Anda di halaman 1dari 16

MAKALAH

ASUHAN KEPERAWATAN HIV/AIDS

MENGENAI RESPON SPESIFIK, BIOLOGIS, ADAPTIF PSIKOLOGIS,


SOSIAL, DAN SPIRITUAL

KELOMPOK 8

DISUSUN OLEH :

NUR ANNISA (PO.71.4.261.20.2.015)

NUR CHAERANI PUTRI (PO.71.4.261.20.2.016)

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


POLITEKNIK KESEHATAN MAKASSAR
JURUSAN TERAPIS GIGI
PROGRAM STUDI D-IV
2020

i
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala rahmat-Nya sehingga
Kami dapat menyelesaikan Makalah yang berjudul “ASUHAN
KEPERAWATAN HIV/AIDS MENGENAI RESPON SPESIFIK,
BIOLOGIS, ADAPTIF PSIKOLOGIS, SOSIAL, DAN SPIRITUAL” dengan
sebaik-baiknya. Penyusunan Makalah ini dalam rangka memenuhi tugas mata
kuliah HIV – AIDS.

Kami mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah


membantu sehingga makalah ini dapat diselesaikan tepat pada waktunya. Kami
menyadari bahwa dalam penyusunan makalah ini jauh dari kata sempurna, baik
dari segi penyusunan, bahasa ataupun penulisannya. Oleh karena itu, Kami
mengharapkan kritik dan saran yang sifatnya membangun demi sempurnanya
makalah ini.

Makassar, 11 September 2020

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR....................................................................................... i

DAFTAR ISI...................................................................................................... ii

BAB I PENDAHULUAN.................................................................................. 1

1.1. Latar Belakang........................................................................................... 1

1.2. Rumusan Masalah...................................................................................... 2

1.3. Tujuan Penulisan....................................................................................... 2

1.4. Manfaat Penulisan..................................................................................... 2

BAB II PEMBAHASAN................................................................................... 3

2.1 Pengertian Asuhan Keperawatan................................................................ 3

2.2 Asuhan Keperawatan HIV/AIDS Mengenai Respon Spesifik, Biologis,


Adaptif Psikologis, Sosial dan Spiritual........................................................... 3

2.3 Pentingnya Asuhan Keperawatan HIV/AIDS kepada PHIV...................... 10

BAB III PENUTUP........................................................................................... 12

3.1 Saran........................................................................................................... 12

3.2 Kesimpulan................................................................................................. 12

DAFTAR PUSTAKA

ii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Human Immunodeficiency Virus (HIV) adalah virus yang menyebabkan


AIDS (Acquired Immune Deficiency Syndrome). HIV secara drastis dapat
menurunkan sistem kekebalan tubuh, sehingga memungkinkan penyakit, bakteri,
virus, dan infeksi lainnya menyerang tubuh manusia. AIDS adalah kondisi yang
paling parah dari penyakit HIV dan ditandai dengan munculnya penyakit lain,
seperti kanker dan berbagai infeksi, yang muncul seiring dengan melemahnya
sistem kekebalan tubuh Anda. HIV umumnya ditularkan melalui kontak langsung
antara lapisan kulit dalam (membran mukosa) atau aliran darah, dengan cairan
tubuh yang mengandung HIV, seperti darah, air mani, cairan vagina, cairan
preseminal, dan air susu ibu. Penularan dapat terjadi melalui hubungan intim
(vaginal, anal, ataupun oral), transfusi darah, jarum suntik yang terkontaminasi,
antara ibu dan bayi selama kehamilan, bersalin, atau menyusui, serta bentuk
kontak lainnya dengan cairan-cairan tubuh tersebut.

Menurut laporan dari WHO (World Health Organization), pada akhir 2014
ada sekitar 37 juta orang yang hidup dengan HIV dan 1,2 juta orang meninggal
karena penyebab terkait AIDS. Namun, hanya 54% dari penderita yang menyadari
bahwa mereka mengidap HIV/AIDS. Masalah keperawatan pada klien
HIV/AIDS dapat dikelompokkan menjadi 4 hal, yaitu masalah yang berhubungan
dengan biologis, psikis, sosial dan ketergantungan. Prinsip Asuhan keperawatan
pasien HIV dalam meningkatkan Imunitas Klien HIV/AIDS melalui pemenuhan
kebutuhan biologis, psikologis, sosial, dan spiritual perawat dalam menurunkan
stressor.

1
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan, penulis merumuskan masalah
sebagai berikut.

1. Apa pengertian Asuhan Keperawatan?


2. Bagaimana asuhan keperawatan HIV/AIDS mengenai respon spesifik,
biologis, adaptif psikologis, sosial dan spiritual?
3. Apakah penting dilakukan asuhan keperawatan HIV/AIDS kepada pasien
yang terinfeksi?

1.3 Manfaat Penulisan

Adapun manfaat dalam penulisan makalah ini yaitu.

1. Mengetahui pengertian asuhan keperawatan.


2. Mengetahui asuhan keperawatan HIV/AIDS mengenai respon spesifik,
biologis, adaptif psikologis, sosial dan spiritual.
3. Mengetahui akan Pentingnya dilakukan Asuhan Keperawatan HIV/AIDS
Kepada Pasien yang Terinfeksi

1.4 Tujuan Penulisan

Adapun tujuan dalam penulisan makalah ini yaitu

1. Untuk mengetahui pengertian asuhan keperawatan.


2. Untuk mengetahui asuhan keperawatan HIV/AIDS mengenai respon
spesifik, biologis, adaptin. Psikologis, sosial dan spiritual.
3. Untuk mengetahui akan pentingnya dilakukan asuhan keperawatan
HIV/AIDS kepada pasien yang terinfeksi.

2
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Asuhan Keperawatan

2.1.1 Pengertian Asuhan Keperawatan


Asuhan keperawatan (DPP PPNI, 1999) adalah Suatu proses atau
rangkaian kegiatan pada praktek keperawatan yang langsung diberikan kepada
klien pada berbagai tatanan pelayanan kesehatan, dalam upaya pemenuhan
KDM, dengan menggunakan metodologi proses keperawatan, berpedoman
pada standar keperawatan, dilandasi etik dan etika keperawatan, dalam
lingkup wewenang serta tanggung jawab keperawatan. (Apriyani Puji Hastuti.
Konsep Dasar Asuhan Keperawatan. Diakses 9 Juli 2012)
2.2 Asuhan Keperawatan HIV/AIDS Mengenai Respon Spesifik, Biologis,
Adaptif Psikologis, Sosial dan Spiritual

2.2.1 Asuhan Keperawatan Respon Spesifik


1. Respon Biologis (Imunitas)
Secara imunologis, sel T yang terdiri dari limfosit T-helper,
disebut limfosit CD4+ akan mengalami perubahan baik secara kuantitas
maupun kualitas. HIV menyerang CD4+ baik secara langsung maupun
tidak langsung. Secara langsung, sampul HIV yang mempunyai efek
toksik akan menghambat fungsi sel T (toxic HIV). Secara tidak langsung,
lapisan luar protein HIV yang disebut sampul gp 120 dan anti p24
berinteraksi dengan CD4+ yang kemudian menghambat aktivasi sel yang
mempresentasikan antigen (APC).
Setelah HIV melekat melalui reseptor CD4+ dan co-reseptornya
bagian sampul tersebut melakukan fusi dengan membran sel dan bagian
intinya masuk kedalam sel membran. Pada bagian inti terdapat enzim
reserve transcripatase yang terdiri dari DNA polimerase dan
ribonuclease. Pada inti yang mengandung RNA, dengan enzim DNA
polimerase menyusun kopi DNA dari RNA tersebut. Enzimribonuclease
memusnahkan RNA asli. Enzim polimerase kemudian membentuk kopi

3
DNA kedua dari DNA pertama yang tersusun sebagai cetakan
(Stewart, 1997: Baratawidjaja, 2000).
virus HIV yang telah berhasil masuk dalam tubuh pasien, juga
menginfeksi berbagai macam sel, terutama monosit, makrofag, sel-sel
mikroglia di otak, sel-sel hobfour plasenta, sel-sel dendrit pada kelenjar
limfa, sel-sel epitel pada usus, dan sel-sel langerhans di kulit. Efek dari
infeksi pada sel mikroglia di otak adalah encepalopati dan pada sel epitel
di usus adalah diare yang kronis (Stewart, 1997).
2. Respon Adaptif Psikososial-Spiritual

A. Respons Adaptif Psikologis (Penerimaan Diri)


Kubler ‘Ross (1974) menguraikan lima tahap reaksi emosi seseorang
terhadap penyakit, yaitu.
a. Pengingkaran (denial)
Penolakan status HIV dikaitkan dengan kesehatan mental dan fisik
yang buruk (Kamen et.al, 2012). Stigma yang diberikan masyarakat
kepada ODHA dapat membuat mereka lebih tertekan dan terisolasi,
sehingga terjadi penolakan dalam diri maupun lingkungan sekitar.
Tekanan lain yang dirasakan adalah perasaan takut untuk mengekspos
status kepada orang terdekat. Penting keterlibatan seseorang untuk
membantu pasien dalam proses penerimaan status seperti dukungan
sosial, konseling, pengetahuan, sikap, dan praktik kesehatan. Proses
penerimaan status dipengaruhi oleh kesadaran individu itu sendiri.
Penerimaan status dapat dilewati dengan dukungan dari orang sekitar
(Sukarja.al, 2017).
b. Kemarahan (anger)

Karakteristik pasien dihubungkan dengan rasa marah dan rasa


bersalah. Pasien akan mengungkapkan kemarahannya pada diri sendiri,
dan kemudian timbul penyesalan (Nursalam dalam Aristiana, 2015).
Kemarahan tidak bisa mengendalikan diri mereka sendiri.
Kemarahan yang dirasakan oleh pasien saat mereka merenungkan

5
kenyataan dan menyadari penyebabnya penyakit diri mereka
sendiri (Sukaria, et.al, 2017).

c. Sikap Tawar Menawar (bargaining)


Menurut William dan Rawlin (dalam Wahyuni 2014) menyatakan
bahwa kegagalan yang terus menerus dialami oleh seseorang
menimbulkan pertanyaan dalam diri dan semua penyebabnya terletak
pada kelemahan diri. Kegagalan dapat membuat seseorang yang merasa
tidak berguna dan bertanya-tanya kepada diri sendiri tentang ketepatan
pengobatannya. Apabila terjadi kegagalan dalam pengobatan maka
pasien akan melakukan pengobatan di luar medis atau alternative.
Pada fase ini, pasien berfikir dan merasakan bahwa protesnya tidak
ada artinya. Mulai timbul rasa bersalahnya dan mulai membina
hubungan dengan Tuhan, meminta dan berjanji merupakan ciri yang
jelas yaitu pasien menyanggupi akan menjadi lebih.
d. Depresi (depression)
Menurut Folkman dan Lazarus (dalam Wahyuni 2014), pasien
yang terus-menerus merasakan depresi disebabkan karena pasien
tersebut mengalami kemunduran fisik, kemungkinan penolakan sosial,
dalam pekerjaan, emosional dan seksual. Pasien akan menyalahkan diri
sendiri dan merasa bahwa dirinya dibarisan pertama yang mudah
terinfeksi. Tekanan psikologis berkepanjangan menyebabkan pasien
semakin terisolasi dan kurang terbuka sehingga jatuh pada depresi.
e. Penerimaan (acceptance)
Menurut Folkman dan Lazarus (dalam Wahyuni 2014), seseorang
akan menerima keadaanya karenya dipengaruhi pula oleh rasa bersalah
terhadap “pelanggaran” yang telah lewat, sehingga penyakit yang
dialami sekarang dianggapnya sebagai suatu hukuman.

5
Menurut Frank dalam Parhani (2016) menyatakan bahwa pasien
memiliki kebebasan untuk memilih tindakan dalam situasi apapun
dalam hidupnya, termasuk didalamnya adalah kebebasan untuk
menerima atau tidak menerima situasi yang mereka alami.
(Nurjannah dkk. Pengaruh Peran Perawat Sebagai Konselor Terhadap
Respon Berduka Pasien HIV/AIDS di RSJD Sungai Bangkong
Pontianak. Diakses 7 Agustus 2018)

B. Respons Adaptif Spiritual


Respons Adaptif spiritual dikembangkan dari konsep Ronaldson
(2000) dan Kauman & Nipan (2003). Respons adaptif spiritual,
meliputi:
1. harapan yang realistis;
2. tabah dan sabar;
3. pandai mengambil hikmah.
C. Respons Adaptif Sosial
Aspek psikosial menurut Stewart (1997) dibedakan menjadi 3
aspek, yaitu:
1. Stigma sosial memperparah depresi dan pandangan yang negatif
tentang harga diri pasien.
2. Diskriminasi terhadap orang yang terinfeksi HIV, misalnya
penolakan bekerja dan hidup serumah juga akan berpengaruh terhadap
kondisi kesehatan. Bagi pasien homoseksual, penggunaan obat-obat
narkotika akan berakibat terhadap kurangnya dukungan sosial. Hal ini
akan memperparah stress pasien.
3. Terjadinya waktu yang lama terhadap respons psikologis mulai
penolakan, marah-marah, tawar menawar, dan depresi berakibat
terhadap keterlambatan upaya pencegahan dan pengobatan. Pasien
akhirnya mengkonsumsi obat-obatan untuk menghilangkan stres yang
dialami.

6
Respons adaptif sosial dikembangkan peneliti berdasrkan konsep
dari Pearlin & Aneshense (1986).
1. Emosi
2. Cemas
3. Interaksi Sosial

2.2.2 Asuhan Keperawatan Respon Biologis (Aspek Fisik)


Asuhan fisik pada PHIV adalah pemenuhan kebutuhan fisik
sebagai akibat dari tanda dan gejala yang terjadi. Aspek perawatan fisik
meliputi
(a). Universal precautions;
(b). Pengobatan infeksi sekunder dan pemberian ARV;
(c). Pemberian nutrisi;
(d). aktifitas dan istirahat.
(Nursalam & Kurniawati, 2013).
2.2.3 Asuhan Keperawatan Respon Adaptif Psikologis (Strategi Koping)
Strategi koping adalah upaya-upaya yang dilakukan individu dalam
menggunakan sumber daya yang ada untuk mengurangi tingkat stres atau
tekanan yang dialami.
Lazarus dan Folkman menjelaskan terdapat 2 strategi dalam
melakukan coping, yaitu:
a. Emosional focused coping
Digunakan untuk mengatur respon emosional terhadap stres.
Pengaturan ini melalui individu.
b. Problem focused coping
Digunakan untuk mengurangi stressor atau mengatasi stres dengan
cara mempelajari cara-cara atau keterampilan-keterampilan yang baru.
Metode ini lebih sering digunakan oleh orang dewasa.
(Khoiroh, Qimmatul. Hubungan strategi coping dengan tingkat
premenstrual syndrome pada mahasisiwi Fakultas Psikologi Universitas
Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim Malang. Diakses 7 September
2015).

7
Nursalam menyebutkan tiga koping positif yang bisa dilakukan
dalam mengatasi stress.
1. Pemberdayaan Sumber Daya Psikologis (Potensi Diri)
Sumber daya psikologis yang penting antara lain: pikiran yang
positif tentang dirinya (harga diri), dan mengontrol diri yaitu kemampuan
dan keyakinan untuk mengontrol tentang diri sendiri dan situasi
(internal-external control), dimana kehidupannya dikendalikan oleh
keberuntungan dan nasib dari luar sehingga pasien dapat mengambil
hikmat dari sakitnya (looking for silver lining).
2. Rasionalisasi (Terapi Kognitif)
Dalam menghadapi situasi stress, respons individu secara rasional
adalah dia akan mengahadapi secara terus terang, mengabaikan, atau
memberitahukan kepada diri sendiri bahwa masalah tersebut bukan
sesuatu yang penting untuk dipikirkan dan semuanya akan berakhir
dengan sendirinya.
3. Teknik Perilaku
Teknik perilaku dapat dipergunakan untuk membantu individu
mengatasi situasi stress. Beberapa individu melakukan kegiatan yang
bermanfaat dalam menungjang kesembuhannya. Misalnya, pasien HIV
akan melakukan aktivitas yang dapat membantu meningkatkan daya
tahan tubuh dengan tidur secara teratur, makan seimbang, minum obat
antiretroviral, dan obat untuk infeksi sekunder secara teratur dan
menghindari hal-hal yang akan memperparah sakitnya.
(Ema Hidayanti. Strategi Coping Stress Perempuan dengan HIV/AIDS.
Diakses Oktober 2013).
2.2.4 Asuhan Keperawatan Respon Sosial (Keluarga dan PEER GROUP)
Dukungan sosial sangat diperlukan, terutama pada PHIV yang
kondisinya sudah sangat parah. Individu yang termasuk dalam
memberikan dukungan sosial meliputi pasangan (suami/istri), orang tua,
anak, sanak keluarga, teman, tim kesehatan, atasan dan konselor.
House membedakan empat jenis atau dimensi dukungan sosial.

8
1. Dukungan Emosional

Mencakup ungkapan empati, kepedulian dan perhatian terhadap


orang yang bersangkutan.
2. Dukungan Penghargaan
Terjadi lewat ungkapan hormat/penghargaan positif untuk orang
lain itu, dorongan maju atau persetujuan dengan gagasan atau perasaan
individu dan perbandingan positif orang itu dengan orang lain misalnya
orang itu kurang mampu atau lebih buruk keadaannya (menambah harga
diri)
3. Dukungan Instrumental
Mencakup bantuan langsung misalnya orang memberi pinjama
uang kepada orang yang membutuhkan atau menolong dengan memberi
pekerjaan pada orang yang tidak punya pekerjaan.
4. Dukungan Informatif
Mencakup pemberian nasehat, petunjuk, sarana.
Dimensi dukungan sosial meliputi 3 hal (Jacobson,1986);
1. emotional support, meliputi perasaan nyaman, dihargai, dicintai, dan
diperhatikan.
2. cognitive support, meliputi informasi, pengetahuan dan nasehat.
3. materials support, meliputi bantuan atau pelayanan berupa sesuatu
barang dalam mengatasi suatu masalah.
2.2.5 Asuhan Keperawatan Respon Spiritual
Asuhan keperawatan pada aspek spiritual ditekankan pada penerimaan
pasien terhadap sakit yang dideritanya (Ronaldson, 2000). Asuhan
keperawatan yang dapat diberikan sebagai berikut.
1. Menguatkan harapan yang realistis kepada pasien terhadap
kesembuhan.
Harapan merupakan salah satu unsur yang penting dalam
dukungan sosial. Orang bijak mengatakan “hidup tanpa harapan, akan
membuat orang putus asa dan bunuh diri”

9
2. Pandai mengambil hikmah
Peran perawat dalam hal ini adalah mengingatkan dan
mengajarkan kepada pasien untuk selalu berpikiran positif terhadap
semua cobaan yang dialaminya.
3. Ketabahan hati.
Ketabahan hati sangat dianjurkan kepada PHIV. Perawat dapat
menguatkan diri pasien dengan memberikan contoh nyata dan
mengutip kitab suci atau pendapat orang bijak. Pasien harus
diyakinkan bahwa semua cobaan yang diberikan pasti mengandung
hikmah yang sangat penting dalam kehidupannya. (Nursalam Dkk.
Asuhan Keperawatan pada Pasien Terinfeksi HIV/AIDS edisi 2. Hal.
38)

2.3 Pentingnya Asuhan Keperawatan HIV/AIDS Kepada PHIV


Asuhan keperawatan terhadap penderita HIV tentu sangat penting
dilakukan untuk pengobatannya. Oleh karenanya hal yang berkaitan dengan
asuhan tersebut tentu sangatlah memberikan peran terhadap dokter ataupun
perawat yang menangani hal tersebut. Pemberian nutrisi yang sesuai ataupun
pemberian penanganan yang tepat tentu sangat penting di berikan kepada
penderita HIV tersebut agar tidak bertambah parah ataupun menular.

Selain metode asuhan yang telah dipaparkan pada pembahasan


sebelumnya maka ada proses asuhan yang dianggap perlu diberikan kepada
penderita HIV yang menjadi salah satu alasan mengapa asuhan keperawatan
HIV/AIDS kepada penderita HIV itu penting, seperti:

1. Rehabilitasi

Rehabilitasi ditujukan pada pengidap atau pasien AIDS dan keluarga


atau orang terdekat, dengan melakukan konseling yang bertujuan untuk :

1. Memberikan dukungan mental-psikologis

2. Membantu mereka untuk bisa mengubah perilaku yang berisiko tinggi


menjadi perilaku yang tidak berisiko atau kurang berisiko.

10
3. Mengingatkan kembali tentang cara hidup sehat, sehingga bisa
mempertahankan kondisi tubuh yang baik.
4. Membantu mereka untuk menemukan solusi permasalahan yang berkaitan
dengan penyakitnya, antara lain bagaimana mengutarakan masalah-
masalah pribadi dan sensitif kepada keluarga dan orang terdekat.
2. Edukasi

Edukasi pada masalah HIV/AIDS bertujuan untuk mendidik pasien


dan keluarganya tentang bagaimana menghadapi hidup bersama AIDS,
kemungkinan diskriminasi masyarakat sekitar, bagaimana tanggung jawab
keluarga, teman dekat atau masyarakat lain. Pendidikan juga diberikan
tentang hidup sehat, mengatur diet, menghindari kebiasaan yang dapat
merugikan kesehatan, antara lain: rokok, minuman keras. Narkotik, dsb.

Jadi, berdasarkan hal tersebut maka penyuluhan ataupun pelayanan


mengenai penyakit HIV/AIDS tidak hanya penting diberikan kepada
penderita HIV itu sendiri melainkan juga penting diberikan kepada keluarga
penderita HIV yang berguna sebagai sarana atau proses pencegahan dari
penularan penyakit . Sedangkan untuk penderita HIV sendiri sangat penting
sebagai proses pencegahan perkembangan virus (tidak bertambah parah).

11
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Dalam melaksanakan asuhan keperawatan terhadap penderita HIV/AIDS


perlu diperhatikan beberapa aspek yang sangat mempengaruhi kondisi penderita
HIV/AIDS yaitu aspek spesifik, biologis, adaptif psikologis, sosial dan spiritual.
Aspek-aspek tersebut memiliki pengaruh dalam perawatan terhadap penderita
HIV/AIDS seperti pada aspek adaptif psikologis, dimana penderita HIV/AIDS
dapat melakukan pengendalian stress sehingga penderita melakukan aktivitas
yang lebih menguntungkan bagi dirinya seperti dengan melakukan aktivitas yang
dapat meningkatkan daya tahan tubuhnya, seperti tidur secara teratur makan
seimbang, minum obat antiretroviral, dan obat untuk infeksi sekunder secara
teratur dan menghindari hal-hal yang akan memperparah sakitnya. Dan dukungan
sosial sangat diperlukan oleh penderita HIV/AIDS, agar mereka tidak berfikir
bahwa mereka dijauhi oleh lingkungan sekitarnya karena penyakitnya yang
diderita yang dapat menyebabkan mereka menjadi putus asa dalam menjalani sisa
hidupnya.

3.2 Saran

- Perlunya dukungan keluarga terhadap penderita HIV/AIDS agar mereka dapat


menjalani sisa hidupnya dengan baik.

- Pentingnya peran perawat dalam melakukan asuhan keperawatan terhadap


penderita HIV/AIDS sehingga dapat meningkatkan imunitas penderita dengan
pemenuhan kebutuhan biologis, psikologis, sosial dan spiritual dalam mengatasi
stress yang dialami penderita.

12
DAFTAR PUSTAKA

Hastuti, Apriyani Puji. Konsep Dasar Asuhan Keperawatan.


https://apriyanipujihastuti.wordpress.com/2012/07/09/konsep-dasar-
asuhan-keperawatan/. Diakses 9 Juli 2012.

Khoiroh, Qimmatul. Hubungan Strategi coping dengan tingkat premenstrual


syndrome pada mahasiswi Fakultas Psikologi Universitas Islam Negeri
Maulana Malik Ibrahim Malang. http://etheses.uin-
malang.ac.id/1854/6/08410083_Bab_2.pdf. Diakses 7 September 2015.

Lesmana, Septia. Asuhan Keperawatan Klien dengan HIV/AIDS.


https://septialesmana.wordpress.com/2014/03/18/asuhan-keperawatan-
klien-dengan-hivaids/. Diakses 18 Maret 2014.

Nurjannah dkk. Pengaruh Peran Perawat Sebagai Konselor Terhadap Respon


Berduka Pasien HIV/AIDS di RSJD Sungai Bangkong Pontianak.
http://jurnal.untan.ac.id/index.php/jmkeperawatanFK/article/viewFile/269
42/75676577574. Diakses 7 Agustus 2018.

Nursalam, dkk. 2007. Asuhan Keperawatan pada Pasien Terinfeksi HIV/AIDS


edisi 2. Jakarta : Salemba Medika

Nursalam. M. Asuhan Keperawatan Pada Pasien Terinfeksi HIV.


http://ners.unair.ac.id/materikuliah/1-BUKU-AIDS-2007.pdf.

Anda mungkin juga menyukai