Anda di halaman 1dari 13

IMPLIKASI TRANS-KULTURAL DALAM PRAKTIK KEPERAWATAN

A. Pengertian Keperawatan
Virginia Henderson (1978) Perawatan adalah upaya membantu individu baik yang
sehat maupun sakit untuk menggunakan kekuatan, keinginan dan pengetahuan yang
dimilikinya sehingga individu tersebut mampu melaksanakan aktivitas sehari-hari, sembuh
dari penyakit atau meninggal dunia dengan tenang. Tenaga perawat berperan menolong
individu agar tidak menggantungkan diri pada bantuan orang lain dalam waktu secepat
mungkin.
Lokakarya Keperawatan (1983) Perawatan adalah pelayanan profesional yang
merupakan bagian integral dari pelayanan kesehatan berdasarkan ilmu dan kiat keperawatan,
berbentuk pelayanan bio-psiko-sosial-spiritual yang menyeluruh ditunjukkan kepada
individu, kelompok dan masyarakat baik sehat maupun sakit yang mencakup seluruh proses
kehidupan manusia.

B. Pengertian Keperawatan Transkultural Nursing


1. Keperawatan Transkultural
Keperawatan adalah suatu bentuk pelayanan professional dan merupakan bagian integral
dari pelayanan kesehatan, didasarkan pada ilmu dan kiat, bentuk pelayanan bio-psiko-spiritual
yang komprehensif, ditujukan kepada individu, keluarga, dan masyarakat (Lokakarya
Nasional, 1983).
Keperawatan didefinisikan sebagai diagnosis dan tidakan terhadap respons manusia pada
masalah kesehatan aktual atau professional dan situasi kehidupan (Nusing: A Social Policy
Statement, 1985; NANDA, 1990).
Calilista Roy (1976) mendefinisikan keperawatan merupakan definisi ilmiah yang
berorientasi pada praktik keperawatan yang memiliki sekumpulan pengetahuan yang memiliki
sekumpulan pengetahuan untuk memberikan pelayanan kepada klien. Dari beberapa definisi
di atas dapat disimpulkan bahwa keperawatan adalah upaya pemberian pelayanan atau asuhan
keperawatan yang bersifat humanistic dan professional, holistic berdasarkan ilmu dan kiat,
standar pelayanan dengan berpegang teguh kepada kode etik yang melandasi perawat
professional secara mandiri atau melalui upaya kolaborasi.
Peran perawat adalah melaksanakan pelayanan keperawatan dalam suatu sistem
pelayanan kesehatan sesuai dengan kebijakan umum pemerintah yang berlandaskan pancasila,
khususnya pelayanan atau asuhan keperawatan kepada individu, keluarga, kelompok, dan
komunitas berdasarkan kaidah-kaidah, yaitu:
a. Menunjukkan sikap kepemimpinan dan bertanggungjawab dalam mengelola asuhan
keperawatan.
b. Berperan aktif dalam kegiatan penelitian di bidang keperawatan dan menggunakan hasil
dari teknologi untuk meningkatkan mutu dan jangkauan pelayanan atau asuhan
keperawatan.
c. Berperan aktif dalam mendidik dan melatih pasien dalam kemandirian untuk hidup sehat.
d. Mengembangkan diri terus menerus untuk meningkatkan kemampuan professional.
e. Memelihara dan mengembangkan kepribadian serta sikap yang sesuai dengan etika
keperawatan dalam melaksanakan profesinya. Berfungsi sebagai anggota masyarakat yang
berperan aktif, reproduktif, terbuka untuk menerima perubahan serta berorientasi kemasa
depan, sesuai dengan perannya.
Di bawah ini peran perawat secara umum, yaitu:
a. Meyakinkan bahwa perusahaan memenuhi peraturan perundang-undangan.
b. Mengembangkan program surveillance kesehatan.
c. Melakukan konseling.
d. Melakukan koordinasi untuk kegiatan promosi kesehatan dan fitness.
e. Melakukan penilaian bahaya potensial kesehatan dan keselamatan di tempat
kerja.
f. Mengelola penatalaksanaan akibat kerja dan pertolongan pertama pada kecelakaan serta
masalah primer di perusahaan
g. Melaksanakan evaluasi kesehatan dan kecelakaan kerja.
h. Konsultasi dengan pihak manajemen dan pihak lain yang diperlukan.
i. Mengelola pelayanan kesehatan, termasuk merencanakan, mengembangkan dan
menganalisa program, pembiayaan, staffing serta administrasi umum.
Selain itu, peran perawat menurut konsirsium ilmu kesehatan tahun 1989, terdiri dari:
a. Peran perawat sebagai pemberi asuhan keperawatan
b. Peran perawat sebagai advokat klien
c. Peran perawat sebagai edukator
d. Peran perawat sebagai koordinator
e. Peran perawat sebagai kolaborator
f. Peran perawat sebagai konsultan
g. Peran perawat sebagai pembaruan
2. Transkultur
Transkultural terdiri atas dua kata dasar yaitu “trans” yang berarti “berpindah” atau “suatu
perpindahan” dan satu kata lagi yaitu “kultur” yang berarti “kebudayaaan”. Kultur atau
keudayaan adalah suatu cara hidup yang berkembang dan dimiliki bersama oleh sebuah
kelompok orang dan diwariskan dari generasi ke generasi. Budaya terbentuk dari banyak
unsur yang rumit, termasuk sistem agama dan politik, adat istiadat, bahasa, perkakas, pakaian,
bangunan, dan karya seni. Bahasa, sebagaimana juga budaya, merupakan bagian tak
terpisahkan dari diri manusia sehingga banyak orang cenderung menganggapnya diwariskan
secara genetis. Ketika seseorang berusaha berkomunikasi dengan orang-orang yang berbeda
budaya dan menyesuaikan perbedaan-perbedaannya, membuktikan bahwa budaya itu
dipelajari. Budaya juga merupakan suatu pola hidup menyeluruh. budaya bersifat kompleks,
abstrak, dan luas. Banyak aspek budaya turut menentukan perilaku komunikatif. Unsur-unsur
sosio-budaya ini tersebar dan meliputi banyak kegiatan sosial manusia (Wikipedia bahasa
Indonesia). Secara singkat keperawatan transkultural atau transkultural nursing dapat diartikan
sebagai keperawatan lintas budaya.
3. Transcultural nursing
Transcultural nursing adalah suatu area/wilayah keilmuwan budaya pada proses belajar dan
praktek keperawatan yang fokus memandang perbedaan dan kesamaan diantara budaya
dengan menghargai asuhan, sehat, sakit didasarkan pada nilai budaya manusia, kepercayaan
dan tindakan, dan ilmu ini digunakan untuk memberikan asuhan keperawatan khususnya
budaya atau keutuhan budaya kepada manusia (leininger, 2002)

C. Pengertian Pengkajian Transkultural Nursing


Pengkajian adalah proses mengumpulkan data untuk mengidentifikasi
masalah kesehatan klien sesuai dengan latar belakang budaya klien (Giger and
Davidhizar, 1995).
D. Pengertian Diagnosis Transkultural Nursing
diagnosa keperawatan transkultural merupakan pengkajian dan penilaian tentang respon
klien sesuai latar belakang budayanya yang dapat dicegah, diubah atau dikurangi melalui
intervensi keperawatan. (Giger and Davidhizar, 1995).

E. Transkultural Dalam Praktek Keperawatan


1.      Konsep Perilaku
Perilaku merupakan basil hubungan antara perangsang (stimulus) dan respon Skinner,
cit. Notoatmojo 1993). Perilaku tersebut dibagi lagi dalam 3 domain yaitu kognitif, afektif
dan psikomotor. Kognitif diukur dari pengetahuan, afektif dari sikap psikomotor dan
tindakan (keterampilan). Pengetahuan diperoleh dari pengalaman, selain guru, orangtua,
teman, buku, media massa (WHO 1992). Menurut Notoatmojo (1993), pengetahuan
merupakan hasil dari tabu akibat proses penginderaan terhadap suatu objek. Penginderaan
tersebut terjadi sebagian besar dari penglihatan dan pendengaran. Pengetahuan yang cakap
dalam koginitif mempunyai enam tingkatan, yaitu : mengetahui, memahami, menggunakan,
menguraikan, menyimpulkan dan evaluasi.
Menurut Notoatmojo (1993) sikap merupakan reaksi yang masih tertutup, tidak dapat
terlihat langsung. Sikap hanya dapat ditafsirkan dari perilaku yang nampak. Azwar (1995)
menyatakan sikap merupakan kesiapan untuk bereaksi terhadap suatu objek dengan cara
tertentu, bentuk reaksinya dengan positif dan negatif sikap meliputi rasa suka dan tidak
suka, mendekati dan menghindari situasi, benda, orang, kelompok, dan kebijaksanaan
social (Atkinson dkk, 1993). Menurut Harvey & Smith (1997) sikap, keyakinan dan
tindakan dapat diukur. Sikap tidak dapat diamati secara langsung tetapi sikap dapat
diketahui dengan cara menanyakan terhadap yang bersangkutan dan untuk menanyakan
sikap dapat digunakan pertanyaan berbentuk skala. .Perubahan perilaku dalam diri
seseorang dapat terjadi melalui proses belajar. Belajar diartikan sebagai proses perubahan
perilaku yang didasari oleh perilaku terdahulu.Dalam proses belajar ada tiga unsur pokok
yang saling berkaitan yaitu masukan (input), proses, dan keluaran (output) (Notoatmojo
1993).
Ada beberapa hal yang mempengaruhi perilaku seseorang, sebagian terletak di dalam
individu sendiri yang disebut faktor intern dan sebagian terletak diluar dirinya yang disebut
faktor ekstern, yaitu faktor lingkungan.
Azwar (1995) menyatakan bahwa sekalipun diasumsikan bahwa sikap merupakan
predisposisi evaluasi yang banyak menentukan cara individu bertindak, akan tetapi sikap
dan tindakan seringkali jauh berbeda. Hal ini karena tindakan nyata ditentukan tidak hanya
oleh sikap, akan tetapi oleh berbagai faktor eksternal lainnya. Sikap tidaklah sama dengan
perilaku, dan perilaku tidaklah selalu mencerminkan sikap seseorang, sebab seringkali
terjadi bahwa seseorang memperlihatkan tindakan yang bertentangan dengan sikapnya.
Sikap seseorang dapat berubah dengan diperolehnya tambahan informasi tentang objek
tersebut, melalui persuasi serta tekanan dari kelompok sosialnya (Sarwono 1993).

2.      Perilaku Sehat Dan Perilaku Sakit


Berdasarkan batasan perilaku dari Skiner tersebut, maka perilaku kesehatan adalah suatu
respons seseorang (organisme) terhadap stimulus objek yang berkaitan dengan sakit dan
penyakit, sistem pelayanan kesehatan, makanan dan minuman, serta lingkungan. Dari
batasan ini, perilaku kesehatan dapat diklasifikasikan sebagai berikut :
a. Perilaku pemeliharaan kesehatan (health maintanance). Adalah perilaku atau usaha-usaha
seseorang untuk memelihara atau menjaga kesehatan agar tidak sakit dan usaha untuk
penyembuhan bilamana sakit. Oleh sebab itu perilaku pemeliharaan kesehatan ini terdiri
dari tiga aspek.
   Perilaku pencegahan penyakit, dan penyembuhan penyakit bila sakit, serta pemulihan
kesehatan bilamana telah sembuh dari penyakit.
   Perilaku peningkatan kesehatan, apabila seseorang dalam keadaan sehat. Perlu
dijelaskan di sini, bahwa kesehatan itu sangat dinamis dan relatif, maka dari itu orang
yang sehatpun perlu diupayakan supaya mencapai tingkat kesehatan yang seoptimal
mungkin.
    Perilaku gizi (makanan dan minuman). Makanan dan minuman dapat memelihara dan
meningkatkan kesehatan seseorang, tetapi sebaliknya makanan dan minuman dapat
menjadi penyebab menurunnya kesehatan seseorang, bahkan dapat mendatangkan
penyakit. Hal ini sangat tergantung pada perilaku orang terhadap makanan dan
minuman tersebut.
b. Perilaku pencarian dan penggunaan sistem atau fasilitas pelayanan kesehatan, atau sering
disebut perilaku pencairan pengobatan (health seeking behavior) Perilaku ini adalah
menyangkut upaya atau tindakan seseorang pada saat menderita penyakit dan atau
kecelakaan. Tindakan atau perilaku ini dimulai dari mengobati sendiri (self treatment)
sampai mencari pengobatan ke luar negeri.
1) Perilaku kesehatan lingkungan Adalah bagaimana seseorang merespons lingkungan,
baik lingkungan fisik maupun sosial budaya, dan sebagainya. Sehingga lingkungan
tersebut tidak mempengaruhi kesehatannya. Dengan perkataan lain, bagaimana
seseorang mengelola lingkungannya sehingga tidak mengganggu kesehatannya
sendiri, keluarga, dan masyarakatnya. Seorang ahli lain (Becker, 1979: 214) membuat
klasifikasi l ain tentang perilaku kesehatan ini.
2) Perilaku hidup sehat Adalah perilaku-perilaku yang berkaitan dengan upaya atau
kegiatan seseorang untuk mempertahankan dan meningkatkan kesehatannya. Perilaku
ini mencakup antara lain:
-     Makan dengan menu seimbang (appropriate diet)
-     Olahraga teratur, yang juga mencakup kualitas (gerakan)
-     Tidak merokok.
-     Tidak minum-minuman keras dan narkoba.
-     Istirahat cukup.
-     Mengendalikan stres.
-     Perilaku atau gaya hidup lain yang positif bagi kesehatan, misalnya : tidak
berganti-ganti pasangan dalam hubungan seks, penyesuaian diri kita dengan
lingkungan, dan sebagainya
3) Perilaku sakit (illness behavior) Perilaku sakit ini mencakup respons seseorang
terhadap sakit dan penyakit, persepsinya terhadap sakit, pengetahuan tentang:
penyebab dan gejala penyakit, pengobatan penyakit, dan sebagainya.
4) Perilaku peran sakit (the sick role behavior) Dari segi sosiologi, orang sakit (pasien)
mempunyai peran, yang mencakup hak-hak orang sakit (right) dan kewajiban sebagai
orang sakit (obligation). Hak dan kewajiban ini harus diketahui oleh orang sakit
sendiri maupun orang lain (terutama keluarganya), yang selanjutnya disebut perilaku
peran orang sakit (the sick role). Perilaku ini meliputi: :
   Tindakan untuk memperoleh kesembuhan.
     Mengenal / mengetahui fasilitas atau sarana pelayanan penyembuhan penyakit
yang layak.
Mengetahui hak (misalnya: hak memperoleh perawatan, memperoleh pelayanan
kesehatan, dsb) dan kewajiban orang sakit (memberitahukan penyakitnya kepada
orang lain terutama kepada dokter/petugas kesehatan, tidak menularkan penyakit
kepada orang lain, dan sebagainya)

F. Implikasi Transkultural Dalam Praktek Keperawatan


1.   Keperawatan
Asuhan keperawatan adalah suatu proses atau rangkaian kegiatan pada praktik
keperawatan yang diberikan kepada klien sesuai dengan latar belakang budayanya.
Asuhan keperawatan ditujukan memnadirikan individu sesuai dengan budaya klien.
Strategi yang digunakan dalam asuhan keperawatan adalah perlindungan/
mempertahankan budaya, mengakomodasi/ negoasiasi budaya dan mengubah/ mengganti
budaya klien (Leininger, 1991).
a. Mempertahankan budaya dilakukan bila budaya pasien tidak bertentangan dengan
kesehatan. Perencanaan dan implementasi keperawatan diberikan sesuai dengan nilai-
nilai yang relevan yang telah dimiliki klien sehingga klien dapat meningkatkan atau
mempertahankan status kesehatannya, misalnya budaya berolahraga setiap pagi
b.  Negosiasi budaya. Intervensi dan implementasi keperawatan pada tahap ini dilakukan
untuk membantu klien beradaptasi terhadap budaya tertentu yang lebih menguntungkan
kesehatan. Perawat membantu klien agar dapat memilih dan menentukan budaya lain
yang lebih mendukung peningkatan kesehatan, misalnya klien sedang hamil
mempunyai pantang makan yang berbau amis, maka ikan dapat diganti dengan sumber
protein hewani yang lain.
c. Restrukturisasi budaya klien dilakukan bila budaya yang dimiliki merugikan status
kesehatan. Perawat berupaya merestrukturisasi gaya hidup klien yang biasanya
merokok menjadi tidak merokok. Pola rencana hidup yang dipilih biasanya yang lebih
menguntungkan dan sesuai dengan keyakinan yang dianut
2.      Proses keperawatan
Model konseptual yang dikembangkan oleh Leininger dalam menjelaskan asuhan
keperawatan dalam konteks budaya digambarkan dalam bentuk matahari terbit (Sunrise
Model). Geisser (1991) menyatakan bahwa proses keperawatan ini digunakan oleh
perawat sebagai landasan berfikir dan memberikan solusi terhadap masalah klien (Andrew
and Boyle, 1995). Pengelolaan asuhan keperawatan dilaksanakan dari mulai tahap
pengkajian, diagnosa keperawatan, perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi.
a)      Pengkajian
Pengkajian adalah proses mengumpulkan data untuk mengidentifikasi masalah kesehatan
klien sesuai dengan latar belakang budaya klien. Pengkajian dirancang berdasarkan 7
komponen yang ada pada "Sunrise Model"
7 KOMPONEN DALAM PENGKAJIAN TRANSCULTURAL NURSING
1.  Faktor teknologi (tecnological factors)
Teknologi kesehatan memungkinkan individu untuk memilih atau mendapat penawaran
menyelesaikan masalah dalam pelayanan kesehatan. Perawat perlu mengkaji : persepsi
sehat sakit, kebiasaan berobat atau mengatasi masalah kesehatan, alasan mencari bantuan
kesehatan, alasan klien memilih pengobatan alternatif dan persepsi klien tentang
penggunaan dan pemanfaatan teknologi untuk mengatasi permasalahan kesehatan saat ini.
2.      Faktor agama dan falsafah hidup (religious and philosophical factors)
Agama adalah suatu simbol yang mengakibatkan pandangan yang amat realistis bagi para
pemeluknya. Agama memberikan motivasi yang sangat kuat untuk menempatkan
kebenaran di atas segalanya, bahkan di atas kehidupannya sendiri. Faktor agama yang
harus dikaji oleh perawat adalah: agama yang dianut, status pernikahan, cara pandang klien
terhadap penyebab penyakit, cara pengobatan dan kebiasaan agama yang berdampak positif
terhadap kesehatan.
3.      Faktor sosial dan keterikatan keluarga (kinship and social factors)
Perawat pada tahap ini harus mengkaji faktor-faktor : nama lengkap, nama panggilan, umur
dan tempat tanggal lahir, jenis kelamin, status, tipe keluarga, pengambilan keputusan dalam
keluarga, dan hubungan klien dengan kepala keluarga.
4.      Nilai-nilai budaya dan gaya hidup (cultural value and life ways)
Nilai-nilai budaya adalah sesuatu yang dirumuskan dan ditetapkan oleh penganut budaya
yang dianggap baik atau buruk. Norma-norma budaya adalah suatu kaidah yang
mempunyai sifat penerapan terbatas pada penganut budaya terkait. Yang perlu dikaji pada
faktor ini adalah: posisi dan jabatan yang dipegang oleh kepala keluarga, bahasa yang
digunakan, kebiasaan makan, makanan yang dipantang dalam kondisi sakit, persepsi sakit
berkaitan dengan aktivitas sehari-hari dan kebiasaan membersihkan diri.
5.      Faktor kebijakan dan peraturan yang berlaku (political and legal factors)
Kebijakan dan peraturan rumah sakit yang berlaku adalah segala sesuatu yang
mempengaruhi kegiatan individu dalam asuhan keperawatan lintas budaya (Andrew and
Boyle, 1995). Yang perlu dikaji pada tahap ini adalah: peraturan dan kebijakan yang
berkaitan dengan jam berkunjung, jumlah anggota keluarga yang boleh menunggu, cara
pembayaran untuk klien yang dirawat
6.      Faktor ekonomi (economical factors)
Klien yang dirawat di rumah sakit memanfaatkan sumber-sumber material yang dimiliki
untuk membiayai sakitnya agar segera sembuh. Faktor ekonomi yang harus dikaji oleh
perawat diantaranya: pekerjaan klien, sumber biaya pengobatan, tabungan yang dimiliki
oleh keluarga, biaya dari sumber lain misalnya asuransi, penggantian biaya dari kantor atau
patungan antar anggota keluarga
7.      Faktor pendidikan (educational factors)
Latar belakang pendidikan klien adalah pengalaman klien dalam menempuh jalur
pendidikan formal tertinggi saat ini. Semakin tinggi pendidikan klien maka keyakinan klien
biasanya didukung oleh buktibukti ilmiah yang rasional dan individu tersebut dapat belajar
beradaptasi terhadap budaya yang sesuai dengan kondisi kesehatannya. Hal yang perlu
dikaji pada tahap ini adalah: tingkat pendidikan klien, jenis pendidikan serta
kemampuannya untuk belajar secara aktif mandiri tentang pengalaman sakitnya sehingga
tidak terulang kembali.
b)   Diagnosa keperawatan
Diagnosa keperawatan adalah respon klien sesuai latar belakang budayanya yang dapat
dicegah, diubah atau dikurangi melalui intervensi keperawatan (Giger and Davidhizar,
1995). Terdapat tiga diagnosa keperawatan yang sering ditegakkan dalam asuhan
keperawatan transcultural yaitu: gangguan komunikasi verbal berhubungan dengan
perbedaan kultur,
gangguan interaksi sosial berhubungan disorientasi sosiokultural dan ketidakpatuhan dalam
pengobatan berhubungan dengan sistem nilai yang diyakini.
c)      Perencanaan dan Pelaksanaan
Perencanaan dan pelaksanaan dalam keperawatan trnaskultural adalah suatu proses
keperawatan yang tidak dapat dipisahkan. Perencanaan adalah suatu proses memilih strategi
yang tepat dan pelaksanaan adalah melaksanakan tindakan yang sesuai denganlatar belakang
budaya klien (Giger and Davidhizar, 1995). Ada tiga pedoman yang ditawarkan dalam
keperawatan transkultural (Andrew and Boyle, 1995) yaitu : mempertahankan budaya yang
dimiliki klien bila budaya klien tidak bertentangan dengan kesehatan, mengakomodasi
budaya klien bila budaya klien kurang menguntungkan kesehatan dan merubah budaya klien
bila budaya yang dimiliki klien bertentangan dengan kesehatan.
1) Cultural care preservation/maintenance
 Identifikasi perbedaan konsep antara klien dan perawat
 Bersikap tenang dan tidak terburu-buru saat berinterkasi dengan klien
 Mendiskusikan kesenjangan budaya yang dimiliki klien dan perawat
2) Cultural careaccomodation/negotiation
 Gunakan bahasa yang mudah dipahami oleh klien
 Libatkan keluarga dalam perencanaan perawatan
 Apabila konflik tidak terselesaikan, lakukan negosiasi dimana kesepakatan berdasarkan
pengetahuan biomedis, pandangan klien dan standar etik.
3) Cultual care repartening/reconstruction
 Beri kesempatan pada klien untuk memahami informasi yang diberikan dan
melaksanakannya
 Tentukan tingkat perbedaan pasien melihat dirinya dari budaya kelompok
 Gunakan pihak ketiga bila perlu
 Terjemahkan terminologi gejala pasien ke dalam bahasa kesehatan yang di pahami oleh
klien dan orang tua.
 Berikan informasi pada klien tentang sistem pelayanan kesehatan
 Perawat dan klien harus mencoba untuk memahami budaya masing-masing melalui
proses akulturasi, yaitu proses mengidentifikasi persamaan dan perbedaan budaya yang
akhirnya akan memperkaya budaya budaya mereka.
 Bila perawat tidak memahami budaya klien maka akan timbul rasa tidak percaya
sehingga hubungan terapeutik antara perawat dengan klien akan terganggu. Pemahaman
budaya klien amat mendasari efektifitas keberhasilan menciptakan hubungan perawat
dan klien yang bersifat terapeutik.
d)     Evaluasi
Evaluasi asuhan keperawatan dilakukan terhadap keberhasilan klien tentang
mempertahankan budaya yang sesuai dengan kesehatan, mengurangi budaya klien yang
tidak sesuai dengan kesehatan atau beradaptasi dengan budaya baru yang mungkin sangat
bertentangan dengan budaya yang dimiliki klien. Melalui evaluasi bisa diketahui latar
belakang budaya pasien.

G. Gambaran Masyarakat Terhadap Kasus Yang Berkaitan Dengan Transkultural


Nursing
Peran perawat dalam transkultural nursing yaitu menjembatani antara sistem perawatan
yang dilakukan masyarakat awam dengan sistem perawatan melalui asuhan keperawatan.
Tindakan keperawatan yang diberikan harus memperhatikan 3 prinsip asuhan keperawatan
yaitu:
1.   Culture care preservation / maintenance
Yaitu prinsip membantu, memfasilitasi/memerhatikan fenomena budaya guna membantu
individu menentukan tingkat kesehatan dan guna hidup yang diinginkan
2.    Culture care accommodation / negotiation
Yaitu prinsip membantu, memerhatikan fenomena buadaya yang ada, yang merefleksiakan
cara untuk beradaptasi, bernegosiasi / mempertimbangkan kondisi kesehatan dan gaya
hidup klien
3.   Culture care repatterning / restructuring
Yaitu prinsip merekonstruksi / mengubah desain untuk membantu memperbaiki kondisi
kesehatan dan pola hidup klien ke arah yang lebih baik.
Dalam praktik proses diagnosa transkultural nursing, ditemukan fakta bahwa persepsi
masyarakat tentang terjinya penyakit antara daerah yang satu dengan daerah yang lain
terdapat perbedaan, hal tersebut bergantung pada kebudayaan yang ada dan berkembang di
dalam mansyarakat tersebut. Persepsi kejadian penyakit yang berlainan dengan ilmu
kesehatan sampai saat ini masih ada di masyarakat, hal tersebut telah menjadi hal yang turun
temurun dari satu generasi ke generasi berikutnya dan bahkan dapat berkembang luas.
Berikut ini adalah contoh persepsi atau gambaran masyarakat tentang salah satu penyakit.
Sebagai contoh adalah persepsi masyarakat di beberapa pedesaan daerah Papua mengenai
penyakit malaria.
    Makanan pokok penduduk di daerah tersebut adalah sagu yang tumbuh di daerah rawa-
rawa. Tidak jauh dari wilayah pemukiman mereka adalah daerah hutan dengan pepohonan
yang lebat. Penduduk desa tersebut beranggapan bahwa hutan itu memiliki penguasa gaib
yang dapat menghukum setiap orang yang melanggar ketentuannya. Pelangaran yang
dilakukan dapat berupa menebang pohon, membabat hutan untuk area pertanian, dan
sebagainya. Siapa yang melanggar ketentuan dari penguasa gaib tersebut akan diganjar
dengan penyakit berupa demam tinggi, menggigil, dan muntah. Penyakit tersbut dapat
sembuh dengan cara memohon ampun kepada penguasa hutan, kemudian memetik daun
dari pohon tertentu yang kemuadian dibuat menjadi ramuan untuk diminum dan dioleskan
ke seluruh tubuh penderita. Dalam beberapa hari kemuadian penderita akan sembuh.
Persepsi masyarakat mengenai penyakit diperoleh dan ditentukan dari penuturan
sederhana dan mudah secara turun temurun. Misalnya penyakit akibat kutukan makhluk
gaib, roh-roh jahat, dan sebagainya.
Kepercayaan-kepercayaan berdasarkan cerita auatu penuturan secara turun-temurun
tersebut adalah faktor utama yang mempengaruhi persepsi masyarakat di suatu daerah
mengenai timbulnya gejala suatu penyakit.
Itulah contoh persepsi masyarakat mengenai kasus transkultural nursing. Sebagaimana
yang telah dibahas di awal bahwa keperawatan transkultural merupakan kajian mengenai
studi tentang budaya dan kepercayaan masyarakat mengenai persepsi meraka tentang
penyebab timbulnya fenomena suatu penyakit di lingkungan yang tempat mereka tinggal.
Dalam hal semacam ini Peran perawat transkultural sangatlah diperlukan untuk melakukan
pengkajian terhadap respon masyarakat seperti pada contoh di atas mengenai penyebab
fenomena timbulnya suatu penyakit dan cara mereka dalam melakukan penyembuhan
berdasarkan aspek latar belakang budaya yang mereka miliki. Kemudian peran perawat
transkultural selanjutnya adalah menjembatani antara sistem perawatan yang dilakukan
masyarakat awam dengan sistem perawatan prosfesional melalui asuhan keperawatan
berdasarkan ilmu pengetahuan dan dasar teori yang jelas dan telah terbukti. Sehingga diharapkan
masyarakat tersebut dapat beralih dari kebiasaan lama mereka dan merubah cara pandang dan
pola pikir terhadap kesehatan menjadi lebih baik. Sesuai dengan standar ilmu pengetahuan dan
teklogi di bidang kesehatan yang telah maju.
Selain hal tersebut di atas, diharapkan juga dengan adanya pemahaman yang disampaikan
tersebut masyarakat tidak lagi menggunakan cara-cara tradisional seperti menggunakan
dedaunan dengan komposisi kandungan yang belum jelas dalam pengobatan. Terlebih lagi
adalah paradigma pengobatan berdasarkan praktik-praktik perdukunan dengan metode
pemberian mantra atau jampi-jampi oleh pemuka adat atau pun dukun.

Anda mungkin juga menyukai