Anda di halaman 1dari 25

ANALISIS KASUS KEPEMIMPINAN

SUSILO BAMBANG YUDHOYONO (SBY)

Disusun Oleh : Kelompok 1 (Kelas D)

Nama Anggota : 1. Niken Nabilla PL 1810111130

2. Syafa’atun Munajah 1810111136

3. Nabilla Skyndi D. 1810111139

PROGRAM STUDI S1 MANAJEMEN

UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL “VETERAN” JAKARTA

JALAN RS FATMAWATI, PANGKALAN JATI, CILANDAK, CINERE, PANGKALAN


JATI, CINERE, KOTA JAKARTA SELATAN, JAWA BARAT 16514

TAHUN PELAJARAN 2018/2019


KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Allah SWT, Tuhan Yang Maha Esa, yang telah memberikan
karuniaNya berupa kesehatan sehingga kami dapat menyusun makalah yang membahas
tentang Analisis Kasus yang Berhubungan dengan kepemimpinan dengan baik. Shalawat
serta salam tidak lupa selalu kita haturkan kepada baginda tercinta yaitu Nabi Muhammad
SAW yang kita nanti-nantikan syafa’atnya di akhirat kelak.

Kami selaku penyusun menyadari bahwa makalah ini masih jauh daripada sempurna
sebagaimana yang diharapkan dan pastinya tak luput dari kesalahan dan kekurangan. Oleh
karena itu, kami dengan rendah hati menerima kritik dan saran dari Saudara supaya kelak
kedepannya kami bisa menyusun makalah yang lebih baik lagi. Semoga dengan dibuatnya
makalah ini, Saudara bisa lebih memahami dan bermanfaat bagi pembaca dan semoga
Allah SWT membalas segala kebaikan tersebut dengan pahala yang berlipat ganda

Jakarta, Februari 2019

Kelompok 6

i
DAFTAR ISI

Halaman
KATA PENGANTAR ................................................................................................. i
DAFTAR ISI ................................................................................................................. ii

BAB I PENDAHULUAN............................................................................................ 1
1.1 Latar Belakang Masalah ................................................................................ 1
1.2 Tujuan Penulisan ........................................................................................... 1
1.3 Sistematika Penulisan .................................................................................... 2

BAB II LANDASAN TEORI ..................................................................................... 3


2.1 Pengertian Kepemimpinan ........................................................................... 3
2.2 Teori Lahirnya Seorang Pemimpin ……….................................................. 4
2.3 Kecerdasan Multidimensi Pemimpin Sejati .................................................. 6
2.4 Gaya Kepemimpinan Transaksional dan Transformasional ........................ 8
2.5 Tipe dan Gaya Kepemimpinan .................................................................... 10
2.6 Syarat-Syarat dan Ciri-Ciri Kepemimpinan .................................................. 11
2.7 Pemimpin Formal dan Informal ..................................................................... 12
2.8 Sifat-Sifat Baik yang Harus dimiliki Seorang Pemimpin ............................. 13

BAB III ANALISIS KASUS KEPEMIMPINAN SBY ........................................... 15

3.1 Permasalahan Kasus ....................................................................................... 15


3.2 Analisis Kasus ................................................................................................ 17

BAB IV PENUTUP ..................................................................................................... 19

4.1 Kesimpulan .................................................................................................... 19

4.2 Saran .............................................................................................................. 20

DAFTAR PUSTAKA

ii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

     Pengertian kepemimpinan adalah sebuah kemampuan atau kekuatan dalam diri


seseorang untuk mempengaruhi orang lain dalam hal bekerja atau melaksanakan sesuatu,
dimana tujuannya adalah untuk mencapai target (goal) organisasi yang telah ditentukan.
Teori lahirnya seorang pemimpin terbagi tiga yaitu, teori genetik, teori sosial, dan teori
ekologik. Kepemimpinan itu sendiri memiliki beberapa tipe kepemimpinan yaitu,
kharismatik, otoriter, militeristik, dan demokratis yang mungkin dimiliki setiap pemimpin.
Disisi lainnya, pada saat awal pemerintahan SBY di awal bulan Januari 2005,
perhatian pemerintah sepenuhnya tercurah pada operasi tanggap darurat di Aceh. Pada saat
itu, operasi tsunami masih sangat terfokus pada upaya tanggap darurat seperti pengumpulan
jenazah, penguburan massal, pembersihan puing-puing, serta upaya untuk mencegah
merebaknya penyakit menular.

Di tengah krisis tsunami yang luar biasa ini, Presiden SBY diam-diam melihat satu
peluang: “Mungkinkah tsunami mengakibatkan perdamaian? Mungkinkah penderitaan
rakyat yang begitu luar biasa menciptakan dorongan moral dan politik untuk mengakhiri
konflik yang sudah 30 tahun membara di Aceh? Mungkinkan dimulai perundingan baru
dengan GAM?”

Namun Presiden SBY sangat yakin bahwa kondisi penderitaan di Aceh membuka
peluang untuk perdamaian. Dalam perhitungan SBY, anggota GAM juga manusia biasa
yang tidak mungkin tidak terketuk hatinya melihat penderitaan rakyat Aceh. SBY
memahami bahwa masalah utama untuk memulai kembali perundingan adalah lemahnya
kepercayaan antara kedua belah pihak, terutama karena sejarah perundingan dan
kesepakatan antara pemerintah dan GAM yang beberapa kali kandas.

1.2 Tujuan Penulisan


Adapun tujuan dari penulisan dan penyusunan makalah ini adalah sebagai berikut:

1
1.2.1 Untuk mengetahui permasalahan kasus kepemimpinan Susilo Bambang Yudhoyono
1.2.2 Untuk mengetahui analisis kasus kepemimpinan Susilo Bambang Yudhoyono

1.3 Sistematika Penulisan


BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
1.2 Tujuan Penulisan
1.3 Sistematika Penulisan

BAB II LANDASAN TEORI


2.1 Pengertian Kepemimpinan
2.2 Teori Lahirnya Seorang Pemimpin
2.3 Kecerdasan Multidimensi Pemimpin Sejati
2.4 Gaya Kepemimpinan Transaksional dan Transformasional
2.5 Tipe dan Gaya Kepemimpinan
2.6 Syarat-Syarat dan Ciri-Ciri Kepemimpinan
2.7 Pemimpin Formal dan Informal
2.8 Sifat-Sifat Baik yang Harus Dimiliki Seorang Pemimpin

BAB III ANALISIS KASUS PT GARUDA INDONESIA


3.1 Permasalahan Kasus
3.2 Analisis Kasus

BAB IV PENUTUP
4.1 Kesimpulan
4.2 Saran

2
BAB II

LANDASAN TEORI

2.1 Pengertian Kepemimpinan


Pengertian kepemimpinan adalah sebuah kemampuan atau kekuatan dalam diri
seseorang untuk mempengaruhi orang lain dalam hal bekerja atau melaksanakan sesuatu,
dimana tujuannya adalah untuk mencapai target (goal) organisasi yang telah ditentukan.

Sedangkan pengertian pemimpin adalah seseorang yang diberi kepercayaan sebagai


ketua (kepala) dalam sistem di sebuah organisasi/ perusahaan.

Beberapa pendapat para ahli tentang kepemimpinan mengandung pengertian dan


makna yang sama. Antara lain dikemukakan oleh:

1. Sutarto
Kepemimpinan adalah rangkaian kegiatan penataan berupa kemampuan
mempengaruhi perilaku orang lain dalam situasi tertentu agar bersedia bekerja sama untuk
mencapai tujuan yang telah ditetapkan.

2. Sondang P. Siagian
Kepemimpinan adalah suatu kegiatan mempengaruhi orang lain agar melaksanakan
pekerjaan bersama menuju suatu tujuan tertentu.

3. Ordway Tead
Kepemimpinan adalah aktifitas mempengaruhi orang-orang agar mau bekerjasama untuk
mencapai tujuan yang diinginkan.

4. George Terry

3
Kepemimpinan adalah hubungan yang erat ada dalam diri orang atau pemimpin,
mempengaruhi orang-orang lain untuk bekerja sama secara sadar dalam hubungan tugas
untuk mencapai keinginan pemimpin.

5. Franklin G. Mooore
Kepemimpinan adalah kemampuan membuat orang-orang bertindak sesuai dengan
keinginan pemimpin.

2.2 Teori Lahirnya seorang Pemimpin

Para ahli teori kepemimpinan telah mengemukakan beberapa teori tentang timbulnya
Seorang Pemimpin. Dalam hal ini terdapat 3 [tiga] teori yang menonjol yaitu:

1.Teori Genetik
Penganut teori ini berpendapat bahwa, “pemimpin itu dilahirkan dan bukan
dibentuk” (Leaders are born and not made). Pandangan teori ini bahwa, seseorang akan
menjadi pemimpin karena “keturunan” atau ia telah dilahirkan dengan “membawa bakat”
kepemimpinan. Teori keturunan ini, dapat saja terjadi, karena seseorang dilahirkan telah
“memiliki potensi” termasuk “memiliki potensi atau bakat” untuk memimpin dan inilah
yang disebut dengan faktor “dasar”. Dalam realitas, teori keturunan ini biasanya dapat
terjadi di kalangan bangsawan atau keturunan raja-raja, karena orang tuanya menjadi raja
maka seorang anak yang lahir dalam keturunan tersebut akan diangkan menjadi raja.

2. Teori Sosial
Penganut teori ini berpendapat bahwa, seseorang yang menjadi pemimpin dibentuk
dan bukan dilahirkan (Leaders are made and not born). Penganut teori berkeyakinan bahwa
semua orang itu sama dan mempunyai potensi untuk menjadi pemimpin. Tiap orang
mempunyai potensi atau bakat untuk menjadi pemimpin, hanya saja paktor lingkungan atau
faktor pendukung yang mengakibatkan potensi tersebut teraktualkan atau tersalurkan
dengan baik dan inilah yang disebut dengan faktor “ajar” atau “latihan”.

4
Pandangan penganut teori ini bahwa, setiap orang dapat dididik, diajar, dan dlatih untuk
menjadi pemimpin. Intinya, bahwa setiap orang memiliki potensi untuk menjadi
pemimpin, meskipun dia bukan merupakan atau berasal dari keturunan dari seorang
pemimpin atau seorang raja, asalkan dapat dididik, diajar dan dilatih untuk menjadi
pemimpin.

3. Teori Ekologik
Penganut teori ini berpendapat bahwa, seseorang akan menjadi pemimpin yang
baik “manakala dilahirkan” telah memiliki bakat kepemimpinan. Kemudian bakat tersebut
dikembangkan melalui pendidikan, latihan, dan pengalaman-pengalaman yang
memungkinkan untuk mengembangkan lebih lanjut bakat-bakat yang telah dimiliki.
Jadi, inti dari teori ini yaitu seseorang yang akan menjadi pemimpin merupakan perpaduan
antara faktor keturunan, bakat dan lungkungan yaitu faktor pendidikan, latihan dan
pengalaman-pengalaman yang memungkinkan bakat tersebut dapat teraktualisasikan
dengan baik.

Selain ketiga teori tersebut, muncul pula teori keempat yaitu Teori Kontigensi atau
Teori Tiga Dimensi. Penganut teori ini berpendapat bahwa, ada tiga faktor yang turut
berperan dalam proses perkembangan seseorang menjadi pemimpin atau tidak, yaitu:

1. Bakat kepemimpinan yang dimilikinya


2. Pengalaman pendidikan, latihan kepemimpinan yang pernah diperolehnya
3. Kegiatan sendiri untuk mengembangkan bakat kepemimpinan tersebut.

Teori ini disebut dengan teori serba kemungkinan dan bukan sesuatu yang pasti, artinya
seseorang dapat menjadi pemimpin jika memiliki bakat, lingkungan yang membentuknya,
kesempatan dan kepribadian, motivasi dan minat yang memungkinkan untuk menjadi
pemimpin.

Menurut Ordway Tead, bahwa timbulnya seorang pemimpin, karana :

5
1. Membentuk diri sendiri [self constituded leader, self mademan, born leader
2. Dipilih oleh golongan, artinya ia menjadi pemimpin karena jasa-jasanya, karena
kecakapannya, keberaniannya dan sebagainya terhadap organisasi
3. Ditunjuk dari atas, artinya ia menjadi pemimpin karena dipercaya dan disetujui oleh
pihak atasannya [Imam Mujiono, 2002: 18].

2.3 Kecerdasan Multidimensi Pemimpin Sejati


Kecerdasan Emosional
Menurut Goleman (2003), kecerdasan emosional adalah
kemampuan mengenali perasaan kita sendiri dan perasaan orang lain,
kemampuan memotivasi diri sendiri, dan kemampuan mengelola emosi dengan
baik pada diri sendiri dan dalam hubungan orang lain. Kemampuan ini saling
berbeda dan melengkapi dengan kemampuan akademik murni, yaitu kognitif
murni yang diukur dengan IQ.
Goleman (2003) menyatakan bahwa kesadaran diri dalam
mengenali perasaan sewaktu perasaan itu terjadi merupakan dasar kecerdasan
emosional. Pada tahap ini di perlukan adanya pemantauan perasaan dari waktu
ke waktu agar timbul pemahaman tentang diri. Mengelola emosi berarti
memahaminya, lalu menggunakan pemahaman tersebut untuk menghadapi
situasi secara produktif, bukannya menekan emosi dan menghilangkan
informasi berharga yang di sampaikan oleh emosi kepada diri sendiri
(Weisinger, 2006). 
Menurut Siagian (2004) motivasi adalah daya pendorong
yang mengakibatkan seseorang anggota organisasi mau dan rela untuk
mengerahkan kemampuan dalam bentuk keahlian dan ketrampilan tenaga dan
waktunya untuk menyelanggarakan berbagai kegiatan yang menjadi tanggung
jawabnya dan menunaikan kewajibannya, dalam rangka pencapaian tujuan dan
berbagai sasaran organisasi yang telah ditentukan sebelumnya. 
Goleman (1995) dalam Mu’tadin (2002) berpendapat bahwa empati
atau mengenal emosi orang lain di bangun berdasarkan pada kesadaran diri. Jika

6
seseorang terbuka pada emosi sendiri, maka dapat di pastikan bahwa ia
akan terampil membaca perasaan orang lain. Goleman (2003) menyatakan
bahwa seni dalam membina hubungan dengan orang lain merupakan
keterampilan sosial yang mendukung keberhasilan dalam pergaulan dengan
orang lain. Tanpa memiliki keterampilan, seseorang akan mengalami kesulitan
dalam pergaulan sosial.

Kecerdasan Spiritual
Orang yang memiliki kecerdasan spiritual tinggi mampu memaknai hidup
dengan memberi makna positif pada setiap peristiwa, masalah, bahkan
penderitaan yang dialaminya. Dengan memberi makna yang positif akan mampu
membangkitkan jiwa dan melakukan perbuatan dan tindakan yang positif.
Zohar dan Marshall (2001) mendefinisikan kecerdasan spiritual sebagai
kemampuan internal bawaan otak dan jiwa manusia yang sumber terdalamnya
adalah inti alam semesta sendiri, yang memungkinkan otak untuk menemukan
dan menggunakan makna dalam memecahkan persoalan.
Agustian (2001) mendefinisikan kecerdasan spiritual sebagai kemampuan
untuk meberi makna ibadah terhadap setiap perilaku dan kegiatan melalui
langkah-langkah dan pemikiran yang bersifat fitrah, menuju manusia yang
seutuhnya dan memiliki pola pemikiran integralistik, serta berprinsip hanya
karena Allah.
Prinsip- prinsip kecerdasan spiritual menurut Agustian (2001), yaitu prinsip
ketuhanan, prinsip kepercayaan yang teguh, prinsip kepemimpinan, prinsip
pembelajaran, prinsip masa depan dan prinsip keteraturan. Prinsip Ketuhanan
adalah prinsip yang berdasarkan iman kepada Allah SWT. Semua tindakan yang
dilakukan hanya untuk Allah dan tidak mengharap pamrih dari orang lain dan
melakukannya sendiri. Prinsip kepercayaan adalah prinsip berdasarkan iman
kepada Malaikat. Semua tugas dilakukan dengan disiplin dan baik sesuai dengan
sifat malaikat yang dipercaya oleh Allah untuk menjalankan segala perintah
Allah SWT. Prinsip kepemimpinan adalah prinsip berdasarkan iman kepada

7
Rasullullah SAW. Seorang pemimpin harus memiliki prinsip yang teguh, agar
mampu menjadi pemimpin yang sejati. Seperti Rasullullah SAW adalah seorang
pemimpin sejati yang dihormati oleh semua orang.
Prinsip pembelajaran adalah prinsip berdasarkan iman kepada kitab. Suka
membaca dan belajar untuk menambah pengetahuan dan mencari kebenaran
yang hakiki. Berpikir kritis terhadap segala hal dan menjadikan Al-Qur’an
sebagai pedoman dalam bertindak. Prinsip masa depan adalah prinsip yang
berdasarkan iman kepada hari akhir. Berorientasi terhadap tujuan, baik jangka
pendek, jangka menengah maupun jangka panjang, disertai keyakinan akan
adanya hari akhir dimana setiap individu akan mendapat balasan terhadap setiap
tindakan yang dilakukan. Prinsip keteraturan merupakan prinsip berdasarkan
iman kepada ketentuan Tuhan. Membuat semuanya serba teratur dengan
menyusun rencana atau tujuan secara jelas. Melaksanakan dengan disiplin
karena kesadaran sendiri, bukan karena orang lain.

2.4 Gaya Kepemimpinan Transaksional Dan Transformasional


A. Kepemimpinan Transaksional (Transactional Leadership)
Kepemimpinan transaksional ini terwujud ketika para pemimpin dan para
pengikut (konstituen) berada dalam sejenis hubungan pertukaran (exchange
relationship) satu sama lain agar kebutuhan masing-masing pihak dipenuhi. Jadi,
semacam “barter” (tukar-menukar). “Pertukaran” ini dapat berupa pertukaran yang
bersifat ekonomis, politis atau psikologis, dan contoh-contohnya dapat mencakup
“menukar” tenaga kerja yang disumbangsihkan dengan imbalan bayaran upah,
memberi suara untuk memperoleh political favors (dalam suasana pemilu kita
sekarang: memberi suara untuk uang yang diterima dari caleg atau tim suksesnya),
bersikap setia agar dapat dipertimbangkan untuk promosi jabatan dalam perusahaan,
dst. Ada contoh lagi dalam dunia bisnis : Seorang pemimpin transaksional
membantu para pengikutnya mencapai tujuan-tujuan mereka, jadi, para pengikutnya
pun mengikuti sang pemimpin transaksional karena jelas-nyata inilah yang terbaik
bagi mereka.

8
Kepemimpinan transaksional adalah sesuatu yang sangat biasa kita temui dalam
kehidupan sehari-hari, namun sifatnya tidaklah untuk jangka panjang, artinya
transitoris, tidak ada tujuan bersama yang perlu dipertahankan agar membuat kedua
pihak itu terus-menerus “nempel-nempelan”, sekali transaksi dibuat. Burns juga
mencatat, bahwa jenis kepemimpinan ini dapat cukup efektif, namun tidak akan
berakibat dalam perubahan dalam organisasi atau masyarakat, malah cenderung
untuk melestarikan dan melegitimasi status quo yang ada.

B. Kepemimpinan Transformasional (Transformational Leadership)


Kepemimpinan transformasional mencakup dua unsur yang bersifat hakiki,
yaitu “relasional” dan “berurusan dengan perubahan riil”. Kepemimpinan
transformasional terjadi ketika seorang (atau lebih) berhubungan dengan orang-
orang lain sedemikian rupa sehingga para pemimpin dan pengikut saling
mengangkat diri untuk sampai kepada tingkat-tingkat motivasi dan moralitas yang
lebih tinggi (Burns, 1978, hal. 20). 
Kepemimpinan transformasional ini adalah dalam rangka perubahan status
quo  lewat nilai-nilai yang dianut para pengikut (konstituen) dan pandangan mereka
terkait dengan tujuan yang lebih tinggi. Seorang pemimpin transformasional
mengartikulasikan masalah-masalah yang ada dalam sistem yang berlaku dan dia
mempunyai visi yang sangat mendesak berkenan dengan apa dan bagaimanakah
organisasi atau masyarakat yang baru itu. Visi baru tentang organisasi atau
masyarakat ini secara erat terkait dengan nilai-nilai yang dianut oleh sang pemimpin
dan para pengikutnya. Visi ini mewakilkan suatu ideal yang “sama dan sebangun”
dengan sistem-sistem nilai mereka.
Seorang pemimpin transformasional juga mengajar para pengikutnya
bagaimana mereka sendiri dapat menjadi pemimpin-pemimpin dan mendorong
mereka untuk memainkan peranan yang aktif dalam gerakan perubahan. Contohnya
adalah bagaimana seorang Nelson Mandela memimpin perubahan di Republik

9
Afrika Selatan, dan merupakan presiden pertama negara itu yang dipilih secara
demokratis.

2.5 Tipe dan Gaya Kepemimpinan


Kartini Kartono menjelaskan bahwa tipe kepemimpinan terbagi atas:
1. Tipe Kharismatik
Tipe ini mempunyai daya tarik dan pembawaan yang luar biasa, sehingga mereka
mempunyai pengikut yang jumlahnya besar. Kesetiaan dan kepatuhan pengikutnya
timbul dari kepercayaan terhadap pemimpin itu Pemimpin dianggap mempunyai
kemampuan yang diperoleh dari kekuatan Yang Maha Kuasa.

2. Tipe Paternalistik
Tipe Kepemimpinan dengan sifat-sifat antara lain;
a. Menganggap bawahannya belum dewasa
b. bersikap terlalu melindungi
c. Jarang memberi kesempatan bawahan untuk mengambil keputusan
d. Selalu bersikap maha tahu dan maha benar.

3. Tipe Otoriter
Pemimpin tipe otoriter mempunyai sifat sebagai berikut:
a. Pemimipin organisasi sebagai miliknnya (penguasa tunggal)
b. Pemimpin bertindak sebagai dictator
c. Cara menggerakkan bawahan dengan paksaan dan ancaman

4. Tipe Militeristik
Dalam tipe ini pemimpin mempunyai siafat sifat:
a. menuntut kedisiplinan yang keras dan kaku
b. lebih banyak menggunakan system perintah
c. menghendaki keputusan mutlak dari bawahan
d. Formalitas yang berlebih-lebihan

10
e. Tidak menerima saran dan kritik dari bawahan
f. Sifat komunikasi hanya sepihak

5. Tipe Demokrasi
Tipe demokrasi mengutamkan masalah kerja sama sehingga terdapat
koordinasi pekerjaan dari semua bawahan. Kepemimpinan demokrasi 4 menghadapi
potensi sikap individu, mau mendengarkan saran dan kritik yang sifatnya
membangun. Jadi pemimpin menitik beratkan pada aktifitas setiap anggota
kelompok, sehingga semua unsure organisasi dilibatkan dalam aktifitas, yang
dimulai penentuan tujuan, pembuatan rencana keputusan, disiplin.

2.6 Syarat-Syarat dan Ciri-Ciri Kepemimpinan


A. Ada tiga hal penting dalam konsepsi syarat kepemimpinan antara lain:
1. Kekuasaan
Kekuasaaan adalah otorisasi dan legalitas yang memberikan wewenang kepada
pemimpin untuk mempengaruhi dan menggerakkan bawahan untuk berbuat sesuatu
dalam rangka penyelesaian tugas tertentu.
2. Kewibawaan
Kewibawaan merupakan keunggulan, kelebihan, keutamaan sehingga pemimpin
mampu mengatur orang lain dan patuh padanya.
3. Kemampuan
Kemampuan adalah sumber daya kekuatan, kesanggupan dan kecakapan secara
teknis maupun sosial, yang melebihi dari anggota biasa.

Sementara itu Stodgill yang dikutip James A. Lee menyatakan pemimpin itu harus
mempunyai kelebihan sebagai persyaratan, antara lain:
1. Kepastian, kecerdasan, kewaspadaan, kemampuan berbicara, kemampuan
menilai.
2. Prestasi, gelar kesarjanaan, ilmu pengetahuan dalam bidang tertentu.
3. Tangggung jawab, berani, tekun, mandiri, kreatif, ulet, percaya diri, agresif.

11
4. Partisipasi aktif, memiliki stabilitas tinmggi, kooperatif, mampu bergaul.
5. Status, kedudukan social ekonomi cukup tinggi dan tenar.

B. Ciri-Ciri Kepemimpinan yang Baik


WA. Gerungan menjelaskan bahwa seorang pemimpin paling tidak harus memiliki tiga
ciri, yaitu:
1. Penglihatan Sosial
Artinya suatu kemampuan untuk melihat dan mengerti gejala-gejala yang timbul dalam
masyarakat sehari-hari.

2. Kecakapan Berfikir Abstrak Dalam arti seorang pemimpin harus mempunyai otak
yang cerdas, intelegensi yang tinggi. Jadi seorang pemimpin harus dapat menganalisa
dan mumutuskan adanya gejala yang terjadi dalam kelompoknya, sehingga bermanfaat
dalam tujuan organisasi.

3. Keseimbangan Emosi
Orang yang mudah naik darah, membuat ribut menandakan emosinya belum mantap
dan tidak memililki keseimbangan emosi. Orang yang demikian tidak bisa jadi
pemimpin sebab seorang pemimpin harus mampu membuat suasana tenang dan senang.
Maka seorang pemimpin harus mempunyai keseimbangan emosi.

2.7 Pemimpin Formal dan Informal


Dalam masyarakat kita mengenal jenis-jenis kepemimpinan antara lain
pemimpin negara, pemimpin agama, pemimpin seminar dan lain-lain. Sehingga dari
berbagai jenis kepemimpinan tersebut dapat diklasifikasikan dalam dua kelompok besar
yaitu pemimpin formal dan pemimpin informal.
1. Pemimpin Formal
Pemimpin formal adalah orang yang dalam sebuah organisasi ditunjuk sebagai
pemimpin berdasarkan keputusan dan pengangkatan resmi untuk memangku suatu

12
jabatan dalam struktur organisasi, dengan segala hak dan kewajibannya untuk mencapai
tujuan organisasi yang telah ditetapkan.

Ciri-ciri pemimpin formal


a. berstatus sebagai pemimpin formal yang ditunjuk oleh yang berwenang.
b. Memperoleh dukungan dari organisasi formal dan mempunyai atasan.
c. Harus memenuhi persyaratan formal
d. Mendapat kenaikan pangkat
e. Dapat dimutasikan
f. Memperoleh imbalan akan balas jasa materiel imateriel.
g. Bila melakukan kesalahan dapat dikenai sanksi atau hukuman.
h. Selama menjadi pemimpin berhak mengatur sepenuhnya organisasi yang
dipimpinnya.

2. Pemimpin Informal
Pemimpin informal ialah seorang yang tidak secara resmi diangkat sebagai pemimpin,
tetapi merupakan kehormatan biasanya karena menpunyai kelebihan ditunjuk sebagai
pemimpin sehingga mampu mempengaruhi kondisi psikis dan perilaku suatu kelompok.

Ciri-ciri pemimpin formal:


a. Masyarakat/kelompok mengakui dirinya sebagai pemimpin.
b. Tidak ada pengangkatan resmi sebagai pemimpin.
c. Tidak dapat dimutasi
d. Tidak punya atasan
e. Jika melalukan kesalahan tidak dikenai hukuman hanya kurang kepercayaan terhadap
dirinya.
f. Tidak mendapat balas jasa.

2.8 Sifat-Sifat Baik yang Harus Dimiliki Seorang Pemimpin


a. Bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa

13
b. Cakap, cerdik dan jujur
c. Sehat jasmani dan rohani
d. Tegas, berani, disiplin dan efisien
e. Bijaksana dan manusiawi
f. Berilmu
g. Bersemangat tinggi
h. Berjiwa matang dan berkemauan keras
i. mempunyai motivasi kerja tinggi
j. Mampu berbuat adil
k. Mampu membuat rencana dan keputusan
l. Memiliki rasa tanggung jawab yang besar
m. Mendahulukan kepentingan orang lain

14
BAB III

ANALISIS KASUS KEPEMIMPINAN SUSILO BAMBANG


YUDHOYONO
3.1 Permasalahan Kasus

SBY telah memimpin republik Indonesia selama 10 tahun atau 2 periode


kepemimpinan. Selama itu, mungkin banyak cacat yang dilakukan oleh SBY, namun
banyak juga yang sudah dilakukan oleh SBY bagi masyarakat Indonesia yang memiliki
pengaruh besar dan cukup signifikan. Ada banyak sekali kisah yang dapat diambil dari
masa perjalanan 10 tahun SBY, namun tentu saja tak semua dapat diceritakan karena terlalu
panjang. Pada masa 5 tahun pertama kerja,

Di awal bulan Januari 2005, perhatian pemerintah sepenuhnya tercurah pada operasi
tanggap darurat di Aceh. Pada saat itu, operasi tsunami masih sangat terfokus pada upaya
tanggap darurat seperti pengumpulan jenazah, penguburan massal, pembersihan puing-
puing, serta upaya untuk mencegah merebaknya penyakit menular.

Di tengah krisis tsunami yang luar biasa ini, Presiden SBY diam-diam melihat satu
peluang: “Mungkinkah tsunami mengakibatkan perdamaian? Mungkinkah penderitaan
rakyat yang begitu luar biasa menciptakan dorongan moral dan politik untuk mengakhiri
konflik yang sudah 30 tahun membara di Aceh? Mungkinkan dimulai perundingan baru
dengan GAM?”

Pada waktu itu, Cessation of Hostilities Agreement (COHA) yang difasilitasi oleh
Henry Dunant Center sudah 20 bulan ambruk dan semenjak itu Aceh diberlakukan Darurat
Militer yang kemudian diubah menjadi Darurat Sipil. Secara politis, prospek berunding lagi
dengan GAM tidak akan populer di mata elit politik dan sebagian masyarakat. Sebulan
sebelum tsunami, SBY berkunjung ke Aceh. Dari Banda Aceh diserukan kembali kepada
GAM agar mengakhiri gerakan bersenjata dan menyelesaikan konflik yang sudah
berlangsung lebih dari 30 tahun secara damai. Namun tidak ada respon positif dari
pimpinan GAM atas seruan tersebut.

15
Namun Presiden SBY sangat yakin bahwa kondisi penderitaan di Aceh membuka
peluang untuk perdamaian. Dalam perhitungan SBY, anggota GAM juga manusia biasa
yang tidak mungkin tidak terketuk hatinya melihat penderitaan rakyat Aceh. SBY
memahami bahwa masalah utama untuk memulai kembali perundingan adalah lemahnya
kepercayaan antara kedua belah pihak, terutama karena sejarah perundingan dan
kesepakatan antara pemerintah dan GAM yang beberapa kali kandas.

Awal Januari, Presiden SBY berhasil melakukan kontak per telepon dengan
komandan GAM di Aceh, Muzakkir Manaf. Pembicaraan tersebut berlangsung secara baik
dan bersahabat. SBY mengajak AGM, sayap militer GAM di Aceh, untuk menghentikan
konflik dan bersama-sama membangun Aceh. Dari pembicaraan itu, SBY mendapat
kesimpulan penting: akibat bencana tsunami, GAM sebenarnya bersedia untuk mengakhiri
konflik, namun harus ada instruksi dari pemimpin politik mereka di luar negeri. Apabila
kelak ada kesepakatan perdamaian, maka GAM di Aceh akan menaatinya. Kuncinya adalah
pemimpin politik GAM di luar negeri: Hasan Di Tiro, Malik Mahmud, Zaini Abdullah.
Kalau mereka bisa diyakinkan dan diajak bicara, maka konflik di lapangan bisa dipatahkan
dan perdamaian akan tiba.

Setelah dilakukan pendekatan, GAM akhirnya menyetujui untuk berunding dengan


pemerintah Indonesia di Helsinki, di akhir bulan Januari 2005. Pemerintah memilih Crisis
Management Initiative (CMI), LSM Finlandia sebagai fasilitator. Rencana perundingan
baru RI-GAM menjadi berita luas. Hampir semua aspek proses ini dikritik elit politik di
DPR dan MPR. Perundingan dengan GAM dianggap tidak ada gunanya: “Apa tidak takut
dikibuli GAM lagi?”

Lokasi perundingan Helsinki ditanggapi sinis: “Kenapa harus di luar negeri?


Apakah ini bukan internasionalisasi?” peran fasilitator CMI dikritik: “kenapa harus dibantu
orang asing lagi?” Pengiriman delegasi yang terdiri dari sejumlah Menteri ditanggapi
negatif: “Kenapa terlalu tinggi, kenapa tidak Dirjen atau Direktur saja?” Ada juga yang
bersuara bahwa pertemuan tersebut seakan-akan tidak menghormati tentara kita yang gugur
di Aceh.

16
Namun Presiden SBY tidak goyah. SBY tetap merasa bahwa ini adalah peluang
yang harus dimanfaatkan dan beliau yakin proses ini akan berhasil. Benar saja, pada
tanggal 15 Agustus 2005, setelah 5 ronde perundingan, ditandatanganilah MoU Helsinki
oleh wakil pemerintah RI Hamid Awaluddin dan wakil GAM, Malik Mahmud. GAM
bersedia melepaskan tuntutan memisahkan diri dan menerima ‘self-government’, kata lain
dari otonomi khusus di bawah NKRI. Sejak itulah Aceh membuka lembaran sejarah baru:
lembaran damai dan rekonsiliasi.

3.2 Analisis Kasus

Keberhasilan proses perdamaian di Aceh adalah contoh dari kepemimpinan yang


berkeyakinan, berani, kreatif, dan efektif. Pada saat di mana semuanya masih terpaku pada
bencana tsunami, SBY mulai berpikir mengenai peluang perdamaian. Pada saat di mana elit
politik sangat alergi dengan GAM, SBY justru mengambil risiko, mempertaruhkan
kredibilitasnya dan menempuh proses perdamaian baru dengan GAM. Pada saat elit politik
masih penuh keraguan, SBY justru melangkah maju dengan penuh keyakinan mendobrak
dinding konflik.

Bila, SBY dilihat dari sisi kepemimpinan, manajerial, dan intelektualitasnya. Dia
memang tokoh yang selalu menyedot perhatian banyak kalangan. Karena kekuasaan,
kewibawaan, dan kemampuan dalam bahasa tubuh, bahasa lisan, dan bahasa
kepemimpinannya menyatu dalam perpaduan yang harmonis, memikat, dan memesona bagi
siapa saja yang melihat dan mendengarnya. Ia pun merupakan salah satu pemimpin formal
yang memiliki ciri-ciri dan sifat-sifat kepemimpinan yang baik. Gaya kepemimpinan yang
ia jalankan sekarang, menurut Presiden merupakan gaya kepemimpinan yang sesuai dengan
era demokrasi. Presiden bahkan menegaskan, kalau dirinya cenderung untuk mengalah,
cenderung memilih melakukan berkompromi dan membuat konsensus, karena ia tidak ingin
kepemimpinan yang dijalankan menjadi otoriter.

SBY mempunyai daya gugah. Daya gugah SBY sebagai seorang pemimpin begitu
terasa. Bukan hanya sekadar penampilan fisik, karakter, kemampuan berbahasa, karier
militer, dan jenjang akademiknya yang menjadi ukuran popularitasnya. Dia adalah sosok

17
pribadi yang santun, tidak suka konflik, tidak konfrontatif, dan tidak reaksioner. SBY
berusaha melihat setiap persoalan secara jernih sampai akar – akarnya.

Presiden SBY telah melewati masa sulit dan kepedihan tsunami dengan member
hadiah perdamaian Aceh untuk rakyat Indonesia. Selama ini rakyat merindukan keberanian
seorang pemimpin yang dipercaya oleh semua kalangan. Rakyat rindu seorang pemimpin
yang dapat menyatukan hati rakyat dalam dalam. Dan, kini rakyat pun dapat menilai
kepiawaiannya dalam memimpin upaya damai, SBY mampu mengembalikan Aceh ke
pangkuan pertiwi.

18
BAB IV

PENUTUP

4.1 Kesimpulan

Dari kasus ini, kepemimpinan SBY mempengaruhi perilaku orang-orang lain agar
mau bekerjasama untuk mencapai tujuan tertentu. Definisi kepemimpinan itu mengandung
dua pengertian pokok yang sangat penting tentang kepemimpinan, yaitu mempengaruhi
perilaku orang lain. Kepemimpinan dalam organisasi diarahkan untuk mempengaruhi
orang-orang yang dipimpinnya, agar mau berbuat seperti yang diharapkan ataupun
diarahkan oleh orang yang memimpinnya.

Keberhasilan proses perdamaian di Aceh adalah contoh dari kepemimpinan yang


berkeyakinan, berani, kreatif, dan efektif. Pada saat di mana semuanya masih terpaku pada
bencana tsunami, SBY mulai berpikir mengenai peluang perdamaian. Pada saat di mana elit
politik sangat alergi dengan GAM, SBY justru mengambil risiko, mempertaruhkan
kredibilitasnya dan menempuh proses perdamaian baru dengan GAM

Seorang pemimpin harus memiliki keahlian dan kemampuan sosial agar menjadi
seorang pemimpin yang baik dan bertanggung jawab serta seorang pemimpin harus benar –
benar dapat melaksanakan tanggung jawabnya melakukan kontrol dan pengendalian agar
tujuan didalam organisasi tersebut dapat tercapai. Karakteristik pemimpin sukses terdiri
dari cerdik, bijaksana, berani, disiplin dan efisien , diplomatis dan taktis, lancar berbicara,
memiliki pengetahuan tentang tugas kelompok, tegas, dan memiliki keterampilan sosial.

SBY mempunyai daya gugah. Daya gugah SBY sebagai seorang pemimpin begitu
terasa. Bukan hanya sekadar penampilan fisik, karakter, kemampuan berbahasa, karier
militer, dan jenjang akademiknya yang menjadi ukuran popularitasnya. Pemimpin yang
berhasil hendaknya memiliki beberapa kriteria yang tergantung pada sudut pandang atau
pendekatan yang digunakan, apakah itu kepribadiannya, keterampilan, bakat, sifat –
sifatnya, atau kewenangannya yang dimiliki yang mana nantinya sangat berpengaruh
terhadap teori maupun gaya kepemimpinan yang akan diterapkan.

19
4.2 Saran

Berdasarkan pada uraian tersebut diatas, maka penulis mengemukakan saran


sebagai berikut:
1. Pemimpin hendaknya memahami betul akan tugasnya sebagai seorang pemimpin.
2. Dalam melaksanakan aktivitasnya baik pemimpin ataupun yang dipimpin menjalin suatu
hubungan kerjasama yang saling mendukung untuk tercapainya tujuan organisasi.
3. Pemimpin suatu organisasi dapat mengambil keputusan yang tepat dan menerapkan gaya
kepemimpinan sesuai dengan situasi dengan berbagai pertimbangan yang telah
diperhitungkan secara matang
4. Hendaklah kita yang merupakan calon pemimpin menggunakan hati, pikiran, dan segala
usaha untuk memajukan apa yang kita pimpin dan bukan untuk kepentingan pribadi semata.

20
DAFTAR PUSTAKA
https://fauziahmiftah.wordpress.com/2013/06/27/analisis-kepemimpinan-sby/

http://innurma.blogspot.com/2013/01/kepemimpinan-transaksional-dan.html

http://katarizon.blogspot.com/2013/09/analisis-gaya-kepemimpinan-sby.html?m=1

https://www.maxmanroe.com/vid/organisasi/pengertian-kepemimpinan.html

http://roisahmabruroh.blogspot.com/p/teori.html

https://www.kompasiana.com/selviii/5529aba4f17e614d17d623b0/kepemimpinan-sby-
sebagai-bapak-negara

21

Anda mungkin juga menyukai