasananya dan tetap menikmati imunitas
atas tindakannya.

Boleh jadi berdasarkan pertimbangan tersebut, akhir-akhir ini muncul


pemikiran pemberantasan korupsi melalui jalur pendidikan dengan
memasukkannya ke dalam kurikulum sekolah. Diyakini bahwa dengan
memberikan pelajaran anti-korupsi, orang-orang yang nantinya akan duduk di
tampuk kepemimpinan pemerintahan telah memiliki bekal nilai-nilai guna
menangkal korupsi. Memang, semua koruptor adalah orang yang telah
mengenyam pendidikan di sekolah formal. Dan, selama ini sekolah tidak
memprogramkan dalam kurikulumnya pelajaran anti-korupsi. Sehingga, wajar
saja bila para lulusan sekolah memiliki kepandaian dalam disiplin-disiplin ilmu
dan keterampilan, tetapi bertindak korup ketika berkesempatan. Demikianlah,
kira-kira jalan pikiran pihak yang menganggap pelajaran anti-korupsi penting

14
dicantumkan di dalam kurikulum sekolah.

Hanya saja perlu ditekankan bahwa pendidikan anti-korupsi berkenaan


dengan pendidikan nilai. Justru di sini terletak inti permasalahan. Pendidikan nilai
memiliki karakteristik yang berbeda dengan pendidikan ilmu, pengetahuan, dan
keterampilan. Kalau dalam pendidikan ilmu, pengetahuan, dan keterampilan
relatif lebih sedikit melibatkan perasaan dan karakteristik individu serta dimensi
interaksi sosial dalam menerapkan apa yang telah dipelajari, maka pendidikan
nilai sarat dengan perasaan dan karakteristik individu serta dimensi interaksi
sosial ketika sang pembelajar menerapkan apa yang telah dipelajarinya. Tidak
mengherankan jika pengajarannya lebih rumit daripada mengajarkan ilmu,
pengetahuan, dan keterampilan. Terbukti bahwa sejauh ini manajemen pendidikan
dan teknologi pembelajaran mencapai tingkat keberhasilan yang lebih tinggi pada
pembelajaran ilmu, pengetahuan, dan keterampilan ketimbang pembelajaran nilai.

Sejarah di Indonesia pun telah menyatakan terjadinya kegagalan manakala nilai-


nilai tertentu dimasukkan ke dalam kurikulum sekolah. Sebut saja pelajaran-
pelajaran Pendidikan Moral Pancasila (PMP), Pendidikan Sejarah Perjuangan
Bangsa (PSPB), dan Pendidikan Agama (PA) di sekolah. Demikian halnya dengan
pelajaran-pelajaran cabang ilmu hukum di Jurusan atau Fakultas Hukum di
perguruan tinggi. Aspek kegagalannya terutama pada ranah afeksi dan praksis.
Mestinya bila asumsi setiap masalah nilai dapat diatasi dengan memasukkan
solusi di dalam kurikulum sekolah, maka PMP telah mewujudkan masyarakat
yang bermoral, PSPB telah menghasilkan bangsa yang menghargai sejarah
perjuangan dan mencintai bangsa dan negara sendiri, PA telah menumbuh-
kembangkan masyarakat yang alim hidup di dunia dan akhirat. Namun apa lacur,
yang terjadi adalah masyarakat yang, bahkan, oleh anggotanya sendiri disumpah-
serapahi dengan kata-kata yang paling kotor yang pernah ada di dalam kamus
bahasa-bangsa korup, bangsa biadab, masyarakat preman, dan lain sebagainya.

Kelompok kami juga setuju dengan pendapat Dosen Fakultas Sastra, Budaya dan
Komunikasi UAD, Wajiran, S.S., M.A., menyampaikan, “Lembaga pendidikan
adalah ujung tombak pembangunan sebuah bangsa. Semua orang percaya bahwa
melalui pendidikan kecerdasan sumberdaya manusia dapat ditingkatkan.Sudah
banyak bukti hasil pendidikan dalam peningkatan kesejahteraan masyarakat di
negeri ini. Hal ini dapat kita lihat dari kemajuan pembangunan terutama
infrastruktur. Namun demikian ternyata lembaga pendidikan kita telah gagal
membentuk karakter masyarakat bangsa ini. Sikap koruptif, manipulatif dan sifat-
sifat destruktif masih menjadi kendala utama pembangunan negeri ini.

15
Namun demikian suatu hal yang perlu disayangkan bahwa lembaga pendidian kita
baik dari tingkat menengah maupun perguruan tinggi masih bertumpu pada
peningkatan intelektualitas semata.

Pendidikan agama, moral, bahkan kewarganegeraan masih dikesampingkan. Mata


pelajaran yang sebenarnya menjadi fondasi bagi setiap manusia itu
dikesampingkan oleh lembaga pendidikan selama ini. Lebih ironis lagi lembaga
pendidikan justru banyak yang memiliki sistem yang tidak transparan, tidak
efektif dan tidak sistematis. Korupsi, kolusi, dan birokrasi yang berbelit masih
terjadi di lembaga ini.Jika demikian, maka lembaga pendidikan tidak ubahnya
seperti lembaga pemerintah lainya yang sering bertindak koruptif dan
manipulatif.”

Lalu bagaimana cara melakukan transformasi nilai kepada generasi muda (siswa
sekolah) agar kehidupan masyarakat menjadi (lebih) baik, terutama masyarakat
yang bersih dari korupsi?

Internalisasi nilai anti-korupsi dilakukan secara melekat (embedded) yang terus-


menerus dikawal oleh para guru. Peran guru dalam kegiatan ini adalah sebagai
mentor. Guru setiap saat membimbing, mengawasi, dan membetulkan perilaku
yang menyimpang dari jalan lurus anti-korupsi. Ketiga, evaluasi dilakukan secara
periodik terhadap program-program internalisasi nilai anti-korupsi. Kurikulum
pendidikan anti korupsi ini disusun seperti kurikulum mata pelajaran yang lain
dan diagendakan dalam kurikulum pendidikan nasional. Penyusunan kurikulum
dimulai dari tujuan pembelajaran umum, khusus serta indikator dan hasil belajar
apa saja yang ingin dicapai setelah memperoleh pendidikan anti korupsi ini.
Untuk tahap awal, pendidikan anti korupsi ini bisa disisipkan dalam bentuk satu
pokok bahasan pada mata pelajaran pendidikan kewarganegaraan atau pelajaran
ilmu sosial lainnya.

1. Pendidikan Pancasila
2. Pendidikan Nilai dan Moral
3. Pendidikan Anti Korupsi Berkearifan Lokal

Diatas adalah bentuk bentuk peran kurikulum Pendidikan Anti


Korupsi di sekolah maupun perguruan tinggi. Mahasiswa - sebagai salah satu
bagian penting dari masyarakat yang merupakan pewaris masa depan - diharapkan
dapat terlibat aktif dalam upaya pemberantasan korupsi di Indonesia.

Keterlibatan mahasiswa dalam upaya pemberantasan korupsi tentu tidak


pada upaya penindakan yang merupakan kewenangan institusi penegak hukum.
Peran aktif mahasiswa diharapkan lebih difokuskan pada upaya pencegahan
korupsi dengan ikut membangun budaya antikorupsi di masyarakat. Mahasiswa

16
diharapkan dapat berperan sebagai agen perubahan dan motor penggerak gerakan
antikorupsi di masyarakat. Untuk dapat berperan aktif, mahasiswa perlu dibekali
dengan pengetahuan yang cukup tentang seluk beluk korupsi dan
pemberantasannya. Yang tidak kalah penting, untuk dapat berperan aktif
mahasiswa harus dapat memahami dan menerapkan nilai-nilai antikorupsi dalam
kehidupan sehari-hari.

2.3.3 Peran Pelajar Dan Mahasiswa

Telah dibahas sebelumnya bahwa Pemerintah maupun Lembaga Pendidikan sudah


melakukan upaya upaya tertentu untuk mengembangkan budaya anti korupsi
dikalangan masyarakat Indonesia. Mulai dari anak usia dini, hingga orang dewasa
sekalipun. Dan semua upaya ini telah dilakukan sejak lama, Namun pada
kenyataannya budaya anti korupsi di negara kita justru semakin menurun, terlebih
di generasi millenial yang cenderung apatis terhadap nilai nilai moral dan sosial.

Oleh karena itu, penegakan kembali budaya anti korupsi, tidak akan berhasil
apabila hanya dijalankan oleh satu atau dua pihak.Dikarenakan faktor penyebab
lahirnya budaya korupsi itu berasal dari kesadaran tiap tiap manusianya. Sehingga
kita sebagai manusia yang terdidik dan memiliki wawasan seharusnya lebih dulu
mengintropeksi diri kita sendiri, sebagai wujud penanaman moral dan tingkah
laku sebagai warga Negara yang baik yang akan memiliki rasa malu apabila
melakukan tindakan tercela seperti mencuri uang rakyat atau lazim disebut
korupsi, dan nantinya diharapkan bisa menjadi contoh untuk orang sekitar kita
maupun masyarakat luas.

Keterlibatan mahasiswa dalam gerakan anti korupsi di masyarakat serta ditingkat


lokal dan nasional terkait dengan status mahasiswa sebagai seorang warga Negara
yang memiliki hak dan kewajiban yang sama dengan masyarakat lainnya.
Mahasiswa adalah asset paling menentukan kondisi zaman tersebut dimasa depan.
Peran penting mahasiswa tersebut tidak dapat dilepaskan dari karakteristik yang
mereka miliki, yaitu: intelektualitas,jiwa muda dan idealisme.

17
2.4 FENOMENA KORUPSI DI LINGKUNGAN MASYARAKAT
INDONESIA

Fenomena menurut KBBI mempunyai arti : Fe·no·me·na /fénoména/ n 1 hal-hal


yang dapat disaksikan dengan pancaindra dan dapat diterangkan serta dinilai
secara ilmiah

Jika kita mendengar kata " Korupsi " di pikiran kita akan langsung terlintas pada
kasus-kasus korupsi para petinggi negara yang sudah banyak ditetapkan sebagai
koruptor. Pada kenyataannya korupsi bukan hanya ada di lingkungan kelas atas
saja, bukan hanya ada di kalangan para elit pemerintah, bukan hanya ada pada
para penguasa pemerintahan maupun swasta. Faktanya harus kita akui bahwa
korupsi sebenarnya banyak terjadi di lingkungan sekitar kita. Korupsi seringkali
terjadi di lingkungan masyarakat, sekolah, bahkan di keluarga pun terkadang
terjadi korupsi. Lebih parahnya terkadang kita tidak menyadari bahwa telah terjadi
korupsi di sekitar kita. Disini kami akan membahas tentang beberapa fenomena
korupsi yang terjadi di lingkungan masyarakat, sekolah, dan juga keluarga.

A. Korupsi di Lingkungan Masyarakat

Korupsi sebenarnya sudah tidak asing bagi masyarakat Indonesia. Di


kalangan masyarakat korupsi seringkali terjadi, baik yang disadari maupun yang
tidak disadari. Saat ini banyak masyarakat Indonesia yang menyerukan bahwa
mereka anti-korupsi, memang banyak orang yang benar-benar ingin memberantas
korupsi, menolak semua tindakan korupsi skala kecil hingga berat. Namun
mirisnya, banyak sekali seseorang yang pada awalnya menyerukan bahwa mereka
menolak semua bentuk tindakan korupsi, namun pada saat mereka diberi jabatan
dan kekuasaan dan terdapat kesempatan untuk bertindak korupsi pada akhirnya
mereka pun terlena dengan tindakan korupsi yang menggiring mereka kedalam
buih.

Contoh lain di sekitar kita adalah ketika kita tertilang oleh polisi, terkadang
ada polisi yang menawarkan cara untuk cepat selesai dari masalah ini yakni
biasanya dengan memberikan uang tunai berkisar Rp. 250.000,00 bahkan lebih
kepada polisi tersebut. Sebenarnya itu tindakan yang salah, sebenarnya itu
merupakan bagian dari salah satu tindakan korupsi, namun pada kenyataannya
banyak masyarakat Indonesia yang melakukan hal itu dengan alasan " ingin cepat
selesai urusan " atau " tidak mau ribet " . Tentu saja ini salah, namun karna
kurangnya pendidikan tentang korupsi kepada masyarakat, tentu saja hal semacam
ini akan dianggap remeh bagi masyarakat.

18
B. Korupsi di Lingkungan Sekolah

Sejatinya sekolah adalah tempat kita untuk menuntut ilmu yang bermanfaat
bagi kehidupan. Sekolah diharapkan mampu memberikan hal positif bagi peserta
didiknya. Namun pada kenyataannya di sekolah pun banyak terjadi tindakan
korupsi. Bahkan mirisnya tindakan korupsi di lingkungan sekolah dari berbagai
kalangan dari guru hingga para murid dianggap hal yang umum terjadi.

Sepengetahuan kami tindakan-tindakan korupsi di sekolah bisa terbagi ke


beberapa kelas yakni kelas ringan, kelas menengah dan kelas berat.

Kelas Ringan

Biasanya para murid jika tidak ada guru yang masuk ke kelas atau adanya jam
kosong, para murid biasanya akan merasa bahagia, tidak peduli apa alasan guru
tersebut tidak bisa hadir ke dalam kelas, yang penting bagi mereka adalah jam
kosong dan bebas. Sebenarnya jika guru tersebut berhalangan hadir dengan alasan
ada kepentingan di luar sekolah yang harus segera diselesaikan itu tidak jadi
masalah. Namun jika guru tersebut memilih untuk tidak masuk kelas dan memilih
untuk bersantai sembari meminum secangkir kopi dan bercengkrama dengan guru
lain, itu sangat tidak pantas. Miris memang tapi pada kenyataannya memang ada
guru yang seperti itu.

Hal itu seringkali dianggap hal biasa oleh para guru maupun murid toh sama
sama enak. Namun tanpa disadari Itu adalah salah satu tindakan korupsi. Guru
tersebut tetap mendapatkan gaji yang sama setiap bulannya tanpa pengurangan
tetapi beliau pada nyatanya sering tidak mengajar dengan baik kepada para
muridnya. Kalau begitu untuk apa guru itu digaji pemerintah jika dia tidak
mengajar sesuai dengan kontrak kerjanya?? Dan untuk apa juga para murid
membayar SPP jika mereka tidak mendapatkan hak nya untuk belajar dan
mendapatkan ilmu.

Kelas Menengah

Murid diwajibkan membayar iuran ekstra untuk kegiatan di luar kelas seperti
ekstrakulikuler padahal itu semua seharusnya tidak perlu dilakukan, karna ada
dana tersendiri dari pihak sekolah.

19
Kelas Berat

Orangtua menyogok sekolah agar anaknya bisa diterima di sekolah tersebut


yang biasanya dikategorikan sebagai sekolah favorit di wilayahnya. Padahal nilai
seleksi masuk anaknya tidak memadai.

Murid diwajibkan membayar iuran sekolah, padahal murid tersebut bersekolah


di sekolah negeri yang bebas dari SPP, karna sudah dibiayai pemerintaah.

Sekolah menyimpangkan berbagai dana, seperti misalnya dana Bantuan


Ooerasional Sekolah, atau dana proyek-proyek fisik atau non fisik.

C. Korupsi di Lingkungan Keluarga

Tindakan korupsi di lingkungan keluarga seringkali tidak pernah disadari,


bahkan sudah dianggap hal yang biasa. Padahal jika di dalam lingkungan keluarga
saja sudah dibiasakan melakukan tindakan korupsi walaupun dengan skala kecil,
tapi tetap saja itu bisa sangat amat berbahaya, hal itu bisa saja menjadi cikal bakal
tindakan korupsi skala besar. Contoh yang bisa diambil disini adalah :

• Pada saat anak di minta tolong oleh ibunya untuk membeli sesuatu di
warung lalu si anak ini memberikan informasi harga yang salah dengan
menaikan harga barang tersebut untuk dilaporkan kepada ibunya.
• Anak yang meminta uang lebih dengan alasan untuk iuran disekolahnya,
tetapi sebenarnya digunakan untuk berpergian bersama teman-teman.
• Mengambil uang kembalian belanjaan tanpa sepengetahuan orang yang
meminta tolong itu.

Hal hal semacam itu seringkali terjadi dan tidak disadari bahwa itu merupakan
awal dari cikal bakal korupsi yang lebih berat. Kebiasaan baikmaupun buruk di
dalam lingkungan keluarga akan sangat berpengaruh kepada sikap seseorang di
lingkungan luar. Jadi mulai lah kebiasaan yang positif dimulai dari dalam
keluarga.

20
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Jadi pendidikan pancasila merupakan salah satu langkah mewujudkan


pendidikan anti korupsi di Indonesia, Sebagaimana pancasila adalah dasaar
Negara dan wujud implementasi bagaimana menjadi warga negara yang baik.

PANCASILA SEBAGAI SUMBER HUKUM BAGI ANTI KORUPSI


DAN MENJUNJUNG HAK ASASI MANUSIA. Korupsi merupakan salah satu
masalah besar yang perlu dihadapi oleh negara Indonesia. Korupsi telah
merugikan bangsa dan negara, bahkan dianggap sebagai suatu kejahatan luar
biasa. Pancasila sebagai sumber dari segala sumber hukum. Dengan mendasarkan
pada moral dan nilai-nilai budaya asli masyarakat Indonesia, hal ini dapat
dipergunakan untuk memberantas korupsi dengan tetap menjunjung tinggi hak
asasi manusia. Dasar moral yang tertuang dalam sila-sila Pancasila dijabarkan
dalam batang tubuh UUD 1945, Pasal 27, Pasal28, Pasa l30, yang didalamnya
membahas mengenai jaminan hak asasi manusia. Nilai dalam silasila Pancasila
yang mengedepankan pada pembentukan moral untuk bebas dari korupsi di
Indonesia, didasarkan pada nilai dasar; nilai instrumental; nilai praksis. Dengan
demikian, hak asasi bagi masyarakat indonesia terpenuhi, tanpa harus
menghilangkan salah satu pihak kehilangan hak asasi manusia.

Dari seluruh pemaparan diatas, maka dapat disimpulkan bahwa Pancasila


sebagai sumber dari segala sumber hukum di Indonesia dapat memberikan
bangunan sistem hukum, yang bebas dari korupsi serta tetap menjunjung tinggi
hak asasi manusia bagi seluruh warga negara Indonesia. Cara Pancasila sebagai
sumber hukum membentuk sistem hukum, yaitu dengan mendasarkan seluruh
kebijakan nasional berdasarkan moral dan karakteristik asli bangsa Indonesia.
Sehingga korupsi dapat dicegah bukan karena adanya hukuman mati dalam
undang-undang, namun korupsi dapat dicegah oleh karena bangunan moral dan
bentukan moral yang ada dalam Pendidikan Pancasila.

21
DAFTAR PUSTAKA

JURNAL KETAHANAN NASIONAL vol. 23 No. 03

JURNAL FILE MENTERI PENDIDIKAN DAN OLAHRAGA

https://www.kompasiana.com

https://www.academia.edu/16556517/makalah_dampak_korupsi

https://www.academia.edu/9378386/BAB_I_PENDAHULUAN_A._Latar_Belaka
ng

https://www.youthmanual.com/post/sudut-pandang/korupsi-di-lingkungan-
sekolah-banyak-bange

https://www.kompasiana.com/nazda

ayu/5c28b9876ddcae28db23cc32/peran-mahasiswa-dalam-pendidikan-anti-
korupsi.

https://media.neliti.com/media/publications/23086-id-pancasila-sebagai-sumber-
hukum-bagi-anti-korupsi

22

Anda mungkin juga menyukai