Anda di halaman 1dari 34

BAB II

MASYARAKAT MADANI

2.1 Pengertian dan sejarah lahirnya masyarakat Madani

1. Pengertian masyarakat Madani (civil Society)

Kata “Madani” berasal dari unsur serapan Bahasa Arab yaitu “Madaniah” yang
berarti ; tempat / bersifat kekotaan atau beradab/berbudaya. Madanaiah atau Madinah
adalah sebuah Kota suci di Arab Saudi. Dikota inilah Rasulullah mengembangkan
ajaran Islam selama 13 tahun dan sampai akhir hayatnya untuk mewujudkan masyarakat
yang beriman dan sejahtera. Rasulullah telah memulai pembinaan masyarakat yang
sejahtera, aman, damai, demokratis tanpa membedakan agama, suku, ras. Sehingga
orang diluar Islampun mendapat perlindungan dari Rasulullah. Sehingga pada waktu itu
masyarakat Madinah menyebut kotanya dengan “Al-mujtama’ al madani”. Piagam
perdamaian yang ditandatangani telah menjadi pedoman dalam kehidupan berbangsa
dan bernegara pada zaman Rasulullah. Piagam perdamaian itulah yang disebut dengan
Piagam Madinah.

Prinsip Piagam Madinah diatas merupakan ciri masyarakat Madani pada zaman
Rasulullah. Masyarakat Madani Indonesia tentunya tidak akan jauh perbedaan dengan
apa yang telah dilakukan Rasulullah. Mewujudkan masyarakat madani Indonesia, yang
menuntut pergeseran paradigma masyarakat Indonesia dewasa ini, tentunya tidak
terlepas dari peran pendidikan nasional. Karena dari sinilah segala persoalan dimulai.

Masyarakat madani merupakan penerjemahan istilah dari konsep civil


society yang pertama kali digulirkan oleh Dato Seri Anwar Ibrahim dalam ceramahnya
pada simposium Nasional dalam rangka forum ilmiah pada acara festival istiqlal, 26
September 1995 di Jakarta. Konsep yang diajukan oleh Anwar Ibrahim ini hendak
menunjukkan bahwa masyarakat yang ideal adalah kelompok masyarakat yang
memiliki peradaban maju. Lebih jelas Anwar Ibrahim menyebutkan bahwa yang
dimaksud dengan masyarakat madani adalah sistem sosial yang subur yang diasaskan
kepada prinsip moral yang menjamin keseimbangan antara kebebasan perorangan
dengan kestabilan masyarakat.
Istilah masyarakat madani sebenarnya hanya salah satu diantara beberapa istilah
yang seringkali digunakan orang dalam penerjemahan civil society. Disamping
masyarakat madani, kata lain yang sering digunakan adalah masyarakat
warga/kewargaan, masyarakat sipil, masyarakat beradab atau masyarakat berbudaya.
(AS Culla, 2002:3)

Allah SWT memberikan gambaran dari masyarakat madani dengan firman-Nya


dalam Q.S. Saba’ ayat 15:

Artinya : “Sesungguhnya bagi kaum Saba’ ada tanda (kekuasaan Tuhan) di tempat
kediaman mereka yaitu dua buah kebun di sebelah kanan dan di sebelah kiri. (kepada
mereka dikatakan): “Makanlah olehmu dari rezki yang (dianugerahkan) Tuhanmu dan
bersyukurlah kamu kepada-Nya. (Negerimu) adalah negeri yang baik dan (Tuhanmu)
adalah Tuhan yang Maha Pengampun”.

Masyarakat Madani dalam bahasa Inggris civil society dapat diartikan sebagai


masyarakat yang beradab untuk membangun, memimpin, dan kehidupan mamaknai.
Kata madani itu sendiri berasal dari bahasa Inggris yang berarti “beradab” Istilah
masyarakat madani atau beradab adalah terjemahan dari masyarakat sipil atau beradab,
yang berarti bahwa masyarakat yang beradab

Masyarakat madani adalah sistem sosial yang subur berdasarkan prinsip moral


yang menjamin keseimbangan antara kebebasan individu untuk stabilitas masyarakat.
Inisiatif individu dan masyarakat akan berpikir, seni, pelaksanaan pemerintah oleh
hukum dan tidak nafsu atau keinginan individu.

Dawam Rahardjo mendefinisikan masyarakat madani sebagai proses


menciptakan sebuah peradaban yang mengacu pada nilai-nilai kebijakan bersama.
Dawam menjelaskan, dasar utama masyarakat madani adalah persatuan dan integrasi
sosial berdasarkan aturan hidup, menghindari konflik dan permusuhan yang
menyebabkan perpecahan dan hidup di persaudaraan.
Masyarakat madani adalah lembaga sosial yang akan melindungi warga
negara dari perwujudan kekuasaan negara yang terlalu berlebihan. Bahkan pilar utama
kehidupan politik yang demokratis. Untuk masyarakat madani tidak hanya melindungi
warga negara dalam menghadapi negara, tetapi juga untuk merumuskan dan
mengartikulasikan aspirasi masyarakat.

Adapun terminologi masyarakat Madani pertama kali dipopulerkan oleh Prof.


Naquib Al-Attas yang secara etimologi mempunyai dua arti : Pertama, Masyarakat
Kota; karena Madani adalah derivat dari kata bahasa arab yakni Madinah yang berarti
kota. Kedua, Masyarakat Berperadaban; karena Madani adalah juga merupakan derivat
dari kata Arab Tammaddun atau Madaniah yang berarti peradaban. Dalam bahasa
Inggris ini dikenal sebagai civility atau civilization.

Maka dari makna ini Masyarakat madani dapat berarti sama dengan civil
society yaitu masyarakat yang menjunjung tinggi nilai-nilai peradaban. Pendapat senada
juga dikemukakan oleh Nurcholis Madjid, bahwa istilah tersebut merujuk kepada
masyarakat Islam yang pernah dibangun Nabi di Madinah. Dalam hal ini kita dapat
melihat bahwa nurcholis berusaha melakukan pendekatan antara konsep masyarakat
Madani yang tadinya terlahir sebagai reaksi terhadap realitas kepolitikan Orde Baru
dengan Islam, yaitu dengan mengidentikkan masyarakat Madani dengan masyarakat
Rasulullah di Madinah.

Konsep masyarakat madani menurut prespektif Islam sudah diatur dalam Al-
Quran yang dibagi menjadi 3 jenis yait masyarakat terbaik (khairah ummah),
masyarakat seimbang (ummatan wasathan) dan masyarakat moderat (ummah
muqtashidah). Berikut adalah kutipan ayat yang mengatur ketiga jenis istilah tersebut :

1. Khairah Ummah dalam QS Ali Imran 3:110


Artinya : “Kamu adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh
kepada yang ma'ruf, dan mencegah dari yang munkar, dan beriman kepada Allah.
Sekiranya Ahli Kitab beriman, tentulah itu lebih baik bagi mereka, di antara mereka
ada yang beriman, dan kebanyakan mereka adalah orang-orang yang fasik.”

Konsep khairan ummah dalam QS Ali-Imran 3:110 adalah konsep masyarakat


yang ideal. Mereka ditugasi untuk mengembangkan beberapa fungsi diantaranya
menyerukan kebaikan dan mencegah terjadinya kemungkaran. Selain itu, mereka juga
tidak boleh bercerai berai dan saling berselisih paham. Al Quran telah memberikan cara
meningkatkan Iman dan Taqwa serta cara berdamai untuk memecahkan masalah
internal yaitu metode syurah atau musyawarah, ishlah atau rekonsiliasi dan berdakwah
dnegan cara al-hikmah wa al-mujadalah bi allatu hiya ahsan yang berarto kebijaksanaan
dan perundingan dengan cara baik.

2. Ummatan wasathan dalam QS Al-Baqarah 2:143

Artinya : “Dan demikian Kami menjadikan umat Islam sebagai umat yang adil sebagai
saksi perbuatan manusia dan Rasul adalah saksi perbuatan kamu. Dan Kami tidak
menetapkan kiblat sebagai kiblat mu keculai agar Kami mengetahui siapa yang
mengikuti Rasul dan yang ingkat. Dan sungguh memindahkan kiblat ke berat adalah
orang yang mendapat petunjuk dan Allah tidak akan menyiakan imanmu. Allah Maha
Pengasih lagi Maha Penyayang.”

Konsep ummatan wasathan dalam QS Al-Baqarah 2:143 menjelaskan bahwa


masyarakat seimbang adalah masyarakat yang berada di posisi tengah-tengah yaitu
menggabungkan yang baik dari yang bertentangan.

3. Ummah Muqtasidah dalam QS Al-Maidah 5:66

Artinya : “Dan mereka menjalankan Taurat, Injil dan Al-Quran yang diturunkan
Tuhannya, mereka mendapat makanan dari atas mereka dan dari bawah. Diantara
mereka ada golongan pertengaham. Dan alangkah buruk yang dikerjakan mereka.”

Konsep ummah muqtashidah dalam QS Al-Maidah 5:66 adalah masyarakat


moderat yakni entitas di kalangan ahli kitab dan posisi ummah yang minoritas. Artinya
bahwa kelompok tersebut meskipun kecil, tetap dapat melakukan kebaikan dan
perbaikan dan meminimalisir kerusakan. Hampir sama dengan ummatan wasathan
bahwa keduanya memelihara penerapan nilai-nilai utama di tengah komunitas sekitar
yang menyimpang. Yang membuat beda ummah muqtashid adalah komunitas agama
Yahudi atau Nashrani, dan ummah wasath adalah komunitas agama sendiri yakni Islam.

Masyarakat Madani pada prinsipnya memiliki sistemik, yaitu masyarakat yang


demokratis, etika dan moralitas, transparansi, toleransi, berpotensi, aspiratif,
termotivasi, berpartisipasi, konsisten memiliki perbandingan, mampu
mengkoordinasikan, sederhana, sinkron, integral, mengakui, emansipasi , dan hak-hak,
tapi yang paling dominan adalah masyarakat yang demokratis.
2. Sejarah lahirnya masyarakat Madani (civil Society)

Seperti yang telah ditulis sebelumnya pada pengertian masyarakat madani,


bahwa wacana civil society merupakan konsep yang berasal dari pergolakan politik dan
sejarah masyarakat Eropa Barat yang mengalami proses transformasi dari pola
kehidupan feodal menuju kehidupan masyarakat industri kapitalis. Konsep ini pertama
kali lahir sejak zaman Yunani kuno. Jika dicari akar sejarahnya dari awal, maka
perkembangan wacana civil society dapat di runtut dari masa Aristoteles.

Pada masa ini (Aristoteles, 384-322 SM) Civil Society dipahami sebagai sistem
kenegaraan dengan menggunakan istilah koinoniah politike, yakni sebuah komunitas
politik tempat warga dapat terlibat langsung dalam berbagai percaturan ekonomi-politik
dan pengambian keputusan. Istilah ini juga dipergunakan untuk menggambarkan suatu
masyarakat politik dan etis dimana warga negara di dalamnya berkedudukan sama di
depan hukum.

Konsepsi Aristoteles ini diikuti oleh Marcus Tullius Cicero (106-43 SM) dengan
istilah Societies Civilies, yaitu sebuah komunitas yang mendominasi komunitas yang
lain. Terma yang dikedepankan oleh Cicero ini lebih menekankan konsep negara kota
(City State), yaitu untuk menggambarkan kerajaan, kota, dan bentuk korporasi lainnya,
sebagai kesatuan yang terorganisasi. Konsep ini dikembangkan pula oleh Thomas
Hobbes (1588-1679 M) dan Jhone Locke (1632-1704 M). Selanjutnya di Prancis
muncul John Jack Rousseau, yang tekenal dengan bukunya The Social Contract (1762).
Dalam buku tersebut J.J. Rousseau berbicara tentang pemikiran otoritas rakyat, dan
perjanjian politik yang harus dilaksanakan antara manusia dan kekuasaan.

Pada tahun 1767, wacana civil society ini di kembangkan oleh Adam Ferguson
dengan mengambil  konteks sosio-kultural dan politik Scotlandia. Ferguson 
menekankan civil society pada sebuah visi etis dalam kehidupan bermasyarakat.
Pemahaman ini digunakan untuk mengantisipasi peruahan sosial yang diakibatkan oleh
revolusi industri dan munculnya kapitlisme serta mencoloknya perbedaan antar publik
dan individu. Karena dengan konsep ini sikap solidaritas, saling menyayangi serta sikap
saling mepercayai akan muncul antar warga negara secara alamiah.

Kemudian pada tahun 1792, muncul wacana sivil society yang memiliki
aksentuasi yang berbeda dengan sebelunya. Konsep ini dimunculkan oleh Thomas Paine
yang menggunakan istilah sivil society sebagai kelompok masyarakat yang
memilikiposisi secara diametral dengan negara, bahkan dianggapnya sebagai antitesis
dari negara. Dengan demikian, maka civil society menurut Paine ini adalah ruang
dimana warga dapat mengembangkan kepribadian dan memberi peluang bagi pemuasan
kepentingannya secara bebas dan tanpa paksaan.

Perkembangan civil society selanjutnya dikembangkan oleh G.W.F Hegel


(1770-1831 M), Karl Mark (1818-1883 M) dan Antonio Gramsci (1891-1837 M).
Wacana civil society yang dikembangkan oleh ketiga tokoh ini menekankan pada civil
society sebagai elemen idologi kelas dominan. Pemahaman ini lebih merupakan sebuah
reaksi dari model pemahaman yang dilakukan oleh paine (yang menganggap civil
society sebagai bagian terpisah dari negara).

Periode berikutnya, wacana civil society dikembangkan oleh Alexis de


‘Tocqueville (1805-1859 M) yang berdasarkan pengalaman demokrasi Amerika, dengan
mengembangkan teori civil society sebagai intitas penyembangan kekuatan. Bagi de
‘Tocqueville, kekuatan politik dan civil societylah yang menjadikan demokrasi di
Amerika mempunyai daya tahan. Dengan terwujudnya pluralitas, kemandirian dan
kapasitas politik di dalam civil society, maka warga negara akan mampu mengimbangi
dan mengontrol kekuatan negara.

Di Indonesia, masyarakat madani sebagai terjemahan dari civil society


diperkenalkan pertama kali oleh Anwar Ibrahim (ketika itu Menteri Keuangan dan
Timbalan Perdana Menteri Malaysia) dalam ceramah Simposium Nasional dalam
rangka Forum Ilmiah pada Festival Istiqlal, 26 September 1995 Jakarta. Istilah itu
diterjemahkan dari bahasa Arab mujtama’ madani, yang diperkenalkan oleh Prof. 
Naquib Attas, seorang ahli sejarah dan peradaban Islam dari Malaysia, pendiri
ISTAC. Kata “madani” berarti civil atau civilized (beradab). Madani berarti juga
peradaban, sebagaimana kata Arab lainnya seperti hadlari, tsaqafi atau tamaddun. 
Konsep madani bagi orang Arab memang mengacu pada hal-hal yang ideal dalam
kehidupan.Konsep masyarakat madani bersifat universal dan memerlukan adaptasi
untuk diwujudkan di Negara Indonesia mengingat dasar konsep masyarakat madani
yang tidak memiliki latar belakang yang sama dengan keadaan sosial-budaya
masyarakat Indonesia.
2.2 Ciri-ciri masyarakat Madani yang dicontohkan Nabi Muhammad

Cita-cita untuk membentuk masyarakat madani telah merupakan suatu gerakan


internasional sejalan berkembangnya kehidupan berdemokrasi. Bahkan ide masyarakat
madani telah mulai berkembang sejak zaman Yunani klasik. Ciri-ciri khas dari
kehidupan bermasyarakat Indonesia ialah kebhinnekaan. Pada masa orde baru unsur
kebhinnekaan itu cenderung dikesampingkan dan menekankan sifat kesatuan bangsa.
Padahal justru dalam kebhinnekaan itulah terletak kekuatan dari persatuan bangsa
Indonesia.

Orde baru telah menghilangkan kekuatan kebhinnekaan itu dan mencoba


menyusun suatu masyarakat yang uniform sehingga terciptalah suatu struktur kekuasaan
yang sangat sentralistik dan birokratik. Hal ini justru telah mengakibatkan disintegrasi
bangsa kita karena dalam usaha menekankan persatuan kita telah mengenyampingkan
perbedaan melalui cara-cara refresif, berakibat mematikan inisiatif dan kebebasan
berfikir. Cita-cita reformasi yang diinginkan adalah mengakui adanya kebhinnekaan
sebagai modal utama abangsa Indonesia untuk mewujudkan suatu masyarakat madani
yang menghargai akan perbedaan.

Negara Indonesia terletak dipersimpangan pengaruh budaya Internasional. Oleh


sebab itu bangs Indonesia bukan hanya terjadi dari berbagai suku tetapi juga dengan
berbagai jenis kebudayaan sesuai dengan pengaruh kebudayaan dunia yang telah
memasuki Indonesia sejak berbad abad yang lalu. Dengan demikian kebudayaan
Indonesia terjadi dari lapisan-lapisan budaya dengan ciri-ciri yang khas yang telah
memasuki dan berintegrasi dalam budaya lokal. Kita mengenal lapisan budaya hindu
budha, budaya kristen, budaya Islam, dan kebudayaan global. Pengaruh kebudayaan ini
telah membentuk suatu mozaik kebudayaan yang sangat kaya dan bervariasi dari
kebudayaan Indonesia, sama dengan kebudayaan hayati yang dimiliki oleh Indonesia.

Seperti yang telah dikemukakan cita-cita untuk membentuk masyarakat madani


telah merupakan suatu gerakan Internasional sejalan dengan berkembangnya kehidupan
berdemokrasi. Bahkan ide masyarakat madani telah mulai sejak zaman Yunani Kuno.
Ciri utama dari masyarakat madani, yaitu :
1. Kesukarelaan

Artinya suatu masyarakat madani bukanlah suatu masyarakat paksaan atau


karena indoktrinasi. Keanggotaan masyarakat madani adalah keanggotaan dari pribadi
yang bebas, yang sukarela membentuk suatu kehidupan bersama dan oleh sebab itu
mempunyai komitmen bersama yang sangat besar untuk mewujudkan cita-cita
bersama. Dengan sendirinya tanggung jawab pribadi sangat kuat karena diikat oleh
keinginan bersama untuk mewujudkan keinginan tersebut.

2. Keswasembadaan

Seperti kita lihat keanggotaan yang sukarela untuk hidup bersama tentunya tidak
akan menggantungkan kehidupannya kepada orang lain. Dan tidak tergantung kepada
negara, juga tidak tergantung kepada lembaga atau organisasi lain. Setiap anggota
mempunyai harga diri yang tinggi yang percaya akan kemampuan sendiri.

3. Kemandirian Tinggi Terhadap Negara

Berkaitan dengan ciri yang kedua tadi, para anggota masyarakat madani adalah
manusia yang percaya diri sehingga tidak tergantung kepada perintah orang lain
termasuk negara. Bagi mereka, negara adalah kesepakatan bersama sehingga tanggung
jawab yang lahir dari kesepakatan tersebut adalah juga tuntutan dan tanggung jawab
dari masing-masing anggota. Inilah negara yang berkedaulatan rakyat.

4. Berdasarkan Hukum

Masyarakat madani adalah masyarakat yang taat dan tunduk terhadap hukum.
Hukum ditegakkan dan semua warga negara tidak ada yang kebal terhadap hukum.
Yang melakukan perbuatan melawan hukum harus ditinda sesuai dengan ketentuan
yang berlaku. Hal ini jelas dan tercantum dalam Piagam Madinah yang berbunyi
“Bahwa orang-orang yang beriman dan bertaqwa harus melawan orang yang melakukan
kejahatan diantara mereka sendiri, atau orang-orang yang suka melakukan perbuatan
aniaya, kejahatan, permusuhan atau berbuat kerusakan diantara orang-orang beriman
sendiri dan mereka harus bersama-sama melawannya walaupun terhadap anak sendiri”.

5. Egaliter
Egaliter artinya kesetaraan. Egalitarian adalah paham yang mempercayai bahwa
semua orang sederajat, semenatara egalitarisme diartikan sebagai doktrin atau
pandangan yang menyatakan bahwa manusia-manusia itu ditakdirkan sama, sederajat,
tidak ada perbedaan kelas dan kelompok. Jadi masyarakat egeliter adalah masyarakat
yang mengemban nilai egalitarisme dapat digambarkan sebagai masyarakat yang
mengakui adanya kesetaraan dalam posisi di masyarakat dari sisi hak dan kewajiban
tanpa memandang suku, keturunan, ras, agama dan sebagainya.

6. Toleransi dan Pluralisme

Toleransi dan pluralisme adalah bahwa setiap pemeluk agama dituntut bukan
hanya mengakui keberadaan dan hak agama lain tetapi juga terlibat dalam usaha
memahami perbedaan dan persamaan guna tercapai kerukunan dalam kebhinnekaan. Ide
pluralisme sebenarnya berasal dari suatu pemahaman mengenai masyarakat. Ide ini
berasal dari ideologi kapitalisme yang memandang bahwa masyarakat itu tersusun atas
individu-individu yang mempunyai berbagai aqidah (keyakinan, pandangan),
kemaslahatan, keturunan dan kebutuhan yang berbeda-beda. Oleh karena itu mereka
menganggap telah menjadi keharusan bahwa masyarakat itu majemuk, masing-masing
kelompok memiliki tujuan khusus. Perbedaan yang dimiliki suatu masyarakat tersebut
harus dijaga karena tidak mungkin dapat disatukan. Begitu pula tentang masalah agama,
pluralisme diekspresikan dalam bentuk dialog antar agama, toleransi secara luas antar
umat beragama. Dalam bidang politik pun mencerminkan ide pluralisme ini,
sebagaimana yang terlihat dalam konstelasi politik barat yang membolehkan partai-
partai yang berseberanagan aqidah untuk berkoalisi melawan partai penguasa. .

7. Keterbukaan

Keterbukaan adalah konsekwensi dari prikemanusiaan, suatu pandangan yang


melihat semua manusia adalah baik, dan harus berprasangka baik kepada orang lain.
Tidak merasa selalu benar, bersedia mendengar pendapat orang lain untuk diambil dan
diikuti mana yang terbaik.

Terkait persoalan masyarakat madani ini, pada  ayat  71 surah  at-Taubah 


dijelaskan sebuah  pandangan  tentang  karakteristik masyarakat madani yang ideal.
Artinya : “Dan orang-orang yang beriman, lelaki dan perempuan, sebahagian mereka
(adalah) menjadi penolong bagi sebahagian yang lain. Mereka menyuruh
(mengerjakan) yang ma'ruf, mencegah dari yang munkar, mendirikan shalat,
menunaikan zakat dan mereka taat pada Allah dan Rasul-Nya. Mereka itu akan diberi
rahmat oleh Allah; sesungguhnya Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.”
Ayat  di  atas  menjelaskan  sifat-sifat  yang  seharusnya  disandang  oleh  orang-
orang  Mukmin  dalam  kapasitas  mereka  sebagai  sebuah  masyarakat.  Dari enam
sifat  disebut  dalam  ayat  tersebut,  sifat  pertama  menggunakan ungkapan khabari
berupa jumlah ismiyyah yang  mempunyai  makna  tetap.  Lima sifat  berikutnya 
menggunakan  ungkapan khabari juga  tapi  dalam  bentuk jumlah fi’liyyah (katakerja), 
yaitu ya’muruna (memerintahkan), Yanhauna (melarang), yuqimuna (menegakkan), yu’
tuuna (menunaikan), yuthi’uuna (taat). Penggunaan  lima  kata  kerja ini mempunyai
arti bahwa semua pekerjaan itu terus dilaksanakan dari waktu ke waktu sepanjang hayat
manusia, sebagai proses yang tiada henti.
Dalam  Islam,  hidup  adalah  ibadah.  Kehidupan  di  dunia  harus  diisi  dengan
kegiatan  yang  diniatkan  untuk mengabdi  kepada  Allah.  Dalam  Islam  kehidupan
dunia  adalah  ladang  amal  dan  bekerja,  bukan  alam  pembalasan.  Sebaliknya,
kehidupan akhirat adalah alam pembalasan bukan ladang untuk bekerja.

Penjabaran enam sifat masyarakat madani Qur’ani adalah seperti berikut:


1. Pertama, Iman  yang  merupakan  landasaan  ideal  dan  spiritual  dari  sebuah
masyarakat. Setiap mukmin harus menjadi auliya bagi mukmin lainnya. Maknanya
adalah  mereka  saling  mengasihi,  menyayangi,  tolong  menolong  dalam 
kebaikan, karena adanya kedekatan di antara mereka atas dasar kesamaan dalam
beberapa hal  yang  sangat  prinsip  dalam  kehidupan,  yaitu  akidah  (tauhid), 
pedoman  hidup (al-Qur’an dan sunnah), dan tujuan hidup (meraih keridhaan Allah,
bahagia di dunia dan akhirat) Persamaan dalam tiga unsur tersebut diharapkan akan
memicu sinergi antarasatu  dengan  lainnya.  Kasih  sayang  (rahmah),  empati 
(Ihtimam  bilghair),  tidakgoistis  (ananiyah),  akan  menjadikan  hidupan  ini 
semakin  berarti  dan  menjadi indah. Inilah sistim kehidupan yang dikehendaki
Allah dan menjadi dambaan semua masyarakat dunia. Akan halnya hubungan
Muslim dengan masyarakat non-Muslim, pola kehidupan yang diinginkan adalah
rasa saling menghargai, menghormati, atas dasar prinsip kemanusiaan.
2. Kedua dan ketiga, Hak,  Kewajiban  dan  Kesadaran  hukum.  Sesama  mukmin
hendaklah terus melakukan amar ma’ruf, yaitu memerintahkan yang lain untuk
berbuat kebaikan. Maksud kebaikan di sini adalah segala yang dipandang baik oleh
agama  dan  akal.  Mereka  juga  saling  mencegah  berbuat  kemungkaran  atau 
suatu perilaku yang dipandang jelek baik menurut agama maupun akal. Segala 
kewajiban  dan  anjuran  agama,  atau  sesuatu  yang  menjadi  kebutuhan
masyarakat,  baik  primer  maupun  sekunder,  seperti  sektor  pangan,  pendidikan,
kesehatan dan lainnya harus menjadi perhatian bersama, karena mengandung hal-
hal  yang  positif  bagi  individu  dan  masyarakat.  Hal-hal yang ma’ruf sudah tentu
indah  karena  berisi  nilai-nilai  kehidupan. Sementara itu setiap larangan agama
dipastikan mengandung banyak hal negatif. Maka semua elemen masyarakat harus
saling bahu membahu untuk menghindarai hal-hal yang negatif.

Saat ini, bentuk-bentuk  kemungkaran  telah  berkembang  bahkan  berubahsesuai 


budaya  dan  perilaku  manusia, walaupun  substansinya  masih  sama  dengan apa 
yang  disebutkan  dalam  al-Qur’an. Dalam bidang ekonomi, memakan harta yang 
haram  dan  batil,  mempunyai  ragam  dan  bentuknya.  Semuanya  merugikan
orang  lain.  Contoh  yang  marak  adalah  korupsi,  kolusi,  pungli,  manipulasi, 
suap menyuap,  sogok-menyogok,  kejahatan “kerah  putih” (white  colour  crime),
pencucian  uang  haram,  penggelembungan  anggaran  (mark  up),  belanja  fiktif 
dan lain sebagainya.
Begitu  pula  dalam  bidang  politik,  seperti  kejahatan  politik  uang,  jual  beli
suara  dalam  pemilu, dan  lain-lain.  Dalam  bidang  lingkungan terjadi
pencemaran, pembabatan hutan, dan perusakan sumber  daya  alam  lainnya. Semua
kemungkaran  tersebut  harus  diatasi  dengan  cara-cara  yang  bijak  dan  efektif.
Semua  kalangan,  baik  birokrat  maupun  masyarakat  sipil,  termasuk  di 
dalamnya LSM  (Lembaga Swadaya  Masyarakat),  pers,  organisasi  massa,
perguruan  tinggi, dan lainnya harus saling bahu membahu  dalam  penanganan 
kemungkaran  ini, dengan  mengawasi,  menegur,  baik  lisan  maupun  tulisan. 
Bisa juga melalui kurikulum di Perguruan Tinggi, seperti kurikulum tentang bahaya
korupsi.
Penanganan  kemungkaran  ini  dapat  dilakukan  mulai  dengan  tindakan  halus
hingga tindakan tegas dari Ulil Amri atau pemerintah, melalui hukum yang berlaku
secara  adil. Amar ma’ruf nahi munkar menjadi  elemen  yang  sangat  penting  dalam
kehidupan.  Cukuplah  menjadi  nilai  yang  tinggi  bahwa amar  ma’ruf  nahi munkar
menjadi  bagian  yang  integral  bagi  umat  yang  ingin  menjadi  bagian  dari umat 
terbaik.
Bagi  masyarakat  yang  ingin  bahagia,  beruntung  dan  sejahtera (falah),  harus 
ada  kelompok  yang  mempunyai  tugas  mengawal  kedua  prinsip  ini. Tersingkirnya
prinsip amar ma`ruf nahi munkar ini akan menyebabkan masyarakat bisa porak poranda.
Keempat:  Spiritualitas. Sebagai realisasi dari keimanan, yaitu selalu
mengerjakan shalat  lima  waktu,  dengan  memerhatikan  syarat,  rukun  dan  etikanya. 
Dilakukan secara terus menerus sepanjang hayat dan dikerjakan dengan baik dan
khusyu’, agar  hikmah  shalat  berubah  menjadi  kepribadian  seseorang.  Shalat  adalah
hubungan  antara  hamba  dengan  Allah.  Sebagai  refleksi  pengabdian manusia
kepada  Tuhannya. Semangat  spiritualitas  ini  harus  terus  digelorakan  dan
didengungkan,  agar  manusia  tidak  terpedaya  oleh  setan  yang  selalu  mengincar
manusia untuk digelincirkan dari jalan lurus.
Kelima: Kepedulian sosial melalui zakat. Zakat adalah bentuk rasa
kesetiakawanan sosial, empati, berbagi dengan orang lain. Dengan zakat, manusia tidak
lagi kikir, egois, materialistis. Dengan zakat, kesenjangan ekonomi tidak begitu
melebar. Jika zakat  adalah  sebuah  kebijakan  agama  yang  demikian  mulia,  maka 
cara menunaikannya juga harus baik, yaitu sesuai dengan ketentuan, diberikan kepada
yang berhak, dan pemberi zakat mendatangi sendiri para mustahiknya, seakan dia yang
membutuhkan kepada mereka.
Keenam:  Rujukan  Agama.  Mengatasi  berbagai  persoalan  kehidupan 
diperlukan rujukan.  Dalam  islam  rujukan  yang  betul-betul  kredibel  adalah 
ketaatan  kepada Allah  dan  Rasul-Nya,  dalam  semua  lini  kehidupan,  baik dalam
soal akidah, mu’amalah, ibadah maupun akhlak. Taat kepada Allah  berarti  taat 
kepada  ajaran yang  ada  dalam  al-Qur’an. Sementara taat kepada rasul adalah taat
kepada apa yang  ada  dalam  hadis.  Allah  yang  bersifat rahman dan rahim.  Nabi
Muhammad yang  ditabalkan  sebagai  Rasul  pembawa  rahmat  bagi  alam  semesta 
yang  juga santun  dan  penyayang,  akan  mengarahkan  manusia  kepada  pekerti  yang
menguntungkan  bagi  kehidupan  mereka.  Dengan  adanya  rujukan  kehidupan berupa 
al-Qur’an dan sunnah Nabi, maka jalan kehidupan umat Islam menjadi jelas. Loyalitas
mereka juga jelas.

Pada akhir ayat di atas, Allah memberikan jaminan bahwa masyarakat muslim
yang  mampu  melaksanakan  kelima  perilaku  tersebut  akan mendapatkan rahmah
atau  kasih sayang dari Allah SWT. Hal itu tidaklah berat bagi Allah  karena  Allah 
adalah  Zat  yang  Mahaperkasa  dan  semua kebijakan-Nya  pasti mengena dan menuai
hasil, karena Allah adalah Zat Yang Mahabijaksana. Apa  yang  disajikan  diatas 
adalah  tawaran  al-Qur’an  sebagai  cara  untuk membentuk masyarakat yang penuh
dengan nilai dan norma.

Pada masa Nabi dan Khulafa’  Rasyidin, semua  komponen  masyarakat  ikut 
mengawasi  jalannya pemerintahan.  Pada  saat  sahabat  Umar  dilantik  menjadi 
Khalifah,  seorang rakyatnya  bersumpah  bahwa  jika  Umar  menyeleweng,  maka  dia 
akan meluruskannya dengan pedang. Al-Qur’an telah memberikan predikat umat Islam
pada masa Nabi dan para sahabatnya sebagai umat yang terbaik yang terlahir di muka
bumi. Inilah prestasi puncak  umat  manusia.  Nabi  sendiri  mengatakan  bahwa 
generasi  terbaik  adalah generasi masanya kemudian dua genarsi setelahnya.

Pada  saat  masyarakat  dunia  telah  terpecah  menjadi  negara  bangsa,  dan
kekuasaan  absolut  tidak  lagi  berada  di  tangan  seseorang,  tapi  sudah  terbagi
menjadi  tiga  kekuatan  yaitu  Eksekutif,  Legislatif  dan  Yudikatif,  maka  secara  teori
masyarakat  madani  bisa  tercipta  manakala  semua  pihak  bisa  melaksanakan
tugasnya  dengan  baik.  Agar  semua  elemen  tiga  kekuasaan  tersebut  berjalan
dengan efektif maka yang paling dibutuhkan adalah komitmen seluruh masyarakat
untuk saling bahu membahu melaksanakan semua  program-program  mereka atas dasar
nilai-nilai yang ada pada masing-masing penduduk. Tidak  masalah  jika  penduduk 
satu  bangsa  berasal  dari  beragam  agama. Namun  sebaliknya  jika  komitmen  untuk 
membangun  bangsa  sudah  memudar, maka yang difikirkan adalah kepentingan
pribadi maupun golongan. Mereka saling bantu membantu dalam pelanggaran, seperti
kerjasama antara eksekutif,  yudikatif dan legislatif, maka bangsa ini tinggal menunggu
kehancurannya saja.

2.3 Perbedaan masyarakat Madani dengan Civil Society

Berbicara tentang wacana dan gagasan "masyarakat madani" yang berkembang


di Indonesia merupakan terjemahan dari civil society?, tetapi masih dipertanyakan,
apakah sama antara istilah "masyarakat madani" dengan istilah civil society.  Berbagai
"pemikiran yang dilontarkan seputar civil society, yang di Indonesia telah diterjemahkan
menjadi "masyarakat sipil" atau "masyarakat madani". Padahal kita tahu, bahwa
sebenarnya istilah ini merupakan imbas dari perkembangan pemikiran yang terjadi di
dunia Barat, khususnya di negara-negara industri maju di Eropa Barat dan Amerika,
dalam perhatian mereka terhadap perkembangan ekonomi, politik, sosial-budaya.

Sedangkan masyarakat madani lahir dari ”masyarakat Muslim Arab”  yang juga


memiliki akar budaya yang berbeda dan masyarakat di Madinah berdasarkan syariat
Islam.  Tentu saja kedua konsep ini secara sosial, budaya dan politik berbeda dengan
sosial-budaya dan politik masayarakat dan bangsa Indonesia yang berdasarkan
Pancasila.  Tetapi tidak menutup kemungkinan, menurut Prof. Bernard
Adeney, bahwa ”masyarakat madani merupakan konsep yang lebih cocok untuk
Indonesia, atau untuk sebagian dari masyarakat Indonesia, dari pada konsep civil
society”19.  Kenapa, karena secara sosio-relegius ada kesamaan pandangan dan
pemahaman dengan sebagian besar masyarakat Indonesia, bila dibandingkan dengan
konsep civil society yang berasal dari pemikiran liberal Barat.

Istilah masyarakat madani sebenarnya hanya salah satu di antara beberapa istilah
lain yang seringkali digunakan orang  dalam penerjemahan ke dalam bahasa Indonesia,
padanan kata civil society. Disamping masyarakat madani, padanan kata lainnya yang
sering digunakan adalah masyarakat warga atau masyarakat kewargaan, masyarakat
sipil, masyarakat beradab,atau masyrakat berbudaya.

Istilah civil society yang identik dengan masyarakat berbudaya (civilized


society).
Lawannya, adalah “masyarakat liar” (savage society). Pemahaman yang melatari ini
sekedar
mudahnya, agar orang menarik perbandingan di mana kata yang pertama merujuk pada
masyarakat yang saling menghargai nilai-nilai sosial-kemanusiaan (termasuk dalam
kehidupan politik), sedangkan kata yang kedua jika dapat diberikan penjelasan menurut
pemikiran Thomas Hobbes, bermakna identik dengan gambaran masyarakat tahap”
keadaan alami” (state of nature) yang tanpa hukum sebelum lahirnya negara di mana
setiap manusia merupakan serigala bagi sesamanya (homo homini lupus). Eksistensi
civil society sebagai sebuah abstraksi sosial diperhadapkan secara kontradiktif dengan
masyarakat alami ( natural society).

Mendekati pengertian masyarakat madani, terjemahan lain yang juga sering


digunakan adalah masyarakat madani. Dibanding istilah lainnya ini yang paling populer
dan banyak digandrungi di Indonesia. Tak pelak bahwa kata “madani” merujuk pada
Madinah, sebuah kota yang sebelumnya bernama Yastrib di wilayah Arab, di mana
masyarakat Islam di bawah kepemimpinan Nabi Muhammad SAW di masa lalu pernah
membangun peradaban tinggi. Menurut Nurcholish Madjid, kata “madinah” berasal dari
bahasa Arab “madaniyah”, yang berarti peradaban. Karena itu, masyarakat madani
berasosiasi ”masyarakat peradaban”.

Masyarakat madani adalah masyarakat yang beradab, menjunjung tinggi nilai-


nilai kemanusiaan, yang maju dalam penguasaan ilmu pengetahuan, dan teknologi.
Masyarakat madani, konsep ini merupakan penerjemahan istilah dari konsep civil
society
yang pertama kali digulirkan oleh Dato Seri Anwar Ibrahim dalam ceramahnya pada
symposium Nasional dalam rangka forum ilmiah pada acara festival istiqlal, 26
September 1995 di Jakarta. Konsep yang diajukan oleh Anwar Ibrahim ini hendak
menunjukkan bahwa masyarakat yang ideal adalah kelompok masyarakat yang
memiliki peradaban maju. Lebih jelas Anwar Ibrahim menyebutkan bahwa yang
dimaksud dengan masyarakat madani adalah sistem sosial yang subur yang diasaskan
kepada prinsip moral yang menjamin keseimbangan antara kebebasan perorangan
dengan kestabilan masyarakat.

Banyak orang memadankan istilah ini dengan istilah civil society, societas
civilis (Romawi) atau koinonia politike (Yunani). Padahal istilah “masyarakat madani “
dan civil society berasal dari dua sistem budaya yang berbeda. Masyarakat madani
merujuk pada  tradisi Arab-Islam sedang  civil society tradisi Barat non-Islam.
Perbedaan ini bisa memberikan makna yang berbeda apabila dikaitkan dengan konteks
istilah itu muncul. Dalam bahasa Arab, kata “madani” tentu saja berkaitan dengan kata
“madinah” atau ‘kota”, sehingga masyarakat madani biasa berarti masyarakat kota atau
perkotaan . Meskipun begitu, istilah kota disini, tidak merujuk semata-mata kepada
letak geografis, tetapi justru kepada karakter atau sifat-sifat tertentu yang cocok untuk
penduduk sebuah kota.

Dari sini kita paham  bahwa masyarakat madani tidak asal masyarakat yang
berada di perkotaan, tetapi yang lebih penting adalah memiliki sifat-sifat yang cocok
dengan orang kota, yaitu yang berperadaban. Dalam kamus bahasa Inggris diartikan
sebagai kata “civilized”, yang artinya memiliki peradaban (civilization), dan dalam
kamus bahasa Arab dengan kata “tamaddun” yang juga berarti  peradaban atau
kebudayaan tinggi. Penggunaan istilah masyarakat madani  dan civil society di
Indonesia sering disamakan  atau digunakan secara bergantian. Hal ini dirasakan karena
makna diantara keduanya banyak mempunyai persamaan prinsip pokoknya, meskipun
berasal dari latar belakang system budaya negara yang berbeda.

2.4 HAM, Demokrasi dan Supremasi Hukum dalam pandangan Islam

1. HUKUM ISLAM
A. Pengertian Hukum Islam
Hukum adalah seperangkat norma atau peraturan-peraturan yang mengatur
tingkah laku manusia, baik norma atau peraturan itu berupa kenyataan yang tumbuh dan
berkembang dalam masyarkat maupun peraturana atau norma yang dibuat dengan cara
tertentu dan ditegakkan oleh penguasa. Bentuknya bisa berupa hukum yang tidak
tertulis, seperti hukum adat, bisa juga berupa hukum tertulis dalam peraturan
perundangan-undangan. Hukum sengaja dibuat oleh manusia untuk mengatur hubungan
manusia dengan manusia lain dan harta benda.

Sedangkan hukum Islam adalah hukum yang bersumber dan menjadi bagian dari
agama Islam. Konsepsi hukum islam, dasar, dan kerangka hukumnya ditetapkan oleh
Allah. Hukum tersebut tidak hanya mengatur hubungan manusia dengan manusia dan
benda dalam masyarakat, tetapi juga hubungan manusia dengan Tuhan, hubungan
manusia dengan manusia dengan dirinya sendiri, hubungan manusia dengan manusia
lain dalam masyarakat, dan hubungan manusia dengan benda alam sekitarnya.

B. Ruang Lingkup Hukum Islam


Hukum islam baik dalam pengertian syaariatr maupun fikih di bagi menjadi 2 bagian,
yaitu:
1. Ibadah (mahdhah)
Tata cara dan upacara yang wajib dilakukan oleh seoraang muslim dalam
menjalankan hubingan kepada Allah, seperti shalat, membayar zakat, menjalankan
ibadah haji. Tata caara dan upacara ini tetap, tidak ditambah-tambah maupun dikurangi.
Ketentuannya telah di atur dengan pasti oleh Allah dan dijelaskan oleh RasulNya.
Dengan demikian tidak mungkin ada proses yang membawa perubahan dan perombakan
secaara asasi mengenai hukum, susunan dan tata cara beribadat. Yang mungkin berubah
hanyalah penggunaan aalat-alat modern dalam pelaksanaannya.

2. Muamalah (ghairu mahdhah)


Ketetapan Allah yang berhubungan dengan kehidupan sosial manusia walaupun
ketetapan tersebut terbatas pada pokok-pokok saja. Karena itu sifatnya terbuka untuk
dikembangkan melalui ijtihad manusia yang memenuhi syarat melakukan usaha itu.
Bagian - Bagian Hukum Islam
a) Munakahat
Hukum yang mengatur sesuatau yang berhubunngan dengan perkawinan, perceraian dan
akibat-akibatnya.
b) Wirasah
Hukum yang mengatur segala masalah yang berhubungan dengan pewaris, ahli waris,
harta warisan daan cara pembagian waarisan.
c) Muamalat
Hukum yang mengatur masalah kebendaan daan hak-hak atas benda, tata hubungan
manusia dalam persoalan jual beli, sewa menyewa, pinjam meminjam, perserikatan dan
lain-lain.
d) Jinayat
Hukum yang mengatur tentang perbuatan-perbuatan yang diancam dengan hukuman
baik dalam jarimah hudud atau tindak pidana yang telah ditentukan bentuk dan batas
hukumnya dalam al quran daan sunah nabi maupun dalam jarimah ta’zir atau perbuatan
yang bentuk dan batas hukumnya ditentukan oleh penguasa sebagai pelajaran bagi
pelakunya.
e) Al-ahkam as-sulthaniyah
Hukum yang mengatur soal-soal yang berhubungan dengan kepala negara,
pemerintahan pusat maupun daerah, tentara, pajak daan sebagainya.
f) Siyar
Hukum yang mengatur urusan perang dan damai, tata hubungan dengan pemeluk agama
dan negara lain
g) Mukhassamat
Hukum yang mengatur tentang peradilan, kehakiman, dan hukum acara

Sistematika hukum islam daapat dikemukakan sebagai berikut:


1. Al-ahkam asy-syakhsiyah (hukum peronrangan
2. Al-ahkam al-maadaniyah (hukum kebendaan)
3. Al-ahkam al-murafaat (hukum acara perdata, pidana, dan peradilan tata usaha)
4. Al ahkam al-dusturiyah (hukum tata negara)
5. Al-ahkam ad-dauliyah (hukum internasional)
6. Al-ahkam al-iqtishadiyah wa-almaliyah (hukum ekonomi dan keuangan)

C. Tujuan Hukum Islam


Tujuan hukum islam secara umum adalah Dar-ul mafaasidiwajalbul mashaalihi
(mencegah terjadinya kerusakan dan mendatangkan kemaslahatan). Abu Ishaq As-
Sathibi merumuskan lima tujuan hukum islam:
1. Memelihara agama
Agama adalah sesuatu yang harus dimilki oleh setiap manusia oleh
martabatnyadapat terangkat lebih tinggi dan martabat makhluk lain danmemenuhi hajat
jiwanya. Agama islam memberi perlindungan kepada pemeluk agam lain untuk
menjalankan agama sesuai dengan keyakinannya.
2. Memelihara jiwa
Menurut hukum islam jiwa harus dilindungi. Hukum islam wajib memelihara
hak manusia untuk hidup dan mempertahankan kehidupannya. Islam melarang
pembunuhan sebagai penghilangan jiwa manusia dan melindungi berbagai sarana yang
dipergunakan oleh manusia untuk mempertahankan kemaslahatannya
hidupnya (Qs.6:51,17:33)
3. Memelihara akal
Islam mewajibkan seseorang untuk memlihara akalnya, karena akal mempunyai
peranan sangat penting dalam hidup dan kehidupan manusia. Seseorang tidak akan
dapat menjalankan hukum islam dengan baik dan benar tanpa mempergunakan akal
sehat.(QS.5:90)
4. Memelihara keturunan
Dalam hukum islam memlihara keturunan adalah hal yang sangat penting.
Karena itu, meneruskan keturunan harus melalui perkawinan yang sah menurut
ketentuan Yang ada dalam Al-Qur’an dan As-Sunnah dan dilarang melakukan
perzinahaan. (Qs.4:23)
5. Memlihara harta
Menurut ajaran islam harta merupakan pemberian Allah kepada manusia untuk
kelangsungan hidup mereka. Untuk itu manusia sebagai khalifah di bumi dilindungi
haknya untuk memperoleh harta dengan cara-cara yang halal, sah menurut hukum dan
benar menurut aturan moral. Jadi huku slam ditetapkan oleh Allah untuk memenuhi
kebutuhan hidup manusia itu sendiri, baik yang bersifat primer, sekunder, maupun
tersier (dloruri, haaji, dan tahsini).

D. Sumber Hukum Islam


Di dalam hukum islam rujukan-rujukan dan dalil telah ditentukan sedemikian
rupa oleh syariat, mulai dari sumber yang pokok maupun yang bersifat alternatif.
Sumber tertib hukum Islam ini secara umumnya dapat dipahami dalam firman Allah
dalam QS. An-nisa: 59:

"Wahai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah RasulNya dan ulil amri
di antara kamu. Jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu maka kembalikanlah ia
pada Allah (al quran) dan Rasul (sunnahnya) jika kamu benar-benar beriman kapada
Allah dan hari akhir. Yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik
(akibatnya)".(QS. An-nisa: 59)

Dari ayat tersebut, dapat diperoleh pemahaman bahwa umat islam dalam menjalankan
hukum agamanya harus didasarkan urutan:
1) Selalu menataati Allah dan mengindahkan seluruh ketentuan yang berlaku dalam
alquran.
2) Menaati Rasulullah dengan memahami seluruh sunnah-sunnahnya
3) Menaati ulil amri (lembaga yang menguasai urusan umat islam).
4) Mengenbalikan kepada alquran dan sunah jika terjadi perbedaan dalam menetapkan
hukum

Secara lebih teknis umat islam dalam berhukum harus memperhatikan sumber tertib
hukum:
1) Al Quran
2) Sunah atau hadits Rasul
3) Keputusan penguasa; khalifah (ekseklutif), ahlul hallli wal‘aqdi (legislatif), amupun
qadli (yudikatif) baik secara individu maupun masing- masing konsensus kolektif
(ijma’)
4) Mencari ketentuan ataupun sinyalemen yang ada dalam al quran kemmbali jika
terjadi kontroversi dalam memahami ketentuan hukum.

Dengan komposisi itu pula hukum islam dapat diklasifikasikan menjadi dua jenis:
1) Dalil Naqli yaitu Al Quran dan as sunah
2) Dalil Aqli yaitu pemikiran akal manusia.

E. Kontribusi Umat Islam Dalam Perumusan Dan Penegakan Hukum Islam


Hukum islam ada dua sifat, yaitu:
1. Al- tsabat (stabil), hukum islam sebagai wahyu akan tetap dan tidak berubah
sepanjang masa
2. At-tathawwur (berkembang), hukum islam tidak kaku dalam berbagai kondisi dan
situasi sosial.

Dilihat dari sketsa historis, hukum islam masuk ke indonesia bersama masuknya
islam ke Indonesia pada abad ke 1 hijriyah atau 7/8 masehi. Sedangkan hukum barat
baru diperkenalkan VOC awal abad 17 masehi. Sebalum islam masuk Indonesia, rakyat
Indonesia menganut hukum adat yang bermacam-macam sistemnya dan sangat
majemuk sifatnya. Namun setelah islam datang dan menjadi agama resmi di berbagai
kerajaan nusantara, maka hukum islam pun munjadi hukum resmi kerajaan-kerajaan
tersebut dan tersebar menjadi hukum yang berlaku dalam masyarakat.

Secara yuridis formal, keberadaan negara kesatuan Indonesia adalah diawali


pada saat proklamasi 17 Agustus 1945. Pada tanggal 18 Agustus 1945 kemudian diakui
berlakunya Undang-Undang Dasar 1945. Pada saat itulah keinginan para pemimpin
islam untuk kembali menjalankan hukum islam bagi umat islam berkobar.
Dalam pembentukan hukum islam di indonesia, kesadaran berhukum islam
untuk pertama kali pada zaman kemeerdekaan adalah di dalam Piagam Jakarta 22 juni
1945 , yang di dalam dasar ketuhanan diikuti dengan pernyataan “dengan kewajiban
menjalankan syariat islam bagi pemeluk-pemeluknya”. Tetapi dengan pertimbangan
untuk persatuan dan kesatuan bangsa Indonesia akhirnya mengalami perubahan pada
tanggal 18 Agustus 1945 yang rumusan sila pertamanya menjadi “ketuhanan yang
maha esa”.

Meskipun demikian, dalam berbagai macam peraturan perundang-undangan,


hukum islam telah benar-benar memperoleh tempat yang wajar secara kontitusional
yuridis.

Dengan demikian kontribusi umat islam dalam petrumusan dan penegakan


hukum sangat besar. Adapun upaya yang harus dilakukan untuk penegakan hukum
dalam praktek bermasyarakat dan bernegara yaitu melalui proses kultural dan dakwah.
Apabila islam telah menjadikan suatu keebijakan sebagai kultur dalam masyarakat,
maka sebagai konsekuensinyahukum harus ditegakkan. Bila perlu “law
inforcement” dalam penegakkan hukum islam dengan hukum positif yaitu melalui
perjuangan legislasi. Sehingga dalam perjaalananya suatu ketentuan yang wajib menurut
islam menjadi wajib pula menurut perundangan.

F. Fungsi Hukum Islam Dalam Kehidupan Masyarakat


Manusia adalah makhluk sosial yang tidak dapat hidup sendiri manusia
membutuhkan pertolongan satu sama lain dan memerlukan organisasi dalam
memperoleh kemajuan dan dinamika kehidupannya. Setiap individu dan kelompok
sosial memiliki kepentingan. Namun demikan kepentingan itu tidak selalu sama satu
saama lain, bahkan mungkin bertentangan. Hal itu mengandung potensi terjanya
benturan daan konflik. Maka hal itu membutuhkan aturan main. Agar kepentingan
individu dapat dicapai secara adil, maka dibutuhkan penegakan aturan main tersebut.
Aturan main itulah yang kemudian disebut dengan hukum islam yang dan menjadi
pedoman setiap pemeluknya.
Dalam hal ini hukum islam memiliki tiga orientasi, yaitu:
a. Mendidik indiividu (tahdzib al-fardi) untuk selalu menjadi sumber kebaikan,
b. Menegakkan keadilan (iqamat al-‘adl),
c. Merealisasikan kemashlahatan (al-mashlahah).

Oreintasi tersebut tidak hanya bermanfaat bagi manusia dalam jangka pendek
dalam kehidupan duniawi tetapi juga harus menjamin kebahagiaan kehidupan di akherat
yang kekal abadi, baik yang berupa hukum-hukum untuk menggapai kebaikan dan
kesempurnaan hidup (jalbu al manafi’), maupun pencegahan kejahatan dan kerusakan
dalam kehidupan (dar’u al-mafasid). Begitu juga yang berkaitan dengan kepentingan
hubungan antara Allah dengan makhluknya maupun kepentingan orientasi hukum itu
sendiri.

Sedangkan fungsi hukum islam dirumuskan dalam empat fungsi, yaitu:


1) Fungsi ibadah
Dalam adz-Dzariyat: 56, Allah berfirman: "Dan tidak aku ciptakan jin dan manusia
melainkan untuk beribadah kepadaKu". Maka dengan daalil ini fungsi ibadah tampak
palilng menonjol dibandingkan dengan fungsi lainnya.

2) Fungsi amr makruf naahi munkar (perintah kebaikan dan peencegahan


kemungkaran).
Maka setiap hukum islam bahkan ritual dan spiritual pun berorientasi membentuk
mannusia yang yang dapat menjadi teladan kebaikan dan pencegah kemungkaran.

3) Fungsi zawajir (penjeraan)


Adanya sanksi dalam hukum islam yang bukan hanya sanksi hukuman dunia, tetapi juga
dengan ancaman siksa akhirat dimaksudkan agar manusia dapat jera dan takut
melakukan kejahatan.

4) Fungsi tandzim wa ishlah al-ummah (organisasi dan rehabilitasi masyarakat)


Ketentuan hukum sanksi tersebut bukan sekedar sebagai batas ancaman dan untuk
menakut-nakuti masyarakat saja, akan tetapi juga untuk rehaabilitasi dan
pengorganisasian umat mrnjadi leboh baik. Dalam literatur ilmu hukum hal ini dikenal
dengan istilah fungsi enginering social.

Keempat fungsi hukum tersebut tidak dapat dipilah-pilah begitu saja untuk bidang
hukum tertentu tetapi satu dengan yang lain juga saling terkait.

2. HAK ASASI MANUSIA MENURUT ISLAM


A. Pengertian Hak Asasi Manusia
Hak Asasi Manusia adalah hak dasar atau hak pokok yang melekat pada diri
manusia semenjak ia berada dalam kandungan sampai meninggal dunia yang harus
mendapat perlindungan. Istilah HAM menurut Tolchach Mansoer mulai populer sejak
lahirnya Declaration of Human Rights pada tanggal 10 Desember 1948. Walaupun ide
HAM sudah timbul pada abad ke 17 dan ke 18 sebagai reaksi terhadap keabsolutan raja-
raja dan kaum feodal di zaman itu. Ide hak asasi manusia juga terdapat dalam Islam. Hal
ini dapat dilihat dalam ajaran tauhid. Ada perbedaan prinsip antara hak-hak asasi
manusia dilihat dari sudut pandangan Barat dan Islam.

Hak asasi manusia menurut pemikiran Barat semata-mata bersifat antroposentris


artinya segala sesuatu berpusat kepada manusia. Dengan demikian manusia sangat
dipentingkan. Sedangkan dalam Islam hak-hak asasi manusia bersifat teosentris artinya
segala sesuatu berpusat pada Tuhan. Dengan demikian Tuhan sangat dipentingkan.
Dalam hubungan ini A.K Brohi menyatakan: “Berbeda dengan pendekatan
Barat”, strategi Islam sangat mementingkan penghargaan kepada hak-hak asasi dan
kemerdekaan dasar manusia sebagai sebuah aspek kualitas dari kesadaran keagamaan
yang terpatri di dalam hati, pikiran dan jiwa penganut-penganutnya. Perspekitf Islam
sungguh-sungguh bersifat teosentris.

Pemikiran barat menempatkan manusia pada posisi bahwa manusialah yang menjadi
tolok ukur segala sesuatu, maka di dalam Islam melalui firman-Nya, Allahlah yang
menjadi tolok ukur sesuatu, sedangkan manusia adalah ciptaan Allah untuk mengabdi
kepada-Nya.
Oleh karena itu dalam Islam hak-hak asasi manusia tidak hanya menekankan kepada
hak-hak manusia saja, tetapi hak-hak itu dilandasi oleh kewajiban asasi untuk mengabdi
hanya kepada Allah sebagai penciptanya. Aspek khas dalam konsep HAM Islami adalah
tidak adanya orang lain yang dapat mema’afkan pelanggaran hak-hak jika pelanggaran
itu terjadi atas seseorang yang harus dipenuhi haknya. Bahkan suatu negara Islam pun
tidak dapat mema’afkan pelanggaran hak-hak yang dimiliki seseorang. Negara harus
terikat memberikan hukuman kepada pelanggar HAM dan memberikan bantuan kepada
pihak yang dilanggar HAM nya, kecuali pihak yang dilanggar HAM nya telah
mema’afkan pelanggar HAM tersebut.

Prinsip-prinsip HAM yang tercantum dalam Universal Declaration of Human


Rights diungkap dalam berbagai ayat antara lain :
1. Martabat manusia
Dalam Al Qur’an disebutkan bahwa manusia mempunyai kedudukan atau martabat
yang tinggi. Kemulian martabat yang dimiliki manusia itu sama sekali tidak ada pada
makhluk lain. Martabat yang tinggi yang dianugerahkan Allah kepada manusia, pada
hakekatnya merupakan fitrah yang tidak dapat dipisahkan dari diri manusia.

Q.S Al Isra’ (17) ayat 70. Artinya : “ Dan sesungguhnya telah Kami muliakan anak-
anak Adam, Kami angkut mereka di daratan dan di lautan…”
Q.S Al Maidah (5) ayat 32. Artinya : “ …Barang siapa yang membunuh seorang
manusia, bukan karena orang itu (membunuh) orang lain, atau bukan karena membuat
kerusakan di muka bumi, maka seakan-akan dia telah membunuh manusia
seluruhnya…”

Mengenai martabat manusia ini telah digariskan dalam Universal declaration of Human
Rights dalam Pasal 1 dan Pasal 3.
Pasal 1 menyebutkan, ”...Semua makhluk manusia dilahirkan merdeka dan mempunyai
hak-hak serta maratabat yang sama …”
Pasal 3 menyebutkan, “...Setiap orang berhak untuk hidup, berhak akan kemerdekaan
dan jaminan pribadi...”

2. Persamaan
Pada dasarnya semua manusia sama, karena semuanya adalah hamba Allah. Hanya satu
ukuran yang dapat membuat seseorang lebih tinggi derajatnya dari yang lain, yakni
ketaqwaannya.

Q.S Al Hujurat (49) ayat 13. Artinya : “Hai manusia, sesungguhnya Kami


menciptakan kamu dari jenis laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu
berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal mengenal.
Sesungguhnya orang yang paling mulia di sisi Allah ialah orang yang paling bertaqwa
diantara kamu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal.”

Prinsip persamaan ini dalam Universal Declaration of Human Rights terdapat dalam
Pasal 6 dan Pasal 7.
Pasal 6 menyebutkan, “...Setiap orang berhak mendapat pengakuan di mana saja
sebagai seorang pribadi di muka hukum...”
Pasal 7 menyebutkan, “...Semua orang sama di muka hukum dan berhak atas
perlindungan yang sama di muka hukum tanpa perbedaan…”

3. Kebebasan menyatakan pendapat


Al Qur’an memerintahkan kepada manusia agar berani menggunakan akal
pikiran mereka terutama untuk menyatakan pendapat mereka yang benar. Perintah ini
secara khusus ditujukan kepada manusia yang beriman agar berani menyatakan
kebenaran. Agama Islam sangat menghargai akal pikiran. Oleh karena itu, setiap
manusia sesuai dengan martabat dan fitrahnya sebagai makhluk yang berfikir
mempunyai hak untuk menyatakan pendapatnya dengan bebas, asal tidak bertentangan
dengan prinsip-prinsip Islam dan dapat dipertanggungjawabkan.

Q.S Ali Imran (3) ayat 110. Artinya : “...Kamu adalah umat yang terbaik yang
dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada yang ma’ruf dan mencegah dari yang
munkar…”

Hak untuk menyatakan pendapat dengan bebas dinyatakan dalam Universal


Declaration of Human Rights Pasal 19 “...Semua orang berhak atas kemerdekaan
mempunyai dan melahirkan pendapat…”

4. Kebebasan beragama
Prinsip kebebasan beragama ini dengan jelas disebutkan dalam Al Qur’an surat
Al-Baqarah (2) ayat 256. Artinya : “Tidak ada paksaan untuk memasuki agama
Islam…” DanQ.S Al Kafirun (109) ayat 6. Artinya : “Untukmulah agamamu dan
untukkulah agamaku.”

Dari ayat-ayat tersebut dapat dipahami bahwa agama Islam sangat menjunjung
tinggi kebebasan beragama. Hal ini sejalan dengan Pasal 18 dari Universal Declaration
of Human Rights, yang menyatakan “...Setiap orang mempunyai hak untuk merdeka
berfikir, berperasaan, dan beragama …”

5. Hak jaminan sosial


Di dalam Al Qur’an banyak dijumpai ayat-ayat yang menjamin tingkat dan
kualitas hidup bagi seluruh masyarakat. Ajaran tersebut antara lain adalah kehidupan
fakir miskin harus diperhatikan oleh masyarakat, terutama oleh mereka yang punya.
Kekayaan tidak boleh dinikmati dan hanya berputar di antara orang-orang yang kaya
saja. Seperti dinyatakan Allah dalam Al Qur’an surat Az-Zariyat (51) ayat 19. Artinya:
“Dan pada harta-harta mereka ada hak untuk orang miskin yang meminta dan orang
miskin yang tidak meminta.”

Q.S Al Ma’arij (70) ayat 24. Artinya : “ Dan orang-orang yang dalam hartanya
tersedia bagian tertentu.”

Dalam Al Qur’an juga disebutkan dengan jelas perintah bagi umat Islam untuk
menunaikan zakat. Tujuan zakat antara lain adalah untuk melenyapkan kemiskinan dan
menciptakan pemerataan pendapatan bagi segenap anggota masyarakat. Apabila
jaminan sosial yang ada dalam Al Qur’an diperhatikan dengan jelas sesuai dengan Pasal
22 dari Universal Declaration of Human Rights, yang menyebutkan “Sebagai anggota
masyarakat, setiap orang mempunyai hak atas jaminan sosial…”

6. Hak atas harta benda


Dalam hukum Islam hak milik seseorang sangat dijunjung tinggi. Sesuai dengan
harkat dan martabat, jaminan dan perlindungan terhadap milik seseorang merupakan
kewajiban penguasa. Oleh karena itu, siapapun juga bahkan penguasa sekalipun, tidak
diperbolehkan merampas hak milik orang lain, kecuali untuk kepentingan umum,
menurut tatacara yang telah ditentukan lebih dahulu. Allah telah memberikan sanksi
yang berat terhadap mereka yang telah merampas hak orang lain, sebagaimana
dinyatakan dalam surat Al-Maidah (5) ayat 38. Artinya : “Laki-laki yang mecuri dan
perempuan yang mencuri, potonglah tangan keduanya sebagai pembalasan bagi apa
yang mereka kerjakan dan sebagai siksaan dari Allah …”

Hal ini sesuai dengan Pasal 17 dari Universal Declaration of Human Rights
menyebutkan:
Ayat (1) Setiap orang berhak mempunyai hak milik, baik sendiri maupun bersama
orang lain.
Ayat (2) Tidak seorangpun hak miliknya boleh dirampas dengan sewenang-wenang.

B. Hak-Hak Asasi Manusia Menurut Pandangan Islam dan Barat


Manusia sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa secara kodrati dianugerahi hak
dasar yang disebut hak asasi. Dengan hak asasi tersebut, manusia dapat
mengembangkan diri pribadi, peranan dan sumbangsinya bagi kesejahteraan hidup
manusia. Hak Asasi Manusia (HAM) sebagai suatu hak dasar yang melekat pada diri
setiap manusia.

Dilihat dari sejarahnya, umumnya para pakar di Eropa berpendapat bahwa


lahirnya HAM dimulai dengan lahirnya Magna Charta pada tahun 1215 di Inggris yang
mencanangkan bahwa raja yang tadinya memiliki kekuasaan absolut, menjadi dibatasi
kekuasannya dan mulai dapat dimintai pertanggung jawabannya di muka hukum.
Selanjutnya diikuti dengan lahirnya Bill of Right di Inggris tahun 1689 dengan adigium
bahwa manusia sama di muka hukum. Perkembangan HAM selanjutnya ditandai
munculnya The American Declaration of Independence, The French Declaration tahun
1789 dan terakhir lahirnya rumusan HAM yang bersifat universal yang dikenal
dengan The Universal Declaration Of Human Rightstahun 1948 disahkan langsung oleh
PBB.

Ada perbedaan prinsip antara hak-hak asasi manusia dilihat dari sudut
pandangan barat dan Islam. Hak Asasi Manusia menurut pemikiran barat semata-mata
bersifat antroposentris, artinya segala sesuatu berpusat kepada manusia, sehingga
manusia sangat dipentingkan. Sedangkan ditilik dari sudut pandang Islam berisfat
teosentris, artinya, segala sesuatu berpusat kepada Tuhan, sehingga Tuhan sangat
dipentingkan.

Pemikiran Barat menempatkan manusia pada psosisi bahwa manusialah yang


menjadi tolok ukur segala sesuatu, maka di dalam Islam melalui firman-Nya, Allahlah
yang menjadi tolok ukur segala sesuatu, sedangkan manusia letak perbedaan yang
fundamental antara hak-hak asasi menurut pola pemikiran Barat dengan hak-hak asasi
menurut pola ajaran Islam.

Dalam konsep Islam seseorang hanya mempunyai kewajiban-kewajiban atau


tugas-tugas kepada Allah, karena ia harus mematuhi hukum-Nya. Namun secara
paradoks, di dalam tugas-tugas inilah terletak semua hak dan kemerdekaannya. Manusia
diciptakan oleh Allah hanya untuk mengabdi kepada Allah sebagaimana dinyatakan
dalam Al-Qur’an surat Al-Zariyat ayat 56, artinya: “Dan aku tidak menciptakan jin
dan manusia melainkan supaya mereka mengabdi kepada-Ku”.

Dari ketentuan ayat di atas, menunjukan manusia mempunyai kewajiban


mengikuti ketentuan-ketentuan yang ditetapkan oleh Allah. Kewajiban yang
diperintahkan kepada umat manusia dibagi dalam 2 kategori, yaitu:
1) huququllah (hak-hak Allah) yaitu kewajiban-kewajiban manusia terhadap Allah
yang diwujudkan dalam sebuah ritual ibadah
2) huququl’ibad (hak-hak manusia) merupakan kewajiban-kewaajiban manusia
terhadap sesamanya dan terhadap makhluk-mahkluk Allah lainnya.

Hak Asasi Manusia dijamin oleh agama Islam bagi manusia dikalsifikasikan
kedalam dua kategori yaitu :
1) HAM dasar yang telah diletakkan oleh Islam bagi seseorang sebagai manusia;
2) HAM yang dianugerahkan oleh Islam bagi kelompok masyarakat yang berbeda
dalam situasi tertentu. Status, posisi, dan lain-lain yang mereka miliki. Hak-hak khusus
bagi non muslim, kaum wanita, buruh/pekerja, anak-anak, dan lainnya seperti hak
hidup, hak-hak milik, perlindungan kehormatan, keamanan, kesucian kehidupan
pribadi dan sebagainya.

The Universal Declaration Of Human Rights di dunia mengikat semua bangsa,


untuk menghargai Hak Asasi Manusia, meski faktanya dunia barat cukup banyak
melanggarnya. Dengan demikian para ahli hukum Islam mengemukakan “Universal
Islamic Declaration Human Right”, yang diangkat dari al-qur’an dan sunnah Islam
terdiri XXIII Bab dan 63 pasal yang meilputi seluruh aspek hidup dan kehidupan
manusia antara lain : 
(1) hak hidup
(2) hak untuk mendapatkan kebebasan
(3) hak atas persamaan kedudukan
(4) hak untuk mendapatkan keadilan
(5) hak untuk mendapatkan perlindungan terhadap penyalahgunaan kekuasaan
(6) hak untuk mendapatkaan perlindungan dari penyiksaan
(7) hak untuk mendapatkan perlindungan atas kehormatan nama baik
(8) hak untuk bebas berpikir dan berbicara
(9) hak untuk bebas memilih agama
(10) hak untuk bebas berkumpul dan berorganisasi
(11) hak untuk mengatur tata kehidupan ekonomi
(12) hak atas jaminan sosial
(13) hak untuk bebas mempunyai keluarga dan segala sesuatu yang berkaitan
dengannya
(14) hak-hak bagi wanita dalam kehidupan rumah tangga
(15) hak untuk mendapatkan pendidikan dan sebagainya.

3. DEMOKRASI DALAM ISLAM


Demokrasi berasal dari bahasa Yunani, Demos berarti rakyat, dan kratein
bermakna kekuasaan. Karena kekuasaan itu ada di rakyat, maka rakyatlah yang
berdaulat, oleh karena itu demokrasi diartikan dengan kedaulatan rakyat.
Kedaulatan mutlak dan Ke-Esaan Tuhan yang terkandung dalam konsep tauhid
dan peranan manusia yang terkandung dalam konsep khilafah memberikan kerangka
yang dengannya para cendekiawan belakangan ini mengembangkan teori politik tertentu
yang dapat dianggap demokratis. Di dalamnya tercakup definisi khusus dan pengakuan
terhadap kadaulatan rakyat, tekanan pada kesamaan derajat manusia, dan kewajiban
rakyat sebagai pengemban pemerintah.

Penjelasan mengenai demokrasi dalam kerangka konseptual Islam, banyak


memberikan perhatian pada beberapa aspek khusus dari ranah social dan politik.
Demokrasi Islam dianggap sebagai sistem yang mengukuhkan konsep-konsep Islami
yang sudah lama berurat berakar yaitu:

1. Musyawarah (syura)
Perlunya musyawarah merupakan konsekuensi politik kekhalifahan manusia.
Oleh karena itu perwakilan rakyat dalam sebuah negara Islam tercermin terutama dalam
doktrin musyawarah. Hal ini disebabkan menurut ajaran Islam, setiap muslim yang
dewasa dan berakal sehat, baik pria mauoun wanita adalah khalifah Allah di bumi.
Dalam bidang politik, umat Islam mendelegasikan kekuasaan mereka kepada penguasa
dan pendapat mereka harus diperhatikan dalam menangani masalah negara. Kemestian
bermusyawarah dalam menyelesaikan masalah-masalah ijtihadiyyah, dalam surat Asy-
syura ayat 38 :

Artinya : “Dan orang-orang yang menerima seruan Tuhannya dan mendirikan shalat,
sedang urusan mereka (diputuskan) dengan musyawarat antara mereka; dan mereka
menafkahkan sebagian dari rezki yang Kami berikan kepada mereka”.

2. Persetujuan (ijma)
Ijma atau konsensus telah lama diterima sebagai konsep pengesahan resmi
dalam hukum Islam. Konsensus memainkan peranan yang menentukan dalam
perkembangan hukum Islam dan memberikan sumbangan pemikiran sangat besar pada
korpus hukum atau tafsir hukum.

Konsensus dan musyawarah sering dipandang sebagai landasan yang efektif


bagi demokrasi Islam modern. Konsep konsensus memberikan dasar bagi penerimaan
sistem yang mengakui suara mayoritas. Atas dasar inilah konsensus dapat menjadi
legitimasi sekaligus prosedur dalam suatu demokrasi Islam.

3. Penilaian interpretative yang mandiri (itjihad)


Upaya ini merupakan langkah kunci menuju penerapan perintah Tuhan di suatu
tempat atau waktu. Tuhan hanya mewahyukan prinsip-prinsip utama dan memberi
manusia kebebasan untuk menerapkan prinsip-prinsip tersebut dengan arah yang sesuai
dengan semangat dan keadaan zamannya. Itjihad dapat berbentuk seruan untuk
melakukan pembaharuan, karena prinsip-prinsip Islam itu bersifat dinamis, pendekatan
kitalah yang telah menjadi statis. Oleh karena itu sudah selayaknya dilakukan pemikiran
ulang yang mendasar untuk membuka jalan bagi munculnya eksplorasi, inovasi dan
kreativitas.

Dengan demikian dapat dikatakan bahwa musyawarah, konsensus dan itjihad


merupakan konsep-konsep yang sangat penting bagi artikulasi demokrasi Islam dalam
kerangka Keesaan Tuhan dan kewajiban-kewajiban manusia sebagai khalifah-Nya.
Sehingga antara hukum, Hak Asasi Manusia dan demokrasi merupakan tiga konsep
yang tidak dapat dipisahkan.

Hal ini disebabkan karena salah satu syarat utama terwujudnya demokrasi adalah
adanya penegakan hukum dan perlindungan Hak Asasi Manusia (HAM). Demokrasi
akan selalu rapuh apabila HAM setiap warga masyarakat tidak terpenuhi. Sedangkan
pemeunuhan dan perlindungan HAM akan terwujud apabila hukum ditegakkan, karena
Al-Qur’an sebagai sumber ajaran utama dan pertama agama Islam mengandung ajaran
tentang nilai-nilai dasar yang harus diaplikasikan dalam pengembangan sistem politik
Islam.

Anda mungkin juga menyukai