Di susun Oleh:
Dosen Pembimbing :
KELAS A/5
FAKULTAS KEPERAWATAN
2020
KONSEP DASAR
1. Defenisi
Resiko perilaku kekerasan merupakan perilaku seseorang yang menunjukkan bahwa ia dapat
membayangkan diri sendiri atau orang lain atau lingkungan, baik secara fisik, emosional,
seksual, dan verbal (NANDA, 2016). Resiko perilaku kekerasan terbagi menjadi dua yaitu
risiko perilaku kekerasan terhadap diri sendiri (risk for self-directed violence) dan risiko
perilaku kekerasan terhadap orang lain (risk for other-directed violence. NANDA 2016
menyatakan bahwa risiko perilakunkekerasan terhadap diri sendiri merupakan perilaku yang
rentan dimana seorang individu bisa menunjukkan atau mendemonstrasikan tindakan yang
membahayakan dirinya sendiri, baik secara fisik, emosional, maupun seksual. Hal yang sama
juga berlaku untuk risiko perilaku kekerasan terhadap orang lain, hanya saja ditujukan
langsung kepada orang lain.
2. Rentang Respon
Adaptif Maladaptif
3. Etiologi
Untuk menegaskan keterangan diatas, pada klien gangguan jiwa, perilaku kekerasan bisa
disebabkan adanya gangguan harga diri: harga diri rendah. Harga diri adalah penilaian
individu tentang pencapaian diri dengan menganalisa seberapa jauh perilaku sesuai dengan
ideal diri. Dimana gangguan harga diri dapat digambarkan sebagai perasaan negatif terhadap
diri sendiri, hilang kepercayaan diri, merasa gagal mencapai keinginan.
Menurut Direja (2011) tanda dan gejala pada pasien data yang perlu dikaji adalah :
Masalah Keperawatan Data Yang Perlu Dikaji
Perilaku Kekerasan Subjektif
1. Klien mengancam.
1. Klien mengumpat dengan kata-kata kotor.
2. Klien mengatakan dendam dan jengkel.
3. Klien mengatakan ingin berkelahi.
4. Klien menyalahkan dan menuntut.
5. Klien meremehkan.
Objektif
Mata melotot/pandangan tajam.
Tangan mengepal
Rahang mengatup
Wajah memerah dan tegang
Postur tubuh kaku
Suara keras.
5. Proses Kemarahan
Stress, cemas, harga diri rendah, dan bersalah dapat menimbulkan kemarahan. Respons
terhadap marah dapat di ekspresikan secara eksternal maupun internal.
a. Eksternal yaitu konstruktif, agresif.
b. Internal yaitu perilaku yang tidak asertif dan merusak diri sendiri.
Bermusuhan
Secara umum seseorang akan marah jika dirinya merasa reancam, baik berupa
imjury secara fisik, psikis, atau ancaman konsep diri. Beberapa factor pencetus injury
perilkau kekerassan adalah sebagai berikut (Wati, 2010) :
a) Klien: kelemahan fisik, keputasasaan, ketidakberdayaan, kehidupan yang penuh
dengan agresif, dan masa lalu yang tidak menyenangkan.
b) Interaksi: penghinaan, kekerasan, kehilangan orang yang berarti, konflik, mersa
terancam baik internal dari permasalan diri klien sendiri maupun eksternal dari
lingkungan.
c) Lingkungan: panas, padat, dan bising.
7. Tingkah Laku
a. Muka merah, pandangan tajam, otot tegang, nada suara tinggi, berdebar.
b. Memaksakan kehendak, merampas makanan, memukul jika tidak senang
perilaku yang berkaitan dengan marah antara lain :
1. Menyerang atau menghindar (flight or fight)
Timbul karena kegiatan sistem saraf otonom bereaksi terhadap sekresi
epineprin menyebabkan tekanan darah meningkat, takikardi, wajah merah,
pupil melebar, mual, sekresi HCL meningkat, peristaltik usus menurun,
pengeluaran urine dan saliva meningkat, konstipasi, kewaspadaan
meningkat disertai ketegangan otot, seperti rahang terkatub, tangan dikepal,
tubuh menjadi kaku dan disertai reflek yang cepat.
2. Menyatakan dengan jelas (assertiveness)
Perilaku yang sering ditampilkan individu dalam mengekspresikan
kemarahannya yaitu dengan perilaku pasif, agresif dan asertif. Perilaku
asertif adalah cara yang terbaik untuk mengekspresikan marah disamping
dapat dipelajari juga akan mengembangkan pertumbuhan diri pasien.
3. Memberontak (acting out)
Perilaku biasanya disertai kekerasan akibat konflik perilaku acting out
untuk menarik perhatian orang lain.
4. Amuk atau kekerasan (violence)
Perilaku dengan kekerasan atau amuk dapat ditujukan pada diri sendiri,
orang lain maupun lingkungan.
8. Mekanisme Koping
Mekanisme koping adalah tiap upaya yang diharapkan pada penatalaksanaan stress,
termasuk upaya penyelasaian masalah langsung dan mekanisme pertahanan yang
digunakan untuk melindungi diri (Stuart dan sundeen, 1998 hal : 33)
Beberapa mekanisme koping yang dipakai pada klien marah untuk melindungi diri antara
lain :
a) Sublimasi : menerima suatu sasaran pengganti yang mulia. Artinya dimata
masyarakat untuk suatu dorongan yang mengalami hambatan penyaluranya secara
normal. Misalnya seseorang yang sedang marah melampiaskan kemarahannya pada
obyek lain seperti meremas remas adona kue, meninju tembok dan sebagainya,
tujuanya adalah untuk mengurangi ketegangan akibat rasa marah.
b) Proyeksi : menyalahkan orang lain kesukaranya atau keinginanya yang tidak baik,
misalnya seorang wanita muda yang menyangkal bahwa ia mempunyai perasaan
seksual terhadap rekan sekerjanya, berbalik menuduh bahwa temanya tersebut
mencoba merayu, mencumbunya
c) Represi : mencegah pikiran yang menyakitkan atau membahayakan masuk kealam
sadar. Misalnya seorang anak yang sangat benci pada orang tuanya yang tidak
disukainya. Akan tetapi menurut ajaran atau didikan yang diterimanya sejak kecil
bahwa membenci orang tua merupakan hal yang tidak baik dan dikutuk oleh tuhan.
Sehingga perasaan benci itu ditekannya dan akhirnya ia dapat melupakanya.
d) Reaksi formasi : mencegah keinginan yang berbahaya bila di ekspresikan. Dengan
melebih lebihkan sikap dan perilaku yang berlawanan dan menggunakanya sebagai
rintangan. Misalnya seseorang yang tertarik pada teman suaminya, akan
memperlakukan orang tersebut dengan kuat.
e) Deplacement : melepaskan perasaan yang tertekan biasanya bermusuhan. Pada
obyek yang tidak begitu berbahaya seperti yang pada mulanya yang membangkitkan
emosi itu. Misalnya : timmy berusia 4 tahun marah karena ia baru saja mendapatkan
hukuman dari ibunya karena menggambar didinding kamarnya. Dia mulai bermai
perang-perangan dengan temanya.
Sumber Koping
Menurut Suart Sundeen 1998 :
1. Aset ekonomi
2. Kemampuan dan keahlian
3. Tehnik defensif
4. Sumber sosial
5. Motivasi
6. Kesehatan dan energi
7. Kepercayaan
8. Kemampuan memecahkan masalah
9. Kemampuan sosial
10. Sumber sosial dan material
11. Pengetahuan
12. Stabilitas budaya
9. Penatalaksanaan Umum
a. Farmakoterapi
Klien dengan ekspresi marah perlu perawatan dan pengobatan yang tepat. Adapun
pengobatan dengan neuroleptika yang mempunyai dosis efektif tinggi contohnya
Clorpromazine HCL yang berguna untuk mengendalikan psikomotornya. Bila tidak
ada dapat digunakan dosis efektif rendah, contohnya Trifluoperasine estelasine, bila
tidak ada juga maka dapat digunakan Transquilizer bukan obat anti psikotik seperti
neuroleptika, tetapi meskipun demikian keduanya mempunyai efek anti tegang, anti
cemas, dan anti agitasi.
b. Terapi Okupasi
Terapi ini sering diterjemahkan dengan terapi kerja, terapi ini bukan pemberian
pekerjaan atau kegiatan itu sebagai media untuk melakukan kegiatan dan
mengembalikan kemampuan berkomunikasi, karena itu dalam terapi ini tidak harus
diberikan pekerjaan tetapi segala bentuk kegiatan seperti membaca Koran, main catur
dapat pula dijadikan media yang penting setelah mereka melakukan kegiatan itu diajak
berdialog atau berdiskusi tentang pengalaman dan arti kegiatan uityu bagi dirinya.
Terapi ini merupakan langkah awal yangb harus dilakukan oleh petugas terhadap
rehabilitasi setelah dilakukannyan seleksi dan ditentukan program kegiatannya.
c. Peran serta keluarga
Keluarga merupakan system pendukung utama yang memberikan perawatan langsung
pada setiap keadaan(sehat-sakit) klien. Perawat membantu keluarga agar dapat
melakukan lima tugas kesehatan, yaitu mengenal masalah kesehatan, membuat
keputusan tindakan kesehatan, memberi perawatan pada anggota keluarga,
menciptakan lingkungan keluarga yang sehat, dan menggunakan sumber yang ada
pada masyarakat. Keluarga yang mempunyai kemampuan mengatasi masalah akan
dapat mencegah perilaku maladaptive (pencegahan primer), menanggulangi perilaku
maladaptive (pencegahan skunder) dan memulihkan perilaku maladaptive ke perilaku
adaptif (pencegahan tersier) sehingga derajat kesehatan klien dan kieluarga dapat
ditingkatkan secara opti9mal. (Budi Anna Keliat,1992).
d. Terapi somatic
Menurut Depkes RI 2000 hal 230 menerangkan bahwa terapi somatic terapi yang
diberikan kepada klien dengan gangguan jiwa dengan tujuan mengubah perilaku yang
mal adaftif menjadi perilaku adaftif dengan melakukan tindankan yang ditunjukkan
pada kondisi fisik klien, tetapi target terapi adalah perilaku klien
e. Terapi kejang listrik
Terapi kejang listrik atau elektronik convulsive therapy (ECT) adalah bentuk terapi
kepada klien dengan menimbulkan kejang grand mall dengan mengalirkan arus listrik
melalui elektroda yang ditempatkan pada pelipis klien. Terapi ini ada awalnya
untukmenangani skizofrenia membutuhkan 20-30 kali terapi biasanya dilaksanakan
adalah setiap 2-3 hari sekali (seminggu 2 kali).
ASUHAN KEPERAWATAN
1. Pengkajian
Pengkajian adalah proses untuk tahap awal dan dasar utama dari proses keperawatan
terdiri dari pengumpulan data dan perumusan kebutuhan atau masalah klien.
Data yang dikumpulkan melalui data biologis, psikologis, sosial dan spritual
pengelompokkan data pada pengkajian kesehatan jiwa dapat pula berupa faktor presipitasi,
penilaian terhadap stressor, sumber koping dan kemampuan yang dimiliki klien.
a. Identitas Klien
Meliputi nama, umur, jenis kelamin, tanggal pengkajian, tanggal dirawat, No. MR.
b. Alasan Masuk
Alasan klien datang ke RSJ, biasanya klien memukul anggota keluarga atau orang lain,
merusak alat “RT dan marah”.
c. Faktor Predisposisi
1) Biasanya klien pernah mengalami gangguan jiwa dan kurang berhasil dalam
pengobatan.
2) Pernah mengalami aniaya fisik, penolakan dan kekerasan dalam keluarga.
3) Klien dengan perilaku kekerasan bisa herediter.
4) Pernah mengalami trauma masa lalu yang sangat mengganggu
d. Fisik
Pada saat marah tensi biasanya meningkat.
e. Psikososial
1) Genogram
Pada genogram biasanya ada terlihat ada anggota keluarga yang mengalami kelainan
jiwa, pada komunikasi klien terganggu begitupun dengan pengambilan keputusan dan
pola asuh.
2) Konsep diri
a) Gambaran diri : Klien biasanya mengeluh dengan keadaan tubuhnya, ada
bagian tubuh yang disukai dan tidak disukai.
b) Identitas klien : Klien biasanya tidak puas dengan status dan posisinya baik
sebelum maupun ketika dirawat tapi klien biasanya puas
dengan statusnya sebagai laki-laki / perempuan.
c) Peran diri : Klien menyadari peran sebelum sakit, saat di rawat peran klien
terganggu.
d) Harga diri : Klien biasanya memiliki harga diri rendah sehubungan dengan
sakitnya.
e) Ideal diri : Klien biasanya memiliki harapan masa lalu yang tidak
terpenuhi.
3) Hubungan Sosial
Klien kurang dihargai di keluarga dan lingkungan.
4) Spritual
a) Nilai dan keyakinan
Biasanya klien dengan sakit jiwa dipandang tidak sesuai dengan norma dan
budaya.
b) Kegiatan ibadah
Klien biasanya menjalankan ibadah di rumah sebelumnya, saat sakit ibadah
terganggu atau sangat berlebihan.
f. Status Mental
1) Penampilan
Biasanya penampilan diri yang tidak rapi, tidak cocok / serasi dan berubah dari
biasanya.
2) Pembicaraan
Pembicaraan cepat, keras
3) Aktivitas motorik
Meningkat, klien biasanya terganggu dan gelisah
4) Alam perasaan
Berupa suasana emosi yang memanjang akibat dari faktor presipitasi misalnya : sedih
dan putus asa.
5) Afek
Afek klien biasanya sesuai
7) Persepsi
Klien dengan perilaku kekerasan biasanya tidak memiliki kerusakan persepsi.
8) Proses pikir
Biasanya klien mampu mengorganisir dan menyusun pembicaraan logis dan keheran.
9) Isi Pikir
Keyakinan klien konsisten dengan tingkat intelektual dan latar belakang budaya
klien.
11) Memori
Tidak terjadi gangguan daya ingat jangka panjang maupun jangka pendek klien
mampu mengingat kejadian yang baru saja terjadi.
2) BAB / BAK
Observasi kemampuan klien untuk BAB / BAK serta kemampuan klien untuk
membersihkan dirinya.
3) Mandi
Biasanya klien mandi berulang / tidak mandi sama sekali
4) Berpakaian
Biasanya tidak rapi, tidak sesuai dan tidak diganti
5) Istirahat
Observasi tentang lama dan waktu tidur siang dan malam, biasanya istirahat klien
terganggu karena klien gelisah dengan masalah yang dihadapi.
h. Aspek Medis
Obat yang diberikan pada klien dengan perilaku kekerasan biasanya diberikan anti
psikotik seperti CPZ, TFZ, THP.
Pohon Masalah
Resiko menciderai diri sendiri
Orang lain atau lingkungan. E
Perlaku kekerasan CP
2. Diagnosa Keperawatan
1. Resiko menciderai diri sendiri, orang lain atau lingkungan : perilaku kekerasan.
2. Perilaku kekerasan : Mekanisme koping individu in efektif.
3. Intervensi
1. Resiko menciderai diri dan orang lain : perilaku kekerasan.
TUM : Klien dapat melanjutkan peran sesuai dengan tanggung jawab.
TUK : 1. Klien dapat membina hubungan saling percaya.
Kriteria hasil :
Klien mau menjawab salam
Klien mau menjabat tangan
Klien mau menyabutkan nama
Klien mau tersenyum
Ada kontak mata
Mau mengetahui nama perawat
Mau menyediakan waktu untuk kontak
Intervensi :
a. Memberi salam atau panggil nama klien
b. Sebutkan nama perawat sambil menjabat tangan
c. Jelaskan tujuan interaksi
d. Jelaskan tentang kontrak yang akan dibuat
e. Beri sikap aman dan empati
f. Lakukan kontrak singkat tapi sering
4. Implementasi
Implementasi keperawatan mencakup pengobatan psikososial yang luas serta
dilandasi pengkajian tentang kebutuhan dan kekuatan klien. Implementasi tindakan
keperawatan disesuaikan dengan rencana tindakan keperawatan pada situasi nyata,
implementasi sering kali jauh berbeda dengan rencana. Sebelum melaksanakan tindakan
yang sudah direncanakan, perawat perlu memualidasi dengan singkat. Apakah rencana
tindakan masih sesuai dan dibutuhkan oleh klien saat ini (here and now) perawat juga
menilai diri sendiri, apakah mempunyai kemampuan interpersonal, intelektual dan
teknikal yang diperlukan untuk melaksanakan tindakan, perawat juga menilai kembali
apakah tindakan aman bagi klien. Setelah tidak ada hambatan maka tindakan
keperawatan boleh dilakukan.
5. Evaluasi
Evaluasi merupakan hasil akhir dari proses keperawatan yang dilakukan untuk
menilai efek dari tindakan keperawatan pada klien. Dari evaluasi dapat diketahui apakah
tujuan tercapai atau tidak tercapai.
STRATEGI PELAKSANAAN TINDAKAN KEPERAWATAN H-1
SP 1 Pasien :
Membina hubungan saling percaya, identifikasi penyebab perasaan marah,
tanda dan gejala yang dirasakan, perilaku kekerasan yang dilakukan, akibatnya
serta cara mengontrol secara fisik I
ORIENTASI:
“Selamat Pagi pak, perkenalkan nama Sury Dayo, panggil saja saya sury Mahasiswa
Keperawatan Universitas Katolik De La Salle Manado yang akan praktek disini
selama 2 minggu. Hari ini saya dinas pagi dari pkl. 07.00-14.00 WITA. Saya yang
akan merawat bapak selama Bapak di rumah sakit ini. Nama bapak siapa? senangnya
dipanggil apa?”
“Bagaimana perasaan bpk Christian saat ini? Masih ada perasaan kesal atau
marah?”
“Baiklah kita akan berbincang-bincang sekarang tentang perasaan marah bapak”
“Berapa lama kita berbincang-bincang?” Bagaimana kalau 10 menit?
“Dimana enaknya kita duduk untuk berbincang-bincang, pak Christian? Bagaimana
kalau di ruangan ini?”
KERJA :
“Apa yang menyebabkan bpk Christian marah?, Apakah sebelumnya bpk pernah
marah? Terus, penyebabnya apa? Samakah dengan yang sekarang?. O...iya, apakah
ada penyebab lain yang membuat Bapak marah?
“Pada saat penyebab marah itu ada, bpk Christian stress karena menghitung
uangnya dan temannya selalu meminta sesuatu darinya (tunggu respon pasien), apa
yang bapak rasakan?”
“Apakah bpk Christian merasakan kesal kemudian dada bpk berdebar-debar, mata
melotot, rahang terkatup rapat, dan tangan mengepal?”
“Setelah itu apa yang bpk Christian lakukan?. Oia jadi bpk Christian marah-marah
dengan mengamuk, merusak barang yang ada dirumah, dan memukul orang. Apakah
dengan cara ini rasa jengkel bpk hilang? Iya, tentu tidak. Apa kerugian cara yang bpk
Christian lakukan? Betul, keluarga bpk jadi takut. Menurut bpk Christian adakah
cara lain yang lebih baik tanpa menimbulkan kerugian? Maukah bpk Christian
belajar cara mengungkapkan kemarahan dengan baik tanpa menimbulkan
kerugian?”
”Ada beberapa cara untuk mengontrol kemarahan, pak. Salah satunya adalah dengan
cara fisik. Jadi melalui kegiatan fisik disalurkanrasa marah.”
”Ada beberapa cara, bagaimana kalau kita belajar satu cara dulu?”
”Begini pak Christian, kalau tanda-tanda marah tadi sudah bpk Christian rasakan
maka bpk berdiri, lalu tarik napas dari hidung, tahan sebentar, lalu keluarkan/tiupu
perlahan –lahan melalui mulut seperti mengeluarkan kemarahan. Ayo coba lagi, tarik
dari hidung, bagus.., tahan, dan tiup melalui mulut. Nah, lakukan 5 kali. Bagus sekali,
bapak sudah bisa melakukannya. Bagaimana perasaannya?”
“Nah, sebaiknya latihan ini bpk Christian lakukan secara rutin, sehingga bila
sewaktu-waktu rasa marah itu muncul bpk Christian sudah terbiasa melakukannya”
TERMINASI :
“Oya Pak, karena sudah 10 menit, apakah perbincangan ini mau diakhiri atau
dilanjutkan?”
“Bagaimana perasaan bapak setelah berbincang-bincang tentang kemarahan
bapak?”
”Iya jadi ada 2 penyebab bpk Christian marah ........ (sebutkan) dan yang bpk
Christian rasakan ........ (sebutkan) dan yang bpk Christian lakukan ....... (sebutkan)
serta akibatnya ......... (sebutkan)
”Coba selama saya tidak ada, ingat-ingat lagi penyebab marah bapak yang lalu, apa
yang bapak lakukan kalau marah yang belum kita bahas dan jangan lupa latihan
napas dalamnya ya pak. ‘Sekarang kita buat jadual latihannya ya pak, berapa kali
sehari bapak mau latihan napas dalam?, jam berapa saja pak?”
”Baik, bagaimana kalau 2 jam lagi saya datang dan kita latihan cara yang lain untuk
mencegah/mengontrol marah. Tempatnya disini saja ya pak”
DAFTAR PUSTAKA