Anda di halaman 1dari 38

EDISI REVISI

TEORI KONFLIK

Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Teori Sosiologi
dengan dosen pengampu Dr. H. Zulfi Mubaraq, M.Ag

Di susun oleh kelompok 4:

Ketua Nisa Arifatul Husna (18130006)

Sekertaris Ayu Nur Kumala (18130080)

KELAS P IPS B

JURUSAN PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL

FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI MAULANA MALIK IBRAHIM MALANG

18 MARET 2020
i

Daftar isi

Daftar isi ................................................................................................................. i


Bab I
PENDAHULUAN .................................................................................................. ii
a. Latar belakang ............................................................................................. ii
b. Rumusan masalah ....................................................................................... ii
c. Tujuan ........................................................................................................ iii
Bab II
PEMBAHASAN ....................................................................................................1
a. Pengertian Teori konflik secara etimologi dan epistimologi .......................1
b. Biografi kelahiran, keluarga, pendidikan, karya, kematian tokoh teori
konflik ..........................................................................................................3
c. Pokok- pokok pemikiran tokoh teori konflik ...............................................8
Bab III
ANALISIS ATAU DISKUSI ...............................................................................31
Bab IV
KESIMPULAN .....................................................................................................32
DAFTAR PUSTAKA ..........................................................................................33
ii

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Alhamdulillah, senantiasa kami ucapkan puji syukur kehadirat Allah
SWT yang telah memberikan rahmat serta hidayahnya, kepada kami. Sehingga
kami dapat menyelesaikan tugas mata kuliah teori sosiologi, yang telah
diberikan oleh dosen pengampu mata kuliah teori sosiologi yaitu Dr. H. Zulfi
Mubaraq, M.Ag. yakni makalah yang membahas tentang “Teori Koflik” , dan
tidak lupa kami meminta kesediaan pembaca untuk memberikan kritik serta
saran yang membangun mengenai penulisan makalah kami ini. Karena kami
menyadari masih banyak kekurangan yang terdapat didalam makalah yang
kami buat. Mohon maaf, apabila terdapat kesalahan dalam penulisan makalah
ini, semoga makalah ini dapat memberikan manfaat dan berguna bagi para
pembaca.

Pentingnya makalah ini di bahas adalah sebagai mahkluk sosial yang


berada di masyarakat, pastinya banyak terjadi pertikaian dan pertentangan di
masyarakat tersebut yang biasa disebut dengan konflik sosial. Dengan makalah
ini diharapakan pembaca makalah ini bisa mengetahui konflik beserta
penyebabanya menurut teori- teori yang digunakan oleh para ahli seperti Karl
Marx, Marx Weber, Ralf Dahrendorf, dan Lewis A. Coser.

Pembahasan makalah ini dalam Bab I tentang pendahuluan yang berisi


latar belakang, rumusan masalah, dan tujuan memahami Teori Konflik, Bab II
pembahasan pengertian teori dan konflik, riwayat kehidupan dan pokok- pokok
pemikirannya oleh para ahli sesuai dengan rumusan masalah dan Bab III
tentang Analisis atau Diskusi, yang membahas tentang hasil diskusi. Dan Bab
IV tentang kesimpulan dari awal dan akhir. dalam pembahasan teori konflik ini
beberapa tokoh menjelaskan tentang masyarakat berkewenangan dan
masyarakat yang tidak berkewenangan.
iii

B. Rumusan Masalah
a. Apa Pengertian teori konflik secara etimologi dan epistimologi?
b. Bagaimana riwayat kelahiran, keluarga, pendidikan, karya dan kematian
Karl Marx, Marx Weber, Ralf Dahendorf dan Lewis A. Coser?

c. Bagaimana Pokok- Pokok pemikiran Karl Marx, Marx Weber, Ralf


Dahendorf dan Lewis A. Coser?

C. Tujuan
a. Untuk memahami pengertian teori konflik secara etimologi dan
epistimologi

b. Untuk memahami riwayat, keluarga, pendidikan karya dan kematian Karl


Marx, Marx Weber, Ralf Dahendrof dan Lewis A. Coser
c. Untuk memahami pokok- pokok pemikiran Karl Marx, Marx Weber, Ralf
Dahendrof dan Lewis A. Coser
1

BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Teori Konflik secara etimologi dan epistimologi
Teori secara etimologi adalah pendapat, argumentasi, pemikiran. Secara
epistimologi teori adalah pendapat yang didasarkan pada penelitian dan
penemuan, didukung oleh data dan argumentasi, penyelidikan eksperimental
yang mampu menghasilkan fakta berdasarkan ilmu pasti, logika, metodologi,
argumentasi1. Suatu teori pada hakikatnya merupakan hubungan antara dua
fakta atau lebih, atau pengaturan fakta menurut cara- cara tertentu. Fakta
tersebut merupakan sesuatu yang dapat di amati dan pada umumnya dapat diuji
secara empiris. Oleh sebab itu dalam bentuknya yang paling sederhana, suatu
teori merupakan hubungan antara dua variabel atau lebih yang telah diuji
kebenarannya. Suatu variabel merupakan karakteristik dari orang- orang
benda- benda atau keadaan yang mempunyai nilai- nilai yang berbeda2.

Konflik secara etimologi adalah pertentangan, atau berasal dari bahasa


latin coflictus, yang artinya pertentangan3. Konflik secara epistimologi atau
istilah adalah perbedaan antara individu atau kelompok sosial. Jadi konflik
adalah perbedaan atau pertentangan anatara individu atau kelompok sosial yang
terjadi karena perbedaan kepentingan, serta adanya usaha memenuhi tujuan
dengan jalan menentang pihak lawan disertai dengan ancaman atau kekerasan4.
Definisi konflik menurut para ahli sangat bervariasi atau bermacam- macam
karena melihat konflik dari sudut pandangannya atau perspektif yang berbeda-
beda, akan tetapi secara umum konflik dapat digambarkan sebagai beraturan
kepentingan antara dua pihak atau lebih. Salah satu pihak merasa diperlukan

1
Kamus KBBI.diakses pada tanggal 07 februari 2020 pukul 23.06
2
Soerjono soekanto.Sosiologi suatu pengantar.Jakarta; PT Raja Grafindo Persada. 2002
3
Nasikun, Sistem sosial indonesia.Jakarta: PT. Raja Grafindo persada.1995.jurnal uinsby.diakses
pada tanggal 01 januari 2020 pukul 19.56
4
Jurnal Uny.2006.kajian konflik bab2. diakses pada tanggal 01 januari 2020 pukul 19.47
2

secara tidak adil, kemudian merasa kecewa. kekecewaan itu dapat diwujudkan
melalui konflik dengan cara- cara yang legal dan tidak legal.

Dapat diartikan juga konflik adalah sebagai hubungan antara dua pihak
atau lebih (individu atau kelompok) yang memiliki atau merasa sasaran-
sasaran yang tidak sejalan. proposisi yang mengemukakan pandangan
sistematis tentang segala dengan menjabarkan relasi di antara variabel untuk
menjelaskan dan meramalkan gejala tersebut. Konflik ini terjadi di antara
kelompok- kelompok dengan tujuan untuk memperebutkan hal- hal yang sama.
Konflik juga merupakan sebagian dari kehidupan manusia yang tidak lenyap
dari sejarah. Selama manusia masih hidup, koflik terus ada dan tidak mungkin
manusia menghapus konflik terus ada dan tidak mungkin manusia menghapus
konflik dari dunia ini, baik konflik antara individu dengan individu, dengan
kelompok maupun kelompok yang ada dalam lingkungan hidup masyarakat.
Konflik mewarnai kehidupan masyarakat yang mencakup aspek politik, sosial,
ekonomi, budaya dan berbagai aspek lainnya. Dengan demikian konflik
merupakan gambaran dari sebuah permainan yang memenangkan kedua belah
pihak maupun yang juga mengalahkan pihak lain seperti kelas konflik yang
terjadi pada masyarakat industri5.

Pada hakikatnya teori konflik muncul sebagai bentuk reaksi atas


tumbuh suburnya teori fungsionalisme struktural yang dianggap kurang
memperhatikan fenomena konflik sebagai salah satu gejala di masyarakat yang
perlu mendapatkan perhatian. teori konflik adalah salah satu perspektif di
dalam sosiologi yang memandang masyarakat sebagai satu sistem yang terdiri
dari bagian atau komponen yang mempunyai kepentingan yang berbeda- beda
dimana komponen yang satu beusaha menaklukan kepentingan yang lain guna
memenuhi kepentingan yang lain atau memperoleh keuntungan yang sebesar-
besarnya.

Pada dasarnya pandangan teori konflik tentang masyarakat sebenarnya


tidak banyak berbeda dengan pandangan teori fungsional struktural, sebab

5
Nasikun, Sistem sosial indonesia.Jakarta: PT. Raja Grafindo persada.1995.jurnal uinsby.diakses
pada tanggal 01 januari 2020 pukul 19.56
3

keduannya sama- sama memandang masyarakat sebagai satu sistem yang


terdiri dari bagian- bagian. Perbedaan antara teori konflik dan fungsionalisme
struktural terletak pada asumsi yang berbeda tentang elemen- elemen
pembentuk masyarakat. Pandangan teori struktural fungsional menempatkan
elemen- elemen sosial dalam keadaan saling berhubungan secara normal dan
saling mendukung kelangsungan hidup sistem sosial, sementara teori konflik
sosial memandang antara elemen sosial memiliki kepentingan dan pandangan
yang berbeda. Perbedaan kepentingan dan pandangan tersebut yang memicu
terjadinya konflik sosial yang berujung saling mengalahkan, melenyapkan,
memusnahkan diantara elemen tersebut 6.

Konflik dilatarbelakangi oleh perbedaan ciri-ciri yang dibawa individu


dalam suatu interaksi. Perbedaan-perbedaan tersebut diantaranya adalah
menyangkut ciri fisik, kepandaian, pengetahuan, adat istiadat, keyakinan, dan
lain sebagainya. Dengan dibawa sertanya ciri- ciri individual dalam interaksi
sosial, jadi konflik merupakan situasi yang wajar dalam setiap masyarakat dan
tidak satu masyarakat pun yang tidak pernah mengalami konflik antar
anggotanya atau dengan kelompok masyarakat lainnya, konflik hanya akan
hilang bersamaan dengan hilangnya masyarakat itu sendiri. Konflik
bertentangan dengan integrasi. Konflik dan Integrasi berjalan sebagai sebuah
siklus di masyarakat. Konflik yang terkontrol akan menghasilkan integrasi.
Sebaliknya, integrasi yang tidak sempurna dapat menciptakan konflik. Jadi,
Teori konflik adalah teori yang memandang bahwa perubahan sosial tidak
terjadi melalui proses penyesuaian nilai-nilai yang membawa perubahan, tetapi
terjadi akibat adanya konflik yang menghasilkan kompromi- kompromi yang
berbeda dengan kondisi semula7.

B. Riwayat kelahiran, keluarga, pendidikan, karya, kematian tokoh teori


konflik
1. Karl Marx

6
M Setiadi Elly,Pengantar Sosiologi Pemahaman Fakta dan Gejala Permasalahan sosial, Teori,
Aplikasi dan Pemecahannya. Jakarta: Kencana.2011
7
Pengertian Konflik Sosial, Penyebab, Macam-Macam & Dampaknya
4

Karl Marx lahir pada tanggal 5 Mei 1818 di Their, Reinald Jerman.
Karl Marx lahir dengan nama Karl Heinrich Marx dari keluarga Yahudi. Ia
merupakan putra tertua dari 8 bersaudaradari pasangan Heinrich dan Henrietta
Marx yang dimana ayahnya membuka praktek sebagai seorang pengacara.

Marx dikirim ke sebuah Sekolah Menengah setempat dimana dia


mendapatkan pujian atas kerajinan dan kesopanan serta nada terhormat dari
essai essainya tentang topic topic moral dan agama. dia cukup menguasai
matematika dan teologi, tetapi minat utamanya adalah sastra dan seni. Dia
menamatkan sekolahnya di Trier pada usia tujuh belas tahun. Kemudian pada
tahun 1835, Marx masuk ke Universitas Bonn dan menjadi mahasisawa
fakultas Hukum atas saran dari ayahnya. Disini dia mengusulkan untuk
mengambil sedikitnya 7 mata kuliah mingguan. Diantaranya adalah mata
kuliah Homer, Mitologi, Puisi Latin, dan Seni Modern. Pada akhir semester
musim panas tahun 1836 pindah ke Universitas Berlin dan mengambil filsafat
pada tahun yang sama di musim gugur8.

Ayah Marx adalah pengacara yang sederhana, pemalu, lembut dan


akomodatif maka berbeda dengan anaknya Karl Mark yang memiliki sifat keras
kepala dan mau menang sendiri, memiliki kecerdasan yang tajam, dan memiliki
hasrat intelektual yang amat besar dan tidak bisa diatur. Meskipun begitu
ayahnya selalu mengarahkan kehidupan anak anaknya selama hidupnya
sehingga keluarganya tetap hangat bahkan sampai ia meninggal dunia. Pada
tahun 1843, Mark menikahi Jenny Von Westphallen dan melawan kehendak
sebagian besar keluarga Jenny. Karena Jenny merupakan anak dari keluarga
dengan tingkatan yang lebih tinggi daripada Marx.

Pada tahun 1881, Jenny Marx meninggal dunia karena kanker yang
sudah lama di deritanya. Setelah Jenny meninggal, Marx masih bertahan hidup
sampai dua tahun. Pada tahun 1882, setelah musim dingin yang amat hebat,
Marx di kirim oleh dokternya ke kota Algiers, Afrika Utara untuk

8
Isaiah berlin, Biografi Karl Marx, Surabaya: Pustaka Promethea, 2000
5

penyembuhannya. Marx tiba di kota tersebut dengan membawa penyakit


radang selaput dada yang di jangkitnya selama perjalanan menuju kota tersebut.

Di Afrika Utara ia menghabiskan waktu selama 1 bulan di kota yang teramat


dingin dan basah dan kemudian kembali ke Eropa dalam keadaan sakit dan
lelah. Setelah beberapa minggu sia sia berkelana dari kota satu ke kota yang
lainnya di French Riviera untuk mencari sinar matahari, ia kemudian tinggal di
paris selama beberapa waktu bersama dengan putrinya yang bernama Jenny
Longuet. Kemudian ia kembali ke kota London. Selama perjalanannya ke
London, Marx mendapatkan berita tentang kematian mendadak dari Jenny
Longuet. Karena sangat terpukul akan berita tersebut, ia jatuh sakit pada tahun
berikutnya dengan penyakit abses yang tumbuh di jantungnya.

Pada tanggal 14 Maret 1883, Marx meninggal dunia dalam keadaan


tidur di ruang belajarnya. Marx di makamkan di Highgate dan di tempatkan
berdampingan dengan istrinya. Hasil karya dari Marx meliputi tulisan tulisan
Manifesto Komunis yang di tulis pada tahun 1852, tulisan Herr Vogt pada
tahun 1860, tulisannya yang terkenal adalah Buku Das Kapital yang di
terbitkan pada tahun 1867 9.

2. Max Weber.

Weber lahir pada tahun 1864 dari sebuah keluarga kelas menengah
professional Prusia yang sangat mapan. Ayahnya bernama Max Weber Sr,
ibunya bernama Hellene Fallenstein. Max Weber menikah dengan Marianne
Weber.

Dia belajar di Universitas Heidelberg, Goettingen dan Berlin. Awalnya


Weber merupakan adalah mahasiswa hukum, akan tetapi dia memperoleh
beasiswa dalam berbagai bidang ilmu yaitu hukum, ilmu politik, ekonomi,
sosiologi, perbandingan agama, filsafat sejarah, dan sejarah beberapa bangsa
baik kuno maupun modern. Dia memperoleh gelar professor penuh dalam
bidang ekonomi d Freiburg dalam usia tiga puluh tahun. Hal itu merupakan

9
Ibid.hal 20.
6

sebuah prestasi yang menonjol dalam dunia akademis Jerman yang terkenal
hinarkis dan berorientasi senioritas. Pada tahun 1896 kemudian dia menderita
kelumpuhan syara. Meskipun sudah sembuh sebagian, hal itu tidak
memungkinkan ia untuk mengemban secara penuh jabatan akademis tersebut.
Kehidupannya selama 18 tahun berikutnya terdiri atas periode periode dimana
dia secara parsial dapat menjalankan tugas tugas akademis, larut dalam
produktivitas intelektual secara intensif selama beberapa pecan dan bulan dan
depresinya kembali kambuh dan baru sembuh setelah sering mengadakan
kunjungan ke luar negeri10.

Karya karya Max Weber meliputi Die Verhaltnisse der Landarbeiter im


ostelbischen Deutschland, Gessamelte Aufsatze zur Religionssoziologie,
Gessamelte Aufsatze zur Soziologie and Sozialpolitik, Gessamelte Aufsatze zur

Sozial und Wissenschaftlehre, Gessamelte Aufsatze zur Wissenschaftlehre,


Staatssoziologie: Soziologie des rationale Staates und der modernen
politischen parteien und Parlamente, Wirtscaftgenchichte. Abriss der
universalen Sozial und Wirtscaftgenchichte, Wirscaft und Gesellschaft.
Grundriss der verstehenden Soziologie.

Max Weber meninggal pada tanggal 14 Juni 1920 di Jerman pada umur
56 tahun.

3. Ralf Dahrendorf.

Ralf Dahrendorf lahir pada tahun 1929 di Hamburg, Jerman. Ayahnya


bernama Gustav Dahrendorf dan ibunya bernama Lina. Dahrendorf menikah 3
kali. Dia menikah dengan istri pertamanya yaitu Vera pada tahun 1954 dan
memiliki 3 orang anak yaitu Nicola, Alexandra dan Daphne Dahrendorf.
Kemudian setelah bercerai dengan Vera, Ralf kemudian menikah lagi dengan

10
Dennis Wrong, Max Weber sebuah khazanah, Yogyakarta: Ikon Teralitera, 2003
7

Ellen Joan Krug pada tahun 1980 hingga bercerai pada tahun 2004. Setalah itu,
di tahun yang sama Ralf menikah dengan Cristiane Dahrendorf 11.

Ralf memulai pendidikannya pada tahun 1947-1952, ia belajar filsafat,


psikologi dan sosiologi di Universitas Hamburg, dan tahun 1952 meraih gelar
doktor Filsafat. Tahun 1953-1954, Ralf melakukan penelitian di London
School of Economic, lalu tahun 1956, ia memperoleh gelar Phd di Universitas
London. Kemudian pada Tahun 1957-1960 ia menjadi Professor ilmu sosiologi
di Hamburg. tahun 1960-1964 menjadi Professor ilmu sosiologi di Tubingen.
selanjutnya tahun 1966-1969 menjadi Professor ilmu sosiologi di Konstanz.
Dahrendorf juga menjadi ketua Deutsche Gesellschaft fur Soziologie pada
tahun 1967-1970 dan menjadi anggota Parlemen Jerman di Partai Demokrasi.
Di tahun 1970, ia menjadi anggota komisi di European Commission di
Brussels, dan tahun 1974-1984, ia menjadi direktur London School of
Economics di London.

Kemudian tahun 1984-1986, Ralf menjadi Professor ilmu-ilmu social di


Universitas Konstanz. Dan tahun 1986-1997 menetap di Inggris dan menjadi
warga negara Inggris (1988). Pada tahun 1993, Dahrendorf dianugerahi
penghargaan gelar sebagai Baron Dahrendorf oleh Ratu Elizabeth II di
Wesminister, London, dan di tahun 2007 ia menerima penghargaan dari Princes
of Asturias Award untuk ilmu-ilmu sosial.

Karya dari Ralf Dahrendorf yang bisa di katakana cukup monumental


adalah Class and Class Conflict in Industrial Society tahun 1959, Society and
Democracy in Germany tahun 1967, On Britain tahun 1982 dan The Modern
Social Conflict tahun 1989.

Ralf Dahrendorf meninggal pada tanggal 17 Juni 2009 di Cologne,


Jerman karena menderita kanker12.

11
The Guardian. London: 2007
12
Ibid hal 30
8

4. Lewis A. Coser

Lewis A. Coser lahir pada tahun 1913 di Berlin. Ia lahir dari pasangan
Martin dan Margarett Coser.

Dia belajar di Universitas Columbia pada tahun 1968 dengan


memperoleh gelar ph.Dnya di usianya 41 tahun. Kemudian mendapat gelar
guru besar di Universitas Brandeis dan di Universitas ini pula Coser banyak
berkiprah di dunia sosiologi. Ia juga mengajar di Universitas Chicago dan
Universitas Brandeis. Kegiatan di luar kampus yang sangat mendukung adalah
ketika ia terpilih menjadi presiden American Sosiological Assosiacion (ASA)
pada tahun 197513.

Karya karya Lewis adalah The Function of Social Conflict (1956), The
American Communist Party (1957), Sociological Theory (1964), Political
Sociology (1967), Continuities In The Study of Social Conflict (1967), Masters
of Sociological Thought (1970).

Lewis A. Coser meninggal pada tanggal 8 Juli 2003 di Cambridge,


Amerika di usia 106 tahun.

C. Pokok- Pokok pemikiran Karl Max, Max Weber, Ralf Dahendrof dan
Lewis Coser
1. Teori Konflik Karl Marx.
Ada beberapa pandangan dari Karl Marx tentang kehidupan social
antara lain adalah sebagai berikut :

a. Masyarakat sebagai arena yang di dalamnya terdapat berbagai bentuk


pertentangan.

b. Negara dipandang sebagai pihak yang terlibat aktif dalam pertentangan


dengan berpihak kepada kekuatan yang dominan.

13
Rachmad K. Dwi Susilo, 20 Tokoh Sosiologi Modern Jogjakarta: Ar Ruzz Media, 2008
9

c. Paksaan (coercion) dalam wujud hukum dipandang sebagai faktor


utama untuk memelihara lembaga-lembaga sosial, seperti milik pribadi
(property), perbudakan (slavery), kapital yang menimbulkan
ketidaksamaan hak dan kesempatan. Kesenjangan sosial terjadi dalam
masyarakat karena bekerjanya lembaga paksaan tersebut yang
bertumpu pada cara-carn kekerasan, penipuan, dan penindasan. Dengan
demikian, titik tumpu dari konflik sosial adalah kesenjangan sosial.

d. Negara dan hukum dilihat sebagai alat penindasan yang digu- nakan
oleh kelas yang berkuasa (kapitalis) demi kcuntungan mereka.
e. Kelas-kelas dianggap sebagai kelompok-kelompok sosial yang
mempunyai kepentingan sendiri yang bertentangan satu sama lain,
sehingga konflik tak terelakkan lagi14.

Secara umum pendekatan konflik ini dapat dibagi dua, di antaranya:


sebagaimana dikemukakan oleh Karl Marx yang memandang masyarakat
terdiri dari dua kelas yang didasarkan pada kepemilikan sarana dan alat
produksi (property), yaitu kelas borjuis dan proletar. Kelas borjuis adalah
kelompok yang memiliki sarana dan alat produksi yang dalam hal ini adalah
perusahaan sebagai modal dalam usaha. Kelas proletar adalah kelas yang tidak
memiliki sarana dan alat produksi sehingga dalam pemenuhan akan kebutuhan
ekonominya tidak lain hanyalah menjual tenaganya. Menurut Marx,
masyarakat terintegrasi karena adanya struktur kelas di mana kelas borjuis
menggunakan negara dan hukum untuk mendominasi kelas proletar. Konflik
antar kelas sosial terjadi melalui proses produksi sebagai salah satu kegiatan
ekonomi di mana dalam proses produksi terjadi kegiatan pengeksploitasian
terhadap kelompok proletar oleh kelompok borjuis. Perubahan sosial justru
membawa dampak yang buruk bagi nasib kaum buruh (proletar) karena
perubahan sosial berdampak pada semakin banyaknya jumlah penduduk.
Pertambahan jumlah penduduk akan menyulitkan kehidupan kelompok
proletar karena tuntutan akan lapangan pekerjaan semakin tinggi sementara
jumlah lapangan kerja yang tersedia tidak bertambah (konstan). Tingginya

14
Elly M. Setiadi. Usman Kolip. Pengantar Sosiologi, Jakarta: Kencana Prenada Media Grup, 2011.
10

jumlah penawaran tenaga kerja akan berpengaruh pada rendahnya ongkos


tenaga kerja yang diterimanya, sehingga kehidupan selanjutnya justru kian
buruk Sementara kehidupan kelompok kapitalis (borjuis) akan semakin
berlimpah dengan segala macam kemewahannya. Gejala inilah yang pada
akhirnya menimbulkan ketimpangan sosial yang berujung pangkal pada
konflik sosial. Dengan demikian, akar permasalahan yang menimbulkan
konflik sosial adalah karena tajamnya ketimpangan sosial berikut
eksploitasinya15.

Semakin memburuknya kehidupan kaum proletar dan semakin


timpangnya kesenjangan ekonomi, maka gejala ini mendorong kaum proletar
untuk melakukan perlawanan dalam bentuk revolusi sosial dengan tujuan
menghapus kelas-kelas sosial yang dianggap sebagai biang ketidakadilan.
Dalam teori Marx disebutkan bahwa keadilan sosial akan tercapai jika
kehidupan masyarakat tanpa kelas telah dapat diwujudkan. Dalam kehidupan
masyarakat tanpa kelas, peran negara hanya bersifat sementara waktu saja yaitu
sebagai alat pengendalian diktator proletariat atau kewenangan yang mewakili
golongan proletar. Akan tetapi, di saat masyarakat komunis terbentuk maka
peranan negara akan lenyap dengan sendirinya (withenvay). Peran negara
hanya untuk melenyapkan eksistensi (keberadaan) eksploitasi kapitalistik,
mencegah konter revolusi (revolusi balik) dan memengaruhi perubahan
perubahan ekonomi, yaitu meningkatkan produksi sampai pada tingkat di mana
kebutuhan semua rakyat dapat dipenuhi semuanya. Wujud dari pemenuhannya
adalah merelokasi (membagikan kembali) produksi dan distribusi barang ke
tangan organisasi perwakilan seluruh rakyat16.

2. Teori Konflik Max weber


Dalam teorinya Weber bahwa percaya konflik terjadi dengan cara yang
jauh lebih dari sekedar kondisi- kondisi material. Weber mengakui bahwa
konflik dalam merebutkan sumber daya ekonomi merupakan ciri dasar
kehidupan sosial. tetapi ia berpendapat bahwa banyak tipe-tipe konflik lain

15
Ibid. hal 365.
16
Ibid.hal 366.
11

yang juga terjadi. Di antara berbagai tipe tersebut, Weber menekankan dua tipe.
Dia menganggap konflik dalam area politik sebagai sesuatu yang sangat
fundamental. Baginya kehidupan sosial dalam kadar tertentu merupakan
pertentangan untuk memperoleh kekuasaan dan dominasi oleh sebagian
individu dan kelompok tertentu terhadap yang lain dan dia tidak menganggap
pertentangan untuk memperoleh keuntungan ekonomi. Sebaliknya, Weber
melihat dalam kadar tertentu sebagai tujuan pertentangan untuk memperoleh
keuntungan ekonomi.

Sebaliknya, Weber melihat dalam kadar tertentu sebagai tujuan


pertentangan itu sendiri, ia berpendapat bahwa pertentangan untuk memperoleh
kekuasaan tidaklah terbatas hanya pada organisasi organisasi politik formal,
tetapi juga terjadi di dalam setiap tipe kelompok seperti organisasi keagamaan
dan pendidikan. Tipe konflik kedua yang sering kali ditekankan olch Weber
adalah konflik dalam hal gagasan dan cita cita. la berpendapat bahwa orang
sering kali tertantang untuk memperoleh dominasi dalam hal pandangan dunia
mereka, baik itu berupa doktrin keagamaan, filsafat sosial ataupun konsepsi
tentang bentuk gaya hidup kultural yang terbaik. Lebih dari itu, gagasan cita-
cita tersebut bukan hanya dipertentangkan, telapi dijadikan senjata atau alat
dalam pertentangan lainnya, misalnya pertentangan politik. Jadi orang dapat
berkelahi untuk memperoleh kekuasaan dan pada saat yang sama, berusaha
saling meyakınkan satu sama lain bahwa bukan kekuasaan itu yang mereka tuju
tetapi kemenangan prinsip-prinsip yang secara etis dan filosofis benar17.

Dengan demikan jelas bahwa Weber bukanlah seorang materialis


ataupun idealis, dalam kenyataannya ia biasanya disebut para sosiolog modern
sebagai contoh seorang pemikir yang mengkombinasikan pola penjelasan
materialis dan idealis dalam pendekatan sosiologis yang bersifat menyeluruh.
Jadi Weber berpendapat bahwa gagasan bukanlah semata mata hasil dan

17
Prof Dewi Wulansari. Sosiologi Konsep dan Teori, Bandung : PT Refika Aditama, 2009..
12

kondisi-kondisi material yang ada, tetapi keduanya seringkali signifikansi


kausalnya sendiri- sendiri18.

3. Teori Konflik Ralf Dahrendrof


Dahrendorf merupakan seorang pengkritik fungsionalisme struktural,
karena menurutnya telah gagal memahami masalah perubahan. Sebagai
landasan teorinya Dahrendorf tidak menggunakan teori George Simmel
(seperti yang dilakukan Coser) melainkan membangun teorinya dengan
separuh penolakan dan separuh penerimaan serta modifikasi teori sosial Karl
Marx19. Sebagaimana dikemukakan oleh Ralf Dahrendorf bahwa masyarakat
terbagi dalam dua kelas atas dasar pemilikan kewenangan (autho- rity), yaitu
kelas yang memiliki kewenangan (dominan) dan kelas yang tidak memiliki
kewenangan (subjeksi). Menurut teori ini, masyarakat terintegrasi karena
adanya kelompok- kepentingan dominan yang menguasai masyarakat banyak.
Teori Dahrendorf justru merupakan kritik atas teori Marx, terutama
menyangkut dua hal20, yaitu:

a) Teori Marx mencampuradukkan antara teori sosiologi yang empiris (dapat


diuji kebenarannya secara faktual) dan konsep konsep yang bersifat
filosofis yang tidak dapat diverifikasi (diuji) dengan fakta-fakta. Contoh:
masyarakat tanpa kelas merupakan kehidupan sosial terakhir yang
membentuk kehidupan masyarakat tanpa kelas tidak pernah ada dalam
kehidupan sosial.

b) Kapitalisme berubah bukan melalui revolusi sosial, akan tetapi melalui


proses transformasi. Dalam proses transformasi kapitalisme terdapat enam
perubahan yang penting, yaitu:

a. Pembagian komposisi kapital yaitu timbulnya penggolongan


(diferensiasi) kelas borjuis seperti pemilik saham dan manajer
perusahaan. Kelas pemilik saham merupakan kelas pemilik sarana

18
Ibid.hal 184
19
Aniek Rahmaniah. Teori Konflik Ralf Dahrendorf, Repositoy UIN Malang.
20
Elly M. Setiadi. Usman Kolip. Pengantar Sosiologi, Jakarta: Kencana Prenada Media Grup, 2011.
13

produksi, sedangkan kelas manajer adalah kelas pengontrol sarana


produksi. Dalam hal ini, kepentingan pemilik saham dan manajer
tidak selalu sama.

b. Pembagian komposisi buruh. Marx menganalisis buruh dalam


masyarakat industri lebih bersifat homogen, akan tetapi kenyataan
yang ada komposisi buruh adalah heterogen. Heterogenitas buruh
tersebut dapat diklasifikasikan dalam dua kelompok, yaitu buruh yang
keterampilan (skilled-labour), buruh yang tak berketerampilan
(unskilled-labour), dan buruh berketerampilan semi (semi
skilledlabour). Perbedaan tingkat keterampilan ini akan menimbulkan
perbedaan kepentingan pula.

c. Tumbuhnya "kelas menengah baru" (new middle class) yang


merupakan bagian dari mata rantai kewenangan (birokrat dalam kelas
ini baik yang berposisi tinggi maupun rendah sama sama
melaksanakan kewenangan sehingga posisi mereka secara langsung
berkaitan dengan kelompok dominan dalam masyarakat dan pekerja
yang menduduki posisi di luar hierarki kewenangan. Kelas kedua dari
kelompok ini menduduki posisi yang lebih dekat dengan pekerja
manual.

d. Meningkatnya mobilitas sosial baik secara intergenerasi dan


antargenerasi. Mobilitas intergenerasi akan menghilangkan kelas
kelas sosial, sedangkan mobilitas antargenerasi yang ditandai dengan
adanya tingkat akan mengubah konflik kelompok menjadi kompetisi
individual. Dengan demikian, maka perjuangan bersifat kompetisi
antar individu untuk mendapatkan kedudukan terhormat di dalam
kehidupan sosial21.

e. Perbaikan hak-hak politik warga negara terutama yang berkaitan


dengan jaminan sosial warga negara. Di dalam perbaikan hak hak
politik rakyat ini terdapat kelompok kelompok atau asosiasi asosiasi

21
Ibid. hal 367-368
14

politik yang menuntut hak haknya kepada pemegang kekuasaan.


Biasanya tuntutan-tuntutan tersebut berupa tuntutan kesejahteraan,
jaminan keamanan, kepastian hukum, keadilan, dan sebagainya.
Biasanya, realitas politik dalam kondisi tersebut menimbulkan dua
kelompok besar, yang satu memberikan dukungan kepada pemerintah
dan yang lain melakukan tuntutan kepada pemerintah terutama pada
hal-hal yang berkaitan dengan perbaikan nasib warga negara kepada
negaranya.

f. Pelembagaan konflik kelas dalam bentuk pengakuan prosedur


arbitrase, di antaranya pengakuan hak hak buruh untuk mogok kerja,
prosedur penyelesaian perbedaan sebagai sarana untuk mencegah
konflik sosial, dan sebagainya22.

Menurut Dahrendorf, dalam setiap kehidupan masyarakat selalu ada


asosiasi seperti; negara, industri, partai, agama, klub klub, dan sebagainya.
Dalam setiap asosiasi akan selalu ada dua kelas, yaitu; kelas yang mempunyai
kewenangan (dominasi) dan yang tak memiliki kewenangan (subjeksi). Dengan
demikian, jika dalam kehidupan sosial dipat 100 asosiasi, pasti akan terdapat
200 kelas sosial. Akan tetapi, asosiasi yang dimaksud dalam teori ini adalah
kelompok yang mempunyai struktur kewenangan dalam ruang lingkup luas
seperti negara, ndustri, partai politik, dan agama. Yang dimaksud kewenangan
(meminjam istilah Weber) adalah hak yang sah (legitimate) untuk memberkan
perintah kepada orang lain. Perbedaan antara kewenangan dan kekuasaan
(power). Menurut Weber adalah bahwa sumber-sumber pengaruh pada
kewenangan bukan dari orang yang menduduki jabatan atau posisi itu
melainkan dari jabatannya sendiri, sedangkan sumber kekuasaan adalah berasal
dari orang yang menduduki jabatan tersebut23.

Contoh, jika seorang bupati memerintah para pegawai di lingkungan


pemda, bukan seorang bupatinya yang memerintah, tetapi jabatannyalah yang
memerintah. Adanya dominasi dari kelas yang mempunyai kewenangan

22
Ibid.hal 368.
23
Ibid. hal 368- 369
15

berasal dari hak untuk memberi perintah itu, sedangkan adanya subjeksi itu
karena tidak adanya kewenangan tersebut. Berdasarkan hal tersebut, konflik
akan timbul dalam kehidupan sosial karena adanya pembagian kewenangan
yang tidak merata.

Ketidakmerataan itu terbagi dalam dua kelompok besar, yaitu;


kelompok yang memiliki kewenangan dan tidak memiliki kewenangan.
Konflik antara dua kelompok tersebut akan terjadi ketika kelas yang memiliki
kewenangan tersebut berusaha mempertahankan status quo pola-pola
kewenangan yang ada (yaitu tetap mendominasi), sedangkan kelas yang tidak
memiliki kewenangan tersebut berusaha mengubah statusnya atau menentang
status pemilik kewenangan24.

Dari kedua teori konflik sosial tersebut dapat diambil beberapa garis
besar tentang pokok pokok dasar dari teori, yaitu:

a. Setiap kehidupan sosial selalu berada dalam proses perubahan, sehingga


perubahan merupakan gejala yang bersifat permanen yang mengisi setiap
perubahan kehidupan sosial. Gejala perubahan kebanyakan sering diikuti
oleh konflik baik secara personal maupun secara interpersonal.

b. Setiap kehidupan sosial selalu terdapat konflik di dalam dirinya sendiri, oleh
sebab itu konflik merupakan gejala yang permanen yang mengisi setiap
kehidupan sosial. Gejala konflik akan berjalan seiring dengan kehidupan
sosial itu sendiri, sehingga lenyapnya konflik juga akan bersamaan dengan
lenyapnya kehidupan sosial.

c. Setiap elemen dalam kehidupan sosial memberikan andil bagi per. ubahan
dan konflik sosial, sehingga antara konflik dan perubahan merupakan dua
variabel yang saling berpengaruh. Elemen-elemen tersebut akan selalu
dihadapkan pada persamaan dan perbedaan. sehingga persamaan akan
mengantarkan pada akomodasi sedang. kan perbedaan akan mengantarkan
timbulnya situasi konflik.

24
Ibid. hal 369
16

d. Setiap kehidupan sosial, masyarakat akan terintegrasi di atas penguasaan


atau dominasi sejumlah kekuatan kekuatan lain. Dominasi kekuatan secara
sepihak akan menimbulkan konsiliasi, akan tetapi mengandung simpanan
benih benih konflik yang bersifat laten, yang sewaktu-waktu akan meledak
menjadi konflik manifest (terbuka).

4. Teori Konflik Lewis A. Coser.


Teori konflik yang dikemukakan oleh Lewis A. Coser sering kali
disebut teori fungsionalisme konflik, karena ia menekankan fungsi konflik bagi
sistem sosial atau masyarakat. Di dalam bukunya yang berjudul The Function
of Social Conflict, Lewis A. Coser memusatkan perhatiannya pada fungsi
konflik. Dari judul itu dapat dilihat bahwa uraian Coser terhadap konflik
bersifat fungsional dan terarah kepada pengintegrasian teori konlik dan
fungsionalisme struktural. Tetapi, ia juga harus menguraikan akibat-akibat dari
keteraturan (order) terhadap konflik atau ketidakseimbangan. Misalnya,
penekanan yang telalu banyak terhadap peraturan bisa menimbulkan
ketidakstabilan. Pemerintahan yang totaliter, misalnya, sekalipun menekankan
aturan vang ketat bisa menimbulkan ketidakstabilan di dalam masyarakat.
Sayang, Lewis A. Coser tidak sempat mendalami aspek-aspek itu.

Salah satu hal yang membedakan Coser dari pendukung teori konflik
lainnya ialah bahwa ia menekankan pentingnya konflik untuk mempertahankan
keutuhan kelompok, padahal pendukung teori konflik lainnya memutuskan
analisis mereka pada konflik sebagai penyebab perubahan sosial. Lewis A.
Coser menyebutkan beberapa fungsi konflik25:

a. Konflik dapat memperkuat solidaritas kelompok yang agak longgar. Dalam


masyarakat yang terancam disintegrasi, konflik dengan masyarakat lain bisa
menjadi kekuatan yang mempersatukan. Dalam hal ini, ia sebenarnya
mengembangkan apa yang sudah dikatakan oleh George Simel sebelumnya.

25
Elly M. Setiadi. Usman Kolip. Pengantar Sosiologi, Jakarta: Kencana Prenada Media Grup, 2011.
17

Misalnya negara Indonesia pada masa Soekarno dengan politik “ganyang


Malaysia" atau penciptaan label-label pada masa Orba, seperti PKI,
Subversif, GPK.

b. Konflik dengan kelompok lainnya dapat menghasilkan solidaritas di dalam


kelompok tersebut dan solidaritas itu bisa menghatarnya kepada
aliansialiansi dengan kelompok-kelompok lainnya. Konflik yang
berkepanjangan antara Israel dan Arab telah menyebabkan Israel menjalin
hubungan begitu erat dengan Amerika Serikat. Bisa saja terjadi bahwa kalau
perdamaian jangka panjang antara negara Arab dan Israel tercapai, maka
ikatan antara Israel dan Amerika menjadi kendur.

c. Konflik juga bisa menyebabkan anggota-anggota masyarakat yang terisolasi


menjadi berperan secara aktif. Misalnya, sesudah mahasiswa memprotes
rezim Orde Baru, pada kehancurannya banyak orang tampil ke depan dan
dianggap sebagai pejuang reformasi. Tidak sedikit tokoh yang barangkali
tidak dikenal sebelumnya tetapi berperan aktif pada masa peralihan itu.

d. Konflik juga bisa berfungsi untuk komunikasi. Sebelum terjadi konflik


anggota-anggota masyarakat akan berkumpul dan merencanakan apa yang
akan dilakukan. Lewat tukar menukar pikiran bisa mendapat gambaran yang
lebih jelas akan apa yang harus dibuat entah untuk mengalahkan lawan atau
untuk menciptakan kedamaian.

Secara teoretis fungsionalisme struktural dan teori konflik kelihatan


bisa didamaikan dengan menganalisis fungsi fungsi dari konflik sebagaimana
diuraikan oleh Lewis A. Coser ini. Tetapi harus diakui bahwa dalam banyak
hal, konflik juga menghasilkan ketidak berfungsian, atau difungsi. Artinya,
fungsi- fungsi yang disebutkan oleh Coser itu tidak seberapa dibandingkan
dengan ketidakstabilan atau kehancuran yang disebabkan oleh konflik itu26.

26
Ibid.hal 372- 373
18

Sebenarnya teori konflik ini mulai muncul dalam sosiologi Amerika


Serikat pada tahun 1960 an yang merupakan kebangkitan kembali berbagai
gagasan yang diungkapan sebelumnya oleh Karl Marx dan Max Weber.kedua
tokoh ini merupakan “teoritis konflik”. Akan tetapi teori mereka berbeda satu
sama lain. Karena itu,teori konflik modern terpecah menjadi dua yaitu teori
konflik Neo-Marxisan dan teori konflik Neo-Weberian. Teori konflik
NeoMarxisan lebih berpengaruh daripada teori konflik Neo-Weberian.

Kedua teoretis konflik ini, Marx dan Weber adalah menentang terhadap
gagasan bahwa masyarakat cenderung kepada beberapa konsensus dasar atau
harmoni, di mana struktur masyarakat bekerja untuk kebaikan setiap orang.
Para teoretisi konflik memandang konflik dan pertentangan kepentingan dan
concern dari berbagai individu dan kelompok yang saling bertentangan sebagai
determinan utama dalam pengorganisasian kehidupan sosial. Dengan kata lain,
struktur dasar masyarakat sangat ditentukan oleh upaya- upaya yang dilakukan
berbagai individu dan kelompok untuk mendapatkan sumber daya yang
terbatas yang akan memenuhi berbagai kebutuhan dan keinginan mereka.
Karena sumber-sumber daya dalam kadar tertentu selalu terbatas, maka konflik
demi ketersediaan selalu terjadi27.

Marx dan Weber menerapkan gagasan umum dalam teori sosilogi


mereka dengan cara yang berbeda dan mereka pandang menguntungkan. Karl
Marx menentukan bentuk-bentuk konflik yang terstruktur antara berbagai
individu dan kelompok muncul melalui terbentukannya hubungan-hubungan
pribadi dalam produksi. Sampai pada titik tertentu dalam evolusi kehidupan
sosial manusia, hubungan pribadi dalam produksi mulai dari pemilihan
komunal atas kekuatan- kekuatan produksi. Dengan demikian mereka terpecah
menjadi kelompok- kelompok yang memiliki dan mereka yang tidak memiliki
kekuatan- kekuatan produksi menjadi kelas Sosial. Dalam masyarakat yang
telah dibagi berdasarkan kelas, kelas sosial yang memiliki kekuatan-kekuatan

27
Prof Dewi Wulansari. Sosiologi Konsep dan Teori, Bandung : PT Refika Aditama, 2009.
19

produksi dapat mensubordinasikan kelas sosial yang lain dan memaksa


kelompok tersebut untuk bekerja memenuhi kepentingan mereka sendiri. Jadi
kelas dominan menjalin hubungan dengan kelas- kelas yang tersubordinasi
dalam proses eksploitasi ekonomi. Secara alamiah saja, kelas-kelas yang
tersubordinasi ini akan marah karena dieksploitasi dan terdorong untuk
memberontak dari kelas bahwa menciptakan aparat politik yang kuat negara
yang mampu menekan pemberontakan tersebut dengan kekuatan.

Dengan demikian, teori Marx di atas memandang eksistensi hubungan


pribadi dalam produksi dan kelas- kelas sosial sebagai elemen kunci dalam
banyak masyarakat. la kelihatan percaya bahwa hubungan-hubungan kelas
sosial memainkan peranan yang krusial dalam membentuk pola-pola sosial
suatu masyarakat seperti sistem politik dan agama. la juga berpendapat bahwa
pertentangan antara kelas dominan dan kelas yang tersubordinasi memainkan
peranan sentral dalam menciptakan bentuk-bentuk penting perubahan sosial.
Sebenarnya sebagaimana yang ia kumandangkan, sejarah dari semua
masyarakat yang ada hingga kini adalah sejarah pertentangan kelas28.

Jika urut perbedaan antara Marx Weber dan Karl Marx dalam hal
menyangkut kemungkinan untuk memecahkan konflik dasar dalam masyarakat
masa depan, dengan teori mereka di atas, maka terlihat sebagai berikut:

a. Marx berpendapat bahwa karena konilik pada dasarnya muncul dalam upaya
memperoleh akses terhadap kekuatan-kekuatan produksi, sekali kekuatan-
kekuatan inı dikembalikan kepada kontrol seluruh masyarakat maka konflik
dasar tersebut akan dapal dihapuskan. Jadi sekali kapitalis digantıkan
dengan sosialisme, maka kelas-kelas akan terhapuskan dan pertentangan
kelas akan berhenti.

b. Weber memiliki pandangan yang jauh pesimistik. la percaya bahwa


pertentangan merupakan salah satu prinsip kehidupan sosial yang sangat

28
Ibid.hal 181- 183
20

kukuh dan tidak dapat dihilangkan. Dalam suatu tipe masyarakat masa
depan, baik kapitalis, sosialis atau tipe lainnya orang-orang akan tetap selalu
bertarung memperebutkan berbagai sumber daya. Karena itu Weber
menduga bahwa pembagian atau pembelaan sosial adalah ciri permanen dari
semua masyarakat yang sudah kompleks, walaupun tentu saja akan
mengambil bentuk- bentuk dan juga tingkat kekerasan yang secara
substansial sangat bervarisi29.

Tokoh utama teori konflik ini setelah era Karl Marx dan Marx Weber
yang ternama adalah Ralp Dahrendorf di samping Lewis A. Coser. Berbeda
dari beberapa ahli sosiologi yang menegaskan eksistensi dua perspektif yang
berbeda yaitu teori kaum fungsional struktural versus teori konflik, Coser
mengemukakan komitmennya pada kemungkinan menyalukan pendekatan
tersebut.

Lewis A. Coser mengakui beberapa susunan struktural merupakan hasil


persetujuan dan konsensus, yang menunjukkan pada proses lain yaitu konflik
social. Dalam membahas berbagai situasi konflik, Coser membedakan
konflik yang realistis dari yang tidak realistis. Konflik yang realistis berasal
dari kekecewaan terhadap tuntutan-tuntutan khusus yang terjadi dalam
hubungan dan dari perkiraan kemungkinan keuntungan para partisipan dan
yang ditunjuk pada objek yang dianggap mengecewakan. Para karyawan yang
mengadakan pemogokan melawan manajemen merupakan contoh dari
konflik realistis, sejauh manajemen memang berkuasa dalam hal kenaikan
gaji serta berbagai keuntungan buruh lainnya. Di pihak lain konflik yang tidak
realistis adalah konflik yang bukan berasal dari tujuan-tujuan saingan yang
antagonistis, tetapi dari kebutuhan untuk meredakan ketegangan, paling tidak
dari salah salu pihak. Contoh lain dalam hubungan antar-kelompok,
pengkambinghitaman digunakan untuk menggambarkan keadaan dimana
seseorang tidak melepaskan prasangka mereka melawan kelompok-

29
Nasrullah Nazir. Teori- teori sosiologi.2009
21

kelompok yang benar merupakan lawan, dan dengan demikian menggunakan


kelompok pengganti sebagai objek prasangka30.

Dalam hal lain, Lewis A. Coser mengemukakan teori konflik dengan


membahas tentang, permusuhan dalam hubungan-hubungan sosial yang intim,
fungsionalistas konflik dan kondisi-kondisi yang memengaruhi konflik dengan
kelompok luar dan struktur kelompok sosial, sebagai berikut:

a. Permusuhan dalam hubungan sosial yang intim. Bila konflik berkembang


dalam hubungan-hubungan sosial yang intim, maka pemisahan antara
konflik realitis dan nonrealistis lebih sulit untuk dipertahankan. Karena
semakin dekat suatu hubungan, semakin besar rasa kasih sayang yang
sudah tertanamkan makin besar juga kecenderungan untuk menekan
ketimbang mengungkapkan rasa permusuhan. Sedangkan pada hubungan-
hubungan sekunder, seperti misalnya dengan rekan bisnis, rasa permusuhan
relatif dapat lebih bebas diungkapkan. Hal ini tidak selalu bisa terjadi dalam
hubungan-hubungan primer dimana keterlibatan total para parsipan
membuat pengungkapan perasaan yang demikian merupakan bahaya bagi
hubungan tersebut. Yang bersifat paradoks ialah, semakin dekat hubungan
semakin sulit rasa permusuhan itu diungkapkan. Tetapi semakin lama
perasaan demikian ditekan, maka semakin penting pengungkapannya demi
mempertahankan hubungan yang intim keseluruhan kepribadian sangat
boleh jadi terlihat, maka konflik itu ketika benar-benar meledak, mungkin
sekali akan sangat keras31.

b. Fungsionalitas konflik Coser mengutip hasil pengamalan Georg Simmel


yang menunjukkan bahwa konflik mungkin positif sebab dapat meredakan
ketegangan yang terjadi dalam suatu kelompok dengan memantapkan
keutuhan dan keseimbangan. Sebagai contoh hasil pengamatan Simmel

30
Ibid. hal 90.
31
Prof Dewi Wulansari. Sosiologi Konsep dan Teori, Bandung : PT Refika Aditama, 2009.
22

terhadap masyarakat Yahudi, bahwa peningkatan konflik dalam kelompok


dapat dihubungkan dengan peningkatan interaksi dengan dan kedalam
masyarakat secara keseluruhan. Karena homogenitas mungkin penting bagi
kelangsungan suatu kelompok terisolir yang berarti konflik internal tidak
ada, hal ini dapat juga berarti kelemahan integrasi kelompok tersebut
dengan masyarakat secara keseluruhan. Orang-orang Yahudi yang tinggal
berbatasan dengan perkampungan bangsa Eropa dan dapat mengalami
konflik in group berkadar renfektif dalam masyarakat Amerika Serikat di
antara orang-orang Yahudi itu dapat mencerminkan integrasi mereka.
Coser menyalakan bahwa yang penting dalam menentukan apakah suatu
konflik fungsional atau tidak ialah tipe isu yang merupakan subjek konflik
itu. Konflik fungsional positif bilamana tidak mempertanyakan dasar-dasar
hubungan dan fungsional negatif jika menyerang suatu nilai inti. Bila
seseorang melangsungkan perkawinan misalnya karena ingin menjadi
orangtua, sedangkan pasangannya ingin tetap tidak punya anak, maka
konflik tentang punya atau tidak punya anak ini menyangkut perjanjian
persetujuan mengenai tujuan hubungan itu sendiri32.

c. Kondisi-kondisi yang memengaruhi konflik dengan kelompok luar dan


struktur kelompok menurut Coser, konflik dengan kelompok luar akan
membantu memantapkan balas-batas struktural. Sebaliknya konflik dengan
kelompok luar juga dapat mempertinggi integrasi di dalam kelompok.
Tingkat konsensus kelompok sebelum konflik terjadi merupakan hubungan
timbal-balik paling penting dalam konteks apakah konflik dapat
mempertinggi kohesi kelompok. Bilamana konsensus dasar suatu
kelompok lemah, maka ancaman dari luar menjurus bukan pada
peningkatan kohesi, tetapi pada apati umum dan akibatnya kelompok
terancam oleh perpecahan. Penelitian tentang dampak depresi terhadap
keluarga, misalnya telah menunjukkan bahwa keluarga-keluarga yang
sebelum masa depresi memiliki solidaritas internal yang rendah,

32
Prof Dewi Wulansari. Sosiologi Konsep dan Teori, Bandung : PT Refika Aditama, 2009.
23

memberikan tanggapan apatis dan akhirnya hancur, sedangkan keluarga


dengan solitaritas tinggi ternyata semakin kuat 33.

Bila ditilik teori konflik dari Coser di atas, terlihat bahwa teori yang ia
kemukakan berbeda dengan analisis banyak kaum fungsionalis, yang
memandang bahwa konflik itu merupakan disfungsional bagi suatu kelompok.
Sedangkan Coser memandang kondisi-kondisi di mana secara positif, konflik
membantu mempertahankan struktur sosial. Konflik sebagai proses sosial dapat
merupakan mekanisme lewat mana kelompok-kelompok dan batasbatasnya
berbentuk dan dipertahankan. Selanjutnya konflik dapat menyatukan para
anggota kelompok melalui pengukuhan kembali identitas kelompok.

Coser juga menyebutkan konflik itu merupakan sumber kohesi atau


perpecahan kelompok tergantung atas asal mula ketegangan, isu tentang
konflik, cara bagaimana ketegangan itu ditangani dan yang terpenting tipe
struktur dimana konflik itu berkembang. Berikutnya Coser, juga menyebutkan
bahwa terdapat perbedaan antara konflik in group dan konflik out group antara
nilai inti dengan masalah yang lebih bersifat pinggiran, antara konflik yang
menghasilkan perubahan struktural lawan konflik yang disalurkan melalui
lembaga-lembaga savety value, yaitu salah satu mekanisme khusus yang dapat
dipakai untuk mempertahankan kelompok dari kemungkinan konflik sosial.
Begitu pula antara konflik pada struktur jaringan longgar dan struktur
berjaringan ketat. Coser juga membedakan konflik realistis dengan non
realistis34.

Keseluruhan ini merupakan faktor-faktor yang menentukan fungsi


konflik sebagai suatu proses sosial. Teori Coser dapat disebutkan lebih
menggambarkan fungsionalisme konflik, perspektif integrasi dan perseptif
konflik bukan merupakan skema penjelasan yang saling bersaing keduanya
adalah teori teori parsial yang data atau peristiwanya berhubungan dengan

33
Ibid.hal 185- 187
34
Ibid. hal 187.
24

penjelasan teoritis yang menyeluruh. Konflik dan konsensus, integrasi dan


perpecahan adalah proses fundamental yang walau dalam porsi dan campuran
yang berbeda merupakan bagian dari setiap sistem Sosial yang dapat
dimengerti. Ralf Dahrendorf seorang sosiolog Jerman, sebagai tokoh utama
teori konflik dan merupakan seorang pengkritik fungsionalisme struktural yang
olehnya dianggap gagal memahami masalah perubahan. Sebagai landasan
teorinya tidak menggunakan teori Simmel seperti Coser melainkan ia
membangun teorinya dengan separuh penolakan, separuh menerima serta
memodifikasi teori sosiologis Karl Marx.

Seperti Coser, Dahrendorf mula mula melihat teori konflik sebagai teori
parsial, menganggap teori itu merupakan perspektif yang dapat di gunakan
menganalisa fenomena social. Dahrendorf menganggap masyarakat bersisi
ganda, memiliki sisi konflik dan sisi kerjasama, kemudian ia menyempurnakan
posisi ini dengan menyatakan bahwa segala sesuatu yang dapat dianalisis
dengan fungsionalisme structural, dapat pula dianalisis dengan teori konflik
dengan lebih baik35.

Ralf Dahrendorf menggunakan teori perjuangan kelas Marxisan untuk


membangun teori kelas dan pertentangan kelasnya dalam masyarakat industry
kontemporer. Kelas ini berarti pemilikan sarana sarana produksi seperti yang
dilakukan oleh Marx tetapi lebih merupakan pemilikan kekuasaan yang
mencakup hak absah untuk menguasai orang lain. Perjuangan kelas dalam
masyarakat modern baik dalam perekonomian kapitalis maupun komunis,
dalam pemerintahan bebas dan totaliter berada di seputar pengadilan
kekuasaan. Dahrendorf melihat kelompok kelompok pertentangan sebagai
kelompok yang lahir dari kepentingan kepentingan bersama para individu yang
mampu berorganisasi. Proses ini di tempuh melalui perubahan kelompok
semua menjadi kelompok kepentingan yang mampu memberi dampak pada
struktur. Lembaga lembaga yang terbentuk sebagai hasil dari kepentingan

35
Ibid. hal 188.
25

kepentingan itu dan kemudian merupakan jembatan di atas mana perubahan


social itu terjadi. Berbagai usaha harus diarahkan untuk mengatur pertentangan
social melalui institusionalisasi yang efektif dari pada melalui penekanan
pertentangan itu36.

Berikutnya Dahrendorf mengemukakan teori konfliknya melalui


pembahasan tentang wewenang dan posisi yang merupakan fakta social.
Menurut Dahrendorf distribusi kekuasaan dan wewenang secara tidak merata
tanpa kecuali menjadi factor yang menentukan konflik social secara sistematis.
Perbedaan wewenang adalah suatu tanda dari adanya berbagai posisi dalam
masyarakat. Perbedaan posisi serta perbedaan wewenang diantara individu
dalam masyarakat itulah yang harus menjadi perhatian utama para sosiolog.
Struktur yang sebenarnya dari konflik konflik harus diperhatikan dalam
susunan peranan social yang dibantu oleh harapan harapan terhadap
kemungkinan mendapatkan dominasi. Tugas utama menganalisis konflik
adalah mengidentifikasi sebagai peranan kekuasaan dalam masyarakat37.

Kekuasaan dan wewenang menurut Dahrendorf senantiasa


menempatkan individu pada posisi atas dan posisi bawah dalam setiap struktur.
Karena wewenang itu adalah sah, maka setiap individu yang tidak tunduk
terhadap wewenang yang ada akan terkena sanksi. Dengan demikian
masyarakat disebut oleh Dahrendorf sebagai persekutuan yang terkoordinasi
secara paksa. Kekuasaan itu selalu memisahkan dengan tegas antara penguasa
dan yang dikuasai maka dalam masyarakat selalu ada dua golongan yang saling
bertentangan. Masing masing golongan dipersatukan oleh ikatan kepentingan
nyata yang bertentangan secara substansial dan secara langsing di antara
golongan golongan itu. Pertentangan itu terjadi dalam situasi dimana golongan
yang berkuasa berusaha mempertahankan status quo sedangkan golongan yang
dikuasai berusaha untuk mengadakan perubahan perubahan. Pertentangan
kepentingan ini selalu ada setiap waktu dan dalam struktur. Karena itu

36
Ibid. hal 188.
37
Ibid. hal 188.
26

kekuaaan yang sah selalu berada dalam keadaan bahaya dari golongan anti
status quo. Kepentingan yang terdapat dalam satu golongan tertentu selalu
dinilai objektif oleh golongan yang bersangkutan dan selalu berdempetan
dengan individu yang termasuk dalam golongan itu. Seorang individu akan
bertindak dan bersikap sesuai dengan cara cara yang berlaku dan yang
diharapkan oleh golongannya. Dalam situasi konflik seorang individu akan
menyesuaikan diri dengan peranna yang diharapkan oleh golongan itu yang
oleh Dahrendorf disebut sebagai peranna laten. Ia membedakan golongan yang
terlihat konflik itu atas tipe yaitu kelompok semu dan kelompok kepentingan.
Kelompok semu merupakan kumpulan dari para pemegang kekuasaan atau
jabatan dengan kepentingan yang sama yang terbentuk karena munculnya
kepentingan. Sedangkan kelompok kedua adalah kelompok kepentingan
terbentik dari kelompok semua yang lebih luas38.

Kelompok kepentingan ini memiliki struktur, organisasi, program,


tujuan serta anggota yang jelas. Kelompok kepentingan ini yang menjadi
sumber nyata timbulnya konflik dalam masyarakat, kemudian terdapat mata
rantai antara konflik dan perubahan social, konflik ini memimpin ke arah
perubahan dan pembangunan. Dalam situasi konflik golongan yang terlihat
melakukan tindakan tindakna untuk mengadakan perubahan dalam struktur
social. Kalau konflik itu terjadi secara hebat maka perubahan yang timbul akan
bersifat radikal, begitu pula jika konflik itu disertai oleh penggunaan kekerasan
maka perubahan structural akan lebih efektif.

Pandangan Dahrendorf tentang alasan teoretis ulama mengapa revolusi


ala Marxis tidak terjadi, ini disebabkan karena pertentangan yang ada
cenderung diatur melalui institusionalisasi. Pengaturan atau institusionalisasi
terbukti dari timbulnya serikat-serikat buruh yang telah memperlancar
mobilitas sosial serta mengalur konflik antara buruh dan manajemen. Melalui
institusionalisasi pertenlangan tersebut, setiap masyarakat mampu mengalasi

38
Ibid hal 189.
27

masalah-masalah baru yang timbul. Dahrendorf menyalakan bahwa


menyatakan institusionalisasi pertentangan kelas bermula dari pengakuan
bahwa buruh dan manajemen merupakan kelompok-kelompok kepentingan
yang sah. Organisasi mengisyaratkan keabsahan kelompok-kelompok
kepentingan dengan demikian menghilangkan ancaman perang gerilya bersifat
permanen dan tak dapat diperhitungkan. Pada saat yang sama hal ini membuat
pengaturan pertentangan secara sistematis dimungkinkan, organisasi adalah
institusionalisasi. Di dalam melancarkan kritik sosiologis terhadap teori Karl
Marx, Dahrendorf mendukung dan menolak beberapa pernyataan Marx. Oleh
karena perubahan sosial, sebagaimana yang diramalkan Marx melalui revolusi
ternyata tidak terjadi di negara-negara industri. Lebih daripada itu adalah jelas
bahwa kelas-kelas sosial tidak lagi berdasarkan atas pemilikan sarana-sarana
produksi sebagaimana yang dinyatakan oleh Marx. Walaupun demikian ia
menerima ide pertentangan kelas sebagai satu bentuk konflik dan sebagai
sumber perubahan sosial. Kemudian ia memodifikasi teori pertentangan kelas
Marx dengan memasukkan perkembangan-perkembangan yang terjadi
akhirakhir ini39.

Ada dasar baru bagi pembentukan kelas, sebagai pengganti konsepsi


pemilikan sarana produksi Marx sebagai dasar perbedaan kelas itu. Menurut
Dahrendorf hubungan-hubungan kekuasaan yang menyangkut bawahan dan
atasan menyediakan unsur-unsur bagi kelahiran kelas, terdapat dikotomi antara
mereka yang berkuasa dan yang dikuasai. Dengan kata lain ada beberapa orang
turut serta dalam struktur kekuasaan yang ada dalam kelompok sedang yang
lain tidak; beberapa orang lurut serta dalam struktur kekuasaan yang ada dalam
kelompok sedang yang lain tidak. Perbedaan dalam tingkat dominasi sangat
besar. Tetapi pada dasarnya tetap terdapat dua sistem kelas (dalam
perkumpulan khusus) yaitu mereka yang berperan serta dalam struktur
kekuasaan melalui penguasaan dan mereka yang tidak berpartisipasi melalui

39
Ibid.hal 189.
28

penundukan40. Jika ditilik bahasan Dahrendorf di atas terlihat bahwa bahasan


teorinya tentang konflik itu lebih menekankan kekuasaan daripada pemilikan
saranasarana produksi. dalam masyarakat industri modern pemilik sarana
produksi tidak sepenting mereka yang melaksanakan pengendalian atas sarana
itu.

Kenyataan ini terlihat terulang kembali pada pandangan toeri


konfliknya berikut ini. Menurut Dahrendorf pertentangan kelas harus dilihat
sebagai kelompok-kelompok pertentangan yang berasal dari struktur
kekuasaan asosiasi-asosiasi yang terkoordinir secara pasti.
Kelompokkelompok yang bertentangan itu sekali mereka ditetapkan sebagai
kelompok kepentingan, akan terlibat dalam perten- langan yang niscaya akan
menimbulkan perubahan struktur sosial. Pertentangan antara buruh dan
manajeman yang merupakan topik permasalahan utama bagi Marx misalnya,
akan terlembaga lewat serikat-serikat buruh. Pada gilirannya serikat buruh
tersebut akan terlibat dalam pertenlangan yang mengakibatkan perubahan di
bidang hukum serta ekonomi dan perubahan-perubahan konkret dalam sistem
pelapisan masyarakat. Timbulnya kelas menengah baru, sebenarnya
merupakan suatu perubahan struktural yang berasal dari institusionlisasi
pertentangan kelas.

Menurut Margaret M. Poloma, menyebutkan bahwa Dahrendorf


menegaskan bahwa teori konfliknya merupakan model pluralistis yang berbeda
dengan model dua kelas yang sederhana dari Karl Marx. Marx menggunakan
seluruh masyarakat sebagai unit analisis, dengan orang-orang yang
mengendalikan sarana produksi lewat pemilikan sarana tersebut atau orang
yang tidak ikut dalam pemilikan yang demikian. Manusia dibagi ke dalam
kelompok yang punya, dan yang tidak. Dalam menggantikan
hubunganhubungan kekayaan dengan hubungan kekuasaan sebagai inti dari
teori kelas, Dahrendorf menyatakan bahwa model dua kelas ini tidak dapat

40
hal 189- 190.
29

diterapkan pada masyarakat secara keseluruhan terapi hanya pada asosiasi-


asosiasi tertentu yang ada dalam suatu masyarakat. Kekayaan, status ekonomi
dan status sosial, walaupun bukan merupakan determinan pencerminan kelas
tetapi dapat memengaruhi intensitas pertentangan. Dalam hal ini Dahrendorf
mengetengahkan proposinya yaitu, "semakin rendah korelasi ekonomi lainnya,
maka semakin rendah intensitas pertentangan kelas dan sebaliknya. Dengan
kata lain kelompok-kelompok yang menikmati status ekonomi relatif tinggi
memiliki kemungkinan yang rendah untuk terlibat dalam konflik yang keras
dengan sruktur kekuasaan daripada mereka yang terbuang dari status sosial
ekonomi dan kekuasaan.41

Dari uraian di atas dapatlah terlihat bahwa terdapat perbedaan nyata


antara teori fungsionalisme struktural dengan teori konflik. Jika teori
fungsionalisme struktural memandang bahwa masyarakat berada dalam
kondisi statis atau tepatnya bergerak dalam kondisi keseimbangan maka
menurut teori konflik malah sebaliknya. Masyarakat senantiasa berada dalam
proses perubahan yang ditandai oleh pertentangan yang terus menerus di antara
unsur-unsurnya. Jika menurut teori fungsionalisme struktural setiap elemen
atau setiap institusi memberikan dukungan terhadap stabilitas, maka teori
konflik melihat bahwa setiap elemen memberikan sumbangan terhadap
disintegrasi sosial.

Kontras lainnya adalah bahwa kalau penganut teori fungsionalisme


struktural melihat anggota masyarakat terikat secara informal oleh
normanorma, nilai-nilai dan moralitas umum, maka teori konflik menilai
keteraturan yang terdapat dalam masyarakat itu hanya disebabkan karena
adanya tekanan alau pemaksaan kekuasaan dari atas oleh golongan yang
berkuasa.

41
hal 191- 192.
30

Sebenarnya antara teori fungsionalisme struktural dengan teori konflik


tidaklah bersifat saling menolak, mereka adalah saling melengkapi. Sosiolog
yang baik adalah memadukan kedua pendekatan ini untuk menelaah kehidupan
sosial, dengan berbuat demikian ia akan memperoleh suatu gambaran yang
lebih lengkap tentang kondisi suatu masyarakat.

Sebenarnya, asal struktural konflik sosial terletak pada relasi- relasi


hierakis berupa kuasa alau wewenang yang berlaku di dalam kelompok-
kelompok dan organisasi-organisasi sosial. Setiap kesatuan itu menunjukkan
pembagian yang sama yakni antara sejumlah orang yang berada di dalam posisi
memegang kuasa dan wewenang dengan sejumlah besar lain yang berada di
posisi bawahannya.42

42
Ibid hal 192.
31

BAB III

ANALISIS DAN DISKUSI

1. Dahliatus Suadah (18130147).


Pertanyaan :
Konflik adalah sebuah pertentangan, tetapi mengapa Lewis A. Coser menganggap
bahwa konflik itu bukan pertentangan ?

Jawaban :
Semua konflik itu adalah pertentangan. Tetapi disini Lewis A. Coser dengan
teorinya itu memandang konflik dari ranah positifnya seperti konflik di Indonesia
yang di lakukan oleh Ahok dengan menghina surat Al Maidah yang di anggap
sebagai penistaan agama. Disini masyarakat indonesia melakukan wujud
perlawanan dan menuntut keadilan dengan melakukan gerakan 212 yang diadakan
di Jakarta. Disini semua masyarakat islam di Indonesia baik yang berada di pulau
Jawa, Sumatera, Kalimantan dll bersatu untuk melakukan demo. Hal inilah yang di
anggap oleh Lewis A. Coser sebagai perwujudan bahwa konflik itu bukan bersifat
negatif saja tetapi ada sisi positifnya juga.

2. Gandhu Mintaraga (16130070).


Pertanyaan :
Apakah kelas sosial mempengaruhi terjadinya konflik ?
Jawaban :
Hal itu jelas terjadi. Karena menurut teori- teori yang di kemukakan oleh para ahli
tersebut menyatakan bahwa masyarakat itu pasti dibagi kelas kelas sosial seperti
masyarakat yang berkuasa dan memiliki kewenangan pasti akan memanfaatkan
kelas bawah untuk kepentingannya sehingga ketika kelas yang memiliki
kewenangan tersebut menyalahgunakan kewenangannya dan merugikan
masyarakat kelas bawah, hal itu akan menyebabkan kelas bawah melakukan
pertentangan dan meminta keadilan sehingga menimbulkan adanya konflik dalam
masyarakat.
32

BAB IV

KESIMPULAN

Teori secara etimologi adalah pendapat, argumentasi, pemikiran.


Secara epistimologi teori adalah pendapat yang didasarkan pada penelitian dan
penemuan, didukung oleh data dan argumentasi metodologi. Konflik secara
etimologi berasal dari bahasa latin coflictus, artinya pertentangan. Konflik secara
epistimologi atau istilah adalah perbedaan antara individu atau kelompok sosial.

Pertama adalah Karl Marx lahir pada tanggal 5 Mei 1818 di Their,Lahir
Dari pasangan Heinrich dan Heinritta. istrinya bernama Jenny. Ia belajar di
universitas Bonn dan Berlin dan meninggal pada tahun 1882. Karyanya yang
terkenal adalah Das Kapitalis. kedua Max Weber. Lahir pada tahun 1864 dari
pasangan Weber Sr dan Hellene Fallenstein. Ia belajar di Universitas Helberg,
Berlin dan Goettigen. Meninggal pada tahun 1920 karyanya yang terkenal
adalah Die Verhaltnisse der Landarbeiter im ostelbischen Deutschland. ketiga
adalah Ralf Dahrendorf. Lahir pada tahun 1929 dari pasangan Gustav D. dan
lina, istrinya bernama Vera, Ellen dan Cristiane.ia belajar di Universitas London,
Tubingen, Konstanz. Karyanya yang terkenal adalah Class and Class Conflict in
Industrial. Ia Meninggal tahun 2009. Keempat adalah Lewis A. Coser, lahir
tahun 1919 darri pasangan Martin dan Margarett. Belajar di Universitas
Columbia, Chicago dan Brandeis. Karyanya yang terkenal adalah The Function
of Social Conflict. Ia meninggal pada tahun 2003.

Karl Marx berpendapat bahwa konflik terbagi menjadi dua kelas yaitu
kelas Borjuis dan Proletar. Menurut Ralf Dahrendorf teori konflik di bagi
menjadi 2 kelas yaitu kelas yang mempunyai kewenangan dan yang tidak
mempunyai kewenangan. Max Weber berpendapat bahwa teori konflik ada 2
tipe yaitu konflik kekuasaan dan dominasi. Lain halnya Lewis A. Coser yang
menganggap bahwasannya konflik memiliki dampak yang positif dan
menjadikan hubungan lebih erat di masyarakat.
33

DAFTAR PUSTAKA

Buku cetak:

Berlin Isaiah, Biografi Karl Marx, Surabaya: Pustaka Promethea, 2000.

Dwi Susilo Rachmad, 20 Tokoh Sosiologi Modern Jogjakarta: Ar Ruzz


Media, 2008.

M Setiadi Elly,Pengantar Sosiologi Pemahaman Fakta dan Gejala


Permasalahan sosial, Teori, Aplikasi dan Pemecahannya. Jakarta:
Kencana.2011

Nasrullah Nazir. Teori- teori sosiologi.2009

Prof. Dewi Wulansari. Sosiologi Konsep dan Teori, Bandung : PT Refika


Aditama, 2009.

Setiadi Elly. Usman Kolip. Pengantar Sosiologi, Jakarta: Kencana Prenada


Media Grup, 2011.

Soerjono soekanto.Sosiologi suatu pengantar.Jakarta; PT Raja Grafindo


Persada. 2002

Wrong Dennis, Max Weber sebuah khazanah, Yogyakarta: Ikon Teralitera,


2003

Jurnal online:

Jurnal Uny.kajian konflik bab2.2006.

Nasikun, Sistem sosial indonesia. jurnal uinsby.Jakarta: PT. Raja Grafindo


persada.1995..

Rahmaniah Aniek. Teori Konflik Ralf Dahrendorf, Repositoy UIN Malang.

Wikipedia. Pengertian Konflik Sosial, Penyebab, Macam- Macam &


Dampaknya
34

The Guardian. London: 2007

Kamus online:

Kamus Besar Bahasa Indonesia.(jakarta: Balai pustaka 2020)

Anda mungkin juga menyukai