Anda di halaman 1dari 57

KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH III

LAPORAN PENDAHULUAN DAN ASUHAN KEPERAWATAN PASIEN DENGAN


STROKE

DOSEN PENGAJAR :
Maria Ulfah Ashar, S.Kep.,Ns.,M.Kep.

KELOMPOK I
KEPERAWATAN A

SALMIAH (703001140 )
KHUSNUL KHOTIMAH (70300118005)
MUH. NURWAHID (70300118009)
MUTHMAINNAH (70300118014)
M. FICHRY S DASY (70300118018)
SRI RAHAYU (70300118022)
YUSNI PRATIWI (70300118026)
RIZKI AMALIA (70300118030)

PROGRAM STUDI JURUSAN KEPERAWATAN


FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI ALAUDDIN MAKASSAR
2020/2021
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kepada Allah SWT karena dengan ridho-Nya lah kami
dapat menyusun serta dapat menyelesaikan makalah ini dengan baik. Shalawat serta salam
tak lupa juga kami haturkan untuk Rasulullah Muhammad SAW, beserta pengikut beliau dari
dahulu, sekarang, hingga hari akhir.
Ucapan terima kasih juga tak lupa kami ucapkan kepada Ibu Maria Ulfah Ashar,
S.Kep.,Ns.,M.Kep. selaku dosen pengampu mata kuliah Keperawatan Medikal Bedah 3 yang
telah memberikan bimbingan serta pengajaran kepada kami, sehingga kami dapat
menyelesaikan makalah ini. Kami menyadari, meskipun kami telah berusaha dengan sebaik-
baiknya dalam menyelesaikan makalah ini tetapi, kami menyadari bahwa makalah ini masih
jauh dari kata sempurna. Kami berharap makalah ini dapat memberikan manfaat bagi seluruh
pembacanya, Karena itu kami mohon kritik serta saran yang membangun agar dalam
pembuatan makalah kedepannya bisa menjadi lebih baik.

Samata, 23 September 2020

Kelompok 1

2
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR..............................................................................................2
DAFTAR ISI.............................................................................................................3
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar belakang................................................................................................4
B. Tujuan.............................................................................................................5
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Konsep medis
1. Definisi.....................................................................................................6
2. Etiologi.....................................................................................................6
3. Tanda dan gejala.......................................................................................7
4. Patofisiologi..............................................................................................7
5. Pemeriksaan penunjang............................................................................8
6. Penanganan dan pengobatan.....................................................................8
7. Edukasi nutrisi..........................................................................................8
B. Konsep keperawatan
1. Pengkajian keperawatan...........................................................................9
2. Diagnosa keperawatan............................................................................13
3. Intervensi keperawatan...........................................................................18
BAB III PEMBAHASAN
A. Kasus............................................................................................................23
B. Mind map......................................................................................................24
C. Asuhan keperawatan sesuai kasus................................................................25
D. Integrasi keislaman.......................................................................................46
BAB 1V JURNAL PENDUKUNG INTERVENSI .............................................48
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan...................................................................................................68
LAMPIRAN
A. Daftar pustakan.............................................................................................69
B. Lembar kerja mahasiswa..............................................................................70

3
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Stroke adalah suatu kondisi yang terjadi ketika pasokan darah ke otak
terganggu karena sumbatan atau pecahnya pembuluh darah otak dengan gejala
hemiparesis. Stroke merupakan penyebab kedua kematian dan penyebab keenam yang
paling umum dari kecacatan. Sekitar 1,5 juta orang menderita stroke yang pertama
kali setiap tahun, dengan sepertiga dari kasus ini atau sekitar 6,6 juta mengakibatkan
kematian (3,5 juta perempuan dan 3,1 juta laki-laki). [CITATION agu20 \l 2057 ]
Jumlah kematian di dunia sekitar 57 juta jiwa dan 6,15 juta jiwa meninggal
akibat stroke dengan proportional mortality rate (PMR) 10,8% yang menduduki
peringkat kedua di dunia setelah penyakit jantung iskemik. Pada tahun 2009 sekitar
125 juta dan pada tahun 2010 meningkat menjadi sekitar 240juta jiwa. Laporn
American Heart association, sekitar terserang stroke setiap tahunnya sekitar 1 dari
setiap 18 kematian. Dari jumlah ini, 610.000 di antaranya merupakan serangan stroke
pertama, sedangkan 185.000 merupakan stroke yang berulang. Saat ini ada 4 juta
orang di amerika serikat yang hidup dalam keterbatasan fisik akibat stroke, dan 15-
30% di antaranya menderita cacat menetap. [CITATION Luk20 \l 2057 ]
Berdasarkan Riset Kesehatan Dasar (2018), stroke merupakan penyebab
kematian dan kecacatan utama di hamper seluruh RS di Indonesia. Angka kejadian
stroke meningkat dari tahun ke tahun. Setiap 7 orang yang meninggal di Indonesia, 1
di antaranya karena stroke. Stroke menempati urutan ketiga penyebab kematian di
Indonesia diperkirakan ada 500.000 penduduk yang terkena stroke. [ CITATION Luk20 \l
2057 ]
Sedangkan data dari Dinas Kesehatan Provinsi Sulawesi Selatan 2018, jumlah
kasus stroke pada tahun 2015 sebanyak 2.734 kasus, menurun pada tahun 2016
sebanyak 2.036 kasus kembali meningkat di tahun 2017 sebanyak 3.544 kasus.
Berdasarkan data dari rekam medic stroke centre RSKD Dadi Provinsi Sulawesi
Selatan (2018), pada tahun 2015 terdapat sebanyak 534 kasus, pada tahun 2016
sebanyak 953 kasus dan pada tahun 2017 sebanyak 5.529 kasus. [CITATION Bah20 \l
2057 ]
Risiko terjadinya stroke meningkat seiring dengan berat dan banyaknya factor
risiko. Factor risiko yang dapat dimodifikasi pada penyakit stroke diantaranya adalah
riwayat stroke, hipertensi, penyakit jantung, diabetes mellitus, penyakit karotis
asimptomatis, transient ischemic attack, hiperkolesterolemia, penggunaan kontrsepsi
oral, obesitas, merokok, alkoholik, penggunaan narkotik, aktivitas fisik, stress dan
pola makan. Sedangkan factor risiko yang tidak dapat diubah yaitu umur, jenis
kelamin, herediter (keturunan).
Karena masih banyak kasus kematian dan kecacatan yang terjadi akibat stroke,
maka dalam makalah ini akan dijelaskan mengenai stroke, penyebab dari stroke, tanda
dan gejala stroke, serta penanganan dan pengobatan stroke.

B. Tujuan
1. Untuk mengetahui apa itu stroke
2. Untuk mengetahui apa saja penyebab terjadinya stroke
3. Untuk mengetahui tanda dan gejala apa saja yang muncul saat seseorang terkena
stroke
4. Untuk mengetahui bagaimana patofisiologi terjadinya stroke

4
5. Untuk mengetahui pemeriksaan apa saja yang harus dilakukan dalam memperkuat
diagnosis medis stroke
6. Untuk mengetahui bagaimana cara menangani stroke serta pengobatannya
7. Untuk mengetahui nutrisi apa saja yang dibutuhkan oleh pasien yang terdiagnosis
stroke
8. Untuk mengetahui apa saja yang perlu dikaji pada pasien stroke
9. Untuk mengetahui diagnose keperawatan apa saja yang akan muncul pada pasien
stroke
10. Untuk mengetahui intervensi apa saja yang bisa diberikan pada pasien stroke
sesuai dengan diagnose keperawatannya

5
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Konsep Teori Penyakit


1. Definisi
Menurut World Healt Organization (WHO, stroke didefenisiskan sebagai
suatu gangguan fungsional otak yang terjadi secara mendadak. Dengan tanda dan
gejala klinik maupun fokal maupun global yang berlangsung lebih dari 24 jam
atau dapat menimbulkan kematian yang disebabkan oleh gangguan peredaran
darah otak. Chandra B. pada tahun 1996 menjelaskan bahwa stroke adalah
gangguan fungsi saraf akut yang disebabkan karena gangguan peredaran darah
otak yang disertai dengan timbulnya gejala dan tanda yang sesuai dengan daerah
fokal pada otak yang terganggu. Baik yang terjadi secara mendadak (dalam
beberapa detik) atau secara cepat (dalam beberapa jam). Stroke termasuk penyakit
serebrovaskuler yang ditandai dengan kematian jaringan otak (infark serebral)
yang terjadi karena berkurangnya aliran darah dan oksigen ke otak.
Stroke merupakan penyebab kematian yang ketiga terbanyak di amerika
serikat setelah penyakit jantung dan kanker dan juga diberbagai Negara di dunia.
[CITATION Yuy16 \l 1033 ]
2. Etiologi
a. Trombosis serebral
Thrombosis ini terjadi pada pembuluh darah yang mengalami oklusi sehingga
menyebabkan iskemia jaringan otak yang dapat menimbulkan edema dan
kongesti disekitarnya. Thrombosis dapat terjadi akibat aterosklerosis,
hiperkuagulasi pada polistemia, arteristis (radang pada arteri) dan emboli.
b. Hemoragi (perdarahan)
Pendarahan intrakranial atau intraserebral termasuk perdarahan dalam ruang
subaraknold atau kedalam jaringan otak sendiri sebagai akibat dari pecahnya
pembuluh darah. Pecahnya pembuluh darah diakibatkan oleh aterosklerosis
dan hipertensi. Pecahnya pembuluh darah otak yang dapat menyebabkan
penekanan, pergeseran, dan pemisahan jaringan otak yang berdekatan,
sehingga otak akan membengkak, jaringan otak tertekan, sehingga terjadfi
infark otakl, edema dan mungkin herniasi otak.
c. Hipoksia umum
Hipoksia umum disebabkan oleh hipertensi yang parah, henti jantung paru,
dan curah jantung turun akibat aritmia yang mengakibatkan aliran darah ke
otak terganggu.
d. Hipoksia setempat
Hipoksia setempat diakibatkan oleh spasme arteri serebral yang disertai
perdarahan subaraknold dsan vasokonstriksi arteri otak disertai sakit kepala
migren. [ CITATION NsE02 \l 1033 ].

3. Manifestasi
Terdapat beberapa kontelasi klinis yang mengarah ke stroke. Namun demikian
seiring pasien dengan sepsis, syncope, atau kejang akibat kjelainan ekstrakranial
lainnya yang berpotensi sulit dibedakan dengan stroke. Jika presentasi penyakit
tersebut atipikal terdapat sebuah system skore yang dirancang untuk membantu
klinis guna memilih kasus stroke dari non stroke ,yaitu skor ROSIER. Skor yang

6
nilainya berkisar antara 2 hingga +5 ini memiliki sensivitas 92%, spesifitas 86%,
nilai duga positif 88%, dan nilai duga negative 91%. Jika seorang pasien memiliki
skor > 0, besar kemungkinannya kontelasi klinis yang dialami disebabkan oleh
stroke. Tidak ada satupu manifestasi klinis yang dapat membedakan antara kedua
subtype stroke dengan meyakinkan.meskipun demikian manifestasi sistemik
seperti mual, muntah, sakit kepala, kejang, hipertensi, maligna, dan penurunan
kesadaran merupakan tanda peningkatan TIK sehingga lebih mengarahkan
diagnosis ke stroke hewmarogik.[ CITATION Yuy16 \l 1033 ].

4. Patofisiologi
Setiap kondisi yang menyebabkan perubahan perfusi darah pada otak akan
menyebabkan keadaan hipoksia. Hipoksia yang berlangsung lama dapat
menyebabkan iskemik otak, iskemik yang terjadi dalam waktu yang singkat,
kurang dari 10-15 menit, dapat menyebabkan deficit sementara dan bukan deficit
permanen, sedangkan iskemik yang terjadi dalam waktu lama dapat menyebabkan
sel mati permanen dan mengakibatkan infark pada otak. Setiap defisit fokal
permanen akan bergantung pada daerah otak mana yang terkena. Daerah otak
yang terkena akan menggambrkan pembuluh darah otak yang terkena. Pembuluh
darah yang paling sering mengalami iskemik adalah arteri serebral tengah dan
aretri karotis interna. Defisit lokal permanen dapat tidak diketahui jika klien
pertama kali mengalami iskemik otak total yang dapat teratasi.
Jika aliran darah ke tiap bagian otak terhambat karena thrombus atau emboli,
maka mulai terjadi kekurangan suplai oksigen ke jaringan otak. Kekurangan
oksigen dalam 1 menit dapat menunjukkan gejala yang dapat pulih seperti
kehilangan kesadaran, sedangkan kekurangan oksigen dalam waktu yang lebih
lama menyebabkan nekrosis mikroskopik neuron-neuron. Area yang mengalami
nekrosis disebut infark.
Gangguan peredaran darah otak akan menimbulkan gangguan pada
metabolisme sel-sel neuro, dimana sel-sel neuron tidak mampu menyimpan
glikogen sehingga kebutuhan metabolisme tergantung dari glukosa dan oksigen
yang terdapat pada arteri-arteri yang menuju otak.
Perdarahan intrakranial termasuk perdarahan kedalam ruang subarachnoid
atau kedalam jaringan otak sendiri. Hipertensi mengakibatkan timbulnya
penebalan dan degeneratife pembuluh darah yang dapat menyebabkan rupturnya
arteri serebral sehingga, perdarahan menyebar dengan cepat dan menimbulkan
perubahan setempat serta iritasi pada pembuluh darah otak. [ CITATION Fra08 \l
1033 ].

5. Pemeriksaan Penunjang
Kemajuan teknologi kedokteran memberikan kemudahan untuk membedakan
antara stroke hemorogik dan stroke iskemia dengan ditemukanya berbagai
modalitas radiologi, mulai dari
computerized tomo graph scanning (ct scan), berfungsi untuk menggambarkan
bagian-bagian tubuh tertentu menggunakan bantuan sinar-X khusus. cerebral
angiografi, berfungsi untuk mengidentifikasi atau memastikan adanya kelainan
pada pembuluh darah otak. elektroensefalografi (EFG), berfungsi untuk merekam
aktivitas listrik dari otak dengan menggunakan pena yang menulis di atas
gulungan kertas. magnetic resonance imaging (MRI), berfungsi untuk
menampilkan gambar struktur dan organ dalam tubuh. elektrokardiografi (EKG),
berfungsi untuk mendeteksi kelainan dengan mengukur aktivitas listrik yang

7
dihasilkan oleh jantung. pemeriksaan laboratorium, berfungsi untuk mendeteksi
penyakit, menentukan risiko, memantau perkembangan pengobatan.[ CITATION
Yuy16 \l 1033 ].

6. Penanganan & Pengobatan


Pada dasarnya ada 4 cara untuk mengobati penyakit pembuluh darah (jantung
stroke) cara-cara tersebut dalah mengencerkan darah, melebarkan pembuluh darah
, operasi, dan membersihkan poembuluh darah.
Megencerkan darah dapat dilakukan dengan kelompok obat yang mencegah
keping darah untuk saling melekat di pembuluh darah (misalnya aspirin,
klopidogrel, tikagelor, trifusal, dll). Dan kelompok obat yang menghambat kerja
dari faktor-faktor pembekuan darah tubuh (misalnya warfarin, heparin,
enoksaparin, dll). Tentu saja aturan pakai dan konsumsinya harus melalui
konsultasi dokter.
Melebarkan pembuluh darah adalah salah satu cara lain untuk mengatasi risiko
stroke. Ini diumpamakan seperti halnya melebarkan pipa air agar air lebih lancar
mengalir tanpa hambatan.
Operasi dapat dilakukan untuk pembuluh darah besar saja yang dilebarkan
atau dilancarkan aliran darahnya. Pembuluh darah kecil terlalu kecil untuk
dioperasi . operasi antara lain operasi ruing jantung. Operasi inibiayanya relative
tinggi untuk kebanyakan orang. Kemudian operasi by pass jantung dan operasi
pengambilan plak. Biaya dari operasi-operasi tersebut dapat mulai dari puluhan
juita sampai miliaran.
Cara dapat mencegah penyakit dan menyembuhkan penyakit ini adalah
dengan membersihkan pembuluh darah. Karena hal ini menjadi sumber penyebab
penyakit, yaitu penumpukan lemak dalam pembuluh darah. [CITATION Tit20 \l
1033 ].

7. Edukasi Nutrisi
Secara historis kelebihan sodium atau natrium (garam) dalam makanan
merupakan factor penting yang dapat memperberat hipertensi dan kemungkinan
stroke. Sekitar satu dari empat orang dengan hipertensi sensitif terhadap garam.
Secara umum diet yang dianjurkan pada penderita stroke adalah mengurangi
garam, lemak jenuh, kolesterol, serta meningkatkan makanan tinggi serat,
terutama buah-buahan, syuran, dan makanan nabati.minyak flaxseed dan
makanan berlimpah kalium, kalsium, magnesium, vitamin C, dan omega 3, sangat
baik bagi pengidap hipertensi beberapa yang termasuk diantaranya yaitu seledri,
melinjo, jeruk, salmon, bawang putih, dan minyak zaitun.
Sifat dan besarnya kesulitan pemberian makanan pada pasien stroke
ditentukan oleh beratnya stroke dan area yang terkena di otak. Konsistensi
makanan yang diberikan pada penderita stroke disesuaikan dengan
kemampuannya untuk menelan serta toleransinya terhadap makanan. [CITATION
DrW16 \l 1033 ].

B. Konsep Keperawatan
1. Pengkajian
Menurut [ CITATION Mut08 \l 14345 ] dalam [ CITATION Nus18 \l 14345 ]
anamnesa pada stroke meliputi identitas klien, keluhan utama, riwayat penyakit
sekarang, riwayat penyakit dahulu, riwayat penyakit keluarga, dan pengkajian
psikososial.

8
1. Identitas Klien
Meliputi nama, umur (kebanyakan terjadi pada usia tua), jenis kelamin,
pendidikan, alamat, pekerjaan, agama, suku bangsa, tanggal dan jam MRS,
nomor register, dan diagnosis medis.
2. Keluhan utama
Sering menjadi alasan klien untuk meminta pertolongan kesehatan adalah
kelemahan anggota gerak sebelah badan, bicara pelo, tidak dapat berkomunikasi,
dan penurunan tingkat kesadaran.
3. Riwayat penyakit sekarang
Serangan stroke non hemoragik sering kali berlangsung sangat mendadak,
pada saat klien sedang melakukan aktivitas. Biasanya terjadi nyeri kepala, mual,
muntah bahkan kejang sampai tidak sadar, selain gejala kelumpuhan separuh
badan atau gangguan fungsi otak yang lain.
Adanya penurunan atau perubahan pada tingkat kesadaran disebabkan
perubahan di dalam intrakranial. Keluhari perubahan perilaku juga umum terjadi.
Sesuai perkembangan penyakit, dapat terjadi letargi, tidak responsif, dan konia.
4. Riwayat penyakit dahulu
Adanya riwayat hipertensi, riwayat stroke sebelumnya, diabetes melitus,
penyakit jantung, anemia, riwayat trauma kepala, kontrasepsi oral yang lama,
penggunaan obat-obat anti koagulan, aspirin, vasodilator, obat-obat adiktif, dan
kegemukan. Pengkajian pemakaian obat-obat yang sering digunakan klien,
seperti pemakaian obat antihipertensi, antilipidemia, penghambat beta, dan
lainnya. Adanya riwayat merokok, penggunaan alkohol dan penggunaan obat
kontrasepsi oral. Pengkajian riwayat ini dapat mendukung pengkajian dari
riwayat penyakit sekarang dan merupakan data dasar untuk mengkaji lebih jauh
dan untuk memberikan tindakan selanjutnya.
5. Riwayat penyakit keluarga
Biasanya ada riwayat keluarga yang menderita hipertensi, diabetes
melitus, atau adanya riwayat stroke dari generasi terdahulu.
6. Pengkajian psiko-sosio-spiritual
Pengkajian psikologis klien stroke meliputi beberapa dimensi yang
memungkinkan perawat untuk rnemperoleh persepsi yang jelas mengenai status
emosi, kognitif, dan perilaku klien. Pengkajian mekanisme koping yang
digunakan klien juga penting untuk menilai respons emosi klien terhadap
penyakit yang dideritanya dan perubahan peran klien dalam keluarga dan
masyarakat serta respons atau pengaruhnya dalam kehidupan sehari-harinya, baik
dalam keluarga ataupun dalam masyarakat.
7. Pemeriksaan Fisik
Setelah melakukan anamnesis yang mengarah pada keluhankeluhan klien,
pemeriksaan fisik sangat berguna untuk mendukung data dari pengkajian
anamnesis. Pemeriksaan fisik sebaiknya dilakukan secara per sistem (B1-B6)
dengan fokus pemeriksaan fisik pada pemeriksaan B3 (Brain) yang terarah dan
dihubungkan dengan keluhan-keluhan dari klien.

a) B1 (Breathing)
Pada inspeksi didapatkan klien batuk, peningkatan produksi sputum,
sesak napas, penggunaan otot bantu napas, dan peningkatan frekuensi
pernapasan. Auskultasi bunyi napas tambahan seperti ronkhi pada klien
dengan peningkatan produksi sekret dan kemampuan batuk yang menurun

9
yang seringdidapatkan pada klien stroke dengan penurunan tingkat kesadaran
koma.
Pada klien dengan tingkat kesadaran compos mentis, pengkajian
inspeksi pernapasannya tidak ada kelainan. Palpasi toraks didapatkan taktil
premitus seimbang kanan dan kiri. Auskultasi tidak didapatkan bunyi napas
tambahan.
b) B2 (Blood)
Pengkajian pada sistem kardiovaskular didapatkan renjatan (syok
hipovolemik) yang sering terjadi pada klien stroke. Tekanan darah biasanya
terjadi peningkatan dan dapat terjadi hipertensi masif (tekanan darah >200
mmHg)
c) B3 (Brain)
Stroke menyebabkan berbagai defisit neurologis, bergantung pada
lokasi lesi (pembuluh darah mana yang tersumbat), ukuran area yang
perfusinya tidak adekuat, dan aliran darah kolateral (sekunder atau aksesori).
Lesi otak yang rusak tidak dapat membaik sepenuhnya. Pengkajian B3
(Brain) merupakan pemeriksaan fokus dan lebih lengkap dibandingkan
pengkajian pada sistem lainnya.
d) B4 (Bladder)
Setelah stroke klien mungkin mengalami inkontinensia urine
sementara karena konfusi, ketidakmampuan mengomunikasikan kebutuhan,
dan ketidakmampuan untuk mengendalikan kandung kemih karena kerusakan
kontrol motorik dan postural. Kadang kontrol sfingter urine eksternal hilang
atau berkurang. Selama periode ini, dilakukan kateterisasi intermiten dengan
teknik steril. Inkontinensia urine yang berlanjut menunjukkan kerusakan
neurologis luas.
e) B5 (Bowel)
Didapatkan adanya keluhan kesulitan menelan, nafsu makan menurun,
mual muntah pada fase akut. Mual sampai muntah disebabkan oleh
peningkatan produksi asam lambung sehingga menimbulkan masalah
pemenuhan nutrisi. Pola defekasi biasanya terjadi konstipasi akibat penurunan
peristaltik usus. Adanya inkontinensia alvi yang berlanjut menunjukkan
kerusakan neurologis luas.
f) B6 (Bone)
Stroke adalah penyakit UMN dan mengakibatkan kehilangan kontrol
volunter terhadap gerakan motorik. Oleh karena neuron motor atas
menyilang, gangguan kontrol motor volunter pada salah satu sisi tubuh dapat
menunjukkan kerusakan pada neuron motor atas pada sisi yang berlawanan
dari otak. Disfungsi motorik paling umum adalah hemiplegia (paralisis pada
salah satu sisi) karena lesi pada sisi otak yang berlawanan. Hemiparesis atau
kelemahan salah satu sisi tubuh, adalah tanda yang lain. Pada kulit, jika klien
kekurangan 02 kulit akan tampak pucat dan jika kekurangan cairan maka
turgor kulit akan buruk. Selain itu, perlu juga dikaji tandatanda dekubitus
terutama pada daerah yang menonjol karena klien stroke mengalami masalah
mobilitas fisik. Adanya kesulitan untuk beraktivitas karena kelemahan,
kehilangan sensori atau paralise/ hemiplegi, serta mudah lelah menyebabkan
masalah pada pola aktivitas dan istirahat.
g) Pengkajian Tingkat Kesadaran
Kualitas kesadaran klien merupakan parameter yang paling mendasar
dan parameter yang paling penting yang membutuhkan pengkajian. Tingkat

10
keterjagaan klien dan respons terhadap lingkungan adalah indikator paling
sensitif untuk disfungsi sistem persarafan. Beberapa sistem digunakan untuk
membuat peringkat perubahan dalam kewaspadaan dan keterjagaan.
Pada keadaan lanjut tingkat kesadaran klien stroke biasanya berkisar
pada tingkat letargi, stupor, dan semikomatosa. Jika klien sudah mengalami
koma maka penilaian GCS sangat penting untuk menilai tingkat kesadaran
klien dan bahan evaluasi untuk pemantauan pemberian asuhan.
h) Pengkajian Fungsi Serebral
Pengkajian ini meliputi status mental, fungsi intelektual, kemampuan
bahasa, lobus frontal, dan hemisfer.
i) Status Mental
Observasi penampilan, tingkah laku, nilai gaya bicara, ekspresi wajah,
dan aktivitas motorik klien. Pada klien stroke tahap lanjut biasanya status
mental klien mengalami perubahan.
j) Fungsi Intelektual
Didapatkan penurunan dalam ingatan dan memori, baik jangka pendek
maupun jangka panjang. Penurunan kemampuan berhitung dan kalkulasi.
Pada beberapa kasus klien mengalami brain damage yaitu kesulitan untuk
mengenal persamaan dan perbedaan yang tidak begitu nyata.
k) Kemampuan Bahasa
Penurunan kemampuan bahasa tergantung daerah lesi yang
memengaruhi fungsi dari serebral. Lesi pada daerah hemisfer yang dominan
pada bagian posterior dari girus temporalis superior (area Wernicke)
didapatkan disfasia reseptif, yaitu klien tidak dapat memahami bahasa lisan
atau bahasa tertulis. Sedangkan lesi pada bagian posterior dari girus frontalis
inferior (area Broca) didapatkan disfagia ekspresif, yaitu klien dapat
mengerti, tetapi tidak dapat menjawab dengan tepat dan bicaranya tidak
lancar. Disartria (kesulitan berbicara), ditunjukkan dengan bicara yang sulit
dimengerti yang disebabkan oleh paralisis otot yang bertanggung jawab untuk
menghasilkan bicara. Apraksia (ketidakmampuan untuk melakukan tindakan
yang dipelajari sebelumnya), seperti terlihat ketika klien mengambil sisir dan
berusaha untuk menyisir rambutnya.
8. Pengkajian Saraf Kranial
Menurut [ CITATION Mut08 \l 14345 ] Pemeriksaan ini meliputi pemeriksaan
saraf kranial I-XII.
a) Saraf I: Biasanya pada klien stroke tidak ada kelainan pada fungsi penciuman.
b) Saraf II : Disfungsi persepsi visual karena gangguan jaras sensori primer di
antara mata dan korteks visual. Gangguan hubungan visual-spasial
(mendapatkan hubungan dua atau lebih objek dalam area spasial) sering
terlihat pada Mien dengan hemiplegia kiri. Klien mungkin tidak dapat
memakai pakaian tanpa bantuan karena ketidakmampuan untuk mencocokkan
pakaian ke bagian tubuh.
c) Saraf III, IV, dan VI. Jika akibat stroke mengakibatkan paralisis, pada satu
sisi otot-otot okularis didapatkan penurunan kemampuan gerakan konjugat
unilateral di sisi yang sakit.
d) Saraf V : Pada beberapa keadaan stroke menyebabkan paralisis saraf
trigenimus, penurunan kemampuan koordinasi gerakan mengunyah,
penyimpangan rahang bawah ke sisi ipsilateral, serta kelumpuhan satu sisi
otot pterigoideus internus dan eksternus.

11
e) Saraf VII : Persepsi pengecapan dalam batas normal, wajah asimetris, dan
otot wajah tertarik ke bagian sisi yang sehat.
f) Saraf VIII : Tidak ditemukan adanya tuli konduktif dan tuli persepsi.
g) Saraf IX dan X : Kemampuan menelan kurang baik dan kesulitan membuka
mulut.
h) Saraf XI : Tidak ada atrofi otot sternokleidomastoideus dan trapezius.
i) Saraf XII : Lidah simetris, terdapat deviasi pada satu sisi dan fasikulasi, serta
indra pengecapan normal.
9. Pengkajian Sistem Motorik
Stroke adalah penyakit saraf motorik atas (UMN) dan mengakibatkan
kehilangan kontrol volunter terhadap gerakan motorik. Oleh karena UMN
bersilangan, gangguan kontrol motor volunter pada salah satu sisi tubuh dapat
menunjukkan kerusakan pada UMN di sisi berlawanan dari otak.
a) Inspeksi Umum. Didapatkan hemiplegia (paralisis pada salah satu sisi) karena
lesi pada sisi otak yang berlawanan. Hemiparesis atau kelemahan salah satu
sisi tubuh adalah tanda yang lain.
b) Fasikulasi. Didapatkan pada otot-otot ekstremitas.
c) Tonus Otot. Didapatkan meningkat.

2. Diagnosa
Berdasarkan [CITATION Per17 \l 14345 ], diagnosa yang mungkin muncul pada
pasien stroke antara lain:
1. Risiko Aspirasi
 Definisi
Berisiko mengalami masuknya sekresi gastrointestinal, sekresi orofaring,
benda cair atau padat ke dalam saluran trakeobronkhial akibat disfungsi
mekanisme protektif saluran pernafasan
 Faktor Risiko
1) Penurunan tingkat kesadaran
2) Penurunan reflex muntah dan/atau batuk
3) Gangguan menelan
4) Disfagia
5) Kerusakan mobilitas fisik
6) Peningkatan residu lambung
7) Peningkatakan tekanan intragastrik
8) Penurunan motilitas gastrointestinal
9) Sfingter esofagus bawah inkompeten
10) Perlambatan pengosongan lambung
11) Terpasang selang nasogarik
12) Terpasang trakeostomi atau endotracheal tube
13) Trauma/pembedahan lehe, mulut dan/atau wajah
14) Efek agen farmakologis
15) Ketidakmatangan koordinasi mengisap, menelan dan bernafas
2. Risiko Perfusi Serebral Tidak Efektif
 Definisi
Berisiko mengalami penurunan sirkulasi darah ke otak
 Faktor Risiko
1) Keabnormalan masa prothrombin dan/atau masa troboplastin parsial
2) Penurunan kinerja ventrikel kiri
3) Aterosklerosis aorta

12
4) Diseksi arteri
5) Fiblirasi atrium
6) Tumor otak
7) Stenosis karotis
8) Miksoma atrium
9) Aneurisma serebri
10) Koagulopati
11) Dilatasi kardiomiopati
12) Koagulasi intravaskuler diseminata
13) Embolisme
14) Cedera kepala
15) Hiperkolesteronemia
16) Hipertensi
17) Endocarditis infektif
18) Katup prostetik mekanis
19) Stenosis mitral
20) Neoplasma otak
21) Infark miokard akut
22) Sindrom sick sinus
23) Penyalahgunaan zat
24) Terapi tombolitik
25) Efek samping tindakan (mis. tindakan operasi bypass)
3. Risiko Defisit Nutrisi
 Definisi
Berisiko mengalami asupan nutrisi tidak cukup untuk memenuhi
kebutuhan metabolisme
 Faktor Risiko
1) Ketidakmampuan menelan makanan
2) Ketidakmampuan mencerna makanan
3) Ketidakmampuan mengabsorbsi nitrien
4) Peningkatakan kebutuhan metabolisme
5) Faktor ekonomi (mis.finansial tidak mencukupi)
6) Faktor psikologi (mis.stres, keengganan untuk makan)
4. Gangguan Mobilitas Fisik
 Defisini
Keterbatasan dalam gerakan fisik dari satu atau lebih ekstremitas secara
mandiri
 Penyebab
1) Kerusakan integritas struktur tulang
2) Perubahan metabolisme
3) Ketidakbugaran fisik
4) Penurunan kendali otot
5) Penurunan massa otot
6) Penurunan kekuatan otot
7) Keterlambatan perkembangan
8) Kekakuan sendi
9) Kontraktur
10) Malnutrisi
11) Gangguan musculoskeletal
12) Gangguan neuromuscular

13
13) Indeks massa tubuh diatas persentil ke-75 sesuai usia
14) Efek agen farmakologis
15) Program pembatasan gerak
16) Nyeri
17) Kurang terpapar informasi tentang aktivitas fisik
18) Kecemasan
19) Gangguan kognitif
20) Keengganan melakukan pergerakan
21) Gangguan sensoripersepsi

 Gejala dan Tanda Mayor


Subjektif
1) Mengeluh sulit menggerakan ekstremitas

Objektif
1) Kekuatan otot menurun
2) Rentang gerak (ROM) menurun

 Gejala dan Tanda Minor


Subjektif
1) Nyeri saat bergerak
2) Enggan melakukan pergerakan
3) Merasa cemas saat bergerak

Objektif
1) Sendi kaku
2) Gerakan tidak terkoordinasi
3) Gerakan terbatas
4) Fisik lemah
5. Gangguan Integritas Kulit
 Definisi
Kerusakan kulit (dermis dan/atau epidermis) atau jaringan (membrane
mukosa, kornea, fasia, otot, tendon, tulang, kartilago, kapsul sendi
dan/atau ligament).
 Penyebab
1) Perubahan sirkulasi
2) Perubahan status nutrisi (kelebihan atau kekurangan)
3) Kekurangan/kelebihan volume cairan
4) Penurunan mobilitas
5) Bahan kimia iritatif
6) Suhu lingkungan yang ekstrem
7) Faktor mekanis (mis. penekanan pada tonjolan tulang, gesekan) atau
faktor elektris (elektrodiatermi, energy listrik bertegangan tinggi)
8) Efek saping terapi radiasi
9) Kelembaban
10) Proses penuaan
11) Neuropati perifer
12) Perubahan pigmentasi
13) Perubahan hormonal

14
14) Kurang terpapar informasi tentang upaya
mempertahankan/melindungi integritas jaringan

 Gejala dan Tanda Mayor


Subjektif
(tidak tersedia)
Objektif
1) Kerusakan jaringan dan/atau lapisan kulit
 Gejala dan Tanda Minor
Subjektif
(tidak tersedia)

Objektif
1) Nyeri
2) Perdarahan
3) Kemerahan
4) Hematoma
6. Defisit Perawatan Diri
 Definisi
Tidak mampu melakukan atau menyelesaikan aktivitas perawatan diri
 Penyebab
1) Gangguan musculoskeletal
2) Gangguan neuromuskuler
3) Kelemahan
4) Gangguan psikologis dan/atau psikotik
5) Penurunan motivasi/minat
 Gejala dan Tanda Mayor
Subjektif
1) Menolak melakukan perawatan diri

Objektif
1) Tidak mampu mandi/mengenakan pakaian/makan/ ke toilet/berhias
secara mandiri
2) Minat melakukan perawatan diri kurang
 Gejala dan Tanda Minor
Subjektif
(tidak tersedia)
Objektif
(tidak tersedia)

7. Gangguan Komunikasi Verbal


 Definisi
Penurunan, perlambatan, atau ketiadaan kemampuan untuk menerima,
memproses, mengirim, dan/atau menggunakan system simbol
 Penyebab
1) Penurunan sirkulasi serebral
2) Gangguan neuromuscular
3) Gangguan pendengaran
4) Gangguan musculoskeletal
15
5) Kelainan palatum
6) Hambatan fisik (mis. terpasang trakheostomi, intubasi,
krikotiroidektomi)
7) Hambatan individu (mis. ketakutan, kecemasa, merasa malu,
emosional, kurang privasi)
8) Hambatan psikologis (mis. gangguan psikotik, gangguan konsep diri,
harga diri rendah, gangguan emosi)
9) Hambatan lingkungan (mis. ketidakcukupan informasi, ketiadaan
orang terdekat, ketidaksesuaian budaya, bahasa asing)
 Gejala dan Tanda Mayor
Subjektif
(tidak tersedia)

Objektif
1) Tidak mempu berbicara atau mendengar
2) Menunjukkan respon tidak sesuai
 Gejala dan Tanda Minor
Subjektif
(tidak tersedia)

Objektif
1) Afasia
2) Disfasia
3) Apraksia
4) Disleksia
5) Disartria
6) Afonia
7) Dislalia
8) Pelo
9) Gagap
10) Tidak ada kontak mata
11) Sulit memahami komunikasi
12) Sulit mempertahankan komunikasi
13) Sulit menggunakan ekspresi wajah atau tubuh
14) Tidak mampu menggunakan ekspresi wajah atau tubuh
15) Sulit menyusun kalimat
16) Verbalisasi tidak tepat
17) Sulit mengungkapkan kata-kata
18) Disorientasi orang, ruang, waktu
19) Deficit penglihatan
20) Delusi

16
3. Intervensi
Berdasarkan [CITATION PPN18 \l 14345 ]
1. Risiko Aspirasi
Luaran : setelah dilakukan intervensi selama 1x24 jam maka tingkat aspirasi
menurun dengan kriteria hasil tingkat kesadaran meningkat, kemampuan menelan
meningkat, kelemahan otot menurun, frekuensi napas membaik
Intervensi : Pencegahan Aspirasi
 Definisi
Mengidentifikasi dan mengurangi risiko masuknya partikel
makanan/cairan ke dalam paru-paru

 Tindakan
Observasi

1) Monitor tingkat kesadaran, batuk, muntah dan kemampuan menelan


2) Monitor status pernapasan
3) Monitor bunyi napas, terutama setelah makan/minum
4) Periksa residu gaster sebelum memberi asupan oral
5) Periksa kepatenan selang nasogastric sebelum memberi asupan oral

Terapeutik

1) Posisikan semi Fowler (30 - 45 derajat) 30 menit sebelum memberi


asupan oral
2) Pertahankan posisi semi Fowler (30 – 45 derajat) pada pasien tidak
sadar
3) Pertahankan kepatenan jalan napas (mis. teknik head tilt, chin lift, jaw
thrust, in line)
4) Pertahankan pengembangan balon endotracheal tube (ETT)
5) Lakukan pengisapan jalan napas, jika produksi secret meningkat
6) Sediakan suction di ruangan
7) Hindari memberi makan melalui selang gastrointestinal, jika residu
banyak
8) Berikan makanan dengan ukuran kecil atau lunak
9) Berikan obat oral dalam bentuk cair

Edukasi

1) Anjurkan makan secara perlahan


2) Anjurkan stategi mencegah aspirasi
3) Ajarkan teknik mengunyak atau menelan, jika perlu

2. Risiko Perfusi Serebral tidak Efektif


Luaran : setelah dilakukan intervensi selama 1x24 maka perfusi serebral
meningkat dengan kriteria hasil tingkat kesadaran meningkat, sakit kepala
menurun, tekanan darah sistolik membaik, tekanan darah diastolic membaik.

Intervensi : Manajemen Peningkatan Tekanan Intrakranial


 Definisi

17
Mengidentifikasi dan mengelola peningkatan tekanan dalam rongga
kranial
 Tindakan
Observasi

1) Identifikasi penyebab peningkatan TIK (mis. lesi, gangguan


metabolisme, edema serabral)
2) Monitor tanda/gejala peningkatan TIK (mis. tekanan darah meningkat,
tekanan nadi melebar, bradikardia, pola napas ireguler, kesadaran
menurun)
3) Monitor MAP (Mean Arterial Pressure)
4) Monitor CVP (Central Venous Pressure) jika perlu
5) Monitor PAWP, jika perlu
6) Monitor PAP, jika perlu
7) Monitor ICP (Intra Cranial Pressure), jika tersedia
8) Monitor CPP (Cerebral Perfusion Pressure)
9) Monitor gelombang ICP
10) Monitor status pernapasan
11) Monitor intak dan output cairan
12) Monitor cairan serebro-spinalis (mis. warna, konsistensi)

Terapeutik

1) Minimalkan stimulus dengan menyediakan lingkungan yang tenang


2) Berikan posisi semi Fowler
3) Hindari manuver Valsava
4) Cegah terjadinya kejang
5) Hindari penggunaan PEEP
6) Hindari pemberian cairan IV hipotonik
7) Atur ventilator agar PaCO2 optimal
8) Pertahankan suhu tubuh normal

Kolaborasi

1) Kolaborasi pemberian sedasi dan anti konvulsan


2) Kolaborasi pemberian diuretic osmosis, jika perlu
3) Kolaborasi pemberian pelunak tinja, jika perlu

3. Risiko Defisit Nutrisi


Luaran : Setelah dilakukan intervensi keperawatan selama 1x24 jam maka status
menelan membaik dengan kriteria hasil Usaha menelan meningkat Penerimaan
makanan membaik.

Intervensi : Manajemen Nutrisi

 Definisi
Mengidentifikasi dan mengelola asupan nutrisi yang seimbang
 Tindakan
Observasi

18
1) Identifikasi status nutrisi
2) Identifikasi alergi dan intoleransi makanan
3) Identifikasi makanan yang disukai
4) Identifikasi kebutuhan kalori dan jenus nutrient
5) Identifikasi perlunya penggunaan selang nasogastric
6) Monitor asupan makanan
7) Monitor berat badan
8) Monitor hasil pemeriksaan laboratorium

Terapeutik

1) Lakukan oral hygiene sebelum makan, jika perlu


2) Fasilitasi menentukan pedoman diet (mis piramida makanan)
3) Sajikan makanan secara menarik dan suhu yang sesuai
4) Berikan makanan tinggi serat untuk mencegah konstipasi
5) Berikan makanan tinggi kalori dan tinggi protein
6) Berikan suplemen makanan, jika perlu
7) Hentikan pemberian makan melalui selang nasgastrik jika asupan oral
dapat ditoleransi

Edukasi

1) Anjurkan posisi duduk, jika mampu


2) Ajarkan diet yang diprogramkan

Kolaborasi

1) Kolaborasi pemberian medikasi sebelum makan (mis. Pereda nyeri,


antiemetic) jika perlu
2) Kolaborasi dengan ahli gizi untuk menentukan julah kalori dan jnis
nutrient yang dibutuhkan, jika perlu

4. Gangguan Mobilitas Fisik


Luaran : Setelah dilakukan intervensi keperawatan selama 7 hari maka mobilitas
fisik meningkat dengan kriteria hasil Kekuatan otot meningkat, Rentang gerak
meningkat, Gerakan terbatas menurun, Kelemahan fisik menurun.

Intervensi : Dukungan Mobilisasi


 Definisi
Memfasilitasi pasien untuk meningkatkan aktivitas pergerakan fisik
 Tindakan
Observasi

1) Identifikasi adanya nyeri atau keluhan fisik lainnya


2) Identifikasi toleransi fisik melakukan pergerakan
3) Monitor frekuensi jantuh dan tekanan darah sebelum memulai
mobilisasi
4) Monitor kondisi umum selama melakukan mobilisasi

19
Terapeutik

1) Fasilitasi aktivitas mobilisasi dengan alat bantu (mis. pagar tempat


tidur)
2) Fasilitasi melakukan pergerakan, jika perlu
3) Libatkan keluarga untuk membantu pasien dalam meningkatkan
pergerakan

Edukasi

1) Jelaskan tujuan dan prosedur mobilisasi


2) Anjurkan melakukan mobilisasi dini
3) Ajarkan mobilisasi sederhana yang harus dilakukan (mis. duduk di
tempat tidur, duduk di sisi tempat tidur, pindah dari tempat tidur ke
kursi)

5. Gangguan Integritas Kulit


Luaran : setelah dilakukan intervensi keperawatan selama 1x24 jam maka
integritas kulit dan jaringan meningkat dengan kriteria hasil perfusi jaringan
meningkat, kerusaka jaringan menurun, kerusakan lapisan kulit menurun, suhu
kulit membaik.

Intervensi : Perawatan Integritas Kulit


 Definisi
Mengidentifikasi dan merawat kulit untuk menjaga keutuhan, kelembaban
dan mencegah perkembangan mikroorganisme
 Tindakan
Observasi

1) Identifikasi penyebab gangguan integritas kulit (mis. perubahan


sirkulasi, perubahan status nutris, penurunan kelembaban, suhu
lingkungan ekstrem, penurunan mobilitas)

Terapeutik

1) Ubah posisi tiap 2 jam jika tirah baring


2) Lakukan pemijatan pada area penonjolan tulang, jika perlu
3) Bersihkan perineal dengan air hangat, terutama selama periode diare
4) Gunakan produk berbahan petroleum atau minyak pada kulit kering
5) Gunakan produk berbahan ringan/alami dan hipoalergik pada kulit
sensitive
6) Hindari produk berbahan dasar alcohol pada kulit kering

Edukasi

1) Anjurkan menggunakan pelembab (mis. lotion, serum)


2) Anjurkan minum air yang cukup
3) Anjurkan meningkatkan asupan nutrisi
4) Anjurkan meningkatkan asupan buah dan sayur

20
5) Anjurkan menghindari terpapar suhu ekstrem
6) Anjurkan menggunakan tabir surya SPF minimal 30 saat berada di
luar rumah
7) Anjurkan mandi dan menggunakan sabun secukupnya

6. Defisit Perawatan Diri


Luaran : setelah dilakukan intervensi keperawatan selama 1x24 jam maka
perawatan diri meningkat dengan kriteria hasil kemampuan mandi meningkat,
kemampuan mengenakan pakaian meningkat, kemampuan makan meningkat.

Intervensi : Dukungan Perawatan Diri


 Definisi
Memfasilitasi pemenuhan kebutuhan perawatan diri
 Tindakan
Observasi

1) Identifikasi kebiasaan aktivitas perawatan driri sesuai usia


2) Monitor tingkat kemandirian
3) Identifikasi kebutuhan alat bantu kebersihan diri, berpakaian, berhias,
dan makan

Terapeutik

1) Sediakan lingkungan yang terapeutik (mis. suasana hangat, rileks,


privasi)
2) Siapkan keperluan pribadi (mis. parfum, sikat gigi, dan sabun mandi)
3) Dampingi dalam melakukan perawatan diri sampai mandiri
4) Fasilitasi untuk menerima keadaan ketergantungan
5) Fasilitasi kemandirian, bantu jika tidak mampu melakukan perawtan
diri
6) Jadwalkan rutinitas perawatan diri

Edukasi

1) Anjurkan melakukan perawatan diri secara konsisten sesuai


kemampuan
7. Gangguan Komunikasi Verbal
Luaran : setelah dilakukan intervensi keperawatan selama 7 hari maka
komunikasi verbal meningkat dengan kriteria hasil kemampuan berbicara
meningkat, afasia menurun, pelo menurun.

Intervensi : Promosi Komunikasi : Defisit Bicara


 Definisi
Menggunakan teknik komunikasi tambahan pada individu dengan
gangguan bicara
 Tindakan
Observasi

1) Monitor kecepatan, tekanan, kuantitas, volume dan diksi bicara

21
2) Monitor proses kognitif, anatomis, dan fisiologis yang berkaitan
dengan bicara (mis. memori, pendengaran dan bahasa)
3) Monitor frustasi, marah, depresi atau hal lain yang mengganggu bicara
4) Identifikasi perilaku emosional dan fisik sebagai bentuk komunikasi

Terapeutik

1) Gunakan metode komunikasi alternative (mis. menulis, mata berkedip,


papan komunikasi dengan gambar dan huruf, isyarat tangan dan
computer)
2) Sesuaikan gaya komunikasi dengan kebtuhan (mis. berdiri di depan
pasien, dengarkan dengan seksama, tunjukkan satu gagasan atau
pemikiran sekaligus, bicaralah dengan perlahan sambil menghindari
teriakan, gunakan komunikasi tertulis, atau meminta bantuan keluarga
untuk memahami ucapan pasien)
3) Modifikasi bantuan untuk meminimalkan bantuan
4) Ulangi apa yang disampaikan pasien
5) Gunakan juri bicara, jika perlu

Edukasi

1) Anjurkan berbicara perlahan


2) Ajarkan pasien dan keluarga proses kognitif, anatomis dan fisiologis
yang berhubungan dengan kemampuan berbicara

Kolaborasi

1) Rujuk ke ahli patologi bicara atau terapis

22
BAB III
PEMBAHASAN
A. Kasus
Seorang laki-laki berusia 60 tahun, masuk rumah sakit dengan penurunan kesadaran
dan dirawat diruang interna. Diawali dengan perasaan lemas saat bangun tidur disertai
nyeri kepala berat, kelemahan anggota gerak kiri sejak 2 hari sebelum masuk rumah
sakit, bicara pelo, dan memberat 1 hari sebelum masuk rumah sakit. Setelah menjalani
perawatan selama 4 hari, pasien sesak disertai purulent sputum, lendir (++), refleks
batuk menurun. Tekanan darah 200/100 mmHg, frekuensi nadi 96 x/menit, suhu
37.3⁰C, frekuensi napas 32 x/menit.

23
B. Mind Map

24
C. Asuhan Keperawatan
1. FORMAT PENGKAJIAN

PENGKAJIAN AWAL
REKAMAN ASUHAN KEPERAWATAN UMUM
KEPERAWATAN DIRUANG RAWAT INAP
MEDIKAL BEDAH
A. IDENTITAS
Nama : Tn. A Ruang Rawat : ar-rahman
No. Rekam Medik : 01443
Umur : 60 Tahun Tgl/Jama Masuk : 21 september
2020/15.00
Pendidikan :- Tgl/Jam Pengambilan Data : 21 september
2020/15.30
Pekerjaan : Buruh Diagnosa Masuk : stroke

Suku : Bugis Cara masuk : ( )Berjalan ( ) Kursi Roda (√)


Brankar
Agama : Islam
Kiriman dari Poliklinik : -
Status perkawinan : Menikah Pindahan Dari : -
Perawat/Tim Yang Bertanggung Jawab : -
Alamat : Makassar

Sumber Informasi : Klien

B. RIWAYAT KESEHATAN
Keluahan : penurunan kesadaran
Utama

Keluhan : keluarga pasien mengatakan pasien merasa lemas saat bangun tidur
saat ini disertai nyeri kepala berat, pasien juga mengalami kelemahan anggota
gerak kiri sejak 2 hari sebelum masuk rumah sakit,bicara pelo dan
memberat 1 hari sebelum masuk rumah sakit.
(√) Tidak pernah opname ( ) Pernah Opname dengan sakit :
……………………… Di RS :……………………………………
Pernah Mendapat Pengobatan : (√) Tidak ( ) Ya : Yaitu :
…………………………………………………………………..
BB Sebelum Sakit : 54 Kg Pernah Operasi : (√) Tidak ( ) Pasca
Operasi Hari Ke : ……...................................
C. KEADAAN UMUM
Kesadaran : ( ) CM (√) Somnolen ( ) Apatis ( ) Soporos Koma
( ) Koma
GCS : ......... E3 V3 M2
Pasien Mengerti Tentang Penyakitnya : ( ) Tidak (√) Ya Pasca
Operawsi : …………………………………………..
D. KEBUTUHAN DASAR
RASA NYAMAN NYERI
0
- Suhu : 37,3 C ( ) Gelisah (√) Nyeri ( ) Skala Nyari :

25
…………………………………………...................................
- Gambaran nyeri :
P: Nyeri terasa saat bangun tidur
Q: nyeri seperti tertusuk-tusuk
R: kepala
S: Skala 7
T: hilang timbul
- Lokasi Nyeri : kepala
- Frekuwensi : hilang timbul Durasi : -
- Rsepon Emosional : klien tampak meringis
- Penyempintan Fokus : …………………………………..
- Cara Pengatasi Nyeri : baring
- Lain-lain :
Masalah Keperawatan :
Nyeri akut
NUTRISI KEBERSIHAN PERORANGAN
- TB : 170 Cm - Kebiasaan mandi : 2X/hari
- BB : 50 kg - Cuci rambut : 2X/hari
- IMT : - Kebiasaan gosok gigi : 1X/hari
- Kebiasaan makan : 3X/hari - Kebersihan badan : (√) Bersih ( ) Kotor
- Keluhan saat ini : - Keadaan rambut : (√) Bersih ( ) Kotor
(√) Tidak Nafsu makan ( - Keadaan kulit kepala : (√) Bersih ( ) Kotor
) Mual ( ) Muntah - Keadaan kuku : (√) Pendek ( ) panjang ( )
(√) Sukar/Sakit Menelan ( Bersih ( )Kotor
) Sakit gigi ( ) Stomatitis - Keadaan vulva/perineal : (√) Bersih ( )
( ) Nyeri ulu hati/salah cernah,
Kotor
yang berhubungan dengan
- Keluhan saat ini: ( ) eritema ( ) gatal-gatal
…………………………………
…………………………. ( ) luka
- Di sembuhkan dengan : - - Integritas kulit : ( ) Jaringan parut ( )
Kemerahan ( ) Laserasi ( ) userasi ( )
- Pembesaran tiroid : tidak ada
Ekimosis ( ) lepuh ( ) Drainase
- Hernia/Massa : tidak ada
- Luka Bakar : (Derajat/Persen)
- Holitosis : tidak Kondisi ………………………………….
gigi/gusi : baik - Tandai lokasi luka bakar dengan menggambar
- Penampilan lidah : baik Bising bentuk depan dan belakan tubuh
Usus … ..X/menit
( ) Makan per
NGT/parienteral/Infus - Keadaan luka : ( ) Bersih ( ) Kotor
(dimulai tgl :
- Lain-lain :
……………..Jenis cairan
……………………... ………………………………………….
Dipasang di : …………
……………….
- Porsi makan yang di habiskan : ¼
piring
- Makanan yang di sukai
Nasi goreng

26
- Diet :
……………………………………
…………………..
- Lain-
lain………………………………
…………. ………….
Masalah keperawatan : Masalah Keperawatan
Risiko Defisit nutrisi ..................................................................
..............................................................................
...........
CAIRAN AKTIVITAS & LATIHAN
- Kebisaan minum : 1500CC/hari . - Aktivitas waktu luang : baring
Jenis : air mineral Aktivitas/Hobby :
- Turgor kulit : ( ) Kering ( ) ………………………………………………
Tidak elastic - Kesulitan bergerak : ( ) Tidak (√) Ya
- Punggung kuku : baik Warna : - Kekuatan otot : lemah
normal - Tonus otot : lemah
Pengisian kapiler : - Postur : ………………….Tremor
…………………………………… ……………………………
………. Rentang gerak : kurang
- Mata cekung : ( ) Tidak (√) Ya : - Keluahan saat ini : gerakan terbatas : ( ) Tidak
Ka/Ki (√)Ya
- Konjungtiva : anemis Sklera : ( )Nyeri Otot ( ) Kaku otot (√)
…………………………… Lemah Otot
- Edema : (√) Tidak ( ) Ya : Ka/Ki ( ) Nyeri sendi ( ) bengkak sendi ( )
- Distensi vena jugularis : Inkooardinasi
…………………………………… ( ) Parise/paralise : dibagian :
…. ………………………………...
- Asites : (√) Tidak ( ) Ya ( ) Kelelahan ( ) Amputasi ( )
Spider Neavi : (√) Tidak Deformitas
( ) Ya Kelainan bentuk ekstremitas
Minum per NGT : (√) ………………………………….
Tidak ( ) Ya :…….CC/hari. - Penggunaan alat bantu : gips / Traksi / Kruk
Terpasang dekopresi (tongkat)
(NGT):(√) Tidak ( ) Ya : …… (tanggal : ……………… Di :
CC/hari …………………………………..
Dimulai tgl : ………Jenis - Pelaksanaan aktivitas : ( ) Mandiri √) Parsial
Cairan………Dipasang di :……… ( ) Total
- Terpasang infuse : ( ) Tidak (√) - Jenis aktifitas yang perlu dibantu: makan, ke
Ya 20tts/menit toilet, berpakaian
- Lain-lain : - Lain-lain :
…………………………………… …………………………………………………
………………. …….
Masalah Keperawatan Masalah Keperawatan.
.......................................... Gangguan mobilitas fisik
.....................................
ELIMINASI OKSIGENASI

27
- Kebisaan BAB : 1X/hari BAK : 3 - Nadi : 96X/menit
X/hari - Pernafasan : 32X/menit
- Menggunakan laksan : (√) tidak ( ) - TD : 200/100 mmHg
ya. - Bunyi Nafas : …………………………
Jenis - Respirasi : (√)TAK ( )Dispnea ( )Ronchi
……………………………………
( )stridor
…………
( )Wheezing ( ) Batuk ( )hemoptisis
- Menggunakan diuretic : (√) tidak ( (√)Sputum
) ya. ( ) Pernafasan Cuping hidung ( )
Jenis : Penggunaan otot-otor pernapasan ……………
…………………………………… - Kedalaman : ………………
……….
- Fremitus : …………………..
- Keluahan BAK Saai ini :
- Sputum : (√) kental ( )encer ( )merah ( )putih
( ) Retensi urin ( )
inkontinensia urin - ( ) hijau
( ) disuria (√)kuning
( ) poliuri ( ) Urgensi - Sirkulasi oksigenasi : ( )TAK ( )Pusing
( ) Nocturia ( )Sianosis
- Peristaltik usus : ( ) kembung ( ) akral dinggin ( ) clubbing finger
( ) tidak ada peristaltic ( ) - Dada : ( ) TAK ( ) retraksi dada ( ) nyeri dada
Hiperperistaltik ( )berdebar-debar( )defisiensi trackhea
- Abdomen : Nyri Tekan : ( )bunyi jantung Normal (frekwensi :
…………………………. …… )
Lunak/keras ( )Mur-mur ( ) gallop
…………………………………… - WSD ( Tanggal : …… .di ………Keadaan :
… …………….)
Massa :…… Ukuran/lingkar - Oksigenasi (tanggal ………..Canula/Sungkup :
Abdomen :…………. …………Ltr/m
- Terpasang kateter urine : (√) Tidak - Riwayat penyakit : ( )bronchitis ( )Asma
( ) ya ( )Tuberkulosis ( )Empisema ( )
(dimuai tgl :……….. di pneumonia kambuhan: ……
…………………………. ( ) pemanjanan terhadap udara
- Pengguna alcohol : ……… berbahaya :…………………
Jumlah/frekwensi :……. ( ) Perokok Pak/hari : pak/hari
- Lain-lain : Lamanya : …………………
…………………………………… ( ) hipertensi ( ) demam rematik ( )
……… flebitis
( )kesemutan
( ) kebas
- Lain-lain………………………………………
Masalah keperawatan Masalah keperawatan :
............................................. Bersihan jalan napas tidak efektif
..................................
TIDUR DAN ISTIRAHAT PENCEGAHAN TERHADAP BAHAYA
- Kebiasaan tidur : (√) Malam - Refleksi : ( ) tidak (√) kelumpuhan
( ) Siang - Penglihatan : ( ) tidak (√) masalah
- Lama Tidur : Malam: 5 Jam Siang …………………….....
1 jam - Pendengaran: ( ) tidak (√) masalah

28
- Kebiasaan tidur : kurang ………………………...
- Kebiasaan tidur dipengaruhi oleh - Penciuman : (√) tidak ( ) masalah
faktor : sesak napas dan reflex ………………………......
batuk menurun - Perabaan : (√) tidak ( ) masalah
- Cara mengatasi: ……………………….......
………………………………. - Lain-lain
- Lain- ………………………………………………
lain……………………………… ………
…………… - Jelaskan secara rinci berdasarkan
pemeriksaan nervus
Masalah Keparawatan : Masalah Keperawatan :

NEOROSENSORIS KEAMANAN
- Rasa Ingin Pingsan/Pusing : ( ) Alergi/sensitivitas : tidak
Tidak Perubahan system imun sebelumnya:
(√) Ya tidak ada penyebab:
- Stroke (gejala sisa) : iya Riwayat penyakit hubungan seksual
- Kejang : (√) Tidak ( ) Ya (tanggal/tipe) : tidak ada
Perilaku resiko tinggi :
Tipe :
………………periksa :…………………
…………………………..
Transfuse darah/jumlah :
Aura : ………………..
……………..kapan:………………….
Frekuensi :
Gambaran reaksi :
………………………….
………………………………………………
Status postika : ………
..
Cara Mengontrol :
Riwayat cidera kecelakaan :
…………………
……………………………………..
Status Mental :
Fraktur/dislokasi :
terorientasi/Disorientasi :
………………………………………………
waktu…………
..
Tempat :
Arthritis/sendi tak stabil :
……………………. Orang :
……………………………………….
………………………
Masalah punggung :
Kesadaran : ( ) mengantuk
……………………………………………..
( ) letargi (√) stupor
Perubahan pada tahi lalat :
( ) koma ( ) kooperatif (
………………………………………
) menyerang ( ) delusi
Pembesaran nodus :
( ) halusinasi
……………………………………………..
afek (gambarkan) :
Kekuatan umum :
…………………………
………………………………………………
- Memori :………..yang lalu :
..
……………………. Cara berjalan : normal
- Kaca mata: ……………….. kontak Rom : -
lensa : …………………. ………………………………………………
- Alat bantu dengar : (√) tidak ( ) ya ……………
di………………………. Hasil kultur, pemeriksaan sistem
- Ukuran/reaksi pupil : ka/ki : imun : -
………………………..............
- Facial drop : (√) tidak ( ) kaku

29
kuduk (√) tidak
- ( ) ya
- Genggaman tangan/lepas : ka/ki
:normal.postur : normal
- Koordinasi : ………… reflex
patella ka/ki : ……………….
- Reflex tendon dalam bisep/trisep:
normal
- Kernig sign : (√)Tidak ( ) Ya
- Babinsky : (√)tidak ( ) ya
- Chaddock : (√) tidak ( ) ya
- Brudinsky : (√) tidak ( ) ya
Masalah Keperawatan : Masalah Keperawatan :

SEKSUALITAS
- Aktif melakukan hubungan Pria
seksual : (√) tidak - Rabes Penis : …………….gannguan Prostat :
( ) ya …………….…
- Penggunaan kondom - Sirkumsisi : ( √ ) tida ( ) ya _ Vasektomi :
- Masalah-masalah/kesulitan seksual ( √ ) Tidak ( ) Ya
- Perubahan terakhir - Melakukan pemeriksaan sendiri:
dalam frekuensi /minat. ……………………………..
Wanita - Payudara/testis :
- Usia menarke : ……. Thn, lamanya ………………………………………………
siklus : …..hari - Prostoskopi/pemeriksaan Prostat terakhir :
- Durasi : ………… …………………
- Periode menstruasi terakhir : …… Tanda ( Obyektif)
menopause: ….. Pemeriksaan ;
- Rabas vagina :……. ……………….payudara/Penis/Testis :
- Perdarahan antar periode :…… …………
Kulit genetalia/Lest :
……………………………………………
Masalah Keperawatan :

KESEIMBANGAN & PENINGKATAN HUBUNGAN RESIKO SERTA


INTERAKSI SOSIAL
- Lama perkawinan : …...tahun, -Sosiologis : ( ) tidak ( ) menarik diri
hidup dengan :…………….. ( ) komunikasi lancer (√) komunikasi
- Masalah-masalah kesahatan/stress : tidak lancer
…………………………... ( ) afasia ( ) isolasi diri ( ) amuk
- Cara mengatasi stress : -Perubahan bicara : penggunaan alat bantu
…………………………………… komunikasi
…... -Adanya laringektomi :
- Orang Pendukung Lain : ……………………………………….
……………………………………. -Komunikasi verbal/nonverbal dengan
. keluarga/orang terdekat lain :

30
- Peran Dalam Struktur Keluarga : …………………………………………………
……………………………. -Spiritual : ( ) tak ( ) dibantu dalam
- Masalah-masalah Yang beribadah
berhubungan Dengan ( ) spiritual distress
Penyakit/Kondisi : -Kegiatan keagamaan :
…………………………………… ………………………………………….
……… -Gaya hidup :
- Prikologis : ( ) Tak ( ) gelisah …………………………………………………
( ) Takut …
( )Sedih( )Rendah diri ( ) -Perubahan terakhir :
Hiperaktif ( )acu tak acuh ………………………………………….
( )marah ( )Mudah -Lain-lain :
Tersinggung ………………………………………................
( ) merasa Kurang sempurna .....
( ) Eurofik
( ) tidak Sabar
- Keputusan asaan : ………Ketidak
berdayaan :……………...
- Lain-lain :
……………………………………
………………...
Masalah keperawatan :

E. PENYULUHAN DAN PEMBELAJARAN


1. Bahasa dominan (khusus) :
Ô Buta huruf : Ô Ketidakmampuan
belajar khusus :
Ô Keterbatasan kognitif
2. Informasi yang telah disampaikan :
Ô pengaturan jam besuk Ô hak dan kewajiban klien
Ô tim / petugas yang merawat
Ô lain-lain :
3. Masalah yang telah dijelaskan :
Ô perawatan diri dirumah sakit Ô obat-obatan yang diberikan
Ô lain-lain :
Obat yang diresepkan (lingkari dosis yang terakhir) :
Obat Dosis Waktu Rute Tujuan
pemberian

Riwayat pengobatan, obat tanpa resep / obat-obatan bebas :


Obat-obatan jalanan / jamu :
Pemeriksaan fisik lengkap terakhir :
4. Factor resiko keluarga (tandai hubungan) :

31
Ô diabetes mellitus Ô tuberculosis Ô penyakit jantung
Ô stroke Ô TD tinggi Ô epilepsy
Ô penyakit ginjal Ô kanker Ô penyakit jiwa
Ô lain-lain

F. DATA GENOGRAM

? ?

Keterangan:

: Laki-laki : Klien

: Perempuan ? : Umur tidak diketahui

X :Meninggal : Garis perkawinan

:Garis keturunan ----- : Garis serumah

Keterangan :

G1 : Kakek dan nenek dari ayah dan ibu klien telah meninggal dunia karna sebab

yang tidak diketahui

G2 : Ibu klien anak ke-4 dari 4 bersaudara, ibu klien dan 2 saudara ibu klien telah

meninggal dunia dan tidak ada riwayat penyakit menular

Ayah klien anak ke-2 dari 4 bersaudara , 2 saudara ayah klien tekah meninggal

dunia dan ayah klien memiliki riwayat stroke sebelumnya


G3 : klien adalah anak pertama dari 4 bersaudara

G. DATA PEMERIKSAAN PENUNJANG (diagnostic & laboratorium)


Lampirkan tanggal pemeriksaan

32
H. PATOFISIOLOGI & PENYIMPANGAN KDM

33
FORMAT KLASIFIKASI DATA

Data Subjektif Data Objektif


1. keluarga pasien mengatakan pasien 1. Kesulitan bergerak : ( )
Tidak (√) Ya
merasa lemas saat bangun tidur disertai
2. Kekuatan otot : lemah
nyeri kepala berat, 3. Tonus otot : lemah
4. Rentang gerak : kurang
2. pasien juga mengalami kelemahan 5. (√) Lemah Otot
6. Pelaksanaan aktivitas : (√)
anggota gerak kiri sejak 2 hari sebelum Parsial
masuk rumah sakit, 7. Jenis aktifitas yang perlu
dibantu: makan, ke toilet,
berpakaian
3. bicara pelo dan memberat 1 hari sebelum
8. Pernafasan : 32X/menit
masuk rumah sakit. 9. TD : 200/100 mmHg
10. Respirasi : (√)TAK
4. Keluahan saat ini : gerakan terbatas : (√)Sputum
(√)Ya 11. Sputum : (√) kental
5. P: Nyeri terasa saat bangun tidur (√)kuning
Q: nyeri seperti tertusuk-tusuk 12. Kesadaran : (√) Somnolen
R: kepala 13. Rsepon Emosional : klien
S: Skala 7 tampak meringis
T: hilang timbul

6. Keluhan saat ini : (√) Tidak Nafsu


makan (√) Sukar/Sakit Menelan
7. Porsi makan yang di habiskan : ¼ piring
8. Aktivitas waktu luang : baring

34
KATEGORISASI DATA
DATA SUBJEKTIF DAN
KATEGORI DAN SUB KATEGORI
OBJEKTIF
- Pernafasan : 32X/menit
RESPIRASI
SIRKULASI - TD : 200/100 mmHg
- Keluhan saat ini : (√)
Tidak Nafsu makan (√)
Sukar/Sakit Menelan
- Porsi makan yang di
NUTRISI DAN CAIRAN
habiskan : ¼ piring
- Sputum : (√) kental
(√)kuning

ELIMINASI -
- pasien juga mengalami
kelemahan anggota gerak
kiri sejak 2 hari sebelum
masuk rumah sakit,
- bicara pelo dan memberat
1 hari sebelum masuk
FISIOLOGI rumah sakit.
- Aktivitas waktu luang :
baring
- Kesulitan bergerak : ( )
AKTIVITAS DAN ISTIRAHAT Tidak (√) Ya
- Kekuatan otot : lemah
- Tonus otot : lemah
- Rentang gerak : kurang
- Keluahan saat ini :
gerakan terbatas : (√)Ya
(√) Lemah Otot
- Pelaksanaan aktivitas : (√)
Parsial
- Jenis aktifitas yang perlu
dibantu: makan, ke toilet,
berpakaian
- Kesadaran : (√) Somnolen

NEUROSENSORY -
REPRODUKSI DAN
-
SEKSUALITAS
PSIKOLOGIS NYERI DAN KENYAMANAN - keluarga pasien

35
mengatakan pasien
merasa lemas saat bangun
tidur disertai nyeri kepala
berat
- P: Nyeri terasa saat
bangun tidur
- Q: nyeri seperti tertusuk-
tusuk
- R: kepala
- S: Skala 7
- T: hilang timbul
- Rsepon Emosional : klien
tampak meringis
INTEGRITAS EGO -
PERTUMBUHAN DAN
-
PERKEMBANGAN
KEBERSIHAN DIRI -
PERILAKU PENYULUHAN DAN
-
PEMBELAJARAN
RELASIONAL INTERAKSI SOSIAL -
LINGKUNGAN KEAMANAN DAN PROTEKSI -

36
ANALISA DATA

NO DATA ETIOLOGI MASALAH


KEPERAWATAN
1. DS : Terbentuknya Nyeri akut
- keluarga pasien mengatakan thrombus arterial dan
pasien merasa lemas saat bangun
tidur disertai nyeri kepala berat emboli
- P: Nyeri terasa saat bangun
tidur
Q: nyeri seperti
tertusuk-tusuk penyumbatan
R: kepala
S: Skala 7 pembuluh darah otak
T: hilang timbul
DO :
- Rsepon Emosional : klien suplay O2 ke otak
tampak meringis menurun
- TD : 200/100 mmHg

iskemik jaringan
pada otak

syok neurologik

metabolisme anaerob
meningkat

penumpukan asam
laktat

TIK meningkat

Nyeri akut
2. DS : Faktor pencetus Gangguan mobilitas
- pasien juga mengalami fisik
kelemahan anggota gerak kiri Penimbunan
sejak 2 hari sebelum masuk kolesterol dalam
rumah sakit, darah
- bicara pelo dan memberat 1 hari

37
sebelum masuk rumah sakit.
- Aktivitas waktu luang : baring Thrombus
- Keluahan saat ini : gerakan
terbatas : (√)Ya
DO : Stroke iskemik
- Kesulitan bergerak : ( ) Tidak
(√) Ya
Metabolism
- Kekuatan otot : lemah
- Tonus otot : lemah terganggu
- Rentang gerak : kurang
- (√) Lemah Otot
Suplai darah dan O²
- Pelaksanaan aktivitas : (√)
Parsial ke otak menurun
- Jenis aktifitas yang perlu
dibantu: makan, ke toilet,
berpakaian Gangguan perfusi
- Kesadaran : (√) Somnolen jaringan serabral

Arteri vertebra
basilaris

Disfungsi nervonus
XI

Penurunan fungsi
motoric anggota
gerak

Gangguan mobilitas
fisik
3. Faktor Risiko Pemberian anti biotik Risiko deficit nutrisi
Ketidakmampuan menelan makanan

Peningkatan asam
lambung

Iritasi mukosa
lambung

38
Mual

Resiko deficit
nutrisi

39
2. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1) Nyeri akut berhubungan dengan agen penceder fisiologis dibuktikan dengan
DS :
- keluarga pasien mengatakan pasien merasa lemas saat bangun tidur
disertai nyeri kepala berat
- P: Nyeri terasa saat bangun tidur
Q: nyeri seperti tertusuk-tusuk
R: kepala
S: Skala 7
T: hilang timbul
DO :
- Rsepon Emosional : klien tampak meringis
- TD : 200/100 mmHg

2) Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan penurunan kekuatan otot


dibuktikan dengan

DS :

- pasien juga mengalami kelemahan anggota gerak kiri sejak 2 hari


sebelum masuk rumah sakit,

- bicara pelo dan memberat 1 hari sebelum masuk rumah sakit.

- Aktivitas waktu luang : baring


- Keluahan saat ini : gerakan terbatas : (√)Ya

DO :
- Kesulitan bergerak : (√) Ya
- Kekuatan otot : lemah
- Tonus otot : lemah
- Rentang gerak : kurang
- (√) Lemah Otot
- Pelaksanaan aktivitas : (√) Parsial
- Jenis aktifitas yang perlu dibantu: makan, ke toilet, berpakaian
- Kesadaran : (√) Somnolen

3) Risiko deficit nutrisi dibuktikan dengan ketidakmampuan menelan makanan

40
3. INTERVENSI KEPERAWATAN

NO DIAGNOSA LUARAN INTERVENSI RASIONAL


KEPERAWATAN KEPERAWATAN
1. Nyeri akut berhubungan Setelah dilakukan I.08238 Manajemen nyeri 1. Membantu dalam evaluasi gejala nyeri karena
dengan agen penceder intervensi Observasi kanker, yang dapat melibatkan visera, saraf atau
fisiologis dibuktikan keperawatan selama 1. Identifikasi lokasi, jaringan tulang. Penggunaan skala rentang
dengan 1x24 jam maka karakteristik, membantu pasien dalam mengkaji tingkat nyeri dan
DS : tingkat nyeri durasi, frekuensi, memberikan alat untuk evaluasi keefektikam
- keluarga pasien menurun dengan kualitas, intensitas analgesic, meningkatkan kontrol nyeri.
mengatakan pasien
merasa lemas saat kriteria hasil nyeri
bangun tidur disertai Keluhan nyeri 2. Identifikasi skala 2. Agar mampu mengidentifikasi skla
nyeri kepala berat
- P: Nyeri terasa saat menurun nyeri nyeri.
bangun tidur Tekanan darah Terapeutik
Q: nyeri seperti
tertusuk-tusuk membaik 3. Berikan teknik 3.Meningkatkan relaksasi dan pengalihan perhatian.
R: kepala nonfarmakologis Menghilangkan ketidaknyamanan dan
S: Skala 7
T: hilang timbul untuk mengurangi meningkatkan efek terapeutik analgesic.
DO : rasa nyeri 4. Mencegah kelemahan yang tak perlu dan
- Rsepon Emosional :
Edukasi regangan insisi. Mendorong dan membantu fisik
klien tampak meringis
- TD : 200/100 mmHg 4. Jelaskan strategi mungkin diperlukan untuk beberapa waktu sebelum
meredakan nyeri pasien mampu atau cukup percaya untuk melakukan

41
Kolaborasi aktivitas ini karena nyeri atau takut nyeri.
5. Kolaborasi 5. Untuk menghilangkan nyeri
pemberian
analgetik, jika
perlu
2. Gangguan mobilitas fisik Setelah dilakukan I.05173 Dukungan 1. Untuk mengetahui apakah ada rasa nyeri yang
berhubungan dengan intervensi mobilisasi dirasakan atau keluhan fisik lainnya.
penurunan kekuatan otot keperawatan selama Observasi 2. Untuk mengetahui apakah klien mempu
dibuktikan dengan 7 hari maka 1. Identifikasi adanya melakukan mobilitas tanpa adanya masalah pada
DS : mobilitas fisik nyeri atau keluhan jantung.
- pasien juga meningkat dengan fisik lainnya 3. Agar pasien lebih nyaman dan mudah
mengalami kriteria hasil 2. Monitor frekuensi melakukan mobilitas.
kelemahan anggota Kekuatan otot jantung dan 4. Agar perawat lebih mudah melakukan
gerak kiri sejak 2 hari meningkat tekanan darah mobilitas dengan bantuan keluarga dan keluarga
sebelum masuk rumah Rentang gerak sebelum memulai juga bisa melkukan mobilitas ke pasien secara
sakit, meningkat mobilisasi mandiri.

- bicara pelo dan Gerakan terbatas Terapeutik 5.Agar pasien dan keluarga mengerti tentang tujuan

memberat 1 hari menurun 3. Fasilitasi tindakan yang dilakukan.

sebelum masuk rumah Kelemahan fisik melakukan

sakit. menurun pergerakan, jika


perlu

42
- Aktivitas waktu luang 4. Libatkan keluarga
: baring untuk membantu

- Keluahan saat ini : pasien dalam

gerakan terbatas : meningkatkan

(√)Ya pergerakan

DO : Edukasi

-Kesulitan bergerak : Ya 5. Jelaskan tujuan dan


prosedur mobilisasi
-Kekuatan otot : lemah
-Tonus otot : lemah
-Rentang gerak : kurang
- (√) Lemah Otot
-Pelaksanaan aktivitas :
(√) Parsial

-Jenis aktifitas yang


perlu dibantu: makan, ke
toilet, berpakaian

-Kesadaran : (√)
Somnolen
3. Risiko deficit nutrisi Setelah dilakukan I.03119 Manajemen nutrisi 1.Untuk mengetahui seberapa banyak nutrisi yang

43
dibuktikan dengan intervensi Observasi dibutuhkan oleh pasien.
ketidakmampuan keperawatan selama 1. Identifikasi status 2. Agar perawat mengetahui apakah porsi makan
menelan makanan 1x24 jam maka nutrisi yang diberikan itu dihabiskan atau tidak.
status menelan 2. Monitor asupan 3. agar pasien dapat secara mandiri melakukan diet.
membaik dengan makanan 4.Pemenuhan nutrisi tubuh dengan makanan
kriteria hasil Terapeutik tertentu
Usaha menelan 3. Fasilitasi 5. Pemenuhan nutrisi tubuh dengan makanan tertentu
meningkat menentukan
Penerimaan pedoman diet
makanan membaik Edukasi
4. Ajarkan diet yang
diprogramkan
Kolaborasi
5. Kolaborasi dengan
ahli gizi untuk
menentukan
jumlah kalori dan
jenis nutrient yang
dibutuhkan, jika
perlu

44
D. Integrasi Keislaman

ْ Rَ‫ ت‬Rِ ‫ هَّللا‬R‫ ِر‬R‫ ْك‬R‫ ِذ‬Rِ‫ اَل ب‬Rَ‫ أ‬Rۗ Rِ ‫ هَّللا‬R‫ ِر‬R‫ ْك‬R‫ ِذ‬Rِ‫ ب‬R‫ ْم‬Rُ‫ ه‬Rُ‫ب‬R‫و‬Rُ‫ل‬Rُ‫ ق‬R‫ن‬Rُّ Rِ‫ ئ‬R‫ َم‬R‫ط‬
ُ R‫ و‬Rُ‫ ل‬Rُ‫ ق‬R‫ ْل‬R‫ ا‬R‫ن‬Rُّ Rِ‫ ئ‬R‫ َم‬R‫ط‬
R‫ب‬ ْ Rَ‫ ت‬R‫و‬Rَ R‫ا‬R‫ و‬Rُ‫ ن‬R‫ َم‬R‫ آ‬R‫ن‬Rَ R‫ ي‬R‫َّ ِذ‬R‫ل‬

“(Yaitu orang-orang yang beriman dan yang merasa tenang) tenteram (hati mereka
dengan mengingat Allah) mengingat janji-Nya. (Ingatlah, hanya dengan mengingat
Allahlah hati menjadi tenteram) yakni hati orang-orang yang beriman.”

Sroke adalah salah satu bagian dari penyakit yang mengalami peningkatan
yang cukup signifikan dari tahun ke tahun, penyakit ini juga menjadi momok bagi
siapa saja. Disamping pola pengobatan dan terapi yang harus dilakukan secara
berkala, penyakit stroke juga dapat mengakibatkan kecacatan yang menahun bagi
penderitanya.
Stroke dapat mengakibatkan dampak yang banyak mengubah kehidupan
penderita dari kondisi sebelumnya. berdasarkan dampak yang ditimbulkan oleh
penyakit stroke, maka sangatlah serius dan harus segera mendapat perhatian atau
penanganan. Diantaranya yang bias dilakukan yaitu dengan terapi religious untuk
mencegah munculnya masalah kejiwaan sekaligus menyembuhkan berdasarkan
konsep islam. Dalam pandangan islam langkah-langkah yang bias dilakukan untuk
menangani stroke yaitu melaksanakan sholat, dan senantiasa selalu berdoa kepada
Allah SWT agar kembali mendapatkan ketenangan dan ketentraman jiwa bagi
orang yang melaksanakannya. Semakin dekat seseorang dengan sang pencipta
maka ibadahnya akan banyak dan selalu mendapatkan ketenangan jiwa.
Shalat adalah tiang agama, barang siapa yang melaksanakan shalat dengan kokoh
maka bisa dipastikan dia akan semakin kokoh memegang kewajibannya yang lain.
Shalat sebagai sarana munajat kepada Allah SWT, karena dengan shalat seseorang
bias mengungkapkan segala bentuk kebutuhannya, kesulitannya, penderitaannya,
bahkan dapat mendapat manfaat bagi kesehatan. Itulah sebabnya banyak yang
meyakini bahwa shalat dapat dijadikan sebagai pengobatan alternative. Salah satu
shalat yang diyakini juga dapat memberikan kesembuhan bagi kecemasan maupun
perasaannya yaitu dengan sholat tahajjud. Di dasarkan oleh firman Allah SWT
dalam QS Al-Muzammil ayait 1-6 :

45
Artinya : “Hai orang yang berselimut (Muhammad), bangunlah untuk
(sembahyang dimalam hari), kecuali sedikit daripadanya, yaitu seperduanya
atau kurangilah dari seperdua itu sedikit. Atau lebih dari seperdua itu, dan
bacalah al-qur’an itu dengan perlahan-lahan. Sesungguhnya kami akan
menurunkan kepadamu perkataan yang berat. Sesungguhnya bangun di waktu
malam adalah lebih cepat (untuk khusyuk) dan bacaan di waktu itu lebih
berkesan”. (QS. Al-Muzammil : 1-6)
Melaksanakan shalat tahajjud dengan ikhlas, khusyuk dan penuh
pengharapan, maka hal tersebut akan membiasakan hati kita selalu dekat dengan
Allah. Selain itu, kita tentu tidak menyadari bahwa dengan melaksanakan shalta
tahajjud dapat memberikan manfaat baik dari segi psikisis maupun dari segi
fisik.

46
BAB IV
JURNAL PENDUKUNG

Vol. 2, No. 2, Agustus 2020, pp 61-66


https://doi.org/10.36590/jika.v2i2.48
http:ojs.yapenas21maros.ac.id/index.php/jika
jika@yapenas21maros.ac.id, p-ISSN: 2337-9847, e-ISSN: 2686-2883
Penerbit: LPPM Akademi Keperawatan Yapenas 21 Maros

ARTIKEL PENELITIAN

Penerapan Latihan Range of Motion (ROM) Pasif


terhadap Peningkatan Kekuatan Otot Ekstremitas pada
Pasien dengan Kasus Stroke
Application of Passive Range of Motion (ROM) Exercises to

Increase the Strength of the Limb Muscles in Patients with Stroke

Cases

Agusrianto1, Nirva Rantesigi2*


1,2
Prodi Keperawatan Poso Poltekkes Kemenkes Palu

Abstract

Stroke is a condition that occurs when the blood supply to the brain is interrupted due

to blockage or rupture of brain blood vessels with symptoms such as hemipareseis, slurred

speech, difficulty walking, loss of balance and decreased muscle strength. The aim of knowing

the application of passive Range of motion (ROM) exercises in non-hemorrhagic stroke patients

with limb paralysis. This research method used a descriptive method with a case study

approach in which one stroke patient was given passive ROM exercises. The results showed

that data on decreased consciousness, BP 170/120 mm / Hg and decreased limb muscle

strength. Nursing diagnosis of physical mobility impairment, the nursing intervention given was

passive ROM exercises twice a day aimed at increasing muscle strength. Evaluation after six

days of intervention, the patient could move his hands and feet. In the upper/ lower right limb

from scale 2 to scale 3 and the upper / lower left limb from 0 to 1. The conclusion after being

given passive ROM exercises, stroke patients experienced increased muscle strength in both

extremities.

47
Keywords: stroke, passive ROM, nursing care

Abstrak

Stroke adalah suatu kondisi yang terjadi ketika pasokan darah ke otak terganggu karena

sumbatan atau pecahnya pembuluh darah otak dengan gejala seperti hemiparesis, bicara pelo,

kesulitan berjalan, kehilangan keseimbangan dan kekuatan otot menurun. Tujuan penelitian ini

untuk mengetahui penerapan latihan Range of Motion (ROM) pasif pada pasien non haemoragik

stroke dengan kelumpuhan ekstremitas. Metode penelitian ini menggunakan metode deskriptif

dengan pendekatan studi kasus yaitu 1 orang pasien non hemoragik stroke dan diberi latihan

ROM pasif. Hasil penelitian didapatkan data penurunan kesadaran, TD 170/120 mm/Hg dan

kekuatan otot ekstremitas menurun. Diagnosa keperawatan hambatan mobilitas fisik, intervensi

keperawatan yang diberikan adalah latihan ROM pasif dua kali sehari bertujuan dapat

meningkatkan kekuatan otot. Evaluasi setelah enam hari pemberian intervensi pasien dapat

menggerakkan tangan dan kakinya. Pada ektremitas kanan atas/bawah dari semula skala 2

menjadi skala 3 dan ektremitas kiri atas/bawah dari semula skala 0 menjadi skala 1.

Kesimpulan sesudah diberikan latihan ROM pasif pasien stroke mengalami peningkatan

kekuatan otot pada kedua ekstremitas.

Kata Kunci: stroke, ROM pasif, asuhan keperawatan

*Korespondensi:
Nirva Rantesigi, email: nirvarantesigi@gmail.com

This is an open access article under the CC–BY license

61

48
PENDAHULUAN

Stroke merupakan penyebab kedua kematian dan penyebab keenam yang paling
umum dari kecacatan. Sekitar 15 juta orang menderita stroke yang pertama kali setiap
tahun, dengan sepertiga dari kasus ini atau sekitar 6,6 juta mengakibatkan kematian (3,5
juta perempuan dan 3,1 juta laki-laki). Stroke adalah manifestasi klinis dari gangguan
fungsi otak baik vokal maupun global (menyeluruh), yang berlangsung capat,
berlangsung lebih dari 24 jam atau sampai menyebabkan kematian, tanpa penyebab lain
selain gangguan vaskular dengan gejala klinis yang kompleks (Marlina, 2017).
Masalah yang sering muncul pada pasien stroke adalah gangguan gerak, pasien
mengalami gangguan atau kesulitan saat berjalan karena mengalami gangguan pada
kekuatan otot dan keseimbangan tubuh atau bisa dikatakan dengan imobilisasi (Rahayu,
2015). Imobilisasi merupakan suatu gangguan gerak dimana pasien mengalami
ketidakmampuan berpindah posisi selama tiga hari atau lebih, dengan gerak anatomi
tubuh menghilang akibat perubahan fungsi fisiologik. Seseorang yang mengalami
gangguan gerak atau gangguan pada kekuatan ototnya akan berdampak pada aktivitas
sehari-harinya. Efek dari imobilisai dapat menyebabkan terjadinya penurunan
fleksibilitas sendi. (Aziz, 2012). Salah satu bentuk latihan rehabilitasi yang dinilai
cukup efektif untuk mencegah terjadinya kecacatan pada pasien stroke adalah latihan
range of motion (ROM). Secara konsep, latihan ROM dapat mencegah terjadinya
penurunan fleksibilitas sendi dan kekakuan sendi (Rahayu, 2015).
Latihan range of motion (ROM) adalah latihan yang dilakukan untuk
mempertahankan atau memperbaiki tingkat kesempurnaan kemampuan
menggerakan persendian secara normal dan lengkap untuk meningkatkan massa otot
dan tonus. Latihan ROM biasanya dilakukan pada pasien semikoma dan tidak sadar,
pasien dengan keterbatasan mobilisasi tidak mampu melakukan beberapa atau semua
latihan rentang gerak dengan mandiri, pasien tirah baring total atau pasien dengan
paralisis ekstermitas total. Latihan ini bertujuan mempertahankan atau memelihara
kekuatan otot, memelihara mobilitas persendian, merangsang sirkulasi darah dan
mencegah kelainan bentuk (Derison et al, 2016).

METODE

Penelitian ini menggunakan metode deskriptif dengan pendekatan studi kasus,


yaitu analisis penerapan latihan ROM pasif pada asuhan keperawatan kasus non
hemoragik stroke yang mengalami kelumpuhan ekstremitas. Lokasi penelitian di ruang
neuro stroke center RSUD Poso dan waktu penelitian dilakukan pada tanggal 25 Juni
s/d 30 Juni 2018. pada penelitian ini melibatkan satu orang pasien yang mengalami non
haemoragik stroke dengan kelumpuhan ekstremitas. Penerapan latihan ROM pasif
dilakukan dua kali sehari pagi dan sore hari dengan waktu pemberian 15-20 menit untuk
meningkatkan kekuatan otot. Pengumpulan data yang digunakan meliputi wawancara,
observasi, catatan individu, atau rekam medik dan perawatan. Data yang telah
terkumpul dianalisis untuk melihat masalah keperawatan yang dialami klien serta
meninjau keefektifan intervensi yang telah dilakukan untuk menyelesaikan masalah
keperawatan.

62
HASIL DAN PEMBAHASAN

Gambaran Kasus
Pasien bernama Ny. N, usia 50 tahun jenis kelamin perempuan, berstatus sebagai
ibu rumah tangga, agama islam, alamat Desa Lembomawo, nomor medikal record
102XXX dengan diagnosa Non Hemoragik Stroke. Pengkajian dilakukan tanggal 25
Juni 2018 klien masuk dengan keluhan utama tiba-tiba pingsan, dan tidak sadar.
Pemeriksaan fisik didapatkan hasil kesadaran somnolen, klien tampak lemah, tanda-
tanda vital didapatkan hasil TD : 170/120 mmHg, Suhu 36,7 C, Nadi 84 kali/menit dan
pernapasan 24 kali/menit. Klien sulit menelan, terpasang selang NGT, terpasang
oksigen nasal kanule 5 LPM, dispnea. Pada sistem muskuloskeletal klien kehilangan
kontrol pergerakan anggota tubuh sebelah kiri, tonus otot kurang, kekuatan otot pada
ekstremitas kiri atas dan bawah dengan nilai 0 (tidak ada kontraksi otot) sedangkan
kekuatan otot pada ekstremitas kanan atas dan bawah dengan nilai 2 (tidak mampu
melawan gaya gravitasi).
Terpasang kateter urine dengan jumlam per 24 jam 500-1000 ml. Pemeriksaan saraf
kranial : N 1, pasien tidak mampu membedakan bau minyak kayu putih dan parfum. N
II, klien dapat membuka mata pada saat dipanggil namanya dengan rangsangan nyeri. N
III, IV, VI, pupil berbentuk isokor, reguler, tidak ditemukan edema, pupil mengecil dan
kembali jika terkena cahaya, tidak ada pembatasan cahaya. N V, pasien tidak dapat
menggerakan rahang ke kanan dan kekiri. N VII, klien mampu menutup mata, pasien
tidak mampu menggerakan bibirnya. N VIII, tidak ada gangguan fungsi/ pendengaran,
pasien membuka mata pada saat di panggil. N IX, pasien bisa mereflekskan rasa
muntah. N X, pasien mengalami gangguan menelan sehingga pasien di pasang NGT. N
XI, pasien tidak dapat memfleksikan kepala ke bahu. N XII, klien tidak bisa
menjulurkan lidah keluar. Hasil laboratorium Gula darah puasa 92 mg/dl,Cholesterol
300 mg/dl, SGOT 27 mg/dl, SGPT 31mg/dl, Tryseligerida 86 mg/dl, Urea 29 mg/dl,
Urea nitrogen 13 mg/dl, Creatinin 0,7 mg/dl, asam urat 4,0 mg/dl, Hb: 11,9 gr%,
Leukosit 11.200/mm3.

Analisis Kasus
Hasil pengkajian pasien berumur 50 tahun, diketahui ada beberapa faktor resiko
terkena stroke yang tidak dapat atupun dimodifikasi. Faktor-faktor tersebut antara lain
faktor usia, jenis kelamin, ras, dan genetik/keturunan. Faktor usia beresiko mengalami
stroke meningkat seiring bertambahnya usia. Resiko semakin meningkat setelah usia 55
tahun. Usia terbanyak terkena serangan stroke adalah usia 65 tahun ke atas. Jumlah
kematian yang disebabkan oleh stroke menduduki urutan kedua pada usia diatas 60
tahun dan urutan kelima pada usia 15-59 tahun. Penyebab lainnya adalah hipertensi,
kolesterol tinggi, obesitas, stress emosional, aktivitas yang tidak sehat (kurang olahraga)
dan kebiasaan makan berkolesterol (Muttaqin, 2012).
Stroke adalah gangguan fungsi saraf akut yang disebabkan oleh gangguan
peredaran darah otak. Gangguan fungsi saraf tersebut timbul secara mendadak (dalam
beberapa detik) atau secara cepat (dalam beberapa jam) dengan gejala dan tanda yang
sesuai daerah fokal otak yang terganggu. Oleh karena itu salah satu manifestasi klinis
dari non hemoragik stroke adalah defisit motorik yaitu hemiparesis (kelemahan wajah,
lengan, dan kaki pada sisi yang sama), hemiplegi (paralisis wajah, lengan dan kaki pada
sisi yang sama), ataksia (berjalan tidak mantap, dan tidak mampu menyatukan kaki),
disartria (kesulitan berbicara) ditunjukkan dengan bicara yang sulit dimengerti yang
disebabkan oleh paralisis otot yang bertanggung jawab untuk menghasilkan bicara dan
disfagia atau kesulitan dalam menelan (Junaidi, 2011).
Diagnosa keperawatan yang sering muncul pada pasien dengan kasus Non

hemoragik stroke adalah ketidakefektifan bersihan jalan nafas, risiko kerusakan

integritas kulit, ketidakefektifan pola nafas, hambatan mobilitas fisik, risiko jatuh, risiko

ketidakefektifan perfusi jaringan perifer, risiko aspirasi, nyeri akut, hambatan

komunikasi verbal, ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan dan defisit

perawatan diri. Rumusan diagnosa pada kasus ini adalah hambatan mobilitas fisik

berhubungan dengan keterbatasan dalam pergerakan fisik mandiri dan terarah pada

tubuh atau satu ekstremitas atau lebih, dengan batasan karakteristik : penurunan waktu

reaksi, kesulitan membolak-balik tubuh, keterbatasan rentang pergerakan sendi, tremor

yang diinduksi oleh pergerakan, melambatnya pergerakan, gerak tidak teratur atau tidak

terkoordinasi. (Wilkinson, 2007). Data yang berhubungan dengan masalah keperawatan

klien adalah kehilangan kontrol pergerakan anggota tubuh sebelah kiri, tonus otot kurang,

kekuatan otot pada ekstremitas kiri atas dan bawah dengan nilai 0 (tidak ada kontraksi otot)

sedangkan kekuatan otot pada ekstremitas kanan atas dan bawah dengan nilai 2 (tidak

mampu melawan gaya gravitasi).


Otot merupakan alat gerak aktif, sebagai hasil kerja sama antara otot dan tulang.
Tulang tidak dapat berfungsi sebagai alat gerak jika tidak digerakan oleh otot, hal ini
karena otot mempunyai kemampuan berkontraksi (memendek saat kerja berat &
memanjang saat kerja ringan) yang mengakibatkan terjadinya kelelahan otot, proses
kelelahan ini terjadi saat waktu ketahanan otot atau jumlah tenaga yang dikembangkan
oleh otot terlampaui. Kekuatan otot adalah kemampuan dari otot baik secara kualitas
maupun kuantitas mengembangkan ketegangan otot untuk melakukan kontraksi
(Risnanto et al, 2014).
Intervensi mandiri perawat pada masalah keperawatan tersebut adalah dengan
penerapan latihan ROM pasif yang biasanya dilakukan pada pasien semikoma dan tidak
sadar, pasien dengan keterbatasan mobilisasi, tidak mampu melakukan beberapa atau
semua latihan rentang gerak dengan mandiri, pasien tirah baring total atau pasien
dengan paralisis ekstermitas total (Murtaqib, 2013). Latihan ROM pasif merupakan
gerakan dimana energi yang dikeluarkan untuk latihan berasal dari orang lain atau alat
mekanik. Perawat melakukan gerakan persendian klien sesuai dengan rentang gerak
yang normal, kekuatan otot yang digunakan pada gerakan ini adalah 50%. ROM pasif
ini berguna untuk menjaga kelenturan otot-otot dan persendian dengan menggerakkan
otot individu lain secara pasif, misalnya perawat membantu mengangkat dan
menggerakkan kaki pasien. Sendi yang digerakkan pada ROM pasif adalah seluruh
persendian tubuh atau hanya pada ekstremitas yang terganggu dan klien tidak mampu
melaksanakannya secara mandiri (Maimurahman et al, 2012).
Penerapan latihan Range Of Motion (ROM) Pasif di jadwal rutin dua kali sehari
pagi dan sore hari selama enam hari dengan waktu pemberian 15-20 menit. Hal ini
bertujuan meningkatkan atau mempertahankan fleksibilitas dan kekutan otot,
mempertahankan fungsi jantung dan pernapasan, mencegah kekakuan pada sendi,
merangsang sirkulasi darah, dan pencegah kelainan bentuk, kekakuan dan kontraktur.
Dalam melakukan gerakan ROM harus diulang sekitar 8 kali gerakan dan dikerjakan
minimal 2 kali sehari, dilakukan secara perlahan dan hati-hati agar tidak menyebabkan
kelelahkan. Ada beberapa hal yang harus diperhatikan dalam merencanakan program
latihan ROM diantaranya umur pasien, diagnosis, tanda vital, dan lamanya tirah baring.
Dokter sering memprogramkan ROM untuk dilakukan pada 12 bagian tubuh
diantaranya leher, jari-jari, lengan, siku, bahu, tumit, kaki, dan pergelangan kaki, dapat
juga dilakukan pada semua persendian, dalam melakukan ROM harus sesuai dengan
waktunya, misal setelah mandi atau perawatan rutin telah dilakukan (Rahayu, 2015).
Hasil evaluasi setelah enam hari penerapan latihan ROM pasif didapatkan ada
peningkatan kekuatan otot yang dicapai yaitu pada ekstremitas kanan atas/bawah dari
semula skala 2 naik menjadi skala 3 yang artinya dapat mengangkat tangan dan kaki
tetapi tidak dapat melawan gaya graitasi dan pada ekstremitas kiri atas/bawah dari
semula skala 0 menjadi skala 1 yang artinya hanya dapat menggerakkan jari-jari tangan
dan kaki.
Kekuatan otot ialah kemampuan otot atau kelompok otot untuk melakukan kerja
dengan menahan beban yang diangkatnya. Otot yang kuat akan membuat kerja otot
sehari-hari efisien dan akan membuat bentuk tubuh menjadi lebih baik. Otot-otot yang
tidak terlatih karena sesuatu sebab, misalnya kecelakaan, akan menjadi lemah oleh
karena serat-seratnya mengecil (atrofi), dan bila hal ini dibiarkan maka kondisi tersebut
dapat mengakibatkan kelumpuhan otot. (Risnanto et al, 2014). Kekuatan otot sangat
berhubungan dengan sistem neuromuskuler yaitu seberapa besar kemampuan sistem
saraf mengaktifasi otot untuk melakukan kontraksi, sehingga semakin banyak serat otot
yang teraktifasi, maka semakin besar pula kekuatan yang dihasilkan otot tersebut
(Muttaqin, 2012).
Latihan range of motion (ROM) merupakan latihan yang dilakukan untuk
mempertahankan atau memperbaiki tingkat kesempurnaan kemampuan menggerakkan
persendian secara normal dan lengkap untuk meningkatkan massa otot dan tonus otot.
Latihan ROM adalah salah satu bentuk intervensi fundamental perawat yang merupakan
bagian dari proses rehabilitas pada pasien stroke (Rahayu, 2015)

KESIMPULAN

Setelah diberikan asuhan keperawatan dengan tindakan mandiri keperawatan


latihan ROM pasif selama 6 hari masalah hambatan mobilitas fisik dapat teratasi
dengan kriteria hasil kekuatan otot pada kedua ekstremitas meningkat yaitu pada
ekstremitas kanan atas/bawah dari skala 2 menjadi 3 dan ekstremitas kiri atas/bawah
dari skala 0 menjadi 1.

DAFTAR PUSTAKA

Aziz Alimul A. 2012. Pengantar kebutuhan dasar manusia: aplikasi konsep dasar proses
keperawatan. Jakarta: Salemba Medika.
Derison Marsinova Bakara, Surani Warsito. 2016. Latihan Range Of Motion (ROM)
terhadap rentang sendi pasien pasca stoke. Idea Nursing Journal, 7(2): 12-18.
Junaidi I. 2011. Stroke waspadai ancamannya. Yogyakarta: ANDI.
Maimurahman H, Fitria Cemi M. 2012. Keefektifan Range Of Motion (ROM) terhadap
kekuatan otot ekstremitas pada pasien stroke. Profesi Media Publikasi
Penelitian. 9: 1-7.
Marlina. 2017. Pengaruh Latihan ROM terhadap peningkatan kekuatan otot pada pasien
stroke iskemik. Idea Nursing Journal. 3(1): 11-20.
Murtaqib M. 2013. Perbedaan Latihan Range Of Motion (ROM) pasif dan aktif selama
1-2 minggu terhadap peningkatan rentang gerak sendi pada gerak sendi pada
penderita stroke di Kecamatan Tanggul Kabupaten Jember. Jurnal
Keperawatan Sudirman (The Journal of Nursing). 8(1): 58-68.
Muttaqin Arif. 2012. Pengantar asuhan keperawatan klien dengan gangguan sistem
persyarafan. Jakarta: Salemba Medika.
Rahayu KIN. 2015. Pemberian Latihan Range of Motion (ROM) terhadap
kemampuan motorik pada pasien post stroke di rsud gambiran : the influence
of range of motion exercise to motor capabily of post-stroke patien at the
Gambiran Hospital. Jurnal Keperawatan. 6(2): 102-107.
Risnanto, Uswatun, Insani. 2014. Buku Ajar asuhan keperawatan medikal bedah,
sistim muskuloskeletal. Budi Utama: Yogyakarta
Wilkinson Judith M. 2007. Buku saku, diagnosa keperawatan dengan intervensi NIC
dan kriteria hasil NOC. Edisi 7. Jakarta: EGC.

Analisis mahasiswa tentang jurnal di atas :

Jadi berdasarkan jurnal di atas menjelaskan tentang pemberian intervensi mandiri


perawat pada masalah keperawatan yang timbul akibat stroke yaitu penerapan latihan
ROM. Latihan ROM ini merupakan gerakan yang dimana energy yang digunakan yaitu
berasal dari orang lain atau alat yang normal. Tujuan dari latihan ROM ini yaitu untuk
menjaga kelenturan otot-otot dan persendian dengan menggerakan otot-otot, latihan
ROM ini dapat dilakukan sebanyak 2x sehari dengan waktu pemberian yaitu sekitar 15-
20 menit. ROM ini dilakukan pada 12 bagian tubuh diantaranya leher, jari-jari, lengan,
siku, bahu, tumit, kaki, dan pergelangan kaki.
BAB V
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Berdasaran penjelasan yang terdapat dalam Makalah ini dapat
disimpulkan bahwa stroke merupakan salah satu penyakit yang dapat
menyebabkan penderitanya mengalami kecacatan bahkan bisa sampai terjadi
kematian, hal ini disebabkan karena adanya gangguan pada peredaran darah ke
otak. Saat seseorang mengalami stroke maka tanda dan gejala yang bisa muncul
yaitu penurunan kesadaran, sakit kepala, hipertensi, mual, muntah, maligna dan
gangguan pada ektremitas.
Dalam menangani stroke maka bisa dilakukan berbagai cara yang tepat
seperti pengenceran darah, pelebaran pembuluh darah, operasi dan
membersihkan darah. Adapun pemenuhan nutrisi bagi penderita stroke yaitu
penderita tidak boleh mengkonsumsi makanan yang mengandung garam, lemak
jenuh, kolestrol, serta penderita harus meningkatkan makanan tinggi serat.
Adapun intervensi yang dapat dilakukan berdasarkan jurnal yang
terdapat dalam makalah ini yaitu berupa pemberian ROM pada pasien yang
menderita stroke. Yang dimana tujuan dari latihan ROM ini yaitu untuk
mempertahankan atau memperbaiki tingkat kemampuan pergerakan persendian
secara normal agar massa otot dan tonus otot dapat mengalami peningkatan.
.
LAMPIRAN

DAFTAR PUSTAKA

(PPNI). (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia. Jakarta Selatan: D PP


PPNI.
(PPNI), P. (2017). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia. Jakarta Selatan: DPP
PPNI.
agusrianto, & Rantesigi, N. (2019). Penerapan latihan range of motion (ROM) pasif
terhadap peningkatan kekuatan otot ekstremitas pada pasien dengan kasus
stroke. Jurnal Ilmiah Kesehatan, 61-66.
Baharuddin, I., Bustan, M. N., & Gobel, F. a. (2019). Hubungan stres dengan risiko
kejadian stroke di RSKD Provinsi Sulawesi Selatan. Jurnal Mitrasehat, 119-
132.
Batticaca, F. B. (2008). Asuhan Keperawatan Klien Dengan Gangguan Sistem
Persarafan. Jakarta: Salemba Medika.
Hariyanti, T. (2020). Mengenal Stroke Dengan Cepat. ISBN.
Lukman, Putra, S. a., & aguscik. (2020). Dampak zikir asmaul husna terhadap tingkat
kesadaran pasien stroke. 155-160.
M.Kom, N. E. (2002). Keperawatan Keluarga Askep Stroke. SUMBAR: ISBN.
Muttaqin, A. (2008). Pengantar Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem
Persarafan. Jakarta: Salemba Medika.
Nusatirin. (2018). ASUHAN KEPERAWATAN TN. H DENGAN STROKE NON
HEMORAGIK DI RUANG BOUGENVIL RUMAH SAKIT TK. II DR.
SOEDJONO MAGELANG.
Sari, W. (2016). Stroke Cegah Dan Obati Sendiri. Jakarta: ISBN.
Yueniwati, Y. (2016). Pencitraan Pada Stroke. Malang: UB press.
LEMBAR KERJA MAHASISWA

Anda mungkin juga menyukai