Askep Leukimia Syifa Widiyanti
Askep Leukimia Syifa Widiyanti
Disusun oleh:
SYIFA WIDIYANTI
2720160068
LEUKIMIA
A. Definisi
Leukemia merupakan penyakit akibat terjadinya proliferasi
(pertumbuhan sel imatur) sel leukosit yang abnormal dan ganas, serta
sering disertai adanya leukosit dengan jumlah yang berlebihan, yang dapat
menyebabkan terjadinya anemia trombositopenia (Hidayat, 2006).
Leukemia merupakan penyakit akibat proliferasi (bertambah
banyak atau multiplikasi) patologi dari sel pembuat darah yang bersifat
sistemik dan biasanya berakhir fatal (Nursalam, 2005).
Leukemia adalah proliferasi tak teratur atau akumulasi sel-sel
darah putih dalam sumsum tulang, menggantikan elemen-elemen sumsum
normal (Baughman, 2000, hal: 336).
Leukemia merupakan proliferasi patologis dari sel pembuat darah
yang bersifat sistemik dan biasanya berakhir fatal (Ngastiyah, 1997).
Leukemia adalah proliferasi sel darah putih yang masih
imaturdalam jaringan pembentukan darah (Suriadi, 2006)
Jadi dapat disimpulkan bahwa leukemia adalah penyakit akibat
terjadinya proliferasi sel leukosit yang abnormal dan ganas serta sering
disertai adanya leukosit jumlah yang berlebihan dari sel pembuat darah
yang bersifat sistemik dan biasanya berakhir fatal.
Leukemia dibagi menjadi beberapa jenis, diantaranya yaitu:
1. Leukemia Mieloblastik Akut (LMA)
LMA disebut juga leukemia mielogenus akut atau leukemia
granulositik akut (LGA) yang di karakteristikkan oleh
produksi berlebihan dari mieloblast. LMA sering terjadi
pada semua usia, tetapi jarang terjadi pada anak-anak.
Mieloblast menginfiltrasi sumsum tulang dan ditemukan
dalam darah. Hal ini dapat mengakibatkan terjadinya
anemia, perdarahan, dan infeksi, tetapi jarang disertai
keterlibatan organ lain.
2. Leukemia Limfoblastik Akut (LLA)
LLA sering menyerang pada masa anak – anak dengan
presentase 75% - 80%. LLA menginfiltrasi sumsum tulang
oleh sel limfoblastik yang menyebabkan anemia, memar
(trombositopeni), dan infeksi (neutropenia). Limfoblas
biasanya di temukan dalam darah tepi dan selalu ada di
sumsum tulang, hal ini mengakibatkan terjadinya
limfadenopati, splenomegali, dan hepatomegali, tetapi 70%
anak dengan leukemia limfatik akut kini bisa disembuhkan.
3. Leukemia Limfositik Kronis (LLK)
LLK terjadi pada manula dengan limfadenopati generalisata
dan peningkatan jumlah leukosit disertai limfositosis,
Perjalanan penyakit biasanya jinak dan indikasi pengobatan
adalah hanya jika timbul gejala.
4. Leukemia Mielositik Kronis (LMK)
LMK sering juga disebut leukemia granulositik kronik
(LGK), gambaran menonjol adalah:
a. Adanya kromosom Philadelphia pada sel-sel darah.
Ini adalah kromosom abnormal yang ditemukan
pada sel-sel sumsum tulang.
b. Krisis blast fase yang dikarakteristikkan oleh
poroliferasi tiba-tiba dari jumlah besar myeloblast
(Price, 1999).
a) Eritrosit
D. Patofisiologi
Leukemia adalah jenis gangguan pada system hemapoetik yang
fatal dan terkait dengan sumsum tulang dan pembuluh limfe ditandai
dengan tidak terkendalinya proliferasi dari leukosit. Jumlah besar dari sel
pertama-tama menggumpal pada tempat asalnya (granulosit dalam
sumsum tulang, limfosit di dalam limfe node) dan menyebar ke organ
hematopoetik dan berlanjut ke organ yang lebih besar sehingga
mengakibatkan hematomegali dan splenomegali.
Limfosit imatur berproliferasi dalam sumsum tulang dan jaringan
perifer serta mengganggu perkembangan sel normal. Akibatnya,
hematopoesis normal terhambat, mengakibatkan penurunan jumlah
leukosit, eritrosit, dan trombosit. Eritrosit dan trombosit jumlahnya dapat
rendah atau tinggi tetapi selalu terdapat sel imatur.
Proliferasi dari satu jenis sel sering mengganggu produksi normal
sel hematopoetik lainnya dan mengarah ke pembelahan sel yang cepat dan
sitopenia atau penurunan jumlah. Pembelahan dari sel darah putih
meningkatkan kemungkinan terjadinya infeksi karena penurunan imun.
Trombositopeni mengakibatkan perdarahan yang dinyatakan oleh
ptekie dan ekimosis atau perdarahan dalam kulit, epistaksis atau
perdarahan hidung, hematoma dalam membrane mukosa, serta perdarahan
saluran cerna dan saluran kemih. Tulang mungkin sakit dan lunak yang
disebabkan oleh infark tulang.
E. Manifestasi Klinik
Tanda dan gejala awal leukemia dapat termasuk demam, anemia,
perdarahan, kelemahan, nyeri tulang atau sendi dengan atau tanpa
pembengkakan. Purpura merupakan hal yang umum serta hepar dan lien
membesar. Jika terdapat infiltrasi kedalam susunan saraf pusat dapat
ditemukan tanda meningitis. Cairan serebro spinal mengandung protein
yang meningkatkan dan glukosa yang menurun. Tampaknya juga terdapat
beberapa hubungan antara leukemia dan sindrom down (mongolisme):
1. Pucat
2. Malaise
3. Keletihan (letargi)
4. Perdarahan gusi
5. Mudah memar
6. Petekia dan ekimosis
7. Nyeri abdomen yang tidak jelas
8. Berat badan turun
9. Iritabilitas
10. Muntah
11. Sakit kepala (pusing)
F. Penatalaksanaan
1. Transfusi darah.
Diberikan jika kadar Hb kurang dari 6 gr%. Pada trombositopenia
yang berat dan perdarahan yang massif dapat diberikan transfuse
trombosit.
2. Kortikostiroid seperti prednisone, kortison, deksametason dan
sebagainya.
Setelah dicapai remisi (sel kanker sudah tidak ada lagi dalam tubuh
dan gejala klinik membaik), dosis dikurangi sedikit demi sedikit dan
akhirnya dihentikan.
3. Sitostatika bentuk terapi utama adalah kemoterapi dengan kombinasi:
vinkristine, asparaginase, prednisone, untuk terapi awal dan
dilanjutkan dengan kombinasi mercaptopurine, metotrexate,
vincristine, dan prednisone untuk pemeliharaan. Radiasi untuk daerah
kraniospinal dan injeksi intratekal obat kemoterapi dapat membantu
mencegah kekambuhan pada system saraf pusat. Infeksi sekunder
dihindarkan (bila mungkin penderita diisolasi dalam kamar yang
bebas hama).
4. Imunoterapi merupakan cara pengobatan yang baru. Setelah tercapai
remisi dan jumlah sel leukemia yang cukup rendah (105-106), imuno
terapi diberikan. Pengobatan yang spesifik dilakukan dengan
pemberian imunisasi BCG atau dengan Crynae bacterium dan
dimaksutkan agar terbentuk antibody yang dapat memperkuat daya
tahan tubuh. Pengobatan spesifik dikerjakan dengan penyuntikan sel
leukemia yang telah diradiasi.
5. Transplantasi sumsum tulang (Ngastiyah, 2005).
G. Pengkajian Fokus
1. Demografi
a. Usia : lebih sering terjadi pada anak yang berusia 2-5
tahun. Jenis leukemia (limfositik myeloid akut). Lebih sering
ditemukan pada anak umur 15 tahun.
b. Ras : lebih banyak terkena pada anak kulit putih.
c. Lingkungan : banyak polutan.
d. Jenis kelamin: sering menyerang kaum laki-laki.
2. Data fokus
a. Aktivitas
Gejala : kelemahan, malaise, kelelahan, ketidakmampuan
untuk melakukan aktivitas biasanya.
Tanda : kelelahan otot, peningkatan kebutuhan tidur,
somnolen.
b. Sirkulasi
Gejala : palpitasi
Tanda : takikardi, membran mukosa pucat dan tanda
perdarahan serebral.
c. Eliminasi
Gejala : diare, nyeri tekan perianal, darah merah terang
pada tissue, feses hitam, darah pada urin, penurunan haluan urin.
d. Integritas ego
Gejala : perasaan tak berdaya / tidak ada harapan.
Tanda : depresi, menarik diri, ansietas, takut, marah,
mudah terangsang, perubahan alam perasaan.
e. Nutrisi dan cairan
Gejala : kehilangan nafsu makan, anoreksia, muntah,
penurunan berat badan, faringitis disfagia.
Tanda : distensi abdominal, penurunan bunyi usus,
splenomegali, hepatomegali, ikterik, hipertrofi gusi (infiltrasi
gusi mengindikasikan leukemia monositik.
f. Neuro sensori
Gejala : penurunan koordinasi, perubahan alam perasaan,
kacau, kurang konsentrasi, kebas, kesemutan.
Tanda : Otot mudah terangsang, aktivitas kejang.
g. Nyeri atau kenyamanan
Gejala : nyeri abdomen, sakit kepala, nyeri tulang atau sendi,
nyeri tekan eksternal, kram otot.
Tanda : perilaku berhati-hati / distraksi, gelisah, focus pada
diri sendiri.
h. Pernapasan
Gejala : napas pendek dengan kerja minimal.
Tanda : dispnea, takipnea, batuk, ronkhi.
i. Keamanan
Gejala : Riwayat saat ini / dahulu, jatuh, gangguan
penglihatan, perdarahan spontan tak terkontrol
dengan trauma minimal.
Tanda : Demam, infeksi, kemerahan, purpura, perdarahan
gusi epistaksis, pembesaran nodul limfe (sehubungan
dengan invasi jaringan).
3. Data penunjang
a. Hitung darah lengkap:
H. Pathway
Faktor endogen: Faktor eksogen:
- Herediter - Radiasi
- Kelainan genetik - Zat kimia
- Infeksi virus
Eritropeni Leukopeni
HB Agropulositosis
Kelemahan splenohepatomegali
Anoreksia, mual, muntah
Gangguan tumbuh Intoleransi aktivitas Trombositopeni
Kembang
Perdarahan
I. Komplikasi
Komplikasi yang dapat ditimbulkan leukemia antara lain:
1. Infeksi: risiko infeksi meningkat pada leukemia.
2. Gangguan perdarahan: autoimmune hemolytic anemia, disseminated
intravascular coagulation, leukostasis.
3. Perdarahan: intrakranial, pulmonari, gastrointestinal.
4. Gagal jantung.
5. Gangguan endokrin.
6. Neoplasma lainnya.
7. Gangguan neurologis: massa intraparenkimal, infiltrasi meningeal.
8. Infertilitas: akibat dari regimen terapi kemoterapi dan radiasi.
J. Diagnose Keperawatan
1. Resiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan tak adekuat
pertahanan sekunder: gangguan dalam kematangan sel darah putih,
peningkatan jumlah limfosit imatur, imunosupresi, penekanan
sumsum tulang.
2. Resiko kurang volume cairan berhubungan dengan kehilangan
berlebihan (muntah, perdarahan, diare), penurunan pemasukan
cairan (mual, anoreksia), peningkatan kebutuhan cairan (status
hipermetabolik, demam).
3. Resiko perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan
dengan anoreksia, mual dan muntah.
4. Gangguan rasa nyaman: nyeri berhubungan dengan agen fisikal
(pembesaran nodul limfe, sumsum tulang yang dikemas dengan
dengan sel leukemik), agen kimia (pengobatan anti leukemik).
5. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan umum,
penurunan cadangan energi, peningkatan laju metabolik dari
produksi leukosit massif, ketidak seimbangan antara suplai dan
kebutuhan oksigen.
6. Gangguan pertumbuhan dan perkembangan berhubungan dengan
melemahnya kemampuan fisik.
7. Ganguan citra tubuh berhubungan dengan alopesia.
8. Kurang pengetahuan tentang penyakit, prognosis, dan kebutuhan
pengobatan berhubungan dengan kurang terpajan pada sumber, salah
interpretasi informasi.
K. Intervensi Keperawatan
1. Diagnose I: Risiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan tak
adekuat pertahanan sekunder: gangguan dalam kematangan sel darah
putih, peningkatan jumlah limfosit imatur, imunosupresi, penekanan
sumsum tulang.
Tujuan: Mencegah timbulnya infeksi.
Kriteria hasil:
a. Mengidentifikasi tindakan untuk mencegah / menurunkan resiko
infeksi.
b. Menunjukkan teknik perubahan pola hidup untuk meningkatkan
keamanan lingkungan, meningkatkan penyembuhan.
Intervensi:
a. Tempatkan pada ruang khusus, batasi pengunjung sesuai
indikasi.
Rasional: Melindungi dari sumber potensial pathogen.
b. Berikan protokol untuk mencuci tangan yang baik untuk semua
petugas dan pengunjung.
Rasional: Mencegah kontaminasi silang / menurunkan resiko
infeksi.
c. Dorong peningkatan masukan makanan tinggi protein dan
cairan.
Rasional: Meningkatkan pembentukan antibody dan mencegah
dehidrasi.
d. Kolaborasi: Awasi pemeriksaan laboratorium (hitung darah
lengkap).
Rasional: Meyakinkan adanya infeksi, mengidentifikasi
organisme spesifik dan terapi tepat.
Kriteria hasil:
a. Menunjukkan volume cairan adekuat, dibuktikan oleh tanda vital
stabil, nadi teraba, haluaran urin, berat jenis dan PH dalam batas
normal.
b. Mengidentifikasi faktor resiko individual intervensi yang tepat.
c. Melakukan perubahan pola hidup / perilaku untuk mencegah
terjadi defisit volume cairan.
Intervensi:
a. Awasi masukan / haluaran. Hitung kehilangan tak kasat mata
dan
keseimbangan cairan. Perhatikan penurunan urin pada adanya
pemasukan adekuat, ukur erat jenis dan PH urin.
Rasional: Penurunan sirkulasi sekunder terhadap destruksi SDM
dan pencetusnya pada tubulus batu ginjal (sehubungan dengan
peningkatan kadar asam urat / dapat menimbulkan retensi urin /
gagal ginjal).
b. Berikan cairan IV sesuai indikasi.
Rasional: Mempertahankan keseimbangan cairan atau
elektrolit pada tak adanya pemasukan melalui oral, menurunkan
resiko komplikasi ginjal.
c. Implementasikan tindakan untuk mencegah cedera jaringan /
perdarahan.
Rasional: bila perdarahan terjadi meskipun dengan sikat halus
dapat menyebabkan kerusakan jaringan.
d. Perhatikan adanya mual dan demam.
Rasional: mempengaruhi pemasukan, kebutuhan cairan dan rute
penggantian.
e. Kolaborasi:
1) Berikan cairan IV sesuai indikasi.
Rasional: mempertahankan keseimbangan cairan / elektrolit
pada tak adanya pemasukan melalui oral, menurunkan risiko
komplikasi jantung.
2) Awasi pemeriksaan laboratorium, contoh: trombosit,
hemoglobin, hematokrit, pembekuan atau supresi sumsum
tulang sekunder terhadap obat anti neoplastik, pasien cidera,
perdarahan spontan yang mengancam hidup. Penurunan
hemoglobin, hematokrit dan indikasi perdarahan (mungkin
samar).
IDENTITAS:
1. Nama pasien : Ny.P
2. Umur : 26 Tahun
3. Suku/bangsa : -
4. Agama :-
5. Pendidikan : SMA
6. Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
7. Alamat : Jl. Arjosari, No. 05
8. Sumber biaya : -
KELUHAN UTAMA:
1. Keluhan utama:
Klien mengatakan nyeri pada persendian kaki dan tangan baik itu
dibagian sebelah kiri maupun kanan.
ya tidak
Jenis:
Genogram:
1. Tanda-Tanda Vital:
S: 39,50C N: 100x/menit TD: 100/60mmHg RR: 20x/menit
2. Sistem Pernapasan (BI):
a. RR: 20x/menit
b. Keluhan: klien batuk tetapi tidak berdahak
c. Penggunaan otot bantu napas:
d. PCH:
e. Irama napas: irama napas teratur
f. Pleural fiction rub:
g. Pola napas:
h. Suara napas:
i. Alat bantu napas: klien tidak menggunakan alat bantu napas
j. Penggunaan WSD:
k. Tracheostomy:
l. Lain-lain:
PENGKAJIAN PSIKOSOSIAL:
Jelaskan:
PENGKAJIAN SPIRITUAL:
1. Kebiasaan beribadah:
2. Bantuan yang diperlukan klien untuk memenuhi kebutuhan beribadah:
TERAPI:
1. Infus RL 20 tpm.
2. Cefotaxime 3x1 gr iv.
3. Kalnex 3x1 ampul iv.
4. Sotatik 3x1 ampul iv.
5. Aspar K 3x1 Tab p.o.
6. Transfuse 1 kolf/hari.
INTERVENSI KEPERAWATAN
N DIAGNOSE TUJUAN & INTERVENSI RASIONAL
O KEPERAWATA KRITERIA
N HASIL
1. Hipertermia Setelah Observasi: 1. Untuk
berhubungan dilakukan 1. Identifikasi mengetahui apa
dengan proses tindakan penyebab penyebab
penyakit: kanker keperawatan hipertermia. hipertermia dan
dibuktikan dengan selama 1x24 2. Monitor suhu pada klien
suhu tubuh diatas jam, tubuh. sehingga dapat
normal. diharapkan Terapeutik: menentukan
suhu tubuh 1. Sediakan intervensi
dapat kembali lingkungan selanjutnya.
pada rentang yang dingin. 2. Untuk
normal. 2. Longgarkan mengetahui dan
Dengan kriteria atau lepaskan memantau
hasil pakaian. perubahan suhu
sebagai berikut: 3. Ganti linen klien. Suhu 38,9-
1. Suhu tubuh setiap hari 41,10C
kembali atau lebih menunjukkan
normal sering jika proses penyakit
antara 36,5- mengalami infeksi akut.
37,50C. hyperhidrosis 3. Mempercepat
(keringat penurunan
berlebih). produksi panas.
4. Hindari 4. Membantu
pemberian mempermudah
antipiretik penguapan panas,
atau aspirin. sirkulasi udara ke
Edukasi: tubuh efektif.
1. Anjurkan tirah 5. Untuk mencegah
baring. terjadinya ulkus
Kolaborasi: dekubitus.
1. Kolaborasi 6. -
pemberian 7. Meminimalisir
cairan dan produksi panas
elektrolit yang diproduksi
intravena, jika tubuh.
perlu. 8. Dapat
meningkatkan
jumlah cairan
tubuh, untuk
mencegah
terjadinya syok
hipovolemik.