Anda di halaman 1dari 8

Sumbatan jalan nafas

Yaitu suatu sumbatan pada jalan nafas yang merupakan keadaan darurat.

Penyebab

1. Pembengkakan jalan nafas, mis; alergi, difteri


2. Benda asing
3. Tumor
4. Spasme (kekakuan) laryngs, mis; tetanus

Gejala tingkat/ stadium

Stadium 1

a. Sesak nafas, waktu menghirup udara nafas berbunyi


b. Bila bernafas, otot di atas tulang dada tertarik
c. Keadaan umum penderita masih baik

Stadium 2

a. Adanya gejala-gejala pada stadium 1


b. Tertariknya otot di atas epigastrium
c. Penderita mulai gelisah

Stadium 3

a. Adanya gejala-gejala pada stadium 2


b. Otot di atas dan di bawah clavikula tertarik bila bernafas
c. Penderita sangat gelisah dan cyanosis

Stadium 4

a. Adanya gejala-gejala pada stadium 3


b. Bila bernafas terjadi penarikan tulang iga
c. Penderita sekuat tenaga untuk menghirup udara
d. Penderita menjadi apatis, bila tidak di tolong akan terjadi kematian
Tindakan pada sumbatan oleh benda asing

a. Penderita dalam posisi duduk


1. Penolong duduk atau berdiri di belakang penderita
2. Lingkarkan kedua tangan penolong mengelilingi punggung penderita
3. Buat kepalan satu tangan dimana tangan yang lain mencekap kepalan
tersebut dengan ibu jari menghadap perut dan di letakkan di epigastrium
4. Tindakan ini dapat dilakukan berulang kali
5. Bila tidak berhasil coba kaitkan benda asing tersebut dengan jari tangan
yang di masukkan ke dalam larings
6. Bila sulit atau benda terletak jauh di dalam, penderita di bungkukkan dan
dilakukan penepukan kuat di punggung antara kedua skapola.
Bila tak berhasil bawa kerumah sakit
b. Penderita dalam posisi telentang
1. Penolong berlutut di atas penderita dengan kedua lutut di samping kiri dan
kanan tubuh penderita
2. Satu telapak tangan diletakkan di epigastrium penderita, telapak tangan
yang lainnya di atasnya
3. Lakukan penekanan dengan pangkal telapak tangan
4. Tindakan ini dapat dilakukan beberapa kali
5. Bila penderita muntah, miringkan tubuhnya dan bersihkan mulutnya.

Resusitasi kardio pulmonal

Resusitasi;

Tindakan ini untuk mengembalikan fungsi pernafasan dan atau fungsi sirkulasi
yang efektif

Tahap-tahap resusitasi kardio pulmonal

I.bantuan hidup dasar (basic life support)

II.bantuan hidup lanjut (advance life support)

III.bantuan hidup jangka panjang (prolonged life support)


Tahap I: bantuan hidup dasar, terdiri dari 3 fase:

1.A. (airway) : menjaga jalan nafas agar tetap terbuka dan bersih

2.B. (breathing) : ventilasi paru dan oksigenasi paru yang kuat, kalau perlu di
bantu dengan ventilasi buatan

3.C. (circulation) : bila denyut nadi hilang lakukan sirkulasi buatan dengan
kompresi jatung luar

Tahap II dan tahap III di lakukan di RS

Resusitasi dilakukan pada keadaan:

1. Terhentinya pernafasan
a. Sumbatan benda asing
b. Trauma kepala
c. Keracunan
d. Syok berat
e. Tenggelam
2. Terhentinyasirkulasi
a. Penyakit jantung
b. Shok listrik
c. Shok berat

Gejala dan tanda

1. Apnea, sianotik
2. Nadi besar tak teraba
3. Kehilangan kesadaran
4. Pupil melebar

Fase A: Airway (membebaskan jalan nafas)

Cara:

1. Tidurkan terlentang di atas alas keras


2. Bersuhkan mulut dan pharink
3. Kepala dongakkan keatas
4. Tarik rahan bawah ke depan, buka mulut

Bila tetap tak bernafas, lakukan tiupan udara langsung dengan cepat melalui:

- Mulut (dengan menutup hidung)


- Hidung (dengan menutup mulut)

Dengan frekuensi 3-5 kali. Bila masih belum bernafas, lakukan tindakan fase
B (breathing).

Fase B: Breathing

Dapat di lakukan tersendiri bila denyut carotis teraba

Cara:

a. Posisi seperti “A”, dorong kepala ke belakang dagu keatas


b. Dorong dagu-mulut terbuka-bersihkan
c. Kemudian letakkan kemulut korban, sambil memijit rapat hidung korban
d. Kemudian bebaskan mulut korban
e. Angkat mulut penolong
f. Dewasa: 12x/menit
g. Anak-anak: 20x/menit
h. Tiupan pada anak tidak boleh terlalu keras

Yunisa, Ade. 2010. P3K Pertolongan Pertama Pada Kecelakaan. Victory Inti
Cipta: Jakarta.

Resusitasi kardiopulmoner

Tujuan: untuk memberikan ventilasi buatan dan sirkulasi sehingga dapat


memberikan oksigen ke otak, jantung dan organ-organ vital lainnya sampai
tindakandefinitif medis akan dapat dilakukan
Indikasi: henti jantung paru (kardiopulmonary arrest).

Kontraindikasi: tidak ada

Kemungkinan komplikasi:

- Aspirasi
- Distensi lambung
- Laserasi terhadap organ-organ internal
- Fraktur tulang iga

Peralatan: set alat RJP (resusitasi jantung paru), pencatat rjp, sumber oksigen

Prosedur:

1. Kaji respon pasien dengan menggoyangkan dan memanggilnya keras-


keras, “apakah anda baik-baik saja?” tindakan yang hati-hati harus
dilakukan dalam menggoyang pasien yang mengalami trauma
2. Bila pasien tidak berespon, yakinkan adanya bantuan yang memadai.
3. Buka jalan napas. Gerakan rahang bawah ke bawah, gunakan maneuver
head-tilt-chinlift atau jaw-thrust. Hal ini menyebabkan lidah terangkat
menjauhi bagian belakang tenggorokan dan mencegah obstruksi.
4. Tentukan pola pernapasan. Sementara mempertahankan terbukanya jalan
napas, letakkan telinga anda pada mulut pasien serta awasi naik turunnya
dada pasien, dengarkan adanya ekshalasi dan rasakan aliran udara. Bila
setelah 3-5 detik tidak ada tanda-tanda tersebut, siapkan untuk
memberikan napas buatan. Set alat RJP harus digunakan bilaman mungkin
untuk memberikan ventilasi pada pasien apnea. Walaupun demikian, bila
hal itu tidak memungkinkan, bantuan pernapasan mulut ke mulut harus
mulai diberikan.
5. Bila set RJP tersedia:
a. Set alat RJP harus digunakan hanya oleh petugas yang terlatih dengan
baik dan berpengalaman karena sulit untuk mempertahankan jalan
napas tetap terbuka sementara tetap memberikan volume ventilasi
b. Kepala harus dipertahankan dalam posisi ekstensi dan dagu dalam
posisi elevasi dan masker terpasang dengan baik pada wajah pasien.
Oleh karenanya, perawat harus berada pada bagian atas dari usungan.
Satu tangan digunakan untuk menahan masker pada wajah dan posisi
kepala. Tangan yang lain digunakan untuk memompa.

Bila tidak terdapat set alat RJP

a. Tutup hidung pasien dengan ibu jari dan jari telunjuk dengan tangan
terletak di dahi dan pertahankan kepala dalam posisi ekstensi.
b. Ambil napas dalam, dengan mulut yang penuh dengan udara tutup
mulut pasien dengan mulut anda.
6. Berikan pernapasan penuh 2 kali masing-masing 1,5 detik. Waktu yang
adekuat harus diberikan untuk memungkinkan ekspansi dada yang baik
dan menurunkan distensi lambung. Oksigen harus diberikan sesegera
mungkin.
7. Tentukan adanya kelemahan denyutan nadi dengan mencari letak arteri
carotid dan memeriksa denyutannya. Hal ini dapat dilakukan sementara
tetap mempertahankan posisi kepala, temukan letak laring menggunakan
dua jari dari tangan yang lain dan arahkan jari-jari ke sela-sela antara
trakea dan otot-otot pada sisi leher. Untuk menghindari tekanan pada
arteri, tekan dengan lembut tidak kurang dari 5 detik. Waktu yang adekuat
harus diberikan, bila terdapat denyutan yang lemah, tidak teratur, dan
lemah.
8. Bila tidak terdapat denyutan, lakukan kompresi dada eksternal dengan
tangan diletakkan pertengahan bawah sternum, lengan tegak, siku
bengkokkan, dan bahu di atas lengan. Lakukan kompresi dengan
kecepatan 80-100x/mnt.
9. Selama dua orang melakukan RJP, berikan satu pernapasan setiap 15 kali
kompresi. Pernapasan harus dalam 1-1,5 detik.
10. Kaji pasien dengan teratur untuk mengetahui bahwa RJP dapat
menggantikan denyutan.
11. Setelah melakukan semua intervensi terapeutik, hentikan RJP dan kaji
pasien untuk menentukan apakah denyutan spontan telah dicapai kembali.

Tindak lanjut

1. Bila belum juga berhasil, baringkan pasien dengan memasang monitor,


pasang infuse intravena dan lakukan pengukuran tanda-tanda vital setiap
5-10 menit sampai stabil.
2. Tentukan penyebab henti jantung, dan bantu dalam menstabilkan pasien.
3. Kaji pasien terhadap kemungkinan terjadinya komplikasi
4. Berikan informasi dan dukungan pada keluarga

Dokumentasi

- Waktu dilakukan dan lamanya RJP


- Respon pasien terhadap terapi

Mancini, E. Mary. 1994. Seri Pedoman Praktis Prosedur Keperawatan Darurat.


EGC: Jakarta

LATAR BELAKANG

Kejadian gawat darurat dapat diartikan sebagai keadaan dimana seseorang


membutuhkan pertolongan segera karena apabila tidak mendapatkan pertolongan
dengan segera maka dapat mengancam jiwanya atau menimbulkan kecacatan
permanen. Keadaan gawat darurat yang sering terjadi di masyarakat antara lain
keadaan seseorang yang mengalami henti napas, henti jantung, tidak sadarkan diri,
kecelakaan, cedera, misalnya patah tulang, kasus stroke, kejang, keracunan, dan
korban bencana. Unsur penyebab kejadian gawat daruratantara lain karena
terjadinya kecelakaan lalu lintas, penyakit, kebakaran maupun bencana alam.

Menurut American Hospital Association (AHA)dalam Herkutanto (2007),


keadaan gawat darurat adalah suatu kondisi dimana berdasarkan respon dari
pasien, keluarga pasien, atau siapa pun yang berpendapat pentingnya membawa
pasien ke rumahsakit untuk diberi perhatian/tindakan medis dengan segera.
Kondisi yang demikian berlanjut hingga adanya keputusan yang dibuat oleh
pelayanan kesehatan yang profesional bahwa pasien berada dalam kondisi yang
baik dan tidak dalam kondisi mengancam jiwa. Penderita gawat darurat adalah
penderita yang oleh karena suatu penyebab (penyakit, trauma, kecelakaan,
tindakan anestesi) yang bila tidak segera ditolong akan mengalami cacat,
kehilangan organ tubuh atau meninggal (Sudjito, 2007).

Pertolongan pertama merupakan pertolongan secara cepat dan bersifat


sementara waktu yang diberikan pada seseorang yang menderita luka atau
terserang penyakit mendadak. Pertolongan ini menggunakan fasilitas dan
peralatan yang tersedia pada saat itu dan tempat yang dibutuhkan. Tujuan yang
penting dari pertolongan pertama adalah memberikan perawatan yang akan
menguntungkan pada orang-orang tersebut sebagai persiapan terhadap
penanganan lebih lanjut (Skeet, 1995).
Resusitasi jantung paru (RJP) adalah metode untuk mengembalikan fungsi
pernapasan dan sirkulasi pada pasien yang mengalami henti napas dan henti
jantung yang tidak diharapkan mati pada saat itu. Metode ini merupakan
kombinasi pernapasan buatan dan bantuan sirkulasi yang bertujuan mencukupi
kebutuhan oksigen otak dan substrat lain sementara jantung dan paru tidak
berfungsi. Keberhasilan RJP dimungkinkan oleh adanya interval waktu antara
mati klinis dan mati biologis, yaitu sekitar 4-6 menit. Dalam waktu tersebut mulai
terjadi kerusakan sel-sel otak rang kemudian diikuti organ-organ tubuh lain.
Dengan demikian pemeliharaan perfusi serebral merupakan tujuan utama pada
RJP.

https://www.academia.edu/36514903/Konsep_Kep_Gadar

http://repository.usu.ac.id/bitstream/handle/123456789/37618/Chapter%20I.pdf?
sequence=5&isAllowed=y

Anda mungkin juga menyukai