Anda di halaman 1dari 7

Jurnal Penelitian Tindakan ISSN 2442-9775

Bimbingan dan Konseling


Vol. 1, No. 3, September 2015

KEBUTUHAN PSIKOLOGIS PESERTA DIDIK

Hastin Budisiwi dan Sukoco KW


Prodi BK Universitas Pancasakti Tegal

Abstrak
Tujuan dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui dan mendeskripsikan kebutuhan psikologis
siswa. Subyek penelitian yaitu 30 siswa dengan metode pengumpulan datanya menggunakan
skala psikologis. Dalam penelitian ini metode yang digunakan yaitu metode analisis deskriptif.
Hasil penelitian dan pembahasan yaitu terdapat 8 kebutuhan psikologis siswa.

© 2015 Jurnal Penelitian Tindakan Bimbingan & Konseling

Kata Kunci: Kebutuhan Psikologi; Pendekatan Kuantitatif; Siswa

PENDAHULUAN

Tiap peserta didik sebagai individu mempunyai berbagai macam dorongan kebutuhan baik
yang bersifat kejasmanian, sosial, maupun kejiwaan. Pada prinsipnya dorongan kebutuhan ini
menuntut untuk dipenuhi. Dengan kata lain dorongan kebutuhan ini akan mendasari tingkah
peserta didik serta kelangsungan hidup peserta didik. Bila dorongan kebutuhan peserta didik itu
dapat terpenuhi, peserta didik akan merasakan kepuasan serta kebahagiaan dalam hidupnya, dan
sebaliknya (Hendrarno dkk, 2003).
Sebagai mahluk psiko-fisik manusia memiliki kebutuhan-kebutuhan fisik dan psikologis,
dan sebagai mahluk individu dan mahluk sosial, manusia mempunyai kebutuhan individu (yang
juga dikenal sebagai kebutuhan pribadi) dan kebutuhan sosial kemasyarakatan. Dengan demikian,
maka setiap individu tentu memiliki kebutuhan, karena ia tumbuh dan berkembang untuk mencapai
kondisi fisik dan sosial psikologis yang lebih sempurna dalam kehidupannya (Sunarto, 1999).
Manusia mempunyai kebutuhan-kebutuhan psikologis, yang harus diberi kepuasan, sebab
kalau tidak, akan menimbulkan kesukaran-kesukaran. Kebutuhan psikologis ini timbul dari suatu
kenyataan, bahwa manusia itu mahluk sosial, yang berkembang dan hidup serta bekerjasama
dengan orang lain. Dengan kebutuhan-kebutuhan biologis biasanya rangsang-rangsang berasal dari
tubuhnya sendiri, sedang dengan kebutuhan-kebutuhan psikologis rangsang-rangsang datang dari
orang lain.
Dalam institusi pendidikan terutama di sekolah para peserta didik adalah sentral pokok
terciptanya kondisi sekolahan yang baik. Di sini membuktikan bahwa betapa pentingnya pesert a
didik di sekolah, dalam hal ini para guru harus mengetahui apa-apa saja yang menjadi kebutuhan
peserta didiknya. Untuk itu harus ada pengidentifikasian kebutuhan peserta didik di sekolah, yang
bertujuan agar para peserta didik dapat memperoleh apa yang menjadi kebutuhannya pada saat ini.
Dalam kaitannya dengan kebutuhan peserta didik yang harus diketahui oleh para guru dan
dilaksanakan oleh masing-masing guru terutama oleh guru bimbingan dan konseling, maka proses
identifikasi kebutuhan menjadi sangat penting. Proses identifikasi kebutuhan peserta didik memang
58
Jurnal Penelitian Tindakan Bimbingan dan Konseling. Vol. 1, No. 3, September 2015

menjadi tolak ukur terciptanya suatu proses pengajaran, yaitu agar proses belajar -mengajar dapat
berjalan dengan baik.
Peran guru bimbingan dan konseling dalam membimbing peserta didik untuk menemuk an
kebutuhannya memang sangat besar, dapat dilihat dalam tujuan bimbingan dan konseling yaitu
membantu peserta didik untuk mengembangkan potensi peserta didik secara optimal. Tujuan itu
hampir sama dengan tujuan nasional yang tertera di atas. Akan tetapi semua itu tidaklah mudah
dalam membimbingnya, seperti halnya anak-anak yang kecerdasannya di bawah rata-rata itu juga
perlu perhatian khusus apalagi anak-anak yang memiliki kebutuhan psikologis pastinya perlu
perhatian khusus juga. Dari sinilah kita harus dapat mengerti apa sajakah yang dibutuhkan peserta
didik di SMA Lab School, dan semuanya itu membutuhkan proses dalam mengerjakannya.
Dalam proses pendidikan di sekolah, peserta didik sebagai subjek didik, merupakan pribadi -
pribadi yang unik dengan segala karakteristiknya. Peserta didik sebagai individu yang dinamis dan
berada dalam proses perkembangan, memiliki kebutuhan dan dinamika dalam interaksinya dengan
lingkungannya. Sebagai pribadi yang unik, terdapat perbedaan individual antara peserta didik yang
satu dengan peserta didik yang lainnya. Di samping itu, peserta didik sebagai pelajar, senantiasa
terjadi adanya perubahan tingkah laku sebagai hasil proses belajar (Mugiarso, 200 4).
Hal itu diharapkan agar para peserta didik dapat mendapatkan kebutuhan-kebutuhan
mereka terutama kebutuhan psikologis mereka seiring dengan kegiatan yang dipilihnya dan
dijalaninya. Manusia mempunyai kebutuhan-kebutuhan psikologis, yang harus diberi kepuasan,
sebab kalau tidak, akan menimbulkan kesukaran-kesukaran. Kebutuhan psikologis ini timbul dari
suatu kenyataan, bahwa manusia itu mahluk sosial, yang berkembang dan hidup serta bekerjasama
dengan orang lain. Dengan kebutuhan-kebutuhan biologis biasanya rangsang-rangsang berasal dari
tubuhnya sendiri, sedang dengan kebutuhan-kebutuhan psikologis rangsang-rangsang datang dari
orang lain (Partowisastro 1983).
Memang memiliki tantangan yang besar untuk mengetahui apa sajakah yang dibutuhkan
untuk psikologis peserta didik, akan tetapi sekolah yang labelnya hanya sekolah swasta ini dapat
menghasilkan para peserta didik yang memiliki kemampuan untuk bersaing dengan peserta didik
lainya dan itu dikarenakan kebutuhan-kebutuhan psikologis yang didapat dalam proses belajar
mengajar di sekolah tersebut. Untuk itu peneliti akan mencoba menggali informasi bagaimana
proses pemenuhan kebutuhan psikologis peserta didik, karena para peserta didik harus dipenuhi
kebutuhannya secara khusus agar mereka dapat mengembangkan potensi yang ada dalam dirinya.
Rumusan penelitian ini yaitu apa saja kebutuhan psikologis peserta didik? Sedangkan
tujuan dalam penelitian ini untuk mengetahui dan mendeskripsikan kebutuhan psikologis peserta
didik.

METODE PENELITIAN

Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan kuantitatif. Arikunto
(2002) mendefinisikan “penelitian kuantitatif merupakan suatu penelitian yang menggunakan angka
dalam mengumpulkan data dan dalam memberikan penafsiran terhadap hasilnya”.
Penelitian ini dilaksanakan pada tahun pelajaran 2014/2015 bertempat di SMA Lab School
Kota Tegal dengan subjek penelitian yaitu 30 siswa. Metode pengumpulan datanya menggunakan
skala psikologis.
Data yang diperoleh dari suatu penelitian harus dianalisis terlebih dahulu secara benar agar
dapat ditarik kesimpulan. Dalam penelitian ini metode yang digunakan yaitu metode analisis
deskriptif. Metode ini digunakan untuk mendeskripsikan satu variabel yaitu kebutuhan psikologis.

59
Jurnal Penelitian Tindakan Bimbingan dan Konseling. Vol. 1, No. 3, September 2015

HASIL DAN PEMB AHASAN

Sebelum melakukan penelitian, peneliti melakukan uji coba instrumen terlebih dahulu
kepada 30 subjek di SMA Muhammadiyah Kota Tegal. Pengambilan subjek untuk uji coba ini
dilakukan secara acak kepada siswa pada tahun ajaran 2014/2015. Dari jumlah 30 penyebaran
skala, semuanya mengembalikan angket kemudian diuji validitas dan reliabilitasnya. Berdasarkan
hasil uji coba pada skala kebutuhan psikologis yang diberikan pada siswa diketahui bahwa dari 56
aitem terdapat 50 aitem yang dikatakan valid. Dengan demikian terdapat 6 aitem yang tidak valid.
Berdasarkan hasil uji reliabilitas skala mencontek diketahui bahwa koefisien reliabilitas instrumen
sebesar 0,929. Dapat disimpulkan bahwa skala kebutuhan psikologi ini reliabel dan hal ini
menunjukkan bahwa skala kebutuhan mencontek mempunyai reliabilitas tinggi karena mendekati 1 .
Pengambilan data penelitian dilaksanakan mulai tanggal 4 sampai 9 Agustus 2014 di SMA
Lab School Pancasakti Tegal. Sebelum instrumen dibagikan, peneliti memberi penjelasan pada
responden cara mengisi jawaban instrumen. Skala yang diberikan kepada subyek penelitian
sebanyak 5 eksemplar, peneliti jadikan satu paket antara pernyataan dan jawaban.
Analisis data yang digunakan disesuaikan dengan tujuan penelitian yang berupa kebutuhan
psikologis peserta didik sedangkan pencapaian tujuan penelitian dilakukan dengan tiga tahapan
berikut, yaitu : 1) Menjumlah nilai yang diperoleh semua subjek penelitian pada tiap indicator , 2)
Mengkali membagi jumlah nilai semua subjek pada setiap indikator nilai maksimal yang seharusnya
bisa dicapai oleh semua subjek yang kemudian dikalikan dengan 100 %, 3) Mengkatagorikan nilai
persen setiap indikator dalam bentuk deskriptif.
Berikut ini merupakan prosentase tiap indikator kebutuhan psikologis pada peserta didik
tahun pelajaran 2014/2015:

Tabel 1. Prosentase kebutuhan psikologis


Skor
Komponen Aspek Skor Total Persentase Kriteria
Maksimal
Sosial dan Rasa aman 1075 1400 76,78% Tinggi
emosional Pemahaman mengenai 1395 1960 71,17% Tinggi
perasaan dan harapan diri
maupun orang lain
Pemahaman mengenai 1606 2240 71,69% Tinggi
adanya perbedaan setiap
orang itu merupakan suatu
yang unik dan wajar.
Pemahaman tentang 2380 3360 70,83% Tinggi
tuntutan aktualisasi diri.
Pemahaman tentang konsep 1241 1960 63,32% Sedang
kepemimpinan.
(Sensasi) fisik. Apresiasi kapasitas fisik. 587 840 69,88% Tinggi
Menjelajahi aktivitas fisik
yang menimbulkan 588 840 70% Tinggi
kesenangan dan kepuasan.
Menjelajahi aktivitas yang
mengarah kepada
978 1400 70,5% Tinggi
keterpaduan antara pikiran
dan badan.

Berdasarkan prosentase kebutuhan psikologis diatas maka dapat dipaparkan lebih jelas
melalui Gambar 1 berikut ini.
60
Jurnal Penelitian Tindakan Bimbingan dan Konseling. Vol. 1, No. 3, September 2015

90,00%

80,00%

70,00%

60,00%

50,00%

40,00%

30,00%

20,00%

10,00%

0,00%
Aspek 1 Aspek 2 Aspek 3 Aspek 4 Aspek 5 Aspek 6 Aspek 7 Aspek 8
76,78% 71,17% 71,69% 70,83% 63,32% 69,88% 70% 70,50%

Gambar 1. Prosentase kebutuhan psikologis peserta didik

Kenyataan yang terjadi, jika mengacu pada hasil skala psikologi yang telah diidentifikasi,
kebutuhan psikologis siswa akan sosial dan emosional, maka kebutuhan-kebutuhan psikologis
siswa, yang termasuk dalam kebutuhan sosial dan emosianal sangat berpengaruh penting bagi siswa.
Hal ini dikarenakan pada masing-masing kebutuhan seperti kebutuhan akan rasa aman, kebutuhan
pemahaman mengenai perasaan dan harapan diri maupun orang lain, kebutuhan pemahaman
mengenai adanya perbedaan setiap orang itu merupakan suatu yang unik dan wajar, kebutuhan
pemahaman tentang tuntutan aktualisasi diri, dan kebutuhan tentang pemahaman tentang konsep
kepemimpinan, mendapat respon yang tinggi dari siswa dan ada pula yang mendapat respon yang
sangat tinggi yaitu kebutuhan pemahaman tentang konsep kepemimpinan. Hal ini juga harus
dipertimbangkan oleh pihak sekolah dan lebih baik lagi, bila langsung diterapkan dengan cara
pemberian materi baru yang mengkhususkan kebutuhan sosial emosional dan sensasi fisik, agar para
siswa bisa menemukenali bakat-bakat mereka dengan segera dan secara cepat dapat dikembangkan.
Melihat karakteristik dan kebutuhan (sensasi) fisik siswa, maka program pendidikan bagi
mereka sepatutnya mempertimbangkan kebutuhan untuk: melakukan aktivitas yang memungkinkan
terjadinya integrasi dan asimilasi data sensoris, apresiasi kapasitas fisik, menjelajahi aktivitas fisik
yang menimbulkan kesenangan dan kepuasan, menjelajahi aktivitas yang mengarah kepada
keterpaduan antara pikiran dan badan (Somantri, 2007).
Dengan menggunakan alat pengumpul data berupa skala psikologi, setelah dianalisis
diperoleh hasil bahwa yang menjadi kebutuhan psikologis siswa yang paling utama dan mendapat
presentase tinggi dari kebutuhan sosial emosional dan sensasi fisik, ada 7 kebutuhan psikologis
siswa, serta 1 kebutuhan psikologis siswa yang mendapat presentase sedang, dan masing-masing
kebutuhan psikologis siswa itu adalah:
1. Kebutuhan rasa aman (76,78 %) termasuk dalam kriteria tinggi.
Siswa benar-benar membutuhkan rasa aman dalam dirinya agar dapat mengembangkan
potensi bakatnya yaitu dengan memperlakukannya sama dengan orang lain, hal ini berkaitan
dengan teorema yang dikatakan oleh Schmitz dan Galbraith (1985) yang menyatakan anak didik
(siswa) seringkali merasakan perasaan tidak aman (insecure) karena adanya perbedaan antara anak
berbakat dengan anak normal.

61
Jurnal Penelitian Tindakan Bimbingan dan Konseling. Vol. 1, No. 3, September 2015

Rasa aman juga dapat dijumpai apabila pada suatu proses bimbingan dan konseling, apabila
pada sekolah tersebut dijumpai pemberian proses bimbingan dan konseling, maka siswa yang
menjadi klien, yang akan dikonseling oleh konselor harus merasakan aman ketika berada dalam satu
ruangan bersama konselor. Konselor secara tidak langsung harus memberikan suatu lingkungan
yang nyaman untuk klien, agar dapat mengutarakan segala keluh kesah yang dirasakan klien dengan
hati yang tentram, yaitu salah satu tugas konselor untuk menciptakan hal tersebut.
2. Kebutuhan pemahaman mengenai perasaan dan harapan diri maupun orang lain (71,17 %)
termasuk dalam kriteria tinggi.
Siswa memahami akan resiko yang timbul bila sedang bermain di rumah orang lain, apabila
membuat gaduh berarti akan dimarahi atau diberi teguran oleh orang-orang yang ada di situ,
begitupun sebaliknya. Memahami akan pentingnya belajar kelompok untuk menambah
pengetahuan seluas-luasnya, dan siswa memahami akan perasaan diri apabila sedang bersedih
berarti butuh di hibur begitupun sebaliknya. Hal ini sesuai dengan yang diungkapkan oleh Somantri
dalam puskat.psikologi.ui.ac.id (2005), Pemahaman mengenai perasaan dan harapan diri maupun
orang lain. Hal ini perlu agar tidak menimbulkan tekanan dalam diri siswa maupun munculnya
konflik dengan orang lain. Anak harus mengerti konsekuensi apa yang akan terjadi bila anak
melakukan sesuatu, apa pengaruhnya bagi orang lain dan sebagainya.
Dalam bimbingan dan konseling ada yang dinamakan bimbingan kelompok dan konseling
kelompok. Diadakannya bimbingan kelompok dan konseling kelompok, sal ah satu tujuannya agar
para siswa mengerti dan tahu akan pemahaman harapan diri maupun orang lain, jadi siswa tahu
apabila kita mengadakan suatu kelompok dengan tujuan tertentu maka siswa akan dapat
pengetahuan yang lebih dan sebaliknya.
3. Kebutuhan pemahaman mengenai adanya perbedaan setiap orang itu merupakan suatu yang
unik dan wajar (71,69 %) termasuk dalam kriteria tinggi.
Pemahaman mengenai adanya perbedaan setiap orang itu merupakan suatu yang unik dan
wajar ternyata juga merupakan kebutuhan dari siswa. Dengan demikian siswa harus diberikan suatu
pengarahan dan pemahaman bagaimana cara menyikapi perbedaan yang baik dan benar sehingga
penilaian mereka tentang perbedaan tidak menghambat perkembangan potensi bakat yang mereka
punya. Dengan kata lain siswa memahami bahwa tiap orang itu mempunyai kelebihan dan
kekurangan, dan siswa menganggap hal itu unik, dan juga wajar.
4. Kebutuhan pemahaman tentang tuntutan aktualisasi diri (70,83 %) termasuk dalam kriteria
tinggi.
Kebutuhan pemahaman tentang tuntutan aktualisasi diri merupakan salah satu kebutuhan
dari siswa dengan demikian sebagai orang tua maupun guru sudah selayaknya memberikan suatu
rangsangan maupun motivasi agar siswa mampu mengaktualisasikan dirinya karena hal tersebut
diyakini berdampak positif pada perkembangan bakatnya. Menurut psikolog humanistic seperti
Abraham Maslow dan Carl Rogers dalam (Munandar, 2009), aktualisasi diri ialah apabila seseorang
menggunakan semua bakat dan talentanya untuk menjadi apa yang ia mampu mengaktualisasikan
atau mewujudkan potensinya. Pribadi yang dapat mengaktualisasikan dirinya adalah seseorang
yang sehat mental, dapat menerima dirinya, selalu tumbuh, berfungsi sepenuhnya, berpikiran
demokratis, dan sebagainya. Hal ini sesuai dengan kesadaran siswa akan kebutuhan pemahaman
tentang tuntutan aktualisasi diri, yaitu dengan mengasah hobi dan kegemarannya, agar menjadi
suatu prestasi yang membanggakan bagi diri, maupun orang lain.
Aktualisasi bagi para siswa dapat dikatakan juga pengembangan potensi diri yang mereka
miliki. Hal ini dapat disamakan dengan tujuan bimbingan dan konseling itu sendiri, yang
mengatakan bahwa proses bimbingan dan konseling yang melalui tatap muka antara klien dan
konselor, akan bermuara pada klien yaitu agar klien tahu akan potensi yang ada dalam dirinya dan
dapat mengembangkannya secara optimal.
62
Jurnal Penelitian Tindakan Bimbingan dan Konseling. Vol. 1, No. 3, September 2015

5. Kebutuhan pemahaman tentang konsep kepemimpinan (63,32 %) termasuk dalam kriteria


sedang.
Siswa paham bahwa ada tanggung jawab yang besar ketika menjadi pemimpin dalam
sebuah kelompok, atau dalam hal apapun. Kebutuhan pemahaman tentang konsep kepemimpinan
merupakan kebutuhan psikologis siswa, jadi merupakan hal yang tepat jika diadakan suatu
pembelajaran konsep kepemimpinan bagi para siswa agar bisa mengembangkan potensi bakatnya
dengan lebih baik.
Hal ini sesuai dengan yang diungkapkan oleh Semiawan (1997), kepemimpinan menuntut
kemampuan memahami orang lain, mengetahui perilaku seseorang dalam kelompok, memiliki
kepekaan terhadap perubahan, sadar dan dapat memperlakukan strategi baik terhadap individu
maupun kelompok, serta berintelegensi di atas rata-rata. Selain itu, diasumsikan ia mampu
mengambil keputusan, menyesuaikan diri, loyal, memiliki toleransi terhadap orang lain, dan
memiliki keterarahan serta kemampuan berkomunikasi. Keterampilan manajerial seperti mengatur
waktu, mengatur kelompok, mengkomunikasikan sasaran yang ingin dicapai dalam aktivitas
tertentu, juga amat mendukung sifat-sifat kepemimpinan.
6. Kebutuhan apresiasi kapasitas fisik (69,88 %) termasuk dalam kriteria tinggi.
Kebutuhan apresiasi kapasitas fisik, siswa cenderung melakukan kegiatan yang dapat
mengapresiasikan tubuhnya seperti berolah raga secara rutin dan itu bisa dilakukan dengan cara lari -
lari saja. Kata apresiasi dapat diartikan juga penilaian (penghargaan) terhadap sesuatu (Kamus
Bahasa Indonesia 2003). Hal tersebut sesuai dengan kebutuhan psikologis siswa akan apresiasi
kapasitas fisik yaitu dengan cara berolahraga secara rutin agar mendapatkan tubuh yang sehat setiap
harinya.
7. Kebutuhan menjelajahi aktivitas fisik yang menimbulkan kesenangan dan kepuasan (70%)
termasuk dalam kriteria tinggi.
Kebutuhan menjelajahi aktivitas fisik yang menimbulkan kesenangan dan kepuasan,
berpengaruh signifikan pada siswa, dikarenakan apabila aktivitas fisik itu dilakukan sebagai contoh
adalah lari-lari dengan teman-teman, ada perasaan senang dan puas tersendiri.
8. Kebutuhan aktivitas yang mengarah kepada keterpaduan antara pikiran dan badan (70,5 %)
termasuk dalam kriteria tinggi.
Siswa cenderung melakukan kegiatan yang menyenangkan bagi dirinya seperti musik,
olahraga dan sebagainya sesuai dengan bakat yang dimilikinya. kebutuhan penjelajahan aktivitas
yang mengarah kepada keterpaduan antara pikiran dan badan juga merupakan kebutuhan dari
psikologis siswa, siswa menginginkan suatu kegiatan yang bisa memadukan antara pikiran dan fisik
guna mengembangkan potensi bakat mereka. Seperti halnya bermain drama, dan ikut berpartisipasi
dala pembuatan dekorasi panggung untuk kegiatan pengajian.
Berdasarakan hasil penelitian dan pembahasan yang sudah peneliti lakukan, tingkat
kebutuhan akan masing-masing kebutuhan psikologis siswa dinyatakan sudah termasuk dalam taraf
presentase yang tinggi, walaupun ada salah satu kebutuhan yang mendapat presentase sedang.
Menunjuk dari hasil pembahasan di atas, yaitu tentang identifikasi kebutuhan psikologis siswa yang
menunjukan kriteria tinggi pada ketujuh kebutuhan yaitu kebutuhan akan rasa aman, kebutuhan
pemahaman mengenai perasaan dan harapan diri maupun orang lain, kebutuhan pemahaman
mengenai adanya perbedaan setiap orang itu merupakan suatu yang unik dan wajar, kebutuhan
pemahaman tentang tuntutan aktualisasi diri, kebutuhan apresiasi kapasitas fisik, kebutuhan
penjelajahan aktivitas fisik yang menimbulkan kesenangan dan kepuasan, dan kebutuhan aktivitas
yang mengarah kepada keterpaduan antara pikiran dan badan. Dari ketujuh kebutuhan psikologis
siswa, fungsi pengembangan sangat signifikan untuk mengembangkan kebutuhan-kebutuhan
psikologis tersebut. Dengan berfokus pada fungsi pengembangan diharapkan potensi -potensi diri
mereka akan berkembang optimal.
63
Jurnal Penelitian Tindakan Bimbingan dan Konseling. Vol. 1, No. 3, September 2015

Adapun kebutuhan yang mendapatkan kriteria sedang yaitu tentang pemahaman konsep
kepemimpinan. Untuk meningkatkan pemahaman tentang pemahaman konsep kepemimpinan,
maka layanan bimbingan dan konseling menerapkan fungsi pencegahan. Dengan penerapan
layanan yang berfokus pada fungsi tersebut, maka layanan bimbingan dan konseling yang diberikan
kepada siswa diharapkan dapat mempengaruhi dengan cara yang positif dan bijaksana yang dapat
menimbulkan kesulitan atau kerugian sebelum kesulitan atau kerugian benar-benar terjadi.

SIMPULAN

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan mengenai kebutuhan psikologis siswa yang
telah diuraikan, maka dapat disimpulkan bahwa yang menjadi kebutuhan psikologis siswa antara
lain kebutuhan akan rasa aman (76,78%) kebutuhan pemahaman mengenai perasaan dan harapan
diri maupun orang lain (71,17%), kebutuhan pemahaman mengenai adanya perbedaan setiap orang
itu merupakan suatu yang unik dan wajar (71,69%), kebutuhan pemahaman tentang tuntutan
aktualisasi diri (70,83%) dan kebutuhan tentang pemahaman konsep kepemimpinan (63,32%),
kebutuhan apresiasi kapasitas fisik (69,88%), kebutuhan Penjalajahan aktivitas fisik yang
menimbulkan kesenangan dan kepuasan (70%) dan kebutuhan tentang penjelajahan aktivitas yang
mengarah kepada keterpaduan antara pikiran dan badan (70,5%).

UCAPAN TERIMAKASIH

Kepala Sekolah, Guru, Karyawan dan Siswa SMA Lab School Tegal saya mengucapkan
banyak terima kasih atas bantuan dan kerjasamanya.

DAFTAR PUSTAKA

Arikunto, Suharsimi. 2002. Manajemen Penelitian. Jakarta: Rineka Cipta


Hendrarno. Edi, dkk. 2003. Bimbingan dan Konseling. Semarang: Perc. Swadaya Manunggal.
Kamus Besar Bahasa Indonesia
Mugiarso, Heru. 2004. Bimbingan dan Konseling. Semarang :Unnes Press.
Munandar, Utami. 2009. Pengembangan Kreativitas Anak Berbakat. Jakarta :Rineka Cipta.
Partowisastro, Koestoer. 1983. Dinamika dala Psikologi Pendidikan. Jakarta: Erlangga.
Semiawan, Conny. 1997. Perspektif Pendidikan Anak Berbakat. Jakarta :Grasindo.
Somantri, Sutjihati. 2007. Psikologi Anak Luar Biasa. Bandung: Refika Aditama.
Sunarto. 1999. Perkembangan Peserta Didik. Jakarta: Rineka Cipta.

64

Anda mungkin juga menyukai