Anda di halaman 1dari 2

Nama : Phandhu WIcaksono

NIM : 205070209111039
Prodi : SAP PSIK 2020
Skuadron : 25

REPRESENTASI BIDADARI BERLAMPU MASA KINI

A. Ringkasan Jurnal

Coronavirus disease tahun 2019 atau Covid19 adalah jenis baru dari Coronavirus,
selain memberikan dampak fisik dapat juga memiliki efek serius pada kesehatan
mental seseorang (Huang and Zhao, 2020; Salari, Hosseinian-Far, Jalali, Vaisi-Raygani,
Rasoulpoor, Mohammadi, Rasoulpoor and Khaledi-Paveh, 2020). Berbagai gangguan
psikologis telah dilaporkan dan dipublikasikan selama wabah Covid-19 salah satunya
adalah stres. Stres tidak hanya dirasakan masyarakat bahkan tenaga kesehatan dan
semua orang yang bekerja di bidang medis.

Gangguan psikologis memiliki dampak yang lebih luas dan lebih lama
dibandingkan dengan cedera fisik, sedangkan perhatian pada kesehatan mental jauh
lebih sedikit. Tujuan tinjauan sistematis ini adalah memberikan bukti klinis dan
masukan untuk peningkatan kewaspadaan dan manajemen diri agar terhindar dari
stres di masa pandemi Covid-19. Sebanyak 10 artikel yang berasal dari berbagai basis
data seperti PubMed, google scholar, NIH, CDC, dan Science Direct yang melibatkan
5925 tenaga kesehatan dan 8770 masyarakat dari berbagai negara telah dilaporkan
dalam tinjauan sistematis ini. Faktor penyebab stres pada tenaga kesehatan antara
lain: beban kerja, rasa takut terinfeksi Covid-19, stigma negatif pembawa virus dan
berjauhan dari keluarga. Faktor penyebab stres pada masyarakat antara lain:
konsumsi alkohol, beban kerja dari rumah, penghasilan, jenis kelamin, keterbatasan
pangan, dan kekhawatiran terinfeksi.

B. Tanggapan

Kondisi psikologis tenaga kesehatan dan masyarakat selama pandemi Covid-19


belum menjadi fokus utama pemerintah di berbagai negara, namun penelitian
menunjukan bahwa mayoritas masyarakat di dunia mengalami gejala stres ringan dan
para tenaga kesehatan juga mengalami stres akibat beban pekerjaan, stigma, dan
kekhawatiran terinfeksi. Penting halnya untuk memaksimalkan manajemen
penanganan stress pada tenaga Kesehatan. Karena sebagai garda terdepan, tenaga
Kesehatan ditunutut untuk bisa sehat baik fisik maupun psikisnya.

C. Tokoh yang Menjadi Acuan

Oktober 1853, Perang Krimea pecah. Pasukan Sekutu Inggris dan Perancis
berperang melawan Kekaisaran Rusia untuk menguasai wilayah Ottoman. pada 1854,
sekitar 18.000 tentara harus masuk rumah sakit militer dan tidak ada perawat
perempuan yang ditempatkan di Krimea. Tentara yang sakit dan terluka terabaikan,
kondisi rumah sakit sangat tidak sehat.

Florence Nightingale menerima surat dari Menteri Perang Sidney Herbert,


memintanya untuk mengirim korps perawat ke Krimea. Dengan sigap, dia
mengumpulkan 38 perawat dari berbagai latar belakang dan berlayar menuju Krimea.
Tiba di pangkalan rumah sakit Inggris di Scutari pada November 1854, rombongan itu
melihat tempat perawatan itu sangat kotor. Pasien terbaring di lorong bersama
kotoran mereka, hewan pengerat, dan serangga. Persediaan perban dan sabun juga
menipis, begitu pula dengan air. Florence mengatur semua manajemen rumah sakit
untuk meningkatkan persediaan makanan, selimut, tempat tidur, dan kebersihan.
Setiap malam, dengan membawa lampu penerangan, dia memeriksa kondisi tentara
di rumah sakit. Dari situlah, Florence mendapat julukan "Bidadari Berlampu". Dia
mendapatkan penghormatan dari para prajurit. Prestasinya yang telah mengurangi
tingkat kematian hingga 2 persen  membawa ketenaran baginya, di mana pers dan
surat-surat tentara mewartakan dirinya.

Kisah Floren Nightingale dapat menjadi kayu bakar semangat pejuang Kesehatan
di tengah pandemic ini, banyaknya korban tidak menjadi halangan, justru sebaliknya
menjadi ajang untuk mengabdikan diri secara sungguh-sungguh sebagai tenaga
Kesehatan.

Anda mungkin juga menyukai