Anda di halaman 1dari 25

Jurnal Farmasi Klinik Indonesia, Maret 2020 Tersedia online pada:

Vol. 9 No. 1, hlm 70–94 http://ijcp.or.id


ISSN: 2252–6218, e-ISSN: 2337-5701 DOI: 10.15416/ijcp.2020.9.1.70
Artikel Review

Tata Laksana Terapi Pasien dengan COVID-19: Sebuah Kajian Naratif


Adji P. Setiadi1,2, Yosi I. Wibowo1,2, Steven V. Halim1,2, Cecilia Brata1,2,
Bobby Presley1,2, Eko Setiawan1,2
1
Pusat Informasi Obat dan Layanan Kefarmasian (PIOLK), Fakultas Farmasi,
Universitas Surabaya, Surabaya, Indonesia, 2Departemen Farmasi Klinis dan Komunitas,
Fakultas Farmasi, Universitas Surabaya, Surabaya, Indonesia
Abstrak
Kasus pneumonia yang disebabkan oleh severe acute respiratory syndrome coronavirus 2 (SARS-CoV-2)
yang disebut coronavirus diseases 2019 (COVID-19) oleh World Health Organization (WHO) merupakan
sebuah tragedi dalam dunia kesehatan secara global. Tata laksana yang tepat dan cepat diharapkan dapat
menyelamatkan nyawa pasien. Sampai tulisan ini dibuat, belum terdapat satu jenis obat yang secara resmi
diizinkan penggunaannya untuk terapi COVID-19. Kajian literatur ini bertujuan untuk 1) memaparkan
tata laksana pengobatan dan 2) mendaftar serta menjelaskan alternatif obat yang dapat digunakan untuk
SARS-CoV-2. Proses penelusuran artikel dalam kajian pustaka ini dilakukan pada sebuah database,
yakni PubMed dengan kombinasi kata kunci ((“corona virus”) OR (“covid-19”) OR (“SARS-CoV-2”))
AND ((“treatment”) OR (“therapy”)). Hasil kajian ini menunjukkan bahwa tata laksana pasien dengan
COVID-19 dapat berbeda antar-setting dan negara dengan mempertimbangkan ketersediaan sumber
daya, khususnya obat. Pedoman terapi WHO dan pedoman di Indonesia saat ini merekomendasikan
supportive therapy untuk penanganan COVID-19, antara lain: terapi untuk gejala yang terjadi,
pemberian oksigen, penggunaan antibiotik, terapi cairan, penggunaan vasopresor, dan tindakan medis
(termasuk pemasangan ventilator) untuk menyelamatkan nyawa pasien. Belum terdapat obat khusus
yang direkomendasikan untuk menekan replikasi SARS-CoV-2. Beberapa jenis obat yang potensial
bermanfaat untuk SARS-CoV-2 antara lain: klorokuin atau hidroksiklorokuin, arbidol, ribavirin,
favipiravir, lopinavir/ritonavir, remdesivir, oseltamivir, dan interferon. Namun sampai dengan tulisan
ini dibuat, terdapat keterbatasan bukti penelitian dengan desain yang baik yang dapat digunakan untuk
menarik kesimpulan terkait superioritas suatu jenis obat tertentu dibandingkan dengan alternatif yang
lain. Dalam kondisi menunggu hasil penelitian dengan desain penelitian yang baik, penggunaan obat
yang memiliki bukti efektivitas (walaupun belum baik) atau diduga efektif, perlu dioptimalkan untuk
menyelamatkan nyawa pasien, khususnya mereka yang dalam kondisi parah.

Kata kunci: COVID-19, tata laksana, terapi

Therapeutic Management of Patients with COVID-19: A Narrative Review


Abstract
Pneumonia caused by severe acute respiratory syndrome coronavirus 2 (SARS-CoV-2)—named
coronavirus diseases 2019 (COVID-19) by World Health Organization (WHO)—has been a global
public health emergency. Timely and effective therapeutic strategies are of importance in saving patients’
lives. However up to now, there is no specific treatment approved for COVID-19. This review aimed 1)
to describe the available therapeutic strategies, and 2) to explore options of medications that can be used
to treat COVID-19. A search strategy using keywords ((“corona virus”) OR (“covid-19”) OR (“SARS-
CoV-2”)) AND ((“treatment”) OR (“therapy”)) was conducted in PubMed database. The review showed
that treatment strategies could be different between settings and/or countries considering the availability
of resources, particularly medications. The current WHO as well as the Indonesian guidelines mainly
recommended supportive therapy to treat COVID-19, including: symptomatic care, oxygen therapy,
antibiotics, fluid therapy, vasopressors, and taking medical interventions (including the use of ventilator).
Studies conducted so far indicated the potential benefits of some medications, including chloroquine/
hydrochloroquine, arbidol, ribavirin, favipiravir, lopinavir/ritonavir, remdesivir, oseltamivir, and
interferon; however, the evidences available have been limited and not strong enough to recommend
any specific medication for COVID-19. While waiting for quality evidences, optimising the use of
medications—reported to have some levels of effectiveness—could be the current best option to save
patients, especially those who are critically ill.

Keywords: COVID, medication, therapeutic management


Korespondensi: apt. Eko Setiawan, S.Farm., M.Sc., Pusat Informasi Obat dan Layanan Kefarmasian (PIOLK),
Fakultas Farmasi, Universitas Surabaya, Surabaya, Jawa Timur 60293, Indonesia, email: ekosetiawan.apt@gmail.com
Naskah diterima: 24 Maret 2020, Diterima untuk diterbitkan: 30 Maret 2020, Diterbitkan: 31 Maret 2020

70
Jurnal Farmasi Klinik Indonesia Volume 9, Nomor 1, Maret 2020

Pendahuluan perlu dilakukan untuk menekan penyebaran


antara lain dengan menerapkan menjaga jarak
Infeksi yang disebabkan oleh coronavirus jenis aman antara satu orang dengan yang lain
baru, yakni: severe acute respiratory syndrome (physical distancing) dan isolasi diri maupun
coronavirus-2 (SARS-CoV-2), merupakan isolasi wilayah.2,8
salah satu permasalahan kesehatan global.1,2 Selain pencegahan, pemberian terapi
World Health Organisation (WHO) memberi pada mereka yang sudah dinyatakan positif
nama atau identitas penyakit yang disebabkan terjangkit COVID-19 juga perlu diupayakan
SARS-CoV-2 sebagai coronavirus disease seoptimal mungkin dengan tujuan menekan
2019 atau yang dikenal juga dengan istilah angka CFR. Sampai saat ini, belum terdapat
COVID-19. Proses transmisi antarmanusia satu jenis obat yang telah mendapat izin
yang cukup tinggi menyebabkan virus ini edar untuk indikasi COVID-19. Oleh karena
dengan cepat menyebar ke berbagai negara, itu, berbagai jenis obat digunakan sebagai
termasuk Indonesia, dari yang pada mulanya upaya untuk menyelamatkan nyawa pasien,
menjadi wabah di Wuhan, Provinsi Hubei, khususnya mereka dengan tingkat keparahan
China.1,3 Sampai saat ini, penularan SARS- tinggi. Dengan mempertimbangkan adanya
CoV-2 diyakini melalui droplets yang kesamaan struktur gen dengan dua jenis
dikeluarkan ketika seseorang yang terinfeksi coronavirus yang lain, yakni: severe acute
bersin atau batuk dan kontak. Droplets respiratory syndrome coronavirus (SARS-
tersebut kemudian dapat terhirup secara CoV-1) yang mewabah pada tahun 2003 dan
langsung melalui saluran pernapasan atau MERS-CoV sebesar 79% dan 50% secara
masuk ke saluran napas melalui tangan yang berturut-turut,9 maka terapi obat yang terbukti
terpapar virus karena menyentuh permukaan efektif atau menjanjikan digunakan untuk
benda yang terdapat virus.3,4 Diperkirakan satu terapi infeksi SARS-CoV-1 dan MERS-CoV,
orang dapat menyebarkan virus kepada dua saat ini, juga dieksplorasi efektivitasnya untuk
sampai tiga orang yang berarti SARS-CoV-2 terapi SARS-CoV-2. Artikel ini bertujuan
lebih menular dibandingkan dengan infeksi untuk 1) memaparkan tata laksana pengobatan
coronavirus yang lain, yakni: Middle East dan 2) mendaftar serta menjelaskan alternatif
Respiratory Syndrome coronavirus (MERS- obat yang dapat digunakan untuk SARS-
CoV).3 Selain itu, penting untuk diketahui CoV-2. Sebagai catatan yang penting untuk
bahwa seseorang yang sudah terpapar dengan digarisbawahi, dengan mempertimbangkan
coronavirus dapat tidak menunjukkan gejala cepatnya tambahan informasi terkait terapi
apapun dan tetap dapat menularkan kepada COVID-19, sangat dimungkinkan bahwa
orang lain.5 Setiap individu, termasuk yang terdapat perubahan informasi dari apa yang
merasa sehat, perlu semaksimal mungkin disampaikan dalam artikel ini. Oleh sebab itu,
untuk menghindari pertemuan secara fisik, pembaca diharapkan terus memperbaharui
khususnya dalam skala besar, sebagai salah perkembangan terapi, yakni dengan cara
satu strategi memutus mata rantai penularan. membaca panduan terapi, khususnya yang
Sampai dengan tanggal 28 Maret 2020, disediakan oleh Kementerian Kesehatan
jumlah kasus positif COVID-19 di Indonesia Republik Indonesia, dan hasil penelitian
adalah 1.155 pasien dan 102 dari antaranya (original article) terbaru. Informasi terkait
mengalami kematian (case fatality rate/ pilihan terapi yang dapat digunakan untuk
CFR=8,83%).6 Selama proses menunggu COVID-19 penting untuk diketahui pada
keberadaan vaksin yang efektif dan aman situasi terjadinya pandemi sebagai antisipasi
untuk COVID-19,6 berbagai upaya preventif jika suatu titik, obat yang disarankan dalam

71
Jurnal Farmasi Klinik Indonesia Volume 9, Nomor 1, Maret 2020

pedoman terapi tidak tersedia di lapangan. seperti demam, batuk, sakit tenggorokan,
produksi sputum, dan malaise.10,11 Namun
Metode demikian, peradangan pada parenkim paru-
paru akibat adanya infeksi patogen, atau dalam
Metode penulisan artikel ini adalah kajian istilah medis dikenal sebagai pneumonia,
naratif (narrative review). Database utama dengan berbagai tingkat keparahan (ringan
pada proses penelusuran artikel dalam kajian sampai berat), juga merupakan manifestasi
pustaka ini adalah PubMed dengan kata klinis yang banyak dijumpai pada kasus
kunci ((“corona virus”) OR (“covid-19”) infeksi COVID-19.12 Pada beberapa pasien,
OR (“SARS-CoV-2”)) AND ((“treatment”) perburukan kondisi dapat terjadi dengan
OR (“therapy”)). Semua artikel terpublikasi manifestasi klinis acute respiratory distress
sampai tanggal 24 Maret 2020 berpotensi syndrome (ARDS), kegagalan pernapasan,
untuk dilibatkan dalam kajian literatur ini. dan kegagalan fungsi berbagai macam organ
Penelusuran pustaka yang digunakan sebagai (multiple organ dysfunction).12,13 Walaupun
referensi dalam artikel terpublikasi juga jarang, keluhan pada sistem pencernaan
dilakukan sebagai upaya untuk memperkaya seperti diare dan mual juga dapat terjadi pada
kajian ini. Penting untuk disampaikan bahwa pasien dengan COVID-19.14 Perburukan
kami mengupayakan untuk mendapatkan kondisi lebih cepat terjadi pada kelompok
bukti penelitian dengan kualitas yang baik geriatrik, khususnya mereka yang berusia
untuk mendukung kajian pustaka ini, yakni ≥65 tahun dan memiliki komorbid penyakit
penelitian yang menggunakan desain acak menahun seperti diabetes melitus (DM) dan
terkontrol (randomised control trials; RCTs) /atau hipertensi.15 Selain kelompok geriatrik,
untuk membuktikan efektivitas dan keamanan pasien anak-anak, khususnya bayi yang
terapi. Namun demikian, keberadaan bukti baru lahir (neonates), juga perlu mendapat
penelitian berkualitas mungkin tidak selalu perhatian dengan mempertimbangkan bahwa
tersedia dalam literatur terpublikasi pada saat sistem kekebalan tubuh yang belum terbentuk
kondisi pandemi yang relatif baru terjadi. sempurna.15,16 Sampai saat ini, diperkirakan
Oleh sebab itu, bukti penelitian klinis dengan 80% kasus positif COVID-19 merupakan
berbagai desain dan juga penelitian nonklinis kasus infeksi yang relatif ringan atau bahkan
(baik pada hewan coba maupun in-vitro) tidak menunjukkan gejala sama sekali, 15%
diikutsertakan dalam kajian pustaka ini. adalah kasus infeksi parah yang membutuhkan
Selain itu, berita terkait update terapi yang terapi oksigen dan 5% lainnya adalah kasus
terdapat pada surat kabar tercetak maupun kritis yang membutuhkan ventilator.15
online, deskripsi penelitian yang didaftarkan Pada bulan Maret 2020, WHO mengeluarkan
pada lembaga pendaftaran uji klinis (clinical pedoman tata laksana pengobatan untuk pasien
trial registry), dan abstrak yang tertulis dalam dengan COVID-19.18 Pada kasus ringan, yang
bahasa Inggris dari laporan penelitian berbagai didefinisikan sebagai “pasien dengan infeksi
negara juga digunakan sebagai acuan untuk saluran napas bagian atas tanpa komplikasi
memperkaya cakupan kajian pustaka ini. dengan gejala yang tidak spesifik, antara lain:
demam, lemas, batuk (baik dengan maupun
Pedoman Tata Laksana Pengobatan Pasien tanpa gejala), kehilangan nafsu makan,
dengan COVID-19 malaise, nyeri otot, sakit tenggorokan, sesak
napas, hidung tersumbat, atau sakit kepala;
Pasien dengan COVID-19 memiliki beberapa dan kemungkinan disertai gejala yang jarang
gejala ringan yang menyerupai gejala flu terjadi seperti diare, mual, atau muntah”;

72
Jurnal Farmasi Klinik Indonesia Volume 9, Nomor 1, Maret 2020

berikut merupakan tata laksana terapinya: (1) respiratory infection (SARI) dan distress
Terapi simptomatis, seperti: antipiretik untuk napas, hipoksemia, sentral sianosis, syok,
demam; (2) Edukasi pasien terkait perburukan koma atau konvulsi. Berikut adalah teknis
gejala yang membutuhkan penanganan medis pemberian terapi oksigen pada pasien dengan
lebih lanjut; dan (3) Umumnya, pasien dengan COVID-19: (a) Dewasa: berikan oksigen
tingkat keparahan ringan, tidak membutuhkan 5L/menit selama proses resusitasi hingga
perawatan di rumah sakit. Perlu ditekankan mencapai target SpO2≥93% atau gunakan
bahwa pasien perlu melakukan isolasi diri face mask dengan reservoir bag 10–15 L/
sebagai upaya untuk meminimalkan sebaran menit pada pasien kritis. Ketika pasien sudah
virus. Tempat untuk melakukan isolasi sangat stabil, target SpO2 adalah >90% pada pasien
ditentukan oleh ketersediaan sumber daya yang tidak hamil dan ≥92–95% pada pasien
setempat maupun negara. Walaupun dapat hamil; (b) Anak-anak: berikan oksigen melalui
dilakukan di rumah, isolasi di rumah sakit nasal prongs atau nasal cannula dengan
perlu diupayakan pada setting dengan risiko target SpO2≥94% selama proses resusitasi.
terjadinya penularan secara sporadis. Target SpO2 pada pasien anak yang stabil
Catatan diberikan untuk kelompok pasien adalah ≥90%; (c) Pantau kondisi pasien
geriatrik dan pasien dengan gangguan sistem dengan COVID-19 secara ketat dan lakukan
kekebalan tubuh karena kedua kelompok identifikasi gejala perburukan kondisi seperti
tersebut dapat memiliki gejala atypical. Pada terjadinya gagal napas dan sepsis. Berikan
kondisi pandemik seperti saat ini, apoteker tindakan secepatnya untuk menyelamatkan
komunitas perlu segera merujuk pasien nyawa pasien; (d) Perhatikan kondisi penyerta
dengan gejala menyerupai ISPA, khususnya pasien, dan terapi COVID-19 tetap perlu
kelompok geriatrik dan pediatrik, ke dokter memperhatikan kondisi penyerta tersebut.
untuk mendapat pemeriksaan lebih lanjut
terkait kemungkinan pemeriksaan COVID-19. Terapi infeksi penyerta
Selain kedua kelompok tersebut, penanganan Terapi antibiotik empirik perlu diberikan
pasien dalam kondisi hamil perlu mendapat segera untuk mengatasi patogen yang diduga
perhatian khusus karena beberapa gejala menyebabkan SARI dan sepsis. Dengan
COVID-19 dapat serupa dengan gejala yang mempertimbangkan bahwa: 1) pneumonia
terjadi sebagai respon terhadap adaptasi dengan berbagai tingkat keparahan merupakan
fisiologis kondisi hamil: sesak napas, demam, manifestasi klinis yang sering menyebabkan
dan gejala pada saluran cerna seperti mual.18 kebutuhan perawatan di rumah sakit, dan 2)
Pasien dewasa dengan tingkat keparahan tidak semua rumah sakit memiliki pedoman
tinggi sebagai akibat pneumonia, pneumonia tata laksana terapi pneumonia, maka dalam
berat, ARDS, sepsis, maupun syok sepsis kajian pustaka ini turut disampaikan pilihan
membutuhkan perawatan di rumah sakit. mengenai antibiotik yang direkomendasikan
Detail definisi untuk setiap manifestasi klinis, pada pedoman tata laksana pneumonia terbaru
baik untuk dewasa maupun anak-anak, dapat dari American Thoracic Society and Infectious
dilihat pada pedoman terapi WHO.18 Berikut Diseases Society of America (ATS-IDSA;
adalah beberapa langkah tata laksana pasien Tabel 1).19
COVID-19 dengan tingkat keparahan tinggi:18 Pada kasus sepsis, antibiotik harus diberikan
dalam satu jam pertama sejak proses awal
Terapi oksigen identifikasi sepsis.20,21 Pemilihan antibiotik
Terapi oksigen diperlukan terutama pada empirik harus mempertimbangkan diagnosis
pasien-pasien yang mengalami severe acute klinis, epidemiologi penyakit, data kepekaan

73
Jurnal Farmasi Klinik Indonesia

Tabel 1 Pilihan Antibiotika untuk Terapi Pneumonia Komunitas Berdasarkan ATS/IDSA 201919
Memiliki
Riwayat Dirawat di Riwayat Dirawat di Rumah
Memiliki Riwayat Riwayat
Rumah Sakit dan Sakit dan Memperoleh
Tempat Standar Terinfeksi Terinfeksi
Dosis Memperoleh Antibiotik Antibiotik Secara Parenteral
Perawatan Regimen MRSA Pseudomonas
Secara Parenteral dan dan Ada Risiko Infeksi
Sebelumnya aeruginosa
Ada Risiko Infeksi MRSA Pseudomonas aeruginosa
Sebelumnya
Rawat Jalan
Tanpa Amoksisilin, atau Amoksisilin 3x1 gram - - - -
komorbid atau Doksisiklin, atau Doksisiklin 2x100 mg
faktor risiko Makrolida (bila resistensi Azithromisin 500 mg/hari
MRSA atau pneumococcal lokal <25%) pertama dilanjutkan 250 mg
Pseudomonas Klaritromisin 2x500 mg
aeruginosa*

Dengan 1. Terapi kombinasi: Amoksisilin/klavulanat - - - -


komorbid‡ amoksisilin/klavulanat 3x 500 mg/125 mg,
atau sefalosporin DAN 2x 875 mg/125 mg,
makrolida atau 2x 2000 mg/125 mg
doksisiklin Sefodoksim 2x200 mg
ATAU Sefuroksim 2x500 mg
2. Monoterapi dengan Azithromisin 500 mg hari
fluorokuinolon pertama dilanjutkan 250 mg
respiratori Klaritromisin 2x500 mg
Doksisiklin 2x100 mg
Levofloksasin 1x750 mg
Moksifloksasin 1x400 mg
Gemifloksasin 1x320 mg
Rawat Inap
Non severe Beta laktam+makrolida Ampisilin/sulbaktam Tambahkan Tambahkan Pemberian antibiotik yang Pemberian antibiotik yang
pneumonia ATAU 1,5-3 gram setiap 6 jam antibiotik yang antibiotik memiliki aktivitas terhadap memiliki aktivitas terhadap
Florokuinolon respiratori Sefotaksim 3x 1–2 gram memiliki aktivitas yang memiliki Pseudomonas aeruginosa Pseudomonas aeruginosa
Seftriakson 1–2 gram/hari terhadap MRSA$ aktivitas hanya ketika hasil kultur hanya ketika hasil kultur
Seftarolin 2x600 mg dan lakukan kultur/ terhadap menunjukkan positif menunjukkan positif
nasal PCR sebagai Pseudomonas
Severe Beta laktam + makrolida Azithromisin 1x500 mg dasar deeskalasi aeruginosa# dan Tambahkan antibiotik yang Tambahkan antibiotik yang
pneumonia ATAU Klaritromisin 2x500 mg atau melanjutkan lakukan kultur memiliki aktivitas terhadap memiliki aktivitas terhadap
Beta laktam + Florokuinolon terapi sebagai dasar MRSA$ dan lakukan kultur/ Pseudomonas aeruginosa#
respiratori Levofloksasin 1x750 mg deeskalasi atau nasal PCR sebagai dasar dan lakukan kultur sebagai
Moksifloksasin 1x400 mg melanjutkan deeskalasi atau melanjutkan dasar deeskalasi atau
terapi terapi melanjutkan terapi
Keterangan:
MRSA: methicillin-resistant Staphylococcus aureus; *Faktor risiko termasuk riwayat terinfeksi MRSA atau Pseudomonas aeruginosa sebelumnya, riwayat masuk rumah sakit dan memperoleh terapi
antibiotik parenteral setidaknya dalam 90 hari terakhir; ‡Gagal jantung kronis, gangguan hati, paru-paru dan ginjal, diabetes melitus, alkoholisme, keganasan, atau asplenia, $Vankomisin (15 mg/kg setiap
12 jam disesuaikan dengan kadar) atau linezolid (600 mg setiap 12 jam); #Piperasilin/tazobaktam (4,5 gram setiap 6 jam), sefepim (2 gram setiap 8 jam), seftazidim (2 gram setiap 8 jam), imipenem (500
mg setiap 6 jam), meropenem (1 gram setiap 8 jam), atau aztreonam (2 gram setiap 8 jam), tidak memiliki aktivitas terhadap extended-spectrum beta lactamase yang diproduksi oleh Enterobacteriaceae

74
Jurnal Farmasi Klinik Indonesia Volume 9, Nomor 1, Maret 2020

kuman lokal rumah sakit, dan panduan terapi dinyatakan WHO dengan modifikasi sesuai
nasional. kearifan dan ketersediaan sumber daya di
Indonesia. Pedoman terapi yang dikeluarkan
Terapi acute respiratory distress syndrome oleh Direktorat Jenderal Pencegahan dan
(ARDS) Pengendalian Penyakit menyatakan secara
Detail teknis tindakan medis, termasuk tentang jelas peran serta tanggung jawab seluruh
pengaturan ventilator dan pemasangan intubasi pemangku kepentingan dalam penanganan
untuk menyelamatkan nyawa pasien, harus wabah COVID-19 mulai dari pusat kesehatan
dilakukan oleh tenaga terlatih sesuai dengan masyarakat (puskesmas), fasilitas pelayanan
pedoman terapi WHO.18 Terapi cairan yang kesehatan lain (rumah sakit dan klinik), rumah
disarankan untuk pasien tanpa hipoperfusi sakit rujukan, Dinas Kesehatan Kabupaten/
jaringan adalah pendekatan terapi cairan Kota, Dinas Kesehatan Provinsi, Kementerian
konservatif sesuai dengan protokol masing- Kesehatan Pusat.22 Dalam pedoman tersebut,
masing rumah sakit. dianjurkan agar pasien dalam pengawasan
(PDP), yang definisinya dapat dilihat pada
Terapi kondisi kritis, khususnya syok sepsis Tabel 2, dengan gejala sedang atau gejala
Terapi standar yang perlu segera diberikan ringan yang tidak memiliki fasilitas karantina
dalam waktu satu jam setelah diagnosis rumah yang memadai perlu mendapatkan
ditegakkan, termasuk pemberian antibiotik, karantina dan tata laksana di fasilitas khusus
terapi cairan, dan penggunaan vasopresor atau rumah sakit darurat COVID-19.22 Selain
untuk mengatasi kondisi hipotensi dilakukan itu, orang dalam pemantauan (ODP; Tabel 2)
sesuai dengan pedoman tata laksana terapi yang berusia di atas 60 tahun dengan penyakit
untuk dewasa20 dan anak.21 penyerta terkontrol juga perlu mendapatkan
tata laksana sesuai kondisi di fasilitas khusus
Penggunaan kortikosteroid sebagai terapi atau rumah sakit darurat COVID-19.22 PDP
penunjang dengan tingkat keparahan berat perlu untuk
Penggunaan kortikosteroid sistemik secara mendapatkan tata laksana di rumah sakit
rutin tidak direkomendasikan pada pasien rujukan. Terkait dengan tata laksana infeksi
dengan pneumonia yang disebabkan oleh virus, penyerta, yakni pneumonia, PDPI juga
kecuali terdapat indikasi lain. merujuk pedoman terapi ATS-IDSA terbaru
sebagaimana juga dipaparkan pada kajian
Monitoring Kondisi Pasien Secara Ketat pustaka kami.23 Baik WHO maupun pedoman
dan Berkesinambungan di Indonesia, sampai tulisan ini dibuat, belum
merekomendasikan secara spesifik obat untuk
Di Indonesia, sampai dengan tulisan ini dibuat, virus SARS-CoV-2.18,22,23 Namun demikian,
terdapat 2 (dua) pedoman terapi untuk pasien terdapat beberapa negara yang memasukkan
dengan COVID-19, yakni pedoman yang obat yang diduga efektif untuk SARS-CoV-2
dikeluarkan Direktorat Jenderal Pencegahan sebagai bagian dari tata laksana terapi pasien
dan Pengendalian Penyakit, Kementerian dengan COVID-19 (Tabel 3).24–26
Kesehatan Republik Indonesia edisi Maret
202022 dan pedoman terapi oleh Perhimpunan Pilihan Obat yang Potensial Bermanfaat
Dokter Paru Indonesia (PDPI).23 Pada untuk SARS-CoV-2
prinsipnya, tata laksana pasien COVID-19
yang dijelaskan dalam kedua pedoman terapi Klorokuin/Hidroksiklorokuin
di Indonesia tersebut serupa dengan yang Klorokuin (N4-(7-Chloro-4-quinolinyl)-N1,

75
Jurnal Farmasi Klinik Indonesia Volume 9, Nomor 1, Maret 2020

Tabel 2 Kriteria Pasien dengan Pengawasan22


PDP* ODP**
Kriteria Kriteria Kriteria Kriteria Kriteria Kriteria Kriteria
1 2 3 4 1 2 3
Demam (≥38oC) atau
Ya Ya Ya
riwayat demam
ISPA; gejala/tanda, antara
lain: batuk/pilek/sakit
tenggorokan/sesak napas/ Ya Ya
pneumonia ringan hingga
berat
Tidak ada penyebab lain
berdasarkan gambaran Ya Ya Ya Ya
klinis yang meyakinkan
Memiliki riwayat
perjalanan atau tinggal di
luar negeri atau area di
Indonesiaa yang melaporkan Ya Ya Ya
tranmisi dalam 14 hari
terakhir sebelum timbul
gejala
Riwayat kontak dengan
kasus pasien confirmb
COVID-19 dalam 14 hari Ya Ya Ya
terakhir sebelum timbul
gejala
ISPA berat atau pneumonia
beratc hingga berat yang
Ya
membutuhkan perawatan di
rumah sakit
Gejala gangguan sistem
pernapasan seperti pilek/ Ya Ya
sakit tenggorokan/batuk
Keterangan:
PDP=Pasien Dalam Pengawasan; ODP=Orang Dalam Pemantauan; *Seseorang diklasifikasikan sebagai PDP jika memenuhi
salah satu dari kriteria berikut; **Seseorang diklasifikasikan sebagai ODP jika memenuhi salah satu dari kriteria berikut; aSitus
http://infeksiemerging.kemkes.go.id dapat digunakan untuk mengidentifikasi negara dan area di Indonesia dengan tranmisi
COVID-19; bKasus confirm didefinisikan sebagai seseorang terinfeksi COVID-19 dengan hasil pemeriksaan laboratorium
positif; cKriteria pasien dengan ISPA atau pneumonia berat: pasien remaja atau dewasa: demam atau dalam pengawasan
infeksi saluran napas, ditambah satu dari: frekuensi napas >30x/menit, distress pernapasan berat, atau saturasi oksigen (SpO2)
<90% pada udara kamar; pasien anak: batuk atau kesulitan bernapas, ditambah setidaknya satu dari berikut ini: -sianosis
sentral atau SpO2 <90%; -distress pernapasan berat (seperti mendengkur, tarikan dinding dada yang berat); -tanda pneumonia
berat: ketidakmampuan menyusui atau minum, letargi ataupenurunan kesadaran, atau kejang; -tanda lain dari pneumonia yaitu:
tarikan dinding dada, takipnea: <2 bulan, ≥60x/menit; 2–11 bulan, ≥50x/menit; 1–5 tahun, ≥40x/menit; >5 tahun, ≥30x/menit

N1-diethyl-1,4-pentanediamine), baik dalam Hal ini disebabkan perkembangan resistensi


bentuk garam fosfat maupun sulfat, telah sejak Plasmodium falciparum terhadap klorokuin
lama digunakan sebagai antimalaria. Obat yang telah meluas; selain itu, klorokuin yang
tersebut merupakan bentuk amine acidotropic digunakan secara tidak tepat, khususnya dosis
dari quinine yang pertama kali diproduksi pada berlebihan, dapat menyebabkan keracunan
tahun 1934 oleh Bayer di Jerman.27 Namun akut dan bahkan kematian.27
dalam kurun waktu beberapa tahun terakhir, Kemudian pada tahun 1946, diperkenalkan
klorokuin sudah sangat jarang digunakan. hidroksiklorokuin yang merupakan derivatif

76
Jurnal Farmasi Klinik Indonesia Volume 9, Nomor 1, Maret 2020

Tabel 3 Pilihan Jenis Obat untuk Pasien Positif COVID-19 pada Beberapa Negara
China24 Malaysia25 Iran26,*
Pilihan antivirus berikut dapat Pasien tanpa pneumonia tetapi Pneumonia sedang sampai berat:
digunakan:a menunjukkan gejala sakit: oseltamivir + hidroksiklorokuin
Interferon-α hidroksiklorokuin atau klorokuin + lopinavir/ritonavir
Lopinavir/ritonavir Pasien dengan pneumonia yang Pneumonia ringan dengan
Ribavirin menunjukkan gejala: faktor risikoc: oseltamivir +
Klorokuin fosfat hidroksiklorokuin dan apabila hidroksiklorokuin
Arbidol menunjukkan warning signsb:
tambahkan lopinavir/ritonavir
Pasien dengan pneumonia
yang menunjukkan gejala dan
membutuhkan terapi oksigen:
hidroksiklorokuin dan lopinavir/
ritonavir
Pasien kritis: hidroksiklorokuin dan
lopinavir/ritonavir dan ribavirin
atau interferon beta
Keterangan:
a
Catatan diberikan: Pemilihan antivirus harus memperhatikan kondisi pasien dan profil reaksi obat yang tidak dikehendaki
(ROTD), kontraindikasi, serta interaksi obat dengan terapi yang digunakan atau diberikan pasien. Tidak direkomendasikan
untuk menggunakan tiga atau lebih antivirus pada saat yang bersamaan. Antivirus harus dihentikan penggunaannya apabila
ROTD tidak dapat ditoleransi pasien; bWarning signs=demam, penurunan ALC, peningkatan CRP, takikardi; cFaktor risiko:
riwayat penggunaan obat untuk indikasi immunodeficiency atau immunosuppressive; riwayat sakit kronis antara lain: diabetes,
gangguan fungsi ginjal, jantung, pernapasan, gangguan regulasi tekanan darah dan metabolik; *Pedoman terapi pada anak-anak

klorokuin—yakni dengan menambahkan dan imunomodulasi pelepasan sitokin.28–31


gugus hidroksil pada klorokuin. Berdasarkan Kedua, klorokuin dapat menghambat quinone
data pada hewan, ditemukan bahwa toksisitas reductase 2 yang memiliki peran penting
hidroksiklorokuin lebih rendah dibandingkan dalam pembentukan asam sialic; asam tersebut
dengan klorokuin (~40%).27 Sampai saat ini, ditemukan pada protein sel transmembran
hidroksiklorokuin masih banyak digunakan yang merupakan komponen penting ikatan
untuk terapi penyakit autoimun, seperti virus dan reseptor.27 Ketiga, klorokuin dapat
systemic lupus erythematosus dan rheumatoid menghambat proses glikosilasi protein virus
arthritis.27 Di tengah wabah novel coronavirus dan sekaligus juga dapat memengaruhi proses
(SARS-CoV-2), klorokuin kembali mendapat glikosilasi reseptor angiotensin-converting
perhatian karena beberapa publikasi terbaru enzyme 2 (ACE2) yang diduga merupakan
menunjukkan potensi manfaat klorokuin untuk mediator masuknya virus.28–31
terapi COVID-19.27–29 Wang et al. (2020) melakukan uji in-
Mekanisme kerja klorokuin secara vitro terhadap beberapa obat untuk melawan
molekuler belum dapat dipahami dengan SARS-CoV-2, termasuk klorokuin. Hasil
jelas. Berdasarkan hasil penelitian terdahulu, dari penelitian tersebut menunjukkan bahwa
klorokuin dan hidroksiklorokuin diduga dapat klorokuin berfungsi pada tahap entry maupun
menghambat coronavirus dengan melalui post-entry infeksi SARS-CoV-2 pada sel Vero
serangkaian mekanisme. Pertama, baik E6.28 Aktivitas antivirus klorokuin—yang
klorokuin maupun hidroksiklorokuin dapat ditunjukkan dengan 50% maximal effective
mengubah pH pada permukaan membran concentration (EC50)—untuk melawan SARS-
sel sehingga dapat menghambat bersatunya CoV-2 pada sel Vero E6 cells adalah sebesar
(‘fusion’) virus tersebut dengan membran sel, 1,13 μM. Selain EC50, penelitian tersebut juga

77
Jurnal Farmasi Klinik Indonesia Volume 9, Nomor 1, Maret 2020

melaporkan nilai beberapa parameter antara penelitian Yao et al. (2020) menunjukkan
lain: cytotoxic concentration 50% (CC50) bahwa hidroksiklorokuin (EC50=0,72 μM)
≥100 Μm; selectivity index (SI)=88,50; dan terlihat lebih poten dibandingkan klorokuin
EC90=6,90 μM.28 EC50 merupakan suatu (EC50=5,47μM).29 Penyebab dari perbedaan
parameter yang digunakan untuk mengamati hasil antara kedua penelitian tersebut tidak
potensi suatu obat untuk indikasi tertentu, diketahui secara pasti. Terlepas dari perbedaan
dalam hal ini adalah konsentrasi obat yang hasil yang ditemukan pada kedua penelitian
dapat menghasilkan 50% hambatan replikasi tersebut, secara in-vitro, klorokuin maupun
virus.32 Pada umumnya, selain melaporkan hidroksiklorokuin memiliki aktivitas anti-
nilai EC50, suatu penelitian in-vitro juga akan SARS-CoV-2 yang baik.
melaporkan nilai inhibitory concentration Menindaklanjuti hasil penelitian in-vitro
50% (IC50), nilai cytotoxic concentration yang terlihat menjanjikan ini, setidaknya
50% (CC50), dan nilai selectivity index (SI). sebanyak 15 studi klinis telah dilakukan di
Nilai IC50 mengindikasikan besar konsentrasi lebih dari 10 rumah sakit di China. Laporan
suatu obat, dalam hal ini adalah antivirus, Gao et al. (2020) menyatakan bahwa sampai
yang dibutuhkan untuk mengurangi sebanyak saat ini, hasil yang diperoleh dari lebih dari
50% dari jumlah sel yang terinfeksi virus. 100 pasien menunjukkan bahwa klorokuin
Sebaliknya, nilai CC50 menggambarkan terlihat superior dibandingkan dengan terapi
besar konsentrasi obat yang telah terbukti kontrol dalam hal menurunkan eksaserbasi
dapat “membunuh” atau “menghancurkan” pneumonia, durasi gejala, dan penundaan
setengah dari sel yang tidak terinfeksi.32 klirens virus, serta tidak menunjukkan efek
Terakhir, nilai SI menggambarkan rasio antara samping yang berbahaya.35 Akan tetapi,
nilai aktivitas antivirus (AVA value) terhadap pernyataan ini perlu diinterpretasikan secara
nilai sitotoksisitas (TOX value) suatu obat. hati-hati karena tidak disertai data pendukung
Nilai SI yang lebih tinggi, secara teori, yang lebih detil. Lebih lanjut, suatu penelitian
mengindikasikan penggunaan suatu obat berskala kecil dengan desain nonrandom yang
semakin efektif dan aman untuk suatu infeksi dilakukan Gautret et al. (2020) di Perancis
virus tertentu.32 Nilai EC90 klorokuin yang (n=36) menunjukkan bahwa pasien yang
dibutuhkan untuk SARS-CoV-2 diperkirakan mendapatkan hidroksiklorokuin mengalami
dapat dicapai dengan pemberian klorokuin penurunan jumlah virus (viral load) yang
500 mg sebagaimana diberikan untuk pasien signifikan dibandingkan kelompok kontrol
dengan rheumatoid artritis.33 (pemeriksaan PCR negatif pada hari ke-6: 70%
Penelitian selanjutnya oleh Liu et al. versus 12,5%, secara berurutan; p=0,001).36
(2020) membandingkan aktivitas antivirus Selain itu, penambahan azithromisin dapat
klorokuin versus hidroksiklorokuin terhadap meningkatkan eliminasi virus dibandingkan
SARS-CoV-2. Kurva dosis-respons kedua pemberian hidroksiklorokuin tunggal atau
obat tersebut ditentukan dengan menggunakan kontrol (pemeriksaan PCR negatif pada hari
empat multiplicities of infection (MOIs) yang ke-6: 100% versus 57,1% versus 12,5%, secara
berbeda (0,01; 0,02; 0,2 dan 0,8); EC50 klorokuin berurutan; p<0,001).36 Namun, penelitian
(2,71; 3.81; 7,14; dan 7,36 μM) lebih rendah yang dilakukan di China (Chen et al., 2020)
dibandingkan hidroksiklorokuin (4,51; 4,06; pada 6–25 Februari 2020—melibatkan 30
17,31; dan 12,96 μM). Data ini menunjukkan pasien COVID-19 yang dirandomisasi untuk
bahwa hidroksiklorokuin tampaknya memiliki mendapatkan hidroksiklorokuin versus terapi
aktivitas anti- SARS-CoV-2 yang lebih rendah konvensional—tidak menunjukkan adanya
dibandingkan dengan klorokuin.34 Namun, perbedaan yang signifikan terkait eliminasi

78
Jurnal Farmasi Klinik Indonesia Volume 9, Nomor 1, Maret 2020

virus (throat swab negatif pada hari ke-7: terkait dengan gangguan kardiovaskular
86,7% versus 93,3%, secara berurutan; p>0,05) yang membahayakan jiwa.27 Oleh karenanya,
(berdasarkan abstrak; artikel dalam bahasa penggunaan klorokuin dan hidroksiklorokuin
China).37 harus sesuai pedoman dan perlu pemantauan
Klorokuin maupun hidroksiklorokuin kondisi pasien yang ketat. Mempertimbangkan
per oral dilaporkan memiliki absorpsi yang aspek keselamatan pasien, maka pengobatan
sangat baik pada manusia.27 Penelitian pada sendiri tanpa resep tidak direkomendasikan.
hewan menunjukkan bahwa kedua obat Hasil penelitian klinis dengan desain yang
tersebut memiliki pola distribusi yang mirip; lebih baik masih ditunggu dan diperlukan
konsentrasi yang tinggi dijumpai di hati, limpa, untuk memastikan efektivitas (termasuk dosis
ginjal dan paru-paru—dapat mencapai 200– optimal) dan keamanannya sebagai terapi
700 kali lebih tinggi dibandingkan dengan COVID-19.
konsentrasi di dalam plasma.38 Konsensus
para ahli di China merekomendasikan dosis Arbidol
klorokuin yang digunakan adalah 500 mg dua Arbidol merupakan salah satu antivirus
kali sehari selama 10 hari pada pasien dewasa dengan spektrum luas yang banyak digunakan
dengan COVID-19 pneumonia ringan, sedang khususnya di Rusia dan China untuk indikasi
maupun berat.39,40 Dosis hidroksiklorokuin anti-influenza dan stimulasi imunitas (immune
yang digunakan dalam penelitian Gautret stimulating effect).42 Cakupan antivirus
et al. (2020) adalah 200 mg 3 kali per hari arbidol meliputi: virus influenza, respiratory
selama 10 hari;36 dan pada penelitian Chen et syncytial virus, parainfluenza virus, rhinovirus
al. (2020) digunakan dosis 400 mg per hari 14, hepatitis B dan C, virus coxsackie. Arbidol
selama 5 hari.37 Data terdahulu menunjukkan bekerja dengan cara menghambat masuknya
bahwa dosis normal hidroksiklorokuin sulfat virus pada sel target, memblok ikatan antara
(6–6,5 mg/kg per hari) dapat menghasilkan virus dengan membran sel, dan menghambat
konsentrasi serum 1,4–1,5 μM pada manusia,41 proses replikasi virus.42–44
sehingga dalam rentang dosis yang aman, Bukti penelitian mengenai penggunaan
kemungkinan konsentrasi hidroksiklorokuin arbidol untuk terapi infeksi COVID-19 masih
yang diharapkan untuk menghambat infeksi terbatas. Hasil dari suatu penelitian in-vitro
COVID-19 dapat dicapai (berdasarkan data menunjukkan bahwa konsentrasi arbidol
in-vitro34). Penelitian lebih lanjut masih yang dibutuhkan untuk menghambat SARS-
diperlukan untuk memastikan dosis optimal CoV-2 adalah 10–30 μM.45 Terdapat dua
klorokuin dan hidroksiklorokuin untuk terapi penelitian klinis terkait penggunaan arbidol
COVID-19. yang dikombinasikan dengan antivirus lain
Meskipun klorokuin dan hidroksiklorokuin untuk pasien dengan COVID-19. Penelitian
menunjukkan efektivitas yang menjanjikan Deng et al. (2020) yang melibatkan sebanyak
untuk terapi COVID-19, terutama berdasarkan 33 pasien COVID-19 menunjukkan bahwa
uji in-vitro, bukti klinis yang ada masih kombinasi arbidol dengan lopinavir/ritonavir
sangat terbatas. Dari sisi keamanan, bukti memberikan hasil yang lebih baik apabila
yang ada menunjukkan bahwa klorokuin dan dibandingkan lopinavir/ritonavir saja dalam
hidroksiklorokuin memiliki profil keamanan hal konversi negatif deteksi virus corona (pada
yang cukup baik. Namun demikian, perlu hari ke-7 dan 14), dan menunjukkan perbaikan
diketahui bahwa klorokuin memiliki rentang kondisi pada hasil CT scan dada.46 Persentase
yang relatif sempit antara dosis terapeutik pasien dengan konversi negatif pada grup
dan toksik; toksisitas klorokuin dilaporkan kombinasi arbidol-lopinavir/ritonavir apabila

79
Jurnal Farmasi Klinik Indonesia Volume 9, Nomor 1, Maret 2020

dibandingkan dengan lopinavir/ritonavir Ribavirin


pada hari ke-7 dan 14 secara berturut-turut Ribavirin merupakan analog nukleosida
adalah 75% versus 35% dan 94% versus dengan aktivitas antivirus spektrum luas.50–52
52,9% (p<0,05). Persentase pasien dengan Ribavirin memiliki kemampuan melawan
perbaikan hasil CT scan paru pada kelompok virus dengan mekanisme yang berbeda-beda,
kombinasi dan monoterapi adalah 69% versus dan memiliki mekanisme kerja baik secara
29% (p<0,05).46 Hasil penelitian lain oleh langsung dan tidak langsung pada virus.
Wang et al. (2020) yang melibatkan empat Mekanisme antivirus secara langsung terjadi
kasus pasien COVID-19 di Shanghai, China, dengan cara: 1) memengaruhi proses RNA
juga menunjukkan adanya perbaikan kondisi capping yang diperlukan untuk stabilitas
pasien yang diberi terapi kombinasi arbidol RNA dan proses translasi dari virus, dan 2)
dengan lopinavir/ritonavir.47 Sebagai catatan, menghambat polimerase RNA virus. Adapun
pada penelitian yang dilakukan oleh Wang mekanisme secara tidak langsung terjadi
et al. (2020), pasien juga diberikan terapi melalui proses: 1) penghambatan inosine
antibiotik dan obat tradisional China, serta monophosphate (IMP) dehydrogenase yang
kondisi awal pasien pada masing-masing dapat menghambat proses replikasi virus
kasus sedikit berbeda dengan rentang kasus dan juga 2) efek imunomodulator dengan
infeksi ringan sampai berat.47 Walaupun mempertahankan respon imun dari T-helper
arbidol memiliki potensi untuk digunakan tipe 1.49–51
dalam terapi COVID-19, namun diperlukan Terdapat penelitian in-vitro yang dilakukan
penelitian dengan desain acak terkontrol oleh Wang et al. (2020) untuk mengidentifikasi
yang melibatkan jumlah sampel yang lebih potensi penggunaan ribavirin untuk mengatasi
besar untuk melihat efektivitas terapi, baik infeksi SARS-CoV-2.28 Hasil dari penelitian
sebagai monoterapi atau kombinasi dengan tersebut menunjukkan nilai EC50, CC50, dan SI
antivirus yang lain. ribavirin untuk mengatasi sel kultur terinfeksi
Sebagai antivirus yang berpotensi untuk SARS-CoV-2 adalah 109,50 μM, >400 μM,
digunakan pada pandemi COVID-19, arbidol dan >3,65, secara berturut-turut.28 Dari hasil
terdistribusi dengan cepat dalam jaringan dan tersebut, dapat diketahui bahwa konsentrasi
organ pada saat 20 menit setelah pemberian yang dibutuhkan untuk melakukan hambatan
secara oral. Besar akumulasi maksimum replikasi virus lebih rendah dibandingkan
pada berbagai organ adalah sebagai berikut: dengan konsentrasi menghancurkan sel yang
di liver (3,1%/g jaringan), kelenjar pituitari tidak terinfeksi. Dengan kata lain, ribavirin
(1,7%), ginjal (1,2%), nodus limfatik (1,2%), adalah kandidat yang baik untuk dieksplorasi
dan tiroid, kelenjar adrenal, sumsum tulang efektivitasnya secara klinis.
belakang, paru-paru, plasma, thymus, serta Sampai saat ini, bukti penelitian klinis
limpa (<1%). Sebesar 40% dari total arbidol terkait penggunaan ribavirin sebagai terapi
akan diekskresikan 48 jam dalam bentuk infeksi COVID-19 masih terbatas. Terdapat
tidak berubah (unchanged), terutama di beberapa penelitian penggunaan efektivitas
feses (38,9%) dan sedikit di urin (0,12%).42,46 dan keamanan kombinasi ribavirin dengan
Secara umum, arbidol dapat ditoleransi beberapa jenis obat yang lain, antara lain:
dengan baik pada manusia.42 Dosis arbidol IFN-α, lopinavir/ritonavir dan IFN-α, yang
yang direkomendasikan sebagai terapi saat ini masih berjalan.54 Dengan demikian,
COVID-19 secara oral adalah 200 mg 3 kali pengalaman penggunaan obat ini pada kasus
sehari dengan durasi terapi tidak lebih dari 10 infeksi coronavirus yang lain diperlukan
hari.40,46,47 sebagai data awal kemungkinan menggunakan

80
Jurnal Farmasi Klinik Indonesia Volume 9, Nomor 1, Maret 2020

obat ini untuk COVID-19. Data penelitian sebagai persiapan apabila terjadi pandemi
yang ditemukan untuk indikasi SARS-CoV-1 influenza.57 Saat kajian ini ditulis, favipiravir
menunjukkan bahwa kombinasi ribavirin dan merupakan obat pertama yang disetujui oleh
lopinavir/ritonavir dapat mengurangi risiko pemerintah China sebagai terapi COVID-19
terjadinya ARDS dibandingkan penggunaan di China.58 Favipiravir bekerja sebagai
ribavirin monoterapi (2,4% versus 28,8%, penghambat selektif RNA-dependent RNA
p<0,001).52 Dalam sebuah kajian sistematis polymerase (RdRp), yang merupakan salah
yang relatif baru dipublikasikan, terdapat satu enzim yang digunakan untuk transkripsi
bukti penelitian studi kasus dan observasional dan replikasi genom RNA virus.56,40 Dengan
mengenai penggunaan kombinasi ribavirin demikian, favipiravir memiliki potensi untuk
dengan IFN-α untuk pasien dengan infeksi menghambat replikasi dari berbagai jenis
MERS- CoV.53 virus RNA, dan dapat dikatakan memiliki
Ribavirin termasuk salah satu terapi yang potensi sebagai antivirus dengan spektrum
direkomendasikan untuk infeksi COVID-19 luas.56
menurut pedoman terapi yang dikeluarkan Secara in-vitro, favipiravir efektif untuk
oleh National Health Commission (NHC) virus influenza tipe A, B, dan C.56 Hasil
pemerintah China. Metode administrasi yang penelitian in-vitro tersebut ditegaskan oleh
direkomendasikan adalah pemberian infus hasil penelitian pada hewan yang terinfeksi
intravena dengan dosis 500 mg setiap kali virus influenza yang menunjukkan bahwa
pemberian dan diberikan 2–3 kali sehari.40 favipiravir dapat meningkatkan survival rate
Pemberian tersebut perlu dikombinasikan dan menurunkan jumlah virus (viral load).
dengan IFN-α atau lopinavir/ritonavir dengan Selain influenza, favipiravir efektif terhadap
durasi pemberian tidak lebih dari 10 hari.40 virus berbagai jenis virus RNA termasuk
Reaksi obat yang tidak dikehendaki dari arenaviridae, bunyaviridae, flaviviridae,
ribavirin seperti anemia hemolitik, gangguan picornaviridae, caliciviridae, rhabdoviridae,
elektrolit, serta gangguan fungsi hati dan ginjal. dan filoviridae.56 Beberapa penelitian pada
Oleh karenanya, diperlukan pemantauan hasil hewan coba juga menunjukkan efektivitas
laboratorium terhadap total dan differential favipiravir dalam hal menurunkan jumlah
blood cell count, serum laktat dehidrogenase, virus atau meningkatkan survival rate hewan
elektrolit, aspartate transaminase/AST, alanine coba yang diinfeksi oleh virus west nile, virus
transaminase/ALT, dan bilirubin tiap dua hari yellow fever, virus chikunguya, virus rabies,
sekali.55 dan sebagainya.57 Penelitian in-vitro oleh
Wang et al. (2020) menunjukkan potensi
Favipiravir penggunaan favipiravir untuk menghambat
Favipiravir, atau yang juga dikenal dengan replikasi SARS-CoV-2.28 Nilai EC50, CC50,
nama favilavir atau avigan, merupakan suatu dan SI favipiravir untuk mengatasi sel kultur
antivirus yang dikembangkan oleh Toyama yang terinfeksi SARS-CoV-2 adalah 61,88 μM,
Chemical di Jepang untuk berbagai strain virus >400 μM, dan >6,46, secara berturut-turut.28
influenza.56,57 Favipiravir merupakan pro-drug Penelitian klinis nonacak pada manusia
yang akan dimetabolisme dalam tubuh menjadi menunjukkan bahwa favipiravir juga pernah
zat aktif, yakni: favipiravir-ribofuranosyl-5’- digunakan sebagai terapi pasien yang terinfeksi
triphosphate (favipiravir-RTP).56 Pada tahun ebola, dan disebutkan bahwa favipiravir dapat
2014, favipiravir disetujui penggunaannya di menurunkan jumlah virus dan meningkatkan
Jepang sebagai terapi novel atau re-emerging survival pada pasien dengan viremia rendah
virus influenza dan, pada dasarnya, ditujukan atau sedang.57,59,60 Saat ini, penelitian klinis

81
Jurnal Farmasi Klinik Indonesia Volume 9, Nomor 1, Maret 2020

untuk membuktikan efektivitas favipiravir dan 120 pasien pada grup arbidol (120 yang
pada pasien COVID-19 sedang berjalan di dianalisis). Rejimen dosis yang digunakan
China.61 Salah satu penelitian yang dilakukan pada penelitian tersebut adalah: 1) favipiravir:
oleh Cai et al. di Shenzhen, China pada 80 1.600 mg dua kali sehari pada hari pertama
orang pasien positif COVID-19 menunjukkan dilanjutkan 600 mg dua kali sehari mulai hari
bahwa favipiravir memiliki profil efektivitas kedua sampai terapi dihentikan; arbidol: 200
yang superior dan efek samping yang lebih mg tiga kali sehari sejak hari pertama sampai
rendah dibandingkan lopinavir/ritonavir.61,62 terapi dihentikan. Pada 116 pasien di grup
Penelitian tersebut menggunakan desain open favipiravir, 98 pasien dikategorikan sebagai
label non randomised control trial, dengan 35 pasien dengan tingkat keparahan “ordinary”
pasien berada pada kelompok favipiravir dan dan 18 sisanya dikategorikan sebagai “critical”.
45 pasien pada kelompok lopinavir/ritonavir. Sebanyak 42 pasien dari 116 pasien pada
Dosis favipiravir yang diberikan adalah kelompok favipiravir mempunyai hipertensi
1.600 mg dua kali sehari pada hari pertama dan/atau diabetes. Dari 120 pasien di grup
dilanjutkan 600 mg dua kali sehari pada hari arbidol, 111 pasien dikategorikan “ordinary”
ke-2 sampai ke-14. Dosis lopinavir/ritonavir dan 9 pasien dikategorikan “critical”; 35
yang diberikan adalah 400 mg lopinavir/100 pasien dari 120 pasien ini merupakan pasien
mg ritonavir pada hari ke-1 sampai ke-14. hipertensi dan/atau diabetes. Perbaikan klinis
Hasil penelitian menunjukkan tidak terdapat setelah tujuh hari penggunaan antivirus
perbedaan yang signifikan pada karakteristik pada kedua grup ini tidak berbeda secara
awal pasien. Pasien pada kelompok fapiviravir signifikan, yaitu: 61% pada grup fapiviravir
mengalami klirens virus yang lebih rendah dan 52% pada grup arbidol (p=0,14). Akan
secara signifikan dibandingkan kelompok tetapi, apabila analisis dilakukan hanya pada
lopinavir/ritonavir (median empat hari versus grup pasien “ordinary”, terdapat perbedaan
11 hari, secara berurutan; p<0,001). Selain yang signifikan terkait perbaikan klinis dalam
itu, hasil penelitian menunjukkan terdapat tujuh hari, yaitu: 71% pasien pada grup
perbedaan bermakna pada perbaikan hasil CT fapiviravir dibandingkan dengan 56% pasien
scan dada (perbaikan CT scan dada pada hari pada grup arbidol (p=0,02). Pada pasien
ke-14: 91% versus 62%, secara berurutan; dengan hipertensi dan/atau diabetes, waktu
p<0,004). Total kejadian efek samping terjadinya penurunan demam dan sembuhnya
pada kelompok fapiravir juga lebih rendah batuk pada grup fapiviravir lebih pendek
dibanding kelompok lopinavir/ritonavir (11% dibandingkan grup arbidol (p<0,0001), akan
versus 56%, secara berurutan; p<0,001). Di tetapi tidak terdapat perbedaan bermakna pada
samping limitasi desain penelitiannya, studi auxiliary oxygen therapy atau non-invasive
pendahuluan ini mengindikasikan bahwa mechanical ventilation rate. Peningkatan
fapiviravir memberikan hasil yang lebih baik nilai serum asam urat lebih sering terjadi
untuk terapi COVID-19 dalam hal mencegah pada grup fapiravir dibandingkan arbidol (16
progresivitas penyakit maupun klirens virus kasus versus tiga kasus, secara berurutan;
dibandingkan lopinavir/ritonavir. p=0,0014). Chen et al. menyimpulkan untuk
Selain penelitian tersebut, terdapat pasien kategori “ordinary”, fapiviravir dapat
penelitian lain yang dilakukan oleh Chen et al. dipertimbangkan sebagai terapi pilihan
(2020) di tiga rumah sakit di provinsi Hubei, COVID-19. Limitasi utama pada penelitian
China.63 Sebanyak 240 pasien direkrut sebagai tersebut adalah ketidakseimbangan proporsi
subjek penelitian, dengan 120 pasien berada pasien dengan kategori “critical” antara dua
pada grup fapiviravir (116 yang dianalisis) grup, sehingga hal ini dapat memengaruhi

82
Jurnal Farmasi Klinik Indonesia Volume 9, Nomor 1, Maret 2020

hasil penelitian. Hal lain yang penting untuk Penelitian klinis pada manusia yang
menjadi pertimbangan adalah, saat penulisan terinfeksi coronavirus dapat disebut sebagai
kajian ini, penelitian oleh Chen et al. tersebut salah satu inspirasi penggunaan lopinavir/
merupakan draft hasil penelitian yang masih ritonavir untuk kasus COVID-19. Chu et al.
perlu melalui proses kajian oleh ahli (peer (2004) meneliti efek dari lopinavir/ritonavir
review).61,63 secara klinis pada 41 pasien yang terinfeksi
Dengan demikian, apabila favipiravir SARS-CoV-1.52 Hasil penelitian tersebut
hendak digunakan, dapat dipertimbangkan menunjukkan bahwa penggunaan lopinavir/
untuk memberikan dosis 1.600 mg 2 kali ritonavir yang dikombinasi dengan ribavirin
sehari di hari pertama dilanjutkan 600 mg efektif menurunkan kematian dan kejadian
2 kali sehari untuk hari berikutnya. Durasi ARDS dibandingkan dengan periode ketika
pemberian favipiravir yang ditemukan dalam pengobatan dilakukan tanpa menggunakan
penelitian terpublikasi adalah 14 hari, namun obat tersebut, yakni 2,4% dibandingkan dengan
keputusan terkait lama penggunaan obat 28,8%, secara berturut-turut (p<0,001). Pada
ditentukan oleh dokter sesuai dengan penilaian kasus infeksi coronavirus yang lain, yakni
kondisi klinis masing-masing pasien. Selain MERS-CoV, ditemukan bahwa kombinasi
itu, penggunaan favipiravir tidak dianjurkan lopinavir/ritonavir dengan ribavirin sebagai
pada wanita hamil karena bersifat teratogenik intervensi post-exposure prophylaxis pada
dan embryotoxic.56 tenaga kerja yang merawat pasien terpapar
MERS-CoV terbukti efektif menurunkan
Lopinavir/Ritonavir risiko terjadinya infeksi.66
Lopinavir/ritonavir merupakan antivirus yang Terdapat bukti penelitian terkait dengan
bekerja dengan cara menghambat protease penggunaan lopinavir/ritonavir pada kasus
(protease inhibitor) dan digunakan pada pasien- COVID-19 di berbagai negara. Pertama,
pasien yang terinfeksi human immunodeficiency sebuah laporan studi kasus di Korea Selatan
virus selama ini. Lopinavir terbukti memiliki yang menunjukkan efektivitas penggunaan
mekanisme menghambat kerja enzim 3CL lopinavir/ritonavir pada pasien usia 54 tahun.
protease (atau disebut juga dengan 3CLpro Dosis yang digunakan pada kasus tersebut
atau Mpro) dan papain-like protease PLpro adalah lopinavir 400 mg/ritonavir 100 mg
yang berperan penting pada proses replikasi yang diberikan selama dua kali sehari. Pada
coronavirus.64 Ritonavir merupakan penghambat akhir terapi, didapatkan bahwa viral load
sitokrom P-450 yang jika digunakan bersama β-coronavirus menurun secara bermakna dan
lopinavir akan menyebabkan peningkatan hampir tidak ditemukan titer coronavirus
bioavailabilitas lopinavir.65 pada pasien.67 Kedua, sebuah penelitian yang
Hasil penelitian in-vitro oleh Chu et al. dilakukan di Singapura pada lima pasien
(2004) menunjukkan bahwa penggunaan yang membutuhkan terapi oksigen.68 Hasil
lopinavir/ritonavir bersama dengan ribavirin yang diperoleh pada terapi penelitian tersebut
menunjukkan efek sinergistik terhadap SARS- bervariasi antarpasien. Kebutuhan oksigen
CoV-1.52 Penelitian tersebut juga menyatakan, pada tiga dari lima pasien yang mendapat
penambahan ribavirin akan meningkatkan lopinavir/ritonavir mengalami penurunan
potensi lopinavir sebanyak empat kali lipat. pada hari ke-3 terapi yang mengindikasikan
Selain itu, melalui penelitian tersebut dapat adanya perbaikan pernapasan pasien. Selain
diketahui konsentrasi yang dibutuhkan untuk itu, tidak ditemukan virus pada hapusan
menghasilkan efek antivirus terhadap SARS- nasofaring pada dua dari lima pasien. Namun
CoV-1 adalah 4 μg/mL. di samping hasil positif tersebut, sebanyak

83
Jurnal Farmasi Klinik Indonesia Volume 9, Nomor 1, Maret 2020

dua dari lima pasien mengalami perburukan secara berturut-turut (perbedaan –5.8;
kondisi walaupun telah diberikan lopinavir/ 95% CI –17,3–5,7). Walaupun perbedaan
ritonavir. Satu orang pasien membutuhkan tersebut tidak bermakna secara signifikan,
ventilator dan hasil hapusan nasofaring atau namun angka kematian pada kelompok yang
selang endotrakeal pada dua pasien tersebut mendapatkan lopinavir/ritonavir tetap lebih
tetap menunjukkan adanya virus. Terlepas rendah jika dibandingkan dengan kelompok
dari perbedaan hasil pada kedua penelitian terapi standar. Efek samping yang paling
tersebut, perlu dicatat bahwa dosis yang banyak terjadi pada pasien dengan lopinavir/
digunakan pada pasien di Singapura tersebut ritonavir adalah efek samping pada saluran
adalah lopinavir 200 mg/ritonavir 100 mg cerna. Salah satu faktor penyebab lopinavir/
yang diberikan sebanyak dua kali sehari yang ritonavir tidak memberikan efektivitas yang
mana lebih rendah dari dosis pada laporan baik pada penelitian di China tersebut adalah
kasus di Korea Selatan.67,68 penggunaan obat tersebut pada pasien dengan
Penelitian ketiga, yang merupakan late infection dan jumlah virus yang cukup
penelitian dengan desain penelitian terbaik tinggi yang mana pada kondisi tersebut diduga
sampai saat ini, berasal dari China. Penelitian sudah terjadi kerusakan organ (khususnya
dengan desain penelitian acak terkontrol paru-paru) yang cukup besar. Selain itu,
tersebut dilakukan pada sebanyak 199 pasien terdapat dugaan bahwa konsentrasi lopinavir/
COVID-19 dengan saturasi oksigen ≤94% ritonavir dalam tubuh pasien tidak mencapai
atau rasio partial pressure of oxygen (PaO2) konsentrasi yang cukup untuk menghambat
terhadap fraction inspired oxygen (FiO2) replikasi virus sebagaimana ditemukan pada
<300 mmHg.69 Dosis yang digunakan pada penelitian in-vitro.70
penelitian tersebut adalah lopinavir 400 mg/ Beberapa pedoman tata laksana di beberapa
ritonavir 100 mg dua kali sehari. Secara negara dengan kasus COVID-19 mencantumkan
umum, hasil penelitian tersebut menunjukkan lopinavir/ritonavir sebagai salah satu pilihan
tidak terdapat perbedaan yang bermakna terapi.24–26 Di Korea Selatan, pasien geriatrik
dibandingkan dengan terapi standar dalam atau pasien yang memiliki penyakit penyerta
hal waktu yang dibutuhkan untuk mencapai dengan kondisi infeksi parah perlu diberikan
perbaikan kondisi klinis (HR 1,24; 95%; CI terapi untuk mengatasi replikasi virus dan
0,90–1,72). Hasil analisis modified intention- salah satu pilihan terapinya adalah lopinavir
to-treat analysis menunjukkan bahwa waktu 400 mg/ritonavir 100 mg sebanyak dua kali
yang dibutuhkan untuk mencapai perbaikan sehari.71 Metode administrasi obat ini adalah
kondisi pada kelompok yang mendapatkan secara per-oral dan dapat diberikan sampai
terapi lopinavir/ritonavir lebih cepat satu hari dengan 10 hari.40
dibandingkan pada kelompok yang mendapat
terapi standar (HR 1,39; 95% CI 1,00–1,91). Remdesivir
Perlu didiskusikan dengan klinisi mengenai Remdesivir, sebuah antivirus yang dibuat oleh
apakah perbedaan satu hari tersebut dapat Gilead Sciences, memiliki aktivitas terhadap
dipertimbangkan sebagai angka bermakna berbagai jenis virus termasuk MERS-CoV
secara klinis atau tidak. Parameter kedua dan SARS-CoV-1.40,72 Remdesivir merupakan
yang diamati pada penelitian di China tersebut suatu phosphoramidate prodrug, yang di
adalah perbedaan angka kematian. Angka dalam tubuh akan termetabolisme menjadi
kematian pada hari ke-28 pada kelompok C-adenosine nucleoside analogue GS-441524
yang mendapatkan lopinavir/ritonavir dan sebagai metabolit aktifnya.73,74 Mekanisme
terapi standar adalah: 19,2% versus 25,0% kerja remdesivir terutama terkait dengan

84
Jurnal Farmasi Klinik Indonesia Volume 9, Nomor 1, Maret 2020

replikasi virus.73 Remdesivir merupakan penggunaan antivirus remdesivir pada pasien


analog nukleosida adenosine yang akan COVID-19 saat ini sedang berjalan, dan
mengganggu kerja RNA polymerase dari virus diperkirakan baru akan selesai di akhir April
dan selanjutnya menurunkan kemampuan 2020.40 Namun, terdapat sebuah laporan kasus
replikasi virus.73 Disebabkan oleh kemiripan yang melaporkan tentang adanya efektivitas
remdesivir dengan adenosine, salah satu penggunaan remdesivir pada pasien yang
nukleotida untuk pembentukan RNA, maka terinfeksi COVID-19 di Amerika Serikat.77
dapat memungkinkan RNA polymerase salah Pasien pada laporan kasus tersebut berusia
mengenali remdesivir sebagai adenosine. 35 tahun dan memiliki riwayat perjalan ke
Penempatan analog adenosine ini lalu akan Wuhan, China. Setelah mendapatkan hasil
mengakhiri proses transkripsi, yang akhirnya CT scan dada yang menunjukkan adanya
menyebabkan virus tidak dapat bereplikasi pneumonia dan pasien mengalami penurunan
atau menginfeksi sel yang lain.75,76 saturasi O2 menjadi 90%, pasien diberikan
Remdesivir merupakan obat yang pada kombinasi vankomisin dan cefepim karena
mulanya dikembangkan untuk terapi virus terpikir tentang kemungkinan adanya hospital
ebola, yang lalu dicobakan juga terhadap acquired pneumoniae. Dengan memperhatikan
coronavirus seperti MERS-CoV dan SARS- bahwa tidak terdapat perbaikan CT scan
CoV-1.75 Pada penelitian hewan coba dengan dada, remdesivir mulai diberikan pada pasien
SARS-CoV-1, pemberian remdesivir di saat dan keesokan harinya ditemukan perbaikan
awal terjadinya infeksi dapat menurunkan kondisi klinis. Saat ini, masih terlalu dini
jumlah virus pada sel paru tikus, serta dapat untuk menyimpulkan efektivitas penggunaan
memperbaiki tanda-tanda klinis dan fungsi remdesivir untuk pasien dengan COVID-19.
paru.72 Hasil penelitian pada hewan coba Namun demikian, pada situasi yang belum
dengan infeksi MERS-CoV menunjukkan terdapat satu pun jenis obat yang disetujui
adanya efektivitas remdesivir yang lebih baik penggunaannya pada pasien COVID-19,
dibandingkan kombinasi lopinavir/ritonavir penggunaan remdesivir dapat menjadi sebuah
dan IFN-β. Perbaikan fungsi paru, penurunan alternatif terapi dengan mempertibangkan
jumlah virus, dan perbaikan pengamatan hasil uji in-vitro yang menjanjikan.28
patologi paru terjadi pada hewan coba yang Sambil menunggu hasil dari penelitian
mendapatkan terapi remdesivir, baik untuk klinis selesai dan dipublikasikan, saat ini
tujuan profilaksis maupun terapi. Pada hewan dapat dipertimbangkan untuk memberikan
coba yang mendapatkan lopinavir/ritonavir remdesivir dengan dosis 200 mg pada hari
yang dikombinasikan dengan IFN-β, terdapat pertama pemberian dan dosis 100 mg yang
perbaikan namun tidak terjadi pada semua dapat diberikan mulai dari hari ke-2 sampai
parameter.72 Hasil yang tampak menjanjikan ke-9 untuk pasien dengan tingkat keparahan
untuk coronavirus jenis lain ini lalu memicu sedang sampai parah.78,79 Sebagai catatan,
penelitian remdesivir untuk SARS-CoV-2. pemberian remdesivir dapat dipertimbangkan
Penelitian in-vitro oleh Wang et al. (2020) hanya sampai pada hari ke-5 pada pasien
mengungkapkan bahwa remdesivir dapat dengan tingkat keparahan sedang.78 Selain
menghambat infeksi SARS-CoV-2 dalam itu, apabila diputuskan untuk menggunakan
konsentrasi molekuler rendah dan memiliki remdesivir, waktu untuk mulai memberikan
SI yang tinggi.28 Potensi aktivitas antivirus obat ini perlu diperhatikan karena pemberian
remdesivir diamati pada EC50=0,77 μM; CC50 remdesivir pada pasien tertentu tidak berdampak
>100 μM; SI >129,87).28 pada perbaikan fungsi paru walaupun dapat
Penelitian untuk membuktikan efektivitas menurunkan jumlah virus.80 Sampai saat ini

85
Jurnal Farmasi Klinik Indonesia Volume 9, Nomor 1, Maret 2020

belum banyak negara yang menggunakan COVID-19 yang mendapat perawatan medis
obat ini. Hal ini dapat disebabkan obat ini di Zhongnan Hospital of Wuhan University.13
merupakan obat yang masih berada dalam Sebanyak 124 pasien (89,9%) mendapat terapi
tahap uji coba (experimental drugs) dan oseltamivir dengan dosis yang bervariasi
belum diproduksi untuk dipasarkan secara tergantung pada keparahan kondisi pasien.
luas—saat ini obat ini didapatkan atas dasar Sayangnya, detail informasi terkait dosis,
compassionate use dari Gilead Sciences atau frekuensi, dan durasi pemberian tidak dapat
untuk pasien yang masuk dalam penelitian diketahui pada artikel penelitian tersebut.13
klinis. Sampai dengan akhir pengamatan, terdapat
6 kasus kematian (4,3%), 47 pasien (34,1%)
Oseltamivir diizinkan keluar rumah sakit, dan 85 yang
Oseltamivir merupakan bagian dari golongan lain (61,6%) masih mendapat perawatan di
neuraminidase inhibitors (NAIs) yang rumah sakit. Seperti halnya dengan penelitian
mempunyai mekanisme kerja dengan cara retrospektif pertama, tidak memungkinkan
menghambat neuraminidase virus.81 Dampak untuk membuat simpulan terkait efektivitas
dari hambatan tersebut adalah menghambat oseltamivir pada pasien dengan COVID-19.
pelepasan partikel virus dari sel yang terinfeksi Selain di China, oseltamivir yang diberikan
sehingga mengurangi penyebaran virus pada secara oral juga merupakan salah satu jenis
saluran napas. obat yang digunakan dalam terapi pasien
Awal penggunaan oseltamivir sebagai COVID-19 di Singapura.71 Namun demikian,
terapi pasien COVID-19 dimulai pada sebuah informasi lebih lanjut terkait dosis dan durasi
rumah sakit di Wuhan, China, yakni Wuhan pemberian oseltamivir tidak dapat ditemukan
Jinyintan Hospital.14 Hasil pengamatan secara pada penelitian tersebut. Sebuah studi kasus
retrospektif terhadap 99 pasien menunjukkan pada seorang pasien berusia 52 tahun di Taiwan
sebanyak 75 pasien mendapatkan berbagai juga menunjukkan penggunaan oseltamivir
terapi antivirus, dan salah satu antivirus untuk COVID-19. Oseltamivir diberikan
yang digunakan adalah oseltamivir dengan sejak hari pertama mendapatkan perawatan
dosis 75 mg setiap 12 jam secara oral. Durasi di rumah sakit yang dikombinasikan dengan
pemberian antivirus pada artikel terpublikasi penggunaan levofloksasin.82 Detail regimen
tersebut adalah selama 3–14 hari (median 3 dosis juga tidak ditampilkan pada laporan
hari [IQR 3–6]).14 Selain antivirus, sebagian kasus tersebut. Setelah lebih kurang 14 hari
besar pasien (70%) juga mendapat antibiotik menggunakan oseltamivir, pasien masih
baik dalam bentuk tunggal maupun kombinasi mendapat perawatan di rumah sakit dengan
dengan durasi pemberian yakni selama 3–17 kondisi klinis dan tanda-tanda vital yang
hari (median 5 hari [IQR 3–7]). Sebagian relatif stabil. Pasien tidak lagi membutuhkan
kecil dari pasien (19%) mendapatkan terapi oksigen untuk menunjang pernapasan yang
kortikosteroid selama 3–15 hari (median 5 mengindikasikan adanya perbaikan kondisi
hari [3–7]). Sebanyak 11 dari total 99 pasien pernapasan.
(11%) meninggal, 31 pasien (31%) sembuh, Saat ini, terdapat dua penelitian klinis
dan sisanya masih mendapat perawatan di yang sedang berjalan untuk membuktikan
rumah sakit. Tidak terdapat simpulan terkait efektivitas penggunaan oseltamivir pada
efektivitas penggunaan oseltamivir pada pasien dengan COVID-19.83 Penelitian yang
penelitian tersebut.14 Penelitian retrospektif pertama dilakukan di China (Tongji Hospital)
lain terkait penggunaan oseltamivir yang terhadap 400 pasien terinfeksi SARS-CoV-2
dilakukan di Wuhan melibatkan 138 pasien yang mendapat terapi arbidol atau lopinavir/

86
Jurnal Farmasi Klinik Indonesia Volume 9, Nomor 1, Maret 2020

ritonavir atau oseltamivir dan diharapkan Penelitian in-vitro pada sel Vero E6 yang
selesai pada bulan Juli 2020 (NCT04255017). diinfeksi dengan SARS-CoV (yang diisolasi
Penelitian kedua di Thailand, yakni Rajavithi dari Singapura dengan kode 2003VA2774)
Hospital, dilakukan terhadap 80 pasien menunjukkan hasil bahwa interferon β-1b
dengan COVID-19 dan diharapkan selesai (Betaferon), interferon α-n3, interferonα-n1,
pada bulan November 2020. Pada penelitian dan leukocyte interferon α (Multiferon) dapat
tersebut, oseltamivir dikombinasikan dengan menghambat SARS-CoV pada konsentrasi
favipiravir dan klorokuin. 5000 IU/mL, 5000 IU/mL, 250.000 IU/mL,
dan 500.000 IU/mL, secara berturut-turut.90
Interferon Terdapat beberapa penelitian klinis pada
Secara umum, interferon (IFN) dapat pasien dengan COVID-19 di China yang
diklasifikasikan menjadi dua tipe, yaitu: tipe saat ini masih berlangsung dan melibatkan
I (IFN-α dan IFN-β) dan tipe II (IFN-γ). interferon sebagai salah satu regimen
Interferon tipe I dihasilkan oleh sebagian terapi.83 Penelitian pertama yang dilakukan di
besar sel di dalam tubuh, sedangkan interferon Beijing 302 Hospital melibatkan 150 pasien
tipe II dihasilkan oleh sel natural killer dan COVID-19 dengan regimen terapi obat
sel limfosit T yang teraktivasi oleh virus.84,85 tradisional China yang dikombinasi dengan
Pada infeksi SARS-CoV-1 dan MERS-CoV, lopinavir/ritonavir dan interferon-α secara
aktivitas IFN ini disupresi oleh virus dengan inhalasi (NCT04251871). Penelitian tersebut
berbagai mekanisme. Beberapa penelitian diharapkan selesai pada bulan Januari 2021.
menemukan cara virus mensupresi aktivitas Penelitian yang kedua bertujuan untuk melihat
IFN dengan beberapa cara, yaitu: a) protein efektivitas recombinant human interferon
open reading frames (ORF) 6 yang dimiliki α2β terhadap 328 pasien COVID-19 di
oleh SARS-CoV-1 memblok ekspresi gen Tongji Hospital (NCT04293887). Penelitian
STAT1 sehingga bersifat antagonis terhadap tersebut diharapkan dapat selesai pada bulan
IFN;86 b) protein ORF4b memblok IRF3 dan Juni 2020. Penelitian yang ketiga melibatkan
IRF7 sehingga bersifat antagonis terhadap kombinasi interferon secara inhalasi dengan
IFN-β;87 c) SARS-CoV-1 dan MERS-CoV lopinavir/ritonavir atau xiyanping pada 384
mampu menghasilkan enzim papain-like pasien COVID-19 (NCT04275388). Penelitian
protease (PLP) yang dapat melemahkan tersebut diharapkan dapat selesai pada bulan
sistem imun;88 dan d) interaksi antara CoV Desember 2020.
dengan IFN-stimulated gen 15 (ISG12) dan Sambil menunggu hasil dari penelitian
bersifat antagonis terhadap IFN.89 Mekanisme klinis tersebut di atas, penggunaan interferon
spesifik yang berkaitan dengan IFN pada sebagai pilihan untuk terapi COVID-19 dapat
SARS-CoV-2 belum diketahui, namun dengan dipertimbangkan khususnya jika pilihan terapi
mempertimbangkan kesamaan struktur dan lain tidak mampu mengatasi kondisi pasien.
nukleotida penyusun dengan SARS-CoV, Di Korea Selatan, penggunaan interferon
maka diduga mekanisme supresi aktivitas IFN direkomendasikan ketika lopinavir/ritonavir
juga serupa. Pemberian interferon eksternal atau klorokuin atau hydroksiklorokuin tidak
diharapkan dapat meningkatkan jumlah efektif atau tidak memungkinkan diberikan
interferon di dalam tubuh sehingga dapat kepada pasien.71 Apabila digunakan, metode
menginduksi sintesis beberapa protein yang administrasi yang direkomendasikan untuk
menghambat replikasi virus dan mengaktivasi interferon-α yaitu secara inhalasi dengan dosis
sistem imun adaptif untuk dapat melawan untuk pasien dewasa adalah 5 juta unit (dalam
virus. 2 mL air steril untuk injeksi) dan diberikan

87
Jurnal Farmasi Klinik Indonesia Volume 9, Nomor 1, Maret 2020

2 kali sehari. Durasi pemberian yang sesuai potensi konflik kepentingan dengan penelitian,
rekomendasi adalah tidak lebih dari 10 hari.40 kepenulisan (authorship), dan atau publikasi
artikel ini.
Simpulan
Daftar Pustaka
Tata laksana pasien dengan COVID-19 dapat
berbeda-beda antar-setting dan negara dengan 1. Rothan HA, Byrareddy SN. The
mempertimbangkan ketersediaan sumber epidemiology and pathogenesis of
daya, khususnya obat. Sampai dengan tulisan coronavirus disease (COVID-19) outbreak
ini dibuat, belum terdapat obat khusus yang J Autoimmun. 2020;109:102433. doi: 10.
direkomendasikan untuk menekan replikasi 1016/j.jaut.2020.102433
SARS-CoV-2 meskipun berdasarkan data 2. Sohrabi C, Alsafi Z, O’Neill N, Khan M,
hasil penelitian in-vitro yang tersedia, urutan Kerwan A, Al-Jabir A, et al. World Health
Selectivity Index (SI) dari yang paling kuat Organization declares global emergency:
adalah remdesivir (SI>129,87), klorokuin A review of the 2019 novel coronavirus
(SI=88,50), favipiravir (SI>6,46), dan (COVID-19). Int J Surg. 2020;76:71–6.
ribavirin (SI>3,65). Selain itu, sampai dengan doi: 10.1016/j.ijsu.2020.02.034
tulisan ini dibuat, terdapat keterbatasan 3. Prompetchara E, Ketloy C, Palaga T.
bukti penelitian dengan desain yang baik Immune responses in COVID-19 and
(randomised controlled trial; RCT) yang potential vaccines: Lessons learned from
dapat digunakan untuk menarik simpulan SARS and MERS epidemic. Asian Pac J
terkait superioritas suatu jenis obat tertentu Allergy Immunol. 2020;38(1):1–9. doi:
dibandingkan alternatif yang lain. Beberapa 10.12932/AP-200220-0772.
jenis obat untuk menekan replikasi virus 4. Li Q, Guan X, Wu P, Wang X, Zhou L,
yang penggunaannya direkomendasikan di Tong Y, et al. Early transmission dynamics
China, Malaysia, Iran, dan Korea Selatan in Wuhan, China, of novel coronavirus-
adalah klorokuin atau hidroksiklorokuin infected pneumonia. N Engl J Med. 2020;
atau lopinavir/ritonavir. Favipiravir saat ini 382:1199–207. doi: 10.1056/NEJMoa200
menjadi pilihan terapi pasien COVID-19 di 1316
Jepang [based on personal communication 5. Biscayart C, Angeleri P, Lloveras S,
with pharmacist from Japan]. Oseltamivir, Chaves TdSS, Schlagenhauf P, Rodriguez-
ribavirin, dan interferon dapat dikombinasikan Morales AJ. The next big threat to global
dengan ketiga jenis obat yang penggunaannya health? 2019 novel coronavirus (2019-
banyak direkomendasikan tersebut di atas, nCoV): What advice can we give to
khususnya pada pasien dengan kondisi yang travellers?—Interim recommendations
parah. January 2020, from the Latin-American
Society for Travel Medicine (SLAMVI).
Pendanaan Travel Med Infect Dis. 2020;33:101567.
doi: 10.1016/j.tmaid.2020.101567.
Penelitian ini tidak didanai oleh sumber hibah 6. Public Health Emergency Operating
manapun. Center (PHEOC)-Kementerian Kesehatan
Republik Indonesia. Covid-19: Situasi
Konflik Kepentingan kasus Indonesia [Diakses pada: 29 Maret
2020]. Tersedia dari: https://infeksieme
Seluruh penulis menyatakan tidak terdapat rging.kemkes.go.id/

88
Jurnal Farmasi Klinik Indonesia Volume 9, Nomor 1, Maret 2020

7. Ahmed SF, Quadeer AA, McKay MR. (10223):507–13. doi: 10.1016/S0140-67


Preliminary identification of potential 36(20)30211-7
vaccine targets for the COVID-19 15. Yang X, Yu Y, Xu J, Shu H, Xia J, Liu
Coronavirus (SARS-CoV-2) based on H, et al. Clinical course and outcomes of
SARS-CoV immunological studies. Viruses. critically ill patients with SARS-CoV-2
2020;12(3):254. doi: 10.3390/v12030254 pneumonia in Wuhan, China: A single-
8. Bedford J, Enria D, Giesecke J, Heymann centered, retrospective, observational study.
DL, Ihekweazu C, Kobinger G, et al. Lancet Respir Med. 2020;8(5):475–81. doi:
COVID-19: Towards controlling of a 10.1016/S2213-2600(20)30079-5
pandemic. Lancet. 2020;395(10229):1015 16. Kunz R, Minder M. COVID-19
–8. doi: 10.1016/S0140-6736(20)30673-5 pandemic: Palliative care for elderly and
9. Lu R, Zhao X, Li J, Niu P, Yang B, Wu frail patients at home and in residential
H, et al. Genomic characterisation and and nursing homes. Swiss Med Wkly.
epidemiology of 2019 novel coronavirus: 2020;150:w20235. doi: 10.4414/smw.202
implications for virus origins and receptor 0.20235
binding. Lancet. 2020;395(10224):565– 17. World Health Organization. Coronavirus
74. doi: 10.1016/S0140-6736(20)30251-8 disease 2019 (COVID-19): Situation report
10. Kannan S, Ali PSS, Sheeza A, Hemalatha –46. 2020 [Diakses pada: 28 Maret 2020].
K. COVID-19 (Novel Coronavirus 2019)- Available from: https://www.who.int/doc
Recent trends. Eur Rev Med Pharmacol s/default-source/coronaviruse/situation-
Sci. 2020;24(4):2006–11. doi: 10.26355/ reports/20200306-sitrep-46-covid-19.pdf
eurrev_202002_20378 ?sfvrsn=96b04adf_2
11. Guan WJ, Ni ZY, Hu Y, Liang WH, Ou 18. World Health Organization. Clinical
CQ, He JX, et al. Clinical characteristics management of severe acute respiratory
of coronavirus disease 2019 in China. infection (SARI) when COVID-19 disease
N Engl J Med. 2020;382:1708–20. doi: is suspected. 2020 [Diakses pada: 28
10.1056/NEJMoa2002032 Maret 2020]. Tersedia dari: https://
12. Huang C, Wang Y, Li X, Ren L, Zhao J, www.who.int/publications-detail/clinical
Hu Y, et al. Clinical features of patients -management-of-severe-acute-respirator
infected with 2019 novel coronavirus in y-infection-when-novel-coronavirus-(nc
Wuhan, China. Lancet. 2020;395(10223): ov)-infection-is-suspected
497–506. doi: 10.1016/S0140-6736(20)3 19. Metlay JP, Waterer GW, Long AC,
0183-5 Anzueto A, Brozek J, Crothers K, et al.
13. Wang D, Hu B, Hu C, Zhu F, Liu X, Diagnosis and treatment of adults with
Zhang J, et al. Clinical characteristics community-acquired pneumonia. An
of 138 hospitalized patients with 2019 official clinical practice guideline of the
novel coronavirus-infected pneumonia in American Thoracic Society and Infectious
Wuhan, China. J Am Med Assoc. 2020; Diseases Society of America. Am J Respir
323(11):1061–9. doi: 10.1001/jama.2020. Crit Care Med. 2019;200(7):e45–67. doi:
1585 10.1164/rccm.201908-1581ST
14. Chen N, Zhou M, Dong X, Qu J, Gong F, 20. Rhodes A, Evans LE, Alhazzani W,
Han Y, et al. Epidemiological and clinical Levy MM, Antonelli M, Ferrer R, et al.
characteristics of 99 cases of 2019 novel Surviving sepsis campaign: International
coronavirus pneumonia in Wuhan, China: guidelines for management of sepsis and
A descriptive study. Lancet. 2020;395 septic shock: 2016. Intensive Care Med.

89
Jurnal Farmasi Klinik Indonesia Volume 9, Nomor 1, Maret 2020

2017;43(3):304–77. doi: 10.1007/s00134 of chloroquine against coronavirus: What


-017-4683-6 to expect for COVID-19?. Int J Antimicrob
21. Weiss SL, Peters MJ, Alhazzani W, Agents. 2020;55(5):105938. doi: 10.1016/j.
Agus MSD, Flori HR, Inwald DP, et al. ijantimicag.2020.1059368
Surviving sepsis campaign international 28. Wang M, Cao R, Zhang L, Yang X, Liu J,
guidelines for the management of septic Xu M, et al. Remdesivir and chloroquine
shock and sepsis-associated organ effectively inhibit the recently emerged
dysfunction in children. Pediatr Crit Care novel coronavirus (2019-nCoV) in vitro.
Med. 2020;21(2):e52–106. doi: 10.1097/ Cell Res. 2020;30(3):269–71. doi: 10.103
PCC.0000000000002198 8/s41422-020-0282-0
22. Direktorat Jenderal Pencegahan dan 29. Yao X, Ye F, Zhang M, Cui C, Huang B,
Pengendalian Penyakit–Kementerian Niu P, et al. In vitro antiviral activity and
Kesehatan Republik Indonesia. Pedoman projection of optimized dosing design
pencegahan dan pengendalian coronavirus of hydroxychloroquine for the treatment
disease (COVID-19) Jakarta: Kementerian of Severe Acute Respiratory Syndrome
Kesehatan Republik Indonesia; Maret Coronavirus 2 (SARS-CoV-2). Clin Infect
2020. Dis. 2020;ciaa237. doi: 10.1093/cid/ciaa2
23. Perhimpunan Dokter Paru Indonesia. 37
Pneumonia COVID-19: Diagnosis & 30. Ben-Zvi I, Kivity S, Langevitz P, Shoenfeld
penatalaksanaan di Indonesia. Jakarta: Y. Hydroxychloroquine: From malaria to
Perhimpunan Dokter Paru Indonesia; 2020. autoimmunity. Clin Rev Allergy Immunol.
24. China Health Commission. Chinese clinical 2012;42(2):145–53. doi: 10.1007/s12016-
guidance for COVID-19 pneumonia 010-8243-x
diagnosis and treatment (7th edition). 2020 31. Cortegiani A, Ingoglia G, Ippolito M,
[Diakses pada: 29 Maret 2020]. Available Giarratano A, Einav S. A systematic review
from: http://kjfy.meetingchina.org/msite/ on the efficacy and safety of chloroquine
news/show/cn/3337.html for the treatment of COVID-19. J Crit
25. Kementerian Kesihatan Malaysia. Garis Care. 2020;57:279–83. doi: 10.1016/j.jcr
panduan pengurusan COVID-19 di c.2020.03.005
Malaysia No 5/2020: Clinical management 32. Pritchett JC, Naesens L, Montoya J.
of confirmed case. 2020 [Diakses pada: 29 Chapter 19: Treating HHV-6 infections:
Maret 2020]. Available from: http://www. The laboratory efficacy and clinical use
moh.gov.my/moh/resources/Penerbitan/ of anti-HHV-6 agents. In: Flamand L,
Garis%20Panduan/COVID19/Annex_2e Krueger GRF, Lautenschlager I, Ablashi
_Clinical_Management_22032020.pdf DV. Human Herpesviruses HHV-6A,
26. Karimi A, Tabatabaei SR, Rajabnejad M, HHV-6B & HHV-7: Diagnosis and clinical
Pourghaddas Z, Rahimi H, Armin S, et al. management. 3rd edition. Amsterdam:
An algorithmic approach to diagnosis and Elsevier; 2014.
treatment of coronavirus disease 2019 33. Mackenzie AH. Dose refinements in
(COVID-19) in children: Iranian Expert’s long-term therapy of rheumatoid arthritis
Consensus Statement. Arch Pediatr Infect with antimalarials. Am J Med. 1983;75
Dis. 2020;8(2):e102400. doi: 10.5812/pe (1A):40–5. doi: 10.1016/0002-9343(83)9
dinfect.102400 1269-x
27. Devaux CA, Rolain JM, Colson P, Raoult 34. Liu J, Cao R, Xu M, Wang X, Zhang
D. New insights on the antiviral effects H, Hu H, et al. Hydroxychloroquine,

90
Jurnal Farmasi Klinik Indonesia Volume 9, Nomor 1, Maret 2020

a less toxic derivative of chloroquine, clinical study with determination of


is effective in inhibiting SARS-CoV-2 serum concentrations of chloroquine and
infection in vitro. Cell Discov. 2020;6:16. hydroxychloroquine. Scand J Rheumatol.
doi: 10.1038/s41421-020-0156-0 1974;3(2):103–8. doi: 10.3109/03009747
35. Gao J, Tian Z, Yang X. Breakthrough: 409115809
Chloroquine phosphate has shown apparent 42. Boriskin YS, Leneva IA, Pecheur EI,
efficacy in treatment of COVID-19 Polyak SJ. Arbidol: A broad-spectrum
associated pneumonia in clinical studies. antiviral compound that blocks viral fusion.
Biosci Trends. 2020;14(1):72–3. doi: 10.5 Curr Med Chem. 2008;15(10):997–1005.
582/bst.2020.01047 doi: 10.2174/092986708784049658
36. Gautret P, Lagier JC, Parola P, Hoang 43. Teissier E, Zandomeneghi G, Loquet A,
VT, Meddeb L, Mailhe M, et al. Lavillette D, Lavergne JP, Montserret
Hydroxychloroquine and azithromycin as R, et al. Mechanism of inhibition of
a treatment of COVID-19: Results of an enveloped virus membrane fusion by
open-label non-randomized clinical trial. the antiviral drug arbidol. PLoS One.
Int J Antimicrob Agents. 2020;105949. 2011;6(1):e15874. doi: 10.1371/journal.p
doi: 10.1016/j.ijantimicag.2020.105949 one.0015874
37. Chen J, Liu D, Liu L, Liu P, Xu Q, Xia L, 44. Blaising J, Polyak SJ, Pécheur EI. Arbidol
et al. A pilot study of hydroxychloroquine as a broad-spectrum antiviral: An update.
in treatment of patients with common Antiviral Res. 2014;107:84–94. doi: 10.1
coronavirus disease-19 (COVID-19). J 016/j.antiviral.2014.04.006
Zhejiang Univ. 2020;49(2):215–9. doi: 45. Wu C, Liu Y, Yang Y, Zhang P, Zhong
10.3785/j.issn.1008-9292.2020.03.03 W, Wang Y, et al. Analysis of therapeutic
38. Popert A. Chloroquine: A review. targets for SARS-CoV-2 and discovery of
Rheumatology. 1976;15(3):235–8. doi: 10. potential drugs by computational methods.
1093/rheumatology/15.3.235 Acta Pharm Sinica B. 2020. doi: 10.1016/j.
39. Multicenter collaboration group of apsb.2020.02.008
Department of Science and Technology 46. Deng L, Li C, Zeng Q, Liu X, Li X, Zhang
of Guangdong Province and Health H, et al. Arbidol combined with LPV/r
Commission of Guangdong Province versus LPV/r alone against corona virus
for chloroquine in the treatment of disease 2019: A retrospective cohort study.
novel coronavirus pneumonia. Expert J Infect. 2020;S0163-4453(20)30113-4.
consensus on chloroquine phosphate doi: 10.1016/j.jinf.2020.03.002
for the treatment of novel coronavirus 47. Wang Z, Chen X, Lu Y, Chen F, Zhang W.
pneumonia. Zhonghua Jie He He Hu Xi Clinical characteristics and therapeutic
Za Zhi. 2020;43(3):185–8. doi: 10.3760/ procedure for four cases with 2019
cma.j.issn.1001-0939.2020.03.009 novel coronavirus pneumonia receiving
40. Dong L, Hu S, Gao J. Discovering combined Chinese and Western medicine
drugs to treat coronavirus disease 2019 treatment. Biosci Trends. 2020;14(1):64–
(COVID-19). Drug Discov Ther. 2020;14 8. doi: 10.5582/bst.2020.01030
(1):58–60. doi: 10.5582/ddt.2020.01012 48. Chan KW, Wong VT, Tang SCW.
41. Laaksonen AL, Koskiahde V, Juva K. COVID-19: An update on the
Dosage of antimalarial drugs for children epidemiological, clinical, preventive and
with juvenile rheumatoid arthritis therapeutic evidence and guidelines of
and systemic lupus erythematosus. A integrative Chinese-Western medicine

91
Jurnal Farmasi Klinik Indonesia Volume 9, Nomor 1, Maret 2020

for the management of 2019 novel 56. Furuta Y, Komeno T, Nakamura T.


coronavirus disease. Am J Chin Med. Favipiravir (T-705), a broad spectrum
2020;48(3):737–62. doi: 10.1142/S01924 inhibitor of viral RNA polymerase. Proc
15X20500378 Jpn Acad Ser B Phys Biol Sci. 2017;93
49. Parker WB. Metabolism and antiviral (7):449–63. doi: 10.2183/pjab.93.027
activity of ribavirin. Virus Res. 2005;107 57. Delang L, Abdelnabi R, Neyts J.
(2):165–71. doi: 10.1016/j.virusres.2004. Favipiravir as a potential countermeasure
11.006 against neglected and emerging RNA
50. Patterson JL, Fernandez-Larsson R. viruses. Antiviral Res. 2018;153:85–94.
Molecular mechanisms of action of doi: 10.1016/j.antiviral.2018.03.003
ribavirin. Rev Infect Dis. 1990;12(6):1139 58. Pharmaceutical Technology. China
–46. doi: 10.1093/clinids/12.6.1139 approves first anti-viral drug against
51. Graci JD, Cameron CE. Mechanisms of coronavirus covid-19 [Diakses pada: 24
action of ribavirin against distinct viruses. Maret 2020] Tersedia dari: https://www.
Rev Med Virol. 2006;16(1):37–48. doi: pharmaceuticaltechnology.com/news/chi
10.1002/rmv.483 na-approves-favilavir-covid-19/
52. Chu C, Cheng V, Hung I, Wong M, Chan 59. Bai CQ, Mu JS, Kargbo D, Song YB,
K, Chan K, et al. Role of lopinavir/ Niu WK, Nie WM, et al. Clinical and
ritonavir in the treatment of SARS: Initial virological characteristics of ebola virus
virological and clinical findings. Thorax. disease patients treated with favipiravir
2004;59(3):252–6. doi: 10.1136/thorax.2 (T-705)-Sierra Leone, 2014. Clin Infect
003.012658 Dis. 2016;63(10):1288–94. doi: 10.1093/
53. Momattin H, Al-Ali AY, Al-Tawfiq cid/ciw571
JA. A systematic review of therapeutic 60. Sissoko D, Laouenan C, Folkesson E,
agents for the treatment of the Middle M’Lebing AB, Beavogui AH, Baize S, et
East Respiratory Syndrome Coronavirus al. Experimental treatment with favipiravir
(MERS-CoV). Travel Med Infect Dis. for ebola virus disease (the JIKI trial): A
2019;30(July–August 2019):9–18. doi: 10. historically controlled, single-arm proof-
1016/j.tmaid.2019.06.012 of-concept trial in Guinea. PLoS Med.
54. Zeng YM, Xu XL, He XQ, Tang SQ, 2016;13(3):e1001967. doi: 10.1371/journ
Li Y, Huang YQ, et al. Comparative al.pmed.1001967
effectiveness and safety of ribavirin plus 61. Saw Swee Hock School of Public
interferon-alpha, lopinavir/ritonavir Health-National University of Singapore.
plus interferon-alpha and ribavirin plus COVID-19 Science Report: Therapeutics
lopinavir/ritonavir plus interferon-alphain 2020 [Diakses pada: 25 Maret 2020].
in patients with mild to moderate novel Tersedia dari: https://sph.nus.edu.sg/wp
coronavirus pneumonia. Chin Med J. 2020; -content/uploads/2020/03/COVID-19-Sc
133(9):1132–4. doi: 10.1097/CM9.00000 ience-Report-Therapeutics-23-Mar.pdf
00000000790 62. Cai Q, Yang M, Liu D, Chen J, Shu D,
55. Kim UJ, Won EJ, Kee SJ, Jung SI, Jang Xia J, et al. Experimental treatment with
HC. Combination therapy with lopinavir/ favipiravir for COVID-19: An open-label
ritonavir, ribavirin and interferon-α for control study. Engineering. 2020. doi: 10.
Middle East respiratory syndrome. Antivir 1016/j.eng.2020.03.007
Ther. 2016;21(5):455–9. doi: 10.3851IMP 63. Chen C, Huang J, Cheng Z, Wu J, Chen S,
3002 Zhang Y, et al. Favipiravir versus arbidol

92
Jurnal Farmasi Klinik Indonesia Volume 9, Nomor 1, Maret 2020

for COVID-19: A randomized clinical search for effective therapy. N Engl J Med.
trial 2020 [Diaksed pada: 23 Maret 2020]. 2020;382:1851–2. doi: 10.1056/NEJMe2
Tersedia dari: https://www.medrxiv.org / 005477
content/10.1101/2020.03.17.20037432v 71. Kwak SS. Physicians work out treatment
1.full.pdf guidelines for coronavirus. Korean
64. Sheahan TP, Sims AC, Leist SR, Schafer Biomed Rev. 2020 [Diakses pada: 30
A, Won J, Brown AJ, et al. Comparative Maret 2020]. Tersedia dari: http://www.
therapeutic efficacy of remdesivir and koreabiomed.com/news/articleView.htm
combination lopinavir, ritonavir, and l?idxno=7428
interferon beta against MERS-CoV. Nat 72. Sheahan TP, Sims AC, Graham RL,
Comm. 2020;11(1):222. doi: 10.1038/s41 Menachery VD, Gralinski LE, Case JB,
467-019-13940-6 et al. Broad-spectrum antiviral GS-5734
65. Rock BM, Hengel SM, Rock DA, inhibits both epidemic and zoonotic
Wienkers LC, Kunze KL. Characterization coronaviruses. Sci Transl Med. 2017;9
of ritonavir-mediated inactivation of (396):eaal3653. doi: 10.1126/scitranslme
cytochrome P450 3A4. Mol Pharmacol. d.aal3653
2014;86(6):665–74. doi: 10.1124/mol.11 73. Agostini ML, Andres EL, Sims AC,
4.094862 Graham RL, Sheahan TP, Lu X, et al.
66. Park SY, Lee JS, Son JS, Ko JH, Peck KR, Coronavirus susceptibility to the antiviral
Jung Y, et al. Post-exposure prophylaxis remdesivir (GS-5734) is mediated by the
for Middle East respiratory syndrome in viral polymerase and the proofreading
healthcare workers. J Hosp Infect. 2019; exoribonuclease. mBio. 2018;9(2):e0022
101(1):42–6. doi: 10.1016/j.jhin.2018.09. 1–18. doi: 10.1128/mBio.00221-18
005 74. Tchesnokov EP, Feng JY, Porter DP, Götte
67. Lim J, Jeon S, Shin HY, Kim MJ, Seong M. Mechanism of inhibition of ebola
YM, Lee WJ, et al. Case of the index virus RNA-Dependent RNA Polymerase
patient who caused tertiary transmission by remdesivir. Viruses. 2019;11(4):326.
of covid-19 infection in Korea: The doi: 10.3390/v11040326
application of lopinavir/ritonavir for 75. Drug Bank. Remdesivir [Diakses pada:
the treatment of COVID-19 infected 26 Maret 2020]. Available from: https://
pneumonia monitored by quantitative RT- www.drugbank.ca/drugs/DB14761#refer
PCR. J Korean Med Sci. 2020;35(6):e79. ence-A191379.
doi: 10.3346/jkms.2020.35.e79 76. Joseph A. As the coronavirus spreads, a
68. Young BE, Ong SWX, Kalimuddin S, Low drug that once raised the world’s hopes is
JG, Tan SY, Loh J, et al. Epidemiologic given a second shot. 2020 [Diakses pada:
features and clinical course of patients 15 Maret 2020]. Tersedia dari: https://
infected with SARS-CoV-2 in Singapore. www.statnews.com/2020/03/16/remdesv
J Am Med Assoc. 2020;e203204. doi: 10. ir-surges-ahead-against-coronavirus/
1001/jama.2020.3204 77. Holshue ML, DeBolt C, Lindquist S, Lofy
69. Cao B, Wang Y, Wen D, Liu W, Wang J, KH, Wiesman J, Bruce H, et al. First case
Fan G, et al. A trial of lopinavir-ritonavir in of 2019 novel coronavirus in the United
adults hospitalized with severe covid-19. States. N Engl J Med. 2020;382(10):929–
N Engl J Med. 2020;382:1787–99. doi: 36. doi: 10.1056/NEJMoa2001191
10.1056/NEJMoa2001282 78. Study to evaluate the safety and antiviral
70. Baden LR, Rubin EJ. Covid-19 – The activity of remdesivir (GS-5734™) in

93
Jurnal Farmasi Klinik Indonesia Volume 9, Nomor 1, Maret 2020

participants with moderate coronavirus discovery of interferons. Cancer Res. 1998;


disease (COVID-19) compared to standard 58(12):2489–99.
of care treatment 2020 [Diakses pada: 28 86. Frieman M, Yount B, Heise M, Kopecky-
Maret 2020]. Tersedia dari: https://clini Bromberg SA, Palese P, Baric RS. Severe
caltrials.gov/ct2/show/NCT04292730 acute respiratory syndrome coronavirus
79. Study to evaluate the safety and antiviral ORF6 antagonizes STAT1 function by
activity of remdesivir (GS-5734™) in sequestering nuclear import factors on
participants with severe coronavirus the rough endoplasmic reticulum/golgi
disease (COVID-19). 2020 [Diakses pada: membrane. J Virol. 2007;81(18):9812–24.
28 Maret 2020] Tersedia dari: https:// doi: 10.1128/JVI.01012-07
clinicaltrials.gov/ct2/show/NCT04292899 87. Yang Y, Ye F, Zhu N, Wang W, Deng Y,
80. Sakoulas G. Remdesivir: A promising Zhao Z, et al. Middle East respiratory
antiviral against coronaviruses. 2020 syndrome coronavirus ORF4b protein
[Diakses pada: 10 Maret 2020]. Tersedia inhibits type I interferon production
dari: https://www.jwatch.org/ na50889/2 through both cytoplasmic and nuclear
020/03/03/remdesivir-promising-antivira targets. Sci Rep. 2015;5(November):1–13.
l-againstcoronaviruses doi: 10.1038/srep17554
81. Uyeki TM. Oseltamivir treatment of 88. Sun L, Xing Y, Chen X, Zheng Y, Yang
influenza in children. Clin Infect Dis. 2018; Y, Nichols DB, et al. Coronavirus
66(10):1501–3. doi: 10.1093/cid/cix1150 papain-like proteases negatively regulate
82. Liu YC, Liao CH, Chang CF, Chou CC, antiviral innate immune response through
Lin YR. A locally transmitted case of disruption of STING-mediated signaling.
SARS-CoV-2 infection in Taiwan. N PLoS One. 2012;7(2):e30802. doi: 10.137
Engl J Med. 2020;382(11):1070–2. doi: 1/journal.pone.0030802
10.1056/NEJMc2001573 89. Daczkowski CM, Dzimianski JV,
83. Rosa SGV, Santos WC. Clinical trials Clasman JR, Goodwin O, Mesecar AD,
on drug repositioning for COVID-19 Pegan SD. Structural insights into the
treatment. Rev Panam Salud Publica. interaction of coronavirus papain-like
2020;44:e40. doi: 10.26633/RPSP.2020.40 proteases and interferon-stimulated gene
84. Dandekar AA, Perlman S. product 15 from different species. J Mol
Immunopathogenesis of coronavirus Biol. 2017;429(11):1661–83. doi: 10.101
infections: Implications for SARS. Nat 6/j.jmb.2017.04.011
Rev Immunol. 2005;5(12):917–27. doi: 10. 90. Tan ELC, Ooi EE, Lin CY, Tan HC,
1038/nri1732 Ling AE, Lim B, et al. Inhibition of
85. Pfeffer LM, Dinarello CA, Herberman RB, SARS coronavirus infection in vitro
Williams BRG, Borden EC, Bordens R, et with clinically approved antiviral drugs.
al. Biological properties of recombinant Emerging Infectious Diseases. 2004;10(4):
α-interferons: 40th Anniversary of the 581–6. doi: 10.3201/eid1004.030458

© 2020 Setiadi et al. The full terms of this license incorporate the Creative Common Attribution-Non Commercial License (https://creative
commons.org/licenses/by-nc/4.0/). By accessing the work you hereby accept the terms. Non-commercial use of the work are permitted without
any further permission, provided the work is properly attributed.

94

Anda mungkin juga menyukai