Anda di halaman 1dari 39

NAMA : LUCKY HERTA VIO HANDARU

NIM : 19121101
PRODI : D3 KEPERAWATAN/ SEMESTER 3

A. GANGGUAN SISTEM PENCERNAAN


Definisi :
Gangguan pencernaan adalah masalah yang terjadi pada salah satu organ sistem pencernaan, atau
lebih dari satu organ pencernaan secara bersamaan. Sistem pencernaan terdiri dari sejumlah
organ, mulai dari mulut, kerongkongan, lambung, usus halus, usus besar, dan anus.
(https://www.alodokter.com/gangguan-pencernaan)

Tujuan :
(http://www.scribd.com/document/392181742/SOP-Sistem-Pencernaan)
1. Melakukan pemeriksaan inspeksi pada system pencernaan
2. Melakukan pemeriksaan perkusi pada system pencernaan
3. Melakukan pemeriksaan palpasi pada system pencernaan
4. Melakukan pemeriksaan auskultasi pada system pencernaan
5. Mengidentifikasi kelainan yang ditemukan pada pemeriksaan system pencernaan

Hal-hal yang perlu dikaji :


(https://udayatimade.blogspot.com/2012/07/pengkajian-pada-gangguan-pencernaan.html)
1. Keluhan Utama
Keluhan utama didapat dengan menanyakan tentang gangguan terpenting yang dirasakan
pasien sampai perlu pertolongan. Keluhan utama pada pasien gangguan sistem
pencernaan secara umum antara lain: 
a. Nyeri
Keluhan nyeri dari pasien sering menjadi keluhan utama dari pasien untuk
meminta pertolongan kesehatan yang bersumber dari masalah saluran
gastrointestinal dan organ aksesori. Dalam mengkaji nyeri, perawat dapat
melakukan pendekatan PQRST, sehingga pengkajian dapat lebih komprehensif.
Kondisi nyeri biasanya bergantung pada penyebab dasar yang juga mempengaruhi
lokasi dan distribusi penyebaran nyeri.
b. Mual muntah
Keluhan mual muntah merupakan kondisi yang sering dikeluhkan dan biasanya
selalu berhubungan dengan kerja involunter dari gastrointestinal. Mual (nausea)
adalah sensasi subjektif yang tidak menyenangkan dan sering mendahului muntah.
Mual disebabkan oleh distensi atau iritasi dari bagian manasaja dari saluran GI,
tetapi juga dapat dirangsang oleh pusat-pusat otak yang lebih tinggi. Interpretasi
mual terjadi di medulla, bagian samping, atau bagian dari pusat muntah. Muntah
merupakan salah satu cara traktus gastrointestinal membersihkan dirinya sendiri
dari isinya ketika hampir semua bagian atau traktus gastrointestinal teriritasi
secara luas, sangat mengembang, atau sangat terangsang.
c. Kembung dan Sendawa (Flatulens).
Akumulasi gas di dalam saluran gastrointestinal dapat mengakibatkan sendawa
yaitu pengeluaran gas dari lambung melalui mulut (flatulens) yaitu pengeluaran
gas dari rektm. Sendawa terjadi jika menelan udara dimana cepat dikeluarkan bila
mencapai lambung. Biasanya, gas di usus halus melewati kolon dan di keluarkan.
Pasien sering mengeluh kembung, distensi, atau merasa penuh dengan gas.
d. Ketidaknyamanan Abdomen
Ketidaknyamanan pada abdomen secara lazim berhubngan dengan gangguan saraf
lambung dan gangguan saluran gastrointestinal atau bagian lain tubuh. Makanan
berlemak cenderung menyebabkan ketidaknyamanan karena lemak tetap berada di
bawah lambung lebih lama dari protein atau karbohidrat. Sayuran kasar dan
makanan yang sangat berbumbu dapat juga mengakibatkan penyakit berat.
Ketidaknyamanan atau distress abdomen bagian atas yang berhubungan dengan
makanan yang merupakan keluhan utama dari pasien dengan disfungsi
gastrointestinal. Dasar distress gerakan abdomen ini merupakan gerakan peristaltic
lambung pasien sendiri. Defekasi dapat atau tidak dapat menghilangkan nyeri.
e. Diare
Diare adalah peningkatan keenceran dan frekuensi feses. Diare dapat terjadi akibat
adanya zat terlarut yang tidak dapat diserap di dalam feses, yang disebut diare
osmotic, atau karena iritasi saluran cerna. Penyebab tersering iritasi adalah infeksi
virus atau bakteri di usus halus distal  atau usus besar. Iritasi usus oleh suatu
pathogen mempengaruhi lapisan mukosa usus sehingga terjadi peningkatan
produk-produk sekretorik termasuk mucus. Iritasi oleh mikroba jga mempengaruhi
lapisan otot sehingga terjadi peningkatan motilitas. Peningkatan motilitas
menyebabkan banyak air dan elektrolit terbuang karena waktu yang tersedia untuk
penyerapan zat-zat tersebut di kolon berkuran. Individu yang mengalami diare
berat dapat meninggal  akibat syok hipovolemik dan kelainan elektrolit. 
f. Konstipasi
Konstipasi didefinisikan sebagai defekasi yang sulit atau jarang. Frekuensi
defekasi berbeda-beda setiap orang sehingga definisi ini bersifat subjektif dan
dianggap sebagai penurunan relative jumlah buang air besar pada seseorang.
Defekasi dapat menjadi sulit apabila feses mengeras dan kompak. Hal ini terjadi
apabila individu mengalami dehidrasi atau apabila tindakan BAB ditunda sehingga
memungkinkan lebih banyak air yang terserap keluar sewaktu feses berada di usus
besar.diet berserat tinggi mempertahankan kelembaban feses dengan cara menarik
air secara osmosis ke dalam feses dan dengan merangsang peristaltic kolon
melalui peregangan. Dengan demikian, orang yang makan makanan rendah serat
atau makananan yang sangat dimurnikan beresiko lebih besar mengalami
konstipasi. Olah raga mendorong defekasi dengan merangsang saluran GE secara
fisik. Dengan demikian, orang yang sehari-harinya jarang bergerak berisiko tinggi
mengalami konstipasi.
2. Riwayat kesehatan
Pengkajian riwayat kesehatan dilakukan dengan anamnesis atau wawancara untuk
menggali masalah keperawatan lainnya sesuai dengan keluhan utama dari pasiennya.
Perawat memperoleh data subyektif dari pasien mengenai awitan masalahnya dan
bagaimana penanganan yang sudah dilakukan. Persepsi dan harapan pasien sehubungan
dengan masalah kesehatan dapat mempengaruhi masalah kesehatan. Yang perlu dikaji
dalam sistem gastrointestinal:
a. Pengkajian rongga mulut
b. Pengkajian esophagus
c. Pengkajian lambung
d. Pengkajian intestinal
e. Pengkajian anus dan feses
f. Pengkajian organ aksesori

a) Riwayat kesehatan sekarang


Setiap keluhan utama harus ditanyakan pada pasien seditail-ditailnya dan
semuanya di buat diriwayat penyakit sekarang. Pasien diminta untuk
menjelaskan keluhannya dari gejala awal sampai sekarang.
Tanyakan apakah pada setiap keluhan utama yang terjadi bemberikan dampak
terhadap intaik nutrisi, berapa lama dan apakah terdapat perubahan berat
badan? Pengkajian ini akan memberikan kemudahan pada perawat untuk
merencanakan intervensi dalam pemenuhan nutrisi yang tepat sesuai kondisi
pasien. Tanyakan pada pasien apakah  baru-baru ini mendapat tablet atau
obat-obatan yang sering kali dijelaskan warna atau ukurannya dari pada nama
dan dosisnya. Kemudian pasien diminta untuk memperlihatkan semua tablet-
tablet jika membawanya dan catat semuanya. Masalah ini menjadi petunjuk
yang bermanfaat melengkapi pengkajian.
b) Riwayat kesehatan dahulu
Pengkajian kesehatan masa lalu bertujuan untuk menggali berbagai kondisi
yang memberikan berbagai kondisi saat ini. Perawat mengkaji riwayat MRS
(masuk rumah sakit) dan penyakit berat yang pernah diderita, penggunaan
obat2 dan adanya alergi.
c) Riwayat penyakit dan riwayat MRS
Perawat menanyakan pernahkah MRS sebelumnya? Apabila ada, maka perlu
ditanyakan rumah sakit mana saat mendapatkan perawatan, berapa lama
dirawat dan apakah berhubungan dengan penyakit pada saluran
gastrointestinal. Pasien yang pernah dirawat dengan ulkus peptikum, jaundice,
panyakit kandung empedu, kolitis ,kanker gastrointestinal, pada pasca
pembedahan pada seluran intestinal mempunya predisposisi penting untuk
dilakukan rawat lanjutan.  Dengan mengetahui adanya riwayat MRS, perawat
dapat mengumpulkan data-data penunjang masalulu seperti status rekam
medis saat dirawat sebelumnya,  serta data-data diagnostik dan pembedahan.
d) Riwayat penggunaan obat-obatan
Anamnesis tentang penggunaan obat atau zat yang baru baik dari segi
kuantitas maupun kualitas akan memberi dampak yang merugikan pada pasien
akaibat efeksamping dari obat atau zat yang telah dikonsumsi. Beberapa obat
akan mempengaruhi mukosa GI seperti obat anti  inflamasi non-steroid
(NSAIDs), asam salisilat dan kortiko steroid yang memberikan resiko
peningkatan terjadinya gastritis atau ulkus peptikum. Kaji apakah pasien
menggunakan preparat besi atau ferum karna obatini akan mempengaruhi
perubahan konsistensi dan warna feses (agak kehitaman) atau meningkatkan
resiko konstipasi. Kaji penggunaan laksantia /laksatik pada saat melakukan
BAB. Beberapa obat atau zat juga bisa bersifat efatotoksik atau bersifat racun
terhadap fisiologis kerja hati yang memberikan resiko pada peningkatan
peraadangan atau keganasan pada hati.
e) Riwayat alergi
Perawat mengkaji adanya alergi terhadap beberapa komponen makanan atau
agen obat pada masa lalu dan bagai mana pengaruh dari alergi tersebut,
apakah memberikan dampak terjadinya diare atau konstipasi.

3. Pemerikasaan fisik
Pemeriksaan fisik keperawatan pada sistem GI dimulai dari survei umum terhadap setiap
kelainan yang terlihat atau mengklarifikasi dari hasil pengkajian anamnesis.
a. Ikterus
Ikterus atau jaundice merupakan suatu kondisi yang sering ditemukan perawat di
klinik dimana konsentrasi biliribin dalam darah mengalami peningkatan abnormal
sehingga semua jaringan tubuh yang mencakup sklera dan kulit akan berubah
warna menjadi kuning atau kuning kehijauan.
Ikterus akan tampak sebagai gejala klinis yang nyata bila kadar bilirubin serum
melampaui 2-2,5 mg/dl. Peningkatan kadar bilirubin serum dan gejala ikterus
dapat terjadi akibat gangguan pada ambilan hepatic, konjugasi bilirubin, atau
ekskresi bilier.
b. Kaheksia dan atrofi
Kegagalan saluran GI untuk menyerap makanan secara fisiologis dapat
menyebabkan kehilangan berat badan dan kaheksia (kondisi tubuh terlihat kurus
dan lemah). Keadaan ini dapat disebabkan oleh keganasan GI. Keriput pada kulit
yang terlihat diabnomen dan anggota badan menunjukkan penurunan berat badan
yang belum lama terjadi.
c. Pigmentasi kulit
Pigmen kulit secara umum dapat disebabkan oleh gangguan fumgsi hati,
hemokromatosis (akiabat stimulus hemosiderin pada melanosit sehingga
memproduksi melamin), dan sirosis primer. Malabsorpsi dapat manimbulkan
pigmentasi tipe Addison (pigmentasi solaris)pada puting susu, lipatan palmaris,
daerah-daerah yang tertekan, dan mulut
d. Status mental dan tingkat kesadaran
Sindrom ensefalopati hepatik  akibat siroses lanjut yang tidak terkonpensasi(gagal
hati kronik) atau hepatitis fulmin (gagal hati akut) merupakan kelainan neurologis
organic, kondisi penyakit ini tergantung pada etiologi dan faktor-faktor
presipitasinya. Pada kondisi klinik pasien pada kondisi ensefalopati hepatik akan
mengalami penuruna kesadaran menjadi stupor, kemudian koma. Kombinasi
kesussakn hepatoseluler dan shunting forto sistemik akibat struktur hepatik yang
terganggu (keuanya ekstra hepatik dan intara hepatik) menimbulkan sindrom ini.
Kelainan ini mungkin berkaitan dengan kegagalan hepar untuk menyingkirkan
metabolit dari darah portal. Metabolit-metabolit yang toksik ini dapat meliputi
amonia, asam amonia, asam rantai pendek, dan amin.

Pemeriksaan fisik sistem GI terdiri atas pemeriksaan bibir, rongga mulut, abdomen,
rectum dan anus.
a. Bibir
Bibir dikajia terhadap kondisi warna, tekstur, hidrasi, kontur, serta adanya lesi.
Dengan mulut pasien tertutup, perawat melihat bibir dari ujung ke ujung.
Normalnya bibir berwarna merah muda, lembab, simetris, dan halus. Pasien
wanita harus menghapus lipstik mereka sebelum pemeriksaan. Bibr yang pucat
dapat disebabkan karna anemia, sedangkan sianosis desebabkan oleh masalah
pernapasan atau kardiovaskular. Lesi seperti nodul dan ulserasi dapat berhubungan
dengan infeksi, iritasi, atau kanker kulit.
b. Rongga mulut
Pemeriksaan fisik rongga mulut dilakukan untuk menilai kelainan atau lesi yang
mempengaruhi pada fungsi ingesti dan digesti. Untuk mengkaji rongga
oral,perawat menggunakan senter dan spatel lidah atau kasa tunggal segi empat.
Sarung tangan harus dipakai selama pemeringksaan. Selama pemeriksaan, pasien
dapat duduk dan berbaring. Pengkajian rongga mulut dilakukan perawat
denganmengingat kembali struktur rongga mulut. 
Untuk melihat mukosa bukal,pasien meminta perawat untuk membuka mulut,
kemudian merektrasi pipi dengan lembut menggunakan spatel lidah atau jari
bersarung tangan yang ditutupi dengan kasa. Permukaan mukosa harus dilihat dari
kanan kekiri dan dari atas kebawah.senter menerangi bagian paling posterior dari
mukosa. Mukosa normal berkilau merah muda,lunak, basah, dan halus. Dengan
pasien dengan pigmentasi normal, mukosa bukal merupakan tempat yang paling
baik untuk menginspeksi adanya interik atau pucat.
c. Lidah dan dasar mulut
Lidah dan diinspeksi dengan cermat pada semua sisi dan bagian dasar mulut.
Terlebih dahulu pasien harus merilekskan mulut dan sedikit menjulurkan lidah
keluar. Perawat mencatat adanya penyimpangan, tremor, atau keterbatasan gerak.
Hal tersebut  dilakukan untuk menguji fungsi safar hipoglosum. Jika pasien
menjulurkan lidahnya terlalu jauh, dapat terlihat adanya reflek muntah. Pada saat
lidah dijulurkan, lidah berada digaris tengah.
Pada beberapa keeadaan, gangguan neuro logis didapatkan ketidaksimetrisan lidah
akibat kelemahan otot lidah pada pasien yang mengalami Miastenia gravis dengan
tanda khas triple forroed . untuk menguji mobilitas lidah, perawat meminta pasien
untuk menaikan lidah keatas dan kesemping. Lidah harus bergerak dengan bebas.
Dengan menggunakan senter untuk pencahayaan, perawat memeriksa warna,
ukuran posisi, tekstur, dan adanya lapisan atau lesi pada lidah. Lidah harus
berwarna merah sedang atau merah pudar, lembab, sedikit kasar pada bagian
permukaan atasnya, dan halus sepanjang tepi lateral. Permukaan bawah lidah dan
bagian dasar mulut sangat bersifat faskular. Kecermatan ekstra harus dilakukan
pada saat minginspeksi area-area yang umumnya terkena lesi kanker oral.
Pada pengkajian dasar mulut dengan kondisi klinik dengan trauma mandibula
akan terlihat pada dasar mulut garis patah dari tulang mandibular
Kelenjar parotis
Pemeriksaan kelenjar parotis dengan melakukan palpasi kedua pipi pada daerah
parotis untuk mencari adanya pembesaran parotis. Pasien disuruh mengatupkan
giginya sehingga otot masseter dapt teraba; kelenjar parotis paling baik diraba
dibelakang otot messeter dan didepan telinga. Parotidomegali berkaitan dengan
pasta alkohol daripada penyakit hepar itu sendiri. Hal ini disebabkan infiltrasi
lemak, mungkin akibat sekunder dari toksisitas alkohol dengan atau tanpa
malnutrisi.
4. Pemeriksaan fisik Abdomen
Urutan teknik pemeriksaan pada abdomen ialah inspeksi, auskultasi, palpasi, dan perkusi.
Auskultasi dilakukan sebelum kita melakukan palpasi dan perkusi dengan tujuan  agar
hasil pemeriksaan auskultasi lebih akurat karena kita belum melakukan manipulasi
terhadap abdomen.bila dilakukan palpasi dan perkusi terlebih dahulu , maka dapat
mengubah frekuensi dan karakter bising usus.
Topografi Anatomi Abdomen
Ada dua macam cara pembagian topografi  abdomen yang umum dipakai untuk
menentukan lokalisasi kelainan, yaitu:
a. Pembagian atas empat kuadran, dengan membuat garis vertikal dan horizontal
melalui umbilicus, sehingga terdapat daerah kuadran kanan atas, kiri atas, kanan
bawah, dan kiri bawah.
b. Pembagian atas sembilan daerah, dengan membuat dua garis horizontal dan dua
garis vertikal.
1) Garis horizontal pertama dibuat melalui tepi bawah tulang rawan iga
kesepuluh  dan yang kedua dibuat melalui  titik spina iliaka  anterior
superior (SIAS).
2) Garis vertikal dibuat masing-masing melalui titik pertengahan antara SIAS
dan mid-line abdomen.
3) Terbentuklah daerah hipokondrium kanan, epigastrium, hipokondrium kiri,
lumbalkanan,umbilical,  lumbal  kanan,iliaka  kanan,hipogastrium/suprapu
bik, dan iliaka kiri.       
Pada keadaan normal, di daerah umbilical pada orang yang agak kurus dapat
terlihat dan teraba pulsasi arteri iliaka. Beberapa organ dalam keadaan normal
dapat teraba di daerah tertentu, misalnya kolon sigmoid teraba agak kaku di daerah
kuadaran kiri bawah, kolon asendens dan saecum teraba lebih lunak di kuadran
kanan bawah. Ginjal yang merupakan organ retroperitoneal dalam keadaan normal
tidak teraba. Kandung kemih pada retensio urine dan uterus gravid teraba di
daerah suprapubik.

INSPEKSI
Dilakukan pada pasien dengan posisi tidur terlentang dan diamati dengan seksama
dinding abdomen. Yang perlu diperhatikan adalah:
a. Keadaan kulit; warnanya (ikterus, pucat, coklat, kehitaman), elastisitasnya
(menurun pada orang tua dan dehidrasi), kering (dehidrasi), lembab (asites), dan
adanya bekas-bekas garukan (penyakit ginjal kronik, ikterus obstruktif), jaringan
parut (tentukan lokasinya), striae (gravidarum/ cushing syndrome), pelebaran
pembuluh darah vena (obstruksi vena kava inferior & kolateral pada hipertensi
portal).
b. Besar dan bentuk abdomen; rata, menonjol, atau scaphoid (cekung).
c. Simetrisitas;   perhatikan  adanya  benjolan  local   (hernia,   hepatomegali,
splenomegali, kista ovarii, hidronefrosis).Gerakan dinding abdomen pada
peritonitis terbatas.
d. Pembesaran organ atau tumor, dilihat lokasinya dapat diperkirakan organ  apa atau
tumor apa.
e. Peristaltik; gerakan peristaltik usus meningkat pada obstruksi ileus, tampak pada
dinding abdomen dan bentuk usus juga tampak (darm-contour).
f. Pulsasi; pembesaran ventrikel kanan dan aneurisma aorta sering memberikan
gambaran pulsasi di daerah epigastrium dan umbilical.
g. Perhatikan juga gerakan pasien:
1) Pasien sering merubah posisi → adanya obstruksi usus.
2) Pasien sering menghindari gerakan → adanya iritasi peritoneum
generalisata.
3) Pasien sering melipat lutut ke atas agar tegangan abdomen berkurang/
relaksasi → adanya peritonitis.
4) Pasien melipat lutut sampai ke dada, berayun-ayun maju mundur pada saat
nyeri → adanya pankreatitis parah.

AUSKULTASI
Kegunaan auskultasi ialah untuk mendengarkan suara peristaltic usus dan bising
pembuluh darah. Dilakukan selama 2-3 menit.
a. Mendengarkan suara peristaltik usus.
Diafragma stetoskop diletakkan pada dinding abdomen, lalu dipindahkan
keseluruh bagian abdomen. Suara peristaltic usus terjadi akibat adanya gerakan
cairan dan udara dalam usus. Frekuensi normal berkisar 5-34 kali/ menit.
1) Bila terdapat obstruksi usus, peristaltik meningkat disertai rasa sakit
(borborigmi).
2) Bila obstruksi makin berat, abdomen tampak membesar dan tegang,
peristaltik lebih tinggi seperti dentingan keeping uang logam (metallic-
sound).
3) Bila terjadi peritonitis, peristaltik usus akan melemah, frekuensinya
lambat, bahkan sampai hilang.
4) Suara usus terdengar tidak ada
5) Hipoaktif/sangat lambat ( misalnya sekali dalam 1 menit )
b. Mendengarkan suara pembuluh darah.
Bising dapat terdengar pada fase sistolik dan diastolic, atau kedua fase. Misalnya
pada aneurisma aorta, terdengar bising sistolik (systolic bruit). Pada hipertensi
portal, terdengar adanya bising vena (venous hum) di daerah epigastrium.

PALPASI
Beberapa pedoman untuk melakukan palpasi, ialah:
a. Pasien  diusahakan tenang  dan santai dalam posisi berbaring terlentang.
Sebaiknya pemeriksaan dilakukan tidak buru-buru.
b. Palpasi  dilakukan  dengan menggunakan palmar  jari  dan telapak  tangan.
Sedangkan  untuk  menentukan  batas  tepi   organ,  digunakan  ujung  jari.
Diusahakan agar tidak melakukan penekanan yang mendadak, agar tidak timbul
tahanan pada dinding abdomen.
c. Palpasi dimulai dari daerah superficial, lalu ke bagian dalam. Bila ada daerah yang
dikeluhkan nyeri, sebaiknya bagian ini diperiksa paling akhir.
d. Bila dinding abdomen tegang, untuk mempermudah palpasi maka pasien diminta
untuk menekuk lututnya. Bedakan spasme volunteer & spasme sejati dengan
menekan daerah muskulus rectus, minta pasien menarik napas dalam,  jika
muskulus rectus relaksasi, maka itu adalah spasme volunteer. Namun jika otot
kaku tegang selama siklus pernapasan, itu adalah spasme sejati.
e. Palpasi  bimanual : palpasi dilakukan  dengan kedua telapak tangan, dimana
tangan kiri berada di bagian pinggang kanan atau kiri pasien sedangkan tangan
kanan di bagian depan dinding abdomen.
f. Pemeriksaan ballottement : cara palpasi organ abdomen dimana terdapat asites.
Caranya dengan melakukan tekanan yang mendadak pada dinding abdomen &
dengan cepat tangan ditarik kembali. Cairan asites akan berpindah untuk
sementara, sehingga organ atau massa tumor yang membesar dalam rongga
abdomen dapat teraba saat memantul.Teknik ballottement juga dipakai untuk
memeriksa ginjal, dimana gerakan penekanan pada organ oleh satu tangan akan
dirasakan pantulannya pada tangan lainnya.
g. Setiap ada perabaan massa, dicari ukuran/ besarnya, bentuknya, lokasinya,
konsistensinya, tepinya, permukaannya, fiksasi/ mobilitasnya, nyeri spontan/
tekan, dan warna kulit di atasnya. Palpasi hati : dilakukan dengan satu tangan atau
bimanual pada kuadran kanan atas. Dilakukan palpasi dari bawah ke atas pada
garis pertengahan antara mid-line & SIAS. Bila perlu pasien diminta untuk
menarik napas dalam, sehingga hati dapat teraba. Pembesaran hati dinyatakan
dengan berapa sentimeter di bawah lengkung costa dan berapa sentimeter di
bawah prosesus xiphoideus.

PERKUSI
Perkusi berguna untuk mendapatkan orientasi keadaan abdomen secara keseluruhan,
menentukan besarnya hati, limpa, ada tidaknya asites, adanya massa padat atau massa
berisi cairan (kista), adanya udara yang meningkat dalam lambung dan usus, serta adanya
udara bebas dalam rongga abdomen. Suara perkusi abdomen yang normal adalah timpani
(organ berongga yang berisi udara), kecuali di daerah hati (redup; organ yang padat).
a. Orientasi abdomen secara umum.
Dilakukan perkusi ringan pada seluruh dinding abdomen secara sistematis untuk
mengetahui distribusi daerah timpani dan daerah redup (dullness). Pada perforasi
usus, pekak hati akan menghilang.
b. Cairan bebas dalam rongga abdomen
Adanya cairan bebas dalam rongga abdomen (asites) akan menimbulkan suara
perkusi timpani di bagian atas dan dullness dibagian samping atau suara dullness
dominant. Karena cairan itu bebas dalam rongga abdomen, maka bila pasien
dimiringkan akan terjadi perpindahan cairan ke sisi terendah. Cara pemeriksaan
asites:
1) Pemeriksaan gelombang cairan (undulating fluid wave).
Teknik ini dipakai bila cairan asites cukup banyak. Prinsipnya adalah
ketukan pada satu sisi dinding abdomen akan menimbulkan gelombang
cairan yang akan diteruskan ke sisi yang lain. Pasien tidur terlentang,
pemeriksa meletakkan telapak tangan kiri pada satu sisi abdomen dan
tangan kanan melakukan ketukan berulang-ulang pada dinding abdomen
sisi yang lain. Tangan kiri kan merasakan adanya tekanan gelombang.
2) Pemeriksaan pekak alih (shifting dullness).
Prinsipnya cairan bebas akan berpindah ke bagian abdomen terendah.
Pasien tidur terlentang, lakukan perkusi dan tandai peralihan suara timpani
ke redup pada kedua sisi. Lalu pasien diminta tidur miring pada satu sisi,
lakukan perkusi lagi, tandai tempat peralihan suara timpani ke redup
maka akan tampak adanya peralihan suara redup.
5. Pemeriksaan Rektal Anus
INSPEKSI
Setelah menjelaskan apa yang akan dilakukan, pasien disuruh berbaring pada sisi kirinya
dengan lutut ditekuk. Posisi ini yang disebut dengan posisi lateral kiri. Perawat yang
mengenakan sarung tangan dan mulai melakukan inspeksi pada anus dan daerah perianal
dengan menyisihkan kedua belah pantatnya. Perawat perlu menilai adanya konsistensi
abnormalitas pada anus, meliputi hal-hal berikut ini:
a. Fisura-in-ano, Fisura ini merupakan retakan dari dinding anus yang cukup nyeri
sehingga menghambat pemeriksaan rectal dengan jari. Fisura-in-ano biasanya
terjadi secara berlangsung pada bagian posterior dan garis tengah. Mungkin perlu
menyuruh pasien mengedan agar fisura dapat terlihat
b. Hemoroid, merupakan suatu kondisi pemekaran pembuluh darah vena akibat
bendungan vena usus.
c. Prolaps rekti, merupakan lipatan sirkum firesial dari mukosa yang berwarna merah
terlihat menonjol dari anus.
d. Fistel-in-ano, lubang dari fistel mungkin dapat terlihat, biasanya dalam 4 cm dari
anus. Mulut lubang fistel tampak berwarna merah yang disebabkan jaringan
granulasi. Fistel ini mempunyai hubungan dengan penyakit Crohn.
e. Karsinoma anus, dapat terlihat sebagai massa yang terbentuk kembang kol pada
pinggir anus.

PALPASI
Colok anus (Colok dubur). Perawat yang menggunakan ujung jari telunjuk yang
terbungkus sarung tangan dilubrikasi dan diletakkan pada anus. Pasien diminta bernapas
melalui mulut dengan tenaga dan rileks. Dengan perlahan-lahan meningkatkan tekanan
pada jari telunjuk kea rah bawah sampai sfingter terasa agak lemas. pada saat ini
dimasukkan perlahan-lahan kedalam rectum.
Palpasi dinding anterior dari rectum dilakukan untuk menilai kelenjar prostat pada pria
dan serviks wanita. Prostat yang normal merupakan massa kenyal berlobus dua dengan
lekukan sentral. Prostat menjadi semakin keras sesuai umur ang bertambahdan akan
menjadi sangat keras bila terdapat karsinoma prostat. Massa di atas prostat atau serviks
dapat menunjukkan adanya metastatic.
Jari kemudian diputar sesuai arah jarum jam sehingga dinding lateral kanan, dinding
posterior, dan dinding laterl kiri dari rectum dapat dipalpasi secara berurutan. Kemudian
jari dimasukkan sedalam mungkin ke dalam rectum dan perlahan ditarik keluar menyusuri
dinding rectum. Lesi yag lunak, seperti karsinoma rekti yang kecil atau polip, lebih
mungkin teraba dengan cara ini
Setelah jari ditarik keluar, sarung tangan diinspeksi apakah terdapat darah segar atau
melena, mucus atau pus, dan warna dari feses diamati. Hemoroid tidak teraba kecuali
mengalami thrombosis. Timbulnya nyeri yang nyata selama pemeriksaan menunjukkan
kemungkinan fisura anal, abses isiorektal, hemoroid eksternal yang baru mengalami
thrombosis, prokitis, atau ekskoriasi anal.
Penyebab-penyebab dan massa yang teraba di rectum:
a. Karsinoma rekti
b. Polip rekti
c. Karsinoma kolon sigmoid (prolaps ke dalam kavum Douglas)
d. Deposit metastatic pada pelvis
e. Keganasan uterus atau ovarium
f. Keganasan prostat atau serviks uteri (ekstensi langsung)
g. Endometriosis

6. Pengkajian organ aksesori


Pengkajian organ aksesori biasanya dilakukan bersamaan dengan peemriksaan abdomen.
Foks pemeriksaan adalah menilai adanya abnormalitas dari organ hati dengan teknik
palpasi-perkusi hati dan memeriksa kondisi abnormalitas, seperti pada kondisi asites.
a. Palpasi dan perkusi hati
Hati terdapat dikuadran kanan atas dibawah rongga iga. Perawat menggunakan
palpasi dalam untuk mencari tepi bawh hati. Teknik ini mendeteksi pembesaran
hati. Untuk memalpasi hati, peraawat meletakkan tangan kiri dibawah toraks
posterior kanan pasien pada iga kesebelas dan dua belas kemudian memberi
tekanan ke atas. Manuver ini mempermudah perabaan hati dibagian anterior.
Dengan jari-jari tangan kanan mengarah ke tepi kosta kanan, perawat meletakkan
tangan diatas kuadran kanan atas tepat dibawah tepi bawah hati. Pada saan
perawat menekan kebawah dan keatas secara berlahan pasien menarik nafas dalam
melalui abdomen. Pada saat pasien berinhalasi, perawat mencoba memalpasi tepi
hati pada saat hati menurun. Hati normal tidak dapat dipalpasi. Selain itu, hati
tidak mengalami nyeri tekan dan memiliki teepi yang tegas, teratur, dan tajam.
Jika hati dapat di palpasi, perawat melacak tepiannya secara medial dan lateral
dengan mengulang manuver tersebut.
Hati yang teraba akan memperlihatkan tepi yang tajam, padat dengan permukaan
yang rata. Besar hati diperkirakan dengan melakukan perkusi batas atas dan bawah
hati. Apabila hati tidak teraba, tetapi terdapat kecurigaan adanya nyeri tekan, maka
perkusi toraks yang dilakukan dengan cepat didaerah kanan bawah dapat
mengakibatkan nyeri tekan tersebut. Respon pasien kemudian dibandigkan dengan
melakukan pemeriksaan yang serupa pada toraks kiri bawah.
Jika hati hati dapat diraba,pemeriksaan harus memperhatikan dan mencat ukuran
dalam jari (misalnya dua jari dari iga), serta konsistensinya apakah pada organ
tersebut terdapat nyeri tekan dan apakah garis bentuknya reguler ataukah ireguler.
Apa bila hati membesar, maka derajat pembesarannya hingga dibawah morga
kosta kanan harus dicatat untuk menunjukan ukuran hati. Pemeriksaan harus
menentukan apakah tepi hati tajam dan rata ataukah tumpul dan apakahh hati yang
membesar tersebut teraba noduler ataukah rata. Hati seorang pasien sirosis akan
teraba mengecil dan keras, sementara hati pasien hepatis teraba cukup lunak dan
tepian mudah digerakkan dengan tangan.
Nyeri tekan pada hati menunjukan pembesaran akut yang baru saja terjadi disertai
peregangan kapsul hepar. Tidak adanya nyeri tekan dapat berarti bahwa
pembesaran tersebut tidak berlangsung lama. Hati pasien hepatis virus terasa nyeri
jika ditekan, sedangkan hati pasien hepatitis alkoholik tidak menunjukan gejala
nyeri tekan tersebut. Pembesaran hati merupakan gejala abnormal yang
memerlukan evaluasi lebih lanjut.

Alat yang disiapkan :


(http://www.scribd.com/document/392181742/SOP-Sistem-Pencernaan)
1. Sarung tangan/ handscoon
2. Stetoskop
3. Bolpoin
4. Penlight
5. Lembar dokumentasi

Langkah- langkah pengkajian :


(http://www.scribd.com/document/392181742/SOP-Sistem-Pencernaan)
 Persiapan perawat
1. Memperkenalkan diri
2. Menjelaskan maksud dan tujuan pemeriksaan
3. Memberikan posisi yang nyaman pada pasien
 Persiapan lingkungan
1. Ciptakan lingkungan yang nyaman
2. Gunakan sketsel saat melakukan prosedur
 Pelaksanaan
1. Cuci tangan
2. Pakai sarung tangan
3. Menanyakan riwayat pasien
a. Keluhan/ riwayat kesehatan yang dirasakan atau dialami (missal nyeri perut)
b. Pasien tidak jarang datang dengan keluhan yang beragam misalnya : mual, muntah
dan diare. Perlu ditanyakan keluhan mana yang paling menonjol yang menjadi
alasan pasien datang berobat yang menjadi keluhan utamanya
c. Keluhan utama yang sudah di sampaikan oleh pasien harus di pertegas dengan
beberapa pertanyaan yang dapat mempertajam analisa dan dilengkapi dengan
pertanyaan tentang riwayat penyakit sekarang, riwayat penyakit dahulu, riwayat
pengobatan, riwayat penyakit keluarga, riwayat pekerjaan dan social ekonomi
A. MULUT DAN FARING
INSPEKSI
1. Inspeksi area mukosa bibir
2. Inspeksi area mukosa rongga mulut
3. Inspeksi keadaan gigi dan gusi
4. Inspeksi permukaan lidah dan area bawah lidah
5. Inspeksi area faring

PALPASI
6. Letakkan 3 jari tangan kanan dan kiri ke area leher pasien dengan posisi dari
belakang pasien
B. ABDOMEN
INSPEKSI
7. Observasi area abdomen sesuai region atau kuadran pembagian abdomen
8. Perhatikan adanya lesi, jejas, massa yang tampak, warna, dilatasi vena dan bentuk
abdomen

AUSKULTASI
9. Dengarkan suara bising usus pada daerah kuadran kiri atas, kuadran kiri bawah
dan kuadran kanan bawah
10. Hitung frekuensi bising usus (Hitung normal 5-30/menit)

PALPASI
11. Pastikan keluhan abdomen yang mengalami keluhan nyeri. Lalu mulai palpasi dari
area abdomen yang terjauh dari keluhan nyeri
12. Palpasi dangkal untuk setiap kuadran/ region pada daerah abdomen untuk
menemukan adanya massa
13. Palpasi dalam dilakukan untuk area kuadran kanan atas abdomen untuk palpasi
organ hepar
14. Pada pasien dengan abdomen yang distensi, perlu dilakukan adanya tes untuk
menentukan apakah distensi disebabkan oleh cairan intra peritoneal atau karena
jaringan lemak dengan meletakkan salah satu telapak tangan di satu sisi abdomen
dan memberikan tekanan mendadak pada sisi abdomen yang berlawanan

PERKUSI
15. Lakukan perkusi dari daerah torak sebelah kanan sampai pada daerah dibawah
costae terakhir. Temukan suara dullness pada daerah IC9 sampai akhir costae
16. Lanjutkan perkusi ke daerah abdomen di bawah costae terakhir sebelah kanan
untuk menemukan suara tympani lalu beri tanda untuk mengukur adanya
pembesaran organ hati
C. REKTAL
INSPEKSI
17. Minta/ bantu klien untuk mengatur posisi berbaring menjadi posisi sim
18. Gunakan tangan untuk meregang bokong agar daerah anal terlihat
19. Amati adanya massa, rupture dan lesi

PALPASI
20. Lakukan tes untuk dubur dengan menggunakan salah satu jari tangan yang sudah
diberi lubrikan, masukkan jari ke dalam lubang anal secara perlahan
21. Palpasi adanya tahanan masa pada saat memasukkan jari sepanjang rectum
22. Lakukan putaran kea rah depan secara perlahan lalu palpasi adanya massa di
sebelah rectum
23. Keluarkan jari secara perlahan, dengan tangan yang satu membersihkan area anus
dengan tissue
24. Amati jari yang digunakan untuk melakukan tes, catat temuan
B. GANGGUAN SISTEM PERNAFASAN

Definisi:
Kondisi dimana paru- paru tidak dapat menyediakan cukup oksigen ke tubuh seseorang yang
berpotensi mengancam jiwa. 
(https://www.scribd.com/document/43-GANGGUAN-NAPAS-docx)

Tujuan:
Sebagai acuan petugas dalam melakukan penanganan pada pasien kegawatdaruratan sistem
pernapasan dengan masalahgangguan pernapasan.
(https://www.scribd.com/document/43-GANGGUAN-NAPAS-docx)

Hal- hal yang perlu dikaji:


(https://www.academia.edu/36707152/ISI_KOMUNIKASI)
1. Riwayat Kesehatan
Riwayat kesehatan klien diawali dengan mengumpulkan informasi tentang data biografi,
yang mencakup nama, usia, jenis kelamin, dan situasi kehidupan klien. Data demografi
biasanya dicatat pada formulir pengkajian rumah sakit atau klinik. Perhatikan usia
biologik klien dan bandingkan dengan penampilannya. Apakah klien tampak sesuai
dengan usianya? Kelainan seperti kanker paru dan penyakit paru kronis sering membuat
klien tampak lebih tua dari usia sebenarnya. Situasi kehidupan. apakah klien hidup
sendiri, dengan anak-anak, atau dengan orang terdekat (kerabat), penting untuk diketahui
sehingga perawat dapat membuat rencana pemulangan yang sesuai. Riwayat pernapasan
mengandung informasi tentang kondisi klien saat ini dan masalah-masalah pernapasan
sebelumnya. Wawancarai klien dan keluarga dan fokuskan pada manifestasi klinik
tentang keluhan utama, peristiwa yang mengarah pada kondisi saat ini, riwayat kesehatan
terdahulu, riwayat keluarga, dan riwayat psikososial.

2. Keluhan Utama
Keluhan utama dikumpulkan untuk menetapkan prioritas intervensi keperawatan dan
untuk mengkaji tingkat pemahaman klien tentang kondisi kesehatannya saat ini. Keluhan
umum penyakit pernapasan mencakup dispnea, batuk, pembentukan sputum, hemoptisis,
mengi, dan nyeri dada. Fokuskan pada manifestasi dan prioritaskan pertanyaan untuk
mendapatkan suatu analisis gejala.
a. Dispnea
Dispnea adalah kesulitan bernapas, sering menjadi salah satu manifestasi klinis
dialami klien dengan gangguan pulmonal dan jantung. Komponen fisiologis
dispnea tidak dimengerti dengan jelas, tetapi tampaknya lebih berkaitan dengan
ventilasi pernapasan daripada pernapasan itu sendiri. Dispnea yang berkaitan
dengan penyakit pernapasan, terjadi akibat perubahan patologi yang meningkatkan
tekanan jalan napas, penurunan kompliens pulmonal, perubahan system pulmonal,
atau melemahnya otot-otot pernapasan. Bedakan dispne dari tanda dan gejala lain.
1) Takipnea mengacu pada frekuensi pernapasan lebih dari normal yang
mungkin terjadi dengan atau tanpa dispnea.
2) Hiperventilasi mengacu pada ventilasi yang lebih besar dari jumlah yang
dibutuhkan untuk mempertahankan eliminasi normal karbon dioksida
hiperventilasi diidentifikasi dengan mengamati tekanan parsial karbon
dioksida arteri, atau PaCO2, yang kurang dari 40 mm Hg.
3) Dispnea merupakan keluhan yang umum pada sindrom hiperventilasi.
Penting juga untuk membedakan keletihan akibat aktivitas fisik dengan
dispnea. Klien yang yang mengalami dyspnea sebagai gejala utama
biasanya mempunyai salah satu dari kondisi:
penyakit kardiovaskular, (b) mboli pulmonal, (c) penyakit paru interstisial
atau alveolar, (d) gangguan dinding atau otot dada, (e) penyakit paru
obstruktif, atau (f) ansietas. Dispnea adalah gejala menonjol pada penyakit
yang menyerangpercabangantrakheobronkhial, parenkim paru, spasium
pleural. Dispnea juga dialami bila otot-otot pernapasan lemah, paralise, dan
keletihan.
b. Batuk
Batuk adalah refleks protektif yang disebabkan oleh iritasi pada percabang;
trakheobronkhial. Kemampuan untuk batuk merupakan mekanisme penting dala
membersihkan jalan napas bagian bawah, dan banyak orang dewasa normalnya
beberapa kali ketika bangun tidur pagi untuk membersihkan trakhea dan faring da
sekresi yang telah menumpuk selama tidur. Batuk juga merupakan gejala yang
paling umum dari penyakit pernapasan. Pada klien dengan batuk kronis, biasanya
sulit untuk mengkaji waktu aktual awitan batuk. Klien biasanya tidak menyadari
kapan batuknya mulai timbul. Identifika faktor-faktor yang diyakini oleh klien
(dan pasangan atau teman) sebagai pencetus terjadinya batuk. Hal-hal yang perlu
dikaji adalah aktivitas, posisi tubuh, iritan di lingkungan (rumah atau tempat
kerja), vokalisasi (bicara normal, berteriak, bernyanyi atau berbisik), cuaca,
ansietas, dan infeksi. Stimuli yang secara khas menyebabkan batuk adalah stimuli
mekanik, kimiawi, dan inflamasi. Menghirup asap, debu, atau benda asing
merupakan penyebab batuk yang paling umum. Bronkhitis kronis, asma,
tuberkulosis, dan pneumonia secara khas menunjukkan batuk sebagai gejala yang
menonjol. Batuk dapat dideskripsikan berdasarkan waktu (kronis, akut, dan
paroksismal (episode batuk hebat yang sulit dikontrol) berdasarkan kualitas
(produktif-nonproduktif, kering-basah, batuk keras menggonggong, serak, dan
batuk pendek).
c. Pembentukan Sputum
Sputum secara konstan dikeluarkan ke atas menuju faring oleh silia paru. Sputum
yang terdiri atas lendir, debris selular, mikroorganisme, darah, pus, dan benda
asing akai dikeluarkan dari paru-paru dengan membatukkan atau membersihkan
tenggorok. Percabangan trakheobronkhial umumnya membentuk sekitar 90 ml
mukus per hari sebagai bagian dari mekanisme pembersihan normal. Namun
pembentukan sputum disertai dengan batuk adalah hal yang tidak normal.
Tanyakan klien tentang warna sputum (jernih, kuning, hijau, kemerahan, atau
mengandung darah), bau, kualitas (berair, berserabut, berbusa, kental), dan
kuantitas (sendok teh, sendok makan, cangkir). Perubahan warna, bau, kualitas,
atau kuantitas sangat penting untuk didokumentasikan dalam rekam medik klien.
Tanyakan juga apakah sputum hanya dibentuk setelah klien berbaring dalam
posisi tertentu. Beberapa kelainan meningkatkan pembentukan sputum.
Banyaknya sputum yang dikeluarkan setiap hari dapat menunjukkan bronkhitis
kronis.
Warna dari sputum mempunyai makna klinis yang penting. Sputum yang
berwarna kuning menandakan suatuinfeksi. Sputum berwarnal hijau menandakan
adanya pus yang terrgenang, yang umum ditemukan pada bronkhiekstasis.
Karakter dan konsistensi sputum juga penting untuk dicatat.
d. Hemoptisis
Hemoptisis adalah membatukkan darah, atau sputum bercampur darah. Sumber
perdarahan dapat berasal dari jalan napas atas atau bawah, atau berasal dari
parenkim paru. Penyebab pulmonal dari hemoptisis mencakup bronkhitis kronis,
bronkhiektasis, tuberkulosis pulmonal, fibrosis kistik, granuloma nekrotikan jalan
napas atas, embolisme pulmonal, pneumonia, kanker paru, dan abses paru.
Abnormalitas kardiovaskular, antikoagulan, dan obat-obat imunosupresif yang
menyebabkan perdarahan parenkim (jaringan paru) juga dapat menyebabkan
hemoptisis.Klien biasanya mengganggap hemoptisis sebagai indikator penyakit
serius dan sering akan tampak gelisah atau takut. Lakukan pengkajian tentang
awitan, durasi, jumlah, dan warna (mis. merah terang atau berbusa). Kenali
perbedaan antara hemoptisis dengan hematemesis. Pada hemoptisis biasanya darah
yang keluar berbusa, pH (darah) basa sementara pada hematemesis darah yang
dikeluarkan tidak berbusa dan pH (darah) asam.
e. Mengi
Bunyi mengih dihasilkan ketika udara mengalir melalui jalan napas yang sebagian
tersumbat atau menyempit pada saat inspirasi atau ekspirasi. Mengih dapat
terdengar hanya dengan menggunakan stetoskop. Klien mungkin tidak mengeluh
tentang mengih, tetapi sebaliknya dapat mengeluh tentang dada yang sesak atau
tidak nyaman pada dada. Minta klien mengidentifikasi kapan mengi terjadi dan
apakah hilang dengan sendirinya atau dengan menggunakan obat-obatan seperti
bronkhodilator. Tidak semua mengi mengacu pada asma. Mengi dapat disebabkan
oleh edema mukosa, sekresi dalam jalan napas, kolaps jalan napas akibat
kehilangan elastisitas jaringan, dan benda asing atau tumor yang sebagian
menyumbat aliran udara.
f. Nyeri Dada
Nyeri dada mungkin berkaitan dengan masalah pulmonal dan jantung,
membedakannya satu sama lain memberikan makna klinis yang berarti. Lakukan
analisis gejala yang lengkap pada nyeri dada. Nyeri dada akibat angina (penurunan
aliran darah) merupakan masalah yang mengancam jiwa. Nyeri dada yang
bersumber dari pulmonal dapat berasal dari dinding dada, pleural parietalis,
pleural viseralis, atau parenkim paru. Berikut tabel tipe nyeri dada yang berkaitan
dengan kondisi pulmonal.

Informasi tentang lokasi, durasi, dan intensitas nyeri dada penting untuk
dikumpulkan, dan akan memberikan petunjuk dini tentang penyebab. Batuk dan
infeksi Pleuritis dapat menyebabkan nyeri dada.
Nyeri dada pleuritik umumnya nyeri yang terasa tajam menusuk dengan awitan
mendadak tetapi dapat juga bertahap. Nyeri dada Jenis ini terjadi pada tempat
inflamasi dan biasanya terlokalisasi pasien yang mengalami nyeri jenis ini akan
mempunyai pola pernapasan cepat dan dangkal dan takut melakukan gerakan.
Tindakan menekan pada bagian yang nyeri biasanya memberikan peredaan.
Nyeri retrosternal (di belakang sternum) biasanya terasa terbakar, konstan, dan
sakit. Nyeri juga dapat berasal dari bagian tulane dan kartilago toraks.
Karakteristik angina dengan nyeri dada lainnya berbeda. Nyeri dada jantung
biasanya digambarkan sebagai nyeri yang sangat sakit, hebat, sensasi seperti
diremas-remas, dengan rasa tertekan atau sesak pada area substernal. Angina dapat
juga menjalar ke dalam leher dan lengan. Tanyakan klien apa yang menyebabkan
nyerinya (aktivitas, batuk, gerakan) dan apa yang meredakan nyerinya
(nitrogliserin, membebat dinding dada).

3. Riwayat Kesehatan Masa Lalu


Riwayat kesehatan masa lalu memberikan informasi tentang riwayat kesehatan klien dan
anggota keluarganya. Selain mengumpulkan data tentang penyakit pada masa kanak-
kanak dan status imunisasi, tanyakan klien tentang kejadian TBC, bronkhitis, influenza,
asma, pneumonia, dan frekuensi infeksi saluran napas bawah setelah terjadinya infeksi
saluran napas atas. Tanyakan klien adakah riwayat keluarga tentang penyakit pernapasan.
Misalnya asma, fibrosis kistik, emfisema atau penyakit paru obstruktif kronis (PPOK),
kanker paru, infeksi pernapasan, tuberkulosis, atau alergi, apakah ada anggota keluarga
yang perokok. Perokok pasif sering kali mengalami gejala pernapasan lebih buruk.

4. Riwayat Psikososial
Dapatkan informasi tentang aspek-aspek psikososial klien yang mencakup lingkungan,
pekerjaan, letak geografi, kebiasaan, pola olahraga, dan nutrisi. Identifikasi semua agens
lingkungan yang mungkin mempengaruhi kondisi klien, lingkungan kerja dan hobi.
Tanyakan tentang kondisi kehidupan klien, seperti jumlah anggota keluarga yang tinggal
serumah. Kondisi kehidupan yang sumpek meningkatkan risiko penyakit pernapasan
seperti tuberkulosis. Kaji terhadap bahaya lingkungan seperti sirkulasi udara yang buruk.
Kumpulkan riwayat merokok, berapa banyak sehari dan sudah berapa lama. Merokok
rnenunjukkan hubungan adanya penurunan rungsi siliaris paru-paru, meningkatkan
pernbentukan lendir, dan terjadinya kanker paru.
Tanyakan tentang penggunaan alkohol. Gerakan siliaris paru diperlambat oleh
alkohol, yang mengurangi klirens lendir dari paru-paru. Penggunaan alkohol berlebih
menekan refleks batuk sehingga berisiko mengalami aspirasi. Tanyakan apakah
toleransi terhadap aktivitas menurun atau tetap stabil. Minta klien untuk
menggambarkan aktivitas khusus seperti berjalan, pekerjaan rumah yang ringan, atau
berbelanja kebutuhan rumah tangga yang dapat ditoleransi klien toleransi atau
sebaliknya, yang mengakibatkan sesak napas.

Alat yang perlu disiapkan:


(https://www.scribd.com/document/43-GANGGUAN-NAPAS-docx)
1. Neck collar sesuai ukuran
2. Oropharyngeal tube (Mayo) sesuai kebutuhan
3. BVM (Ambubag)
4. Tabung o2 & flowmeter
5. Humidifier & air steril
6. Nasal kanul & slang
7. Masker & slang
8. Sarung tangan
9. Gunting dan Plester
10. Bengkok
11. Tounge spatel
12. Kassa steril
13. Handscrub
Langkah- langkah :
(https://www.scribd.com/document/43-GANGGUAN-NAPAS-docx)
 Fase persiapan
1. Siapkan dan dekatkan alat
2. Perawat cuci tangan dan pakai sarung tangan bersih

 Fase kerja
1. Petugas melakukan pengkajian secara spesifik, akurat, dan sesuai dengan kondisi
pasien yang meliputi data subyektif dan data obyektif
2. Perhatikan apakah ada tanda-tanda cidera servikal, bila ada segera lakukan
pemasangan neck collar, dengan langkah- langkah sebagai berikut:
a. Jelaskan tujuan dilakukannya tindakan
b. Atur posisi pasien yaitu tempat yang aman, datar, dank eras
c. Perawat 1 melakukan stabilisasi leher- kepala, Perawat 2 mengukur besar
neck collar
d. Setelah selesai pengukuran, perawat 2 memasang neck collar perlahan
lahan dengan memasukkan ke belakang kepala dan direkatkan
e. Cek keketatan neck collar dengan cara memasukkan 1-2 jari di bawah neck
collar atau menanyakan ke pasien
3. Apabila didapatkan pangkal lidah jatuh kebelakang pada pasien tidak sadar maka
dilakukan pemasangan Oropharyngeal tube dengan langkah sebagai berikut :
a. Jelaskan tujuan dilakukannya tindakan
b. Atur posisi pasien yaitu tempat yang aman, datar, dan keras
c. Perawat cuci tangan dan pakai sarung tangan bersih
d. Pilihlah ukuran OPA yang sesuai dengan pasien. Cara: menempatkan
ujung OPA pada sudut mulut, ujung yang lain pada sudut rahang bawah
atau pada ujung telinga bawah
e. Cara pemasangan:
1) Cara tidak langsung:
Membuka mulut pasien dengan cross finger, masukkan OPA dengan
menghadap ke palatum kemudian diputar 180 derajat sambil ditekan
ke bawah
2) Cara langsung
Membuka mulut pasien dengan cross finger, lidah ditekan dengan
spatel lidah masukkan OPA langsung sesuai anatomis
f. Observasi apakah udara pernafasan sudah keluar dengan lancar
4. Bila diperlukan nadi teraba dan pernafasan tidak ada makan laukan bantuan
pernafasan menggunakaan BVM (Bag Valve Mask), dengan langkah sebagai
berikut:
a. Jelaskan tujuan dilakukannya tindakan
b. Atur posisi pasien yaitu tempat yang aman, datar, dan keras
c. Atur posisi kepala yaitu head tilt chin lif bila tidak ada trauma leher. Bila
ada trauma leher dengan jaw thrust maneuver
d. Meletakkan masker menutup mulut dan hidung pasien
e. Ibu jari dan jari telunjuk membentuk hurup C sedangkan jari- jari lainnya
memegang rahang bawah sekaligus membuka jalan napas dengan
membentuk huruf E
f. Memompa udara dengan cara tangan satu memegang bag sambil
memompa udara dan yang satunya memegang dan memfiksasi masker
pada saat memegang masker
g. Pada dewasa: berikan nafas sebanyak 10-12x/menit dengan jeda setiap
pompa 5-6 detik
h. Pada bayi: berikan nafas sebanyak 20x/menit dengan jeda setiap pompa 3
detik
i. Setelah 1 menit, evaluasi pernafasan. Apabila nafas tidak ada lakukan
bantuan nafas sesuai langkah no 11
Namun bila nafas ada maka berikan posisi recoveri
5. Segera setelah dilakukan posisi recoveri dan pernafasan spontan ada, lakukan
pemberian oksigen tambahan
a. Pemberian oksigen melalui nasal
1) Atur posisi semi fowler (jika bisa)
2) Jelaskan tujuan terapi O2
3) Sambungkan tabung O2 dengan humidifier dan selang O2
4) Cek gelembung O2 di humidifier
5) Pasang selang O2 ke hidung, selang melingkar di telinga dan
dirapatkan di bagian dagu
6) Atur flow rate sesuai kebutuhan (1-3 lt)
7) Anjurkan pasien untuk menarik nafas
8) Nilai jumlah pernafasan
b. Pemberian oksigen melalui masker
1) Atur posisi semi fowler (jika bisa)
2) Jelaskan tujuan terapi O2
3) Sambungkan tabung O2 dengan humidifier dan selang O2
4) Cek gelombang O2 di humidifier
5) Pasang selang O2 ke hidung, selang melingkar di telinga dan
dirapatkan di bagian dadu
6) Atur flow rate sesuai kebutuhan (4-6 lt)
7) Anjurkan pasien untuk menarik nafas
8) Nilai jumlah pernafasan
6. Posisikan pasien dengan kondisi yang nyaman dan maksimalkan kegawatdaruratan
7. Pastikan kegawatdaruratan system pernapasan telah terangani

 Fase terminasi
1. Bila sudah selesai, buka sarung tangan
2. Rapikan pasien dan alat
3. Perawat cuci tangan
4. Dokumentasi respon dan prosedur
5. Rujuk pasien ke pelayanan yang lebih tinggi untuk mendapatkan penanganan
lanjutan, apabila diperlukan.
C. GANGGUAN SISTEM KARDIOVASKULER

Definisi:
Penyakit kardiovaskuler adalah penyakit yang terjadi karena adanya gangguan pada jantung dan
pembuluh darah.
(https://www.alodokter.com/kenali-penyakit-kardiovaskuler-yang-paling-umum-terjadi)

Tujuan:
1. Menentukan pengobatan yang tepat untuk penyakit pasien
(https://www.sehatq.com/tindakan-medis/pemeriksaan-jantung-pembuluh-darah)
2. Agar dapat menegakkan diagnosis gagal jantungdan melakukan pengobatangagal jantung
(https://id.scribd.com/document/369481868/11-Sop-Penanganan-Penyakit-Jantung)

Hal- hal yang perlu dikaji:


(https://www.academia.edu/36707152/ISI_KOMUNIKASI)
1. Keluhan utama
a. Sesak Nafas
Pasien dengan penyakit jantung biasanya merasa sesak napas pada saat melakukan
aktifitas fisik (exertional dyspnoea) dan kadang-kadang timbul sesak pada saat
berbaring(positional dyspnoea atau orthopnoea). Patofisiologi orthopnoea adalah
sebagai berikut:Pada waktu pasien berbaring, terjadi redistribusi cairan dari
jaringan perifer ke paru-paru sehingga terjadi peningkatan tekanan kapiler
pulmonary. Hal ini kemudian men-stimulasi ujung saraf pada paru-paru sehingga
terjadilah orthopnoea. Sesak napas pada saat aktifitas fisik tidak selalu
berhubungan langsung dengan tekanan atrium kiri. Ada faktor-faktor lain seperti
penurunan kadar oksigen pada darah di arteri dan perubahan fungsi otot jantung
pada payah jantung kronis.
Sesak napas yang disertai wheezing kadang-kadang disebabkan karena penyakit
jantung, tetapi terlebih dahulu harus disingkirkan adanya obstruksi jalan napas.
Pasien yang merasa tiba-tiba harus menarik napas dalam-dalam, yang tidak ada
hubungannya dengan aktifitas fisik, yang sering mengeluh sesak napas atau yang
merasa terus menerus tidak dapat bernapas dengan baik, bukan gejala dari
penyakit jantung,
tetapi merupakan gejala kecemasan. Sulit untuk membedakan sesak napas yang
disebabkan karena penyakit paru-paru atau jantung. Paroxysmal nocturnal
dyspnoea atau orthopnoea merupakan gejala penyakit jantung, sedangkan
wheezing merupakan gejala penyakit paruparu.Diagnosa yang berkaitan dengan
sesak: a) Payah jantung, b) Penyakit jantung iskemi (atypical angina), c) Emboli
paru, d) Penyakit paru, e)Anemia berat.
b. Nyeri Dada
Nyeri dada yang disebabkan karena iskemi myocardial sekitar 50% pasien yang
datang ke klinik kardio mengeluh nyeri dada. Nyeri dada karena penyakit jantung
disebut dengan angina pectoris, penyebabnya adalah karena suplai darah ke otot
jantung tidak mencukupi kebutuhan metabolisme jantung normal. Pasien dengan
angina pada umumnya mengalami penyempitan atau stenosis pada satu atau lebih
arteri coronaria. Nyeri timbul karena peningkatan metabolisme jantung pada waktu
peningkatan aktifitas fisik atau emosional pasien. Sebagian kecil angina
disebabkan karena stenosis aorta atau hypertrophy cardiomyopathy.
Sifat khas angina adalah nyeri dada yang timbul pada waktu beraktifitas fisik dan
menghilang bila aktifitas dihentikan. Nyeri seperti terbakar,tertusuk, terhimpit atau
tercekik. Nyeri yang mirip dengan angina, tetapi timbul pada waktu istirahat dapat
disebabkan karena unstable angina atau infark myocard. Nyeri pada infark
myocard sifatnya berat, persisten dan sering disertai mual.
c. Palpitasi
Palpitasi adalah denyut jantung yang abnormal. Jantung berdenyut sangat cepat
atau tidak teratur (aritmia). Dapat juga karena impuls cardiac terlalu kuat yang
disebabkan vasodilatasi berlebihan. Pada saat anamnesa, tanyakan apakah aritmia
hanya terjadi sementara atau sampai menyebabkan pasien tidak dapat bekerja dan
harus berbaring. Kadang-kadang aritmia dapat menyebabkan pingsan. Pada pasien
tertentu, palpitasi dicetuskan oleh makanan tertentu, teh, kopi, anggur dan coklat.
Perlu ditanyakan tentang obat-obat yang biasanya diminum, terutama decongestan
dan obat flu yang mengandung senyawa simpatomimetik
d. Syncope (pingan, semaput)
Syncope adalah hilangnya kesadaran sementara karena berkurangnya suplai darah
ke otak. Diagnosa banding utamanya adalah epilepsi. Bila suplai darah ke otak
berhenti agak lama, dapat timbul kejang. Penyebab syncope antara lain: simple
fainting (vasovagal syncope), micturition syncope, hipotensi postural,
vertebrobasilar insufficiency dan aritmia jantung, terutama intermittent heart
block. Simple fainting disebabkan karena respons vagal yang menyebabkan denyut
jantung melambat dengan reflex vasodilatasi. Biasanya disebabkan karena
kombinasi hilangnya venous return (misalnya berdiri pada saat upacara) dengan
peningkatan efek simpatik (terlalu gembira, takut, jijik).
Micturition syncope biasanya terjadi waktu malam hari pada laki-laki lanjut usia
dengan obstruksi prostat.Pada saat pingsan, hilangnya kesadaran tidak terjadi
mendadak; pasien tampak pucat atau ‘agak hijau’, baik sebelum atau sesudah
pingsan.
Penanganannya adalah dengan menaikkan tungkai. Sebaliknya syncope karena
heart block, terjadinya tiba-tiba, tanpa tanda-tanda sebelumnya. Pasien tampak
pucat pada waktu pingsan, dan bila sadar (biasanya juga tiba-tiba) wajahnya
berwarna agak kemerahan. Vertebro-basilar insufisiensi biasanya terjadi pada
lanjut usia. Gejala yang timbul karena pergerakan leher terganggu. Hipotensi
postural biasanya pada lanjut usia dan dicetuskan oleh obat antihipertensi.
e. Claudication
Claudication adalah kata Latin yang berarti berjalan pincang. Intermittent
claudication merupakan suatu keadaan dimana pasien merasa nyeri pada satu atau
kedua tungkai pada waktu berjalan dan nyeri berkurang bila pasien istirahat.
Intermittent claudication biasanya merupakan gejala awal penyempitan arteri yang
mensuplai tungkai. Nyeri berapa rasa sakit pada betis, paha atau pantat.
Intermittent claudication lebih banyak mengenai laki-laki dan perokok dari pada
bukan perokok.
f. Pekerjaan dan riwayat keluarga
Riwayat keluarga sangat penting pada anamnesa penyakit jantung karena berbagai
penyakit jantung mempunyai predisposisi genetik (mis, hiperlipidemia). Tanyakan
apakah orang tua masih hidup, dan bila sudah meninggal, tanyakan penyebab
kematiannya. Misalnya kematian karena stroke mendadak menunjukkan adanya
hipertensi dalam keluarga. Pekerjaan pasien juga dapat berhubungan dengan
penyakit jantung : misalnya bila timbul aritmia atau penyakit jantung koroner,
maka pasien tidak dapat bekerja sebagai pilot atau sopir truk. Jangan lupa
menanyakan kebiasaan merokok, minum alkohol dan obat-obat yang sekarang
dikonsumsi.

Alat yang disiapkan:


(https://id/scribd.com/document/373444199/sop-pemeriksaan-fisik-kardiovaskuler)
1. Stetoskop
2. 2 penggaris dalam cm (30 cm dan 15 cm)
3. Senter
4. Penlight
5. Sarung tangan
6. Masker

Langkah- langkah:
(https://id/scribd.com/document/373444199/sop-pemeriksaan-fisik-kardiovaskuler)
1. Inspeksi dan palpasi
a. Siapkan peralatan yang diperlukan (penlight, sarung tangan, dan masker)
b. Cuci tangan
c. Jelaskan prosedur yang akan dilakukan kepada pasien
d. Bantu pasien mengatur posisi terlentang
e. Membantu klien membuka baju sampai punggung pasien
f. Pastikan ruang periksa cukup penerangan, hangat, bebas dari gangguan lingkungan
g. Jaga privasi klien dengan menutup tirai
h. Tentukan lokasi sudut louis (antara sternum dan manubrium)
i. Pindah jari jari tangan ke bawah ke arah tiap sisi sudut sehingga akan teraba ruang
interkosta ke 2, area aorta terletak di ruang interkosta kedua kanan ini dan area
pulmonal di ruang interkosta kedua kiri
j. Inspeksi dan kemudian palpasi area aorta dan area pulmonal untuk mengetahui ada
atau tidaknya pulsasi
k. Dari area tricuspid, pindahkan tangan anda secara lateral 5-7 cm kegaris
midklavikula kiri tempat ditemukan area apical atau titik impuls maksimal
l. Inspeksi dan palpasi pulsasi pada area apical. Sekitar 50% orang dewasa akan
memperlihatkan pulsasi apical. Ukuran jantung dapat diketahui dengan mengamati
lokasi pulsasi apical. Apabila jantung membesar, pulsasi ini bergeser secara lateral
ke garis midklavikula
m. Untuk mengetahui pulsasi aorta, lakukan inspeksi dan palpasi pada area
epigastrium di dasar sternum
n. Berikan reinforcement dan rapikan kembali klien
o. Buat kontrak pertemuan selanjutnya
p. Akhiri kegiatan dengan cara baik
q. Cuci tangan
2. Perkusi
a. Persiapkan alat
b. Cuci tangan
c. Jelaskan prosedur yang akan dilakukan pada klien
d. Pastikan ruang periksa cukup penerangan, hangat, serta bebas dari gangguan
lingkungan
e. Jaga privasi klien
f. Mulai aksila kiri, perkusi kea rah sternum pada ruang interkosta ke 5
g. Tentukan batas jantung kiri dan kanan di sela iga ke 2 dan ke 5, dengan mencatat
perubahan bunyi sonor ke bunyi redup
h. Menentukan batas atas jantung dengan melakukan perkusi dari fossa
supraklavikula ke bawah
i. Rapikan kembali klien
j. Berikan reinforcement
k. Buat kontrakk pertemuan selanjutnya
l. Akhiri kegiatan dengan cara baik
m. Cuci tangan
3. Auskultasi
a. Point a-f sama dengan inspeksi, palpasi, dan perkusi
b. Atur klien senyaman mungkin
c. Kaji ritme dan frekuensi jantung secara umum, perhatikan dan tentukan auskultasi
d. Auskultasi menggunakan stetoskop untuk mendengarkan bunyi frekuensi tinggi
e. Auskultasi tiap bagian anatomi gunakan emtode yang sistemik, minta klien
melakukan 3 posisi (duduk, terlentang, miring kiri)
f. Konsentrasi untuk mendengarkan bunyi jantung
g. Ulangi rangkaian pengkajian dengan menggunakan bell stetoskop
h. Pada setiap area catat frekuensi, irama, intensitas, nada, waktu durasi bunyi
jantung dan bunyi tambahan
i. Dengarkan dengan cermat S1 dan S2
j. Kontraksi pada systole
k. Kontraksi pada diastole
l. Anjurkan klien bernafas secara normal, dengaarkan bunyi S2
m. Anjurkan klien untuk menghembuskan dan menahan nafas menghirup dan
menahan nafas untuk mengetahui S2 menjadi tinggi atau tidak
n. Rapikan klien
o. Berikan reinforcement
p. Buat kontrak pertemuan selanjutnya
q. Akhiri kegiatan dengan cara baik
r. Cuci tangan
D. GANGGUAN SISTEM ENDOKRIN

Definisi:
Gangguan endokrin adalah penyakit yang terkait dengan kelenjar endokrin pada tubuh. Sistem
endokrin adalah jaringan kelenjar yang menghasilkan hormon yang merupakan sinyal kimia yang
dikeluarkan melalui aliran darah.
(https://www.halodoc.com/kesehatan/gangguan-sistem-endokrin)

Tujuan:
(https://id.scribd.com/document/333161246/Sop-Endokrin)
1. Mendapatkan data yang akurat tentang kondisi klien yang mengalami gangguan system
endokrin

Hal hal yang perlu dikaji:


(https://www.academia.edu/32815196/PENGKAJIAN_FISIK_DAN_DIAGNOSTIK_SISTE
M_ENDOKRIN_docx)
1. Keluhan utama
a. Perubahan kepribadian dan status mental
b. Kekeringan pada kulit dan rambut
c. Perubahan distribusi rambut
d. Perubahan berat badan dan nafsu makan
e. Mual dan muntah
f. Polidipsia
g. Polifagia
h. Peningkatan atau penurunan keluaran urin
i. Diare
j. Konstipasi
k. Mentruasi tidak teratur
l. Tidak toleransi terhadap panas atau dingin
m. Disfungsi seksual
n. Gangguan tidur
o. Anak-anak:Pertumbuhan abnormal
2. Riwayat Kesehatan Keluarga
Mengkaji kemungkinan adanya anggota keluarga yang mengalami gangguan seperti yang
di alami klien atau gangguan tertentu yang berhubungan secara langsumg dengan
gangguan hormonal seperti:
a. Obesitas
b. Gangguan pertumbuhan dan perkembangan
c. Kelainan pada kelenjar tiroid.
d. Diabetes meilitus.
e. Infertilitas
f. Diabetes insipidus
g. Penyakit autoimun
h. Hipertensi atau hipotensi
i. Dwarfisme
j. Gangguan tiroid
k. Pubertas terlambat atau perkembangan terlalu cepat
Dalam mengidentifikasi informasi ini tentunya perawat harus dapat menerjemahkan
informasi yang ingin diketahui dengan bahasa yang sederhana dan dimengerti oleh klien
atau keluarga.
2. Riwayat kesehatan dan keperawatan klien
Perawat mengkaji kondisi yang pernah dialami oleh klien di luar gangguan yang
dirasakan sekarang khususnya gangguan yang mungkin sudah berlangsung lama biladi
hubungkan dengan usia dan kemungkinan penyebabnya namun karena tidak mengganggu
aktivitas klien, kondisi ini tidak di keluhkan. Tanda-tanda seks sekunder yang tidak
berkembang, misalnya amenore, bulu rambut tidak tumbuh, buah dada tidak berkembang
dan lain-lain. Berat badan yang tidak sesuai dengan usia, misalnya selalu kurus meskipun
banyak makan dan lain-lain. Gangguan psikologia sepertimudah marah, sensiif, sulit
bergaul dan tidak mampu berkonsentrasi, dan lain-lain. Hospitalisasi, perlu dikaji alasan
hospitalisasi dan kapan kejadiannya. Bila klien dirawat beberapa kali, urutkan sesuai
dengan waktu kejadiannya. Juga perlu memperoleh informasi tentang penggunaan obat-
obatan di saat sekarang dan masalalu. Penggunaan obat-obatan ini mencakup obat yang di
peroleh dari dokter atau petugas kesehatan maupun obat-obatan yang di peroleh secara
bebas.jenis obat-obatan yang mengandung hormon atau yang dapat merangsang aktivitas
hormonalseperti hidrokortison; levothyroxine; kontrasepsi oral; dan obat-obatan anti
hipertensif.
3. Riwayat diit
Perubahan status nutrisi atau gangguan pada saluran pencernaan dapat sajamencerminkan
gangguan endokrin tertentu atau pola dan kebiasaan makan yang salahdapat menjadi
faktor penyebab, pleh karena itu kondisi berikut ini perlu di kaji :
a. Adanya nausea, muntah dan nyeri abdomen
b. Penurunan atau penambahan berat badan yang drastisc.
c. Selera makan yang menurun atau bahkan berlebihand.
d. Pola makan dan minum sehari-hari.
e. Kebiasaan mengkonsumsi makanan yang dapat mengganggu fungsi
endokrinseperti makanan yang bersifat goitrogenik terhadap kelenjar tiroid.
4. Status social ekonomi
Karena status sosial ekonomi merupakan aspek yang sangat peka bagi banyak orang maka
hendaknya dalam mengidentifikasi kondisi ini perawat melakukannya bersama-sama
dengan klien. Menghindarkan pertanyaan yang mengarah pada jumlahatau nilai
pendapatan melainkan lebih di fokuskan pada kualitas pengelolaan suatunilai tertentu.
Mendiskusikan bersama-sama bagaiman klien dan keluarganya memperoleh makanan
yang sehat dan bergizi, upaya mendapatkan pengobatan bila klien dan keluarganya sakit
dan upaya mempertahankan kesehatan klien dan keluarga tetap optimal dapat
mengungkapkan keadaan sosial ekonomi klien dan menyimpulkan bersama-sama
merupakan upaya untuk mengurangi kesalahan penafsiran
5. Riwayat lingkungan atau pekerjaan
a. Stresor yang berhubungan dengan pekerjaan
b. Lingkungan lokal: Kekurangan yodium dalam air atau makanan
c. Iridiasi

Alat yang perlu disiapkan:


(https://id.scribd.com/document/333161246/Sop-Endokrin)
1. Stetoskop
2. Bath scale (timbangan)
3. Meteran
4. Sarung tangan

Langkah-langkah:
(https://id.scribd.com/document/333161246/Sop-Endokrin)
 Persiapan lingkungan
1. Mengatur lingkungan klien, memasang sampiran. Pastikan ruang periksa hangat
dan cukup penerangan
2. Dekatkan alat-alat pengkajian
3. Lakukan cuci tangan rutin sebelum dan sesudah melakukan pemeriksaan
 Persiapan pasien
1. Berikan informasi umum pada pasien atau keluarganya tentang pemeriksaan yang
akan anda lakukan, tujuan, cara melakukan manfaat pemeriksaan tiroid untuk
klien
2. Berikan jaminanpada pasien tentang kerahasiaan semua informasi yang
didapatkan dari pemeriksaan
3. Menanyakan kesediaan pasien
 Pengkajian awal
1. Persilahkan klien duduk atau berdiri menghadap ke sumber cahaya sehingga
sumber cahaya cukup menerangi bagian leher yang diperiksa
2. Aturlah posisi klien sedemikian rupa sehingga saat mengamati kelenjar tiroid,
posisi mata pemeriksa harus sejajar (horizontal) dengan leher orang yang
diperiksa. Mintalah klien untuk menunjukkan ruas Ibu jarinya sebagai acuan
ukuran kelenjar tiroid
 Inpeksi
1. Lakukanlah pengamatan pada bagian leher klien pada posisi normal, terutama
pada lokasi kelenjar tiroidnya
2. Amatilah adanya pembesaran kelenjar tiroid yang tampak nyata
3. Jika kelenjar tiroid tidak tampak, mintalah klien untuk menelan dengan posisi
leher normal
4. Jika kelenjar tiroid tampak dengan jelas pada posisi menelan, dikatakan ada
pembesaran kelenjar tiroid tingkat
 Palpasi
1. Berdirilah di belakang klien, lalu letaknlah kedua jari telunjuk dan jari tengah pada
masing masing lobus kelenjar tiroid yang letaknya beberapa cm di bawah jakun
2. Rabalah (palpasi) daerah kelenjar tiroid. Perabaan (palpasi) jangan dilakukan
dengan tekanan terlalu keras atau terlalu lemah. Tekanan terlalu keras akan
mengakibatkan kelenjar masuk atau pindah ke belakang leher, sehingga
pembesaran tidak teraba. Perabaan terlalu lemah akan mengurangi kepekaan
perabaan
3. Jika kelenjar tiroid dapat teraba, walaupun ukurannya tidak membesar, dikatakan
ada pembesaran kelenjar tiroid tingkat 1
 Auskultasi
1. Mendengarkan bunyi tertentu dengan bantuan stetoskop dapat menggambarkan
berbagai perubahan dalam tubuh
2. Auskultasi pada daerah leher, di atas kelenjar tiroid dapat mengidentifikasi
“bruit”. Bruit adalah bunyi yang dihasilkan oleh karena turbulensi pada pembuluh
darah tiroidea
3. Dalam keadaan normal, bunyi ini tidak terdengar. Dapat diidentifikasi bila terjadi
peningkatan sirkulasi darah ke kelenjar tiroid sebagai dampak peningkatan
aktivitas kelenjar tiroid
4. Auskultasi dapat pula dilakukan untuk mengidentifikasi perubahan pada pembuluh
darah dan jantung seperti tekanan darah, ritme, dan rate jantung yang dapat
menggambarkan gangguan keseimbangan cairan, perangsangan katekolamin dan
perubahan metabolisme tubuh.
 Menentukan tingkat pembesaran kelenjar tiroid
1. Normal: jika kelenjar tiroid tidak terlihat dan tidak teraba
2. Pembesaran tingkat 1: jika kelenjar tiroid teraba tetapi tidak terlihat pada posisi
leher normal (walaupun ukurannya normal)
3. Pembesaran tingkat 2: jika pembesaran kelenjar tiroid terlihat dengan nyata pada
gerakan menelan dengan posisi leher normal
 Tahap terminasi
1. Mengevaluasi kembali
2. Merapihkan alat
3. Mengakhiri percakapan
4. Memberikan salam
5. Cuci tangan
6. Dokumentasi
E. GANGGUAN SISTEM PERKEMIHAN

Definisi:
Gangguan saluran kemih adalah gangguan dari kandung kemih atau uretra.Ginjal, Uretra,
kandung kemih adalah organ-organ yang menyusun saluran kemih.
(https://id.scribd.com/doc/311861731/Makalah-Gangguan-Sistem-Perkemihan)

Tujuan:
(https://id.scribd.com/document/392461185/Sop-Pemeriksaan-Fisik-Sistem-Perkemihan)
1. Mengetahui keadaan fungsi system perkemihan
2. Mengetahui ada tidaknya kelainan system perkemihan
3. Menentukan diagnosis pasien dengan penyakit atau masalah pada system perkemihan

Hal- hal yang perlu dikaji:


(https://id.scribd.com/doc/180880077/Pengkajian-Sistem-Perkemihan)
1. Riwayat keperawatan
a. Pada kebanyakan masyarakat, mikturisi merupakan aktivitas yang sangat privat.
Hal ini akan menyebabkan perawat harus sangat hati-hati dalam melaksanankan
pengkajian terutama pada klien perempuan.
b. Perawat harus sangat berhati-hati dalam pengambilan data riwayat keperawatan,
pengambilan sampel urin dan pelaksanaan intervensi-intervensi invasif seperti
pemasangan kateter.
c. Penyakit-penyakit yang berhubungan dengan sistem perkemihan biasanya
menimbulkan perasaan nyeri dan tidak nyaman, maka perawat harus sangat hati-
hati jika melaksanakan pemeriksaan maupun dalam pengambilan specimen
2. Keluhan utama dan riwayat penyakit
a. Tanda dan gejala utama pada klien dengan gangguan sistem perkemihan adalah
pola berkemih, nyeri dan perubahan urin.
b. Sangat penting juga untuk mengkaji gejala awal, faktor presipitasi, seting seputar
masalah (aktivitas dan kondisi lingkungan), pola umum dan episode penyakit
(akut, kronis dan intermitten), dan apakah klien pernah mengalami hal yang
serupa.
c. Riwayat pengobatan juga perlu dikaji karena sangat berpengaruh terhadap
perawatan selanjutnya. Dari sini juga kemungkinan diketemukan faktor pencetus
pen\yakit yang diakibatkan karena pengobatan tertentu
3. Riwayat medis yang lalu
a. Tanyakan tentang penyakit medikal atau bedah yang dialami pada masa lampau.
b. Penyakit ginjal juga berhubungan dengan gangguan metabolis, neurologis, GI,
hematologi, dermatologi, skeletal, dan respirasi
4. Riwayat keluarga
a. Kaji tentang keadaan anomalies pada tractus urinaria pada anggota keluarga yang
lain contohnya polycistic ginjal.
5. Psikososial dan gaya hidup
a. Kaji gaya hidup dan kebiasaan pasien yang bisa menjadi faktor predisposisi
penyakit sistem urinaria misalnya kebiasaan merokok serta terkontaminasinya
seseorang dengan zat-zat yang bisa memperberat tibulnya kanker.
b. Faktor-faktor kekurangan minum serta pengkonsumsian diit tinggi purin atau
kalsium yang akan menyebabkan penyakit calculi (batu saluran perkemihan).
c. Kaji pula tentang konsep diri pasien dalam menghadapi penyakitnya saat ini.

Alat yang disiapkan:


(https://id/scribd.com/document/432831048/SOP-SISTEM-PERKEMIHAN)
1. Baki dan alas
2. Stetoskop
3. Selimut
4. Sarung tangan steril
5. Pelumas

Langkah- langkah:
(https://id/scribd.com/document/432831048/SOP-SISTEM-PERKEMIHAN)
1. Pastikan kebutuhan pasien yang akan dilakukan pemeriksaan fisik system perkemihan
2. Siapkan alat
3. Salam terapeutik
4. Jelaskan tujuan dan prosedur kepada pasien
5. Dekatkan alat- alat ke pasien
6. Tutup sampiran
7. Cuci tangan
8. Gunakan handscoon
 Pemeriksaan ginjal
9. Atur pasien dengan posisi terlentang
10. Dalam melakukan palpasi ginjal kanan, letakkan tangan kiri pemeriksa di bawah panggul
dan elevasikan ginjal ke arah anterior, kemudian letakkan tangan kanan pemeriksa pada
dinding abdomen anterior di garis mid klavikula pada tepi bawah batas kosta, lalu tekan
tangan kanan pemeriksa secara langsung dan anjurkan pasien menarik napas panjang,
rasakan kontur (bentuk), ukuran dan amati adanya nyeri tekan
11. Untuk melakukan palpasi ginjal kiri, letakkan tangan kiri pemeriksa di bawah panggul
kemudian lakukan tindakan seperti pada palpasi ginjal kanan
12. Perkusi ginjal kanan dilakukan di dinding abdomen belakang pada sudut costo vertebral
angel (CVA) dengan dialasi telapak tangan kiri, lalu lakukan perkusi dengan sisi ulnar
kepala tangan kanan
13. Perkusi ginjal kiri dilakukan di dinding abdomen belakang pada sudut costo vertebral
angel (CVA) dengan dialasi telapak tangan kiri, lalu lakukan perkusi dengan sinar ulnar
kepala tangan kanan
Catatan: pada peradangan/ infeksi saluran kemih (U.T.I/ pyelonephritis) akan didapatkan
tangan nyeri pada perkusi ini
14. Auskultasi dengan stetoskop pada aorta abdomen (mid epigastric) untuk mendengarkan
bunyi desiran
15. Auskultasi pada daerah kuadran kiri dan kanan atas karena pada area ini terdapat arteri
renalis kiri dan kanan
Catatan: jika terdengar bunyi bruit (bising) makan indikasi adanya gangguan aliran darah
ke ginjal (stenosis arteri ginjal)
 Pemeriksaan kandung kemih
16. Lakukan palpasi pada kandung kemih/ bladder dengan menggunakan satu atau dua tangan
Catatan: kandung kemih teraba terutama bila mengalami distensi akibat penimbunan
urine. Bila ditemuka adanya distensi, lakukan perkusi pada area kandung kemih untuk
mengetahui suara atau tingkatan redupnya
17. Perkusi daerah kandung kemih atau bladder dilakukan dengan teknik yang sama seperti
perkusi pada daerah abdomen. Normal bunyi perkusi pada daerah kandung kemih yaitu
timpani
Catatan: jika kandung kemih atau bladder penuh maka bunyinya redup (dullness) di atas
simphysis pubis
 Pemeriksaan meatus urethra:
18. Inspeksi pada meatus urethra apakah ada kelainan sekitar labia. Lihat warna, apakah ada
kelainan pada orifisiumuretrha pada laki laki dan juga lihat cairan yang keluar
 Pemeriksaan prostat melalui anus (pria)
19. Bantu pasien mengatur posisi dorsal rekumben atur paha berotasi keluar, lutut fleksi dan
tutuplah bagian tubuh yang tidak diperiksa
20. Pajankan bagian bokong dan anjurkan pasien untuk memusatkan perhatian
21. Kenakan sarung tangan dan beri pelumas pada jari telunjuk kemudian perlahan- lahan
masukkan jari telunjuk ke dalam anus dan rectum
22. Lakukan palpasi pada dinding anterior untuk mengetahui kelenjar prostat. Normalnya
kelenjar prostat yang berdiameter sekitar 4 cm dapat teraba dan tidak ada nyeri tekan
23. Setelah selesai tarik jari pemeriksa dari rectum dan anus
24. Catat hasil pemeriksaan anda
F. GANGGUAN SISTEM CAIRAN

Definisi:
Gangguan elektrolit adalah kondisi saat kadar elektrolit di dalam tubuh seseorang menjadi tidak
seimbang, baik terlalu tinggi atau terlalu rendah. Kondisi kadar elektrolit yang tidak seimbang ini
dapat menimbulkan berbagai gangguan pada fungsi organ di dalam tubuh. Bahkan pada kasus
yang cukup berat, kondisi ini bisa menyebabkan kejang, koma, bahkan gagal jantung.
(https://id.scribd.com/document/340168930/SOP-pemenuhan-kebutuhan-cairan-dan-
elektrolit-infus)

Tujuan:
(https://id.scribd.com/document/340168930/SOP-pemenuhan-kebutuhan-cairan-dan-
elektrolit-infus)
1. Mengoreksi dan mecegah gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit
2. Mengganti cairan tubuh yang mengandung air, elektrolit, vitamin, protein, lemak, dan
kalori yang tidak dapat dipertahankan secara oral
3. Pemberian obat-obatan intravena
4. Pemberian nutrisi parenteral
5. Perbaikan gangguan keseimbangan asam basa

Hal- hal yang harus dikaji:


(https://id.scribd.com/doc/298888113/ASKEP-GANGGUAN-ELEKTROLIT)
1. Keluhan utama
Klien mengatakan datang ke Rumah Sakit dengan keluhan BAB lebih dari 4 kali, tiba-tiba

badan menggigil, dan merasa badannya lemas. Klien juga mengatakan nyeri perut serta

klien juga pernah menderita asam lambung, usus melilit dan gejala lever.Namun

sebelumnya klien tidak pernah mengalami sakit diare dan klien mengatakan keluarganya

ada yang memiliki riwayat penyakit liver.

2. Riwayat kesehatan sekarang

Klien mengatakan datang ke Rumah Sakit dengan keluhan BAB lebih dari 4 kali, tiba-tiba

badan menggigil, dan merasa badannya lemas. Klien juga mengatakan nyeri perut serta

klien juga pernah menderita asam lambung, usus melilit dan gejala lever.Namun

sebelumnya klien tidak pernah mengalami sakit diare dan klien mengatakan keluarganya

ada yang memiliki riwayat penyakit liver.


3. Riwayat penyakit keluarga

Riwayat kesehatan dari keluarga bahwa penyakit hipertensi yang diderita ayahnya disertai

dengan diabetes millitus

4. Riwayat kesehatan masa lalu

Adapun penyakit yang pernah diderita dalam 6 bulan terakhir yaitu tb paru  dan penderita

sedang menjalani pengobatan paket (oat) di puskesmas. Sekarang penderita masih batuk-

batuk.

Alat yang disiapkan:


(https://id.scribd.com/document/340168930/SOP-pemenuhan-kebutuhan-cairan-dan-
elektrolit-infus)
1. Abbocath sesuai dengan ukuran yang dibutuhkan
2. Infus set sesuai ukuran
3. Cairan infus sesuai kebutuhan klien
4. Standard infus
5. Tourniquet
6. Kapas alcohol dalam tempat tertutup
7. Bethadine dalam tempatnya
8. Kassa steril
9. Handscone
10. Plester
11. Bengkok
12. Gunting verband
13. Alas

Langkah- langkah:
(https://id.scribd.com/document/340168930/SOP-pemenuhan-kebutuhan-cairan-dan-
elektrolit-infus)
1. Melakukan pengkajian terhadap kondisi umum, status cairan dan elektrolit klien
2. Menetapkan diagnosa keperawatan berdasarkan hasil pengkajian kebutuhan cairan dan
elektrolit klien
3. Merencanakan tindakan keperawatan berdasarkan diagnosa keperawatan yang sudah
ditetapkan
4. Melakukan pemasangan infus dan pemberian cairan infus sesuai kebutuhan atau order
dokter
5. Melakukan evaluasi terhadap tindakan yang sudah dilakukan dan pemantauan terhadap
respon dan kondisi umum klien
6. Melakukan dokumentasi setiap tindakan yang dilakukan
G. GANGGUAN SISTEM IMUNOLOGI

Definisi:
Gangguan system imunologi merupakan penyakit yang terjadi di mana sistem kekebalan
tubuh menyerang sel-sel yang sehat dalam tubuh. Sedangkan sistem kekebalan tubuh, seharusnya
berfungsi melindungi tubuh untuk melawan penyakit dan sel jahat, seperti bakteri maupun virus.
(https://www.halodoc.com/kesehatan/penyakit-autoimun)

Tujuan:
(https://id.scribd.com/document/360681985/Sop-Pemeriksaan-Hiv)
1. Mendeteksi virus HIV dalam serum/ plasma dan mendukung diagnose infeksi virus HIV

Hal- hal yang perlu dikaji:


(https://id.scribd.com/doc/259738949/Pengkajian-Sistem-Imunologi)
1. Riwayat kesehatan sekarang
Keluhan umum yang dialami oleh pasien yang mengalami gangguan imunologi termasuk
diantaranya fatigue atau kekurangan energi, kepala terasa ringan, sering mengalami
memar, dan penyembuhan luka yang lambat. Ajukan pertanyaan untuk mendapatkan
informasi yang lebih detail tentang penyakit pasien, seperti :
a. Apakah anda menyadari adanya pembesaran nodus limph?
b. Apakah anda pernah mengalami kelemahan atau nyeri sendi? Jika iya, Kapan anda
pertama kali merasakan keluhan tersebut? Apakah hal itu menimpa sebagain dari
tubuh anda atau keduanya?
c. Pernahkah dalam waktu dekat ini anda menderita rash, perdarahan abnormal, atau
slow healing sore?
d. Pernahkah anda mengalami gangguan penglihatan, demam, atau perubahan dalam
pola eliminasi?
2. Riwayat kesehatan dahulu
Eksplorasi penyakit utama yang pernah diderita oleh pasien, penyakit ringan yang terjadi
secara berulang, kecelakaan atau cedera, tindakan operasi, dan alergi. Tanyakan jika ia
pernah mengalami tindakan/ prosedur yang berdampak terhadap sistem imun, seperti
transdusi darah atau transplantasi organ
3. Riwayat keluarga dan social
Klarifikasi jika pasien memiliki riwayat kanker dalam keluarga atau gangguan hematologi
atau imun. Tanyakan tentang lingkungan dimana ia bekerja dan tinggal utnuk membantu
menentukan jika ia terpapar oleh bahan kimia berbahaya atau lainnya.
Alat yang disiapkan:
(https://id.scribd.com/document/360681985/Sop-Pemeriksaan-Hiv)
1. Lancet
2. Kapas alcohol
3. Tissue/ kapas kering
4. HD HIV = 1/2

Langkah- langkah:
(https://id.scribd.com/document/360681985/Sop-Pemeriksaan-Hiv)
1. Keluarkan test card dari bungkusnya. Letakkan test card pada permukaan datar
2. Tulis identitas pasien dan cocokkan dengan sampel
3. Teteskan 25 µl ke lubang sampel (s)
4. Tambahkan 1 tetes buffer (sekitar 40 µl) dengan dropper yang tersedia ke dalam lubang
sampel
5. Baca hasilnya antara 10- 30 menit setelah meneteskan sampel
Interprestasi hasil:
Terbentuk dua atau tiga garis berwarna, satu pada zona garis test 1 atau 2 (atau 1 dan 2)
dan satu pada zona garis control. Hal ini berarti pada serum. Terdapat antibody HIV-1
atau 2. Garis warna pada zona 1 menandakan infeksi HIV-2

Anda mungkin juga menyukai