REPUBLIK INDONESIA
TENTANG
MENTERI KEHUTANAN,
b. bahwa untuk memperoleh izin usaha pemanfaatan hasil hutan kayu pada hutan
alam dengan kegiatan restorasi ekosistem perlu adanya kriteria kawasan hutan
produksi yang dapat diberikan izin usaha pemanfaatan hasil hutan kayu pada
hutan alam dengan kegiatan restorasi ekosistem;
Mengingat : 1. Undang-undang Nomor 6 Tahun 1968 jo. Undang-undang Nomor 12 Tahun 1970
tentang Penanaman Modal Dalam Negeri;
MEMUTUSKAN:
Pasal 1
1. Hutan produksi adalah kawasan hutan yang mempunyai fungsi pokok memproduksi hasil
hutan.
2. Kawasan hutan produksi adalah wilayah tertentu yang ditunjuk dan atau ditetapkan oleh
pemerintah untuk dipertahankan keberadaannya sebagai hutan tetap yang mempunyai
fungsi pokok memproduksi hasil hutan.
3. Keseimbangan hayati adalah interaksi antara unsur biotik dan abiotik yang menghasilkan
produktifitas biotik serta berfungsinya unsur abiotik untuk menunjang kehidupan.
4. Restorasi ekosistem adalah upaya untuk mengembalikan unsur biotik (flora dan fauna)
serta unsur abiotik (tanah, iklim dan topografi) pada kawasan hutan produksi, sehingga
tercapai keseimbangan hayati.
5. Restorasi ekosistem pada hutan produksi adalah upaya untuk mengembalikan unsur biotik
(tegakan hutan) pada kawasan hutan produksi, sehingga kondisi optimal potensi hutan
produksi tercapai.
Pasal 2
Hutan produksi yang dapat diberikan izin usaha pemanfaatan hasil hutan kayu pada hutan alam
dengan kegiatan restorasi ekosistem didasarkan atas kriteria.
Pasal 3
(1) Kriteria potensi hutan produksi sebagaimana dimaksud pada pasal 2, didasarkan atas
gambaran umum vegetasi areal hutan, penutupan vegetasi berdasarkan penafsiran citra
landsat, jumlah pohon setiap hektar berdasarkan kelas diameter dari rata-rata setiap unit
pada hutan alam produksi.
a. Hutan produksi yang tidak produktif adalah areal hutan produksi yang penutupan
vegetasinya sangat jarang/kosong berupa semak belukar, perladangan, alang-alang dan
tanah kosong dengan kriteria teknis sebagai berikut :
1. Pohon inti yang berdiameter minimum 20 (dua puluh) c kurang dari 25 (dua puluh
lima) batang/setiap hektar.
a) Anakan alam tingkat semai (seedling) kurang dari 1.000 (seribu) batang setiap
hektar, dan atau
b) Pohon dalam tingkat pancang kurang dari 240 (dua ratus empat puluh) batang
setiap hektar, dan atau
c) Pohon dalam tingkat tiang (poles) kurang dari 75 (tujuh puluh lima) batang
setiap hektar.
b. Hutan produksi yang kurang produktif adalah areal hutan produksi yang penutupan
vegetasi/ potensi hutannya dengan jumlah pohon jenis niagawi setiap hektar sesuai
kelas diameter pada suatu lokasi hutan produksi tertentu, dibandingkan dengan rata-
rata jumlah pohon pada suatu tegakan hutan alam dinyatakan kurang dengan kriteria
teknis antara kriteria hutan produksi yang tidak produktif dan kriteria hutan produksi
yang asih produktif.
c. Hutan produksi yang masih produktif adalah areal hutan produksi dengan penutupan
vegetasi berupa hutan alam sekunder atau primer dengan kriteria teknis sebagai
berikut :
Pasal 4
(1) Kriteria hutan produksi yang dapat diberikan izin usaha pemanfaatan hasil hutan pada
hutan alam dengan kegiatan restorasi ekosistem adalah:
a. Hutan produksi dala satu kesatuan kawasan hutan yang meliputi :
1) Hutan produksi yang tidak produktif;
2) Hutan produksi yang kurang produktif;
3) Hutan produksi yang masih produktif dengan proporsi yang berimbang dan masih
mempunyai kemampuan untuk pemulihan ekosistem.
b. Tidak tumpang tindih dengan hak dan izin yang sah lainnya.
c. Luas dan letak kawasan hutan produksi yang masih produktif tetapi tidak layak untuk
dijadikan 1 (satu) unit izin usaha pemanfaatan hasil hutan kayu pada hutan alam.
Pasal 5
Ditetapkan di : J A K A R T A
Pada tanggal : 19 Oktober 2004
MENTERI KEHUTANAN,
ttd.
MUHAMMAD PRAKOSA
SALINAN Keputusan ini disampaikan Kepada Yth. :