Makalah Zelita Viana
Makalah Zelita Viana
Dosen Pengampu :
Disusun oleh :
Zelita Viana
2020/2021
1
KATA PENGANTAR
Segala puji bagi Allah SWT. Yang telah menciptakan kami dengan akal dan budi,
kehidupan yang patut Kami syukuri, keluarga yang mencintai kami, dan teman-teman yang
menginspirasi. Karena berkat rahmat-Nya lah kami dapat menyelesaikan makalah yang berjudul
“Regulasi yang mengatur sertifikasi, Lisensi bidan Indonesia, Critical Thinking Dan Critical
Reasoning”. Sholawat beriring salam kami sampaikan juga kepada Nabi Besar Muhammad
SAW. Sebagai suri tauladan atas umatnya.
Penulis menyadari masih banyak terdapat kekurangan dalam penyusunan makalah ini.
Maka dari itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang bisa menjadi asuan kedepannya agar
dapat menghasilkan tulisan yang lebih baik lagi.
Ucapan terima kasih juga kami ucapkan kepada semua pihak yang telah memberikan
dukungan atas terselesaikannya makalah ini.
Penulis
2
DAFTAR ISI
JUDUL 1
KATA PENGANTAR 2
DAFTAR ISI 3
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang 4
B. Rumusan Masalah 5
C. Tujuan 5
BAB II PEMBAHASAN
A. Kesimpulan 34
B. Saran 34
DAFTAR PUSTAKA 35
3
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Mutu pelayanan kebidanan berorientasi pada penerapan kode etik dan standar pelayanan
kebidanan, serta kepuasan yang mengacu pada penerapan semua persyaratan pelayanan
kebidanan. Dari dua dimensi mutu pelayanan kebidanan tersebut, tujuan akhirnya adlah
kepuasaan pasien yang dilayani oleh bidan.
Bidan sebagai salah satu tenaga kesehatan pemberi pelayanan kepada masyarakat harus
memberikan pelayanan yang terbaik demi mendukung program pemerintah untuk pembangunan
dalam negri, salah satunya dalam aspek kesehatan. Menurut UU No. 23 Tahun 1992 Tentang
Kesehatan menjelaskan bahwa tujuan dari pembangunan kesehatan adalah meningkatkan
kesadaran, kemauan dan kemampuan hidaup sehat bagi setiap warga negara indonesiamelalaui
upaya promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif sebagai upaya peningkatan sumber daya
manusia yang berkualitas.dengan adanya arus globalisasi salah satu focus utama agar mampu
mempunyai daya saing adalah bagaiamana peningkatan kualitas sumber daya manusia.
4
Bidan sebagai bagian dari pemberi layanan kesehatan, yaitu memberi asuhan kebidanan
dengan menggunakan proses kebidanan akan selalu dituntut untuk berfikir kritis dalam berbagai
situasi. Penerapan berfikir kritis dalam proses kebidanan dengan kasus nyata yang akan
memberikan gambaran kepada bidan tentang pemberian asuhan kebidanan yang komprehensif
dan bermutu. Seseorang yang berfikir dengan cara kreatif akan melihat setiap masalah dengan
sudut yang selalu berbeda meskipun obyeknya sama, sehingga dapat dikatakan, dengan
tersedianya pengetahuan baru, seseorang profesional harus selalu melakukan sesuatu dan
mencari apa yang selalu efektif dan ilmia dan memberikan hasil yang lebih baik untuk
kesejateraan diri maupun orang lain.
Proses berfikir ini dilakukan sepenjang waktu sejalan dengan keterlibatan kita dalam
pengalaman baru dan menerapkan pengetahuan yang kita miliki, kita jadi lebih mampu untuk
membentuk asumsi, ide-ide dan membuat simpulan yang valid. Semua proses tersebut tidak
terlepas dari sebuah proses berfikir dan belajar.
B. Rumusan Masalah
C. Tujuan
5
BAB II
PEMBAHASAN
Menurut Pasal 1 UU Kesehatan No: 36 Th. 2009, dalam Ketentuan Umum, terdapat pengertian pelayanan
kesehatan yang lebih mengarahkan pada obyek pelayanan yaitu pelayanan kesehatan yang ditujukan pada
jenis upaya, meliputi upaya peningkatan (promotif) pencegahan (preventif), pengobatan (kuratif) dan
pemulihan (rehabilitatif).
Aspek legal didefinisakn sebagai studi kelayakan yang mempermasalahkan keabsahan suatu tindakan ditinjau
dari segi hukum yang berlaku di indonesia. Tujuan aspek legal dalam pelayanan kebidanan adalah dijadikan
sebagai suatu persyaratan untuk melaksanakan praktik bidan perorangan dalam memberikan pelayanan
kebidanan sesuai dengan ketentuan-ketentuan yang sudah ditetapkan dalam perundang-undangan serta
memberikan kejelasan batas-batas kewenangannya dalam menjalankan praktik kebidanan. (Ristica & Julianti,
2014)
B. Otonomi Bidan dalam Pelayanan
Akuntabilitas bidan dalam praktik kebidanan merupakan suatu hal yang penting dan dituntun dari suatu
profesi, terutama profesi yang berhubungan dengan keselamatan jiwa manusia, adalah pertanggungjawaban
dan tanggung gugat (accountability) atas semua tindakan yang dilakukannya. Sehingga semua tindakan yang
dilakukan oleh bidan harus berbasis kompetensi dan didasari
6
suatu evidence based. Akuntabiliti diperkuat dengan satu landasan hukumyang mengatur batas-batas
wewang profesi yang bersangkutan.Dengan adanya legitimasi kewenangan bidan yang lebih luas, bidan
memiliki hak otonomi dan mandiri untuk bertindak secara profesional yang dilandasi kemampuan berfikir
logis dan sistematis serta bertindak sesuai standar profesi dan etika profesi.
Praktik kebidanan merupakan inti dari berbagai kegiatan bidan dalam penyelenggaraan upaya kesehatan
yang harus terus menerus ditingkatkan mutunya melalui :
8. Lisensi
Legislasi adalah proses pembuatan undang-undang atau penyempurnaan perangkat hukum yang sudah ada
melalui serangkaian kegiatan sertifikasi (pengaturan kompetensi), registrasi (pengaturan kewenangan), dan
lisensi (pengaturan penyelenggaraan kewenangan).
Ketetapan hukum yang mengantur hak dan kewajiban seseorang yang berhubungan erat dengan tindakan
dan pengabdiannya. (IBI)
Rencana yang sedang dijalankan oleh Ikatan Bidan Indonesia (IBI) sekarang adalah dengan mengadakan uji
kompetensi terhadap para bidan, minimal sekarang para bidan yang membuka praktek atau memberikan
pelayanan kebidanan harus memiliki ijasah setara D3.
Uji kompetensi yang dilakukan merupakan syarat wajib sebelum terjun ke dunia kerja. Uji kompetensi itu
sekaligus merupakan alat ukur apakah tenaga kesehatan tersebut layak bekerja sesuai dengan keahliannya.
Mengingat maraknya sekolah-sekolah ilmu kesehatan yang terus tumbuh setiap tahunnya.
Jika tidak lulus dalam uji kompetensi, jelas bidan tersebut tidak bisa menjalankan profesinya. Karena syarat
untuk berprofesi adalah memiliki surat izin yang dikeluarkan setelah lulus uji kompetensi.Tujuan legislasi
7
adalah memberikan perlindungan kepada masyarakat terhadap pelayanan yang telah diberikan. Bentuk
perlindungan tersebut adalah meliputi :(Farelya & Nurrobikha, 2015)
a. UUD 1945
Amanat dan pesan mendasar dan UUD 1945 adalah UUD 1945 upaya pembangunan nasional yaitu
pembangunan disegadan bidang guna kepentingan keselamatan, kebahagiaan dan kesejahteraan seluruh
rakyat Indonesia secara terarah, terpadu dan berkesinambungan.
b. UU No.23 Tahun 1992 Tentang Kesehatan.
Tujuan dan Pembangunan Kesehatan adalah meningkatkan kesadaran, kemauan dan kemampuan hidup
sehat bagi setiap warga Negara Indonesia melalui upaya promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif sebagai
upaya peningkatan sumber daya manusia yang berkualitas.
Dengan adanya arus globalisasi salah satu focus utama agar mampu mempunyai daya saing adalah
bagaimana peningkatan kualitas sumber daya manusia. Kualitas sumber daya manusia dibentuk sejak janin di
dalam kandungan, masa kelahiran dan masa bayi serta masa tumbuh kembang balita. Hanya sumber daya
manusia yang berkualitas, yang memiliki pengetahuan dan kemampuan sehingga mampu survive dan mampu
mengantisipasi perubahan serta mampu bersaing.
c. Penyiapan Sumber Daya Manusia.
Karena pertanyaan bidan meliputi kesehatan wanita selama kurun kesehatan reproduksi wanita, sejak
remaja, masa calon pengantin, masa hamil,
masa persalinan, masa nifas, periode interval, masa klimakterium dan menopause serta memantau tumbuh
kembang balita serta anak pra sekolah.
8
Visi Pembangunan kesehatan Indonesia Sehat 2010 adalah derajat kesehatan yang optimal dengan strategi:
Paradigma sehat, Profesionalisme, JPKM, dan Desentralisasi.
1. Sertifikasi
Sertifikasi adalah dokumen penguasaan kompetensi tertentu melalui kegiatan pendidikan formal maupun
non formal (Pendidikan berkelanjutan). Lembaga pendidikan non formal misalnya organisasi profesi, rumah
sakit, LSM bidang kesehatan yang akreditasinya ditentukan oleh profesi. Sedangkan sertifikasi dan lembaga
non formal adalah berupa sertifikat yang terakreditasi sesuai standar nasional.
a. Ijasah merupakan dokumentasi penguasaan kompetensi tertentu, mempunyai kekuatan hukum atau
sesuai peraturan perundangan yang berlaku dan diperoleh dari pendidikan formal.
b. Sertifikasi adalah dokumen penguasaan kompetensi tertentu, bisa diperoleh dari kegiatan
pendidikan formal atau pendidikan berkelanjutan maupun lembaga pendidikan non formal yang
akreditasinya ditentukan oleh profesi kesehatan.
Tujuan sertifikasi antara lain: (Farelya & Nurrobikha, 2015)
2. Registrasi
9
Registrasi adalah sebuah proses dimana seorang tenaga profesi harus mendaftarkan dirinya pada suatu
badan tertentu secara periodic guna mendapatkan kewenangan dan hak untuk melakukan tindakan
profesionalnya setelah memenuhi syarat-syarat tertentu yang ditetapkan oleh badan tesebut.
Registrasi bidan adalah proses pendaftaran, pendokumentasian dan pengakuan terhadap bidan, setelah
dinyatakan memenuhi minimal kopetensi inti atau standar penampilan minimal yang ditetapkan, sehingga
secara fisik dan mental mampu melaksanakan praktik profesinya. (Registrasi menurut keputusan menteri
kesehatan republik indonesia nomor 900/MENKES/SK/VII/2002)
Dengan teregistrasinya seorang tenaga profesi, maka akan mendapatkan haknya untuk ijin praktik ( lisensi )
setelah memenuhi beberapa persyaratan administrasi untuk lisensi. Tujuan dilakukannya registrasi antara
lain:
a. Meningkatkan keemampuan tenaga profesi dalam mengadopsi kemajuan ilmu pengetahuan dan
tehnologi yang berkembang pesat.
b. Meningkatkan mekanisme yang obyektif dan komprehensif dalam penyelesaian kasus mal praktik.
c. Mendata jumlah dan kategori melakukan praktik.
Alur proses regisrtasi dalam praktek kebidanan adalah sebagai berikut, bidan yang baru lulus mengajukan
permohonan dan mengirimkan kelengkapan registrasi kepada kepala Dinas Kesehatan Propinsi dimana
institusi pendidikan berada guna memperoleh SIB ( surat ijin bidan ) selambat-lambatnya satu bulan setelah
menerima Ijasah bidan. Kelengkapan registrasi menurut Kepmenkes No. 900/Menkes/SK/VII/2002 adalah
meliputi: fotokopi ijasah bidan, fotokopi transkrip nilai akademik, surat keterangan sehat dari dokter, pas foto
sebanyak 2 lembar.
SIB berlaku selama 5 tahun dan dapat diperbaharui, serta merupakan dasar untuk penerbitan lisensi praktik
kebidanan atau SIPB (surat ijin praktik bidan). SIB tidak berlaku lagi karena: dicabut atas dasas ketentuan
perundang-undangan yang berlaku, habis masa berlakunya dan tidak mendaftar ulang, dan atas permintaan
sendiri.
3. Lisensi
Lisensi adalah proses administrasi yang dilakukan oleh pemerintah atau yang berwenang berupa surat ijin
praktik yang diberikan kepada tenaga profesi yang teregistrasi untuk pelayanan mandiri. Lisensi adalah
pemberian ijin praktek sebelum diperkenankan melakukan pekerjaan yang telah ditetapkan IBI.Tujuan umum
10
lisensi adalah untuk melindungi masyarakat dari pelayan profesi. Tujuan khusus dari lisensi adalah
memberikan kejelasan batas wewenang dan menetapkan sarana dan prasarana.
Aplikasi Lisensi dalam praktik kebidanan adalah dalam bentuk SIPB (Surat Ijan Praktik Biadan). SIPB adalah
bukti tertulis yang diberikan oleh Depkes RI kepada tenaga bidan yang menjalankan praktik setelah
memenuhi persyaratan yang ditetapkan. Bidan yang menjalankan praktik harus memiliki SIPB, yang diperoleh
dengan cara mengajukan permohonan kepada Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten atua Kota setempat
dengan memenuhi persyaratan sebagai berikut : fotokopi SIB yang masih berlaku, fotokopi ijasah bidan, surat
persetujuan atasan, surat keterangan sehat dari dokter, rekomendasi dari organisasi profesi, pas foto.
Rekomendasi yang telah diberikan organisasi profesi setelah terlebih dahulu dilakukan penilaian kemampuan
keilmuan dan keterampilan, kepatuhan terhadap kode etik serta kesanggupan melakukan praktik bidan.
Bentuk penilaian kemampuan keilmuan dan keterampilan inilah yang diaplikasikan dengan rencana
diselenggarakannya Uji Kompetensi bagi bidan yang mengurus SIPB atau lisensi. SIPB berlaku sepanjang SIB
belum habis masa berlakunya dan dapat diperbaharui kembali. (Farelya & Nurrobikha, 2015)
CRITICAL THINKING
Terdapat berbagai pengertian berpikir kritis. Beyer (1995) menawarkan definisi yang paling sederhana:
“Berpikir kritis berarti membuat penilaian-penilaian yang masuk akal”. Beyer memandang berpikir kritis
sebagai menggunakan criteria untuk menilai kualitas sesuatu, dari kegiatan yang paling sederhana seperti
kegiatan normal sehari-hari sampai menyusun kesimpulan dari sebuah tulisan yang digunakan seseorang
untuk mengevaluasi validitas sesuatu (pernyataan-pernyataan, ide-ide, argumen-argumen, penelitian, dan
lain-lain). Facione (2006) menyatakan bahwa berpikir kritis sebagai pengaturan diri dalam memutuskan
(judging) sesuatu yang menghasilkan interpretasi, analisis, evaluasi, dan inferensi, maupun pemaparan
11
menggunakan suatu bukti, konsep, metodologi, kriteria, atau pertimbangan kontekstual yang menjadi dasar
dibuatnya keputusan. Berpikir kritis penting sebagai alat inkuiri. Berpikir kritis merupakan suatu kekuatan
serta sumber tenaga dalam kehidupan bermasyarakat dan personal seseorang.
Filsaime (2008) mengutip beberapa definisi berpikir kritis dari beberapa ahli berikut. Scriven dan Paul (1996)
dan Angelo (1995) memandang berpikir kritis sebagai proses disiplin cerdas dari konseptualisasi, penerapan,
analisis, sintesis, dan evaluasi aktif dan berketerampilan yang dikumpulkan dari, atau dihasilkan oleh,
observasi, pengalaman, refleksi, penalaran, atau komunikasi sebagai sebuah penuntun menuju kepercayaan
dan aksi. Selain itu, berpikir kritis juga telah didefinisikan sebagai “berpikir yang memiliki maksud, masuk akal,
dan berorientasi tujuan” dan “kecakapan untuk menganalisis sesuatu informasi dan ide-ide secara hati-hati
dan logis dari berbagai macam perspektif” (Silverman dan Smith, 2002). Secara umum nampak bahwa
berpikir kritis yaitu proses intelektual yang aktif dan penuh dengan keterampilan dalam membuat pengertian
atau konsep, mengaplikasikan, menganalisis, membuat sistesis, dan mengevaluasi. Semua kegiatan tersebut
berdasarkan hasil observasi, pengalaman, pemikiran, pertimbangan, dan komunikasi, yang akan membimbing
dalam menentukan sikap dan tindakan.
Masih banyak lagi definisi berpikir kritis seperti disalin dari Wahidin (2008) berikut. Costa (1985)
menggambarkan bahwa berpikir kritis adalah: "using basic thinking processes to analyze arguments and
generate insight into particular meanings and interpretation; also known as directed thinking".
Matindas (1996) 3 menyatakan bahwa: "Berpikir kritis adalah aktivitas mental yang dilakukan untuk
mengevaluasi kebenaran sebuah pernyataan. Umumnya evaluasi berakhir dengan putusan untuk menerima,
menyangkal, atau meragukan kebenaran pernyataan yang bersangkutan". Matindas juga mengungkapkan
bahwa banyak orang yang tidak terlalu membedakan antara berpikir kritis dan berpikir logis padahal ada
perbedaan besar antara keduanya yakni bahwa berpikir kritis dilakukan untuk membuat keputusan
sedangkan berpikir logis hanya dibutuhkan untuk membuat kesimpulan. Pada dasarnya pemikiran kritis
menyangkut pula pemikiran logis yang diteruskan dengan pengambilan keputusan.
Dewey mengartikan berpikir kritis sebagai "... essentially problem solving "; Ennis (dalam Costa, 1985): "the
process of reasonably deciding what to believe"; atau juga dapat didefinisikan sebagai: "... a search for
meaning, not the acquisition of knowledge" (Arends,1977). Ennis (dalam Costa,1985) dalam bentuk working
12
definition menggambarkan bahwa: "critical thinking is reasonable, reflective thinking that is focused on
deciding what to believe". Gega (1977) menyatakan bahwa orang yang berpikir kritis adalah ".... who base
sugesstion and conclusions on evidence..." yang ditandai dengan: menggunakan bukti untuk mengukur
kebenaran kesimpulan, menunjukkan pendapat yang kadang kontradiktif dan mau mengubah pendapat jika
ternyata ada bukti kuat yang bertentangan dengan pendapatnya. Senada dengan apa yang dikemukakan
Gega, The Statewide History-social science Assesment Advisory commitee (USA) mendefinisikan berpikir kritis
sebagai " ... those behaviors associated with deciding what to believe and do". Dari pendapat-pendapat
tersebut dapat dikatakan bahwa berpikir kritis itu melipuri dua langkah besar yakni melakukan proses
berpikir nalar (reasoning) yang diikuti dengan pengambilan keputusan atau pemecahan masalah
(deciding/problem solving). Dengan demikian dapat pula diartikan bahwa tanpa kemampuan yang memadai
dalam hal berpikir nalar (deduktif, induktif dan reflektif), seseorang tidak dapat melakukan proses berpikir
kritis secara benar.
“Critical thinking is the intellectually disciplined process of actively and skillfully conceptualizing, applying,
synthesizing, and/or evaluating information gathered from, or generated by, observation, experience,
reflection, reasoning, or communication as a guide to belief and action. In its exemplary form, it is based on
universal intellectual values that trancend subject matter divisions: clarity, accuracy, precision, consistancy,
relevance, sound evidence, good reasons, depth, breadth, and fairness. It entails the examination of those
structures or elements of thought implicit in all reasoning: purpose, problem, or questionate-issue,
assumptions, concepts, empirical grounding; reasoning leading to conclusions, implication and consequences,
objection from alternative viewpoints, and frame of reference” (Jenicek, 2006). Pengertian tersebut
menunjukkan bahwa berpikir kritis dapat diartikan sebagai proses juga sebagai suatu kemampuan. Proses
dan kemampuan tersebut digunakan untuk memahami konsep, menerapkan, mensintesis dan mengevaluasi
informasi yang didapat atau informasi yang dihasilkan. Tidak semua informasi yang diterima dapat dijadikan
pengetahuan yang diyakini kebenarannya untuk dijadikan panduan dalam tindakan. Demikian halnya dengan
informasi yang dihasilkan tidak selalu merupakan informasi yang benar. Informasi tersebut perlu dilakukan
pengkajian melalui berbagai kriteria seperti kejelasan, ketelitian, ketepatan, reliabilitas, kemamputerapan,
13
bukti-bukti lain yang mendukung, argumentasi yang digunakan dalam menyusun kesimpulan, kedalaman,
keluasan, serta dipertimbangkan kewajarannya.
Ennis (1985) dalam Goals for a Critical Thinking Curiculum, berpikir kritis meliputi karakter (disposition) dan
keterampilan (ability). Karakter dan keterampilan merupakan dua hal yang tidak terpisah dalam diri
seseorang. Dari perspektif psikologi perkembangan, karakter dan keterampilan saling menguatkan, karena itu
keduanya harus secara eksplisit diajarkan bersama-sama. Karakter (disposition) tampak dalam diri seseorang
sebagai pemberani, penakut, pantang menyerah, mudah putus asa, dan lain sebagainya. John Dewey
menggambarkan aspek karakter dari berpikir sebagai “atribut personal”. Suatu karakter (disposisi) manusia
merupakan motivasi internal yang konsisten dalam diri seseorang untuk bertindak, merespon seseorang,
peristiwa, atau situasi biasa. Berbagai pengalaman memperkuat teori karakter (disposisi) manusia yang
ditandai sebagai kecenderungan yang tampak, yang dapat dengan mudah dideskripsikan, dievaluasi, dan
dibandingkan oleh dirinya sendiri dan orang lain. Mengetahui karakter (disposisi) seseorang memungkinkan
kita memperkirakan, bagaimana seseorang cenderung bertindak atau bereaksi dalam berbagai situasi.
Berbeda dengan karakter, keterampilan dimanifestasikan dalam bentuk perbuatan. Seseorang dengan
keterampilan yang baik cenderung mampu memperlihatkan sedikit kesalahan dalam mengerjakan tugas-
tugas sedangkan orang yang kurang terampil membuat kesalahan yang lebih banyak bila diberikan sejumlah
tugas yang sama.
Terdapat 5 komponen berpikir kritis, yaitu pengetahuan dasar, pengalaman, kompetensi berpikir kritis
(dengan penekanan pada proses keperawatan), perilaku, dan standar.
Komponen pertama dari model pemikiran kritis adalah pengetahuan dasar spesifik perawat. Pengetahuan ini
bervariasi bergantung pada pengalaman pendidikan, termasuk pendidikan dasar keperawatan, kursus
pendidikan berkelanjutan, dan kuliah tambahan. Sebagai tambahan, dibutuhkan inisiatif perawat untuk
membaca literature keperawatan sehingga dapat mengikuti perkembangan terakhir dalam ilmu
keperawatan. Sebagai perawat, pengetahuan dasar Anda meliputi informasi dan teori dari ilmu dasar, rasa
kemanusiaan,ilmu perilaku, dan keperawatan.
2. Pengalaman
14
Keperawatan merupakan sebuah disiplin ilmu yang menerapkan praktik. Pengalaman belajar klinis diperlukan
untuk memenuhi keterampilan membuat keputusan klinis (Roche, 2002). Pada situasi klinis, anda akan
belajar mulai dari mengobservasi, merasakan, berbicara pada klien keluarga, serta merefleksikannya secara
aktif dengan pengalaman yang telah anda dapat. Pengalaman klinis adalah laboratorium untuk menguji
pengetahuan keperawatan anda. Dengan pengalaman, anda akan mengerti situasi klinis, mengenali pola
kesehatan klien, dan menilai apakah pola tersebut berhubungan atau tidak dengan kesehatan klien.
Kataoka-Yohiro dan Saylor (1994) menggambarkan kompetesi berpikir sebagai proses kognitif yang
digunakan perawat untuk membuat penilaian terhadap perawatan klinis klien. Hal ini meliputi pemikiran
kritis umum, pemikiran kritis spesifik pada keperawatan.
Komponen keempat dalam model pemikiran kritis adalah perilaku. Terdapat 11 perilaku yang merupakan
gambaran utama seorang pemikir kritis (Paul, 1993) yaitu percaya diri, berpikir independen, keadilan,
tanggung jawab dari otoritas, mau mengambil resiko, disiplin, persisten, kreatif, rasa ingin tahu, integritas,
dan rendah hati. Perilaku tersebut menggambarkan bagaimana pendekatan seorang pemikir kritis yang
berhasil dalam menyelesaikan sebuah masalah.
Komponen kelima dari model pemikiran kritis meliputi standar intelektual dan standar professional (Kataoka-
Yahiro)
a. Standar intelektual
Standar intelektual merupakan petunjuk atau prinsip untuk berpikir rasional. Paul (1993) menemukan 14
standar intelektual yang diperlukan dalam berpikir kritis yaitu jelas, tepat, spesifik, akurat, relavan, beralasan,
konsisten, logis, dalam, luas, lengkap, signifikan, tercukupi, dan adil.
b. Standar professional
15
Standar professional untuk pemikiran kritis merujuk pada criteria etik untuk penilaian keperawatan, criteria
berdasarkan bukti untuk evaluasi dan criteria untuk tanggung jawab professional (Paul, 1993). Penerapan
standar professional memerlukan penggunaan pemikiran kritis baik secara individual maupun kelompok
(Kataoka-Yahiro dan Saylor 1994). Standar professional meningkatkan kualitas perawatan klien.
Karakter individu yang mendukung agar seseorang dapat berpikir kritis seperti yang dikutip oleh Duldt-Battey
antara lain:
Selalu ingin menemukan kebenaran dari masalah yang sedang dihadapi, berani mengajukan pertanyaan, jujur
dan memberikan pandangan secara objektif meskipun penemuan tersebut tidak mendukung kepentingan
atau pendapatnya.
b. Open-mindness,
Bertenggang rasa terhadap perbedaan pandangan dan bisa menerima jika dirinya mengetahui adanya
penyimpangan dari pandangannya.
c. Analyticity,
Selalu memberikan alasan melalui bukti-bukti dalam memecahkan masalah, serta memberikan perkiraan
kemungkinan adanya penyulit dalam menerapkan konsep dan secara konsisten siap untuk berpartisipasi jika
dibutuhkan.
16
e. systematicity,
f. self-confidence,
Percaya diri terhadap keputusannya secara positif dan mempengaruhi orang lain untuk memecahkan
masalah secara rasional.
g. Inquisitiveness/ sceptical
Tidak mudah percaya secara intelektual dan mempunyai kemauan untuk belajar.
h. Maturity
Melihat masalah, mengkaji, dan mengambil keputusan dengan pemahaman yang mendalam bahwa suatu
masalah memungkinkan untuk dapat ditangani dengan lebih dari 1 solusi yang rasional, dan berkali-kali
melakukan pertimbangan sesuai standar, konteks, serta melihat bukti-bukti sebelum memastikan.
Universal intelectual standars adalah standardisasi yang harus diaplikasikan dalam berpikir yang digunakan
untuk mengecek kualitas pemikiran dalam merumuskan permasalahan, isu-isu, atau situasi-situasi tertentu.
Berpikir kritis harus selalu mengacu dan berdasar kepada standar tersebut. Berikut ini akan dijelaskan aspek-
aspek tersebut.
a. Kejelasan (Clarity)
Mampu mengelaborasi masalah, mampu dengan cepat menemukan jalan keluarnya, mampu memberikan
ilustrasi, mampu memberikan contoh.
Kejelasan merujuk kepada pertanyaan: "Dapatkah permasalahan yang rumit dirinci sampai tuntas?";
"Dapatkah dijelaskan permasalahan itu dengan cara yang lain?"; "Berikanlah ilustrasi dan contoh-contoh!".
Kejelasan merupakan pondasi standardisasi. Jika pernyataan tidak jelas, kita tidak dapat membedakan
apakah sesuatu itu akurat atau relevan. Apabila terdapat pernyataan yang demikian, maka kita tidak akan
17
dapat berbicara apapun, sebab kita tidak memahami pernyataan tersebut. Contoh, pertanyaan berikut tidak
jelas: "Apa yang harus dikerjakan pendidik dalam sistem pendidikan di Indonesia?" Agar pertanyaan itu
menjadi jelas, maka kita harus memahami betul apa yang dipikirkan dalam masalah itu. Agar menjadi jelas,
pertanyaan itu harus diubah menjadi, "Apa yang harus dikerjakan oleh pendidik untuk memastikan bahwa
siswanya benar-benar telah mempelajari berbagai keterampilan dan kemampuan untuk membantu berbagai
hal agar mereka berhasil dalam pekerjaannya dan mampu membuat keputusan dalam kehidupan sehari-
hari?".
b. Keakuratan (Accuracy)
Accuracy (keakuratan, ketelitian, kesaksamaan) Ketelitian atau kesaksamaan sebuah pernyataan dapat
ditelusuri melalui pertanyaan: "Apakah pernyataan itu kebenarannya dapat dipertanggungjawab-kan?";
"Bagaimana cara mengecek kebenarannya?"; "Bagaimana menemukan kebenaran tersebut?" Pernyataan
dapat saja jelas, tetapi tidak akurat, seperti dalam penyataan berikut, "Pada umumnya anjing berbobot lebih
dari 300 pon".
c. Ketepatan (Precision)
Mampu memberikan informasi yang detail, mampu memberkan informasi yang lebih spesifik. Ketepatan
mengacu kepada perincian data-data pendukung yang sangat mendetail. Pertanyaan ini dapat dijadikan
panduan untuk mengecek ketepatan sebuah pernyataan. "Apakah pernyataan yang diungkapkan sudah
sangat terurai?"; "Apakah pernyataan itu telah cukup spesifik?". Sebuah pernyataan dapat saja mempunyai
kejelasan dan ketelitian, tetapi tidak tepat, misalnya "Aming sangat berat" (kita tidak mengetahui berapa
berat Aming, apakah satu pon atau 500 pon!)
d. Relevansi (Relevance)
Relevansi bermakna bahwa pernyataan atau jawaban yang dikemukakan berhubungan dengan pertanyaan
yang diajukan. Penelusuran keterkaitan dapat diungkap dengan mengajukan pertanyaan berikut: "Bagaimana
menghubungkan pernyataan atau respon dengan pertanyaan?"; "Bagaimana hal yang diungkapkan itu
menunjang permasalahan?". Permasalahan dapat saja jelas, teliti, dan tepat, tetapi tidak relevan dengan
permasalahan. Contohnya: siswa sering berpikir, usaha apa yang harus dilakukan dalam belajar untuk
meningkatkan kemampuannya. Bagaimana pun usaha tidak dapat mengukur kualitas belajar siswa dan kapan
hal tersebut terjadi, usaha tidak relevan dengan ketepatan mereka dalam meningkatkan kemampuannya.
18
e. Bermakna (Significance)
Logika terkait dengan hal-hal berikut: Apakah pengertian telah disusun dengan konsep yang benar?; Apakah
pernyataan yang diungkapkan mempunyai tindak lanjutnya? Bagaimana tindak lanjutnya? Sebelum apa yang
dikatakan dan sesudahnya, bagaimana kedua hal tersebut benar adanya? Ketika kita berpikir, kita akan
dibawa kepada bermacam-macam pemikiran satu sama lain. Ketika kita berpikir dengan berbagai kombinasi,
satu sama lain saling menunjang dan mendukung perumusan pernyataan dengan benar, maka kita berpikir
logis. Ketika berpikir dengan berbagai kombinasi dan satu sama lain tidak saling mendukung atau bertolak
belakang, maka hal tersebut tidak logis.
f. Kedalaman (Depth)
Makna kedalaman diartikan sebagai jawaban yang dirumuskan tertuju kepada pertanyaan dengan kompleks,
Apakah permasalahan dalam pertanyaan diuraikan sedemikian rupa? Apakah telah dihubungkan dengan
faktor-faktor yang signifikan terhadap pemecahan masalah? Sebuah pernyataan dapat saja memenuhi
persyaratan kejelasan, ketelitian, ketepatan, relevansi, tetapi jawaban sangat dangkal (kebalikan dari dalam).
Misalnya terdapat ungkapan, "Katakan tidak". Ungkapan tersebut biasa digunakan para remaja dalam rangka
penolakan terhadap obat-obatan terlarang (narkoba). Pernyataan tersebut cukup jelas, akurat, tepat,
relevan, tetapi sangat dangkal, sebab ungkapan tersebut dapat ditafsirkan dengan bermacam-macam.
h. Keluasan (Breadth)
Keluasan sebuah pernyataan dapat ditelusuri dengan pertanyaan berikut ini. Apakah pernyataan itu telah
ditinjau dari berbagai sudut pandang?; Apakah memerlukan tinjauan atau teori lain dalam merespon
pernyataan yang dirumuskan?; Menurut pandangan..; Seperti apakah pernyataan tersebut menurut...
Pernyataan yang diungkapkan dapat memenuhi persyaratan kejelasan, ketelitian, ketepatan, relevansi,
kedalaman, tetapi tidak cukup luas. Seperti halnya kita mengajukan sebuah pendapat atau argumen menurut
pandangan seseorang tetapi hanya menyinggung salah satu saja dalam pertanyaan yang diajukan.
19
i. Keadilan (Fairness)
Ketika mahasiswa berpikir terhadap problemdan berpikir membenarkan suatu problemharus wajar dalam
konteks memberikan alasandengan menggunakan standar intelektual.Dibutuhkan suatu informasi relevan
dansignifikan, akan menjadi tidak wajar dan tidak benar bila menghadapi suatu problem berdasarkan
assumsi.
Dalam penerapan pembelajaran pemikiran kritis di pendidikan keperawatan, dapat digunakan tiga model,
yaitu: feeling, vision model, dan examine model yaitu sebagai berikut:
1. Feling Model
Model ini menerapkan pada rasa, kesan, dan data atau fakta yang ditemukan. Pemikir kritis mencoba
mengedepankan perasaan dalam melakukan pengamatan, kepekaan dalam melakukan aktifitas keperawatan
dan perhatian. Misalnya terhadap aktifitas dalam pemeriksaan tanda vital, perawat merasakan gejala,
petunjuk dan perhatian kepada pernyataan serta pikiran klien.
2. Vision model
Model ini dingunakan untuk membangkitkan pola pikir, mengorganisasi dan menerjemahkan perasaan untuk
merumuskan hipotesis, analisis, dugaan dan ide tentang permasalahan perawatan kesehatan klien, beberapa
kritis ini digunakan untuk mencari prinsip-prinsip pengertian dan peran sebagai pedoman yang tepat untuk
merespon ekspresi.
3. Exsamine model
20
Model ini dungunakan untuk merefleksi ide, pengertian dan visi. Perawat menguji ide dengan bantuan
kriteria yang relevan. Model ini digunakan untuk mencari peran yang tepat untuk analisis, mencari, meguji,
melihat konfirmasi, kolaborasi, menjelaskan dan menentukan sesuatu yang berkaitan dengan ide.
Ada empat alasan berpikir kritis yaitu: deduktif, induktif, aktifitas informal, aktivitas tiap hari, dan praktek.
Untuk menjelaskan lebih mendalam tentang defenisi tersebut, alasan berpikir kritis adalah untuk
mengenalisis penggunaan bahasa, perumusan masalah, penjelasan, dan ketegasan asumsi, kuatnya bukti-
bukti,menilai kesimpulan, membedakan antara baik dan buruknya argumen serta mencari kebenaran fakta
dan nilai dari hasil yang diyakini benar serta tindakan yang dilakukan.
Banyak klasifikasi berpikir yang ditemukan di literature. Menurut Costa and Colleagues klasifikasi berpikir
dikenal sebagai “The Six Rs” yaitu :
1. Remembering (Mengingat)
2. Repeating (Mengulang)
3. Reasoning (Memberi Alasan/rasional)
4. Reorganizing (Reorganisasi)
5. Relating (Berhubungan)
6. Reflecting (Memantulkan/merenungkan)
Meskipun The Six Rs sangat berguna namun tidak semuanya cocok dengan dalam keperawatan. Kemudian
Perkumpulan Keperawatan mencoba mengembangkan gambaran berpikir dan mengklasifikasikan menjadi 5
model disebut T.H.I.N.K. yaitu: Total Recall, Habits, Inquiry, New Ideas and Creativity, Knowing How You
Think.
Sebelum mempelajari lebih jauh tentang Model T.H.I.N.K., kita perlu untuk mempelajari asumsi yang
menggaris bawahi pendekatan lima model tersebut. Asumsi berpikir kritis adalah komponen dasar yang
meliputi pikiran, perasaan dan berkerja bersama dengan keperawatan. Ada beberapa asumsi tentang berpikir
kritis, yaitu sebagai berikut.
Asumsi pertama adalah berpikir, merasa, dan keahlian mengerjakan seluruh komponen esensial dalam
keperawatan dengan bekerja sama dan saling berhubungan. Berfikir kritis melibatkan pikiran, perasaan, dan
21
bekerja yang ketiganya merupakan keseluruhan komponen penting bagi perawat profesional yang berkerja
bersama-sama berpikir tanpa bekerja adalah sia-sia, bekerja tanpa perasaan adalah hal yang sangat tidak
mungkin, pengenalan nilai-nilai keterkaitan antara pikiran, perasaan, dan berkerja merupakan tahap penting
dalam memulai praktik profesional.
Berpikir tanpa mengerjakan adalah suatu kesia-siaan. Mengerjakan sesuatu tanpa berpikir adalah
membahayakan. Dan berpikir atau mengerjakan sesuatu tanpa perasaan adalah sesuatu yang tidak mungkin.
Perasaan, diketahui sebagai status afektive yang mempengaruhi berpikir dan mengerjakan dan harus
dipertimbangkan saat belajar berpikir dan menyimpulkan sesuatu. Pengakuan atas 3 hal (Thinking, Feeling,
and Doing) mengawali langkah praktek profesional ke depan.
Asumsi yang kedua mengakui bahwa berpikir, merasakan, dan mengerjakan tidak bisa dipisahkan dari
kenyataan praktek keperawatan. Hal ini dapat dipelajari dengan mendiskusikan secara terpisah mengenai
ketiga hal tersebut. Meliputi belajar mengidentifikasi, menilai dan mempercepat kekuatan perkembangan
dalam berpikir, merasa dan mengerjakan sesuai praktek keperawatan.
Berpikir kritis memerlukan pengetahuan, walaupun pikiran, perasaan, dan bekerja adalah sesuatu hal yang
tidak dapat dipisahkan dalam keadaan nyata pada praktek keperawatan, tetapi dapat dipisahkan menjadi
bagian-bagian untuk proses pembelajaran.
Asumsi yang ketiga bahwa perawat dan perawat pelajar bukan papan kosong, mereka dalam dunia
keperawatan dengan berbagai macam keahlian berpikir. Model yang membuat berpikir kritis dalam
keperawatan meningkat. Oleh karena itu bukan merupakan suatu kesungguhan yang asing jika mereka
menggunakan model sama yang digunakan setiap hari. Berpikir kritis dalam keperawatan bukan sesuatu yang
asing, karena sebenarnya terjadi dalam kehidupan sehari-hari.
Asumsi yang keempat yang mempertinggi berpikir adalah sengaja berbuat sesuai dengan pikiran dan yang
sudah dipelajari. Berpikir kritis dapat dipelajari melalui bacaan. Para pembaca dapat belajar bagaimana cara
meningkatkan kemampuan berpikirnya.
22
Asumsi yang kelima bahwa pelajar dan perawat menemukan kesulitan untuk mengambarkan keahlian
mereka berpikir. Sebagian orang jarang bertanya “bagaimana pelajar dan perawat berpikir”, selalu yang
ditanyakan adalah “apa yang kamu pikirkan”. Berpikir kritis adalah cara berpikir secara sistematis dan efektif.
Asumsi yang keenam bahwa berpikir kritis dalam keperawatan merupakan gabungan dari beberapa aktivitas
berpikir yang bersatu dalam konteks situasi dimana berpikir dituangkan. Berpikir kritis dalam keperawatan
adalah campuran dari beberapa aktifitas berpikir yang berhubungan dengan konteks dan situasi dimana
proses berpikir itu terjadi.
5 model T H I N K
Total Recall berarti mengingat fakta atau mengingat dimana dan bagaimana untuk mendapatkan fakta/data
ketika diperlukan. Data keperawatan bisa dikumpulkan dari banyak sumber, yaitu pembelajaran di dalam
kelas, informasi dari buku, segala sesuatu yang perawat peroleh dari klien atau orang lain, data klien
dikumpulkan dari perasaan klien, instrument (darah, urine, feses, dll), dsb.
Total recall juga membutuhkan kemampuan untuk mengakses pengetahuan, dengan adanya pengetahuan
akan menjadikan sesuatu dipelajari dan dipertahankan dalam pikiran. Masing-masing individu mempunyai
pengetahuan yang berbeda-beda dalam pikiran mereka. Ada sekelompok yang mempunyai pengetahuan
sangat luas dan ada yang sebaliknya. Keperawatan diawali dengan pengetahuan yang minimal tetapi
kemudian secara pesat meluas seiring dengan adanya sekolah-sekolah keperawatan.
23
2. Habit/Kebiasaan (H)
Habits merupakan pendekatan berpikir ditinjau dari tindakan yang diulang berkali-kali sehingga menjadi
kebiasaan yang alami. Mereka menerima apa yang mereka kerjakan menghemat waktu dan mudah untuk
dilakukan. Manusia selalu menggambarkan sesuatu yang mereka kerjakan sebagai kebiasaan seperti “saya
mengerjakan sesuatu di luar pikiran”. Hal ini bukan kebiasaan dalam keperawatan karena tindakan yang
dilakukan tidak menggunakan proses berpikir. Hal ini terjadi jika proses berpikir sudah berakar dalam diri
mereka dalam melihat sesuatu atau kemungkinan yang terjadi, di bawah sadar.
Habits mengikuti sesuatu yang dikerjakan diluar metode baru setiap waktu. Contoh : pernahkah kita
mengendarai kendaraan dan apakah pernah kita ingat pepohonan yang pernah kita lewati? Yang kita pikirkan
dan harapkan adalah supaya kita terhindar dari kecelakaan.
Cardipulmonary Resuscitation (CPR) adalah suatu kebiasaan yang sangat penting dalam keperawatan. Ketika
seseorang menjelang ajal, sebuah solusi yang cepat yang dibutuhkan disini adalah melakukan pijat jantung
(CPR), memberikan injeksi, mempertahankan suhu tubuh, memasang kateter, dan aktivitas lainnya. Hal
tersebut merupakan suatu kebiasaan yang alami terjadi dan dilakukan oleh perawat.
Inquiry merupakan latihan mempelajari suatu masalah secara mendalam dan mengajukan pertanyaan yang
mendekati kenyataan. Jika kita berada di tingkat pertanyaan ini dalam situasi social, kita akan disebut
“Mendesak”. Hal ini meliputi penggalian data dan pertanyaan, khususnya pendapat dalam situasi tertentu. Ini
berarti tidak menilai dari raut wajah, mencari factor-faktor yang menyebabkan, keragu-raguan pada kesan
pertama, dan mengecek segalanya, tidak ada masalah bagaimana memperlihatkan ketidaksesuaian.
24
Inquiry merupakan kebutuhan primer dalam berpikir yang digunakan untuk menyimpulkan sesuatu.
Kesimpulan tidak dapat diambil jika tanpa inquiry, tetapi kesimpulan akan lebih akurat jika menggunakan
inquiry.
Pukul 3 pagi, perawat melihat lampu kamar Tn. X masih menyala. Kemudian perawat mendekati pasien dan
menanyakan “Selamat pagi Tn.X, saya melihat lampu kamar anda masih menyala, apa yang anda lakukan?
ada yang bisa saya bantu?” Tn. X tersenyum dan menjawab “saya baik-baik saja.” Perawat mengobservasi
dan menemukan tissue di lantai dan melihat bahwa mata Tn.X merah dan bengkak.
Dari kasus tersebut bisa kita dapatkan kesimpulan sementara (sedikitnya 4 kesimpulan), yaitu :
a. Klien baik-baik saja, memang normal klien bangun pada jam tersebut dan mata klien merah
mungkin karena klien menggosok matanya akibat alergi
b. Klien baik-baik saja tetapi tidak bisa tidur siang sebentar karena rasa bosan. Sehingga mata terlihat
merah dan bengkak
c. Klien tidak dalam keadaan baik tetapi tidak ingin berbicara kepada siapapun tentang masalahnya
d. Klien dalam keadaan tidak baik tetapi tidak tahu bagaimana untuk minta bantuan kepada orang lain
Disini peran perawat adalah memvalidasi : “Anda bicara kalau anda baik-baik saja, tetapi saya melihat mata
anda merah dan bengkak” Kemudian bandingkan dengan informasi yang diperoleh teman kita.
25
Yang perlu dipelajari :
Kapan kita membandingkan jawaban yang kita peroleh dengan jawaban teman kita apakah ada perbedaan?
Ide baru dan kreativitas terdiri dari model berpikir unik dan bervariasi yang khusus bagi individu. Kekhususan
dalam berpikir ini akan selalu dibawa individu selama hidupnya dan biasanya membentuk kembali norma.
Seperti Inquiry, model ini membawa kita sesuai ide dari literature. Berpikir kreatif merupakan kebalikan dan
akhir dari Habits Model (kebiasaan). Dari kalimat “melakukan sesuatu seperti biasanya” menjadi “Mari
mencoba cara baru”. Berpikir kreatif tidak untuk menjadi pengecut, tetapi salah satu kadang-kadang akan
terlihat bodoh dan tidak sesuai dengan ketentuan yang ada. Pemikir kreatif menghargai kesalahan yang
mereka lakukan untuk mempelajari nilai.
Ide baru dan kreativitas sangat penting dalam keperawatan karena merupakan dasar dalam merawat
pelanggan atau klien. Banyak hal yang harus dipelajari perawat untuk menjadi cocok, terpadu, dan bekerja
menyesuaikan keunikan klien. Perawat mempunyai standart pendekatan untuk menghemat waktu
perawatan dan secara keseluruhan bekerja dengan baik, tetapi cara kerja perawat berbeda satu sama lain.
Contoh : Yudi yang tinggal di rumah perawatan menghabiskan sisa harinya di atas kursi roda, keluar-masuk ke
ruangan yang sama tiap harinya. Dia tidak pernah berkata kepada seorangpun meskipun perawat mengulangi
kata-kata yang sama dan sudah memahami cara berkomunikasi.
Ketika dalam komunikasi kita berpikir, kebanyakan orang berpikiran bahwa berbicara kepada orang lain
merupakan cara standar untuk membesarkan hati melalui komunikasi. Jadi hal tersebut yang sebagian
perawat lakukan, kecuali Ella (contoh). Suatu hari Ella berlutut di depan kursi roda Yudi dan merangkulnya.
Memandang Yudi dan dengan senyum yang lebar mengajaknya bernyanyi. Apa yang terjadi? Yudi menyanyi.
Tidak hanya menyanyi tetapi juga mempunyai suara seperti penyanyi bangsa Irlandia.
Sekarang apa yang dapat kita pikirkan dari cerita tersebut? Kebanyakan perawat memahami komunikasi
terapeutik yang mereka pelajari dari buku. Pendekatan verbal untuk komunikasi terapeutik bisa dilakukan
26
dengan kebanyakan klien. Ella, meskipun mengembangkan komunikasi dengan cara sentuhan dan menyanyi
hal tersebut kreativitas yang dimiliki yang tidak disebutkan dalam literature.
a. Bagaimana perasaan anda jika mempunyai ide baru atau kreativitas baru?
b. Berapa lama dalam sehari anda berkreativitas?
c. Berapa lama dalam seminggu?
d. Apa yang membuat berbahaya dari bertindak kreatif?
Knowing How You Think merupakan yang terakhir tetapi bukannya yang paling tidak dihiraukan dari model
T.H.I.N.K. yang berarti berpikir tentang apa yang kita pikirkan. Berpikir tentang berpikir disebut
“metacognition”. Meta berarti “diantara atau pertengahan” dan cognition berarti “Proses mengetahui”. Jika
kita berada di antara proses mengetahui, kita akan dapat mengetahui bagaimana kita berpikir.
27
Asuhan kebidanan merupakan penerapan fungsi dan kegiatan yang menjadi tanggung jawab dalam
memberikan pelayanan kepada klien yang mempunyai kebutuhan ataupun masalah dalam bidang kesehatan
ibu hamil, masa persalinan, masa nifas, bayi setelah lahir serta keluarga berencana.
Definisi lain menjelaskan bahwa asuhan kebidanan adalah bantuan yang diberikan oleh bidan kepada
individu atau klien yang pelaksanaannya dilakukan secara bertahap dan sistematis, melalui suatu proses yang
disebut manajemen kebidanan.
Manajemen kebidanan (Varney, 1997) merupakan suatu proses pemecahan masalah yang digunakan sebagai
metode untuk mengorganisasikan pikiran dan tindakan berdasarkan teori ilmiah, penemuan-penemuan
keterampilan dalam rangkaian atau tahapan yang logis, dan berfokus pada klien. Langkah-langkah dari
asuhan kebidanan yaitu:
Dalam proses pemberian asuhan, bidan diharapkan mampu menentukan kebutuhan akan pengumpulan data
dasar berdasarkan keluhan klien, dan mampu menginterpretasikan data-data tersebut dengan tepat
sehingga diagnosis yang ditetapkan sesuai dengan keadaan klien. Kemudian dalam menatalaksana kasus,
asuhan-asuhan yang diberikan bidan harus sesuai dengan bukti ilmiah yang terpercaya. Dalam proses ini,
dibutuhkan keahlian bidan dalam berfikir kritis. Di bawah ini dijelaskan lebih rinci tentang keterkaitan antara
proses berfikir kritis (critical thinking), penilaian klinis (clinical judgment) dan asuhan berdasarkan bukti
(evidence based).
28
Berpikir kritis adalah cara berpikir tentang subjek, konten, atau masalah yang dilakukan oleh pemikir secara
aktif dan terampil secara konseptual dan memaksakan standar yang tinggi atas intelektualitas mereka. Dapat
juga diartikan sebagai proses berfikir secara aktif dalam menerapkan, menganalisis, mensintesis, dan
mengevaluasi informasi yang dikumpulkan dan atau dihasilkan melalui observasi, pengalaman, refleksi,
penalaran, atau komunikasi, sebagai acuan dalam meyakini suatu konsep dan atau dalam melakukan
tindakan. Dalam pelaksanaannya, hal ini didasarkan pada nilai-nilai universal intelektual yang melampaui
cabang suatu ilmu yang meliputi: kejelasan, akurasi, presisi, konsistensi, relevansi, bukti suara, alasan yang
baik, kedalaman, luasnya ilmu, dan keadilan.
a. Menimbulkan pertanyaan penting terkait topik/masalah yang sedang difikirkan, kemudian dapat
merumuskan masalah dengan jelas dan tepat
b. Mengumpulkan dan menilai informasi yang relevan, menggunakan ide-ide abstrak untuk
menafsirkan secara efektif terkait kesimpulan yang beralasan dan solusi pemecahan masalah,
menguji alternatif pemecahan masalah terhadap kriteria dan standar yang relevan
c. Berpikir terbuka dalam sistem pemikiran alternatif, mampu mengakui dan menilai setiap
permasalahan dengan asumsi yang beralasan, dapat menimbulkan implikasi, dan konsekuensi
praktis
d. Berkomunikasi secara efektif dengan orang lain dalam mencari tahu solusi untuk masalah yang
kompleks.
Proses berfikir kritis memerlukan komunikasi yang efektif dan kemampuan pemecahan masalah serta
komitmen untuk mengatasi sikap egois dan tertutup, dengan prosedur:
a. Mengenali masalah untuk menemukan cara-cara yang bisa diterapkan guna memecahkan masalah
tersebut
b. Memahami pentingnya prioritas dan urutan prioritas dalam pemecahan masalah
c. Mengumpulkan dan menyusun informasi yang terkait (relevan)
d. Mengenali asumsi yang tak tertulis dan nilai-nilai
e. Memahami dan menggunakan bahasa dengan akurat, jelas, dan tajam
f. Menafsirkan data untuk menilai bukti dan mengevaluasi argument/ pendapat
g. Menyadari keberadaan hubungan logis antara proposisi
h. Menarik kesimpulan dan generalisasi yang dibenarkan
i. Menguji kesimpulan dan generalisasi masalah
j. Merekonstruksi pola yang telah diyakini atas dasar pengalaman yang lebih luas
29
k. Memberikan penilaian yang akurat tentang hal-hal tertentu dan kualitas dalam kehidupan sehari-
hari.
Singkatnya, tiga kunci utama untuk dapat berfikir kritis: RED (Recognize assumptions, Evaluate arguments
dan Draw conclusions) = mengenali masalah, menilai beberapa pendapat, dan menarik kesimpulan. Dalam
menyimpulkan hasil pemikiran kritis, diperlukan upaya gigih untuk memeriksa setiap keyakinan atau
pemahaman akan pengetahuan berdasarkan dukungan bukti ilmiah (evidence based) yang mendukung
kecenderungan pengambilan kesimpulan tersebut.
Proses berfikir kritis merupakan kerangka dasar bidan dalam memberikan asuhan kebidanan, dalam bingkai
manajemen kebidanan. Sehingga, apabila bidan memberikan asuhan kebidanan kepada klien dengan
menerapkan prinsip-prinsip manajemen kebidanan dengan sistematis dan terpola, maka bidan tersebut telah
menerapkan proses berfikir kritis. Penerapan dalam asuhan kebidanan ibu hamil adalah dengan
melaksanakan antenatal care sesuai dengan program yang telah disepakati sebagai upaya pencegahan dan
penanganan secara dini penyulit dan kegawatdaruratan yang mungkin terjadi pada saat kehamilan, dengan
menerapkan manajemen kebidanan, sehingga diharapkan proses kehamilan dapat berjalan dengan baik, ibu
dapat melahirkan bayinya dengan sehat dan selamat.
CRITICAL REASONING
Merupakan suatu cara untuk memperoleh sesuatu kebenaran, dimana kriteria dari suatu kebenaran adalah
relatif
30
a. Cara berpikir
a. Rasional
1. Logis: aktivitas berpikir yang berdasarkan rasional
2. Analitik: aktivitas berpikir yang menggunakan tahapan dalam menanganalisa suatu masalah
b. Tidak rasional
1. Tidak logis
2. Tidak analitik
Contoh cara berpikir yang tidak menggunakan rasional
Bisikan
Wahyu
Perasaan
b. Sumber pengetahuan
Fakta(Rationisme)
Pengalaman(Empiricalsm)
Revelation(Belief)
Deductive Reasoning
Merupakan pengambilan kesimpulan berdasarkan hal-hal yang bersifat umum (dari umum ke spesifik).
Sebagai contoh:
Induktive reasoning
Merupakan pengambilan kesimpulan berdasarkan hal-hal yang bersifat khusus (dari khusus ke umum).
Contoh
31
2. Proses infeksi ditelinga tengah
3. Berhubungan dengan daerah nasoropharing
Kesimpulan: OMP adalah infeksi ditelinga tengah yang dapat disebabkan oleh infeksi di bagian oro-
nasoropharing
Proses deduktif dikatakan mempunyai validitas yang tinggi bila: penjelasan diawal benar maka akan
didapatkan kesimpulan yang benar
Argumentasi merupakan hipotesa dengan demikian kita harus mencari jawaban dari hipotesa tersebut
melalui beberapa informasi dari referensi,atau percobaan untuk membuktikannya sehingga bisa dikatakan
bahwa argumentasi tersebut memang valid.
Reasoning ini menghasilkan suatu pernyataan atau argumentasi. Argumentasi yang baik harus memenuhi
kriteria:
1 atau beberapa penjelasan awal yang benar
Kesimpulan yang benar
Fungsi dari Argumentasi
1. Untuk mencari jawaban dari suatu masalah/problem solving
2. Persuasi
3. Evaluasi
4. Meningkatkan keterampilan dalam berpikir
BAB lll
PENUTUP
A.Kesimpulan
Aspek Legal dalam Pelayanan Kebidanan adalah penggunaan norma hukum yang telah disahkan oleh badan
yang ditugasi untuk menjadi sumber hukum yang paling utama dan sebagai dasar pelaksanaan kegiatan dan
32
membantu memenuhi kebutuhan seseorang atau pasien/kelompok masyarakat oleh Bidan dalam upaya
peningkatan, pencegahan, pengobatan dan pemulihan kesehatan. Aspek legal dalam pelayanan kebidanan
meliputi legislasi, registrasi, dan lisensi serta sertifikasi
Setelah mempelajari aspek legal dan legislasi dalam pelayanan kebidanan kami sebagian penulis
menyimpulkan bahwa setiap bidan dalam melaksanakan tugasnya sehari-hari senantiasa menghayati dan
mengamalkan kode etik bidan Indonesia, dengan aspek legal dan legislasi dalam pelayanan kebidanan.
Berpikir kritis adalah suatu aktifitas kognitif yang berkaitab dengan penggunaan nalar. Belajar untuk berpikir
kritis berarti menggunakan proses-proses mental, seperti memperhatikan, mengkategorikan, seleksi, dan
menilai/memutuskan.
Kemampuan dalam berpikir kritis memberikan arahan yang tepat dalam berpikir dan bekerja, dan membantu
dalam menentukan keterkaitan sesuatu dengan yang lainnya dengan lebih akurat. Oleh sebab itu
kemampuan berpikir kritis sangat dibutuhkan dalam pemecahan masalah / pencarian solusi, dan pengelolaan
proyek.
B. Saran
Sebagai bidan kita harus memperhatikan ,menghayati dan mengamalkan aspek legal dalam praktek
kebidanan agar nantinya tidak terjadi pelanggaran dan dapat menjalankan tugas kita sesuai peraturan
pemerintah ataupun standar praktek kebidanan.
Kami merasa pada makalah ini kami banyak kekurangan, karena kurangnya referensidan pengetahuan pada
saat pembuatan makalah ini, kami sebagai penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun pada
pembaca agar kami dapat membuat makalah yang lebih baik lagi.
Daftar Pustaka
Farelya, G., & Nurrobikha. (2015). Etikolegal dalam Pelayanan Kebidanan.Yogyakarta: Deepublish.
Ristica, O. D., & Julianti, W. (2014). Prinsip Etika dan Moralitas dalam Pelayanan Kebidanan. Yogyakarta:
Deepublish.
Troy E. Smith⁎ , Paul S. Rama, Joel R. Helms.2018.Teaching critical thinking in a GE class: A flipped model.
Brigham Young University at Hawaii, United States
33
Dr. Bhisma Murti, MPH, MSc, PhD . 2010. Berpikir Kritis (Critical Thinking). Fakultas Kedokteran Universitas
Sebelas Maret
Siti Zubaidah,2010.Berpikir Kritis: Kemampuan Berpikir Tingkat Tinggi yang Dapat Dikembangkan melalui
Pembelajaran Sains. Universitas Negeri Surabaya
Esti Eva Nurdina, Annastasia Ediati, 2017. Pengalaman Bidan Membantu Persalinan Yang Kritis: Studi
Interpretative Phenomenological Analysis. Fakultas Psikologi Universitas Diponegoro; Semarang
Aldina Ayunda Insani, Ayu Nurdiyan, Yulizawati, Lusiana Elsinta B, Detty Iryani, Fitrayeni, 2016. “Berpikir
Kritis” Dasar Bidan Dalam Manajemen Asuhan Kebidanan.Padang ;Prodi S1 Kebidanan FK-UNAND
Sackett DL, Strauss SE, Richardson WS,et al, 2000. Evidence-based medicine: how to practice and teach EBM.
London: Churchill-Livingstone.
https://slideplayer.info/slide/3771007/
34