Anda di halaman 1dari 3

“BUNGA YANG LAYU”

Aku seorang pelajar dan seorang pekerja keras, seorang peremepuan yang hanya hidup bersama
ibuku, sebelum menegenalku lebih jauh perkenalkan namaku Tanti Pramudya Andini aku adalah
anak perempuan yang hidup dan tinggal hanya dengan Ibuku yang bernama Ibu Sundari. Ayahku
telah lama meninggal akibat sakit yang diderita. Mungkin ini sudah takdirnya, Aku yang masih
duduk di kelas 2 SD harus kehilangan ayah dan ibuku harus membesarkan aku seorang diri
hingga aku kini beranjak dewasa. Tidak ada hal lain lagi yang membuat Aku terpuruk selain Aku
harus kehilangan ayah waktu itu. Tapi semangatku kini kembali setelah Aku melihat ibuku. Ibu
yang bekerja keras membesarkan aku seorang diri sedari kecil.

Kini di usiaku yang sudah beranjak dewasa dan aku akan memasuki bangku sekolah menengah,
Ibuku kini sakit-sakitan, bahkan harus setiap hari ibuku mengonsumsi obat-obatan. Jika sehari
saja tidak mengonsumsi obat, ibu akan merasakan sakit pada seluruh tubuhnya. Kadang Aku
merasa kasihan pada ibu, tapi beginilah takdirnya.

Semejak ayahku meninggal ibuku bekerja keras untuk membiayai kebutuhan keluarga kami dan
juga membiayai sekolahku, karena ibuku sangat ingin untuk aku sekolah ke jenjang yang lebih
tinggi nantinya walaupun keluarga kita cukup kesusahan tapi ia tidak mau anaknya menanggung
beban yang sama seperti dia.

Dari inilah, mau tidak mau, urusan keluarga kini juga di bahuku. Aku juga harus bekerja untuk
memenuhi dan membantu ibu untuk memenuhi biaya kebutuhan, walau pun hanya bekerja
sambilan. Aku bekerja di sebuah toko kelontong yang tidak begitu besar, memang uang yang
kudapat tidak begitu besar tapi cukup untuk membantu ibukku memenuhi biaya hidup keluarga
kita.

Pemilik toko kelontong ditempataku bekerja seorang yang sangat baik, namanya Ibu Salma.
Kadang bahkan beliau rela meminjamkan uang miliknya untuk membeli obat ibuku atau pun
membyar biaya sekolahku, kadang aku tak enak hati untuk meminjam uang bu Salma, tapi beliau
selau berbaik hati untuk meminjamkannya walau pun tanpa aku minta.

Suatu malam saat ibuku pulang kerja, ibuku tampak meluruskan kakinya dan memijit-mijit
tanganya. Tapak bahwa ia sangat lelah hari itu. Lalu aku mendekati ibuku dan berkata, “Bu, aku
ingin berhenti sekolah dan membantu ibu bekerja serabutan saja bu, biaya sekolahku sangat
mahal sekarang dan juga gajiku bekerja sambilan juga snagat kecil bu!” Lalu ibu mengelus
kepalaku dan berkata, “Ibu senang sekali kalau kamu ingin membantu ibu, tapi kamu harus
sekolah agar kamu bisa menjadi orang sukses. Kamu tidak usah khawatir dengan biayanya.
Karena ibu akan terus berusaha untuk mencari uang.” Kata-kata inilah yang menjadi
penyemangatku untuk rajin belajar dan bekerja sambilan untuk membantu ibuku.

Suatu malam, penyakit ibuku tiba-tiba kebuh dan harus dibawa ke rumah sakit. Dokter Raka
adalah dokter yang menangani penyakit ibuku berkata “ Tanti, ibu kamu sedang kritis kami harus
segera melakukan transplantasi ginjal “ kata beliau, ibuku mengidap penyakit gagal ginjal kronis
dan harus segera dioprasi, aku tak punya cukup uang untuk membiayai ibuku oprasi.

Bu Salma pun menwarkan bantuan untuk membiayai oprasi ibuku, akhirnya ibuku berhasil
dioprasi. Rasa cemas, takut, kawatir menyelimuti pikiranku saat aku melihat lampu kar oprasi
menyala yang menandakan oprasi dimulai. Sudah bejam-jam aku menuggu didepan ruang oprasi
dengan kringat yang bercucuran dan tangan yang mengadah memohon kepada Tuhan agar ibuku
selamat dan kembali sehat lagi.

Tapi ternyata Tuhan berkata lain, lampu kamar oprasi yang semula menyala sekarang sudah
mati, dokter Raka yang keluar dari ruangan oprasi berlari mengampiriki yang tidak jauh dari
pintu, beliau memegang tanganku amat erat dan berkata “ Tanti, kamu yang sabar ya kami sudah
berusaha semaksimal mungkin tapi ternyata Tuhan berkata lain untuk ibumu “, aku yang masih
bingung dan tak mengerti apa yang dikatakan dokter Raka sontak bertanya “ maksud doker Raka
apa ? Ibu Tanti selamat kan dok ? Ibu tanti sembuhkan dok ? Tanti mau lihat Ibu “. Lalu dokter
Raka menjawab pertanyaanku dengan mata yang berlinang “ Ibu Tanti sudah dipanggil Tuhan”.
Mendengar kata-kata itu sontak aku hanya tertegun berharap ini semua mimpi, lalu air mata
menetes dengan derasnnya dan aku pun berlari kekamar oprasi melihat tubuh ibuku yang sudah
terbujur kaku.

Ketika mulut tak sanggup lagi untuk berbicara, disanalah hati yang berucap sambil
mengeluarkan setetes air mata. Hidupku yang awalnya bahagia, karena kehadiran seorang ibu..
Kini ibu pergi untuk selamanya dalam kehidupanku. Kebahagiaanku pun lenyap. Hidupku bagai
tanah yang tak bertuan..

“Tidak!! Ibu, kenapa dirimu begitu cepat meninggalkanku” ucapku dengan isak tangis
Bu Salam yang berada disampingku menghapus air mataku dan berkata “Sudahlah nak,
ikhlaskan kepergiaan ibumu”
“Tidak bu, ini tidak mungkin terjadi, ibu tidak mungkin meninggal. Aku pasti sedang bermimpi”
bantahku

Aku pun menampar wajahku untuk memastikan bahwa aku sedang tidak bermimpi. Ternyata
rasanya sakit aku memang benar-benar tidak bermimpi. Rasa sedihku pun sangat dalam, lebih
dalam dibandingkan rasa sakit terkena sabitan sembilu. Sakit dan perih rasanya ketika semua ini
terjadi. Aku terus saja menangis dan masih belum bisa menerima semua kenyataan ini.

Setelah berbulan-bulan sejak kepergian ibuku, aku masih saja termenung sendiri didalam kamar
tak tahu arah, dan bahkan aku tak tahu apakah aku akan melanjutkan sekolahku karena satu-
satunya penyemangatku sudah tiada. Tapi Bu Salma yang selalu berada disampinku
menyemangatiku untuk terus melanjutkan hidupku.

Bu Salma pun menyarankan untuk aku diadopsi oleh saudaranya yang sudah 15 tahun menikkah
dan belum dikaruniai seorang anak. Awalnya aku ragu menerima tawaran bu Salma tersebut, tapi
melihat kebaikan hati seorang bu Salma dan untuk mewujudkan cita-cita almarhum ibuku yang
ingin aku bersekolah tinggi dan menjadi orang yang sukses, akhirnya aku pun menerima tawaran
bu Salma tersebut.

Akhrinya aku diadopsi oleh saudara bu Salma yang sekarang menjadi orang tua baruku, aku pun
pindah dari kota itu melupakan segala kenangan-kenanganku di sana. Dan sebelum aku pergi aku
singgah ke makam ibuku dan berjanji kapadanya, “ Bu, Tanti harus pergi bu dari kota ini,
maafkan Tanti gak bisa jaga ibu lagi, tapi Tanti janji sama ibu, Tanti akan kembali lagi ke kota
ini menggunjungi ibu lagi, Tapi Tanti yang akan berubah bukan seperti Tanti yang sekarang tapi
Tanti yang sukses seperi apa yang ibu inginkan, Tanti janji sama Ibu”.

SELESAI

Anda mungkin juga menyukai