Anda di halaman 1dari 16

Nama :Elsa Julia Sagala

Nim : N1A119190

Kelas :3B

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Kegiatan-kegiatan yang dapat dilakukan sebelum bencana dapat berupa
pendidikan peningkatan kesadaran bencana (disaster awareness), latihan
penanggulangan bencana (disaster drill), penyiapan teknologi tahan bencana
(disaster-proof), membangun sistem sosial yang tanggap bencana, dan
perumusan kebijakan-kebijakan penanggulangan bencana (disaster
management policies). Secara umum kegiatan manajemen bencana dapat
dibagi dalam kedalam tiga kegiatan utama, yaitu: a. Kegiatan pra bencana
yang mencakup kegiatan pencegahan, mitigasi, kesiapsiagaan, serta
peringatan dini; b. Kegiatan saat terjadi bencana yang mencakup kegiatan
tanggap darurat untuk meringankan penderitaan sementara, seperti kegiatan
search and rescue (SAR), bantuan darurat dan pengungsian; c. Kegiatan
pasca bencana yang mencakup kegiatan pemulihan, rehabilitasi, dan
rekonstruksi. Kegiatan pada tahap pra bencana ini selama ini banyak
dilupakan, padahal justru kegiatan pada tahap pra bencana ini sangatlah
penting karena apa yang sudah dipersiapkan pada tahap ini merupakan
modal dalam menghadapi bencana dan pasca bencana. Sedikit sekali
pemerintah bersama masyarakat maupun swasta memikirkan tentang
langkah-langkah atau kegiatan-kegiatan apa yang perlu dilakukan didalam
menghadapi bencana atau bagaimana memperkecil dampak bencana.
Kegiatan saat terjadi bencana yang dilakukan segera pada saat kejadian
bencana, untuk menanggulangi dampak yang ditimbulkan, terutama berupa
penyelamatan korban dan harta benda, evakuasi dan pengungsian, akan
mendapatkan perhatian penuh baik dari pemerintah bersama swasta maupun
masyarakatnya. Pada saat terjadinya bencana biasanya begitu banyak pihak
yang menaruh perhatian dan mengulurkan tangan memberikan bantuan
tenaga, moril maupun material. Banyaknya bantuan yang datang sebenarnya
merupakan sebuah keuntungan yang harus dikelola dengan baik, agar setiap
bantuan yang masuk dapat tepat guna, tepat sasaran, tepat manfaat, dan
terjadi efisiensi. Kegiatan pada tahap pasca bencana, terjadi proses
perbaikan kondisi masyarakat yang terkena bencana, dengan memfungsikan
kembali prasarana dan sarana pada keadaan semula. Pada tahap ini yang
perlu diperhatikan adalah bahwa rehabilitasi dan rekonstruksi yang akan
dilaksanakan harus memenuhi kaidah-kaidah kebencanaan serta tidak hanya
melakukan rehabilitasi fisik saja, tetapi juga perlu diperhatikan juga
rehabilitasi psikis yang terjadi seperti ketakutan, trauma atau depresi. Dari
uraian di atas, terlihat bahwa titik lemah dalam siklus manajemen bencana
adalah pada tahapan sebelum/pra bencana, sehingga hal inilah yang perlu
diperbaiki dan ditingkatkan untuk menghindari atau meminimalisasi dampak
bencana yang terjadi.

1.1Rumusan Masalah
1. Apa saja tahapan pencegahan bencana?
2.Apa saja isu utama dalam mitigasi bencana?
3.Bagaimana cara meminimalisir bencana?
4.Bagaimana pencegahan dan apa saja contoh penanggulangan bencana?
1.3. Tujuan
1.Untuk mengetahui tentang tahapan pencegahan bencana
2.Untuk mengetahui isu utama dalam mitigasi bencana
3.Untuk mengetahui cara meminamilisir bencana
4.Untukmengetahui pecegahan dan beserta contoh penanggulangan bencana

1.4 Manfaat
1.untuk meningkatkan pemahaman dan pengetahuan peserta dalam
mengidentifikasi, cakupan lokasi bencana dan dampak kerusakan yang akan
timbul serta mempersiapkan langkah-langkah pencegahan dan mitigasi.
2.Untuk menambah pengetahuan dan wawasan tentang manajemen bencana
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Tinjaun Pustaka


Manajemen bencana adalah proses yang berkesinambungan dan terpadu
dimulai dari perencanaa, pengorganisasian, koordinasi dan langkah-langkah
yang perlu dilakukan antara lain: 1) Pencegahan dari bahaya atau ancaman
bencana, 2) Mitigasi atau pengurangan risiko bencana terhadap berbagai
bencana, keparaham dan konsekuensinya,3) Peningkatan kapasitas, 4)
Kesiapsiagaan terhadap berbagai macam bencana, 5) Respon cepat terhadap
situasi bencan maupun bencana yang mengancam, 6) Menilai keparahan atau
besarnya efek yang ditimbulkan akibat bencana, 7) Evakuasi adalah prose
penyelamatan dan pemberian bantuan, dan 8) Rehabilitasi dan rekonstruksi
(The DM Act, 2005).

2.2 Pembahasan
A.Tahapan pencegahan bencana
Menurut Peraturan Daerah Kabupaten Sleman Nomor 7 Tahun 2013, tahapan
dalam pelaksanaan penanggulangan bencana diklasifikasikan menjadi tiga,
yaitu:
1.Tahap prabencana
Tahapan awal suatu bencana atau warning phase, informasi tentang keadaan
lingkungan akan diperoleh dari badan meterologi cuaca. Pada fase ini seluruh
pihak berkontibusi secara langsung baik dari pemerintahan, lembaga, dan
masyarakat (Santamaria (1995) dalam Efendi & Makhfuldi (2009). Kegiatan
yang dilakukan saat tahapan prabencana antara lain: a) Kesiapan, b)
Peringatan Dini, dan 3) Mitigasi. Ketiga kegiatan tersebut bertujuan untuk
menciptakan lingkungan, manusia, administratif (penyusunan tata ruang,
perijinan, dan pelatihan), serta budaya yang siap jika suatu saat terjadi bencana
(Haryanto, 2012).
2.Tahap prabencana
Fase ini adalah fase puncak terjadinya bencana, seluruh masyarakat berusaha
untuk menyelamatkan diri dan bertahan hidup (survive) untuk memnuhi
kebutuhan. Kejadian bencana akan terus berlangsung sehingga terjadi
kerusakan secara fisik maupun non fisik dan bantuan darurat segera diberikan
(Santamaria (1995) dalam Efendi&Makhfuldi(2009).
Kegiatan yang dilakukan saat terjadi bencana yaitu melakukan pengkajian
secara cepat dan tepat terhadap lokasi yang terdampak bencana, melakukan
evakuasi secara cepat terhadap korban serta kelompok rentan, menentukan
status keadaan darurat bencana, dan pemulihan segera terkait sarana dan
prasarana (Muhammad, dkk. 2012).
3.Tahap pascabencana

Fase ini adalah dimulainya proses perbaikan akibat bencana, masyarakat


kembali hidup normal dan beraktifitas untuk menumbuhkan kembali rasa sosial
antar masyarakat. Respon psikologis yang diterima masyarakat pasca bencana
adalah penolakan, marah, tawar-menawar, depresi, dan penerimaan
(Santamaria (1995) dalam Efendi&Makhfuldi (2009).Pada pasca bencana peran
pemerintah, organisasi masyarakat, dan warga yang tidak terkena bencana
sangat diperlukan dalam tahap pasca bencana, terutama pada fase rehabilitasi
dan rekonstruksi. Proses rehabilitasi menekanan pada pemulihan masyarakat
yang terdampak bencana dan lingkungan sekitar, sedangkan tahap rekonstruksi
lebih menekanan pada pembangun pada sektor ekonomi, sosial, sarana,
prasarana, peningkatan pelayanan, serta merancang bangunan yang tepat
guna (Muhammad, dkk. 2012).
B.Isu utama dalam mitigasi bencana
Mitigasi adalah upaya yang dilakukan untuk mengurangsi risiko bencana,
melalui pembangunan secara fisik maupun peningkatan kemampuan
masyarakat serta penyadaran dalam menghadapi ancaman bahaya (Undang-
Undang No.24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana), sedangkan
menurut BNPB (2013) mitigasi adalah suatu upaya yang dilakukan untuk
mengurangi kerentanan rekayasa teknis bangunan tahan bencana. Kegiatan
mitigasi juga melibatkan partisipasi masyarakat dalam pelaksanaannya atau
disebut dengan mitigasi struktural partisipatif.

Kegiatan mitigasi bertujuan untuk meningkatkan kesiapan masyarakat dan


pengurangan risiko bencana untuk jangka waktu yang panjang, mengurangi
jumlah korban, dan diterpakan semaksimal mungkin untuk meminimalisir
dampak (Noor, 2014).Masyarakat yang berada di dalam wilayah rawan bencana
maupun di luar wilayah tersebut berperan penting dalam pelaksanaan,
kesadaran dan kecintaanya terhadap norma-norma yang ditetapkan (Ulumudin
& Sutardji, 2015).
Usaha-usaha yang dilakukan dalam mitigasi merupakan bagian dari
pengurangan risiko bencana.Kegiatan mitigasi tersebut bersifat struktural
maupun non-struktural.Berdasarkan penjelasan di atas dapat disimpulkan
bahwa mitigasi bencana merupakan kegiatan yang dilakukan dalam upaya
penyadaran seluruh masyarakat dan pemerintah terkait serta meningkatkan
kemampuan untuk menghadapi bencana dan meminimalisir dampak dari
bencana (Astuti (2010) dalam Sejati(2015)).

1.Klasifikasi Mitigasi (Pengurangan RisikoBencana)


Klasifikasi mitigasi bencana menurut Noor (2014), antara lain:
a.Mitigasi struktural
Mitigasi struktural adalah kegiatan dalam prabencana yang bertujuan untuk
pembanguan secara fisik. Implementasi yang dapat dilakukan dalam kegiatan
mitigasi structural seperti pembuatan bangunan pemecah ombak dan dam
(Godschalk, dkk (1999) dalam Kuncoro & Husein (2013)). Tujuan dari kegiatan
ini untuk meningkatkan kesiapan masyarakat dalam hal prasarana dalam hal
pengurangan risiko bencana (Peraturan Kepala BNPB No.4 Tahun 2008).
b.Mitigasi non struktural
Mitigasi non struktural adalah kegiatan yang dilakukan secara terencana dalam
hal tata guna lahan yang disesuaikan dengan keadaan wilayah dan tingkat
kerentanan wilayah tersebut dan memberlakukan peraturan
pembangunan.Tujuan dari kegiatan ini untuk mengurangi dampak yang
ditimbulkan oleh bencana (Sari, 2014).Mitigasi non-struktural dilakukan untuk
meningkatkan kemampuan serta penyadaran masyarakat melalui pendidikan
dalam hal mengurangi risiko bencana (Peraturan Kepala BNPB No.4 Tahun
2008).
C.cara meminimalisir bencana
Penanganan Bencana
Dalam upaya menerapkan manajemen penanggulangan bencana, dilaksanakan
melalui 3 (tiga) tahapan sebagai berikut:
1. Tahap pra-bencana yang dilaksanakan ketika sedang tidak terjadi
bencana dan ketika sedang dalam ancaman potensi bencana
2. Tahap tanggap darurat yang dirancang dan dilaksanakan pada saat
sedang terjadi bencana.
3. Tahap pasca bencana yang dalam saat setelah terjadi bencana.
1.Tahap pra bencana
Tahap Pencegahan dan Mitigasi
Tahap pencegahan dan mitigasi bencana dilakukan untuk mengurangi serta
menanggulangi resiko bencana.Rangkaian upaya yang dilakukan dapat berupa
perbaikan dan modifikasi lingkungan fisik maupun penyadaran serta
peningkatan kemampuan menghadapi ancaman bencana.
Tahap pencegahan dan mitigasi bencana dapat dilakukan secara struktural
maupun kultural (non struktural).Secara struktural upaya yang dilakukan untuk
mengurangi kerentanan (vulnerability) terhadap bencana adalah rekayasa
teknis bangunan tahan bencana. Sedangkan secara kultural upaya untuk
mengurangi kerentanan (vulnerability) terhadap bencana adalah dengan cara
mengubah paradigma, meningkatkan pengetahuan dan sikap sehingga
terbangun masyarakat yang tangguh. Mitigasi kultural termasuk di dalamnya
adalah membuat masyarakat peduli terhadap lingkungannya untuk
meminimalkan terjadinya bencana.
Kegiatan yang secara umum dapat dilakukan pada tahapan ini adalah:
1. membuat peta atau denah wilayah yang sangat rawan terhadap bencana
2. pembuatan alarm bencana
3. membuat bangunan tahan terhadap bencana tertentu
4. memberi penyuluhan serta pendidikan yang mendalam terhadap
masyarakat yang berada di wilayah rawan bencana.
2.Tahap pasca bencana
Kesiap siagaan dilakukan menjelang sebuah bencana akan terjadi. Pada tahap
ini alam menunjukkan tanda atau signal bahwa bencana akan segera terjadi.
Maka pada tahapan ini, seluruh elemen terutama masyarakat perlu memiliki
kesiapan dan selalu siaga untuk menghadapi bencana tersebut.
Pada tahap ini terdapat proses Renkon yang merupakan singkatan dari
Rencana Kontinjensi. Kontinjensi adalah suatu keadaan atau situasi yang
diperkirakan akan segera terjadi, tetapi mungkin juga tidak akan terjadi.
Rencana Kontinjensi berarti suatu proses identifikasi dan penyusunan rencana
yang didasarkan pada keadaan kontinjensi atau yang belum tentu tersebut.
Suatu rencana kontinjensi mungkin tidak selalu pernah diaktifkan, jika keadaan
yang diperkirakan tidak terjadi.
Secara umum, kegiatan pada tahap kesiapsiagaan antara lain:
1. menyusun rencana pengembangan sistem peringatan, pemeliharaan
persediaan dan pelatihan personil.
2. menyusun langkah-langkah pencarian dan penyelamatan serta rencana
evakuasi untuk daerah yang mungkin menghadapi risiko dari bencana
berulang.
3. melakukan langkah-langkah kesiapan tersebut dilakukan sebelum 
peristiwa bencana terjadi dan ditujukan untuk meminimalkan korban jiwa,
gangguan layanan, dan kerusakan saat bencana terjadi.
3.Tahap tanggap darurat/saat bencana
Tahap tanggap darurat dilakukan saat kejadian bencana terjadi. Kegiatan pada
tahap tanggap darurat yang secara umum berlaku pada semua jenis
bencana antara lain:
1. Menyelamatkan diri dan orang terdekat.
2. Jangan panik.
3. Untuk bisa menyelamatkan orang lain, anda harus dalam kondisi
selamat.
4. Lari atau menjauh dari pusat bencana tidak perlu membawa barang-
barang apa pun.
5. Lindungi diri dari benda-benda yang mungkin melukai diri.
4.Tahap rehabilitasi dan rekonstruksi
Tahapan rehabilitasi dan rekonstruksi biasa dilakukan setelah terjadinya
bencana. Kegiatan inti pada tahapan ini adalah:
1. Bantuan Darurat
 Mendirikan pos komando bantuan
 Berkoordinasi dengan Satuan Koordinator Pelaksana
Penanggulangan Bencana (SATKORLAK PBP) dan pemberi
bantuan yang lain.
 Mendirikan tenda-tenda penampungan, dapur umum, pos
kesehatan dan pos koordinasi.
 Mendistribusikan obat-obatan, bahan makanan dan pakaian.
 Mencari dan menempatkan para korban di tenda atau pos
pengungsian.
 Membantu petugas medis untuk pengobatan dan mengelompokan
korban.
 Mencari, mengevakuasi, dan makamkan korban meninggal.
2. Inventarisasi kerusakan
 Pada tahapan ini dilakukan pendataan terhadap berbagai
kerusakan yang terjadi, baik bangunan, fasilitas umum, lahan
pertanian, dan sebagainya.
3. Evaluasi kerusakan
 Pada tahapan ini dilakukan pembahasan mengenai kekurangan
dan kelebihan dalam penanggulangan bencana yang telah
dilakukan. Perbaikan dalam penanggulangan bencana diharapkan
dapat dicapai pada tahapan ini.
4. Pemulihan (Recovery)
 Pada tahapan ini dilakukan pemulihan atau mengembalikan
kondisi lingkungan yang rusak atau kacau akibat bencana seperti
pada mulanya. Pemulihan ini tidak hanya dilakukan pada
lingkungan fisik saja tetapi korban yang terkena bencana juga
diberikan pemulihan baik secara fisik maupun mental.
5. Rehabilitasi (Rehabilitation)
 Mulai dirancang tata ruang daerah (master plan) idealnya dengan
memberi kepercayaan dan melibatkan seluruh komponen
masyarakat utamanya korban bencana. Termasuk dalam kegiatan
ini adalah pemetaan wilayah bencana.
 Mulai disusun sistem pengelolaan bencana yang menjadi bagian
dari sistem pengelolaan lingkungan
 Pencarian dan penyiapan lahan untuk permukiman tetap
 Relokasi korban dari tenda penampungan
 Mulai dilakukan perbaikan atau pembangunan rumah korban
bencana
 Pada tahap ini mulai dilakukan perbaikan fisik fasilitas umum
dalam jangka menengah
 Mulai dilakukan pelatihan kerja praktis dan diciptakan lapangan
kerja
 Perbaikan atau pembangunan sekolah, sarana ibadah,
perkantoran, rumah sakit dan pasar mulai dilakukan
 Fungsi pos komando mulai dititikberatkan pada kegiatan fasilitasi
atau pendampingan.
6. Rekonstruksi
 Kegiatan rekonstruksi dilakukan dengan program jangka
menengah dan jangka panjang guna perbaikan fisik, sosial dan
ekonomi untuk mengembalikan kehidupan masyarakat pada
kondisi yang lebih baik dari sebelumnya
7. Melanjutkan pemantauan
 Wilayah yang pernah mengalami sebuah bencana memiliki
kemungkinan besar akan mengalami kejadian yang sama kembali.
Oleh karena itu perlu dilakukan pemantauan terus-menerus untuk
meminimalisir dampak bencana tersebut.
D. Contoh penanggulangan bencana
1. Upaya Menanggulangi Banjir
Menjaga lingukungan sekitar
Yang utama adalah menjaga lingkungan sungai atau selokan, sungai sebaiknya
di pelihara dengan baik.Jangan membuang sampah ke selokan. Sungai atau
selokan jangan di jadikan tempat pembuangan sampah
 Hindari membuat rumah di pinggiran sungai
Saat ini semakin banyak warga yang membangun rumah di pinggir
sungai, ada baiknya pinggiran sungai jangan di jadikan rumah penduduk
karena menyebabkan banjir dan tatanan masyarakat tidak teratur.
 Melaksanakan program tebang pilih dan reboisasi
Pohon yang telah ditebang sebaiknya ada penggantinya. Menebang pohon
yang telah berkayu kemudian di tanam kembali tunas pohon yang baru. Hal ini
ditujukan untuk regenerasi hutan dengan tujuan hutan tidak menjadi gundul.
 Buanglah sampah pada tempatnya
Sering kali masyarakat indonesia membuang sampah sembarangan terutama
membuang sampah ke sungai, tentu hal ini akan memebrikan dampak buruk di
kemudian hari. Karena sampah yang menumpuk bisa menyebabkan terjadinya
banjir saat curah hujan sedang tinggi.Pengelolahan sampah yang tepat bisa
membantu mencegah banjir.
 Rajin Membersihkan Saluran Air
Perbaikan dan pembersihan saluran air tentu harus ada.Di wilayah tertentu bisa
diadakan secara gotong royong.Penjagaan ini harus dilakukan secara terus
menerus dengan waktu berkala. Hal ini bertujuan agar terjadi hujan deras, air
tidak akan tersumbat dan mampu mencegah terjadinya banjir.
2. Upaya Pengurangan Bencana Aingin puting Beliung
Memiliki struktur bangunan yang dapat memenuhi syarat teknis sehingga
mampu untuk bertahan terhadap angin terutama angin besar
Di daerah rawan angin badai, perlu adanya standar bangunan untuk bisa
memperhitungkan beban angin.Sehingga struktur bangun dapat bisa menahan
angin.
 Melakukan penghijauan di bagian atas arah angin untuk meredam gaya
angin.
 Pengamanan/perkuatan bagian-bagian yang mudah diterbangkan angin
yang dapat membahayakan diri atau orang lain disekitarnya.
 Kesiapsiagaan dalam menghadapi angin topan, mengetahui bagaimana
cara penyelamatan diri
Pengamanan barang-barang disekitar rumah agar terikat/dibangun secara kuat
sehingga tidak diterbangkan angin
Untuk para nelayan, supaya menambatkan atau mengikat kuat kapal-kapalnya.
3. Upaya Penanggulangan Bencana Tanah Longsor
Mengenali daerah yang rawan terjadinya tanah longsor.Terutama di sekitar
lereng yang curam.
 Jangan Bangun Pemukiman atau fasilitas di daerah yang rawan bencana
terutama bencana tanah longsor
Menjaga Drainase Fungsi drainase adalah untuk menjauhkan air dari lereng,
menghidari air meresap ke dalam lereng atau menguras air ke dalam lereng ke
luar lereng. Jadi drainase harus dijaga agar jangan sampai tersumbat atau
meresapkan air ke dalam tanah
 Membuat terasering dengan sistem drainase yang tepat. drainase pada
teras – teras dijaga jangan sampai menjadi jalan meresapkan air ke
dalam tanah
 Penghijauan dengan tanaman yang sistem perakarannya dalam dan
jarak tanam yang tepat. Hal ini untuk bisa menahan air sehingga
bencana tanah longsor bisa di minimalisir.
 Jika ingin mendirikan bangunan, gunakan fondasi yang kuat. sehingga
akan kokoh saat terjadi bencana
 Penutupan rekahan di atas lereng untuk mencegah air masuk secara
cepat kedalam tanah.
 Pembuatan tanggul penahan untuk runtuhan batuan (rock fall).
4. Upaya Penanggulangan Kekeringan
Kekeringan merupakan salah satu bencana alam yang keberadaannya sama
sekali tidak diinginkan. Sepeti halnya jenis bancana alam lainnya yang dapat
diupayakan penanggulangannya, demikian halnya dengan kekeringan.
Beberapa upaya yang dapat kita lakukan untuk menanggulangi kekeringan ini
antara lain adalah sebagai berikut:
 Menanam banyak pohon
Salah satu cara untuk dapat menanggulangi kekeringan adalah banyak
menanam pepohonan. Seperti yang kita tahu bahwa salah satu fungsi pohon
adalah mnyerap dan kemudian menyimpan air di dalam akarnya. Suatu saat air
yang tersimpan di bawah akar pohon dan disebut dengan air tanah ini akan
dapat digunakan di kemudian hari ketika musim kemarau tiba. seperti yang
telah dijelaskan sebelumnya bahwa dartah yang mempunyai banyak pohon
akan lebih banyak mempunyai air daripada daerah yang kurang pohon.
 Membuat bendungan
Solusi kedua untuk menanggulangi kekeringan adalah dengan membuat
bendungan. Bendungan merupakan salah satu cara untuk membuat air sungai
tersimpan (terbendung) sehingga suatu saat dapat digunakan ketika
masuarakat kekurangan air. Bendungan juga digunakan untuk mengairi sawah.
 Menggunakan air dengan sewajarnya
Dan salah satu solusi yang dapat kita lakukan dan dimulai dari diri sendiri
adalah menghemat penggunaan air.Air yang merupakan sumber daya alam
harus kita hemat dan penggunaannya hanya sewajarnya saja, jangan
berlebihan.
5. Upaya Penanggulangan Abrasi
 Membangun Pemecah Gelombang
Membuat pemecah gelombang bisa menjadi salah satu cara untuk
mencegah abrasi pantai. Cara ini dimaksudkan agar kekuatan
gelombang yang tiba pada garis pantai tidak terlalu besar sehingga tidak
berpotensi mengikis padatan yang berada dititik tersebut. Beberapa
wilayah di Indonesia sudah banyak yang menerapkan pemecah
gelombang sebagai penangkal abrasi pantai
 Hutan Mangrove/Bakau
Cara yang paling manjur untuk mengatasi abrasi adalah dengan menanam
mangrove.Langkah penanggulangan berbasis konservasi ini idealnya
disandingkan dengan opsi pemecah gelombang.Manfaat hutan bakau dalam
melindungi garis pantai sebenarnya sudah banyak diketahui pihak
terkait.Namun kesadaran untuk membuat ini masih minim. Mangrove memiliki
banyak manfaat seperti :
 Menjaga stabilitas garis pantai.
 Mengurangi akibat bencana alama tsunami.
 Membantu pengendapan lumpur, dengan demikian kualitas air lautan
jauh lebih terjaga.
 Membantu menahan juga menyerap tiupan angin laut yang cukup
kencang.
 Merupakan sumber plasma nutfah.
 Membantu menjaga keseimbangan alam.
 Membantu mengurangi polusi baik di udara juga di air.
 Sebagai salah satu sumber oksigen bagi makhluk hidup.
 Hutan mangrove juga menjadi habitat alami beragai spesies seperti
kepiting, burung, beberapa jenis ikan dan lain-lain
6.Tsunami

Tsunami adalah ombak besar yang terjadi setelah peristiwa


gempa bumi, gempa laut, gunung berapi meletus, atau hantaman meteor
di laut. Bencana tsunami dapat diprediksi oleh berbagai institusi
seismologi di berbagai penjuru dunia dan proses terjadinya tsunami
dapat dimonitor melalui satelit. Dengan diterapkannya sistem peringatan
dini (early warning system), diharapkan masyarakat dapat melakukan
evakuasi dengan cepat bila terjadi bencana tsunami.
a. Sebelum terjadi tsunami
Memasang peralatan sistem peringatan dini di wilayah-wilayah
laut yang berpotensi mengalami tsunami.
Melakukan pemetaan tingkat kerawanan bencana tsunami dan
mensosialisasikannya kepada masyarakat.
Sosialisasi peristiwa bencana tsunami kepada masyarakat yang
tinggal di wilayah-wilayah rawan bencana tsunami.
Menentukan jalur-jalur dan tempat evakuasi bagi penduduk yang
tinggal di wilayah-wilayah rawan tsunami.
b. Pada saat terjadinya tsunami
Memberikan tanda peringatan dan informasi untuk memandu
penduduk mencapai tempat yang aman.
mengerahkan tim penyelamat beserta peralatan pendukung untuk
membantu penduduk mencapai tempat evakuasi.
Memantau perkembangan keadaan untuk menentukan langkah-
langkah berikutnya.
c. Setelah terjadinya tsunami

Mencari korban untuk dievakuasi ke tempat yang aman.

Memberikan pertolongan bagi para korban bencana


Menyiapkan tend-tenda darurat untuk menampung para korban
bencana.

7.Gunung Meletus

1. Sebelum terjadi letusan dilakukan

 Pemantaun dan pengamatan kegiatan pada semua gunungapi aktif.


 Pembuatan dan penyediaan Peta Kawasan Rawan Bencana dan
Peta Zona Resiko Bahaya Gunungapi yang didukung dengan Peta
Geologi Gunungapi.
 Melaksanakan prosedur tetap penanggulangan bencana letusan
gunungapi.
 Melakukan pembimbingan dan pemberian informasi gunungapi,
 Melakukan penyelidikan dan penelitian geologi, geofisika dan
geokimia di gunungapi.
 Melakukan peningkatan sumberdaya manusia dan pendukungnya
seperti peningkatan sarana dan prasarananya.

2. Saat terjadi krisis/ letusan gunung api

 Membentuk tim gerak cepat


 Meningkatkan pemantauan dan pengamatan dengan didukung oleh
penambahan peralatan yang lebih memadai;
 Meningkatkan pelaporan tingkat kegiatan menurut alur dan frekwensi
pelaporan sesuai dengan kebutuhan;

3. Setelah terjadi letusan

 Menginventarisir data, mencakup sebaran dan volume hasil letusan.


 Mengidentifikasi daerah yang terancam bahaya.
 Memberikan saran penanggulangan bahaya.
 Memberikan penataan kawasan jangka pendek dan jangka panjang.
 Memperbaiki fasilitas pemantauan yang rusak.
 Menurunkan status kegiatan, bila keadaan sudah menurun.
 Melanjutkan pemantauan rutin.
BAB III

PENUTUP

3.1Kesimpulan

Indonesia merupakan salah satu yang rawan bencana sehingga diperlukan


manajemen atau penanggulangan bencana yang tepat dan terencana.
Manajemen bencana merupakan serangkaian upaya yang meliputi  penetapan
kebijakan pembangunan yang berisiko timbulnya bencana, kegiatan
pencegahan bencana, tanggap darurat, dan rehabilitasi. Manajemen bencana di
mulai dari tahap pra-bencana, tahap tanggap darurat, dan tahap pasca-
bencana.Pertolongan pertama dalam bencana sangat diperlukan untuk
meminimalkan kerugian dan korban jiwa. Pertolongan pertama pada keadaan
bencana menggunakan prinsip triage.

3.2 SARAN

Masalah penanggulangan bencana tidak hanya menjadi beban  pemerintah atau


lembaga-lembaga yang terkait. Tetapi juga diperlukan dukungan dari masyarakat
umum.Diharapkan masyarakat dari tiap lapisan dapat ikut berpartisipasi dalam
upaya penanggulangan bencana.
DAFTAR RUJUKAN
Mahardika, D., & Setianingsih, E. L. (2018). MANAJEMEN BENCANA OLEH
BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH (BPBD) DALAM
MENANGGULANGI BANJIR DI KOTA SEMARANG. Journal of Public Policy and
Management Review, 7(2), 502-518.

https://www.gitews.org/tsunamikit/en/E6/further_resources/national_level/peraturan_
kepala_BNPB/Perka%20BNPB%2042008_Pedoman%20Penyusunan%20Rencana
%20Penanggulangan%20Bencana.pdf

https://www.kemhan.go.id/badiklat/wp-content/uploads/2017/12/HANJAR-
PENCEGAHAN-DAN-MITIGASIREVISIutk-PDF.pdf

http://repository.umy.ac.id/bitstream/handle/123456789/15608/f.%20BAB%20II.pdf?
sequence=7&isAllowed=y

bpbd.babelprov.go.id/prosespenanggulanganbencana/https://siaga.bnpb.go.id/hkb/p
ocontent/uploads/documents/buku_panduan_latihan_kesiapsiagaan_bencana_revisi
_april_2017.

Anda mungkin juga menyukai