NIM : 19121101
PRODI : D3 KEPERAWATAN/ SEMESTER 3
Tujuan :
(http://www.scribd.com/document/392181742/SOP-Sistem-Pencernaan)
1. Melakukan pemeriksaan inspeksi pada system pencernaan
2. Melakukan pemeriksaan perkusi pada system pencernaan
3. Melakukan pemeriksaan palpasi pada system pencernaan
4. Melakukan pemeriksaan auskultasi pada system pencernaan
5. Mengidentifikasi kelainan yang ditemukan pada pemeriksaan system pencernaan
3. Pemerikasaan fisik
Pemeriksaan fisik keperawatan pada sistem GI dimulai dari survei umum terhadap setiap
kelainan yang terlihat atau mengklarifikasi dari hasil pengkajian anamnesis.
a. Ikterus
Ikterus atau jaundice merupakan suatu kondisi yang sering ditemukan perawat di
klinik dimana konsentrasi biliribin dalam darah mengalami peningkatan abnormal
sehingga semua jaringan tubuh yang mencakup sklera dan kulit akan berubah
warna menjadi kuning atau kuning kehijauan.
Ikterus akan tampak sebagai gejala klinis yang nyata bila kadar bilirubin serum
melampaui 2-2,5 mg/dl. Peningkatan kadar bilirubin serum dan gejala ikterus
dapat terjadi akibat gangguan pada ambilan hepatic, konjugasi bilirubin, atau
ekskresi bilier.
b. Kaheksia dan atrofi
Kegagalan saluran GI untuk menyerap makanan secara fisiologis dapat
menyebabkan kehilangan berat badan dan kaheksia (kondisi tubuh terlihat kurus
dan lemah). Keadaan ini dapat disebabkan oleh keganasan GI. Keriput pada kulit
yang terlihat diabnomen dan anggota badan menunjukkan penurunan berat badan
yang belum lama terjadi.
c. Pigmentasi kulit
Pigmen kulit secara umum dapat disebabkan oleh gangguan fumgsi hati,
hemokromatosis (akiabat stimulus hemosiderin pada melanosit sehingga
memproduksi melamin), dan sirosis primer. Malabsorpsi dapat manimbulkan
pigmentasi tipe Addison (pigmentasi solaris)pada puting susu, lipatan palmaris,
daerah-daerah yang tertekan, dan mulut
d. Status mental dan tingkat kesadaran
Sindrom ensefalopati hepatik akibat siroses lanjut yang tidak terkonpensasi(gagal
hati kronik) atau hepatitis fulmin (gagal hati akut) merupakan kelainan neurologis
organic, kondisi penyakit ini tergantung pada etiologi dan faktor-faktor
presipitasinya. Pada kondisi klinik pasien pada kondisi ensefalopati hepatik akan
mengalami penuruna kesadaran menjadi stupor, kemudian koma. Kombinasi
kesussakn hepatoseluler dan shunting forto sistemik akibat struktur hepatik yang
terganggu (keuanya ekstra hepatik dan intara hepatik) menimbulkan sindrom ini.
Kelainan ini mungkin berkaitan dengan kegagalan hepar untuk menyingkirkan
metabolit dari darah portal. Metabolit-metabolit yang toksik ini dapat meliputi
amonia, asam amonia, asam rantai pendek, dan amin.
Pemeriksaan fisik sistem GI terdiri atas pemeriksaan bibir, rongga mulut, abdomen,
rectum dan anus.
a. Bibir
Bibir dikajia terhadap kondisi warna, tekstur, hidrasi, kontur, serta adanya lesi.
Dengan mulut pasien tertutup, perawat melihat bibir dari ujung ke ujung.
Normalnya bibir berwarna merah muda, lembab, simetris, dan halus. Pasien
wanita harus menghapus lipstik mereka sebelum pemeriksaan. Bibr yang pucat
dapat disebabkan karna anemia, sedangkan sianosis desebabkan oleh masalah
pernapasan atau kardiovaskular. Lesi seperti nodul dan ulserasi dapat berhubungan
dengan infeksi, iritasi, atau kanker kulit.
b. Rongga mulut
Pemeriksaan fisik rongga mulut dilakukan untuk menilai kelainan atau lesi yang
mempengaruhi pada fungsi ingesti dan digesti. Untuk mengkaji rongga
oral,perawat menggunakan senter dan spatel lidah atau kasa tunggal segi empat.
Sarung tangan harus dipakai selama pemeringksaan. Selama pemeriksaan, pasien
dapat duduk dan berbaring. Pengkajian rongga mulut dilakukan perawat
denganmengingat kembali struktur rongga mulut.
Untuk melihat mukosa bukal,pasien meminta perawat untuk membuka mulut,
kemudian merektrasi pipi dengan lembut menggunakan spatel lidah atau jari
bersarung tangan yang ditutupi dengan kasa. Permukaan mukosa harus dilihat dari
kanan kekiri dan dari atas kebawah.senter menerangi bagian paling posterior dari
mukosa. Mukosa normal berkilau merah muda,lunak, basah, dan halus. Dengan
pasien dengan pigmentasi normal, mukosa bukal merupakan tempat yang paling
baik untuk menginspeksi adanya interik atau pucat.
c. Lidah dan dasar mulut
Lidah dan diinspeksi dengan cermat pada semua sisi dan bagian dasar mulut.
Terlebih dahulu pasien harus merilekskan mulut dan sedikit menjulurkan lidah
keluar. Perawat mencatat adanya penyimpangan, tremor, atau keterbatasan gerak.
Hal tersebut dilakukan untuk menguji fungsi safar hipoglosum. Jika pasien
menjulurkan lidahnya terlalu jauh, dapat terlihat adanya reflek muntah. Pada saat
lidah dijulurkan, lidah berada digaris tengah.
Pada beberapa keeadaan, gangguan neuro logis didapatkan ketidaksimetrisan lidah
akibat kelemahan otot lidah pada pasien yang mengalami Miastenia gravis dengan
tanda khas triple forroed . untuk menguji mobilitas lidah, perawat meminta pasien
untuk menaikan lidah keatas dan kesemping. Lidah harus bergerak dengan bebas.
Dengan menggunakan senter untuk pencahayaan, perawat memeriksa warna,
ukuran posisi, tekstur, dan adanya lapisan atau lesi pada lidah. Lidah harus
berwarna merah sedang atau merah pudar, lembab, sedikit kasar pada bagian
permukaan atasnya, dan halus sepanjang tepi lateral. Permukaan bawah lidah dan
bagian dasar mulut sangat bersifat faskular. Kecermatan ekstra harus dilakukan
pada saat minginspeksi area-area yang umumnya terkena lesi kanker oral.
Pada pengkajian dasar mulut dengan kondisi klinik dengan trauma mandibula
akan terlihat pada dasar mulut garis patah dari tulang mandibular
Kelenjar parotis
Pemeriksaan kelenjar parotis dengan melakukan palpasi kedua pipi pada daerah
parotis untuk mencari adanya pembesaran parotis. Pasien disuruh mengatupkan
giginya sehingga otot masseter dapt teraba; kelenjar parotis paling baik diraba
dibelakang otot messeter dan didepan telinga. Parotidomegali berkaitan dengan
pasta alkohol daripada penyakit hepar itu sendiri. Hal ini disebabkan infiltrasi
lemak, mungkin akibat sekunder dari toksisitas alkohol dengan atau tanpa
malnutrisi.
4. Pemeriksaan fisik Abdomen
Urutan teknik pemeriksaan pada abdomen ialah inspeksi, auskultasi, palpasi, dan perkusi.
Auskultasi dilakukan sebelum kita melakukan palpasi dan perkusi dengan tujuan agar
hasil pemeriksaan auskultasi lebih akurat karena kita belum melakukan manipulasi
terhadap abdomen.bila dilakukan palpasi dan perkusi terlebih dahulu , maka dapat
mengubah frekuensi dan karakter bising usus.
Topografi Anatomi Abdomen
Ada dua macam cara pembagian topografi abdomen yang umum dipakai untuk
menentukan lokalisasi kelainan, yaitu:
a. Pembagian atas empat kuadran, dengan membuat garis vertikal dan horizontal
melalui umbilicus, sehingga terdapat daerah kuadran kanan atas, kiri atas, kanan
bawah, dan kiri bawah.
b. Pembagian atas sembilan daerah, dengan membuat dua garis horizontal dan dua
garis vertikal.
1) Garis horizontal pertama dibuat melalui tepi bawah tulang rawan iga
kesepuluh dan yang kedua dibuat melalui titik spina iliaka anterior
superior (SIAS).
2) Garis vertikal dibuat masing-masing melalui titik pertengahan antara SIAS
dan mid-line abdomen.
3) Terbentuklah daerah hipokondrium kanan, epigastrium, hipokondrium kiri,
lumbalkanan,umbilical, lumbal kanan,iliaka kanan,hipogastrium/suprapu
bik, dan iliaka kiri.
Pada keadaan normal, di daerah umbilical pada orang yang agak kurus dapat
terlihat dan teraba pulsasi arteri iliaka. Beberapa organ dalam keadaan normal
dapat teraba di daerah tertentu, misalnya kolon sigmoid teraba agak kaku di daerah
kuadaran kiri bawah, kolon asendens dan saecum teraba lebih lunak di kuadran
kanan bawah. Ginjal yang merupakan organ retroperitoneal dalam keadaan normal
tidak teraba. Kandung kemih pada retensio urine dan uterus gravid teraba di
daerah suprapubik.
INSPEKSI
Dilakukan pada pasien dengan posisi tidur terlentang dan diamati dengan seksama
dinding abdomen. Yang perlu diperhatikan adalah:
a. Keadaan kulit; warnanya (ikterus, pucat, coklat, kehitaman), elastisitasnya
(menurun pada orang tua dan dehidrasi), kering (dehidrasi), lembab (asites), dan
adanya bekas-bekas garukan (penyakit ginjal kronik, ikterus obstruktif), jaringan
parut (tentukan lokasinya), striae (gravidarum/ cushing syndrome), pelebaran
pembuluh darah vena (obstruksi vena kava inferior & kolateral pada hipertensi
portal).
b. Besar dan bentuk abdomen; rata, menonjol, atau scaphoid (cekung).
c. Simetrisitas; perhatikan adanya benjolan local (hernia, hepatomegali,
splenomegali, kista ovarii, hidronefrosis).Gerakan dinding abdomen pada
peritonitis terbatas.
d. Pembesaran organ atau tumor, dilihat lokasinya dapat diperkirakan organ apa atau
tumor apa.
e. Peristaltik; gerakan peristaltik usus meningkat pada obstruksi ileus, tampak pada
dinding abdomen dan bentuk usus juga tampak (darm-contour).
f. Pulsasi; pembesaran ventrikel kanan dan aneurisma aorta sering memberikan
gambaran pulsasi di daerah epigastrium dan umbilical.
g. Perhatikan juga gerakan pasien:
1) Pasien sering merubah posisi → adanya obstruksi usus.
2) Pasien sering menghindari gerakan → adanya iritasi peritoneum
generalisata.
3) Pasien sering melipat lutut ke atas agar tegangan abdomen berkurang/
relaksasi → adanya peritonitis.
4) Pasien melipat lutut sampai ke dada, berayun-ayun maju mundur pada saat
nyeri → adanya pankreatitis parah.
AUSKULTASI
Kegunaan auskultasi ialah untuk mendengarkan suara peristaltic usus dan bising
pembuluh darah. Dilakukan selama 2-3 menit.
a. Mendengarkan suara peristaltik usus.
Diafragma stetoskop diletakkan pada dinding abdomen, lalu dipindahkan
keseluruh bagian abdomen. Suara peristaltic usus terjadi akibat adanya gerakan
cairan dan udara dalam usus. Frekuensi normal berkisar 5-34 kali/ menit.
1) Bila terdapat obstruksi usus, peristaltik meningkat disertai rasa sakit
(borborigmi).
2) Bila obstruksi makin berat, abdomen tampak membesar dan tegang,
peristaltik lebih tinggi seperti dentingan keeping uang logam (metallic-
sound).
3) Bila terjadi peritonitis, peristaltik usus akan melemah, frekuensinya
lambat, bahkan sampai hilang.
4) Suara usus terdengar tidak ada
5) Hipoaktif/sangat lambat ( misalnya sekali dalam 1 menit )
b. Mendengarkan suara pembuluh darah.
Bising dapat terdengar pada fase sistolik dan diastolic, atau kedua fase. Misalnya
pada aneurisma aorta, terdengar bising sistolik (systolic bruit). Pada hipertensi
portal, terdengar adanya bising vena (venous hum) di daerah epigastrium.
PALPASI
Beberapa pedoman untuk melakukan palpasi, ialah:
a. Pasien diusahakan tenang dan santai dalam posisi berbaring terlentang.
Sebaiknya pemeriksaan dilakukan tidak buru-buru.
b. Palpasi dilakukan dengan menggunakan palmar jari dan telapak tangan.
Sedangkan untuk menentukan batas tepi organ, digunakan ujung jari.
Diusahakan agar tidak melakukan penekanan yang mendadak, agar tidak timbul
tahanan pada dinding abdomen.
c. Palpasi dimulai dari daerah superficial, lalu ke bagian dalam. Bila ada daerah yang
dikeluhkan nyeri, sebaiknya bagian ini diperiksa paling akhir.
d. Bila dinding abdomen tegang, untuk mempermudah palpasi maka pasien diminta
untuk menekuk lututnya. Bedakan spasme volunteer & spasme sejati dengan
menekan daerah muskulus rectus, minta pasien menarik napas dalam, jika
muskulus rectus relaksasi, maka itu adalah spasme volunteer. Namun jika otot
kaku tegang selama siklus pernapasan, itu adalah spasme sejati.
e. Palpasi bimanual : palpasi dilakukan dengan kedua telapak tangan, dimana
tangan kiri berada di bagian pinggang kanan atau kiri pasien sedangkan tangan
kanan di bagian depan dinding abdomen.
f. Pemeriksaan ballottement : cara palpasi organ abdomen dimana terdapat asites.
Caranya dengan melakukan tekanan yang mendadak pada dinding abdomen &
dengan cepat tangan ditarik kembali. Cairan asites akan berpindah untuk
sementara, sehingga organ atau massa tumor yang membesar dalam rongga
abdomen dapat teraba saat memantul.Teknik ballottement juga dipakai untuk
memeriksa ginjal, dimana gerakan penekanan pada organ oleh satu tangan akan
dirasakan pantulannya pada tangan lainnya.
g. Setiap ada perabaan massa, dicari ukuran/ besarnya, bentuknya, lokasinya,
konsistensinya, tepinya, permukaannya, fiksasi/ mobilitasnya, nyeri spontan/
tekan, dan warna kulit di atasnya. Palpasi hati : dilakukan dengan satu tangan atau
bimanual pada kuadran kanan atas. Dilakukan palpasi dari bawah ke atas pada
garis pertengahan antara mid-line & SIAS. Bila perlu pasien diminta untuk
menarik napas dalam, sehingga hati dapat teraba. Pembesaran hati dinyatakan
dengan berapa sentimeter di bawah lengkung costa dan berapa sentimeter di
bawah prosesus xiphoideus.
PERKUSI
Perkusi berguna untuk mendapatkan orientasi keadaan abdomen secara keseluruhan,
menentukan besarnya hati, limpa, ada tidaknya asites, adanya massa padat atau massa
berisi cairan (kista), adanya udara yang meningkat dalam lambung dan usus, serta adanya
udara bebas dalam rongga abdomen. Suara perkusi abdomen yang normal adalah timpani
(organ berongga yang berisi udara), kecuali di daerah hati (redup; organ yang padat).
a. Orientasi abdomen secara umum.
Dilakukan perkusi ringan pada seluruh dinding abdomen secara sistematis untuk
mengetahui distribusi daerah timpani dan daerah redup (dullness). Pada perforasi
usus, pekak hati akan menghilang.
b. Cairan bebas dalam rongga abdomen
Adanya cairan bebas dalam rongga abdomen (asites) akan menimbulkan suara
perkusi timpani di bagian atas dan dullness dibagian samping atau suara dullness
dominant. Karena cairan itu bebas dalam rongga abdomen, maka bila pasien
dimiringkan akan terjadi perpindahan cairan ke sisi terendah. Cara pemeriksaan
asites:
1) Pemeriksaan gelombang cairan (undulating fluid wave).
Teknik ini dipakai bila cairan asites cukup banyak. Prinsipnya adalah
ketukan pada satu sisi dinding abdomen akan menimbulkan gelombang
cairan yang akan diteruskan ke sisi yang lain. Pasien tidur terlentang,
pemeriksa meletakkan telapak tangan kiri pada satu sisi abdomen dan
tangan kanan melakukan ketukan berulang-ulang pada dinding abdomen
sisi yang lain. Tangan kiri kan merasakan adanya tekanan gelombang.
2) Pemeriksaan pekak alih (shifting dullness).
Prinsipnya cairan bebas akan berpindah ke bagian abdomen terendah.
Pasien tidur terlentang, lakukan perkusi dan tandai peralihan suara timpani
ke redup pada kedua sisi. Lalu pasien diminta tidur miring pada satu sisi,
lakukan perkusi lagi, tandai tempat peralihan suara timpani ke redup
maka akan tampak adanya peralihan suara redup.
5. Pemeriksaan Rektal Anus
INSPEKSI
Setelah menjelaskan apa yang akan dilakukan, pasien disuruh berbaring pada sisi kirinya
dengan lutut ditekuk. Posisi ini yang disebut dengan posisi lateral kiri. Perawat yang
mengenakan sarung tangan dan mulai melakukan inspeksi pada anus dan daerah perianal
dengan menyisihkan kedua belah pantatnya. Perawat perlu menilai adanya konsistensi
abnormalitas pada anus, meliputi hal-hal berikut ini:
a. Fisura-in-ano, Fisura ini merupakan retakan dari dinding anus yang cukup nyeri
sehingga menghambat pemeriksaan rectal dengan jari. Fisura-in-ano biasanya
terjadi secara berlangsung pada bagian posterior dan garis tengah. Mungkin perlu
menyuruh pasien mengedan agar fisura dapat terlihat
b. Hemoroid, merupakan suatu kondisi pemekaran pembuluh darah vena akibat
bendungan vena usus.
c. Prolaps rekti, merupakan lipatan sirkum firesial dari mukosa yang berwarna merah
terlihat menonjol dari anus.
d. Fistel-in-ano, lubang dari fistel mungkin dapat terlihat, biasanya dalam 4 cm dari
anus. Mulut lubang fistel tampak berwarna merah yang disebabkan jaringan
granulasi. Fistel ini mempunyai hubungan dengan penyakit Crohn.
e. Karsinoma anus, dapat terlihat sebagai massa yang terbentuk kembang kol pada
pinggir anus.
PALPASI
Colok anus (Colok dubur). Perawat yang menggunakan ujung jari telunjuk yang
terbungkus sarung tangan dilubrikasi dan diletakkan pada anus. Pasien diminta bernapas
melalui mulut dengan tenaga dan rileks. Dengan perlahan-lahan meningkatkan tekanan
pada jari telunjuk kea rah bawah sampai sfingter terasa agak lemas. pada saat ini
dimasukkan perlahan-lahan kedalam rectum.
Palpasi dinding anterior dari rectum dilakukan untuk menilai kelenjar prostat pada pria
dan serviks wanita. Prostat yang normal merupakan massa kenyal berlobus dua dengan
lekukan sentral. Prostat menjadi semakin keras sesuai umur ang bertambahdan akan
menjadi sangat keras bila terdapat karsinoma prostat. Massa di atas prostat atau serviks
dapat menunjukkan adanya metastatic.
Jari kemudian diputar sesuai arah jarum jam sehingga dinding lateral kanan, dinding
posterior, dan dinding laterl kiri dari rectum dapat dipalpasi secara berurutan. Kemudian
jari dimasukkan sedalam mungkin ke dalam rectum dan perlahan ditarik keluar menyusuri
dinding rectum. Lesi yag lunak, seperti karsinoma rekti yang kecil atau polip, lebih
mungkin teraba dengan cara ini
Setelah jari ditarik keluar, sarung tangan diinspeksi apakah terdapat darah segar atau
melena, mucus atau pus, dan warna dari feses diamati. Hemoroid tidak teraba kecuali
mengalami thrombosis. Timbulnya nyeri yang nyata selama pemeriksaan menunjukkan
kemungkinan fisura anal, abses isiorektal, hemoroid eksternal yang baru mengalami
thrombosis, prokitis, atau ekskoriasi anal.
Penyebab-penyebab dan massa yang teraba di rectum:
a. Karsinoma rekti
b. Polip rekti
c. Karsinoma kolon sigmoid (prolaps ke dalam kavum Douglas)
d. Deposit metastatic pada pelvis
e. Keganasan uterus atau ovarium
f. Keganasan prostat atau serviks uteri (ekstensi langsung)
g. Endometriosis
PALPASI
6. Letakkan 3 jari tangan kanan dan kiri ke area leher pasien dengan posisi dari
belakang pasien
B. ABDOMEN
INSPEKSI
7. Observasi area abdomen sesuai region atau kuadran pembagian abdomen
8. Perhatikan adanya lesi, jejas, massa yang tampak, warna, dilatasi vena dan bentuk
abdomen
AUSKULTASI
9. Dengarkan suara bising usus pada daerah kuadran kiri atas, kuadran kiri bawah
dan kuadran kanan bawah
10. Hitung frekuensi bising usus (Hitung normal 5-30/menit)
PALPASI
11. Pastikan keluhan abdomen yang mengalami keluhan nyeri. Lalu mulai palpasi dari
area abdomen yang terjauh dari keluhan nyeri
12. Palpasi dangkal untuk setiap kuadran/ region pada daerah abdomen untuk
menemukan adanya massa
13. Palpasi dalam dilakukan untuk area kuadran kanan atas abdomen untuk palpasi
organ hepar
14. Pada pasien dengan abdomen yang distensi, perlu dilakukan adanya tes untuk
menentukan apakah distensi disebabkan oleh cairan intra peritoneal atau karena
jaringan lemak dengan meletakkan salah satu telapak tangan di satu sisi abdomen
dan memberikan tekanan mendadak pada sisi abdomen yang berlawanan
PERKUSI
15. Lakukan perkusi dari daerah torak sebelah kanan sampai pada daerah dibawah
costae terakhir. Temukan suara dullness pada daerah IC9 sampai akhir costae
16. Lanjutkan perkusi ke daerah abdomen di bawah costae terakhir sebelah kanan
untuk menemukan suara tympani lalu beri tanda untuk mengukur adanya
pembesaran organ hati
C. REKTAL
INSPEKSI
17. Minta/ bantu klien untuk mengatur posisi berbaring menjadi posisi sim
18. Gunakan tangan untuk meregang bokong agar daerah anal terlihat
19. Amati adanya massa, rupture dan lesi
PALPASI
20. Lakukan tes untuk dubur dengan menggunakan salah satu jari tangan yang sudah
diberi lubrikan, masukkan jari ke dalam lubang anal secara perlahan
21. Palpasi adanya tahanan masa pada saat memasukkan jari sepanjang rectum
22. Lakukan putaran kea rah depan secara perlahan lalu palpasi adanya massa di
sebelah rectum
23. Keluarkan jari secara perlahan, dengan tangan yang satu membersihkan area anus
dengan tissue
24. Amati jari yang digunakan untuk melakukan tes, catat temuan
B. GANGGUAN SISTEM PERNAFASAN
Definisi:
Kondisi dimana paru- paru tidak dapat menyediakan cukup oksigen ke tubuh seseorang yang
berpotensi mengancam jiwa.
(https://www.scribd.com/document/43-GANGGUAN-NAPAS-docx)
Tujuan:
Sebagai acuan petugas dalam melakukan penanganan pada pasien kegawatdaruratan sistem
pernapasan dengan masalahgangguan pernapasan.
(https://www.scribd.com/document/43-GANGGUAN-NAPAS-docx)
2. Keluhan Utama
Keluhan utama dikumpulkan untuk menetapkan prioritas intervensi keperawatan dan
untuk mengkaji tingkat pemahaman klien tentang kondisi kesehatannya saat ini. Keluhan
umum penyakit pernapasan mencakup dispnea, batuk, pembentukan sputum, hemoptisis,
mengi, dan nyeri dada. Fokuskan pada manifestasi dan prioritaskan pertanyaan untuk
mendapatkan suatu analisis gejala.
a. Dispnea
Dispnea adalah kesulitan bernapas, sering menjadi salah satu manifestasi klinis
dialami klien dengan gangguan pulmonal dan jantung. Komponen fisiologis
dispnea tidak dimengerti dengan jelas, tetapi tampaknya lebih berkaitan dengan
ventilasi pernapasan daripada pernapasan itu sendiri. Dispnea yang berkaitan
dengan penyakit pernapasan, terjadi akibat perubahan patologi yang meningkatkan
tekanan jalan napas, penurunan kompliens pulmonal, perubahan system pulmonal,
atau melemahnya otot-otot pernapasan. Bedakan dispne dari tanda dan gejala lain.
1) Takipnea mengacu pada frekuensi pernapasan lebih dari normal yang
mungkin terjadi dengan atau tanpa dispnea.
2) Hiperventilasi mengacu pada ventilasi yang lebih besar dari jumlah yang
dibutuhkan untuk mempertahankan eliminasi normal karbon dioksida
hiperventilasi diidentifikasi dengan mengamati tekanan parsial karbon
dioksida arteri, atau PaCO2, yang kurang dari 40 mm Hg.
3) Dispnea merupakan keluhan yang umum pada sindrom hiperventilasi.
Penting juga untuk membedakan keletihan akibat aktivitas fisik dengan
dispnea. Klien yang yang mengalami dyspnea sebagai gejala utama
biasanya mempunyai salah satu dari kondisi:
penyakit kardiovaskular, (b) mboli pulmonal, (c) penyakit paru interstisial
atau alveolar, (d) gangguan dinding atau otot dada, (e) penyakit paru
obstruktif, atau (f) ansietas. Dispnea adalah gejala menonjol pada penyakit
yang menyerangpercabangantrakheobronkhial, parenkim paru, spasium
pleural. Dispnea juga dialami bila otot-otot pernapasan lemah, paralise, dan
keletihan.
b. Batuk
Batuk adalah refleks protektif yang disebabkan oleh iritasi pada percabang;
trakheobronkhial. Kemampuan untuk batuk merupakan mekanisme penting dala
membersihkan jalan napas bagian bawah, dan banyak orang dewasa normalnya
beberapa kali ketika bangun tidur pagi untuk membersihkan trakhea dan faring da
sekresi yang telah menumpuk selama tidur. Batuk juga merupakan gejala yang
paling umum dari penyakit pernapasan. Pada klien dengan batuk kronis, biasanya
sulit untuk mengkaji waktu aktual awitan batuk. Klien biasanya tidak menyadari
kapan batuknya mulai timbul. Identifika faktor-faktor yang diyakini oleh klien
(dan pasangan atau teman) sebagai pencetus terjadinya batuk. Hal-hal yang perlu
dikaji adalah aktivitas, posisi tubuh, iritan di lingkungan (rumah atau tempat
kerja), vokalisasi (bicara normal, berteriak, bernyanyi atau berbisik), cuaca,
ansietas, dan infeksi. Stimuli yang secara khas menyebabkan batuk adalah stimuli
mekanik, kimiawi, dan inflamasi. Menghirup asap, debu, atau benda asing
merupakan penyebab batuk yang paling umum. Bronkhitis kronis, asma,
tuberkulosis, dan pneumonia secara khas menunjukkan batuk sebagai gejala yang
menonjol. Batuk dapat dideskripsikan berdasarkan waktu (kronis, akut, dan
paroksismal (episode batuk hebat yang sulit dikontrol) berdasarkan kualitas
(produktif-nonproduktif, kering-basah, batuk keras menggonggong, serak, dan
batuk pendek).
c. Pembentukan Sputum
Sputum secara konstan dikeluarkan ke atas menuju faring oleh silia paru. Sputum
yang terdiri atas lendir, debris selular, mikroorganisme, darah, pus, dan benda
asing akai dikeluarkan dari paru-paru dengan membatukkan atau membersihkan
tenggorok. Percabangan trakheobronkhial umumnya membentuk sekitar 90 ml
mukus per hari sebagai bagian dari mekanisme pembersihan normal. Namun
pembentukan sputum disertai dengan batuk adalah hal yang tidak normal.
Tanyakan klien tentang warna sputum (jernih, kuning, hijau, kemerahan, atau
mengandung darah), bau, kualitas (berair, berserabut, berbusa, kental), dan
kuantitas (sendok teh, sendok makan, cangkir). Perubahan warna, bau, kualitas,
atau kuantitas sangat penting untuk didokumentasikan dalam rekam medik klien.
Tanyakan juga apakah sputum hanya dibentuk setelah klien berbaring dalam
posisi tertentu. Beberapa kelainan meningkatkan pembentukan sputum.
Banyaknya sputum yang dikeluarkan setiap hari dapat menunjukkan bronkhitis
kronis.
Warna dari sputum mempunyai makna klinis yang penting. Sputum yang
berwarna kuning menandakan suatuinfeksi. Sputum berwarnal hijau menandakan
adanya pus yang terrgenang, yang umum ditemukan pada bronkhiekstasis.
Karakter dan konsistensi sputum juga penting untuk dicatat.
d. Hemoptisis
Hemoptisis adalah membatukkan darah, atau sputum bercampur darah. Sumber
perdarahan dapat berasal dari jalan napas atas atau bawah, atau berasal dari
parenkim paru. Penyebab pulmonal dari hemoptisis mencakup bronkhitis kronis,
bronkhiektasis, tuberkulosis pulmonal, fibrosis kistik, granuloma nekrotikan jalan
napas atas, embolisme pulmonal, pneumonia, kanker paru, dan abses paru.
Abnormalitas kardiovaskular, antikoagulan, dan obat-obat imunosupresif yang
menyebabkan perdarahan parenkim (jaringan paru) juga dapat menyebabkan
hemoptisis.Klien biasanya mengganggap hemoptisis sebagai indikator penyakit
serius dan sering akan tampak gelisah atau takut. Lakukan pengkajian tentang
awitan, durasi, jumlah, dan warna (mis. merah terang atau berbusa). Kenali
perbedaan antara hemoptisis dengan hematemesis. Pada hemoptisis biasanya darah
yang keluar berbusa, pH (darah) basa sementara pada hematemesis darah yang
dikeluarkan tidak berbusa dan pH (darah) asam.
e. Mengi
Bunyi mengih dihasilkan ketika udara mengalir melalui jalan napas yang sebagian
tersumbat atau menyempit pada saat inspirasi atau ekspirasi. Mengih dapat
terdengar hanya dengan menggunakan stetoskop. Klien mungkin tidak mengeluh
tentang mengih, tetapi sebaliknya dapat mengeluh tentang dada yang sesak atau
tidak nyaman pada dada. Minta klien mengidentifikasi kapan mengi terjadi dan
apakah hilang dengan sendirinya atau dengan menggunakan obat-obatan seperti
bronkhodilator. Tidak semua mengi mengacu pada asma. Mengi dapat disebabkan
oleh edema mukosa, sekresi dalam jalan napas, kolaps jalan napas akibat
kehilangan elastisitas jaringan, dan benda asing atau tumor yang sebagian
menyumbat aliran udara.
f. Nyeri Dada
Nyeri dada mungkin berkaitan dengan masalah pulmonal dan jantung,
membedakannya satu sama lain memberikan makna klinis yang berarti. Lakukan
analisis gejala yang lengkap pada nyeri dada. Nyeri dada akibat angina (penurunan
aliran darah) merupakan masalah yang mengancam jiwa. Nyeri dada yang
bersumber dari pulmonal dapat berasal dari dinding dada, pleural parietalis,
pleural viseralis, atau parenkim paru. Berikut tabel tipe nyeri dada yang berkaitan
dengan kondisi pulmonal.
Informasi tentang lokasi, durasi, dan intensitas nyeri dada penting untuk
dikumpulkan, dan akan memberikan petunjuk dini tentang penyebab. Batuk dan
infeksi Pleuritis dapat menyebabkan nyeri dada.
Nyeri dada pleuritik umumnya nyeri yang terasa tajam menusuk dengan awitan
mendadak tetapi dapat juga bertahap. Nyeri dada Jenis ini terjadi pada tempat
inflamasi dan biasanya terlokalisasi pasien yang mengalami nyeri jenis ini akan
mempunyai pola pernapasan cepat dan dangkal dan takut melakukan gerakan.
Tindakan menekan pada bagian yang nyeri biasanya memberikan peredaan.
Nyeri retrosternal (di belakang sternum) biasanya terasa terbakar, konstan, dan
sakit. Nyeri juga dapat berasal dari bagian tulane dan kartilago toraks.
Karakteristik angina dengan nyeri dada lainnya berbeda. Nyeri dada jantung
biasanya digambarkan sebagai nyeri yang sangat sakit, hebat, sensasi seperti
diremas-remas, dengan rasa tertekan atau sesak pada area substernal. Angina dapat
juga menjalar ke dalam leher dan lengan. Tanyakan klien apa yang menyebabkan
nyerinya (aktivitas, batuk, gerakan) dan apa yang meredakan nyerinya
(nitrogliserin, membebat dinding dada).
4. Riwayat Psikososial
Dapatkan informasi tentang aspek-aspek psikososial klien yang mencakup lingkungan,
pekerjaan, letak geografi, kebiasaan, pola olahraga, dan nutrisi. Identifikasi semua agens
lingkungan yang mungkin mempengaruhi kondisi klien, lingkungan kerja dan hobi.
Tanyakan tentang kondisi kehidupan klien, seperti jumlah anggota keluarga yang tinggal
serumah. Kondisi kehidupan yang sumpek meningkatkan risiko penyakit pernapasan
seperti tuberkulosis. Kaji terhadap bahaya lingkungan seperti sirkulasi udara yang buruk.
Kumpulkan riwayat merokok, berapa banyak sehari dan sudah berapa lama. Merokok
rnenunjukkan hubungan adanya penurunan rungsi siliaris paru-paru, meningkatkan
pernbentukan lendir, dan terjadinya kanker paru.
Tanyakan tentang penggunaan alkohol. Gerakan siliaris paru diperlambat oleh
alkohol, yang mengurangi klirens lendir dari paru-paru. Penggunaan alkohol berlebih
menekan refleks batuk sehingga berisiko mengalami aspirasi. Tanyakan apakah
toleransi terhadap aktivitas menurun atau tetap stabil. Minta klien untuk
menggambarkan aktivitas khusus seperti berjalan, pekerjaan rumah yang ringan, atau
berbelanja kebutuhan rumah tangga yang dapat ditoleransi klien toleransi atau
sebaliknya, yang mengakibatkan sesak napas.
Fase kerja
1. Petugas melakukan pengkajian secara spesifik, akurat, dan sesuai dengan kondisi
pasien yang meliputi data subyektif dan data obyektif
2. Perhatikan apakah ada tanda-tanda cidera servikal, bila ada segera lakukan
pemasangan neck collar, dengan langkah- langkah sebagai berikut:
a. Jelaskan tujuan dilakukannya tindakan
b. Atur posisi pasien yaitu tempat yang aman, datar, dank eras
c. Perawat 1 melakukan stabilisasi leher- kepala, Perawat 2 mengukur besar
neck collar
d. Setelah selesai pengukuran, perawat 2 memasang neck collar perlahan
lahan dengan memasukkan ke belakang kepala dan direkatkan
e. Cek keketatan neck collar dengan cara memasukkan 1-2 jari di bawah neck
collar atau menanyakan ke pasien
3. Apabila didapatkan pangkal lidah jatuh kebelakang pada pasien tidak sadar maka
dilakukan pemasangan Oropharyngeal tube dengan langkah sebagai berikut :
a. Jelaskan tujuan dilakukannya tindakan
b. Atur posisi pasien yaitu tempat yang aman, datar, dan keras
c. Perawat cuci tangan dan pakai sarung tangan bersih
d. Pilihlah ukuran OPA yang sesuai dengan pasien. Cara: menempatkan
ujung OPA pada sudut mulut, ujung yang lain pada sudut rahang bawah
atau pada ujung telinga bawah
e. Cara pemasangan:
1) Cara tidak langsung:
Membuka mulut pasien dengan cross finger, masukkan OPA dengan
menghadap ke palatum kemudian diputar 180 derajat sambil ditekan
ke bawah
2) Cara langsung
Membuka mulut pasien dengan cross finger, lidah ditekan dengan
spatel lidah masukkan OPA langsung sesuai anatomis
f. Observasi apakah udara pernafasan sudah keluar dengan lancar
4. Bila diperlukan nadi teraba dan pernafasan tidak ada makan laukan bantuan
pernafasan menggunakaan BVM (Bag Valve Mask), dengan langkah sebagai
berikut:
a. Jelaskan tujuan dilakukannya tindakan
b. Atur posisi pasien yaitu tempat yang aman, datar, dan keras
c. Atur posisi kepala yaitu head tilt chin lif bila tidak ada trauma leher. Bila
ada trauma leher dengan jaw thrust maneuver
d. Meletakkan masker menutup mulut dan hidung pasien
e. Ibu jari dan jari telunjuk membentuk hurup C sedangkan jari- jari lainnya
memegang rahang bawah sekaligus membuka jalan napas dengan
membentuk huruf E
f. Memompa udara dengan cara tangan satu memegang bag sambil
memompa udara dan yang satunya memegang dan memfiksasi masker
pada saat memegang masker
g. Pada dewasa: berikan nafas sebanyak 10-12x/menit dengan jeda setiap
pompa 5-6 detik
h. Pada bayi: berikan nafas sebanyak 20x/menit dengan jeda setiap pompa 3
detik
i. Setelah 1 menit, evaluasi pernafasan. Apabila nafas tidak ada lakukan
bantuan nafas sesuai langkah no 11
Namun bila nafas ada maka berikan posisi recoveri
5. Segera setelah dilakukan posisi recoveri dan pernafasan spontan ada, lakukan
pemberian oksigen tambahan
a. Pemberian oksigen melalui nasal
1) Atur posisi semi fowler (jika bisa)
2) Jelaskan tujuan terapi O2
3) Sambungkan tabung O2 dengan humidifier dan selang O2
4) Cek gelembung O2 di humidifier
5) Pasang selang O2 ke hidung, selang melingkar di telinga dan
dirapatkan di bagian dagu
6) Atur flow rate sesuai kebutuhan (1-3 lt)
7) Anjurkan pasien untuk menarik nafas
8) Nilai jumlah pernafasan
b. Pemberian oksigen melalui masker
1) Atur posisi semi fowler (jika bisa)
2) Jelaskan tujuan terapi O2
3) Sambungkan tabung O2 dengan humidifier dan selang O2
4) Cek gelombang O2 di humidifier
5) Pasang selang O2 ke hidung, selang melingkar di telinga dan
dirapatkan di bagian dadu
6) Atur flow rate sesuai kebutuhan (4-6 lt)
7) Anjurkan pasien untuk menarik nafas
8) Nilai jumlah pernafasan
6. Posisikan pasien dengan kondisi yang nyaman dan maksimalkan kegawatdaruratan
7. Pastikan kegawatdaruratan system pernapasan telah terangani
Fase terminasi
1. Bila sudah selesai, buka sarung tangan
2. Rapikan pasien dan alat
3. Perawat cuci tangan
4. Dokumentasi respon dan prosedur
5. Rujuk pasien ke pelayanan yang lebih tinggi untuk mendapatkan penanganan
lanjutan, apabila diperlukan.
C. GANGGUAN SISTEM KARDIOVASKULER
Definisi:
Penyakit kardiovaskuler adalah penyakit yang terjadi karena adanya gangguan pada jantung dan
pembuluh darah.
(https://www.alodokter.com/kenali-penyakit-kardiovaskuler-yang-paling-umum-terjadi)
Tujuan:
1. Menentukan pengobatan yang tepat untuk penyakit pasien
(https://www.sehatq.com/tindakan-medis/pemeriksaan-jantung-pembuluh-darah)
2. Agar dapat menegakkan diagnosis gagal jantungdan melakukan pengobatangagal jantung
(https://id.scribd.com/document/369481868/11-Sop-Penanganan-Penyakit-Jantung)
Langkah- langkah:
(https://id/scribd.com/document/373444199/sop-pemeriksaan-fisik-kardiovaskuler)
1. Inspeksi dan palpasi
a. Siapkan peralatan yang diperlukan (penlight, sarung tangan, dan masker)
b. Cuci tangan
c. Jelaskan prosedur yang akan dilakukan kepada pasien
d. Bantu pasien mengatur posisi terlentang
e. Membantu klien membuka baju sampai punggung pasien
f. Pastikan ruang periksa cukup penerangan, hangat, bebas dari gangguan lingkungan
g. Jaga privasi klien dengan menutup tirai
h. Tentukan lokasi sudut louis (antara sternum dan manubrium)
i. Pindah jari jari tangan ke bawah ke arah tiap sisi sudut sehingga akan teraba ruang
interkosta ke 2, area aorta terletak di ruang interkosta kedua kanan ini dan area
pulmonal di ruang interkosta kedua kiri
j. Inspeksi dan kemudian palpasi area aorta dan area pulmonal untuk mengetahui ada
atau tidaknya pulsasi
k. Dari area tricuspid, pindahkan tangan anda secara lateral 5-7 cm kegaris
midklavikula kiri tempat ditemukan area apical atau titik impuls maksimal
l. Inspeksi dan palpasi pulsasi pada area apical. Sekitar 50% orang dewasa akan
memperlihatkan pulsasi apical. Ukuran jantung dapat diketahui dengan mengamati
lokasi pulsasi apical. Apabila jantung membesar, pulsasi ini bergeser secara lateral
ke garis midklavikula
m. Untuk mengetahui pulsasi aorta, lakukan inspeksi dan palpasi pada area
epigastrium di dasar sternum
n. Berikan reinforcement dan rapikan kembali klien
o. Buat kontrak pertemuan selanjutnya
p. Akhiri kegiatan dengan cara baik
q. Cuci tangan
2. Perkusi
a. Persiapkan alat
b. Cuci tangan
c. Jelaskan prosedur yang akan dilakukan pada klien
d. Pastikan ruang periksa cukup penerangan, hangat, serta bebas dari gangguan
lingkungan
e. Jaga privasi klien
f. Mulai aksila kiri, perkusi kea rah sternum pada ruang interkosta ke 5
g. Tentukan batas jantung kiri dan kanan di sela iga ke 2 dan ke 5, dengan mencatat
perubahan bunyi sonor ke bunyi redup
h. Menentukan batas atas jantung dengan melakukan perkusi dari fossa
supraklavikula ke bawah
i. Rapikan kembali klien
j. Berikan reinforcement
k. Buat kontrakk pertemuan selanjutnya
l. Akhiri kegiatan dengan cara baik
m. Cuci tangan
3. Auskultasi
a. Point a-f sama dengan inspeksi, palpasi, dan perkusi
b. Atur klien senyaman mungkin
c. Kaji ritme dan frekuensi jantung secara umum, perhatikan dan tentukan auskultasi
d. Auskultasi menggunakan stetoskop untuk mendengarkan bunyi frekuensi tinggi
e. Auskultasi tiap bagian anatomi gunakan emtode yang sistemik, minta klien
melakukan 3 posisi (duduk, terlentang, miring kiri)
f. Konsentrasi untuk mendengarkan bunyi jantung
g. Ulangi rangkaian pengkajian dengan menggunakan bell stetoskop
h. Pada setiap area catat frekuensi, irama, intensitas, nada, waktu durasi bunyi
jantung dan bunyi tambahan
i. Dengarkan dengan cermat S1 dan S2
j. Kontraksi pada systole
k. Kontraksi pada diastole
l. Anjurkan klien bernafas secara normal, dengaarkan bunyi S2
m. Anjurkan klien untuk menghembuskan dan menahan nafas menghirup dan
menahan nafas untuk mengetahui S2 menjadi tinggi atau tidak
n. Rapikan klien
o. Berikan reinforcement
p. Buat kontrak pertemuan selanjutnya
q. Akhiri kegiatan dengan cara baik
r. Cuci tangan
D. GANGGUAN SISTEM ENDOKRIN
Definisi:
Gangguan endokrin adalah penyakit yang terkait dengan kelenjar endokrin pada tubuh. Sistem
endokrin adalah jaringan kelenjar yang menghasilkan hormon yang merupakan sinyal kimia yang
dikeluarkan melalui aliran darah.
(https://www.halodoc.com/kesehatan/gangguan-sistem-endokrin)
Tujuan:
(https://id.scribd.com/document/333161246/Sop-Endokrin)
1. Mendapatkan data yang akurat tentang kondisi klien yang mengalami gangguan system
endokrin
Langkah-langkah:
(https://id.scribd.com/document/333161246/Sop-Endokrin)
Persiapan lingkungan
1. Mengatur lingkungan klien, memasang sampiran. Pastikan ruang periksa hangat
dan cukup penerangan
2. Dekatkan alat-alat pengkajian
3. Lakukan cuci tangan rutin sebelum dan sesudah melakukan pemeriksaan
Persiapan pasien
1. Berikan informasi umum pada pasien atau keluarganya tentang pemeriksaan yang
akan anda lakukan, tujuan, cara melakukan manfaat pemeriksaan tiroid untuk
klien
2. Berikan jaminanpada pasien tentang kerahasiaan semua informasi yang
didapatkan dari pemeriksaan
3. Menanyakan kesediaan pasien
Pengkajian awal
1. Persilahkan klien duduk atau berdiri menghadap ke sumber cahaya sehingga
sumber cahaya cukup menerangi bagian leher yang diperiksa
2. Aturlah posisi klien sedemikian rupa sehingga saat mengamati kelenjar tiroid,
posisi mata pemeriksa harus sejajar (horizontal) dengan leher orang yang
diperiksa. Mintalah klien untuk menunjukkan ruas Ibu jarinya sebagai acuan
ukuran kelenjar tiroid
Inpeksi
1. Lakukanlah pengamatan pada bagian leher klien pada posisi normal, terutama
pada lokasi kelenjar tiroidnya
2. Amatilah adanya pembesaran kelenjar tiroid yang tampak nyata
3. Jika kelenjar tiroid tidak tampak, mintalah klien untuk menelan dengan posisi
leher normal
4. Jika kelenjar tiroid tampak dengan jelas pada posisi menelan, dikatakan ada
pembesaran kelenjar tiroid tingkat
Palpasi
1. Berdirilah di belakang klien, lalu letaknlah kedua jari telunjuk dan jari tengah pada
masing masing lobus kelenjar tiroid yang letaknya beberapa cm di bawah jakun
2. Rabalah (palpasi) daerah kelenjar tiroid. Perabaan (palpasi) jangan dilakukan
dengan tekanan terlalu keras atau terlalu lemah. Tekanan terlalu keras akan
mengakibatkan kelenjar masuk atau pindah ke belakang leher, sehingga
pembesaran tidak teraba. Perabaan terlalu lemah akan mengurangi kepekaan
perabaan
3. Jika kelenjar tiroid dapat teraba, walaupun ukurannya tidak membesar, dikatakan
ada pembesaran kelenjar tiroid tingkat 1
Auskultasi
1. Mendengarkan bunyi tertentu dengan bantuan stetoskop dapat menggambarkan
berbagai perubahan dalam tubuh
2. Auskultasi pada daerah leher, di atas kelenjar tiroid dapat mengidentifikasi
“bruit”. Bruit adalah bunyi yang dihasilkan oleh karena turbulensi pada pembuluh
darah tiroidea
3. Dalam keadaan normal, bunyi ini tidak terdengar. Dapat diidentifikasi bila terjadi
peningkatan sirkulasi darah ke kelenjar tiroid sebagai dampak peningkatan
aktivitas kelenjar tiroid
4. Auskultasi dapat pula dilakukan untuk mengidentifikasi perubahan pada pembuluh
darah dan jantung seperti tekanan darah, ritme, dan rate jantung yang dapat
menggambarkan gangguan keseimbangan cairan, perangsangan katekolamin dan
perubahan metabolisme tubuh.
Menentukan tingkat pembesaran kelenjar tiroid
1. Normal: jika kelenjar tiroid tidak terlihat dan tidak teraba
2. Pembesaran tingkat 1: jika kelenjar tiroid teraba tetapi tidak terlihat pada posisi
leher normal (walaupun ukurannya normal)
3. Pembesaran tingkat 2: jika pembesaran kelenjar tiroid terlihat dengan nyata pada
gerakan menelan dengan posisi leher normal
Tahap terminasi
1. Mengevaluasi kembali
2. Merapihkan alat
3. Mengakhiri percakapan
4. Memberikan salam
5. Cuci tangan
6. Dokumentasi
E. GANGGUAN SISTEM PERKEMIHAN
Definisi:
Gangguan saluran kemih adalah gangguan dari kandung kemih atau uretra.Ginjal, Uretra,
kandung kemih adalah organ-organ yang menyusun saluran kemih.
(https://id.scribd.com/doc/311861731/Makalah-Gangguan-Sistem-Perkemihan)
Tujuan:
(https://id.scribd.com/document/392461185/Sop-Pemeriksaan-Fisik-Sistem-Perkemihan)
1. Mengetahui keadaan fungsi system perkemihan
2. Mengetahui ada tidaknya kelainan system perkemihan
3. Menentukan diagnosis pasien dengan penyakit atau masalah pada system perkemihan
Langkah- langkah:
(https://id/scribd.com/document/432831048/SOP-SISTEM-PERKEMIHAN)
1. Pastikan kebutuhan pasien yang akan dilakukan pemeriksaan fisik system perkemihan
2. Siapkan alat
3. Salam terapeutik
4. Jelaskan tujuan dan prosedur kepada pasien
5. Dekatkan alat- alat ke pasien
6. Tutup sampiran
7. Cuci tangan
8. Gunakan handscoon
Pemeriksaan ginjal
9. Atur pasien dengan posisi terlentang
10. Dalam melakukan palpasi ginjal kanan, letakkan tangan kiri pemeriksa di bawah panggul
dan elevasikan ginjal ke arah anterior, kemudian letakkan tangan kanan pemeriksa pada
dinding abdomen anterior di garis mid klavikula pada tepi bawah batas kosta, lalu tekan
tangan kanan pemeriksa secara langsung dan anjurkan pasien menarik napas panjang,
rasakan kontur (bentuk), ukuran dan amati adanya nyeri tekan
11. Untuk melakukan palpasi ginjal kiri, letakkan tangan kiri pemeriksa di bawah panggul
kemudian lakukan tindakan seperti pada palpasi ginjal kanan
12. Perkusi ginjal kanan dilakukan di dinding abdomen belakang pada sudut costo vertebral
angel (CVA) dengan dialasi telapak tangan kiri, lalu lakukan perkusi dengan sisi ulnar
kepala tangan kanan
13. Perkusi ginjal kiri dilakukan di dinding abdomen belakang pada sudut costo vertebral
angel (CVA) dengan dialasi telapak tangan kiri, lalu lakukan perkusi dengan sinar ulnar
kepala tangan kanan
Catatan: pada peradangan/ infeksi saluran kemih (U.T.I/ pyelonephritis) akan didapatkan
tangan nyeri pada perkusi ini
14. Auskultasi dengan stetoskop pada aorta abdomen (mid epigastric) untuk mendengarkan
bunyi desiran
15. Auskultasi pada daerah kuadran kiri dan kanan atas karena pada area ini terdapat arteri
renalis kiri dan kanan
Catatan: jika terdengar bunyi bruit (bising) makan indikasi adanya gangguan aliran darah
ke ginjal (stenosis arteri ginjal)
Pemeriksaan kandung kemih
16. Lakukan palpasi pada kandung kemih/ bladder dengan menggunakan satu atau dua tangan
Catatan: kandung kemih teraba terutama bila mengalami distensi akibat penimbunan
urine. Bila ditemuka adanya distensi, lakukan perkusi pada area kandung kemih untuk
mengetahui suara atau tingkatan redupnya
17. Perkusi daerah kandung kemih atau bladder dilakukan dengan teknik yang sama seperti
perkusi pada daerah abdomen. Normal bunyi perkusi pada daerah kandung kemih yaitu
timpani
Catatan: jika kandung kemih atau bladder penuh maka bunyinya redup (dullness) di atas
simphysis pubis
Pemeriksaan meatus urethra:
18. Inspeksi pada meatus urethra apakah ada kelainan sekitar labia. Lihat warna, apakah ada
kelainan pada orifisiumuretrha pada laki laki dan juga lihat cairan yang keluar
Pemeriksaan prostat melalui anus (pria)
19. Bantu pasien mengatur posisi dorsal rekumben atur paha berotasi keluar, lutut fleksi dan
tutuplah bagian tubuh yang tidak diperiksa
20. Pajankan bagian bokong dan anjurkan pasien untuk memusatkan perhatian
21. Kenakan sarung tangan dan beri pelumas pada jari telunjuk kemudian perlahan- lahan
masukkan jari telunjuk ke dalam anus dan rectum
22. Lakukan palpasi pada dinding anterior untuk mengetahui kelenjar prostat. Normalnya
kelenjar prostat yang berdiameter sekitar 4 cm dapat teraba dan tidak ada nyeri tekan
23. Setelah selesai tarik jari pemeriksa dari rectum dan anus
24. Catat hasil pemeriksaan anda
F. GANGGUAN SISTEM CAIRAN
Definisi:
Gangguan elektrolit adalah kondisi saat kadar elektrolit di dalam tubuh seseorang menjadi tidak
seimbang, baik terlalu tinggi atau terlalu rendah. Kondisi kadar elektrolit yang tidak seimbang ini
dapat menimbulkan berbagai gangguan pada fungsi organ di dalam tubuh. Bahkan pada kasus
yang cukup berat, kondisi ini bisa menyebabkan kejang, koma, bahkan gagal jantung.
(https://id.scribd.com/document/340168930/SOP-pemenuhan-kebutuhan-cairan-dan-
elektrolit-infus)
Tujuan:
(https://id.scribd.com/document/340168930/SOP-pemenuhan-kebutuhan-cairan-dan-
elektrolit-infus)
1. Mengoreksi dan mecegah gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit
2. Mengganti cairan tubuh yang mengandung air, elektrolit, vitamin, protein, lemak, dan
kalori yang tidak dapat dipertahankan secara oral
3. Pemberian obat-obatan intravena
4. Pemberian nutrisi parenteral
5. Perbaikan gangguan keseimbangan asam basa
badan menggigil, dan merasa badannya lemas. Klien juga mengatakan nyeri perut serta
klien juga pernah menderita asam lambung, usus melilit dan gejala lever.Namun
sebelumnya klien tidak pernah mengalami sakit diare dan klien mengatakan keluarganya
Klien mengatakan datang ke Rumah Sakit dengan keluhan BAB lebih dari 4 kali, tiba-tiba
badan menggigil, dan merasa badannya lemas. Klien juga mengatakan nyeri perut serta
klien juga pernah menderita asam lambung, usus melilit dan gejala lever.Namun
sebelumnya klien tidak pernah mengalami sakit diare dan klien mengatakan keluarganya
Riwayat kesehatan dari keluarga bahwa penyakit hipertensi yang diderita ayahnya disertai
Adapun penyakit yang pernah diderita dalam 6 bulan terakhir yaitu tb paru dan penderita
sedang menjalani pengobatan paket (oat) di puskesmas. Sekarang penderita masih batuk-
batuk.
Langkah- langkah:
(https://id.scribd.com/document/340168930/SOP-pemenuhan-kebutuhan-cairan-dan-
elektrolit-infus)
1. Melakukan pengkajian terhadap kondisi umum, status cairan dan elektrolit klien
2. Menetapkan diagnosa keperawatan berdasarkan hasil pengkajian kebutuhan cairan dan
elektrolit klien
3. Merencanakan tindakan keperawatan berdasarkan diagnosa keperawatan yang sudah
ditetapkan
4. Melakukan pemasangan infus dan pemberian cairan infus sesuai kebutuhan atau order
dokter
5. Melakukan evaluasi terhadap tindakan yang sudah dilakukan dan pemantauan terhadap
respon dan kondisi umum klien
6. Melakukan dokumentasi setiap tindakan yang dilakukan
G. GANGGUAN SISTEM IMUNOLOGI
Definisi:
Gangguan system imunologi merupakan penyakit yang terjadi di mana sistem kekebalan
tubuh menyerang sel-sel yang sehat dalam tubuh. Sedangkan sistem kekebalan tubuh, seharusnya
berfungsi melindungi tubuh untuk melawan penyakit dan sel jahat, seperti bakteri maupun virus.
(https://www.halodoc.com/kesehatan/penyakit-autoimun)
Tujuan:
(https://id.scribd.com/document/360681985/Sop-Pemeriksaan-Hiv)
1. Mendeteksi virus HIV dalam serum/ plasma dan mendukung diagnose infeksi virus HIV
Langkah- langkah:
(https://id.scribd.com/document/360681985/Sop-Pemeriksaan-Hiv)
1. Keluarkan test card dari bungkusnya. Letakkan test card pada permukaan datar
2. Tulis identitas pasien dan cocokkan dengan sampel
3. Teteskan 25 µl ke lubang sampel (s)
4. Tambahkan 1 tetes buffer (sekitar 40 µl) dengan dropper yang tersedia ke dalam lubang
sampel
5. Baca hasilnya antara 10- 30 menit setelah meneteskan sampel
Interprestasi hasil:
Terbentuk dua atau tiga garis berwarna, satu pada zona garis test 1 atau 2 (atau 1 dan 2)
dan satu pada zona garis control. Hal ini berarti pada serum. Terdapat antibody HIV-1
atau 2. Garis warna pada zona 1 menandakan infeksi HIV-2